EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat) EVALUATION OF THE PERFORMANCE PRODUCTION OF PROGENY IMPORTED HOLSTEIN DAIRY COWS (Case studies in PT. UPBS, Pangalengan, West Java) Muhammad Taufiq Rahman*, Hermawan, Didin S. Tasripin Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa produksi susu sapi perah keturunan Fries Holland (FH) impor laktasi satu dan dua. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan, Pangalengan, Jawa Barat. Metode penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan uji T (Independent test) sebagai uji statistiknya. Data penelitian berasal dari catatan produksi susu sebanyak 151 ekor laktasi satu dan 41 ekor laktasi dua pada tahun 2011 sampai 2013. Performa produksi susu sapi perah FH keturunan impor laktasi satu dengan rataan lama laktasi 353,30±5,32 hari, lama kering 58,75±2,39 hari, puncak laktasi hari ke-113,95±5,01 dan produksi susu terkoreksi 5.992,76±110,64 kg. Performa produksi susu sapi perah FH keturunan impor laktasi dua dengan rataan sebagai berikut: lama laktasi 350,90±13,25 hari, lama kering 65,24±4,62 hari, puncak laktasi pada hari ke-77,51±5,36 dan produksi susu terkoreksi 5.989,32±188,13 kg. Performa produksi susu, lama laktasi dan lama kering tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara laktasi satu dan dua, hanya performa puncak laktasi yang menunjukan perbedaan yang nyata. Kata kunci : performa produksi, sapi perah FH, keturunan. Abstract This research to understood the performance production of progeny imported Holstein dairy cows of 1st lactation and 2nd lactation. This research was conducted at PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan, West Java. A method of the research used descriptive analysis and T test (independent test) as statistics test. Research data is milk production from 151 heads on 1st lactation and 41 heads on 2nd lactation from 2011 until 2013. Performance production of progeny imported Holstein dairy cows 1st lactation are 353.30±5.32 days at length of lactation, 58.75±2.39 days of dry period, 113.95±5.01 days of peak production and 5,992.76±110.64 kgs of milk yield. Performance production of progeny imported Holstein dairy cows 2nd lactation are 350.90±13.25 days at length of lactation, 65.24±4.62 days of dry period, 77.51±5.36 days of peak production and 5,989.32±188.13 kgs of milk yield. The performance production milk, length of lactation, and length dry period not showed significant difference between 1st lactation and 2nd lactation. Only performance of peak production showed the difference.
Keyword : production performance, Holstein dairy cows, progeny. FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 1
Evaluasi Performa Produksi………………………………Muhammad Taufiq Rahman 1. PENDAHULUAN Sapi perah yang paling banyak dikembangkan di Indonesia adalah sapi perah FH (Fries Holland). Sapi perah jenis FH yang dikembangkan di Indonesia biasanya merupakan sapi yang diimpor dari negara sub tropis seperti Australia. Performa produksi dari seekor sapi perah dapat dilihat dari produksi susu, lama laktasi, puncak laktasi, dan lama kering. Setiap sapi perah memiliki nilai yang berbeda dalam hal tersebut, sehingga perlu adanya sebuah pencatatan untuk dijadikan pedoman yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi sapi perah yang memiliki produktivitas tinggi. PT. UPBS (Ultra Peternakan Bandung Selatan) Pangalengan adalah salah satu perusahaan besar yang bergerak dalam bidang sapi perah yang berada di Kabupaten Bandung. Sapi perah yang dikembangkan di sana adalah sapi perah FH yang diimpor langsung dari Australia dan juga keturunan sapi impor tersebut, yaitu sapi yang lahir langsung di perusahaan tersebut. Negara pengekspor (Australia) yang merupakan negara subtropis memiliki iklim yang lebih dingin dibandingkan