FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

Download Tidak terjadi penurunan kesadaran, 3). Umur diatas. 20 tahun, 4). Lama terapi hemodialisis 0-12 bulan, sehingga sampel tersebut dapat mewak...

0 downloads 555 Views 713KB Size
Idea Nursing Journal ISSN : 2087-2879

Siti Arafah Julianty Hrp, dkk

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN HEMODIALISIS DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN The Factors Related to Level of Anxiety of Hemodialysis Patients in Dr. Pirngadi Medan Hospital Siti Arafah Julianty Hrp1, Ida Yustina2, Dedy Ardinata3 1

2

Mahasiswa Program Magister Keperawatan Universitas Sumatera Utara Dosen Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 3 Dosen Program Studi Magister Keperawatan Universitas Sumatera Utara Email: [email protected]

ABSTRAK Proses hemodialisis di rumah sakit dapat menimbulkan stres psikologis (kecemasan) dan fisik yang mengganggu sistem neurologi seperti kelemahan, fatigue, kecemasan, penurunan konsentrasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman pengobatan, lama terapi, jenis pembiayaan, dukungan keluarga) yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisis di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif “cross sectional” dan pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling dengan 62 pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Data dianalisa menggunakan uji korelasi Spearman. Instrumen yang digunakan kuesioner data demografi, kuesioner faktor-faktor, kuesioner dukungan keluarga, instrumen Spielberger et al. (1983) State Trait Anxiety Inventory (STAI) Form A-State. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisis yaitu faktor usia (p = 0.049), pengalaman pengobatan (p = 0,008), lama terapi (p = 0,021) dan dukungan keluarga (p = 0,021). Faktor jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pembiayaan tidak berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien dengan hemodialisis. Diharapkan kepada pihak rumah sakit meningkatkan pelayanan keperawatan khususnya di ruangan hemodialisis, melalui pemberian asuhan keperawatan secara holistik biopsiko-sosial pada pasien gagal ginjal sehingga dapat mengurangi kecemasan, meningkatkan angka harapan hidup pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. Kata kunci: kecemasan, hemodilisis, gagal ginjal.

ABSTRACT Hemodialysis process in hospital can cause psychological and physical stresses (anxiety) which disturbs the neurological systems, such as weakness, fatigue, anxiety, and decrease in concentration. The research objective is to analyze the factors (age, sex, educational level, curing experience, length of therapy, kinds of cost, and family support) related to the level of anxiety of patients suffering from hemodialysis in RSUD dr. Pirngadi, Medan. The research is a descriptive cross sectional and the sample is taken by purposive sampling technique with 62 patients with kidney failures undergoing hemodialysis. Data are analyzed by using Spearman’s correlation. The instrument is questionnaires on data of demography, factors, and family support, and the instrument of Spielberger et al (1983) State Trait Anxiety Inventory (STAI) form AState.Based on the statistical test, it is found that the factors related to the level of anxiety of patients suffering from hemodialysis are age (p = 0.049), curing experience (p = 0.008), length of therapy (p = 0.021), and family support (p = 0.021). Factors of sex, educational level, kinds of cost are not directly related to the patients’ anxiety. It is expected that the hospital improve the nursing services, especially in the hemodialysis wards by providing the holistic bio-psycho-social nursing care to the patients with kidney failures so that it can decrease the anxiety, figure of life expectancy of patients with kidney failures undergoing hemodialysis. Keywords: anxiety, hemodialysis, kidney failure.

PENDAHULUAN Manusia merupakan sasaran pelayanan asuhan keperawatan, manusia sebagai klien, adalah suatu kesatuan utuh dari aspek biologi, psikologi, sosial dan spiritual. Pada praktek keperawatan, perawat

memiliki peran memenuhi kebutuhan dasar klien secara komprehensif mencakup kebutuhan aspek biologi, psikologi, sosial dan spiritual. Gagal ginjal merupakan salah satu penyakit menakutkan dikarenakan gagal ginjal belum ada obat untuk 1

!

