PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
EKSTRAKSI TORIUM DARI KONSENTRAT TH,LTJ (HIDROKSIDA) MENGGUNAKAN SOLVEN BIS-2- ETIL HEKSIL FOSFAT Suyanti, Aryadi Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan-BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK EKSTRAKSI TORIUM DARI KONSENTRAT Th,LTJ (HIDROKSIDA) MENGGUNAKAN SOLVEN BIS-2- ETIL HEKSIL FOSFAT. Telah dilakukan ekstraksi torium dari konsentrat Th,LTJ(Hidroksida) hasil olah pasir monasit menggunakan solven Asam di-2-etil heksil fosfat atau Bis-2-etil heksil fosfat (D2EHPA) dalam kerosen. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh kondisi optimum ekstraksi torium menggunakan solven Bis-2-etil heksil fosfat (D2EHPA) dalam kerosen. Larutan umpan atau fasa air adalah konsentrat Th,LTJ hidroksida yang dilarutkan dalam suasana HNO3 dan fasa organik adalah D2EHPA dalam kerosen. Ekstraksi dan striping dilakukan dengan cara pengadukan menggunakan pengaduk magnit Ika mag. Hasil proses ekstraksi dan striping diendapkan sempurna dengan asam oksalat, endapan yang terbentuk dikeringkan, ditimbang dan dianalisa dengan spektrometer pendar sinar-x. Variabel yang dilteliti adalah variasi konsentrasi HNO3 dalam umpan dan tingkat ekstraksi. Penggunaan solven D2EHPA untuk ekstraksi Th dari konsentrat Th,LTJ(hidroksida) belum menghasilkan kadar Th maupun efisiensi ekstraksi yang tinggi. Kondisi optimum ekstraksi Th terjadi pada konsentrasi HNO3 6 M pada tingkat ekstraksi I fasa striping 2 (FS2). Pada kondisi tersebut diperoleh kadar Th = 26, 219%, efisiensi ekstraksi = 20,96% dengan faktor pisah (FP) Th-Ce =3,581; FP ThLa=49,051 dan FP Th-Nd = 31,538. Kata Kunci : konsentrat Th,LTJ hidroksida, torium, ekstraksi, Bis-2-etil heksil fosfat
ABSTRACT EXTRACTION OF THORIUM FROM Th, RE (HYDROXIDE) USING THE SOLVENTS OF BIS-2-ETHYL HEXYL PHOSPHATE. The extraction of thorium from Th, RE(Hydroxide) concentrate product from monazite sand treatment has been done using solvents of di-2-ethyl hexyl phosphate or Bis-2-ethyl hexyl phosphate (D2EHPA) in kerosene. The purpose of this research is to obtain the optimum condition of the thorium extraction using D2EHPA in kerosene. The aqueous phase was Th, RE hydroxide concentrate which was dissolved in HNO3 condition and organic phase was D2EHPA in kerosene. Extraction and stripping have been done by mixing using magnetic stirrer Ika mag. The result of the extraction and stripping processes were precipitated completely by using oxalate acid, the sediment which formed was drained, weighed and analyzed by using ray-X spectrometer. The variables that have been investigated were variation of HNO3 concentration in feed and extraction stages. The using of solvent of D2EHPA for extracting Th from Th, RE(hydroxide) ha sneither produced the percentage of Th nor high level efficiency of extraction. The optimum condition of the extraction of Th happened on HNO3 concentration of 6M in the stage extraction I stripping phase 2(FS2). In that condition the percentage of Th obtained = 26, 219%, extraction efficiency = 20, 96% with the separation factor(SF) Th-Ce = 3,581; SF Th-La=49,051 and SF Th-Nd = 31, 538. Keywords: concentrate Th, RE(Hydroxide), thorium, extraction, or Bis-2-ethyl hexyl phosphate
Buku II hal 40
ISSN 1410 – 8178
Suyanti, dkk
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
Menurut Khopkar, beberapa cara dapat mengklasifikasikan sistem ekstraksi. Cara klasik adalah mengklasifikasikan berdasarkan sifat zat yang diekstraksi, sebagai khelat atau sistem ion berasosiasi. Ada sistim ekstraksi yang melibatkan pembentukan pasangan ion. Ekstraksi berlangsung melalui pembentukan spesies netral yang tidak bermuatan diekstraksi ke fasa organik. Bis – 2- etil heksil phosphat atau Asam di2-etil heksil fosfat (D2EHPA) merupakan donor yang kuat, yang mempunyai satu atom H yang dapat digantikan oleh ion-ion logam, sehingga senyawa ini biasa disebut dengan senyawa penukar ion. Di samping itu senyawa D2EHPA mempunyai gugus P=O yang dapat berkoordinasi dengan ion logam. Diketahui pelarut D2EHPA biasanya berada dalam dimer (H2X2) yang tersusun sebagai dua molekul D2EHPA. Pada keadaan ini akan saling mengadakan ikatan hidrogen intra molekuler dengan ion logam yang diekstraksi dengan hanya memutus satu atau dua ikatan hidrogen yang terjadi di dalam dimmer. Rumus struktur D2EHPA dapat dilihat pada Gambar 1.