dengan negara tujuan eskpor (Indonesia) yang merupakan negara beriklim tropis dan memiliki temperatur lingkungan yang berbeda. Sapi-sapi keturunan FH impor pun dituntut untuk beradaptasi agar mencapai produktivitas yang tinggi sehingga dapat mendekati atau menyamai produktivitas sapi impor yang berada di Negara asalnya, apabila ada penurunan produktivitas mungkin dari faktor manajemen yang kurang baik sebaliknya apabila dengan mengatur manajemen sapi perah dengan benar maka akan diikuti oleh produktivitas yang tinggi. Perbedaan lingkungan antara di Indonesia dengan daerah asalnya yaitu Australia dapat mempengaruhi produksi susu sapi perah FH dan juga dengan performa sapi perah FH akan sangat berpengaruh. Performa produksi dari seekor sapi perah dapat dilihat dari produksi susu, lama laktasi, puncak produksi, dan masa kering. Setiap sapi perah memiliki nilai yang berbeda dalam hal tersebut, sehingga perlu adanya sebuah pencatatan untuk dijadikan pedoman yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi sapi perah yang memiliki produktivitas tinggi. Apabila diikuti Manajemen yang benar, standar lama laktasi adalah 305 hari karena bila sapi diperah selama 10 bulan itu berarti total 305 hari, sepuluh bulan laktasi, masa kering 60 hari, dan dengan calving interval 12 bulan (360 – 365 hari). Oleh karena itu penulis melakukan penelitian tentang perbedaan performa sapi keturunan FH impor antar laktasi apakah menjadi lebih bagus atau menurun dengan manajemen di PT.UPBS, maka penelitian tentang evaluasi performa produksi susu sapi perah keturunan FH impor di PT.UPBS Pangalengan, Jawa Barat perlu untuk dilakukan. 2. OBJEK DAN METODE PENELITIAN Objek Penelitian Penelitian ini mengunakan catatan produksi susu sapi perah FH keturunan impor laktasi satu 151 ekor dan 41 ekor untuk laktasi dua. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan yaitu studi kasus di PT. UPBS Pangalengan. Pengambilan data pada penelitian ini dengan menggunakan cara sensus, yaitu mengambil semua data produksi sapi perah keturunan FH impor pada laktasi satu dan dua. Analisis data yang akan digunakan adalah analisis deskriptif dan kemudian dilakukan uji statistik menggunakan Uji T.
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
2
Evaluasi Performa Produksi………………………………Muhammad Taufiq Rahman Peubah yang Diamati 1. Produksi Susu Catatan produksi susu yang digunakan adalah total produksi susu nyata dan produksi susu terkoreksi 305 hari 2x ME pada periode laktasi satu dan dua sapi perah FH keturunan. Faktor koreksi yang digunakan untuk standarisasi produksi susu yaitu faktor koreksi menurut USDA., dengan perhitungan sebagai berikut:
Persamaan regresi untuk panjang laktasi kurang dari 305 hari menjadi panjang laktasi 305 hari, untuk sapi perah yang berumur kurang dari 36 bulan: Hoerl Model: ̂ Keterangan: x = lama laktasi ŷ = faktor koreksi Persamaan regresi untuk panjang laktasi lebih dari 305 hari menjadi panjang laktasi 305 hari: Hoerl Model: ̂ Keterangan: x = lama laktasi ŷ = faktor koreksi Persamaan regresi untuk menyesuaikan umur sapi kearah umur setara dewasa: 4th Degree Polynomial Model: ̂ Keterangan:
x = umur beranak ŷ = faktor koreksi Persamaan regresi untuk frekuensi pemerahan menjadi dua kali pemerahan: ̂ Keterangan: x = lama laktasi ŷ = faktor koreksi
2. Lama Laktasi Masa laktasi adalah periode sapi diperah yaitu dari tanggal beranak sampai dengan tanggal terakhir diperah (hari). 3. Puncak Laktasi Puncak laktasi adalah saat sapi memproduksi air susu lebih banyak dibandingkan harihari laktasi lainnya dalam satu periode laktasi (hari dan kg/hari) 4. Lama Kering Masa kering adalah periode atau lamanya sapi berhenti diperah hingga sapi beranak, dihitung berdasarkan jumlah hari. Dihitung sejak tanggal sapi diberhentikan diperah sampai dengan tanggal beranak.
