FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPERNGARUHI KEPATUHAN ARV PADA REMAJA

Download tingkat kepatuhan tinggi untuk mendapatkan keberhasilan terapi, menekan. HIV hingga tak terdeteksi, mencegah resistensi, meningkatkan kuali...

0 downloads 361 Views 212KB Size
Faktor-Faktor Yang Memperngaruhi Kepatuhan ARV Pada Remaja Positif HIV Di Kota Semarang Ekki Indri Retno Utami*), Antono Suryoputro**), Bagoes Widjanarko**). *)

**)

Mahasiswi Magister Promosi Kesehatan Universitas Diponegoro Korespondensi :[email protected] Magister Promosi Kesehatan Universitas Diponegoro

ABSTRAK Kepatuhan adalah tantangan terberat dalam terapi ARV. Angka kepatuhan ARV remaja dan dewasa muda (usia 12-24 tahun) secara global di 5 benua menunjukkan persentase sebesar 62,3% [95% confidence interval (CI) 57,1-67,6; I2: 97,2%]. Berdasarkan laporan data statistik di Indonesia, umur yang paling banyak menggunakan ARV adalah golongan umur 20-29 tahun dimana usia tersebut diidentifikasi lebih sukar mematuhi regimen pengobatan dari pada dewasa tua. Di Kota Semarang, 33 orang menghentikan ART, 465 orang meninggal, dan 584 orang terjadi loss to follow up. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan ARV pada remaja positif HIV di Kota Semarang. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional.Besar sampel dalam penelitian ini berjumlah 55 orang remaja yang diperoleh dari total populasi.Analisis data dilakukan secara bertahap mencakup analisis univariat, analisis bivariat menggunakan uji chi square, dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda.Hasil penelitian menunjukkan hanya 36,4% responden yang patuh minum ARV. Variabel yang berpengaruh terhadap kepatuhan minum ARV adalah persepsi manfaat ARV (p=0,006; OR=10,951; 95% CI=2,048-69,734), konseling pengobatan (p=0,005; OR=9,052; 95% CI=0,834-71,862) dan pekerjaan (p=0,035; OR=0,217; 95% CI=0,0530,900). Secara bersama-sama ketiga variabel tersebut dapat meningkatkan kepatuhan sebesar 97,08%.Diharapkan petugas kesehatan dapat merubah persepsi remaja tentang ARV dengan cara edukasi mengenai HIV/AIDS dan terapi ARV melalui konseling untuk dapat meningkatkan pemahaman terhadap HIV/AIDS dan terapi ARV terutama mengenai manfaat, efek samping, dosis, cara dan waktu minum ARV yang disesuaikan dengan gaya bahasa anak muda. Selain itu, sikap petugas kesehatan yang ramah dan santun, serta memberikan motivasi untuk selalu meminum ARV tepat waktu diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan minum ARV. Kata Kunci : Kepatuhan ARV, HIV/AIDS, Remaja, Semarang ABSTRACT Adherence is the toughest challenge in antiretroviral therapy. Globally, data from 5 continent of eligible articles shows 62,3% [95% confidence interval (CI) 57,1-67,6; I2: 97,2%] of adolescents were adherent to therapy. Adolescents and young adult identified as most groups to using ARV in Indonesia which have poor ART adherent rate. In Semarang city, 33 people stop treatment, 465 people died and 584 people there is loss to follow-up. This study seeks to identify factors influencing adherence of antiretroviral in HIV positive adolescents in Semarang city. This study used quantitative method with cross sectional approach. The study involved 55 adolescents of total population who meet inclusion and exclusion criteria. Multiple logistic regression used to a multivariate analysis.The study results showed that most respondents had ARV adherence ≥95% : 36,4%. Variables that influence ART adherence are perceived benefits of ARV (p=0,006; OR=10,951; 95% Ci=2,048-69,734,

counseling and treatment(p=0,005; OR=9,052; 95% CI=0,834-71,862) and occupation (p=0,035; OR=0,217; 95% CI=0,053-0,900).Expected health workers can change adolescent’s perception ARVby educating about HIV/AIDS and ARV therapy through counseling to improve HIV/AIDS knowledge and ARV therapy especially about benefits, side effect, daily oral doses, guideline ARV consumption. Well behaved and friendly health worker as well as support and motivation expected improve adherent therapy. Keywords : Adherence ARV, HIV/AIDS, Adolescent, Semarang city PENDAHULUAN Masa remaja (adolescent) merupakan periode yang kritis pada perkembangan manusia baik secara fisiologis, psikologis, dan sosial. Menurut sensus penduduk tahun 2010, proporsi penduduk usia remaja (15-19 tahun) hampir mencapai 10 persen dari jumlah penduduk.1Pada masa remaja, remaja sering mengalami beragam masalah dalam hidupnya, misalnya masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang sering menghampiri remaja di Indonesia antara lain meningkatnya jumlah remaja dengan HIV/AIDS, Infeksi Menular Seksual (IMS), Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), dan penyalahgunaan NAPZA.2 Di Indonesia separuh penderita HIV/AIDS adalah remaja, dan penularannya diperluas oleh penggunaan narkoba dengan alat suntik..Menurut data PKBI, secara nasional, sebanyak 4.472 orang terinfeksi HIV/AIDS. Angka penyebaran virus HIV/AIDS di Jawa Tengah pada 2014 yang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Jumlah tersebut juga didominasi remaja di Kota Semarang dimana 20 persen atau 400 orang di antaranya merupakan remaja yang tinggal di Jawa Tengah. Dari 400 orang remaja di Jawa Tengah yang mengidap HIV/AIDS, 70 persen di antaranya adalah remaja di Kota Semarang. Penemuan obat antiretroviral (ARV) pada tahun 1996 mendorong suatu revolusi dalam perawatan ODHA di negara maju. Meskipun belum mampu menyembuhkan AIDS namun ARV dapat menurunkan angka kesakitan pada ODHA dan peningkatan kualitas hidup ODHA serta dapat meningkatkan harapan masyarakat