PENDAHULUAN
M
onasit adalah mineral yang mempunyai bentuk ikatan fosfat yang mengandung Th dan logam tanah jarang ( LTJ )Ce, La , Nd , Pr, Gd dan Dy. Rumus kimia monasit adalah Th,(LTJ).(PO4), perbandingan Ln2O3 (lantanida) dibanding P2O5 = 70 : 30. Analisis monasit seringkali menunjukkan logam-logam pengotor seperti besi, alumunium, kalsium, magnesium, titanium, zirkonium dan silika. Penggunaan torium dioksida antara lain untuk bahan krus tahan suhu tinggi, menaikkan angka kekerasan, sebagai katalisator dan sebagai bahan bakar nuklir. Mengingat nilai ekonomis dan cukup tersedianya cadangan pasir monasit di Indonesia, maka sudah selayaknya pemisahan Th dari konsentrat Th,LTJ(hidroksida) hasil olah pasir monasit perlu dilakukan, disamping dapat meningkatkan nilai tambah juga mengurangi bahan buangan. Pemisahan Th dilakukan dengan proses ekstraksi pelarut. Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) di antara dua fasa air yang tidak saling bercampur(3). Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan “bersih” baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Melalui proses ekstraksi, ion logam dalam pelarut air ditarik keluar dengan suatu pelarut organik (fasa organik). Secara umum, ekstraksi ialah proses pemisahan suatu zat terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur dengan air (fasa air). Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan pelarut. H+ + NO-
Gambar 1. Rumus struktur D2EHPA Reaksi kimia yang terjadi antara logam tanah jarang dengan D2EHPA adalah sebagai berikut:
HNO3
(1)
HNO3 (a) + (H2X2) (o)
HNO3(H2X2) (o)
(2)
M4+ + 4 (NO3)- + 4(H2X2) (o)
[M(NO3)44(H2X2)]org
(3)
LTJ(NO3) 3.4 (H2X2) + H2O
LTJ(NO3)3 + 4 (H2X2) + H2O
(4)
Th(NO3) 4.4(H2X2) + H2O
Th(NO3)4 + 4(H2X2)+ H2O
(5)
Pada banyak sistem ekstraksi, ekstraktan dilarutkan dengan suatu pengencer yang tidak saling bereaksi yang disebut diluen. Pemakaian diluen terutama untuk memperbaiki sifat fisika dari fasa organik. Pelarut organik sebagian besar mempunyai berat jenis dan kekentalan tinggi, maka menyebabkan sukarnya proses pemindahan solut dari fasa air ke fasa organik. Untuk mempermudah proses tersebut kekentalan fasa organik harus diturunkan dengan cara Suyanti, dkk.
