EVALUASI LIMA EKSTRAK TANAMAN SEBAGAI PENOLAK LALAT

Download dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Evaluasi ..... proteksi terhadap tanaman inang karena dapat mengusir ham...

0 downloads 537 Views 12MB Size
EVALUASI LIMA EKSTRAK TANAMAN SEBAGAI PENOLAK LALAT BUAH Bactrocera sp. (Diptera: Tephritidae) PADA CABAI MERAH

RIZKY ARIFIANSYAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

ABSTRAK

RIZKY ARIFIANSYAH. Evaluasi Lima Ekstrak Tanaman sebagai Penolak Lalat Buah Bactrocera sp. (Diptera: Tephritidae) pada Cabai Merah. Dibimbing oleh DADANG. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi efek penolakan dan penghambatan peneluran lima ekstrak tanaman, yaitu kulit buah Citrus hystrix (jeruk purut/Rutaceae), batang Cymbopogon citratus (serai wangi/Graminae), daun Tephrosia vogelii (kacang babi/Fabaceae), daun Pogostemon cablin (nilam/Labiatae), dan daun Ocimum bassilicum (kemangi/Lamiaceae) terhadap lalat buah Bactrocera sp. (Diptera: Tephritidae) pada cabai merah. Setiap ekstrak yang diperoleh diuji terhadap imago Bactrocera sp. dengan metode tanpa pilihan pada konsentrasi 0.1%, 0.2%, 0.4%, dan kontrol. Perendaman 100 g C. hystrix, C. citratus, T. vogelii, P. cablin, dan O. bassilicum dengan heksana menghasilkan rendemen masing-masing sebesar 1.06%, 0.31%, 0.80%, 2.82%, dan 0.26%. Imago Bactrocera sp. cenderung tidak hinggap pada buah cabai yang diberi perlakuan ekstrak T. vogelii dan C. hystrix dibandingkan dengan perlakuan yang lain, dengan rata-rata jumlah kedatangan imago pada konsentrasi 0.4% masingmasing sebanyak 0.8 dan 1.2 ekor; sedangkan pada perlakuan ekstrak P. cablin, O. bassilicum, dan C. citratus pada konsentrasi yang sama berturut-turut sebanyak 2.8, 1.8, dan 1.4 ekor. Persentase penghambatan peneluran oleh ekstrak C. citratus paling tinggi dibandingkan dengan ekstrak yang lain, dengan persentase penghambatan peneluran pada konsentrasi 0.4% sebesar 83.33%; sedangkan perlakuan ekstrak T. vogelii, C. hystrix, P. cablin, dan O. bassilicum pada konsentrasi yang sama berturut-turut 81.25%, 80.00%, 75.00%, dan 0.00%. Ratarata jumlah kedatangan imago Bactrocera sp. pada buah cabai memiliki hubungan dengan persentase penghambatan peneluran imago pada buah cabai, yaitu semakin rendah rata-rata jumlah kedatangan imago maka semakin tinggi persentase penghambatan peneluran imago dan semakin sedikit jumlah larva yang ditemukan. Kata kunci: Bactrocera sp., penolakan, penghambatan peneluran.

EVALUASI LIMA EKSTRAK TANAMAN SEBAGAI PENOLAK LALAT BUAH Bactrocera sp. (Diptera: Tephritidae) PADA CABAI MERAH

RIZKY ARIFIANSYAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa NIM

: Evaluasi Lima Ekstrak Tanaman sebagai Penolak Lalat Buah Bactrocera sp. (Diptera: Tephritidae) pada Cabai Merah. : Rizky Arifiansyah : A34070074

Disetujui,

Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc. Dosen Pembimbing

Diketahui,

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 19 November 1988 sebagai anak ketujuh dari tujuh bersaudara, dari ayah H. Mardjani dan ibu Hj. Mariah. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 10 Bekasi pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada kurikulum berbasis mayor-minor. Setelah mengikuti masa Tingkat Persiapan Bersana (TPB), penulis mengambil mayor Proteksi Tanaman (Fakultas Pertanian) dan mengambil minor Perlindungan Hutan (Fakultas Kehutanan). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan yang diadakan di IPB terutama kegiatan yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA). Penulis menjadi pengurus Departemen Fasilitas dan Properti pada periode 2008/2009 dan menjadi ketua divisi tersebut pada periode 2009/2010, serta menjadi pengurus Organisasi Metamorfosa sebagai pimpinan redaksi pada periode 2008/2009.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Evaluasi Lima Ekstrak Tanaman sebagai Penolak Lalat Buah Bactrocera sp. (Diptera: Tephritidae) pada Cabai Merah”. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian dilaksanakan sejak Maret hingga Oktober 2011. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan ilmu yang luar biasa kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan saran, motivasi, dan wawasannya kepada penulis. 3. Keluarga besar Hj. Mariah atas doa dan dorongan semangatnya kepada penulis. 4. Muhammad Nur Asik selaku guru dan teman-teman Pondok Pesantren Al-Amien atas segala doa dan dorongan semangatnya kepada penulis. 5. Sani Nihlatussania, Herma Amalia, SP., dan rekan-rekan penelitian yang bekerja di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga yang telah banyak membantu. 6. Teman-teman Departemen Proteksi Tanaman seperjuangan angkatan 2007 atas semangat dan tahun-tahun yang menyenangkan dan tak terlupakan. Penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi perkembangan ilmu pestisida dan bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Februari 2012

Rizky Arifiansyah

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

viii

PENDAHULUAN .................................................................................. Latar Belakang ............................................................................... Tujuan Penelitian ........................................................................... Manfaat Penelitian .........................................................................

1 1 2 2

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... Cabai Merah (Capsicum annuum) ................................................. Potensi Bahan Tanaman sebagai Penolak Serangga ...................... Jeruk Purut (Citrus hystrix) .................................................. Serai Wangi (Cymbopogon citratus) .................................... Kacang Babi (Tephrosia vogelii) .......................................... Nilam (Pogostemon cablin) .................................................. Kemangi (Ocimum bassilicum) ............................................ Lalat Buah (Bactrocera sp.) ..........................................................

3 3 4 4 5 5 5 6 6

BAHAN DAN METODE ....................................................................... Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ Penanaman Tanaman Cabai ............................................................ Perbanyakan Serangga Uji ............................................................ Bahan Tanaman Sumber Ekstrak .................................................. Ekstraksi Bahan Tanaman Sumber Ekstrak ................................... Metode Pengujian .......................................................................... Uji Aktivitas Penolakan Lima Jenis Ekstrak Tanaman terhadap Imago Bactrocera sp. ............................................. Uji Aktivitas Penghambatan Peneluran Lima Jenis Ekstrak Tanaman terhadap Imago Betina Bactrocera sp. ..................

9 9 9 9 10 10 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... Hasil Ekstraksi ................................................................................ Aktivitas Penolakan Lima Jenis Ekstrak Tanaman terhadap Imago Bactrocera sp. ..................................................................... Aktivitas Penghambatan Peneluran Lima Jenis Ekstrak Tanaman terhadap Imago Betina Bactrocera sp. ........................................... Pembahasan Umum .......................................................................