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
3
Evaluasi Performa Produksi………………………………Muhammad Taufiq Rahman 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Sapi perah yang dikembangkan di PT. UPBS adalah sapi perah FH (Fries Holland) yang diimpor langsung dari Australia. Jenis ransum yang diberikan di PT. UPBS Pangalengan adalah Total Mixed Ration (TMR) atau complete feed yang berarti ransum lengkap yaitu pemberian konsentrat bercampur hijauan. Pemberian ransum tersebut dilakukan satu kali dalam sehari yaitu pada pagi hari dengan pemberian air secara ad libitum. Proses pemerahan di PT. UPBS dilakukan secara nonstop selama 24 jam dan dilakukan tiga kali Clean In Place (CIP). PT. UPBS membangun tempat pemerahan dengan sistem mesin perah herringbone dengan kapasitas sekali pemerahan yaitu 48 ekor. Proses pemerahan dilakukan tiga kali dalam sehari, dengan interval pemerahan selama delapan jam, yaitu pukul 04.00 WIB, 12.00 WIB dan 20.00 WIB. Setiap 12 jam dilakukan CIP (Clean in Place) pada pukul 11.00 s/d 12.00 WIB siang dan malam dilakukan pada pukul 23.00 s/d 24.00 WIB.. Proses pemerahan di PT. UPBS dilakukan secara otomatis oleh mesin perah dan dibantu oleh operator. Semua hal seperti total produksi susu yang diperah dicatat oleh komputer yang terhubung langsung dengan mesin pemerah susu. Tabel 1. Data Performa Produksi Sapi Perah FH keturunan sapi impor antar laktasi Kelompok Sapi Perah FH Parameter Performa Produksi Laktasi satu
Laktasi dua
Koefisien Rata-rata
Koefisien Rata-rata
Variasi
Variasi
Lama Laktasi (hari)
353,30±5,32a
19%
350,90±13,25a
24%
Lama Kering (hari)
58,75±2,39a
50%
65,24±4,62a
45%
113,95±5,01a
54%
77,51±5,36b
44%
5.992,76±110,28a
23%
5.989,32±185,83a
20%
Puncak Laktasi (hari ke-) Produksi Susu Terkoreksi (kg)
Keterangan: Huruf yang berbeda ke arah baris menunjukkan berbeda nyata (α = 0,05). Rata-rata lama laktasi sapi perah keturunan FH impor laktasi satu yaitu rataan 353,30±5,32 hari, sedangkan lama laktasi sapi perah keturunan FH impor laktasi dua yaitu 350,90±13,25 hari. Hasil pengamatan tersebut tidak berbeda dengan sapi perah yang berada di BPPTU Baturraden yaitu rataan lama laktasi satu 334±64 hari, laktasi dua 330±64 hari dan (Atabany dkk, 2008). Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di BPPTU Baturraden (Santosa, 2014) menunjukkan bahwa rataan lama laktasi sapi perah FH 312,7±63 hari dengan koefisien variasi 20,4%. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan jumlah hari laktasi sapi perah FH di PT. Sumber Susu Indonesia Malang yaitu 317,35±71 hari (Surjowardojo, 1993)., maka rata-rata lama laktasi di PT. UPBS tidak terlalu jauh berbeda dengan lama laktasi normal. Hasil pengujian secara statistik menunjukkan bahwa lama laktasi sapi perah FH keturunan impor laktasi satu dengan sapi perah FH keturunan impor laktasi dua di PT. UPBS dapat dikatakan tidak berbeda nyata. Apabila dilihat dari koefisien variasi, sapi perah keturunan FH impor pada laktasi dua lebih tinggi dibandingkan laktasi satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa lama laktasi pada FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
4