menambahkan pengencer organik. Salah satu pengencer organik yang sering digunakan adalah kerosin. Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua
ISSN 1410 – 8178
Buku II hal 41
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
Co C2 atau Kd = Ca C1
Kd =
(6)
dimana Kd = koefisien distribusi dan C1, C2, Co, dan Ca masing-masing adalah konsentrasi solut pada pelarut 1, 2, organik, dan air. Dari rumus tersebut jika harga Kd besar, solut secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organik, begitu pula terjadi sebaliknya. Sebagai ukuran keberhasilan untuk suatu proses ekstraksi sering digunakan besaran berupa faktor pisah (FP) yakni perbandingan antara koefisien distribusi suatu unsur dengan koefisien distribusi unsur yang lainnya. Persamaan untuk memperoleh FP adalah: FP =
Kd1 Kd 2
(7)
Kd1 adalah koefisien distribusi unsur 1 dan Kd2 adalah koefisien distribusi unsur 2. Efektifitas dalam proses ekstraksi dapat dinyatakan dengan persen solut yang terekstrak yang dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut: E=
C2 x 100 % F
dengan E adalah efisiensi ekstraksi (%), C2 adalah konsentrasi solut dalam fasa organik, dan F adalah konsentrasi umpan untuk ekstraksi. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan ekstraksi dengan tri butil fosfat 25% ( TBP ). Hasil yang diperoleh efisiensi ekstraksi Th total 99,76%. Kadar Th tertinggi diperoleh pada ekstraksi tingkat I fasa striping 2 (FS 2oks) dengan kadar Th 76,11%, serta pengotor Ce = 1,46 %, La = 0,77% , Nd = 0,28%. Faktor pisah (FP ) Th-Ce = 503,09 FP Th-La = 577,93 dan FP Th-Nd = 19,94.(9) Dalam penelitian ini umpan ekstraksi adalah konsentrat Th,LTJ hidroksida dengan kadar Th = 5,078%, Ce = 37,76%, La = 19,69% dan Nd = 8,24% yang berasal dari proses pengolahan pasir monasit yang dilarutkan dalam HNO3. Fasa organik yang digunakan adalah D2EHPA yang diencerkan dalam kerosen dengan kadar D2EHP 5%. Selama berlangsungnya proses ekstraksi, antara LTJ dan Th saling berkompetisi untuk berpindah dari fasa air ke fasa organik. Setelah terjadi proses ekstraksi, maka salah satu dari unsur-unsur LTJ tersebut diharapkan masuk ke dalam fasa organik dan unsur yang lain tetap berada dalam fasa air. Variabel yang diteliti adalah variasi konsentrasi HNO3 dalam umpan dan tingkat ekstraksi. Reaksi pelarutan unsur – unsur dalam konsentrat Th,LTJ(OH)4 dengan HNO3 adalah sebagai berikut :
(8)
Th(OH)4 + 4 HNO3 =======> Th ( NO3 )4+ 4 H2O M(OH)3 padat+ 2 HNO3 =======> M ( NO3 )3 larutan+ 3 H2O
(9) (10)
M = unsur logam tanah jarang yang lain ( La, Nd ,Y )
Ekstraksi bertingkat dilakukan beberapa kali sampai ekstraksi dianggap tidak efisien lagi. Untuk memungut kembali LTJ dan Th dari senyawa kompleks dilakukan reekstraksi atau striping memakai air dan asam oksalat encer.
Masing-masing tingkat ekstraksi dilakukan striping tiga kali. Hasil striping dengan air diendapkan dengan asam oksalat, reaksinya :
LTJ(NO3)4 + 2 H2C2O4 LTJ(C2O4)2 + 4 HNO3 Th(NO3)4 + 2 H2C2O4 Th(C2O4)2 + 4 HNO3 Reaksi yang terjadi pada striping dengan asam oksalat adalah:
(11) (12)
LTJ(NO3) 4.4D2EHPA + 2 H2C2O4 LTJ(C2O4)2 + 4 HNO3 + 4D2EHPA (13) Th(NO3) 4.4D2EHPA + 2 H2C2O4 Th(C2O4)2 + 4 HNO3 + 4 D2EHPA (14) Berdasar reaksi ( 1 ), maka dipelajari pengaruh molaritas asam nitrat dan jumlah tingkat estraksi.
Buku II hal 42
ISSN 1410 – 8178
Suyanti, dkk
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
TATA KERJA Bahan yang digunakan Konsentrat LTJ hidroksida hasil olah pasir monasit , kerosen buatan Fisher, Bis-2- etil heksil phosphat (D2EHPA) buatan Merck, H2SO4 teknis, HNO3 teknis , asam oksalat (H2C2O4) teknis, air suling, NaOH teknis, kertas saring Alat yang digunakan Alat – alat gelas, timbangan analitik sartorius, lemari asam, pengaduk pemanas Ika Werke, oven, spektrometer pendar sinar- X, pH meter digital WTM. CARA KERJA 1.