13 13

KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................

22

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

23

LAMPIRAN ............... .............................................................................

25

11 12

13 16 19

DAFTAR TABEL Halaman 1 2

3

Bobot, rendemen, bentuk, dan warna hasil ekstraksi lima jenis bahan tanaman .................................................................................

13

Rata-rata kedatangan imago Bactrocera sp. pada buah cabai yang diberi perlakuan lima jenis ekstrak tanaman selama satu jam pengamatan ......................................................................................

14

Aktivitas penghambatan peneluran lima jenis ekstrak tanaman terhadap imago betina Bactrocera sp. pada buah cabai ...................

17

DAFTAR GAMBAR Halaman 1

2

Persentase penghambatan peneluran lima jenis ekstrak tanaman terhadap imago betina Bactrocera sp. pada buah cabai selama tiga jam perlakuan ....................................................................................

19

Rata-rata kedatangan imago Bactrocera sp. pada buah cabai yang diberi perlakuan lima jenis ekstrak tanaman selama satu jam pengamatan .......................................................................................

19

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3

Telur (A), larva (B), pupa (C), imago betina (D), dan imago jantan lalat buah (E) .....................................................................................

26

Buah jeruk purut (A), batang serai wangi (B), daun kacang babi (C), daun nilam (D), dan daun kemangi (E) .....................................

27

Pencelupan buah cabai (A), kurungan lalat buah (B), inkubasi buah uji setelah perlakuan (C), dan pembedahan buah cabai setelah masa inkubasi (D) ......................................................................................

28

PENDAHULUAN

Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat.

Secara umum, cabai

merah memiliki kandungan gizi dan vitamin yang baik sehingga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai campuran makanan dan obat-obatan (Wahyu 1997). Permintaan cabai merah oleh masyarakat terus meningkat sehingga pengembangan cabai merah memiliki prospek yang baik. Cabai merah juga memiliki pangsa pasar yang tinggi baik domestik maupun internasional. Selama proses penanaman, cabai merah akan mendapatkan permasalahanpermasalahan yang tidak hanya terbatas pada masalah budidaya saja, tetapi juga serangan hama dan patogen (Setiadi 1993). Lalat buah Bactrocera spp. (Diptera: Tephritidae) merupakan salah satu hama utama cabai merah yang dapat menimbulkan kerugian cukup besar karena dapat menyebabkan buah menjadi busuk dan gagal panen. Kerusakan akibat serangan lalat buah berkisar antara 12% sampai 20% pada musim kemarau dan pada musim penghujan dapat mencapai 90% (Vos 1990 dalam Samuel & Papulung 1992). Selama musim penghujan, kelembaban relatif dapat mencapai 70% dan suhu 26 ºC. Kondisi tersebut sangat cocok bagi perkembangan pupa lalat buah (Kalshoven 1981). Serangan lalat buah diawali dengan peletakan telur di dalam daging buah cabai merah. Memperhatikan hal tersebut, maka perlu dikembangkan metode pengendalian dengan memberikan efek repellent (penolak) terhadap lalat buah agar tidak meletakkan telur pada buah cabai. Efek repellent memiliki daya proteksi terhadap tanaman inang karena dapat mengusir hama pada wilayah tertentu sehingga dapat mengurangi intensitas peletakan telur. Salah satu metode pengendalian yang dapat memberikan efek repellent terhadap lalat buah adalah penggunaan ekstrak tanaman (insektisida nabati). Beberapa famili tanaman yang memiliki efek repellent antara lain Graminae, Rutaceae, Labiatae, Fabaceae, dan Lamiaceae. Martini et al. (2002) melaporkan bahwa daun Citrus hystrix (Rutaceae) memiliki kandungan minyak atsiri yang

2 tinggi dan memiliki efek repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae). Ekstrak Cymbopogon citratus (Graminae) dapat memberikan efek penolak terhadap B. tau dan B. carambolae betina (Hasyim et al. 2006). Setiawati et al. (2006) melaporkan bahwa

Tephrosia

vogelii

(Fabaceae)

memiliki

kandungan senyawa kimia rotenon, steroid, flavonoid, dan saponin yang memiliki sifat insektisida dan efek repellent. Yuliani et al. (2005) telah melakukan penelitian menggunakan ekstrak Pogostemon cablin (Labiatae) pada konsentrasi 50% dan mampu memberikan daya tolak terhadap lalat Musca domestica (Diptera:

Muscidae)

sebesar

87.6%.

Menurut

Kardinan

(2007),

Ocimum bassilicum (Lamiaceae) memiliki daya proteksi terhadap serangan nyamuk A. aegypti dengan persentase penolakan sebesar 22.9% pada konsentrasi 20%.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi potensi ekstrak C. hystrix, C. citratus, T. vogelii, P. cablin, dan O. bassilicum sebagai insektisida nabati yang dapat memberikan efek repellent terhadap imago Bactrocera sp.

Manfaat Penelitian Dari penelitian ini akan tersedia informasi dasar tentang potensi kelima jenis ekstrak tanaman sebagai insektisida nabati yang dapat memberikan efek repellent terhadap imago Bactrocera sp. dan kemungkinannya untuk dijadikan sebagai salah satu strategi pengendalian lalat buah.

TINJAUAN PUSTAKA

Cabai Merah (Capsicum annuum) Cabai atau lombok termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledone, ordo Solanales, famili Solanaceae, genus Capsicum, dan spesies Capsicum annuum L. Cabai termasuk ke dalam suku terong-terongan (Solanaceae). Buah cabai banyak mengandung vitamin A dan C. Selain itu, buah cabai mengandung minyak atsiri capsaicin yang menyebabkan buah terasa pedas. Tanaman cabai merupakan terna tahunan yang tumbuh tegak dengan batang berkayu dan memiliki banyak cabang. Tinggi tanaman dapat mencapai 100 cm dengan diameter tajuk sampai 50 cm. Daun cabai umumnya berwarna hijau muda sampai gelap; bentuk daun cabai umumnya bulat telur, lonjong, atau oval dengan ujung meruncing tergantung jenis dan varietasnya. Bunga cabai berbentuk terompet, sama dengan bunga pada tanaman Solanaceae lainnya; bunga cabai merupakan bunga lengkap yang terdiri dari kelopak, mahkota, benang sari, dan putik. Buah cabai memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda tergantung jenis dan varietasnya. Tanaman cabai memiliki akar tunggang yang terdiri atas akar utama dan akar lateral. Akar lateral mengeluarkan serabut, mampu menembus tanah sampai kedalaman 50 cm dan lebar sampai 45 cm (Wiryanta & Wahyu 2002). Pada umumnya, cabai dapat ditanam di dataran rendah sampai pegunungan (dataran tinggi) dengan ketinggian ± 2.000 m dpl dengan keadaan iklim yang tidak terlalu dingin dan tidak terlalu lembab. Temperatur yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 24 sampai 27 ºC dan untuk pembentukan buah pada 16 sampai 23 ºC. Buah cabai dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan bumbu masak, industri makanan, dan obat-obatan. Tanaman cabai termasuk komoditas sayuran yang hemat lahan karena untuk produksinya lebih mengutamakan perbaikan teknologi budidaya. Cabai mengandung kapsaisin, dihidrokapsaisin, vitamin, damar, zat pewarna kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, clanlutein; dan

4 mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan naisin. Zat aktif kapsisidin berkhasiat untuk memperlancar sekresi asam lambung dan mencegah infeksi sistem percernaan (Dermawan 2010).