Idea Nursing Journal

penyembuhannya. Terapi hemodialisis merupakan salah satu terapi yang dilakukan oleh penderita penyakit gagal ginjal yang dilakukan seumur hidup atau sampai menemukan pendonor organ untuk transplantasi ginjal. Angka kejadian gagal ginjal kronik tahun ke tahun semakin meningkat, penderitanya bisa siapa saja baik pria maupun wanita, tua maupun muda bukan jadi ukuran klien yang terkena gagal ginjal kronik. Ginjal merupakan organ penting yang melakukan berbagai fungsi untuk menjaga darah tetap bersih dan seimbang secara kimiawi, bila fungsi ginjal di bawah 25%, maka individu akan mengalami masalah kesehatan yang berat. Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan kerusakan fungsi ginjal di mana ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari darah, ditandai adanya protein dalam urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus, berlangsung lebih dari 3 bulan (Black & Hawks, 2009). Prevalensi dan insidensi gagal ginjal terus meningkat di dunia. Data dari United State Renal Data System (USRDS) di Amerika pada tahun 2009 diperkirakan terdapat 116.395 orang penderita GGK yang baru. Lebih dari 380.000 penderita GGK menjalani hemodialisis reguler (USRDS, 2011). Di Amerika sekitar 20 juta orang memiliki kerusakan ginjal (American Nephrology Nurses Association, 2007), dan lebih dari 470.000 orang hidup dengan penyakit ginjal tahap akhir. GGK meningkat secara dramatis selama dekade terakhir, meningkat dari 261,3 per juta penduduk pada tahun 2004 dan karena setiap orang dengan GGK menggunakan sekitar $ 58.000 untuk melakukan pengobatan setiap tahun sehingga menempatkan beban keuangan yang signifikan pada sistem kesehatan United State Renal Data System (USRD). Data dari Indonesian Renal Registry (IRR), tahun 2011 di Indonesia terdapat 15.353 pasien yang baru menjalani hemodialisis (HD), revalensi gagal ginjal kronik berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,2%. Sulawesi Utara menempati urutan ke 4 tertinggi dari 33 provinsi dengan prevalensi 0,4% pada tahun 2013 (Riskesdas 2013), dan di Indonesia terdapat 244 unit hemodialisis (IRR, 2013). Hasil survey dari berbagai pusat dialisis didapatkan kejadian baru penyakit ginjal yang memerlukan 2 !

Vol. VI No. 3

dialisis sebesar 30.7% per satu juta penduduk. Berarti setiap tahun diperkirakan 7.400 pasien baru, penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia adalah glomerulonefritis (46,39%), diabetes mellitus (18,65 \%), obstruksi dan infeksi (12,85%), hipertensi (8,46%), penyebab lain seperti: nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal, dan penyebab yang tidak diketahui (13,65%) (Pernefri, 2008). Jumlah pasien penyakit ginjal di Sumatera Utara menurut data yang diperoleh dari RSUP H. Adam Malik Medan yang menjalani hemodialisis rutin pada tahun 2009 adalah 166 orang, data ini meningkat pada tahun 2013 menjadi 191 pasien. Data di rumah sakit Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2011 tercatat sebanyak 123 pasien, dan meningkat menjadi 126 orang pada tahun berikutnya, tahun 2013 tercatat 173 orang dan terakhir tahun 2014 bulan November tercatat 174 pasien yang rutin menjalani hemodialisis. Salah satu terapi pengganti pada pasien GGK adalah dengan hemodialisis (HD) yang bertujuan menggantikan fungsi ginjal sehingga dapat memperpanjang kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup pada penderita gagal ginjal kronik. Proses hemodialisis memerlukan akses vaskular hemodialisis (AVH) yang cukup baik agar dapat diperoleh aliran darah yang cukup besar, diperlukan kecepatan darah sebesar 200–300 ml/menit secara terus-menerus selama hemodialis 4-5 jam. American Journal of Kidney Diseases (AJKD) merekomendasikan bahwa pasien GGK stadium 4 dan 5 sudah harus dipasang akses vaskuler untuk persiapan tindakan hemodialisis yang berupa kateter subklavia atau double lumen dan Arteriovenous (Av) shunt atau cimino (AJKD, 2006). Pada umumnya, proses hemodialisis di rumah sakit dapat menimbulkan stres psikologis (kecemasan) dan fisik yang mengganggu sistem neurologi seperti kelemahan, fatigue, kecemasan, penurunan konsentrasi, disorientasi, tremor, seizures, kelemahan pada lengan, nyeri pada telapak kaki, perubahan tingkah laku (Smeltzer & Bare, 2008). Penelitian Kring et al (2009) menunjukkan 61 % kecemasan, depresi dan persepsi kesehatan umum secara signifikan berkontribusi terhadap kualitas hidup pasien hemodialisis.