Evaluasi Performa Produksi………………………………Muhammad Taufiq Rahman laktasi dua lebih beragam daripada laktasi satu. Lama laktasi sangat berhubungan dengan performa reproduksi sapi perah. Biasanya reproduksi sapi perah akan mengalami masalah terutama dalam hal perkawinan yang sulit untuk menghasilkan kebuntingan sehingga angka kebuntingan akan menurun dan akibatnya lama kosong akan semakin panjang dan memperpanjang lama laktasi. Hal ini tampaknya berhubungan dengan manajemen reproduksi yang diterapkan oleh perusahaan, sehingga perlu adanya evaluasi untuk memperbaiki hal-hal yang masih sedikit bermasalah. Lama kering sapi perah FH keturunan impor laktasi satu yaitu 58,75±2,39 hari, sedangkan lama kering sapi perah FH keturunan impor laktasi dua yaitu 65,24±4,62 hari. Lama kering sapi perah FH keturunan impor laktasi satu dan dua tidak berbeda jauh antara 40-60 hari masa istirahat yang normal. Hasil uji statistik lama kering keturunan FH di PT.UBPS tidak berbeda nyata antara laktasi satu dan dua. Hasil penelitian tersebut tidak berbeda jauh dengan penelitian Sudono (2003) bahwa masa istirahat yang normal berlangsung sekitar 40-60 hari, panjang pendeknya masa kering kandang akan sangat mempengaruhi produksi dalam satu masa laktasi. Kering kandang atau masa istirahat yang terlalu singkat menyebabkan produksi air susu pada masa laktasi berikutnya menjadi rendah. Lama kering di PT.UPBS tidak berbeda jauh lama kering di daerah cikole lembang menurut Anggraeni, dkk (2008) bahwa masa kering normal 50-60 hari, masa kering sapi perah FH sangat variasi setiap laktasinya, faktor yang menyebabkannya yaitu oleh perbedaaan sapi mencapai kapasitas produksi dan faktor manajemen. Terlihat dengan hasil penelitian tersebut rataan lama kering sapi keturunan FH laktasi satu dan laktasi dua yang berada di PT.UBPS pangalengan tidak berbeda jauh dengan lama kering normal (40-60 hari). Lama kering di PT. UPBS sangat beragam dengan melihat koefisien variasi yang tinggi pada sapi FH keturunan impor laktasi satu dan dua. Rentang yang lebar menunjukkan perbedaan performa yang sangat berbeda, yang merupakan cerminan dari pengaruh manajemen terhadap sebagian ternak yang performanya kurang baik. Lama kering yang pendek bisa terjadi karena adanya kesalahan dalam mengelompokan ternak, sapi yang seharusnya sudah masuk dalam periode kering kandang terkadang tidak terkontrol sehingga sapi tersebut masuk pada kelompok sapi yang diperah. Sapi yang berproduksi rendah pun biasanya akan dipaksa untuk dikeringkan demi efisiensi pengeluaran pakan. Sapi perah yang berproduksi rendah biasanya akan diberikan pakan yang kualitasnya lebih rendah dari pakan untuk sapi laktasi dikarenakan untuk mencegah kerugian atau dijual apabila tidak meningkat produksinya. Puncak laktasi sapi perah FH keturunan impor laktasi satu rata-rata dicapai pada hari ke-113,95±5,01 , sedangkan puncak laktasi susu sapi perah FH keturunan impor laktasi dua dicapai pada hari ke-77,51±5,36. Puncak laktasi susu dari sapi perah FH keturunan impor laktasi dua terjadi lebih cepat dan lebih mendekati puncak laktasi normal. Hasil tersebut tampaknya sangat berbeda dengan puncak laktasi normal sapi perah yang biasanya dicapai pada minggu ke-8 atau pada hari ke-60. Hasil statistik dalam penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada puncak produksi sapi perah FH di PT. UPBS antara sapi perah FH keturunan impor laktasi satu dengan sapi perah FH keturunan impor laktasi dua. Hasil tersebut berbeda dengan yang dinyatakan oleh Ball dan Peters (2004) mingguminggu pertama setelah beranak induk memproduksi susu yang meningkat secara bertahap. Produksi susu mencapai puncak 1-2 bulan atau 30-60 hari setelah beranak. Penurunan berlanjut sampai sapi perah dikeringkan atau berhenti berproduksi.. Catatan puncak laktasi di PT.UBPS yang dimaksud disini yaitu sapi menghasilkan produksi susu lebih tinggi dibandingkan hari-hari laktasi sebelumnya. Pada saat dikandang pemerahan (milking) data jumlah susu otomatis dimasukan oleh program yang bernama alpro langsung masuk ke database UPBS, jadi di PT.UBPS ini puncak laktasi ialah pada saat sapi FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