Potensi Bahan Tanaman sebagai Repellent Serangga Jerut Purut (Citrus hystrix) Jeruk purut termasuk ke dalam divisi Spermathophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledone, ordo Geraniales, famili Rutaceae, genus Citrus, dan spesies Citrus hystrix D. C. Jeruk purut merupakan pohon dengan ketinggian 5 sampai 7.5 m. Batang berkayu, tumbuh tegak, berbentuk bulat, dengan percabangan simpodial, berduri, dan berwarna hijau kotor. Daun tunggal, berseling, berbentuk lonjong, tepi beringgit, dengan ujung meruncing, pangkal membulat, memiliki panjang 4 sampai 5.5 cm; dan lebar 2 sampai 2.5 cm. Pertulangan daun menyirip, permukaan berbintik, dan berwarna hijau. Bunga majemuk, berbentuk tandan, berada di ketiak daun, bertangkai silindris, dengan panjang ± 2 cm, dan berwarna hijau; kelopak berbentuk bintang, berwarna hijau kekuningan; benang sari berbentuk silindris dengan panjang 3 sampai 6 mm, dan berwarna putih; tangkai putik berbentuk silindris dengan panjang 3 sampai 5 mm, kepala bulat dan berwarna kuning; mahkota bunga sebanyak 5 helai, berbentuk bintang, dan berwarna putih (Syamsuhidayat et al. 1993). Daun jeruk purut mengandung tannin sebanyak 1.8%; steroid; tritepenoid; dan minyak atsiri dengan komposisi antara lain sitronellal, ß-linalool, ß-pinena, ß-mirsena, dan komponen lain. Kulit buah jeruk purut mengandung zat saponin; tannin 1%; steroid; triterpenoid; dan minyak atsiri yang mengandung sitrat 2% sampai 2.5% (v/b), saponin, polifenol, sitronellal, linalool, geraniol, hidroksi sitronellal, linalil asetat, flavonoid, naringin, dan hesperidin (Bisset 1994; Hakim et al. 2001; Takarina & Koswara 1995; Agusta 2000). Menurut Martini et al. (2002), daun jeruk purut memiliki kandungan minyak atsiri yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai penolak (repellent) nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae).

5 Serai wangi (Cymbopogon citratus) Serai wangi termasuk ke dalam golongan rumput-rumputan yang disebut Andropogon citratus atau Cymbopogon citratus dan termasuk ke dalam divisi Anthophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monokotil, famili Graminae, genus Cymbopogon, dan spesies Cymbopogon citratus (Agusta 2000).

Serai wangi

dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah yang cukup subur, dengan ketinggian sampai 4.000 m dpl. Minyak atsiri tanaman serai wangi mengandung campuran berbagai jenis senyawa termasuk di dalamnya aldehida, alkohol, ester, keton, dan terpena. Senyawa-senyawa tersebut diduga merupakan sisa metabolisme tanaman dan digunakan untuk menjalankan peran ganda, seperti menarik serangga atau mengusir serangga. Mardiasih (2010) melaporkan bahwa ekstrak batang serai wangi pada konsentrasi 0.5% dan 1% dapat memberikan efek penghambatan peneluran terhadap lalat buah dengan persentase penghambatan peneluran masing-masing 87% dan 92%.

Kacang Babi (Tephrosia vogelii) Kacang babi yang memiliki nama latin Tephrosia vogelii Hook. F. (Fabaceae) merupakan tanaman perdu berumur pendek yang berasal dari Afrika tropis, tumbuh tegak, bercabang banyak, memiliki tinggi 2 sampai 3 m. Kacang babi memiliki akar tunggang. Batang berbentuk bulat, berkayu, dan berwarna hijau. Daun berwarna hijau. Bunganya ada yang berwarna ungu dan putih; sedangkan bijinya berukuran kecil, keras, dan berwarna hitam (Kardinan 2002). Kacang babi mengandung senyawa rotenoid termasuk rotenon, tefrosin, dan deguelin. Rotenon banyak terdapat pada bagian daun tanaman kacang babi. Ekstrak daun kacang babi bersifat repellent terhadap imago Sitophilus zeamais (Coleoptera: Curculionidae) pada konsentrasi 7.5% sampai 10% (w/w) dan dapat menghambat pertumbuhan imago sampai 87.5%; diikuti dengan konsentrasi 2.5% (w/w) yang menghambat pertumbuhan sebesar 65% (Ogendo et al. 2003).

Nilam (Pogostemon cablin) Nilam (Pogostemon cablin) termasuk ke dalam famili Labiateae, ordo Lamiales, divisi Spermathophyta, dan subdivisi Angiospermae. Nilam dapat

6 tumbuh di berbagai jenis tanah (andosol, latosol, regosol, padsolik, dan kambisol), tetapi akan tumbuh lebih baik pada tanah gembur yang banyak mengandung humus, bertekstur lempung sampai liat berpasir, dengan pH 5.5 sampai 7 (Nurhayani 2006). Minyak nilam dapat digunakan sebagai antiseptik, insektisida, dan aroma terapi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak daun nilam dapat menghambat aktivitas peneluran hama. Yuliani et al. (2005) telah melakukan penelitian menggunakan ekstrak daun nilam pada konsentrasi 50% dan mampu memberikan penolakan terhadap lalat Musca domestica (Diptera: Muscidae) sebesar 87.6%.

Kemangi (Ocimum bassilicum) Kemangi merupakan tanaman semak semusim dengan ketinggian antara 30 sampai 150 cm. Kemangi termasuk ke dalam ordo Lamiales, famili Lamiaceae, genus Ocimum, dan spesies Ocimum bassilicum. Kemangi memiliki batang berkayu; berbentuk segi empat atau bulat; beralur; bercabang; berbulu; dan berwarna hijau, hijau kecoklatan atau ungu. Daun tunggal berbentuk bulat telur, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi bergerigi, pertulangan menyirip, panjang 1 sampai 5 cm, dan lebar 3 sampai 6 cm (Kardinan 2002). Daun kemangi mengandung eugenol, linalool, dan geraniol yang bersifat volatil; senyawa ini menyebabkan nyamuk tidak datang (Dinata 2005). Selain itu, daun kemangi mengandung metil eugenol, ocimene, alfa pinene, eucalyptol, methyl cinnamate, anetol, dan chompor (Kardinan 2003). Kardinan (2007) juga melaporkan bahwa daun kemangi memiliki daya proteksi terhadap serangan nyamuk A. aegypti sebesar 22.9% pada konsentrasi 20%.