Idea Nursing Journal

Menurut Kaplan dan Sadock (1997) dalam Lutfa (2008), faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien antara lain Faktor-faktor intrinsic (Usia, Jenis Kelamin, tingkat pendidikan, Pengalaman Pasien Menjalani Pengobatan) dan factor ekstrinsik (lamanya terapi, jenis pembiayaan dan dukungan keluarga). Faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan pada pasien yang menjalani HD antara lain faktor usia. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Lutfa (2008) menunjukkan untuk hubungan usia pasien dengan kecemasan diperoleh koefisien r =0.592 dengan nilai p=0.02, arah korelasi negatif sehingga berarti semakin bertambahnya usia pasien maka ada kecenderungan kecemasan pasien semakin menurun. Gangguan kecemasan dimulai pada awal masa dewasa, antara usia 15 dan 25 tahun, tetapi angka terus meningkat setelah usia 35 tahun (Puri et al, 2011). Faktor jenis kelamin, diperkirakan jumlah yang menderita kecemasan baik akut dan kronik mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria 2 banding 1 (Hawari, 2013). Penelitian Yeh et al (2008), menunjukkan wanita lebih beresiko tinggi mengalami stres terhadap respon gangguan psikis, akan tetapi mekanisme koping laki-laki lebih tinggi dalam mengatasi masalah. Penelitian yang dilakukan Ratnawati (2011) menemukan, jenis kelamin/gender sangat berhubungan terhadap respon penyakit, kecemasan, serta penggunaan koping dalam menghadapi masalah kesehatan khususnya pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis. Faktor tingkat pendidikan, yang mana pendidikan cukup akan lebih mudah mengidentifikasi stressor dan memengaruhi kesadaran dan pemahaman tentang stimulus (Jatman, 2000). Pengalaman pasien menjalani pengobatan konsep diri, peran dan faktor ekstrinsik (kondisi medis, akses informasi, proses adaptasi, sosial ekonomi dan komunikasi teraupetik) (Kaplan & Sadock (2010). Penelitian Takaki et al (2003) di Jepang pada pasien yang menjalani HD lebih dari setahun menunjukkan bahwa pasien yang mengalami gatal karena HD akan lebih depresi dan cemas dibandingkan pasien HD tanpa reaksi gatal. Penemuan baru ini dapat menyebabkan perkembangan yang spesifik

Vol. VI No. 3

dan intervensi terfokus untuk depresi atau kecemasan pada pasien perawatan HD. Penelitian ini juga menunjukkan kecemasan berkorelasi positif dengan mekanisme koping. Dari segi lama menjalani terapi, kecemasan banyak dialami oleh pasien yang baru menjalani hemodialisis, hal ini sejalan dengan penelitian Bay et al (1998), pada 128 pasien yang menjalani hemodialisis kurang dari satu tahun yang disurvei, ditemukan 40 pasien mengalami cemas berat selama menjalani hemodialisis. Penelitian Chandra (2009), menyatakan pasien GGK yang menjalani hemodialisis di unit hemodialisa RSPAD Gatot Subroto, pasien yang baru menjalani hemodialisis merasa cemas akan penusukan jarum dialisa, melihat darah yang ada di selang kateter dialisa, suara alarm unit dialisa yang berbunyi, cemas sampai kapan penyakitnya dapat diatasi. METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan desain penelitian deskriptif “cross sectional”, yaitu metode dengan tujuan mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisis di RSUD Dr. Pirngadi Medan (Notoatmodjo, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah klien rawat jalan yang menjalani hemodialisis di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada Desember 2014 sebanyak 176 pasien. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan kriteria inklusi yaitu 1). Pasien yang menjalani hemodialisis dan bersedia menjadi responden, 2). Tidak terjadi penurunan kesadaran, 3). Umur diatas 20 tahun, 4). Lama terapi hemodialisis 0-12 bulan, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi (Notoatmodjo, 2002). Instrument penelitian meng-gunakan kuesioner tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan berupa lembar ceklist dan kuesioner kedua adalah pernyataan untuk mengidentifikasi dukungan keluarga pasien dalam menghadapi proses hemodialisis, kusioner mengukur tingkat kecemasan yaitu instrumen Spielberger et al. (1983) State 3