Ekstraksi I dan striping a. Dibuat larutan umpan ekstraksi dengan melarutkan konsentrat logam tanah jarang hidroksida berat 5 gram dilarutkan dalam HNO3 14,4 M sebanyak 17,4 ml, sambil diaduk dan dipanaskan dengan alat pengaduk pemanas. Volume di tepatkan menjadi 50 ml dengan air suling maka diperoleh keasaman fasa air 5M sebagai fasa air (FA). Divariasi konsentrasi asam nitrat dalam umpan. b. Fasa air ditambah 50 ml campuran TBP dalam kerosen sebagai fasa organik (FO) yang divariasi konsentrasi D2EHPA 5%, perbandingan FA:FO = 1:1. c. Dilakukan ekstraksi selama 15 menit dengan kecepatan pengadukan 200 rpm. d. Fasa air atau FA dan fasa organik (FO) dipisahkan, diperoleh FA I dan FO I. Masing-masing ditampung dalam beker gelas, yang berisi FA I ditutup untuk proses ekstraksi tingkat II, sedang FO I distriping. e. Fasa organik (FO) I distriping (di reekstraksi) dengan menggunakan air suling sebanyak 50 ml, diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama 5 menit, kemudian FO I dan fasa striping (FS1air) dipisahkan dengan corong pisah. FS1air, diendapkan dengan larutan asam oksalat jenuh kemudian disaring, dikeringkan dengan oven pada suhu 120oC, ditimbang dan dianalisis dengan spektrometer pendar sinar-x. f. Fasa organik (FO) I setelah distriping dengan air, distriping kembali dengan 50ml larutan asam oksalat 5% selama 5 menit. Fasa striping dipisahkan (diperoleh FS2oks dan FO I), FS2oks ditambah asam oksalat 5% sampai tidak terjadi endapan lagi. Endapan disaring, dikeringkan,
Suyanti, dkk.
ditimbang dan dianalisis dengan spektrometer pendar sinar-x. g. Fasa organik (FO) I distriping lagi dengan air suling 100 ml. Fase striping dipisahkan dari FO I diperoleh FS3air, diendapkan jika ada endapan disaring, dikeringkan, ditimbang dan dianalisis dengan spektrometer pendar sinar-x. 2. Ekstraksi tingkat II FA I dari ekstraksi I diekstraksi lagi dengan FO I (FO I yang telah distriping 3 kali dari ekstraksi I) dengan kecepatan pengadukan 200 rpm selama 15 menit, sehingga diperoleh FA II dan FO II. FA II kemudian diekstraksi lagi. 3. Ekstraksi tingkat III Ekstraksi tingkat III dilakukan seperti pada ekstraksi tingkat I maupun tingkat II. 4. Variasi konsentrasi HNO3 dalam umpan. Dibuat larutan umpan/fasa air seperti pada 1.a dengan keasaman umpan yang bervariasai yaitu 4M, 5M, 6M, 7M dan 8M. Kemudian dilakukan ekstraksi dan striping seperti pada tata kerja 1.b sampai dengan 2. Seluruh endapan hasil proses striping dikeringkan di dalam oven pada suhu 100oC sampai kering, ditimbang dengan timbangan sotorius dan dianalisis. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis konsentrat LTJ hidroksida menggunakan spektrometer pendar sinar-x adalah: Th = 5,078%, Ce = 37,76%, La = 19,69% dan Nd = 8,24% Kondisi proses yang dilakukan adalah: berat konsentrat Th,LTJ dalam umpan 5 gram, konsentrasi HNO3 dalam umpan : divariasi, solven : D2EHPA 5% dalam kerosen, kecepatan pengadukan 200 rpm, waktu ekstraksi 15 menit, perbandingan fasa air: fasa organik = 1:1, volume fasa air 50 ml. Pengaruh tingkat ekstraksi terhadap berat fasa striping (FS) Pada pelaksanaan penelitian proses striping dilakukan sebanyak tiga kali, striping pertama dengan air, striping kedua dengan larutan asam oksalat encer dan striping ketiga dengan air lagi. Pemakaian air sebagai fasa penstriping bertujuan untuk mengambil unsur yang senyawa kompleksnya paling mudah untuk dipecahkan sehingga akan mudah dipisahkan dengan unsur yang lain. Karena air merupakan agen penstriping yang sangat lemah memecah senyawa kompleks, sehingga akan terjadi kompetisi yang nyata antara