Lalat Buah Bactrocera sp. Dalam siklus hidupnya, lalat buah melalui 4 fase perkembangan, yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Lalat buah betina memasukkan telur ke dalam kulit buah, di dalam luka, atau cacat buah secara berkelompok. Lalat buah betina dapat menghasilkan telur sekitar 15 butir. Telur berwarna putih transparan berbentuk bulat panjang dan salah satu ujungnya runcing.

Larva lalat buah hidup dan

7 berkembang di dalam daging buah antara 6 sampai 9 hari. Larva mengorok daging buah sambil mengeluarkan enzim perusak atau pencerna yang berfungsi melunakkan daging buah sehingga mudah dihisap dan dicerna. Enzim tersebut diketahui dapat mempercepat pembusukan, selain bakteri pembusuk yang mempercepat aktivitas pembusukan buah. Jika aktivitas pembusukan sudah mencapai tahap lanjut, buah akan jatuh ke tanah. Bersamaan dengan jatuhnya buah, larva lalat buah siap memasuki tahap pupa, kemudian larva masuk ke dalam tanah dan menjadi pupa. Pupa berwarna kecoklatan dan berbentuk oval dengan panjang ± 5 mm. Siklus hidup dari telur menjadi dewasa berlangsung selama 16 hari. Imago lalat buah berwarna merah kecoklatan, toraks berwarna gelap dengan 2 garis kuning membujur, dan pada bagian abdomen terdapat garis melintang. Lalat buah betina memiliki ujung abdomen yang lebih runcing dibandingkan dengan lalat jantan. Lalat buah mempunyai ukuran tubuh relatif kecil dengan siklus hidup yang pendek dan peka terhadap lingkungan yang kurang baik. Suhu optimal untuk perkembangan lalat buah sebesar 26 °C, sedangkan kelembaban relatif

sekitar

70%.

Kelembaban

tanah

sangat

berpengaruh

terhadap

perkembangan pupa. Selain itu, cahaya mempunyai pengaruh langsung terhadap perkembangan lalat buah. Lalat buah betina akan meletakkan telur lebih cepat dalam kondisi yang terang, sebaliknya pupa lalat buah tidak akan menetas apabila terkena cahaya (Kalshoven 1981). Fase kritis serangan lalat buah adalah pada saat buah menjelang masak. Pada fase ini, pelaksanaan pemantauan sangat dibutuhkan.

Lalat buah dapat

dikendalikan dengan berbagai cara mulai dari mekanis, kultur teknis, biologi, dan kimia. Cara mekanis yang biasa dilakukan untuk pengendalian serangan lalat buah adalah dengan mengumpulkan dan memungut sisa buah yang tidak dipanen, terutama buah sotiran untuk menghindarkan buah tersebut menjadi inang potensial. Pengendalian mekanis juga dapat dilakukan dengan mengumpulkan buah yang busuk atau sudah terserang, kemudian dibenamkan ke dalam tanah atau dibakar. Pembungkusan buah mulai umur 1.5 bulan untuk mencegah peletakan telur (oviposisi) merupakan cara mekanik yang paling baik untuk diterapkan sebagai antisipasi terhadap serangan lalat buah. Pengendalian secara kultur teknis

8 dapat dilakukan dengan pengolahan tanah (membalik tanah) di bawah pohon/tajuk tanaman dengan tujuan pupa terangkat ke permukaan tanah sehingga terkena sinar matahari dan akhirnya mati. Di alam, lalat buah mempunyai musuh alami berupa parasitoid dari genus Biosteres dan Opius; dan beberapa predator, seperti semut, sayap jala (Chrysopidae: Neuroptera), kepik Pentatomidae (Hemiptera), dan beberapa kumbang tanah (Coleoptera). Peran musuh alami belum banyak dimanfaatkan mengingat populasinya yang rendah dan banyaknya petani yang mengendalikan hama menggunakan insektisida. Parasitoid dan predator ini lebih rentan terhadap insektisida daripada hama yang diserangnya. Pengendalian dengan cara kimia yang biasa dilakukan adalah menggunakan senyawa perangkap/atraktan yang dikombinasikan dengan insektisida yang memiliki efek mortalitas (CABI 2000).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret hingga Oktober 2011.

Penanaman Tanaman Cabai Pada penelitian ini, buah cabai merah (Capsicum annuum L) digunakan sebagai medium perlakuan terhadap serangga uji imago Bactrocera sp. Benih cabai merah yang digunakan adalah varietas SPH 77 yang diperoleh dari toko pertanian. Benih disemai pada nampan semai dengan media tanam berupa tanah kompos dan sekam bakar. Bibit yang berumur 4 minggu dipindahtanamkan ke polybag (25 cm x 25 cm) berkapasitas 5 kg dengan media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang (3:1, w/w). Setiap polybag ditanam satu bibit tanaman. Setelah berumur 1 bulan, tanaman dipupuk NPK dengan dosis ± 2 gram per polybag. Pemeliharan tanaman cabai yang dilakukan meliputi penyiraman, penyulaman, dan pengendalian hama secara mekanis. Buah cabai dari tanaman yang telah mencapai ketinggian 50 cm (berumur ± 4 bulan) dapat digunakan sebagai media uji.

Perbanyakan Serangga Uji Perbanyakan lalat buah dilakukan dengan membiakkan pupa yang diperoleh dari Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT), Jatisari, Karawang. Di samping itu, pupa juga diperoleh dari larva dalam buah cabai merah yang dikumpulkan dari lapangan.

Buah cabai busuk atau yang

memiliki bercak hitam diambil dan dikumpulkan, lalu dimasukkan ke dalam wadah (33 cm x 26 cm x 6 cm) yang berisi serbuk gergaji steril. Pupa dipelihara dalam kurungan pemeliharaan berukuran 30 cm x 50 cm x 30 cm sampai menjadi imago. Di dalam kurungan diletakkan toples dengan kapas yang berisi air sebagai minuman dan pakan berupa campuran gula pasir dan ekstrak ragi (yeast extract). Setelah imago berumur kurang lebih 14 hari, ke dalam kurungan pemeliharaan

10 diletakkan gelas plastik berukuran 240 ml yang sudah dilubangi sisi-sisinya dan dioles dengan jus mangga sebagai pancingan imago untuk bertelur. Telur lalat buah disaring dengan menyemprotkan akuades ke dalam lubang gelas dan disaring menggunakan kain organdi. Telur lalat buah dalam air dimasukkan ke dalam gelas ukur 5 ml sampai kurang lebih 1 ml; kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi pakan buatan berupa campuran dedak, gandum, gula pasir, instant dry yeast, HCl (3.5%), Sodium benzoat, tisu toilet, dan akuades sebagai pakan larva. Setelah 5 hari, wadah tersebut dimasukkan ke dalam kurungan yang sudah berisi serbuk gergaji steril sebagai tempat larva untuk berpupa.

Setelah 2 minggu, pupa

disaring dari serbuk gergaji dan dimasukkan kembali ke dalam kurungan. Imago yang telah keluar dari pupa dan telah berumur ± 14 hari digunakan sebagai serangga uji.