Idea Nursing Journal

Trait Anxiety Inventory (STAI) Form A-State dengan pilihan jawaban “tidak pernah”, “kadang-kadang”,“sering”, dan “selalu/terus menerus”. Data yang telah dikumpulkan diolah dengan cara Editing, Coding, Entry data dimana pada langkah proses ini peneliti memasukkan data ke dalam komputer untuk keperluan analisis dengan menggunakan program komputer. Proccessing data hasil penilaian tiap-tiap variabel pada lembar observer dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan kedalam program atau software komputer. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah pasien yang menjalani hemodialisis di ruang terapi hemodialisis RSUD Dr. Pirngadi Medan. Berdasarkan hasil pengumpulan data didapatkan bahwa responden paling banyak bekerja sebagai wiraswasta 38 orang (61.3%). Status perkawinan responden paling banyak kawin 52 orang (83.9%). Penghasilan

Vol. VI No. 3

responden paling banyak < Rp. 1 juta 35 orang (56.5%). Penyakit penyerta responden paling banyak menderita hipertensi 25 orang (40.3%). Akses vaskuler yang digunakan responden paling banyak dengan cimino 27 orang (43.5%). Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, ada hubungan usia dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisis diengan nilai signifikansi p = 0.049 dan r = 0.250. Tidak ada Hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisis dengan hasil uji Spearman didapat nilai signifikansi p = 0.507 dan r = 0.86. Tidak ada hubungan tingkat pendidikan pasien dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisis dengan hasil uji Spearman didapat nilai signifikansi p = 0.563 dan r = 0.75. Ada hubungan pengalaman pengobatan pasien dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisis dengan hasil uji Spearman didapat nilai signifikansi p = 0.008 dan r = 0.334. Ada hubungan lama terapi pasien dengan tingkat kecemasan pasien

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Data Demografi Pasien Hemodialisis (N=62).

No. 1

2

3

4

5

4 !

Karakteristik Responden Pekerjaan - PNS - Petani - Karyawan - Wiraswasta Status perkawinan - Kawin - Tidak kawin - Janda/duda Penghasilan - < Rp.1.000.000,- Rp.1.000.000 - Rp.3.000.000, Penyakit Penyerta - Diabetes Melitus - Hipertensi - Asam Urat - Batu Ginjal - dan lain-lain Akses Vaskuler - Cimino - Double lumen - Vena Femoralis

Frekuensi (F)

Persentase (%)

9 3 12 38

14.5 4.8 19.4 61.3

52 6 4

83.9 9.7 6.4

35 27

56.5 43.5

16 25 1 6 14

25.8 40.3 1.6 9.7 22.6

27 11 24

43.5 17.8 38.7

Idea Nursing Journal

Vol. VI No. 3

hemodialisis dengan hasil uji Spearman didapat nilai signifikansi p = 0.021 dan r = 0.292. Tidak ada hubungan jenis pembiayaan pengobatan pasien dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisis dengan hasil uji Spearman didapat nilai signifikansi p = 0.430 dan r = 0.102. Ada hubungan dukungan keluarga pasien dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisis dengan hasil uji Spearman didapat nilai signifikansi p = 0.021 dan r = -0.292. Uraian hasil penelitian responden berdasarkan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisis di RSUD Dr. Pirngadi Medan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hubungan Faktor-Faktor dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisis di RSUD Dr. Pirngadi Medan (N=62) Variabel Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisis Usia Jenis kelamin Tingkat Pendidikan Pengalaman Pengobatan Lama Terapi Jenis Pembiayaan Dukungan Keluarga