sehingga saat ini HIV/AIDS dapat diterima sebagai penyakit yang dapat dikendalikan dan tidak lagi dianggap sebagai penyakit yang menakutkan.3 Penggunaan obat ARV memerlukan tingkat kepatuhan tinggi untuk mendapatkan keberhasilan terapi, menekan HIV hingga tak terdeteksi, mencegah resistensi, meningkatkan kualitas dan kelangsungan hidup, meningkatkan kesehatan secara keseluruhan serta mengurangi risiko penularan HIV. Untuk mendapatkan respon penekanan jumlah virus sebesar 85% diperlukan kepatuhan penggunaan obat 90-95%, dalam sebulan pasien 60 kali mengkomsumsi ARV dengan dosis 2 kali sehari maka pasien diharapkan tidak lebih dari 3 kali lupa minum obat. Adanya ketidakpatuhan terhadap terapi ARV dapat memberikan efek resistensi obat sehingga obat tidak dapat berfungsi atau gagal.4 Angka kepatuhan ARV remaja dan dewasa muda (usia 12-24 tahun) secara global di 5 benua menunjukkan persentase sebesar 62,3% [95% confidence interval(CI) 57,1-67,6; I2: 97,2%]. Studi ini diambil dari 53 negara dengan sampel sebesar 10.725 pasien HIV. Angka ratarata kepatuhan terendah adalah di Amerika Utara [53% (95% CI 46-59; I2: 91%)], Eropa[62% (95% CI 51-73; I2: 97%)] dan Amerika Selatan [63% (95% CI 47-77; I2: 85%]dan, dengan tingkat yang lebih tinggi di Afrika [84% (95% CI 79-89; I2: 93%)] dan Asia [84% (95% CI77-91; I2: 0%].5 Berdasarkan laporan data statistik di Indonesia, umur yang paling banyak menggunakan ARV adalah golongan umur 20-29 tahun.Selain itu, umur tersebut juga memiliki angka kesakitan dan kematian

yang tinggi. Pada dasarnya umur tersebut disebut dengan dewasa muda lebih sukar mematuhi regimen pengobatan dari pada dewasa tua.6,7Di Kota Semarang, 33 orang menghentikan ART, 465 orang meninggal, dan 584 orang terjadi loss to follow up. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan ARV pada remaja positif HIV di Kota Semarang.8 METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional.Sampel penelitian ini adalah populasi ODHA remaja berusia 15-24 tahun di Kota Semarang yang memiliki kriteria inklusi yaitu belum menikah dan telah melewati masa terapi ARV selama 2 bulan, dan kriteria eksklusi yaitu rujuk keluar kota dan tidak menjalani rawat inap yang berjumlah 55 orang. Instrumen penelitian yang dipakai adalah kuesioner yang digunakan sebagai alat utama yang disusun menurut variabel yang akan diteliti. Bentuk pertanyaan yang dipakai adalah bentuk pertanyaan tertutup.Instrumen ini sudah sesuai standar karena telah diuji validitas dan reabilitas data. Uji validitas dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment dengan cara melakukan korelasi antar skor pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel. Uji signifikansi dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel. Jika nikai r hitung lebih besar dari nilai r tabel, maka pertanyaan dikatakan valid-total correction lebih besar >0,361 dengan derajat kemaknaan 5% (0,05). Uji reabilitas menggunakan uji statistik Cronbach Alpha (α) apabila suatu konstruk atau variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach Alpha >0,60. Analisis data dilakukan secara bertahap mencakup analisis univariat, analisis bivariat menggunakan uji chi square, dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda. Sampel penelitian ini adalah populasi ODHA

remaja berusia 15-24 tahun di Kota Semarang yang memiliki kriteria belum menikah dan telah melewati masa terapi ARV selama 2 bulan, tidak dirujuk pengobatan keluar kota dan tidak menjalani rawat inap yang berjumlah 55 orang. Instrumen penelitian yang dipakai adalah kuesioner yang digunakan sebagai alat utama yang disusun menurut variabel yang akan diteliti. Bentuk pertanyaan yang dipakai adalah bentuk pertanyaan tertutup. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Gambaran Penelitian Penelitian ini dilakukan pada remaja yang terinfeksi HIV/AIDS usia 15-24 tahun di Kota Semarang yang telah melakukan terapi Antivetroviral yang terdata pada tahun 2015. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang dilakukan bulan Desember 2015 sampai bulan Februari 2016. Penelitian dilakukan di VCT RSUP dr. Kariadi dan VCT Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah Semarang.Penelitian dilakukan pada saat KDS, untuk responden yang telahterdata namun tidak datang saat pertemuan KDS atau tidak bergabung dalam KDS, peneliti menunggu responden di ruang VCT untuk mengambil ARV pada tanggal yang sudah ditetapkan rumah sakit. Karakteristik Demografi Responden Proporsi usia responden sebanyak 83.6% berada pada rentang usia 20-24 tahun. Sebanyak 85,5% berjenis kelamin laki-laki. Status tempat tinggal responden sebanyak 72,7% tinggal bersama orangtua. Kombinasi ARV yang diminum 86,8% merupakan kombinasi 3TC+AZT+NVP dengan nama dagang duviral dan neviral. Sebanyak 92,7% telah mengetahui status HIVnya lebih dari 6 bulan dan 90,9% telah memulai ARV sejak lebih dari 6 bulan. Berdasarkan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Roura di tahun 2009, penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor individu seperti psikologis memegang