ISSN 1410 – 8178
Buku II hal 43
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
Berat endapan (g)
2
4M 6M 8M
1.5
5M 7M
1 0.5 0 I FS1
I FS 2
II FS1
II FS 2
III FS1
III FS 2
Tingkat ekstraksi
Gambar 1. Grafik hubungan tingkat ekstraksi dengan berat endapan Fasa striping (Fs) pada berbagai keasaman HNO3. Hubungan tingkat ekstraksi terhadap berat fasa striping (FS) dapat dilihat pada Gambar 1. Endapan oksalat yang terbentuk pada fasa stripng mewakili perpindahan massa dari fasa ai (FA) ke fasa organik (FO). Fasa organik diwakili oleh fasa air (FS) karena semua unsur yang berada dalam fasa organik diambil lagi fasa striping dan diendapkan sempurna menggunakan asam oksalat. Semakin tinggi konsentrasi HNO3 dalam umpan maka semakin besar konsentrat Th,LTJ hidroksida yang dapat larut dan konsentrasi solute dalam umpan semakin besar. Tentu dengan semakin besarnya konsentrasi umpan, maka perpindahan massa semakin cepat dan akumulasi dari perpindahan massa dalam FO semakin banyak. Umumnya striping ke 2 atau FS2 pada berbagai keasaman diperoleh berat FS yang relatif tinggi dibanding pada striping pertama (FS1), yang ditandai dengan puncak-puncak grafik pada FS2 seperti terlihat pada Gambar 1. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan kompleks unsur dengan D2EHPA sangat kuat dan air kurang mampu untuk memecah kompleks tersebut, dan setelah distriping dengan asam oksalat yang merupakan pemecah komplek yang sangat kuat sehingga semua unsur akan mengendap sempurna sebagai FS2.
Buku II hal 44
30
4M 7M
Kadar Th (%)
25
5M 8M
6M
20 15 10 5 0 I FS1
I FS 2
II FS1
II FS 2
III FS1
III FS 2
Tingkat ekstraksi
Gambar 2. Grafik hubungan tingkat ekstraksi dengan kadar Th dalam fasa striping (FS) pada berbagai konsentrasi HNO3 dalam umpan Pada keasaman 4M samapai 7M, berat endapan FS yang terbentuk pada ekstraksi tingkat I paling besar dibanding tingkat ekstraksi selanjutnya. Berat FS semakin bertambah tingkat ekstraksi semakin kecil. Gambar 2. Menunjukkan kadar Th pada pada berbagai tingkat ektraksi. Pada berbagai konsentrasi asam nitrat dalam umpan kadar Th yang jauh lebih tinggi dibanding pada striping ke1 (FS1). Pengaruh konsentrasi HNO3 dalam umpan. Asam nitrat selain berfungsi untuk melarutkan konsentrat Th,LTJOH juga berfungsi sebagai pembentuk kompleks. Dengan melihat persamaan (1) sampai (5) dapat diketahui betapa pentingnya pemakaian HNO3. Semakin besar keasaman, jumlah mol nitrat semakin banyak, reaksi bergeser kekanan, sehingga hasil reaksi semakin banyak. Hal ini tampak pada Gambar 3 berikut ini. 2
Berat endapan (g)
unsur yang satu dengan unsur yang lain ketika bereaksi dengan fasa organik. Striping memakai asam oksalat bertujuan mengambil semua unsur yang tertinggal dalam fasa organik, karena asam oksalat merupakan agen penstriping yang sangat kuat untuk memecah senyawa kompleks dan sekaligus dapat untuk mengendapkan semua logam-logam, striping ketiga dengan menggunakan air bertujuan untuk membersihkan sisa oksalat dan logam-logam yang masih terdapat dalam fasa organik.