Bahan Tanaman Sumber Ekstrak Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber ekstrak adalah kulit buah Citrus hystrix (jerut purut/Rutaceae) dan batang Cymbopogon citratus (serai wangi/Graminae)

yang

diperoleh

dari

pasar

lokal

di

Bogor;

daun

Tephrosia vogelii (kacang babi/Fabaceae) yang diperoleh dari kebun organik Bina Sarana Bakti (BSB), Cisarua, Bogor; daun Pogostemon cablin (nilam/Labiatae) yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro), Cimanggu, Bogor; dan daun Ocimum bassilicum (kemangi/Lamiaceae) yang diperoleh dari pasar lokal di Bogor.

Ekstraksi Bahan Tanaman Sumber Ekstrak Kulit buah C. hystrix; batang C. citratus; Daun T. vogelii, P. cablin, dan O. bassilicum dikeringanginkan. Masing-masing bahan tanaman dipotong menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan digiling menggunakan blender hingga menjadi serbuk; kemudian ditimbang sebanyak 100 g dan direndam dalam heksana selama kurang lebih 24 jam. Rendaman masing-masing bahan tanaman disaring menggunakan corong kaca yang dialasi kertas saring. Hasil saringan diuapkan menggunakan rotary evapotator pada suhu 50 ºC dan tekanan 335 mbar sehingga

11 diperoleh ekstrak kasar. Bahan tanaman hasil penyaringan direndam kembali dengan heksana hasil penguapan ekstraksi pertama untuk diuapkan kembali. Ekstraksi dilakukan sebanyak 2 kali. Setiap ekstrak yang diperoleh disimpan dalam lemari es (suhu ± 4 ºC) hingga saat digunakan.

Metode Pengujian Uji Aktivitas Penolakan Lima Jenis Ekstrak Tanaman terhadap Imago Bactrocera sp. Uji repelensi imago Bactrocera sp. dengan ekstrak C. hystrix, C. citratus, T. vogelii, P. cablin, dan O. bassilicum dilakukan dengan metode tanpa pilihan. Pada pengujian ini, setiap jenis ekstrak disiapkan pada 3 taraf konsentrasi, yaitu 0.1%, 0.2%, dan 0.4%. Ekstrak bahan tanaman dicampur dengan pelarut aseton dan emulsifier Tween 80, kemudian diencerkan dengan akuades hingga volume yang diinginkan. Proses pelarutan dibantu dengan pengocok ultrasonik sampai ekstrak bahan tanaman dan pelarut tercampur sempurna. Konsentrasi akhir aseton dan Tween 80 dalam suspensi uji sebesar 4%. Buah cabai dicelupkan ke dalam suspensi ekstrak pada konsentrasi tertentu, lalu ditiriskan dan dimasukkan ke dalam kurungan pengujian (30 cm x 30 cm x 30 cm). Lima pasang imago lalat buah jantan dan betina diinfestasikan ke dalam kurungan pengujian yang berisi buah cabai perlakuan, sedangkan buah cabai kontrol hanya diberi campuran akuades, pelarut aseton, dan emulsifier Tween 80. Setiap perlakuan diulang 5 kali. Kurungan diletakkan pada meja dan salah satu sisinya menghadap ke arah cahaya yang datang dari jendela. Setiap 15 menit, posisi kurungan tersebut diputar 180 º. Pengamatan dilakukan selama 1 jam untuk setiap jenis ekstrak. Selama pengamatan, dilakukan pencatatan terhadap jumlah imago lalat buah yang melakukan aktivitas seperti berkunjung sebentar dan terbang lagi, bertelur, dan lainnya untuk penghitungan rata-rata kedatangan imago. Data yang diperoleh diolah dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5% menggunakan program SAS versi 9.1.3.

12 Uji Aktivitas Penghambatan Peneluran Lima Jenis Ekstrak Tanaman terhadap Imago Betina Bactrocera sp. Tahap-tahap yang dilakukan pada pengujian ini sama dengan uji repelensi (penolakan). Kurungan pengujian yang telah berisi buah cabai perlakuan diinfestasikan 5 ekor imago lalat buah betina berumur kurang lebih 14 hari. Pengujian dilakukan pada 3 taraf konsentrasi, yaitu 0.1%, 0.2%, dan 0.4%. Setiap taraf konsentrasi dan kontrol diulang sebanyak 5 kali. Imago lalat buah yang telah dimasukkan dalam kurungan dibiarkan selama 3 jam, selanjutnya buah cabai diinkubasikan sampai 7 hari atau sampai busuk (untuk memudahkan perhitungan). Setelah 7 hari, buah cabai yang telah busuk dibedah untuk dihitung larvanya dan ditentukan persentase penghambatan penelurannya (antioviposisi).

Data yang

diperoleh diolah dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5% menggunakan program SAS versi 9.1.3. Persentase penghambatan peneluran dihitung dengan rumus: AO = (Lk – Lp)/Lk x 100% AO = presen antioviposisi (%) Lk

= jumlah larva pada buah kontrol

Lp

= jumlah larva pada buah perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Ekstraksi Ekstrak yang diperoleh dari kulit buah C. hystrix berbentuk minyak dan berwarna kuning tua, ekstrak batang C. citratus berbentuk padatan dan berwarna hijau muda, ekstrak daun T. vogelii berbentuk cairan pekat dan berwarna hijau tua, ekstrak daun P. cablin berbentuk minyak dan berwarna kuning tua, dan ekstrak daun O. bassilicum berbentuk cairan pekat dan berwarna hijau tua. Berdasarkan hasil ekstraksi, ekstrak daun P. cablin menghasilkan rendemen paling tinggi yaitu sebesar 2.82%, sedangkan rendemen paling rendah dihasilkan oleh ekstrak daun O. bassilicum sebesar 0.26% (Tabel 1).

Tabel 1 Bobot, rendemen, bentuk, dan warna hasil ekstraksi lima jenis bahan tanaman Bobot awal (g)

Bobot akhir (g)

Rendemen (%)

C. hystrix

100

1.06

1.06

minyak

kuning tua

C. citratus

100

0.31

0.31

padatan

hijau muda

T. vogelii

100

0.80

0.80

cairan pekat

hijau tua

P. cablin

100

2.82

2.82

minyak

kuning tua

O. bassilicum

100

0.26

0.26

cairan pekat

hijau tua

Sumber Ekstrak

Bentuk

Warna

Aktivitas Penolakan Lima Jenis Ekstrak Uji terhadap Imago Bactrocera sp. Imago Bactrocera sp. cenderung tidak hinggap pada buah cabai yang diberi perlakuan ekstrak T. vogelii dan C. hystrix dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Tabel 2). Perlakuan ekstrak T. vogelii dan C. hystrix pada konsentrasi 0.4% menghasilkan rata-rata jumlah imago jantan dan betina yang mendatangi buah cabai masing-masing sebanyak 0.8 dan 1.2 ekor; sedangkan pada perlakuan ekstrak P. cablin, O. bassilicum, dan C. citratus pada konsentrasi yang sama

14 menghasilkan rata-rata jumlah kedatangan imago berturut-turut sebanyak 2.8, 1.8, dan 1.4 ekor.