peranan yang penting pada kelanjutan terapi ARV.Usia yang lebih muda membuat odha belum siap secara psikologis untuk mengikuti terapi ARV secara teratur selain adanya penolakan psikologis terhadap kondisinya. Hal lain yang kemungkinan berhubungan dengan usia muda adalah mobilisasi. Usia muda lebih mudah untuk lupa minum obat karena aktivitasnya yang sering berpindahpindah untuk sekolah maupun bekerja. Kepatuhan ARV Remaja Metode pengukuran kepatuhan ARV dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menanyakan kepada individu yang menjadi responden (self report) dengan menggunakan kuesioner yang didasarkan pada pengakuan responden terhadap dosis ARV yang mereka konsumsi setiap hari (pill count). Responden dinyatakan “patuh” apabila responden memiliki kepatuhan > 95% yaitu responden tidak lebih dari 3 kali melupakan dosis dalam waktu 30 hari dengan dosis 2x1hari dan/atau meminum ARV tidak lebih dari 60 menit dari jadwal yang telah ditentukan pada awal terapi, dan/atau diminum dengan sesuai petunjukkan peresepan. Sedangkan responden dinyatakan “tidak patuh” apabila responden memiliki kepatuhan ≤95% yaitu responden melupakan 3 kali atau lebih dosis ARV dalam waktu 30 hari dengan dosis 2x1hari, meminum ARV lebih dari 60 menit dari jadwal yang telah ditentukan pada awal terapi, diminum tidak sesuai petunjuk peresepan. Tabel 1. Distribusi dan Frekuensi Kepatuhan ARV Variabel Dependen Patuh Tidak patuh Total

Frekuensi Persentase (n=55) (%) 20 36,4 35 63,6 55 100,0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 36,4% yang patuh terhadap terapi ARV itu berarti responden tidak lebih dari

3 kali melupakan minum ARV dalam waktu 30 hari, dan/atau minum ARV dalam waktu 60 menit atau lebih lama dari jadwal yang telah ditetapkan pada awal terapi, dan/atau meminum ARV tidak sesuai petunjuk peresepan. Kepatuhan >95% dihubungkan dengan keberhasilan virologi yang tinggi.Pasien yang memakai pengobatan ARV berbasis NNRTI atau rejimen PI dengan tingkat kepatuhan 80% tingkat kegagalannya adalah <10%. Pasien HIV dengan tingkat kepatuhan <95% berdasarkan pengisian resep dan tingkat obat terdeteksi dalam plasma darah lebih beresiko terhadap mutasi yang resisten dengan 3TC dan NNRTI dibandingkan pasien dengan tingkat kepatuhan 95% atau lebih.9 Kepatuhan 80-95% tidak cukup baik untuk keberhasilan ART dalam jangka panjang.Orang yang memiliki kepatuhan kurang dari 80% (orang yang melewatkan dosis setiap minggu) hanya memiliki 1015% kemungkinan untuk mempertahankan respon pengobatan secara baik dalam periode penelitian selama 4 tahun. Sementara itu, orang dengan kepatuhan 80-95% kemungkinan memiliki respon pengobatan secara baik tidak lebih dari 41%.10Selain itu, kepatuhan 80% adalah kepatuhan yang paling beresiko, apabila kepatuhan lebih rendah, kemungkinan adanya obat didalam tubuh tidak cukup untuk merangsang pembentukkan 11 resistensi. Tingkat Pendidikan Hasil penelitian sebanyak 67,3% responden memiliki pendidikan tinggi yaitu SMA-perguruan tinggi. Dan sebanyak 32,7% responden memiliki pendidikan rendah (tidak sekolah-SMP). Hasil uji chi square dengan nilai p=0,745 (p>0,05) menunjukkan bahwa Ha ditolak, Ho diterima sehingga tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan ARV.Dalam hal pengobatan responden lebih percaya pada keadaan

yang dia rasakan, apabila dalam dirinya dia merasa bahwa tidak ada perbedaan antara sebelum dan sesudah minum ARV maka mereka akan menganggap bahwa pengobatannya yang dilakukan sia-sia walaupun responden berasal dari golongan pendidikan tinggi. Pekerjaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa 21,8% responden berstatus pelajar/mahasiswa dan 78,2% responden sudah bekerja. Dari hasil uji statistik chi square (X2), dengan CI=95% (α=5%) didapatkan nilai p=0,014 (p≤0,05). Hal ini memiliki arti bahwa berdasarkan statistik Ha diterima, Ho ditolak sehingga terdapat hubungan antara pekerjaan dengan kepatuhan minum ARV.Berdasarkan derajat ketidakpatuhan yang dikemukakan oleh Niven bahwa salah satunya karena

derajatgaya hidup yang dibutuhkan dimana alasan dominan penyebab ketidakpatuhan adalahkegagalan klien dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan gaya hidupSebagian besar responden diidentifikasi tidak patuh terhadap waktu minum obat dengan alasan berada jauh atau sedang di luar rumah, lupa, berada dalam aktivitas tertentu yang tidak dapat ditinggalkan, serta bermasalah dengan jadwal spesifik minum obat ARV.12 Menurut Sasmita Aji, hambatan responden dalam kepatuhan ARV adalah responden kesulitan dalam meninggalkan pekerjaan ketika harus mengambil ARV dan takut jika dikeluarkan dari pekerjaan karena sering ijin untuk mengambil ARV.13

