FAKTOR MEMPENGARUHI PERILAKU PECANDU PENYALAHGUNAAN NAPZA

Download NAPZA atau Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman ..... Jurnal Psikologi Univer...

2 downloads 517 Views 265KB Size
FAKTOR MEMPENGARUHI PERILAKU PECANDU PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA MASA PEMULIHAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH ATMA HUSADA MAHAKAM SAMARINDA

FACTOR INFLUENCE BEHAVIOR OF PECANDU ABUSE OF NAPZA AT A PERIOD OF CURE HOME PSYCHOPATH AREA ATMA HUSADA MAHAKAM SAMARINDA

Laurensia Enny Pantjalina , Muh. Syafar, Sudirman Natsir

Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda Konsentrasi Promosi Kesehatan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin

Alamat Koresponden: Jl. Cermai RT, 40 No. 23 Samarinda Hp. 085250498172 Email: [email protected]

Abstrak NAPZA atau Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku pecandu penyalahguna NAPZA pada masa pemulihan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan Existential Phenomenology. Informan dalam penelitian ini adalah pecandu NAPZA yang mengikuti masa pemulihan di rumah sakit tersebut. Informasi yang telah dikumpulkan dikategorikan sesuai dengan kelompok pertanyaan dalam bentuk transkrip. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan content analysis dan diinterpretasikan serta disajikan dalam bentuk narasi. Hasil penelitian NAPZA pada umur 15 tahun dan pada saat mengenyam pendidikan SMP. diperoleh bahwa pecandu menyatakan NAPZA adalah narkotika dan obat-obatan serta zat adiktif. Bahwa pengguna NAPZA perlu direhabilitasi dan memiliki harapan untuk menjadi lebih baik, tidak mengkonsumsi NAPZA serta menjadi relawan narkoba. Pertama kali mengkonsumsi Waktu tersedia untuk mengikuti program rehabilitasi dan mengikuti program rehabilitasi karena keinginan pecandu. Keluarga, teman sebaya, dan masyarakat termasuk petugas rumah sakit sangat mendukung pecandu NAPZA untuk mengikuti program rehabilitasi. Pentingnya penyebaran informasi secara kontinyu tentang NAPZA dan dampaknya bagi pecandu NAPZA melalui konseling, penyuluhan, dan media, meningkatkan rasa percaya diri bagi pecandu agar lebih kuat dalam mengikuti program rehabilitasi melalui konseling oleh tenaga konselor di rumah sakit, meningkatkan peran anggota keluarga, teman sebaya, dan masyarakat dalam melakukan pendampingan dan dukungan baik secara moril maupun materiil kepada pecandu NAPZA, dan meningkatkan peran pihak petugas kesehatan di rumah sakit sebagai pemberi layanan rehabilitasi bagi pecandu agar para pecandu tidak tergantung lagi pada NAPZA. Kata Kunci : Faktor Internal dan Eksternal, Pecandu NAPZA

Abstract NAPZA or Narcotic, Psikotropika, and Zat vitamin of Adiktif other represent Zat vitamin or drug coming from crop or non good crop of and also sintetis of semisintetis able to cause degradation or change awareness, loss feeling, lessening eliminate feel pain in bone, and can generate depended. This research aim to analyse internal factor and factor eksternal influencing behavior addiction abuse NAPZA at a period of cure at home Psychopath Area of Atma Husada Mahakam Samarinda. This Type Research use research qualitative with approach Existential Phenomenology. Informan in this research is addiction NAPZA following a period of cure at home pain. Information which have been collected to be categorized as according to question group in the form transcript. Is hereinafter analysed using analysis content and interpreted is and also presented in the form. Result research NAPZA at age 15 year and at the (time) of education of SMP. obtained that addiction express NAPZA is and narcotic drug and also Zat vitamin adiktif. That consumer NAPZA require to rehabilitate and have expectation to become betterly, do not consume NAPZA and also become volunteer narkoba. First time consume Time available following program rehabilitate and follow program rehabilitate because desire addiction. Family, friend coeval, and society is including officer hospital very is supporting of addiction NAPZA to follow rehabilitating program. Important of him spreading information kontinyu about NAPZA and its impact to addiction NAPZA through konseling, counselling, and media, improving to feel self confidence to addiction [so that/ to be] stronger in following program rehabilitate to [pass/through] konseling by energy konselor at home pain, improving role family member, friend coeval, and society in conducting adjacent and support either through morale and also material to addiction NAPZA, passing konseling, counselling, and media, improving to feel self confidence to addiction to be stronger in following program rehabilitate to through konseling energy konselor at home pain, improving role family member, friend coeval, and society in conducting adjacent and support either through morale and also material to addiction NAPZA, and improve role side officer ill health at home as giver service rehabilitate to addiction to be all addiction do not depended again at NAPZA. Keywords : Internal Factor and Eksternal, Pecandu NAPZA