Tingkat Kecemasan p.value R

*0,049 0,507 0,563 *0,008 *0,021 0,430 *0,021

0,250 0,086 0,075 0,334 0,292 0,102 -0,292

Berdasarkan hasil penelitian didapati pasien mengalami kecemasan ringan sebanyak 6 orang (9.7%), kecemasan sedang sebanyak 32 orang (51.6%), sisanya adalah kecemasan berat sebanyak 24 orang (38.7%). Uraian hasil penelitian responden berdasarkan tingkat kecemasan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisis di RSUD Dr. Pirngadi Medan (N=62) No Kecemasan F P 1 Kecemasan ringan 6 9.7 2 Kecemasan sedang 32 51.6 3 Kecemasan berat 24 38.7 Jumlah 62 100

PEMBAHASAN Salah satu masalah yang dialami seseorang ketika sakit adalah kecemasan, jika seseorang tersebut harus menjalani salah satu terapi yang direkomendasi medis yaitu hemodialisis. Pasien hemodialisis sering memikirkan berbagai kemungkinan buruk, karena bisa saja terjadi hal yang akan membahayakan bagi dirinya sendiri. Oleh karena itu tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami (Asmadi, 2008). Faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan pada pasien yang menjalani HD antara lain faktor usia. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Lutfa (2008) menunjukkan untuk hubungan usia pasien dengan kecemasan diperoleh koefisien r =-0.592 dengan nilai p=0.02, arah korelasi negatif sehingga berarti semakin bertambahnya usia pasien maka ada kecenderungan kecemasan pasien semakin menurun. Gangguan kecemasan dimulai pada awal masa dewasa, antara usia 15 dan 25 tahun, tetapi angka terus meningkat setelah usia 35 tahun (Puri et al, 2011). Faktor jenis kelamin, diperkirakan jumlah yang menderita kecemasan baik akut dan kronik mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria 2 banding 1 (Hawari, 2013). Penelitian Yeh et al (2008), menunjukkan wanita lebih beresiko tinggi mengalami stres terhadap respon gangguan psikis, akan tetapi mekanisme koping laki-laki lebih tinggi dalam mengatasi masalah. Penelitian yang dilakukan Ratnawati (2011) menemukan, jenis kelamin/gender sangat berhubungan terhadap respon penyakit, kecemasan, serta penggunaan koping dalam menghadapi masalah kesehatan khususnya pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis. Faktor tingkat pendidikan, yang mana pendidikan cukup akan lebih mudah mengidentifikasi stressor dan memengaruhi kesadaran dan pemahaman tentang stimulus (Jatman, 2000). Pengalaman pasien menjalani pengobatan, konsep diri, peran dan faktor ekstrinsik (kondisi medis, akses informasi, proses adaptasi, sosial ekonomi dan komunikasi teraupetik) (Kaplan & Sadock (2010). Penelitian Takaki et al (2003) di Jepang pada pasien yang menjalani 5

Idea Nursing Journal

HD lebih dari setahun menunjukkan bahwa pasien yang mengalami gatal karena HD akan lebih depresi dan cemas dibandingkan pasien HD tanpa reaksi gatal. Penemuan baru ini dapat menyebabkan perkembangan yang spesifik dan intervensi terfokus untuk depresi atau kecemasan pada pasien perawatan HD. Penelitian ini juga menunjukkan kecemasan berkorelasi positif dengan mekanisme koping. Dari segi lama menjalani terapi, kecemasan banyak dialami oleh pasien yang baru menjalani hemodialisis, hal ini sejalan dengan penelitian Bay et al (1998), pada 128 pasien yang menjalani hemodialisis kurang dari satu tahun yang disurvei, ditemukan 40 pasien mengalami cemas berat selama menjalani hemodialisis. Penelitian Chandra (2009), menyatakan pasien GGK yang menjalani hemodialisis di unit hemodialisa RSPAD Gatot Subroto, pasien yang baru menjalani hemodialisis merasa cemas akan penusukan jarum dialisa, melihat darah yang ada di selang kateter dialisa, suara alarm unit dialisa yang berbunyi, cemas sampai kapan penyakitnya dapat diatasi. Angka kejadian kecemasan yang terjadi baik di dunia maupun di Indonesia sangat terlihat, dibuktikan dengan beberapa penelitian yang memaparkan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis dan mengalami kecemasan. Penelitian yang dilakukan di RS Universitas Kristen Indonesia menemukan bahwa dari 54 pasien hemodialisis yang diteliti, didapati 28 responden menderita kecemasan ringan dan 26 pasien menderita kecemasan sedang (Luana, Panggabean, Lengkong & Christine, 2012). Penelitian Takaki (2003) di Jepang menyebutkan pasien yang menjalani hemodialisis mengalami kecemasan ringan 65,9%, kecemasan sedang 12,8% dan kecemasan berat 4,2%. Squalli (2005) di Rumania menemukan angka kejadian kecemasan yang tinggi pada pasien Penyakit Ginjal Kronis yang menjalani hemodialisis yaitu sebesar 69,3%. Penelitian Dumitrescu (2009) di Rumania pada pasien yang menjalani hemodialisis mengalami kecemasan sebesar 85,1%. Penelitian Kohli (2011). Di India pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis mengalami kecemasan sebanyak 86,7%. Penelitian Situmorang (2007), menyatakan pasien yang menjalani tindakan 6 !