Tabel 2. Hubungan Pekerjaan dengan Kepatuhan ARV

Pekerjaan Pelajar/mahasiswa Bekerja Total

Kepatuhan ARV Tidak Patuh Patuh f % f % 4 33,3 8 66,7 31 72,1 12 27,9 35 63,6 20 36,4

Total (n=55) f 12 43 55

% 100,0 100,0 100,0

p value = 0,014

Pengetahuan HIV/AIDS dan ARV Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40,0% responden memiliki pengetahuan HIV/AIDS dan ARV yang rendah dan 60,0% memiliki pengetahuan HIV/AIDS dan ARV yang tinggi.Dari hasil uji statistik chi square (X2), dengan CI=95% (α=5%) didapatkan nilai p=0,252 (p>0,05). Hal ini memiliki arti bahwa berdasarkan statistik Ha ditolak, Ho diterima sehingga tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum ARV. Tingginya persentase angka responden yang berpengetahuan rendah (40,0%) terhadap HIV/AIDS dan ARV

menunjukkan ketidakpahaman responden akan penyakit dan pengobatannya. Beberapa pengetahuan yang belum dipahami responden adalah tentang aturan minum obat, konsumsi ARV tidak boleh putus walaupun sudah merasa sehat, dan manfaat ARV bagi tubuh responden. Besarnya persentase responden dengan pengetahuan HIV/AIDS dan terapi ARV yang rendah di Kota Semarang menjadikan sebuah penemuan yang mencengangkan di tengah kemudahan layanan informasi yang dapat diakses oleh responden dan gencarnya informasi yang diterbitkan oleh instansi terkait di berbagai media.

Seharusnya ODHA yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang HIV/AIDS, selanjutnya mengubah perilakunya sehingga dapat mengendalikan kondisi penyakitnya dan penderita dapat hidup lebih lama.Harus ada evaluasi mengenai promosi kesehatan yang telah dijalankan oleh dinas terkait, apakah informasi yang mereka sampaikan sudah tepat sasaran dan dapat dipahami oleh obyek promosi. Promosi kesehatan juga harus disesuaikan dengan gaya hidup dan gaya bahasa anak muda jaman sekarang. Dengan demikian tujuan promosi dapat tercapai dalam meningkatkan pengetahuan remaja. Riwayat Ganti ARV Pemberian ARV secara umum diberikan dalam bentuk kombinasi, yang diberikan seumur hidup.Substitusi akibat efek samping merupakan salah satu aspek yang penting diperhatikan dalam pemberian ARV. Pada dasarnya substitusi atau penggantian dari salah satu obat ARV karena adanya efek samping atau toksisitas diambil dari lini yang sama. Bila toksisitas yang mengancam muncul, semua obat ARV harus dihentikan segera, sehingga secara klinis sembuh, diganti dengan panduan ARV yang lainnya yaitu pemberian lini ke-2. Hasil penelitian menunjukkan 36,4% mengaku pernah mengganti kombinasi ARV. hasil uji statistik chi square (X2), dengan CI=95% (α=5%) didapatkan nilai p=0,672 (p>0,05). Hal ini memiliki arti bahwa berdasarkan statistik Ha ditolak, Ho diterima sehingga tidak terdapat hubungan antara riwayat ganti ARV dengan kepatuhan minum ARV. Penggantian ARV dimaksudkan untuk mempertahankan kepatuhan ARV agar masalah selama terapi yang berasal dari ketidakcocokan ARV misalnya, munculnya efek samping dapat teratasi.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun ARV telah disubtitusi maupun diganti tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan ARV.

Karena persentase ketidakpatuhan dari kelompok yang penah digantikan ARV sebesar 60,0%. Apalagi dalam kasus penggantian ARV karena tidak patuh ARV sebelumnya yang ditandai dengan tidak naiknya CD4, walaupun ARV diganti motivasi mereka untuk patuh minum ARV tidak berubah. Riwayat Efek Samping ARV Hasil penelitian menunjukkan persentase responden yang mengalami efek samping sebesar 69,1%. Efek samping terbanyak yang dialami responden yaitu mual sebanyak 27 orang responden (49,1%), muntah dan sakit kepala 19 orang responden (34,5%), alergi seperti ruam kulit sebanyak 14 orang responden (25,5%), gatal dan mengantuk masing-masing sebanyak 13 orang responden (23,6%), nafsu makan berkurang sebanyak 5 orang responden (9,1%), susah tidur 4 orang responden (7,3%), dan mudah lupa sebanyak 3 orang responden (5,5%). Hasil uji statistik chi square (X2), dengan CI=95% (α=5%) didapatkan nilai p=0,620 (p>0,05). Hal ini memiliki arti bahwa berdasarkan statistik Ha ditolak, Ho diterima sehingga tidak terdapat hubungan antara riwayat efek samping ARV dengan kepatuhan minum ARV. Efek samping ARV merupakan kejadian yang sering dialami pasien HIV dan umumnya terjadi dalam tiga bulan pertama setelah terapi ARV.Walaupun demikian, efek samping jangka panjang juga kerap terjadi pada beberapa pasien HIV.Waktu kejadian efek samping bervariasi pada setiap pasien HIV.Kejadian efek samping dapat terjadi pada awal terapi sampai dengan beberapa tahun setelah terapi ARV. Variasi kejadian efek samping ini yang sering menyebabkan kejadian putus obat pada beberapa kasus pengobatan Riwayat Infeksi Oportunistik Hasil penelitian menunjukkan 30,9% responden pernah mengalami infeksi