1.5
I FS1
I FS 2
II FS1
II FS 2
III FS1
III FS 2
1 0.5 0 4M
Gambar
5M
6M
Tingkat ekstraksi
7M
8M
3.Grafik hubungan konsentrasi HNO3dalam umpan dengan berat endapan Fasa striping (FS) pada berbagai tingkat ekstraksi
Tabel 1. Tampak bahwa pada berbagai konsentrasi HNO3 dalam umpan, Th dan logam tanah jarang yang telah terekstraks dengan D2EHPA membentuk ikatan kompleks yang sangat kuat sehingga air yang digunakan untuk striping tidak mampu memecah ikatan kompleks tersebut, hal ini ditandai dengan kadar unsur dan efisiensi ekstraksi yang terdapat dalam fasa striping 1 (FS1) pada berbagai tingkat ekstraksi relatif kecil dibanding pada FS2. Sebaliknya pada
ISSN 1410 – 8178
Suyanti, dkk
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
penggunakan larutan asam oksalat untuk striping sangat kuat memecah ikatan kompleks Th,LTJ dengan D2EHPA dan mengendap sempurna. Pada striping ke 3 pada berbagai konsentrasi HNO3 maupun tingkat ekstraksi tidak terjadi endapan. ini berarti seluruh solut yang terekstraksi telah
mengendap sempurna pada striping ke 2 dan pada striping ke 3 ini juga berfungsi untuk membersihkan sisa oksalat yang terdapat dalam fasa organik sehingga FO dapat digunakan lagi pada ekstraksi tingkat selanjutnya.
Tabel 1. Pengaruh konsentrasi HNO3 dalam umpan terhadap kadar unsur dan efisiensi ekstraksi. Ekstraksi tingkat I Konsentrasi
Tingkat
HNO3 (M)
ekstraksi
Th
Ce
La
Nd
Th
Ce
La
Nd
4
FS1
≈0
7,424
0,558
1,148
≈0
0,380
0,055
0,269
FS.2
9,451
43,999
2,898
0,371
15,927
9,972
1,259
0,385
FS1
0,825
33,380
0,441
1,553
0,708
3,851
0,098
0,821
FS.2
2,400
62,910
0,441
≈0
6,750
23,791
0,320
≈0
FS1
≈0
5,378
≈0
1,172
≈0
1,162
≈0
1,161
FS.2
26,219
35,130
1,407
0,517
20,955
22,313
1,407
1,504
7
FS2
1,227
64,026
0,921
0,257
2,764
19,390
0,535
0,356
8
FS1
≈0
7,5859
4,337
1,409
≈0
1,609
1,764
1,370
FS.2
1,300
63,956
≈0
0,040
8,352
55,275
≈0
0,180
5 6
Kadar unsur, %
Efisiensi Ekstraksi, %
Ekstraksi tingkat II 4
II.FS1
7,997
7,200
≈0
0,924
1,669
0,202
≈0
0,119
II. FS 2
10,596
56,462
5,687
0,172
29,482
21,128
4,018
0,294
5
II. FS 2
5,897
66,217
≈0
0,150
2,480
3,746
≈0
0,237
6
II. FS 1
≈0
10,211
11,059
≈0
≈0
2,544
11,059
≈0
II. FS 2
9,664
49,413
2,931
1,099
35,464
24,387
2,931
2,487
II. FS 1
≈0
2,572
1,877
0,496
≈0
0,099
0,138
0,087
II. FS 2
2,871
65,857
≈0
0,034
9,124
28,152
≈0
0,067
II. FS 1
≈0
3,495
4,237
1,338
≈0
0,776
1,804
1,361
II. FS 2
13,251
53,205
4,914
0,472
49,494
26,726
4,933
1,132
7 8
Ekstraksi tingkat III 4 5 7 8
Suyanti, dkk.