Tabel 2 Rata-rata kedatangan imago Bactrocera sp. pada buah cabai yang diberi perlakuan lima jenis ekstrak tanaman selama satu jam pengamatan Ekstrak uji C. hystrix

C. citratus

T. vogelii

P. cablin

O. bassilicum

a

Konsentrasi (%)

Kedatangan imago (ekor)a

Kontrol

9.8a

0.1

3.4b

0.2

2.4b

0.4

1.2b

Kontrol

6.2a

0.1

3.0b

0.2

2.2b

0.4

1.4b

Kontrol

3.8a

0.1

3.4ab

0.2

1.2ab

0.4

0.8b

Kontrol

7.4a

0.1

4.4ab

0.2

4.4ab

0.4

2.8b

Kontrol

2.6a

0.1

1.2a

0.2

1.2a

0.4

1.8a

Untuk setiap kelompok ekstrak, rataan kedatangan imago yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

Pada 30 menit pertama, terlihat bahwa imago Bactrocera sp. yang hinggap masih sedikit. Adanya senyawa volatil dari ekstrak perlakuan diduga menghalangi imago untuk mendatangi buah cabai. Namun demikian, 30 menit berikutnya

15 imago Bactrocera sp. mulai mendatangi buah cabai. Kedatangan imago Bactrocera sp. mulai sering terjadi pada 30 menit berikutnya, diduga karena senyawa kimia ekstrak perlakuan telah menguap. Imago Bactrocera sp. menggunakan isyarat visual dan kimia dalam menemukan inang, berupa warna dan bau dari buah cabai yang menarik imago datang.

Buah cabai memiliki

kandungan gizi di antaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, dan vitamin (A, B1, dan C) yang cukup tinggi sehingga diduga lebih menarik imago Bactrocera sp. untuk datang. Menurut Chinajariwong et al. (2003), protein hidrolisat, gula, vitamin C, serta kandungan gizi lainnya merupakan zat yang dibutuhkan oleh imago betina untuk kematangan seksual dan produksi telur, sehingga menjadi penarik yang kuat bagi imago betina Bactrocera sp. Selama pengamatan, perilaku yang ditunjukkan imago adalah mengelilingi buah, selang beberapa lama imago akan melakukan kontak dengan buah cabai dengan mendekatkan alat mulutnya untuk mengenali buah, kemudian imago terbang kembali, namun demikian terdapat juga imago yang meletakkan telur. Proporsi kedatangan antara imago jantan dan betina yang hinggap pada buah menunjukkan lebih banyak imago betina yang datang pada masing-masing konsentrasi perlakuan. Hal ini diduga berkaitan dengan pencarian inang untuk tempat peletakan telur oleh imago betina lalat buah. Pada kebanyakan serangga fitofag, pemilihan tempat peletakan telur adalah hal yang penting dan menjadi titik yang paling kritis untuk kelangsungan hidup keturunannya. Sejak peletakan telur (fase kritis), serangga harus menemukan inang yang sesuai untuk keturunannya. Peranan metabolit sekunder tanaman dalam interaksinya dengan serangga dikelompokkan ke dalam 3 golongan, salah satunya adalah alomon, merupakan senyawa atau zat kimia yang dihasilkan oleh suatu individu (tanaman) sehingga individu lain (serangga) harus menyesuaikan diri. Hal ini berarti metabolit sekunder tersebut menguntungkan bagi individu yang menghasilkannya dan cenderung merugikan bagi individu lain (Honda 1994 dalam Dadang & Prijono 1998).

16 Aktivitas Penghambatan Peneluran Lima Jenis Ekstrak Tanaman terhadap Imago Betina Bactrocera sp. Perlakuan ekstrak C. hystrix pada konsentrasi 0.2% mampu memberikan penghambatan peneluran sebesar 50% dan pada konsentrasi 0.4% sebesar 80% (Tabel 3). Kulit buah C. hystrix mengandung tannin, steroid triterpenoid, sitrat, saponin, dan linalin asetat (Takarina & Koswara 1995; Agusta 2000). Martini et al. (2002) menyatakan daun C. hystrix memiliki kandungan minyak atsiri tinggi yang dapat dijadikan penolak (repellent) nyamuk A. aegypti. Persentase rata-rata penghambatan peneluran yang disebabkan oleh ekstrak C. citratus paling tinggi dibandingkan dengan ekstrak uji yang lain. Perlakuan ekstrak C. citratus pada konsentrasi 0.2% dan 0.4% memberikan penghambatan peneluran masing-masing sebesar 75% dan 83.33% (Tabel 3). Mardiasih (2010) melaporkan bahwa ekstrak C. citratus mampu menghambat peneluran lalat buah B. carambolae pada buah belimbing sebesar 87% dan 92% pada konsentrasi 0.5% dan 1% setelah 3 jam.

Kardinan (2009) juga melaporkan bahwa ekstrak

C. citratus mampu menghambat peneluran lalat buah B. dorsalis kompleks pada buah mangga sebesar 29.9% setelah 24 jam. Sementara itu, perlakuan ekstrak T. vogelii pada konsentrasi 0.2% dan 0.4 % memberikan penghambatan peneluran masing-masing sebesar 66.67% dan 81.25% (Tabel 3). Ogendo et al. (2003) melaporkan bahwa ekstrak T. vogelii bersifat repellent terhadap imago Sitophilus zeamais (Coleoptera: Curculionidae) pada konsentrasi 7.5% sampai 10% (w/w) dan dapat menghambat pertumbuhan S. zeamais sebesar 87.5%, diikuti dengan konsentrasi 2.5% (w/w) yang menghambat pertumbuhan sebesar 65%. Perlakuan ekstrak P. cablin pada konsentrasi 0.2% dan 0.4% memberikan penghambatan peneluran masing-masing sebesar 60% dan 75% (Tabel 3). Yuliani et al. (2005) melaporkan ekstrak P. cablin pada konsentrasi 50% dapat memberikan penolakan terhadap lalat Musca domestica (Diptera: Muscidae) sebesar 87.6%. Perlakuan ekstrak O. bassilicum pada konsentrasi 0.2% dan 0.4% menghambat peneluran imago Bactrocera sp. hanya sebesar 33.33% dan 0% (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak O. bassilicum kurang efektif dalam menolak lalat buah Bactrocera sp.