PENDAHULUAN Gangguan penggunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lain (NAPZA) merupakan masalah yang menjadi keprihatinan dunia international di samping masalah HIV/AIDS, kekerasan (violence), kemiskinan, pencemaran lingkungan, pemanasan global dan kelangkaan pangan. Sejak tahun 1987, PBB mengeluakan laporan tahunan konsumsi narkoba di dunia. Saat ini, sekitar 25 juta orang mengalami ketergantungan NAPZA. Di Indonesia pengguna NAPZA mencapai 3,8 juta jiwa. Yang menjadi lebih memprihatinkan adalah sebagian besar pengguna tersebut ternyata adalah usia produktif, dan sebagian besar di antaranya adalah remaja dan dewasa awal (20-30 tahun). 70 persen dari total pengguna NAPZA di Indonesia anak usia sekolah, 4 persen lebih siswa SMA dan selebihnya mahasiswa. Hal ini bila tidak segera ditanggulangi merupakan ancaman bagi kesejahteraan generasi yang akan datang, di mana anak sebagai generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional yang perlu untuk dilindungi (BNN, 2012). Berdasarkan data Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam, dalam kurun waktu 3 tahun (2009-2011) kunjungan pasien rawat jalan korban NAPZA rata-rata berkisar 140 pasien tiap bulannya,. pasien rawat inap korban NAPZA sekitar 2-3 orang/bulan, konsultasi rata-rata tiap bulan berkisar 5-10 orang. Baik pasien rawat jalan maupun rawat inap sebagian besar berpendidikan SLTA (42,5% untuk rawat jalan dan 38% untuk rawat inap). Sebagian besar (78,1% ) berusia 25-35 tahun. Jenis NAPZA yang digunakan sangat bervariasi, di antaranya opiat, ganja, amfetamin, sedatif hipnotik, alkohol, kokain, atau multiple. Dalam upaya masa pemulihan penyalahgunaan NAPZA perlu dilakukan melalui pola pre-emptif, preventif, represif, treatment dan rehabilitasi serta pola peningkatan partisipasi masyarakat melalui pendekatan keluarga (Support Family Group). Menurut perkiraan UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime), sekitar 200 juta orang di seluruh dunia menggunakan NAPZA jenis narkotika dan psikotropika secara illegal. Kanabis merupakan jenis NAPZA yang paling sering di gunakan, diikuti dengan Amfetamin, Kokain, dan Opioida. Penyalahgunaan NAPZA jenis ini di dominasi oleh pria, dan juga lebih terlihat di kalangan kaum muda dibandingkan katagori usia lebih tua. Sebanyak 2,7% dari populasi dunia dan 3,9% dari seluruh orang berusia 15 tahun keatas telah menggunakan Kanabis paling sedikit sekali antara tahun 2000 dan 2001 (Depkes, 2008).

Berkembangnya jumlah pecandu NAPZA ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam (internal) diri meliputi: minat, rasa ingin tahu, lemahnya rasa ketuhanan, kesetabilan emosi. Faktor yang kedua adalah faktor dari luar (eksternal) diri meliputi: gangguan psikososial keluarga, lemahnya hukum terhadap pengedar dan pengguna narkoba, lemahnya sistem sekolah termasuk bimbingan konseling, lemahnya pendidikan agama. Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor Internal (Intelegensia, Kepribadian, Karakteristik Usia, Pendidikan) dan faktor Eksternal