Vol. VI No. 3

hemodialisis lebih dari 20 kali seringkali mengalami kecemasan karena hal-hal berikut ini yaitu masalah akses vaskuler, lamanya tindakan hemodialisis dan akibat yang dirasakan saat hemodialisis berlangsung seperti kram otot, hipotensi, sakit kepala, mual, muntah dan nyeri dada. Hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisis di RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan adalah usia, pengalaman pengobatan, lama terapi dan dukungan keluarga. Hasil uji Spearman didapat ada hubungan usia pasien dengan kecemasan pasien hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Medan. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Santoso (2008) menunjukan ada hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat kecemasan dengan X2 = 10.503 dk = 2 dan p = 0.000. Ada hubungan pengalaman pengobatan pasien dengan kecemasan pasien hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Medan. Hal sejalan dengan penelitian Romani (2009) di unit hemodialisis RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten menunjukkan terdapat hubungan pengalaman pengobatan dengan tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronik. Ada hubungan lama terapi pasien dengan kecemasan pasien hemodialisis di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yandrita (2010) tentang hubungan lamanya menjalani terapi hemodialisis dengan tingkat kecemasan pasien di ruangan hemodialisis RSUP M. Djamil Padang. Ada hubungan dukungan keluarga pasien dengan kecemasan pasien hemodialisis di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Krunwiede et al (2004) meneliti dan menemukan bahwa dukungan keluarga yang memberikan perasaan dihargai pada pasien berupa menyediakan informasi, membantu mengatasi masalah dan perduli, mengelola ketidakpastian dan mempertahankan harapan hidup. Hal ini diterapkan terutama untuk pasien yang merasa sangat terganggu dengan diagnosis dan program pengobatan mereka, termasuk ketakutan kematian. Menurut Maslow, dukungan keluarga termasuk ke dalam kebutuhan kasih sayang dan kebutuhan harga diri. Manusia

Idea Nursing Journal

bertingkah laku karena adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Jika terpenuhinya suatu kebutuhan, maka akan menimbulkan kepuasan dan motivasi untuk ingin memenuhi pada jenjang berikutnya. KESIMPULAN Hasil penelitian ini didapatkan bahwa : 1. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisis di RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor - faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan adalah usia, pengalaman pengobatan, lama terapi dan dukungan keluarga. 2. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui juga bahwa tidak ada hubungan faktor jenis kelamin, tingkat pendidikan jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisis di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Banyak faktor yang berhubungan dengan kecemasan pasien, menurut Hawari (2011), mekanisme terjadinya cemas yaitu psiko-neuroimunologi atau psiko-neuroendokrinolog. Akan tetapi tidak semua orang yang mengalami stressor psikososial akan mengalami gangguan cemas. 3. Hasil uji statistik diketahui kecemasan pasien hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Medan yang mengalami tingkat kecemasan ringan 6 orang (9.7%), kecemasan sedang sebanyak 32 orang (51.6%) dan kecemasan berat sebanyak 24 orang (38.7%). Menurut analisa penulis tingginya angka kecemasan pada pasien hemodialisis dari hasil ini tidak terlepas dari hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien saat menjalani hemodialisis. REKOMENDASI 1. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan pelayanan keperawatan, khususnya di ruangan hemodialisis. Melalui pemberian asuhan keperawatan secara holistik biopsiko-sosial pada pasien gagal ginjal dapat mengurangi kecemasan dan