17 Tabel 3

Pengaruh perlakuan lima jenis ekstrak tanaman terhadap peneluran imago betina Bactrocera sp. pada buah cabai

Ekstrak uji C. hystrix

C. citratus

T. vogelii

P. cablin

O. bassilicum

a

Konsentrasi (%)

Jumlah larva pada pengamatan 7 HSIa

Persentase penghambatan (%)

Kontrol

20a

-

0.1

8b

33.33

0.2

4b

50.00

0.4

2b

80.00

Kontrol

62a

-

0.1

30b

62.50

0.2

22b

75.00

0.4

14b

83.33

Kontrol

46a

-

0.1

14b

22.22

0.2

8b

66.67

0.4

6b

81.25

Kontrol

24a

-

0.1

10b

37.50

0.2

4b

60.00

0.4

2b

75.00

Kontrol

8a

-

0.1

6a

40.00

0.2

4a

33.33

0.4

8a

0.00

HSI = Hari Setelah Inkubasi. Untuk setiap kelompok ekstrak, rataan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

Imago betina Bactrocera sp. dalam menemukan inang untuk peletakan telur dipandu oleh senyawa sekunder yang dikeluarkan tanaman. Keberadaan senyawa penarik atau penolak akan menentukan serangga untuk datang atau tidak. Faktor fisik dan kimia tanaman dapat menghalangi berbagai fase dalam proses pemilihan inang (Tabashink 1985 dalam Dadang & Prijono 2008).

Adanya hambatan

18 peletakan telur imago Bactrocera sp. diduga disebabkan oleh adanya senyawa asing pada buah cabai yang bersifat penolak, dan atau tertutupnya sinyal penarik yang terdapat pada buah oleh sinyal-sinyal senyawa yang terkandung dalam ekstrak bahan tanaman (Renwick & Chew 1994). Rata-rata jumlah kedatangan imago Bactrocera sp. pada buah cabai memiliki hubungan dengan persentase penghambatan peneluran imago pada buah cabai, yaitu semakin rendah rata-rata jumlah kedatangan imago maka semakin tinggi persentase penghambatan peneluran imago dan semakin sedikit jumlah larva yang ditemukan (Gambar 1 & 2). Hal ini diduga karena kandungan yang ada dalam masing-masing ekstrak bahan tanaman. Penghambatan peneluran dipengaruhi oleh senyawa yang dikeluarkan oleh tanaman sumber ekstrak, seperti minyak atsiri dan metabolit sekunder (flavanoid dan steroid) yang bersifat penolak, tidak akan dipilih oleh lalat buah sebagai tempat peletakan telur. Pada beberapa tanaman, kadang kala potensi atau kekuatan pengaruh senyawa deteren/penolak yang terkandung kurang kuat dalam menolak serangga dibandingkan dengan senyawa yang bersifat sebagai stimulan atau perangsang. Kemampuan imago betina dalam mencari tempat untuk meletakkan telur tidak hanya dipengaruhi oleh senyawa kimia dari bagian tanaman, tetapi juga senyawa yang dihasilkan oleh serangga pada saat kunjungan pertama. Kehadiran senyawa kimia dapat menyeleksi penemuan inang atau perilaku peletakan telur oleh serangga.

19

100

0.1

Penghambatan peneluran (%)

0.2 80

0.4

60

40

20

0 C. hystrix

Gambar 1

C. citratus

T. vogelii

P. cablin

O. bassilicum

Persentase penghambatan peneluran lima jenis ekstrak tanaman terhadap imago betina Bactrocera sp. pada buah cabai selama tiga jam perlakuan.

10 Kontrol

Kedatangan imago (ekor)

8

0.1 0.2

6

0.4

4

2

0 C. hystrix

C. citratus

T. vogelii

P. cablin

O. bassilicum

Jenis ekstrak

Gambar 2

Rata-rata kedatangan imago Bactrocera sp. pada buah cabai yang diberi perlakuan lima jenis ekstrak tanaman selama satu jam pengamatan.

Pembahasan Umum Untuk menarik komponen non polar dari suatu jaringan tanaman tanaman tertentu, dibutuhkan pelarut non polar seperti heksana. Heksana merupakan pelarut non polar sehingga hanya dapat melarutkan zat-zat ekstraktif yang hanya bersifat non

20 polar, sepeti minyak atsiri (cineol, pinen, cavicol, dsb.) dan resin berantai pendek. Penggunaan pelarut heksana dalam ekstraksi bahan uji diharapkan tidak akan merusak buah cabai. Pelarut ideal merupakan pelarut yang mempunyai sifat-sifat: tidak toksik, tidak bersifat eksplosif, mempunyai titik didih yang sempit, daya pelarut yang baik, mudah didapat, dan murah (Guenther 1990). Darmawan (2007) melaporkan bahwa penggunaan pelarut heksana dalam ekstraksi buah tanaman cengkeh (Eugenia caryophyllata Thunb.) dapat menghasilkan ekstrak dengan rendemen paling sedikit, tetapi memiliki kemurnian yang tinggi dibandingkan dengan pelarut alkohol maupun pelarut klorofom. Ekstrak C. hystrix menunjukkan efek penolakan yang tinggi dibandingkan dengan ekstrak T. vogelii, C. citratus, dan P. cablin walaupun tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan ekstrak O. bassilicum. Hal ini diduga karena C. hystrix mengandung zat saponin; tannin 1%; steroid; triterpenoid; dan minyak

atsiri yang mengandung sitrat 2% sampai 2.5% (v/b), saponin, polifenol, sitronellal, linalool, geraniol, hidroksi sitronellal, linalil asetat, flavonoid, naringin, dan hesperidin (Bisset 1994; Hakim et al. 2001; Takarina & Koswara 1995; Agusta 2000). Ekstrak O. bassilicum menunjukkan aktivitas (penolak) yang berbanding terbalik dengan ekstrak bahan uji yang lain. Hal tersebut dikarenakan daun kemangi mengandung metil eugenol yang bersifat atraktan terhadap lalat buah, sehingga membantu imago dalam menemukan buah cabai perlakuan. Pengaruh penolakan dapat terjadi melalui senyawa yang bersifat mudah menguap (volatile) dari bahan nabati (vapor repellent) atau melalui kontak langsung dengan senyawa yang bersifat penolak (contact repellent). Mekanisme kerja senyawa yang bersifat repelen adalah melalui mekanisme chemoreception yang dimiliki serangga. Chemoreception adalah proses fisiologi yang terjadi pada sel tertentu yaitu chemoreceptor sebagai hasil kontaknya senyawa tertentu. Chemoreceptor umumnya terpusat pada antena, alat mulut, dan tarsi (Wigglesworth 1972) yang dapat menjadi media respon serangga terhadap attractant, repellent, dan beberapa insektisida (Painter 1967). Perilaku imago Bactrocera sp. pada buah cabai yang diberi perlakuan ekstrak bahan tanaman yang teramati mencakup proses pemilihan inang, aktivitas

21 makan, dan peletakan telur.

Sodiq (2009) menyatakan bahwa serangga

melakukan proses pemilihan inang dengan beberapa cara, seperti melalui penglihatan (visual), penciuman (olfaktori), pencicipan (gustatori), dan perabaan (taktil). Ekstrak C. citratus menunjukkan aktivitas penghambatan peneluran imago Bactrocera sp. yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak T. vogelii, C. hystrix, daun P. cablin, dan O. bassilicum.