(Kesempatan, Dukungan Keluarga, Teman Sebaya, Masyarakat) yang

mempengaruhi perilaku pecandu penyalahguna NAPZA pada masa pemulihan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan Existential Phenomenology yaitu memahami esensi pengalaman seseorang dengan cara mengelompokkan isu yang ada dan memberikan makna atas isu tersebut sesuai pandangan orang tersebut. Pecandu NAPZA diharapkan mampu memberikan pandangan mereka berdasarkan pengalaman dalam mengkonsumsi NAPZA. Metode Penentuan Informan Pemilihan informan berdasarkan data rekam medik yang ada di Rumah Sakit Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda. Informan yang dimaksudkan adalah pecandu NAPZA yang masih aktif mengikuti masa pemulihan di rumah sakit tersebut sebanyak 9 orang. Pemilihan Informan dilakukan secara Purposive Sampling yakni pemilihan informan berdasarkan kriteria sebagai berikut : (1) Aktif mengikuti program pemulihan di Rumah Sakit Atma Husada Mahakam Samarinda. (2) Bersedia menjadi informan dalam penelitian ini Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara menggali informasi dari berbagai data yaitu melalui wawancara mendalam (indepth interview), observasi (participant observation) dan pengambilan data melalui Focus Group Discussion (FGD). Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan observasi dilakukan secara manual sesuai dengan petunjuk pengolahan data kualitatif serta sesuai dengan tujuan penelitian

ini. Data tersebut dikategorikan sesuai dengan kelompok pertanyaan dalam bentuk transkrip. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Content Analysis kemudian diinterpretasikan dan disajikan dalam bentuk narasi.

HASIL Jenis NAPZA sangat beragam antara lain Narkotika. Narkotika adalah zat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin, amfetamin, dan lain-lain. Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, korosif, dan iritasi. Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan. Informan mengkonsumsi jenis NAPZA lebih dari satu jenis. Informan mengkonsumsi NAPZA jenis Narkotika alami, narkotika sintesis, semi sintesis, psikotropika, dan zat adiktif. Keterpaparan lingkungan pergaulan yang negatif akan mengakibatkan seseorang terjebak pada perilaku yang menyimpang. Informan mengkonsumsi NAPZA disebabkan lingkungan pergaulan, permasalahan keluarga yang dihadapi sehingga mendorong mereka memiliki keinginan untuk mencoba. Berbagai dampak yang dirasakan pengguna sebagai akibat ketergantungan NAPZA. Informan menyatakan bahwa dampak yang mereka rasakan saat ketergantungan NAPZA adalah sakit pada seluruh badan, stamina kurang fit, pola pikir yang tidak sehat, dan tidak memiliki tujuan hidup. Rasa penyesalan yang muncul akibat ketergantungan NAPZA merupakan respon pengguna setelah menyadari dampak yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi NAPZA. Informan menyatakan bahwa mereka menyesal telah mengkonsumsi narkoba. Namun, terdapat juga informan yang mengaku tidak menyesal dengan perilakunya.

Ketersediaan waktu pengguna NAPZA untuk melakukan konseling dan rehabilitasi di rumah sakit yang telah ditentukan menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan dalam mengikuti program tersebut. Informan menyatakan bahwa mereka bersedia meluangkan waktu untuk mengikuti program rehabilitasi. Informasi tersebut juga diperoleh pada saat dilakukan FGD bahwa mereka tersedia waktu untuk mengikuti program rehabilitasi. Kemauan yang kuat dari diri seorang pengguna untuk mengikuti program rehabilitasi merupakan kunci keberhasilan program pemulihan dari ketergantungan NAPZA. Informan menyatakan bahwa mereka mengikuti program rehabilitasi karena keinginan yang kuat dari diri sendiri. Selain keinginan yang kuat dari diri pengguna NAPZA, hal yang tak kalah pentingnya adalah dukungan dari keluarga. Informan menyatakan bahwa keluarga mereka sangat mendukung untuk mengikuti program rehabilitasi. Teman bergaul merupakan keluarga terdekat yang dapat dijadikan sebagai motivasi dalam mencapai keberhasilan termasuk keberhasilan dalam mengikuti program pemulihan dari ketergantungan NAPZA. Informan menyatakan bahwa teman mereka mendukung untuk mengikuti program rehabilitasi.