5
Evaluasi Performa Produksi………………………………Muhammad Taufiq Rahman tersebut menghasilkan produksi susu paling tinggi dibandingkan hari lainnya. Apabila produksi susu sapi perah paling tinggi pada hari laktasi ke 3 hari atau pada akhir laktasi 290 hari maka itu disebut puncak laktasi. Perusahaan ini hanya membutuhkan produksi susu terus meningkat, dengan hal itu pencatatan produksi kurang diperhatikan, produksi susu yang sangat fluktuatif setiap harinya menyebabkan sulitnya menentukan kapan sebenarnya periode puncak laktasi sapi perah terjadi. Oleh karena itu banyak sekali sapi perah yang tercatat menghasilkan produksi susu tertinggi diakhir periode laktasi meskipun sebenarnya waktu tersebut belum tentu menunjukan periode puncak laktasi. Perbedaan puncak laktasi antara sapi perah FH keturunan impor laktasi satu dan dua bisa saja terjadi sesuai kemampuan dari individu ternak itu sendiri, karena sebenarnya kedua kelompok sapi dipelihara dengan manajemen pemeliharaan yang sama. Catatan puncak laktasi pada perusahaan ini tampaknya kurang tepat jika digunaan untuk menggambarkan kurva produksi susu, karena perbedaan yang terlalu jauh antara puncak produksi maksimal dan minimal baik pada sapi perah FH keturunan impor laktasi satu dan dua. Apabila dilihat dari hasil penelitian kemudian dapat terlihat bahwa puncak laktasi sapi perah FH keturunan impor laktasi dua lebih ideal (30-60 hari setelah beranak) dibandingkan sapi perah FH keturunan impor laktasi satu. Produksi susu terkoreksi pada sapi perah FH keturunan impor laktasi satu yaitu 5.992,76±110,28 kg, produksi susu sapi perah FH keturunan impor laktasi dua yaitu 5.989,32±185,83 kg. Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara produksi susu terkoreksi sapi perah keturunan FH impor laktasi satu dengan sapi perah keturunan FH impor laktasi dua. Produksi susu sapi perah keturunan FH impor di PT. UPBS ternyata masih lebih rendah dibandingkan dengan produksi susu di negara asalnya yaitu Australia yang mencapai rata-rata 6.930 liter per laktasi dengan rata-rata lama laktasi 324 hari (Australian Dairy Herd Improvement Report, 2012). Blakely dan Bade (1994) bahwa sapi Fries Holland yang hidup diiklim subtropis mampu memprodusi susu 6.000-7.000 kg dalam satu masa laktasi. Produksi hasil antara laktasi satu dan dua tidak berbeda jauh tetapi dengan jumlah sapi keturunan FH impor laktasi dua dengan jumlah lebih sedikit bisa menyamai produksi susu pada sapi keturunan FH impor laktasi satu dengan jumlah yang lebih banyak sama dengan pendapat Ensminger (1971) bahwa produksi susu total setiap laktasi akan berbeda. Mulai dari laktasi pertama produksi susu akan meningkat sampai umur dewasa. Umur sapi yang semakin bertambah menyebabkan penurunan produksi secara perlahan. Produksi susu pada laktasi pertama adalah 70%, laktasi kedua 80%, laktasi ketiga 90%, laktasi keempat 95% dari produksi susu pada umur dewasa dengan selang beranak 12 bulan dan beranak pertama pada umur 2 tahun. Performa antara laktasi satu dan laktasi dua apabila dibandingkan lebih baik performa laktasi dua karena lebih baik dipuncak laktasi dibandingkan laktasi satu tetapi puncak laktasi dihubungkan juga dengan data produksi susu, karena laktasi satu dengan puncak laktasi jauh dari ideal seharusnya dibarengi dengan jumlah produksi yang stabil tetapi pada produksi susu terkoreksi hasilnya tidak berbeda nyata dan data penunjangnya seperti lama laktasi dan lama kering, juga hasilnya setelah dibandingkan dengan uji T tidak berbeda nyata. .