oportunistik. Infeksi opportunistik yang pernah dialami adalah candidiasis oral sebanyak 12 orang responden (70%), TB paru sebanyak 6 orang responden (35,3%), herpes simplek sebanyak 3 orang responden (17,6%), hepatitis B dan CMV masing-masing sebanyak 1 orang responden (5,8%). Hasil wawancara menunjukkan 9 orang responden (53%) tidak meminum ARV secara teratur saat terjadi infeksi opportunistik dan 8 orang responden (47%) meminum ARV secara teratur. Hasil uji statistik chi square (X2), dengan CI=95% (α=5%) didapatkan nilai p=0,912 (p>0,05). Hal ini memiliki arti bahwa berdasarkan statistik Ha ditolak, Ho diterima sehingga tidak terdapat hubungan antara riwayat infeksi opportunistik dengan kepatuhan minum ARV. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa adanya riwayat infeksi oportunistik menjadikan responden tidak patuh terhadap ARV sebesar 64,7%. Munculnya infeksi oportunistik menjadikan responden beranggapan bahwa ARV tidak mampu mencegah munculnya infeksi oportunistik sehingga timbul persepsi yang salah terhadap ARV. Persepsi Manfaat ARV Persepsi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepatuhan seseorang dalam minum obat. Prinsipnya segala hal yang dijalani oleh masingmasing individu bermuara pada persepsi yang mereka miliki, sama halnya dengan konteks pengguna obat atau pasien dalam proses menjalani pengobatan. Hasil penelitian menunjukkan persentase responden menyatakan bahwa minum ARV bermanfaat bagi kesehatannya sebanyak 50,9% dan 49,1% menyatakan bahwa ARV tidak bermanfaat bagi kesehatannya. Persentase responden yang tidak patuh minum ARV lebih banyak berada pada kelompok yang memiliki persepsi bahwa ARV tidak bermanfaat (77,8%) dibandingkan dengan

kelompok yang memiliki persepsi bahwa ARV bermanfaat (50,0%). Dari hasil uji statistik chi square (X2), dengan CI=95% (α=5%) didapatkan nilai p=0,032 (p≤0,05). Hal ini memiliki arti bahwa berdasarkan statistik Ha diterima, Ho ditolak sehingga terdapat hubungan antara persepsi manfaat ARV dengan kepatuhan minum ARV. Persepsi akan manfaat dari suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang individu dapat menjadikannya sebagai motivasi untuk tetap melakukan tindakan tersebut. Motivasi dari dalam diri penderita untuk tetap bertahan hidup, tingkat kesadaran tinggi akan fungsi dan manfaat ARV serta keimanan terhadap agama/keyakinannya. Dengan adanya optimisme hidup, ODHA mempunyai semangat untuk bekerja, motivasi untuk hidup, dan pikiran yang positif.Hal ini sejalan dengan penelitian lainnya yang menyatakan bahwa kesadaran ODHA merupakan hal yang berperan penting untuk meningkatkan kepatuhan.13 Tingginya persentase responden yang menyatakan persepsi bahwa ARV tidak bermanfaat menjadi faktor pendukung rendahnya angka kepatuhan di kalangan remaja di Kota Semarang. Sebesar 21,8% responden menyatakan bahwa dirinya tidak membutuhkan ARV, 85,5% responden berpendapat bahwa ARV tidak berguna bagi dirinya karena sudah terinfeksi HIV, dan 27,3% responden menyatakan bahwa ARV tidak membuat dirinya sehat seperti orang lain. Hal ini menandakan rendahnya motivasi responden untuk patuh minum ARV. Seorang dengan persepsi yang kurang terhadap manfaat ARV menganggap sama beratnya antara keuntungan dengan efek samping, merasa tidak bermanfaat rajin minum ARV karena tetap muncul penyakit lain, dan merasa beban karena harus diminum seumur hidup. Kemudian mereka melakukan tindakan untuk mengatasi masalah, tetapi tindakan dan perubahan

gaya hidup yang dilakukan, dapat menjadi ancaman, yaitu apabila merasa malas dan Tabel 3.Hubungan Persepsi Manfaat ARV dengan Kepatuhan ARV Persepsi Manfaat ARV Bermanfaat Tidak bermanfaat Total

Kepatuhan ARV Tidak Patuh f % 14 50,0 21 77,8 35 63,6

Total (n=55) Patuh

f 14 6 20

% 50,0 22,2 36,4

f 28 27 55

% 100,0 100,0 100,0

p value = 0,032

bosan, dan jenuh minum obat, obat dihentikan tanpa konsultasi dokter.Karena mudah sakit dan tidak boleh stress, maka jika tidak merasakan efek berhenti minum oba,serta karena bekerja kesulitan mengambil obat sampai kehabisan persediaan serta mengalami putus minum ARV. Sehingga pasien HIV merasa sering kecapekan, lemas, pusing, dan muncul infeksi toksoplasma, peradangan otak, diare, dan mudah sakit.14 Dukungan Keluarga Sebanyak 30 orang responden (54,5%) dan yang tidak mendapat dukungan keluarga sebayak 25 orang responden (45,5%). Dari hasil uji statistik chi square (X2), dengan CI=95% (α=5%) didapatkan nilai p=0,959 (p>0,05). Hal ini memiliki arti bahwa berdasarkan statistik Ha ditolak, Ho diterima sehingga tidak terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum ARV. Peranan keluarga diusahakan untuk mempertinggi bantuan konstruktif dengan mendapatkan perhatian dari anggota keluarga yang lain akan memberikan rasa yang aman, nyaman dan merasa terlindungi bagi penderita AIDS. Hasil penelitian ini ada 45,5% responden yang merasa tidak mendapat dukungan keluarga dengan tingkat ketidakpatuhan sebesar 64%. Kondisi ini sangat berbahaya bagi penderita karena obat ARV harus diminum seumur hidup untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan meningkatkan daya

