BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epidemiologi merupakan ilmu empirik kuantitatif, yang banyak melibatkan pengamatan dan pengukuran yang sistematik tentang frekuensi penyakit dan sejumlah faktor-faktor yang dipelajari yang berhubungan dengan penyakit. Kebutuhan akan analisis kuantitatif, mulai dari perhitungan yang paling sederhana hingga analisis paling canggih, menyebabkan epidemiologi berhubungan erat dengan sebuah ilmu yang disebut biostatistik (Murti, 1997). Penelitian epidemiologi mempunyai objektif tersendiri sehingga untuk mencapainya diperlukan desain dan metode penelitian tertentu. Penyakit-penyakit yang menyerang tubuh manusia baik didalamnya termasuk penyakit infeksi, penyakit non-infeksius, penyakit kekurangan gizi dan kelainan metabolism merupakan lapangan dari studi epidemiologi. Epidemi dari suatu penyakit merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang ada pada hospes dan lingkungan, yang berbeda-beda untuk masing-masing penyakit. Dalam hal ini ada
faktor-faktor
dalam
lingkungan
yang
memungkinkan
kehidupan
mikroorganisme menjadi subur, dan yang melemahkan daya tahan hopses. Kualitas permukiman merupakan faktor penunjang dalam menentukan kesehatan suatu permukiman. Kualitas lingkungan permukiman adalah kondisi yang menunjukkan bahwa kawasan permukiman yang dibangun dan difungsikan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan dan dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen dalam arti dapat memenuhi apa yang diharapkan konsumen. Permukiman yang berkembang di perkotaan menimbulkan terjadinya berbagai permasalahan, terutama masalah kesehatan. Kualitas permukiman yang baik, apabila kondisi suatu permukiman menunjang untuk kelayakan hidup bagi kesehatan penghuninya. Sebaliknya, dikatakan Kualitas permukiman yang buruk, 1
apabila kondisi suatu permukiman tidak menunjang untuk kelayakan hidup bagi kesehatan penghuninya. Permukiman yang tidak padat, berpola teratur, dan memiliki kondisi udara yang baik serta jauh dari polusi menunjang untuk kehidupan yang jauh dari penyakit. Kondisi permukiman yang buruk menjadi ancaman berkembangnya suatu penyakit menular, terutama penyakit yang penularannya melalui udara. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang penularannya melalui udara. ISPA juga merupakan masalah kesehatan utama di dunia, terutama di negara berkembang karena merupakan penyebab kematian dan kesakitan utama pada anak di bawah lima tahun (balita). Kematian balita karena ISPA di selutuh dunia setiap tahun sebesar 18,6%, atau 4 juta per tahun dengan angka kematian jauh lebih tinggi di negara berpendapatan rendah (20,2%) dibandingkan dengan negara berpendapatan tinggi (2,7%); World Health Organization (WHO), 2008). Di Indonesia, penyakit ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan mencapai 40% sampai dengan 60% kunjungan di puskesmas. Prevalensi ISPA cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita lebih rendah. (DepKes, 2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian bidang Dinas Kesehatan Provinsi Banten diperoleh informasi bahwa jumlah kasus ISPA seProvinsi Banten sejak Januari – September 2011 mencapai 103.640 kasus, sehingga ISPA menjadi masalah utama di Banten. Sedangkan, Kota Cilegon menduduki peringkat paling tinggi di dibanding kota/kabupaten lainnya. Kota Cilegon adalah sebuah kota di Provinsi Banten berada di ujung barat laut pulau Jawa di tepi Selat Sunda. Kota Cilegon dikenal sebagai kota industri karena letaknya yang strategis berhubungan langsung dengan selat sunda, dan terhubung dengan jalan tol Jakarta - Merak. Perindustrian di Kota Cilegon yang berkembang pesat menyebabkan pencemaran udara di daerah sekitar Cilegon sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan dan penyebab berbagai jenis penyakit. 2
Gambar 1.1 Peta Administrasi Kota Cilegon yang Menunjukan Lokasi Kajian (sumber: wikipedia.com)
Cilegon terbagi menjadi 8 kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Jombang. Kecamatan ini terletak paling timur dari Kota Cilegon dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Serang. Kecamatan ini dilalui oleh Jalan Tol JakartaMerak dan sebagai gerbang masuk Tol Cilegon Timur yang banyak digunakan untuk melintasnya angkutan berat menuju pabrik industri di Cilegon. Jumlah kasus ISPA tertinggi terjadi di Kota Cilegon sebanyak 44.194 kasus, Kabupaten Serang sebanyak 28.879 kasus, Kota Serang sebanyak 14.233 kasus, Kabupaten Lebak 10.960 kasus, dan Kabupaten Tangerang tidak ada kasus. Pada tahun 2013, ISPA atas tercatat merupakan penyakit yang di derita paling tinggi di Puskesmas se Kota Cilegon disbanding penyakit lain, seperti pada tabel berikut ini:
3
Tabel 1.1 Jumlah Kasus Rawat Jalan Menurut Jenis Penyakit Diderita di Puskesmas se Kota Cilegon Tahun 2013 No
Nama
Jumlah Pasien
(1)
(2)
1
Diare
12.179
2
Tiroid
2.144
3
TB Paru BTA+
5.367
4
TB Paru Klinis
8.717
5
Kusta PB
6
Batuk Rejan
7
Tetanus
8
Campak
257
9
Hepatitis
23
10
DBD (DHF)
11
Malaria Falciparum
-
12
Malaria Virak
-
13
Malaria Klinis
-
14
Infeksi Gonorho
15
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Bagian Atas
16
Peumonia
663
17
Bronchitis
1742
18
Influenza
8890
19
Penyakit Lainnya
Jumlah
28 1
471
43 71.808
112.333
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Cilegon Tercatat 71.808 pasien rawat jalan penyakit ISPA. Sedangkan, tertinggi kedua adalah penyakit diare mencapai 12.179 pasien dan lainnya kurang dari 10.000 pasien. Terlihat perbedaan jumlah kasus yang sangat signifikan antara penyakit ISPA atas dengan penyakit lain pada tabel tersebut. Kecamatan Jombang merupakan lokasi kajian pada penelitian ini dipilih karena memiliki kepadatan permukiman yang bervariasi dilihat dari citra penginderaan jauh. Kecamatan ini terletak paling timur dari Kota Cilegon dan dilalui oleh Jalan Tol Jakarta-Merak dan sebagai gerbang masuk Tol Cilegon Timur yang banyak digunakan untuk melintasnya angkutan berat menuju pabrik industri di daerah Cilegon. 4
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (DepKes, 2010). Jumlah tertinggi bayi yang dilahirkan hidup di kota Cilegon terdapat di Kecamatan Jombang, yaitu sebesar 1.213 bayi. Sedangkan Kecamatan Ciwandan 761 bayi, Kecamatan Citangkil 1.144 bayi, Kecamatan Pulomerak 756 bayi, Kecamatan Purwakarta 834 bayi, Kecamatan Grogol 577 bayi, Kecamatan Cilegon 780 bayi, dan Kecamatan Cibeber 938 bayi. Balita digunakan dalam kajian spasial penyakit ISPA bagian atas, bukannya orang dewasa karena balita merupakan faktor pembawa yang aktifitas perpindahannya sempit. Sedangkan pada orang dewasa memiliki aktifitas perpindahan yang relatif dinamis. Selain itu dibandingkan dengan orang dewasa, balita lebih muda terserang penyakit ISPA karena kekebalan tubuhnya lebih rentan. Sehingga akan lebih mudah menggunakan balita untuk kajian penyakit ISPA dan hasil yang didapat akan lebih akurat. Penyakit ISPA disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi baik itu dari faktor lingkungan maupun faktor non lingkungan dan secara umum terdapat 3 (tiga) faktor terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor generatif, serta faktor perilaku. Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia. Yang akan diteliti pada penelitian kali ini berasal dari faktor lingkungan karena faktor tersebut dapat dikaji dengan bantuan citra penginderaan jauh. Peran penting informasi spasial seperti penginderaan jauh merupakan informasi bereferensi geografis yang sangat bermanfaat sebagai basis data untuk mendukung proses penilaian agar lebih mudah, cepat, efesien, akurat dan menyeluruh. Penginderaan jauh terus berkembang dengan pesat meliputi aspek sensor, wahana, jenis citra, liputan, ketersedian alat, analisis data, jumlah 5
pengguna serta bidang penggunaannya (Soetanto, 1992). Perkembangan ilmu mengenai penginderaan jauh menjadi semakin luas dan mulai dapat dimanfaatkan untuk kajian bidang ilmu pengetahuan alam, sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan sebagainya. Dalam bidang kesehatan, penginderaan jauh satelit resolusi tinggi mampu mengekstrak data yang bersifat spasial. Data yang di ekstrak dari penginderaan jauh dapat digunakan mengetahui karakteristik spasial permukiman yang bervariasi, seperti tata letak, kepadatan bangunan rumah, keadaan halaman dan tutupan vegetasi serta kerapatan dan konektivitas jaringan jalan di kawasan perumahan. Selain itu, faktor lingkungan juga dapat dikaji secara spasial. Dalam kerangka ekologi, hubungan kawasan perumahan, karakteristik spasial perumahan dan tingkat kualitas kesehatan lingkungan perumahan adalah saling berinteraksi dan saling mempengaruhi, sehingga perlunya mengkaji hubungan antara kualitas permukiman dengan kejadian penyakit ISPA. Memanfaatkan data penginderaan jauh satelit resolusi tinggi dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan kegiatan penilaian estimasi tingkat kualitas permukiman berbasis spasial untuk mencari tahu hubungannya dengan penyakit ISPA. Kajian spasial pada kualitas permukiman untuk mencari tahu hubungannya dengan tingginya penyakit ISPA atas pada balita di Kecamatan Jombang merupakan fokus penelitian ini.