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
6
Evaluasi Performa Produksi………………………………Muhammad Taufiq Rahman 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat di ambil kesimpulan oleh penulis : 1. Hasil dari penelitian didapat bahwa sapi perah keturunan FH impor laktasi satu dan dua memiliki performa produksi susu lebih baik dibandingkan performa sapi perah FH lokal, tetapi masih dibawah performa sapi perah FH di daerah asalnya. 2. Performa produksi susu, lama laktasi dan lama kering tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara laktasi satu dan dua, hanya performa puncak laktasi yang menunjukan perbedaan yang nyata. Ucapan Terimakasih Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada pembimbing utama, Ir. Hermawan, MS. dan kepada pembimbing anggota, Dr. Ir. Didin S. Tasripin.,M.Si., yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan mengarahkan penulis dalam penulisan jurnal ini. Terima kasih kepada para dosen pembahas, yaitu Dr. Ir. Hj. Lia Budimulyati Salman, MP., Dr. Heni Indrijani, S.Pt., M.Si., dan Ir. Tidi Dhalika, MS., yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan jurnal ini. Kepada Dekan Fakultas Peternakan, Prof. Dr. Ir. Husmy Yurmiati MS., dan kepada Wakil Dekan 1 Fakultas Peternakan, Dr. Denny Rusmana, S.Pt., M.Si. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Iwan Setiawan DEA., dosen wali selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Daftar Pustaka Anggraeni, A., Y. Fitriani., A. Atabany dan I. Komala. 2008. Penampilan Produksi Susu Dan Reproduksi Sapi Friesian-Holstein Di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Perah Cikole, Lembang. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. A. Atabany., B. P. Purwanto., T. Toharmat dan A. Anggraeni. 2008. Hubungan Masa Kosong dengan Produktivitas pada Sapi Perah Friesian Holstein di Baturraden, Indonesia.. Media peternakan 2011 :77-82. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor Australian Dairy Herd Improvement Report. 2012. National Herd Recording Statistics 20122013. National Improvement Association of Australia INC. Melbourne Victoria. Ball, P.J.H. and A.R. Peters. 2004. Reproduction in Cattle. 3rd Ed., Blackwell Publishing. Oxford, UK. Pp. 1-12, 40-55, 68-75, 79-91, 215-237. Blakely, J. and D.H. Bade. 1994 Ilmu Peternakan.Ed.4. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta Santosa, S. A., A. T. Ari Sudewo dan A. Susanto. 2014. Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah. Agripet : Vol (14) No. 1 : 1-5 . Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Sudono, A, R.R. Fina, dan S.B. Susilo. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Penerbit Agromedia Pustaka, Jakarta. FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
7
Evaluasi Performa Produksi………………………………Muhammad Taufiq Rahman Surjowardojo, P. 1993. Parameter Genetik dan Pengaruh Faktor Non Genetik terhadap Produksi Susu di PT Sumber Susu Indonesia Kabupaten Malang. Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
8