tahan tubuh mereka terhadap infeksi sekunder yang dapat menyerang mereka. Dukungan dari orangtua dan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan minum obat ARV bagi ODHA.Bagi ODHA yang sudah diketahui statusnya oleh keluarga dan keluarganya dapat menerima kondisi mereka, maka faktor keluarga biasanya menjadi pendukung utama.Biasanya orang tua, suami/istri, anak menjadi orang-orang terdekat yang mengingatkan untuk minum obat.Keluarga dalam hal ini bisa berfungsi menjadi Pengawas Minum Obat (PMO) bagi ODHA. Akan tetapi ada kondisi keluarga yang justru menghambat kepatuhan misalnya takut diketahui pasangannya sebagai ODHA sehingga menjadi berhenti minum obat.15 Dukungan Petugas Kesehatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 28 orang responden (50,9%%) menyatakan bahwa mereka mendapat dukungan dari petugas kesehatan dan sisanya 27 orang (49,1%) menyatakan bahwa mereka tidak mendapat dukungan dari petugas kesehatan. Dari hasil uji statistik chi square (X2), dengan CI=95% (α=5%) didapatkan nilai p=0,032 (p≤0,05). Artinya bahwa berdasarkan statistik Ha diterima, Ho ditolak sehingga terdapat hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan minum ARV. Petugas kesehatan dapat mempengaruhi perilaku pasien dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan tertentu dari pasien dan secara terus-menerus memberikan

penghargaan yang positif bagi pasien yang pengobatan.16 telah mampu beradaptasi dengan Tabel 4. Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan ARV Kepatuhan ARV Dukungan Petugas Kesehatan Mendukung Tidak mendukung Total

Tidak Patuh f % 14 50,0 21 77,8 35 63,6 p value = 0,032

Pasien yang merasakan kepuasanterhadap mutu layanan kesehatan akan meningatkan kepatuhan dalam berobat. Begitu pula sebaliknya, apabila konsumen tidak merasakan kepuasan atas mutu layanan yang diterima akan menurunkan tingkat kepatuhan pasien.17 Seseorang tidak patuh minum obat, karena kurangnya informasi dari petugas mengenai dosis obat, cara dan waktu minum obat, efek samping obat dan bahaya jika obat tidak diminum secara teratur.18Hal ini terlihat pada hasil penelitian ini, tingginya angka persentase ketidakpatuhan dari kelompok responden yang tidak mendapat dukungan petugas kesehatan sebesar 77,8%. Ketika seorang penderita HIV tidak mendapat informasi yang benar tentang manfaat dan akibat ARV akan timbul persepsi bahwa mereka tidak memerlukan ARV sehingga kepatuhan menjadi rendah apalagi terapi berlangsung seumur hidup. Dukungan Kelompok Sebaya Berdasarkan hasil penelitian responden yang tergabung dalam komunitas sebaya sebanyak 25 orang responden (45,5%) dan yang tidak tergabung komunitas sebaya sebanyak 30 orang responden (54,5%). Sebanyak 25 orang responden (45,5%) menyatakan mendapat dukungandari komunitas sebaya. Sedangkan 30 orang responden (54,5%) menyatakan tidak mendapat dukungan dari komunits sebaya. Dari hasil uji statistik chi square (X2), dengan CI=95% (α=5%) didapatkan nilai

Patuh f 14 6 20

% 50,0 22,2 36,4

Total (n=55) f 28 27 55

% 100,0 100,0 100,0

p=0,283 (p>0,05). Hal ini memiliki arti bahwa berdasarkan statistik Ha ditolak,Ha diterima sehingga tidak terdapat hubungan antara dukungan komunitas sebaya dengan kepatuhan minum ARV. Penelitian menunjukkan bahwa 48% responden tdk diingatkan sesama ODHA di KDS untuk minum ARV teratur dan 44% responden tdk mendapat informasi terkait HIV dan terapi ARV. Persentase ini mencerminkan bahwa kedekatan sesama ODHA untuk saling memotivasi dalam terapi dirasa kurang.Padahal hal ini sangat diperlukan karena dengan motivasi dari sesama ODHA dapat menghilangkan depresi dan perasaan satu-satunya orang yang menderita penyakit ini yang dapat menyebabkan ketidakpatuhan ARV. Sebanyak 54,5% responden tidak tergabung dalam komunitas sebaya. Berdasarkan hasil wawancara alasan mereka tidak mengikuti komunitas dukungan sebaya dikarenakan takut status HIVnya diketahui orang lain dan menyebar di masyarakat. Alasan ini sejalan dengan penelitian yang diungkapkan oleh Sugiharti bahwa salah satu faktor penghambat kepatuhan adalah ketakutan akan statusnya di masyarakat, kurang pengetahuan mengenai pentingnya pengobatan teratur, depresi, tidak percaya akan obat-obatan, lupa memakai obat, dan takut efek samping.15 Akses Layanan Kesehatan Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 29 orang responden (52,7%) orang menyatakan akses layanan