Vol. VI No. 3

meningkatkan angka harapan hidup pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. 2. Pasien dapat meningkatkan pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan dan dapat menambah pengetahuan terhadap proses hemodialisis. Keluarga pasien diharapkan dapat lebih memahami peran dan fungsi sebagai pemberi dukungan kepada pasien yang menjalani terapi hemodialisis. Dukungan keluarga merupakan salah satu poin penting yang harus selalu diberikan kepada pasien. 3. Perawat dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan sumber daya manusia sehingga memberikan masukan dalam pelayanan asuhan keperawatan baik fisik maupun psikologis pasien sebelum melakukan prosedur hemodialisis pada pasien hemodialisis. 4. Peneliti berikutnya yang ingin mengadakan penelitian serupa agar dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk dijadikan dasar penelitian selanjutnya. KEPUSTAKAAN Andri, (2012). Aspek Psikososial Pasien Gagal Ginjal. Diakses dari http://kesehatan.kompasiana.com/keji waan/2012/07/08/476262.html. Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Cetakan 13. Edisi Revisi IV. Jakarta: PT Rineka Cipta. Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi. Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika. Azwar. A, Prihartono. J. (2003). Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:Binurupa Aksara. Baradero, M., Dayrit, M. W., & Siswadi, Y. (2008). Seri Asuhan Keperawatan: Klien Gangguan Ginjal. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Basford, L. (2006). Teori dan Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC. Battistella, M. (2012). Management of Depression in Hemodialysis Patient. The CANNT Journal, Volume 22, Issue 3. Black, J. M., Hawks, J. H. (2009). Medical Surgical Nursing Clinical 7

Idea Nursing Journal

Management for Passitive Outcame 8 th Edition. Philadelphia: W.B Saunders Company. Cahyaningsih, N., 2008. Hemodialisis (Cuci Darah). Yogyakarta: Mitra Cendikia Press. Carpenito, L. J. (2000). Buku saku diagnosa keperawatan Rencana asuhan dan dokumentasi keperawatan. Edisi 6. Jakarta: EGC. Davidson., Reickmann., Rapp. (2005). Psikologi Abnormal. Edisi 9. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Depkes RI. 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta. Doengoes, M. E., Townsend, M. C., & Moorhouse, M. F. (2006 ) Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatrik. Ed.3. Jakarta: EGC. Hastono, S. P., (2001). Analisis Data. Jakarta: Penerbit Pustaka Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Hawari, D. (2014). Manajemen stres, cemas dan depresi. Edisi kedua cetakan keempat. Jakarta: FKUI. Ibrahim, K. (2005). Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialysis. Majalah Kedokteran Bandung, 37(3): 99-104 Ignatavicius, D. & Workman, M.L. (2006). Medical surgical nursing: critical thinking for collaborative. Piladelphia: J.B Lippincott. Iskandarsyah, A. (2006). Hubungan antara health locus of control dan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronis di RS. NY. R.A. Habibie Bandung. Laporan Penelitian. Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Bandung Kalender, B., Ozdemir, A. C., Dervisoglu, E., & Ozdemir, O. (2007). Quality of life in chronic kidney disease: Effects of treatment modality, depression, malnutrition and Inflammation. International Journal of Clinical Practice, 61,569-576. Kaplan J.B., & Sadock T.C. (1997). Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klini, Edisi ketujuh. Jakarta: Binarupa Aksara. Kaplan. (1998). Fundamental of nursing: the art and science of nursing care. St. Louis: Missouri. 8 !