1.2 Perumusan Masalah Permukiman yang padat, tidak teratur, dan memiliki kondisi udara yang buruk serta dekat dari polusi menunjang untuk kehidupan yang dekat dari penyakit. Kondisi permukiman yang buruk menjadi ancaman berkembangnya suatu penyakit menular, terutama penyakit yang penularannya melalui udara. ISPA merupakan penyakit yang penularannya melalui udara yang menarik untuk dikaji. Memanfaatkan data penginderaan jauh satelit resolusi tinggi dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan kegiatan penilaian estimasi tingkat kualitas 6
permukiman berbasis spasial untuk mencari tahu hubungannya dengan penyakit ISPA. Karena penggunaan penginderaan jauh sebagai basis data dapat mendukung proses penilaian agar lebih mudah, cepat, efesien, aktual dan menyeluruh. Analisis menggunakan sistem informasi geografis membantu dalam mengekstraksi informasi tambahan yang mungkin tidak dapat dengan jelas dilihat dengan mudah melalui peta, informasi seperti bagaimana distribusi sebuah nilai atribut, bagaimanakah tren spasial dari data, atau bagaiman pola spasialnya. Belum adanya database berbentuk data spasial yang bersifat detail, aktual dan menyeluruh mengenai kondisi lingkungan agar informasi yang dihasilkan dapat mencerminkan keadaan sebenarnya. Perlu adanya penyusunan database menggunakan penginderaan jauh dan sistem informasi spasial yang tepat dan akurat. Kasus rawat jalan pada penyakit ISPA atas tercatat merupakan penyakit yang diderita paling tinggi di Puskesmas se Kota Cilegon dibanding penyakit lain pada tahun 2013 yaitu sebesar 71.808 kasus (DinKes, 2013). Tingginya jumlah kasus tersebut perlu untuk dicari tahu apakah ada hubungan antara kualitas permukiman dengan penyakit ISPA atas pada balita di daerah tersebut. Lokasi kajian untuk penelitian ini adalah Kecamatan Jombang. Pada kecamatan ini tidak tidak terdapat pabrik dan hanya dilalui jalan tol serta jalur melintasnya angkutan berat menuju pabrik industri di Cilegon. Dengan mencari tahu hubungan antara kualitas permukiman dengan kejadian penyakit ISPA akan membantu proses pemantauan, pengobatan, pencegahan dan pengendalian penyakit ISPA atas di Kecamatan Jombang akan lebih mudah dilakukan. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Kajian Hubungan Kualitas Permukiman dengan Penyakit ISPA bagian Atas pada Balita di Kecamatan Jombang, Kota Cilegon”.
7
1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimanakah kemampuan citra penginderaan jauh resolusi tinggi dalam mengekstraksi parameter kualitas permukiman? 2. Bagaimana pemetaan paramater kualitas permukiman terkait dengan kejadian penyakit ISPA? 3. Apakah hubungan antara kualitas permukiman dengan penyakit ISPA pada balita?
1.4 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kemampuan citra Quickbird dalam mengekstrak data parameter lahan kota untuk pemetaan kualitas permukiman terkait dengan penyakit ISPA pada balita. 2. Pemetaan kualitas permukiman menggunakan bantuan sistem informasi geografis. 3. Mengetahui hasil pemetaan kualitas permukiman dan hubungannya dengan penyakit ISPA pada balita.
1.5 Kegunaan Penelitian 1. Penelitian diharapkan mampu menjadi informasi dan masukan bagi perkembangan penginderaan jauh di bidang kesehatan, khususnya dalam kajian spatial epidemiology. 2. Meningkatkan kreatifitas dalam penyusunan dan perencanaan penelitian spasial untuk menyelesaikan masalah secara aplikatif. 3. Akan dapat membantu dan mempermudah proses penataklaksanaan, pemantauan, pengobatan, pencegahan dan pengendalian penyakit ISPA pada balita di Kecamatan Jombang.
8