PEMBAHASAN Informan berpendapat NAPZA adalah narkotika dan obat-obatan serta zat adiktif. Pengguna NAPZA perlu direhabilitasi agar menjadi lebih baik, tidak mengkonsumsi NAPZA, dan menjadi relawan narkoba. Informan pertama kali mengkonsumsi NAPZA pada umur 15 tahun dan mengkonsumsi NAPZA pada saat mengenyam pendidikan SMP. Kemampuan seseorang memberikan pernyataan atas pertanyaan yang diberikan merupakan salah satu tolak ukur tingkat kecerdasan atau intelegensia orang tersebut. Pengetahuan tentang NAPZA bagi sebagian orang masih kurang, namun pada kelompok tertentu hal ini bukan suatu informasi yang sifatnya baru dan tabu. Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa informan mengetahui NAPZA merupakan zat berbahaya bagi kesehatan. Hal ini didukung oleh pernyataan mereka bahwa dampak ketergantungan dan badan menjadi kurang fit bahkan kematian akan dirasakan jika mengkonsumsi NAPZA. Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan emosi yang dimiliki. Hasil penelitian Rilley dan Schutte dalam (Handoko, 2009) menunjukkan bahwa prediktor penting di dalam permasalahan penyalahgunaan NAPZA adalah kecerdasan emosional yang rendah. Penelitian Caruso, Mayer, dan Salovey dalam (Handoko, 2009) juga menunjukkan bahwa

kecerdasan emosional yang rendah berhubungan secara signifikan dengan penyalahgunaan NAPZA, alkohol, serta dapat meningkatkan perilaku menyimpang. Penelitian yang dibuktikan oleh Alcoholics Anonymous dan program pemulihan obat terlarang yang didasarkan pada lebih dari 200 orang pasien pecandu heroin dapat disembuhkan dengan mengajarkan kecerdasan emosional yang mendasar cenderung akan menghilangkan keinginan untuk menggunakan obat terlarang (Goleman, 2007). Mayoritas pecandu Narkoba adalah remaja. Alasan remaja mengkonsumsi narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan, identitas dan kelabilan emosi (Supriatna, 2012). Kelompok remaja merupakan populasi berisiko dalam penyalahgunaan narkoba. Masa remaja seringkali identik dengan masa pencarian jati diri sehingga mendorong remaja berkeinginan untuk mencoba sesuatu yang baru diketahui termasuk mencoba mengkonsumsi NAPZA. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan (Syam, 2007) bahwa rasa ingin tahu bagi kalangan muda tidak hanya sebatas pada hal-hal yang negatif. Akan tetapi rasa ingin tahu terhadap narkotika dan psikotropika ini merupakan salah satu pendorong bagi seseorang untuk melakukan perbuatan yang menyimpang termasuk keingintahuan terhadap NAPZA, yang pada akhirnya sampai menimbulkan ketergantungan. Pada penelitian ini ditemukan bahwa informan pada usia 15 tahun telah mengenal dan mengkonsumsi NAPZA. Solidaritas persahabatan seringkali dijadikan sebagai alasan untuk melakukan hal-hal yang belum pernah dilakukan untuk dilakukan secara bersama. Pada usia ini, kematangan secara psikologi belum stabil, masih sering merasa kurang bermanfaat di lingkungannya dan sangat mudah terprovokasi dari orang lain, hal ini medorong mereka untuk berperilaku menyimpang termasuk mengkonsumsi NAPZA. Hal ini sesuai dengan penelitian (Adisukarto, 2001); (Yurliani, 2007), bahwa 47,7 % korban penyalahgunaan narkoba adalah remaja. Di samping pengetahuan, usia, faktor internal yang mempengaruhi informan dalam mengkonsumsi NAPZA adalah faktor pendidikan. Pendidikan merupakan modal utama yang sangat diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan hidupnya dengan baik. Baik pendidikan formal maupun non formal. Dengan pendidikan, seseorang akan mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mengetahui mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak seharusnya dilakukan. Sehingga dengan pendidikan yang baik seseorang tidak akan terjerumus ke dalam permasalahan penyakit-penyakit masyarakat (Supriatna, 2012). Hal ini menjadi catatan penting