Vol. VI No. 3

Kapojos, Suwitra, K., & Susalit, E. (2003). Hipertensi Sekunder. Dalam: Suyono, S. dkk. Editor: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Keliat, B. A. (1999). Penatalaksanaan Stress. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Kozier B., & Erb, G. (1991). Fundamentals of Nursing: Conxcepts and Procedurs, Addition Wesley-Publishing Company-California. Kring, D. L., Crane, Patricia, B. (2009). Factors Affecting Quality of Life In Persons on Hemodialysis. Nephrology Nursing Journal. Volume: 36. Edisi: 1 Halaman: 15-24, 55 Kring, D. L. (2006). An exploration of the good death. Advances in Nursing Science, 29. E12-E24. Kurasein N. D, Faktor faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Pasien yang Akan Menjalani Operasi Di RSU Fatmawati Tahun 2009. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 61-88 Luana NA, Panggabean S, Lengkong J.V.M, Christine I. (2012) Kecemasan Pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RS Universitas Kristen Indonesia Tahun 2012. Media medika Indonesiana. 2012: 46:153 Maramis, W.E (1998). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press. Nursalam., & Pariani, S. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Indomedika. Nursalam., Fransisca, B. B. (2009). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. Notoadmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian Kesehatan. Cetakan Kedua. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Notoadmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). (2003). Penyakit Ginjal Kronik dan Glomerulopati: Aspek Klinik dan Patologi Ginjal. Jakarta: PERNEFRI.

Idea Nursing Journal

Potter, P.A., & Perry,A.G. (2005). Fundamental of Nursing Concept, Process and Practice. 4th Edition. St Louis: Mosby Company. Price, A. S., Wilson M. L. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC Puri, B. K., Laking, P. J, dan Treasaden, I. H. ( 2011 ). Buku Ajar Psikiatri. Ed.2. Jakarta; EGC. Purba, J.M., Wahyuni S. E., Daulay, W. Nasution, M. L. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan : USU Pers. Ratnawati, L. (2011). Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat Depresi pada Pasien Gagal Ginjal yang menjalani Terapi Hemodialisis di RSUD dr.Abdoer Rahem Situbondo. Jurnal Health and sport. 2011:3:285-362. Romani N. K, Hendarsih, S., Asmarani F. L. (2013). Hubungan Mekanisme Koping Individu Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis Di Unit Hemodialisa Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Medika respati. 2013:8(1):12. Santos, P.R. (2011). Depression and quality of life of hemodilysis patients living in a poor region of Brazil. Journal Rev Bras Psiquiatr. 33:332-337. Santoso B. (2008). Hubungan antara Karakteristik Demografi dengan Kecemasan Pasien Pra Operasi di Rumah Sakit Islam Amal Sehat Sragen Tahun 2008. jurnal. Sragen: Akademi Keperawatan Yappi Sragen. Saputri VW. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pada pasien hemodialis di ruangan hemodialisis RSI Rahmah Padang. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Padang. 2013. Septiwi, Amelia. (2010). Efektifitas Pemakaian Ulang Ginjal Buatan. Jurnal Kedokteran YARSI. Volume 16 (2): 098-102. Smeltzer, S.C. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medical bedah (Edisi 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Vol. VI No. 3

Spielberger, C.D. (1966). Anxiety And Behaviuor. New York: Academic Press Ltd. Stuart, R. F., & Sundeen, P. C. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Diterjemahkan oleh Achir Yani S Jakarta: EGC. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata,M., Setiati, S. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II, edisi 5, interna publishing. Jakarta. Sugiyono. (2011). Statistik untuk Penelitian, Penerbit Alfabeta, Bandung. Taylor, S. E. (2006 ). Health Psychology. (6th. Ed), Singapore: Mc. Graw Hill Book Company. Takaki J, Nishi T, Shimoyama H, Inada T, Matsuyama N, Kumano H, Kuboki T (2003). Interactions Among a Stressor, Self-efficacy, Coping With Stress, Depression, and Anxiety in Maintenance Hemodialysis Patients. Medical Sciences-Psychiatry And Neurology. Volume: 29. Edisi: 3. Halaman: 107-129. Tzu, H., & Tel, H. (2010). Quality of Life and Social Support in Hemodialysis Patients. Pak J Med Scl, Volume 27 no 1, 64-67. Vázquez, I., Valderrábano, F., Fort, J., Jofré, R., López, G. J.M., Moreno, F, Sanz, G. D. (2004). Psychosocial Factors and Health-Related Quality of Life in Hemodialysis Patients. Spanish Cooperative Renal Patients Quality of Life Study Group. Volume: 14. Edisi: 1 Halaman: 179-90. Ventegodt, merrick dan Anderson. (2003) .Qol I. the IQOL theory of global quality of live concept. The Scientific World Journal. Volume: 3. Halaman 1030-1040. Wijaya, A. (2004). Kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dan mengalami depresi. Jurnal FIK Universitas Indonesia volume 6.

9