III.FS1
≈0
2,984
1,842
1,691
≈0
0,078
0,092
0,202
III. FS 2
3.805
44,586
0,515
0,175
6,573
10,360
0,229
0,187
III. FS1
≈0
19,425
1,322
0,376
≈0
5,868
0,143
0,097
III,FS2
20,776
38,041
≈0
0,172
46,663
11,490
≈0
0,239
III, FS 1
≈0
11,089
6,400
2,208
≈0
0,412
0,456
0,376
III, FS 2
17,512
43,635
≈0
0,103
12,006
15.845
≈0
0,172
III. FS2
16,956
42,550
2,055
0,145
42,904
14,480
1,612
0,273
ISSN 1410 – 8178
Buku II hal 45
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
Hasil proses ekstraksi menggunakan ekstraktan D2EHPA, kadar unsur dan efisiensi ekstraksi tersaji pada Tabel 1. Torium akan terekstrak lebih cepat daripada logam tanah jarang (Ce, La Nd) sehingga menghasilkan efisiensi ekstraksi yang lebih besar. Torium selain
mempunyai valensi empat juga mempunyai berat atom yang paling besar dibanding unsur logam tanah jarang, sehingga sesuai dengan pernyataan Teramoto, et al (1986:238) bahwa logam yang mempunyai nomor atom lebih besar akan terekstrak lebih cepat dengan ekstraktan D2EHPA.
Tabel 2. Pengaruh konsentrasi HNO3 dalam umpan terhadap Kd unsur dan faktor pisah Konsentrasi HNO3 , M 4
Kd Th
6 7 8
0,160 0,075 0,841 0,028 0,094
4 5 6 7 8
0,313 0,025 0,176 0,092 0,519
4 5 7 8
0,066 0,066 0,476 0,519
Ce
La Tingkat Ekstraksi I 0,104 0,013 0,276 0,004 0,235 0,017 0,257 0,005 0,839 0,018 Tingkat Ekstraksi II 0,213 0,041 ≈0,000 0,037 ≈0,000 0,269 0,283 0,001 0,367 0,067 Tingkat Ekstraksi III 0,104 0,003 0,174 0,001 0,163 0,002 0,174 0,016
Serium (Ce) mempunyai kadar paling besar dibanding unsur yang lain didalam larutan umpan, hal ini sangat berpengaruh terhadap transfer massa dari fasa air ke fasa organik, semakin besar solut dalam larutan semakin mudah mendifusi ke fasa organik, akibatnya Ce berkompetisi dengan Th. Akibatnya kompleks HNO3(H2X2) selain mmbentuk kompleks dengan Th akan membentuk kompleks dengan Ce. Pada data Tabel 1. Tampak bahwa selain Th dari proses ekstraksi dari ekstraksi tingkat I sampai ekstraksi tingkat III Ce dihasilkan kadar dan efisiensi yang besar. Hasil ekstraksi diperoleh kadar torium paling tinggi pada konsentrasi HNO3 6 M yaitu sebesar Th 26,219% dengan efisiensi ekstraksi 20,955%, sedangkan pada tingkat ekstraksi dan keasaman yang lain kadar Th-nya lebih kecil. Proses ekstraksi menggunakan ekstraktan D2EHPA menghasilkan koefisien distribusi dan faktor pisah (FP) seperti yang tersaji pada Tabel 2. Torium akan terekstrak lebih cepat daripada Serium (Ce) akan terekstrak lebih cepat daripada lantanum dan neodimium sehingga menghasilkan nilai koefisien distribusi atau harga Buku II hal 46
Nd
Faktor pisah (FP) Th dengan unsur Ce La Nd
0,007 0,008 0,027 0,004 0,015
1,548 0,271 3,581 0,108 0,112
12,325 17,967 49,051 5,197 5,347
24,506 9,136 31,538 7,807 6,087
0,004 0,002 0,025 0,002 0,025
1,469 0,666 0,653 0,325 1,413
7,681 ~ ~ 66,332 7,703
75,886 10,509 7,073 59,540 20,814
0,004 0,003 0,005 0,003
0,634 0,381 2,926 2,981
20,575 46,127 199,915 32,195
17,009 19,682 86,793 190,394
Kd yang besar karena selain mempunyai valensi empat juga kadar unsur dalam umpan paling besar sehingga terekstrak lebih banyak dari unsur yang lain. Hal tersebut sesuai dengan hukum hukum Fick. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kecepatan perpindahan massa dari fasa air (FA) ke fasa organik (FO) adalah besarnya konsentrasi solut dalam umpan. Hal ini dapat dijelaskan dengan hukum Fick (Welty, 2002:8): JA,Z = -DAB
dc A dz
(15)