bahwa seyogyanya pihak sekolah secara dini memperkenalkan kepada siswa tentang NAPZA agar menjadi tambahan informasi yang sangat penting bagi siswa bahwa mengkonsumsi NAPZA merupakan perilaku yang membahayakan baik bagi diri siswa, keluarga, dan lingkungan masyarakat. Pada saat pecandu dalam kondisi stres atau apabila menghadapi tekanan baik dari dalam dirinya maupun dari luar maka pada saat itulah sering terjadi relapse, yaitu peristiwa mantan pecandu yang telah beberapa lama tidak memakai NAPZA kembali memakai dan terus mengkonsumsinya. Hasil penelitian Ariskasuci (2008) menunjukkan hasil bahwa seorang mantan pecandu yang kembali ke lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan lingkungan kerja mengalami reaksi dan hambatan dalam berinteraksi yang berasal dari stigma negatif yang ada dalam masyarakat yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya relapse. Menurut Masten dan Coatsworth dalam (Davis, 1999), ada tiga faktor pelindung yang dapat meningkatkan resiliensi pada diri individu, yaitu faktor individual, keluarga, dan masyarakat sekitar. Pertama, faktor individual antara lain nampak dalam kemampuan untuk berkomunikasi, rasa optimis, kemampuan menyelesaikan masalah, dan keyakinan diri. Keinginan untuk sembuh harus bersumber dari dalam diri siswa sendiri tetapi kenyataannya, bagi siswa yang sudah mengalami ketergantungan, lepas dari NAPZA merupakan hal yang sulit karena NAPZA dipandang sebagai keyakinan untuk menyelesaikan masalah. Siswa dengan kemampuan berkomunikasi yang rendah, ketika mengalami masalah mereka cenderung akan menyendiri dan menggunakan NAPZA, mereka kurang mampu mengekspresikan berbagai macam perasaan dan pikiran kepada orang lain. Kedua, berasal dari lingkungan keluarga yang peduli, dalam hal ini hubungan keluarga yang harmonis, saling memberikan dorongan antara anak dengan orangtua atau dengan keluarga besar (extended family). Faktanya, bahwa informan memperoleh dukungan yang besar dari keluarga untuk mengiktui program rehabilitasi. Anggota keluarga harus secara intensif mendampingi dan mendukung informan. Salah satu teknik terapi yang digunakan yakni pendekatan sirkumpleks. Terapi ini berfokus kepada pola-pola dalam keluarga. Asumsi dasar terapi keluarga model sirkumpleks ini ialah, pada saat ini sistem keluarga yang dinamis lebih membantu dalam memperbaiki gejala-gejala perilaku yang negatif. Sehingga, perlunya melakukan perubahan pada pola interaksi keluarga, agar gejala-gejala atau hadirnya masalah lain bisa diminimalkan (Olson, 1999).

Kurangnya dukungan keluarga selama proses rehabilitasi ataupun lingkungan yang merendahkan dan tidak menghargai usaha yang dilakukan mereka untuk sembuh akan menambah stress dan sulit mengendalikan perasaan sehingga membuat individu rentan untuk menggunakan narkoba lagi atau relaps. Sikap keluarga yang selalu mencurigai, memojokkan, mengungkit ungkit masa lalu, serta menjadikan pecandu sebagai “kambing hitam” untuk setiap kejadian yang tidak menyenangkan sering menjadi penyebab terjadinya relaps (Joewana, 2005). Dukungan keluarga terhadap informan dalam bentuk dukungan motivasi, kunjungan, dan materil. Hal ini berdasarkan hasil observasi yang dilakukan bahwa informan pada saat melakukan kunjungan ditemani oleh istri dan keluarga. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Elisa, 2011) keluarga memberikan dukungan instrumental maksimal kepada anggota keluarganya yang penyalahguna NAPZA. Pemberian dukungan instrumental yang maksimal berarti bahwa keluarga menyediakan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan. Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis atau rehabilitasi sosial di pusat rehabilitasi ketergantungan narkotika. Dengan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan/atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial pecandu, dengan tujuan akhir dengan sembuhnya pecandu dari ketergantungan narkotika (Dewi, 2012). Usaha untuk menyembuhkan dari ketergantungan NAPZA saat ini dapat dilakukan dengan rehabilitasi. Tujuan dari program rehabilitasi adalah memotivasi pecandu untuk melakukan perubahan ke arah positif serta menciptakan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk melakukan perubahan (Retnowati, dkk, 2005). Beberapa tahapan dalam masa pemulihan ketergantungan NAPZA antara lain tahap prakontemplasi, kontemplasi, bertindak, pemantapan dan pemeliharaan. Pada tahap prakontemplasi, seorang pecandu akan mengambil keputusan untuk ikut atau tidaknya dalam program rehabilitasi. Hasil interview yang dilakukan diperoleh bahwa informan memiliki alasan untuk mengikuti program rehabilitasi. Informan menyatakan bahwa mereka memutuskan untuk mengikuti program rehabilitasi karena ingin menjadi lebih baik dan berubah, ingin sembuh agar lebih tenang dan sehat, dan alasan bosan hidup dengan narkoba.