kesehatan dari tempat tinggalnya mudah dan 26 orang responden (47,3%) menyatakan akses layanan kesehatan dari tempat tinggalnya sulit. Dari hasil uji statistik chi square (X2), dengan CI=95% (α=5%) didapatkan nilai p=0,759 (p>0,05). Hal ini memiliki arti bahwa berdasarkan statistik Ha ditolak, Ha diterima sehingga tidak terdapat hubungan antara akses layanan kesehatan dengan kepatuhan minum ARV. Akses layanan kesehatan dalam penelitian ini terdiri dari pertanyaan tentang pelayanan untuk mengakses dokter terkait dengan status HIV dan kemudahan menjangkau layanan kesehatan untuk kunjungan ulang pengambilan ARV. Responden dalam penelitian ini bukan hanya datang dari wilayah Semarang saja, namun beberapa kabupaten di sekitar Kota Semarang, menurut pengakuan dari beberapa responden mereka memilih mengambil ARV di luar kota tempat tinggal dikarenakan kekhawatiran jika mengambil di rumah sakit pemerintah wilayah kotanya akan ada masyarakat yang tahu status HIV mereka. Asumsi peneliti jauhnya jarak rumah ke layanan kesehatan bukan menjadi masalah ketika di layanan kesehatan mereka merasa nyaman dan petugas kesehatan ramah. Layanan ARV lebih banyak diakses di klinik Rumah Sakit Pemerintah. Rumah Sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan kesehatan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung ke rumah sakit. Kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan, misalnya: pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan keperawatan dan pengobatan Konseling Pengobatan Hasil penelitian menunjukkan responden yang menyatakan mendapat konseling pengobatan secara baik sebanyak 31 orang responden (56,4%), dan 24 orang responden (43,6%) menyatakan

mendapat konseling namun dinilai tidak baik. Dari hasil uji statistik chi square (X2), dengan CI=95% (α=5%) didapatkan nilai p=0,035 (p≤0,05). Hal ini memiliki arti bahwa berdasarkan statistik Ha diterima, Ho ditolak sehingga terdapat hubungan antara konseling pengobatan dengan kepatuhan minum ARV. Konseling kepatuhan dilakukan pada setiap kunjungan dan dilakukan secara terus menerus dan berulang kali dan perlu dilakukan tanpa membuat pasien merasa bosan.19Konseling sangat diperlukan untuk memberikan pengetahuan terhadap ODHA dan penerimaan pasien terhadap sakitnya.Pengetahuan itu meliputi pengertian tentang terapi ARV, pentingnya kepatuhan terapi, efek samping yang mungkin terjadi serta lama pengobatan. Dengan pengetahuan tinggi diharapkan ODHA menjalankan kepatuhan terapi ARV sesuai dengan aturan yang dianjurkan dokter.20 Persentase konseling tidak baik sebesar 43,6% dikarenakan informasi utama dalam konseling yang harusnya diberikan petugas kesehatan untuk dapat meningkatkan persepsi kepatuhan yang tinggi misalnya penjelasan efek samping, penjelasan manfaat ARV, dampak yang ditimbulkan apabila tidak patuh, dan motivasi tidak selalu diberikan saat konseling. Tingginya angka persentase konseling yang tidak baik ini menyebabkan ketidakpatuhan ARV sebesar 79,2%. Hal ini disebabkan karena ketidakjelasan pesan yang diterima responden. Pasien HIV harus terus dimotivasi untuk mengkonsumsi ARV yang diberikan karena efek samping yang cukup banyak dan lamanya pengobatan sehingga apabila tidak ada konseling yang berkesinambungan dari petugas kesehatan akan menyebabkan pasien jenuh dan tidak mau mengkonsumsi obat yang diberikan. Kondisi ini sangat berbahaya bagi penderita karena obat ARV harus diminum seumur hidup untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan meningkatkan daya

tahan tubuh mereka terhadap infeksi sekunder yang dapat menyerang mereka. Tabel5.Hubungan Konseling Pengobatan Dengan Kepatuhan ARV Kepatuhan ARV Konseling Pengobatan Baik Tidak baik Total

Tidak Patuh f % f 16 51,6 15 19 79,2 5 35 63,6 20 p value = 0,035

Total (n=55) Patuh % 48,4 20,8 36,4

F 31 24 55

% 100,0 100,0 100,0

Tabel 6. Variabel yang Berpengaruh pada Kepatuhan ARV No

Variabel Bebas

Β

Wald

Sig

Exp (B)

95% CI for Exp (B) Lower Upper

1.

Pekerjaan

-1,526

4,432

0,035

0,217

0,053

0,900

2.

Dukungan Petugas Kesehatan

0,387

0,301

0,583

1,473

0,370

5,864

3.

Persepsi manfaat ARV

2,481

7,599

0,006

10,951

2,048

69,734

4.

Konseling pengobatan

2,201

0,005

9,052

0,834

71,862

0,827

1,435

Constant

0,361

2,783 0,048

SIMPULAN Tingkat kepatuhan ARV pada remaja di Kota Semarang sebesar 36,4%. Dengan demikian hanya 20 orang yang secara teori mampu mencapai supresi virus yang optimal. Variabel yang berpengaruh terhadap kepatuhan minum ARV adalah pertama persepsi manfaat ARV, konseling pengobatan, dan pekerjaan. Responden yang memiliki persepsi ARV bermanfaat akan patuh 10,951 kali terhadap pengobatan ARV, responden yang menyatakan mendapat konseling pengobatan secara baik akan patuh terhadap pengobatan ARV sebesar 9,052 kali terhadap pengobatan ARV, dan responden yang tidak bekerja akan patuh 4,608 kali terhadap pengobatan ARV dibandingkan responden yang bekerja. Apabila responden memiliki ketiga faktor