dengan : JA,Z = kecepatan transfer massa DAB = difusivitas massa c = konsentrasi z = lebar lapisan antar fasa Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa variabel konsentrasi berbanding lurus dengan kecepatan transfer massa, sehingga semakin besar konsentrasi akan semakin besar pula kecepatan perpindahan massa. Besarnya faktor pisah untuk variasi konsentrasi HNO3 dengan ekstraktan D2EHPA-
ISSN 1410 – 8178
Suyanti, dkk
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
kerosen dapat dilihat pada Tabel 2. Tampak bahwa semakin besar tingkat ekstraksi semakin besar pula faktor pisah antara Th dengan Ce, La dan Nd. Untuk menentukan kondisi optimum ekstraksi torium dengan ekstraktan D2EHPA, selain faktor pisah yang besar juga kadar Th dan efisiensi yang besar pula. Kondisi optimum ekstraksi Th terjadi pada konsentrasi HNO3 6 M pada tingkat ekstraksi I fasa striping 2 (FS2). Pada kondisi tersebut diperoleh kadar Th = 26, 219%, efisiensi ekstraksi = 20,955% dengan faktor pisah (FP) Th-Ce =3,581 FP Th-La = 49,051 dan FP Th-Nd = 31,538. KESIMPULAN Penggunaan solven bis 2 etil heksil phosphat atau D2EHPA untuk ekstraksi Th dari konsentrat Th,LTJ(hidroksida) belum menghasilkan kadar Th maupun efisiensi ekstraksi yang tinggi. Kondisi optimum ekstraksi Th terjadi pada konsentrasi HNO3 6 M pada tingkat ekstraksi I fasa striping 2 (FS2). Pada kondisi tersebut diperoleh kadar Th = 26, 219%, efisiensi ekstraksi = 20,955% dengan faktor pisah (FP) Th-Ce = 3,581 FP Th-La = 49,051 dan FP Th-Nd = 31,538. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar diperoleh efisiensi ekstraksi dan kadar Th yang tinggi misalnya dengan memvariasi konsentrasi D2EHPA, waktu pengadukan, kecepatan pengadukan, atau menggunakan solven yang lain UCAPAN TERIMAKASIH Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar diperoleh efisiensi ekstraksi dan kadar Th yang tinggi misalnya dengan memvariasi konsentrasi D2EHPA, waktu pengadukan, kecepatan pengadukan, atau menggunakan solven yang lain
Suyanti, dkk.
DAFTAR PUSTAKA 1. Daintith John (ed). Kamus Lengkap Kimia. Terjemahan SuminarAchmadi, Erlangga., Jakarta:, hal. 293, (1999 ): 2. Prakash Satya. Advanced Chemistry of Rare Elements. 4th edition. Ram Nagar, New Delhi: S. Chand and Co, PVT (1975). 3. Hanson, C. Reaction Advances in LiquidLiquid Extraction. First Edition.England: Pergamon Press. (1971 4. Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analisis. Terjemahan A.Saptorahardjo. Jakarta: UI-Press. 5. Teramoto, et al. (1986). Extraction of Lanthanoids by Liquid Surfactant Membranes. Separation Science and Technologi. Japan: Marcel Dekker. Inc.hal. :230, 1986 6. Cuthbert,F.L.Thorium Production Technology., Massachusetts, U.S.A: Addison-Wesley Publishing Company. INC.hal 122 (1958).). 7. Preston, J.S; Du Prees, A.C. Solvent-Extraction Processes For Separation of The Rare-Earth Metals. South Africa: Elsevier Science Publishers B.V. (1992). 8. Ladda, G.S; Degallesan, T.N. Transport Phenomena in Liquid Extraction.New York: Mc-Graw Hill Publishing, Co., LTD. Hal 20 (1976). 9. Suyanti dan Suprihati, ”Penggunaan Solven TBP Untuk Pembuatan Konsentrat Th Dari Hasil Olah Pasir Monasit Secara Ekstraksi” Proseding P3N PTAPB-Batan Yogyakarta (2009). 10. Welty, R. James; Wicks, E. Charles, Wilson, E. Robert; Rorrer Gregory. Dasar-Dasar Fenomena Transport. Volume 3. Edisi Ke-4. Terjemahan Gunawan Prasetio. Jakarta: Erlangga. (2004).
ISSN 1410 – 8178
Buku II hal 47