Minyak atsiri C. citratus

mengandung sitronela dan geraniol yang tidak disukai serangga sehingga efektif digunakan sebagai pengusir serangga. Hasyim et al. (2006) melaporkan ekstrak C. citratus dapat memberikan efek penolak terhadap lalat buah betina B. tau dan B. carambolae karena C. citratus mengandung sitrat dan neral. Efek penghambatan peneluran juga ditunjukkan oleh ekstrak T. vogelii, P. cablin, dan C. hystrix. Ketiga ekstrak tersebut mengandung sitrat dan alkaloid/glikosida yang diduga

memberikan

pengaruh

terhadap

peletakan

telur

imago

betina

Bactrocera sp., hal ini ditunjukkan melalui bau dan aroma yang tidak disukai oleh imago Bactrocera sp.

KESIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Ekstrak daun Tephrosia vogelii dan kulit buah Citrus hystrix memiliki efek penolakan lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak daun Pogostemon cablin, batang Cymbopogon citratus dan daun Ocimum bassilicum.

Ekstrak batang

C. citratus menunjukkan aktivitas penghambatan peneluran yang efektif walaupun tidak berbeda nyata dengan ekstrak daun T. vogelii dan kulit buah C. hystrix, tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak daun P. cablin dan O. bassilicum. Semakin rendah repelensi/penolakan maka semakin sedikit jumlah larva yang ditemukan pada buah cabai. Semakin rendah rata-rata jumlah kedatangan imago maka semakin tinggi persentase penghambatan peneluran imago dan semakin sedikit jumlah larva yang ditemukan.

Saran Potensi tanaman T. vogelii, C. citratus, dan C. hystrix sebagai insektisida nabati, khususnya sebagai senyawa penolak serangga termasuk lalat buah perlu diuji lebih lanjut, sehingga didapat konsentrasi yang tepat; serta perlu dilakukan pencampuran antarekstrak tanaman agar diketahui sifat sinergistiknya. Selain itu, untuk menilai manfaatnya yang lebih luas, ekstrak kelima tanaman perlu diuji keefektifannya di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Agusta A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Bisset NG. 1994. Herbal Drug and Phytopharmaceuticals. Tokyo: Medpharm Scientific Publishers. CABI. 2000. Crop Protection Compendium. Ed ke-2. Wallingford: Oxon. Chinajariwong A, Kritsanepaiboon S, & Drew RAI. Efficacy of protein bait spray controlling fruit flies. Raffles Bull Zoo 5(1):7-15. Dadang & Prijono D. 2009. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Darmawan P. 2007. Pengaruh jenis pelarut terhadap rendemen minyak bunga cengkeh dengan menggunakan metode ekstraksi soxhletasi. [laporan akhir]. Surakarta: Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Setia Budi. Dermawan R. 2010. Budidaya Cabai Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya. Dinata S. 2005. Tanaman sebagai pengusir nyamuk. Pikiran Rakyat. http://www.pikiranrakyat.com [21 November 2011]. Guenther E. 1990. Minyak Atsiri. Ed ke-3. Jakarta: Universitas Indonesia. Hakim, Iman A, & Harris B. 2001. Joint effects of citrus peel use and black tea intake on the risk of squamous cell carcinoma of the skin. BMC Dermatology 1:3. Hasyim A, Istianto M, Muryati, Affandi, Riska, Mukminin K, & Yasir H. 2006. Pengendalian hama lalat buah. Pertemuan Kelompok Kerja Penanggulangan Hama Lalat Buah; Jakarta, 9-10 Mei 2006. Jakarta: Kelompok Kerja Penanggulangan Hama Lalat Buah. Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru. Kardinan A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Ed ke-4. Jakarta: Penebar Swadaya. Kardinan A. 2003. Mengenal lebih dekat Selasih Tanaman Keramat Multi manfaat. Jakarta: Agromedia Pustaka. Kardinan A. 2007. Potensi selasih sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti. Bul. Littri. 13(2):32. Kardinan A. 2009. Pengembangan kearifan lokal penggunaan pestisida nabati untuk menekan pencemaran lingkungan [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mardiasih WP. 2010. Aktivitas insektisida dan penghambatan peneluran ekstrak Cercera odollam dan Cymbopogon citratus terhadap lalat buah Bactrocera

24 caramcolae pada belimbing [Tesis]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Martini ER, Santoso, Ludfi, Murni H, & Windadari. 2002. Efektifitas repellent (daya tolak) dari berbagai jenis daun jeruk (Aims sp.) terhadap kontak nyamuk Aedes aegypti [dokumentasi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Nurhayani Y. 2006. Budidaya Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth.). Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aromatik. Ogendo JO, Belmain SR, Deng AL, & Walker DJ. 2003. Comparison of toxic and repellent effects of Lantana camara L. with Tephrosia vogelii Hook. and a synthetic pesticide against Sitophilus zeamais Motschulsky (Coleoptera: Curculionidae) in stored maize grain. Insect Sci. Appl. 23 (2):127-135. Painter RR. 1967. Repellents. Di dalam: Kilgorte WW, Dourt RL, editor. Pest Control: Biological, Physical, and Selected Chemical Methods. New York: Academic Press. Renwick JAA & Chew FS. 1994. Oviposition behavior in Lepidoptera. Annu. Rev. Entomol. 39:377-400. Samuel LS & Papulung A. 1992. Pengaruh varietas dan waktu tanam terhadap fluktuasi populasi dan intensitas serangan lalat buah (B. dorsalis Hendel) pada tanaman cabai. Hasil Seminar Penelitian Pendukung PHT 3(1):1-11. Sodiq M. 2009. Ketahanan Tanaman terhadap Hama. Jawa Timur: Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’. Setiadi. 1993. Bertanam Cabai. Jakarta: Penebar Swadaya. Setiawati W, Murtiningsih R, Gunaeni, & Rubiati T. 2006. Tumbuhan bahan pestisida nabati dan cara pembuatannya untuk pengendalian organisme pengganggu tmbuhan (OPT). Bogor: Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Syamsuhidayat, Sugati S, Ria J, & Hutapea. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia II. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Takarina EP & Koswara S. 1995. Tepung dan minyak atsiri daun jeruk purut. Trubus. no. 308:50-51. Yuliani S, Usmiati S, & Nurdjannah N. 2005. Efektivitas lilin penolak lalat (repelen) dengan bahan aktif limbah penyulingan minyak nilam. Bul. Pascapanen 2(1):1-10. Wahyu. 1997. Memperpanjang Umur Produktif Cabai Merah. Surabaya: Trubus Anggri Sarana. Wigglesworth VB. 1972. The Principles Insect Physiology. London: Chapman and Hall. Wiryantara & Wahyu BT. 2002. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Jakarta: Agro Media Pustaka.

LAMPIRAN

26 Lampiran 1 Telur (A), larva (B), pupa (C), imago betina (D), dan imago jantan lalat buah (E)

A

B

C

D

E

27 Lampiran 2 Buah jeruk purut (A), batang serai wangi (B), daun kacang babi (C), daun nilam (D), dan daun kemangi (E)

B

A

C

D

E

28 Lampiran 3 Pencelupan buah cabai (A), kurungan lalat buah (B), inkubasi buah uji setelah perlakuan (C), dan pembedahan buah cabai setelah masa inkubasi (D)

A

B

C

D