ini kemungkinan patuh ARV sebesar 97,08%.Variabel yang berhubungan dengan kepatuhan minum ARV adalah Pekerjaan (p= 0,014), Persepsi manfaat ARV (p=0,032), Dukungan petugas kesehatan (p=0,032), Konseling pengobatan (p=0,035). Variabel yang tidak berhubungan dengan kepatuhan minum ARV adalah pendidikan (p=0,745), pengetahuan HIV/AIDS dan ARV (p=0,252), Riwayat ganti ARV (p=0,672), Riwayat efek samping (p=0,620), Riwayat infeksi opportunistik (p=0,912), Dukungan keluarga (p=0,959), Dukungan komunitas sebaya (p=0,283), Akses layanan kesehatan (p=0,759) Karakteristik ODHA diperoleh hasil bahwa mayoritas responden berusia lebih dari 20-24 tahun (83,6%), mayoritas

responden berjenis kelamin laki-laki (85,5%), mayoritas responden memiliki pendidikan tinggi (67,3%), mayoritas responden sudah bekerja (78,2%) dengan persentase terbanyak bekerja sebagai buruh kasar (36,4%), mayoritas responden tinggal bersama orangtua (72,3%), mayoritas responden meminum kombinasi ARV 3TC+AZT+NVP (86,8%), mayoritas responden telah mengetahui status HIV lebih dari 6 bulan (92,7%), dan mayoritas responden telah menjalani terapi ARV lebih dari 6 bulan (90,9%) Faktor predisposing diperoleh hasil mayoritas responden memiliki pengetahuan HIV/AIDS dan ARV tinggi (60,0%), mayoritas responden tidak memiliki riwayat ganti ARV (63,6%),

mayoritas responden pernah memilikiriwayat efek samping ARV (69,1%), mayoritas responden tidak memiliki riwayat infeksi oportunistik (69,1%), mayoritas responden memiliki persepsi bahwa ARV bermanfaat (50,9%) Faktor reinforcing diperoleh hasil mayoritas responden mendapat dukungan keluarga (54,5%), mayoritas responden mendapat dukungan petugas kesehatan (50,9%), mayoritas responden tidak mendapat dukungan komunitas sebaya (54,5%) Faktor enabling diperoleh hasil mayoritas responden menyatakan bahwa akses layanan kesehatan mudah (52,7%), mayoritas responden mendapat konseling pengobatan secara baik (56,4%).

DAFTAR PUSTAKA 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Badan Pusat Statistik. Sensus Penduduk Indonesia Tahun 2010. Jakarta; 2010. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja. Departemen Kesehatan RI; 2005. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral Edisi Kedua. Jakarta; 2012. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Jakarta; 2006. Kim et al. Meta-analysis Adherence to Antiretroviral Therapy in Adolescents. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Kepatuhan Pasien: Faktor Penting dalam Keberhasilan Terapi. Badan Pengawas Obat dan Makanan. 20016. Pudjiastuti S. Kepatuhan (Adherence) terhadap Terapi Antiretroviral. Kebijakan AIDS Indonesia [Internet]. Available from:

8.

9.

10.

11.

12.

http://www.kebijakanaidsindonesia. net/id/beranda/21-artikelarticle/artikel-tematik/1506kepatuhan-adherence-terhadapterapi-antiretroviral Dinas Kesehatan Kota Semarang. Analisis Situasi IMS, HIV dan AIDS Tahun 2015. Semarang; 2015. Highlegmen L. Keberhasilan dengan Tingkat Kepatuhan Kurang dari 95% dan Peran Kepatuhan dalam Kegagalan Pengobatan serta Munculnya Resistensi. Jakarta; 2008. Lima V. Differential Impact Of Adherence On Long-Term Treatment Response Among Naive HIV-Infected Individuals. AIDS Patient Care STDS. 2008;22:2371– 80. Yayasan Spiritia. Lembar Informasi HIV/AIDS : Tanya Jawab Tentang Kepatuhan. [Internet]. Yayasan Spiritia. 2016 [cited 2016 Apr 15]. Available from: http://spiritia.or.id/ tj/bacatj.php?tjno=09020803 Nail N. Psikologi Kesehatan Pengantar Untuk Perawat dan Professional Kesehatan Lain. Jakarta: EGC; 2002.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

Han N. Antiretroviral Drug Taking in HIV Positive Among Myanmar Migrants in Central Area of Thailand. J Heal Res. 2009;23:33–6. Yoyoh I. Kepatuhan Perempuan HIV/AIDS Dalam Melaksanakan Terapi ARV di Klinik Bogenvile Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang [Internet]. Universitas Muhammadiyah Jakarta; 2013. Available from: http://imasyoyoyoh.blogspot.co.id/2 015/07/kepatuhan-perempuanhivaids-dalam.html Sugiharti. Gambaran Kepatuhan Orang Dengan HIV-AIDS (Odha) Dalam Minum Obat ARV di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2012. Bandung; 2012. Bart S. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Gramedia Widia Sarana; 1994. Wahidah S. Analisis Kebutuhan Pasien terhadap Mutu Pelayanan Unit Rawat Jalan di Puskesmas Kecamatan Pademangan Kota Administrasi Jakarta Utara Tahun 2008. Universitas Indonesia; 2008. Syaiful. Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat ARV pada Penderita AIDS di RSUD Sele Be Solu Kota Sorong tahun 2011. Universitas Hasanudin; 2012. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis dan Infeksi HIV dan Terapi Antiretoviral Pada Orang Dewasa. Jakarta; 2011. Margarita. N dan. Konseling, Dukungan, Perawatan dan pengobatan ODHA. Surabaya: Airlangga University Press; 2007.