KESIMPULAN DAN SARAN Informan berpendapat NAPZA adalah narkotika dan obat-obatan serta zat adiktif. Pengguna NAPZA perlu direhabilitasi agar menjadi lebih baik, tidak mengkonsumsi NAPZA, dan menjadi relawan narkoba. Informan pertama kali mengkonsumsi NAPZA pada umur 15 tahun dan mengkonsumsi NAPZA pada saat mengenyam pendidikan SMP. Informan meluangkan waktu untuk mengikuti program rehabilitasi dan mengikuti program rehabilitasi karena keinginan sendiri. Di samping itu, keluarga, teman sebaya, dan masyarakat sangat mendukung untuk mengikuti program rehabilitasi. Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini, maka disarankan beberapa hal yaitu Pentingnya penyebaran informasi secara kontinyu tentang NAPZA dan dampaknya bagi pecandu NAPZA melalui konseling, penyuluhan, dan media. Meningkatkan rasa percaya diri bagi pecandu agar lebih kuat dalam mengikuti program rehabilitasi melalui konseling oleh tenaga konselor di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA Adisukarto, (2001). Gambaran Social Support pada Pecandu Narkoba. Jurnal Repository USU Anonim. 2012. Jenis Penyalahgunaan NAPZA. http:/www.kaltimprop.co.id, diakses 4 Juni 2012. Ariskasuci. (2008). Gambaran Interaksi Sosial Pecandu NAPZA Pasca Rehabilitasi. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurnal Psikologi Universitas Paramadina. Badan Narkotika Nasional. (2012). Jenis-jenis Narkoba dan Aspek Kesehatan Penyalahgunaan Narkoba. Departemen Sosial RI : Jakarta. Danim, Sudarwan. 2004. Metode Penelitian untuk Ilmu-ilmu Perilaku. Bumi Aksara : Jakarta. Davis, N. J. (1999). Subtance Abuse and Mental Health Services Administration Center for Mental Health Services Division of Program Development, Special Populations & Projects Special Programs Development Branch (301), pp.443-2844. Status of Research and Research-based Programs. http://mentalhealth.samhsa.gov/schoolviolence/ Departemen Kesehatan RI. (2008). Kebijakan dan Rencana Strategi Penanggulangan Penyalahhgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA). Departemen Kesehatan RI : Jakarta. Dewi, (2012). Perlindungan Hukum Terhadap Korban Penyalahguna Narkotika. Jurnal Hukum Universitas Udayana. Elisa. (2011). Dukungan Psikososial Keluarga dalam Penyembuhan Pasien NAPZA di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatra Utara. Jurnal Keperawatan Jiwa USU

Goleman, D. (2007). Emotional Intelligence. Alih Bahasa: T. Hermaya. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta Handoko, I. (2009). Profil Emotional Intelligence pada Pecandu Narkoba Berdasarkan 5 Skala Baron Emotional Quotient Inventory (EQ-i). Tesis (tidak diterbitkan).Jurnal Psikologi Unika Atma Jaya Joewana, (2005). Dukungan Psikososial Keluarga dalam Penyembuhan Pasien NAPZA di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatra Utara. Jurnal Keperawatan Jiwa USU Yurliani (2007). The Providers of Social Support to Dual-Parent Families Caring for Young Children. Australia : Journal of Community Psychology. Olson. (1999). Circumplex model VII : Validation Studies & FACES III. Family process. Jurnal Family Therapy. Retnowati, dkk. (2005). Persepsi Remaja Ketergantungan NAPZA Mengenai Dukungan Keluarga Selama Masa Rehabilitasi. Arkhe Jurnal Ilmiah Psikologi, 10, 2. 76 – 87. Supriatna, Aang. (2012). Upaya Pencegahan dan Penyembuhan Patologi Sosial Penyalahgunaan Narkotika Berbasis Keagamaan. Jurnal Repository Universitas Pendidikan Indonesia. Syam, Safri. (2007). Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika Kajian dari Aspek Kebijakan Kriminal. Jurnal Hukum Universitas Jamb