FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI KECAMATAN

Download Lumpur, menemukan prevalensi anemia 28,3% pada remaja putri. Prevalensi .... (2011). Jurnal Gizi dan Pangan. Faktor Risiko Anemia. Pada. Si...

0 downloads 485 Views 68KB Size
FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI KECAMATAN BONTORAMBA KABUPATEN JENEPONTO

THE ANEMIA RISK FACTORS IN GIRL ADOLESCENTS IN BONTORAMBA SUB-DISTRICT, JENEPONTO REGENCY

1

Arsiyanti, 2Veni Hadju, 3Werna Nontji 1

Dinas Kesehatan Kota Kendari Bagian Gizi Fakultas Keseahatan Masyarakat Universitas Hasanuddin 3 Bagian Keperawatan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin 2

Alamat Koresponden: Arsiyanti Jl. Rappocini Raya, Asrama Pasca UIT Belakang Bank Indo Timur Hp. 085241506887 Email: [email protected]

Abstrak Prevalensi anemia remaja di dunia bervariasi di beberapa negara berkembang berkisar antara 20-70%. Penelitian ini bertujuan mengetahui factor risiko anemia pada remaja putri di Kecamatan Bontoramba, Kabupaten Jeneponto. Jenis penelitian ini adalah cross sectional yang dilakukan pada bulan Oktober – November 2014 di Kecamatan Bontoramba, Kabupaten Jeneponto. Sampel dipilih secara total sebanyak 166 siswi. Data dikumpulkan meliputi pendidikan dan pekerjaan orangtua, status gizi, menstruasi, perilaku konsumsi, pengetahuan dan sikap. Data dianalisis dengan menggunakan univariat, bivariate, dan multivariate. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 166 siswi terdapat 51 siswi (30,7%) mengalami anemia. Selanjutnya, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan orangtua (ayah p= 0,484; ibu p= 0.72) dan pekerjaan orangtua ( ayah p= 0,553; ibu p=0,125); status gizi (IMT/U p= 1,000; Lila p=0,551), menstruasi (siklus menstruasi p=0,932; lama haid p=0,702; jumlah ganti pembalut dan nyeri haid p=1,000); perilaku konsumsi (sumber dan pelancar penyerapan zat besi p=0,102; sumber penghambat zat besi p=0,977); pengetahuan (p=1,000) dan sikap (p=0,634) dengan anemia pada remaja putri. Berdasarkan hasil analisis regresi logistic diketahui bahwa factor yang paling kuat berpengaruh adalah pekerjaan ibu (2,37) dan sumber & pelancar penyerapan zat besi (1,88). Kata kunci: factor risiko anemia, remaja putri.

Abstract The prevalence of anemia in developing countries between 20-70%. This research aimed to investigate the risk factors of anemia in girl adolescents. The research type was cross-sectional and was conducted in Bontoramba SubDistrict, Jeneponto Regency in October 2014. The total samples of 166 were chosen using the total sampling technique. The collected data comprised the parents’ education and occupation, the nutrition status, menstruation, consumption behavior, knowledge and attitudes. The analyses used were the univariate, bivariate and multivariate analyses. The research results revealed that of the 166 female students, 51 students (30.7%), had anemia. However, there was no significant correlation between their parents’ education (father, p=0.484, mother, p=0.72), parents occupation (father p=0.553, mother, p=0.125), nutritional status (BMI/U, p=1.000, lila, p=0.551) menstruation (menstrual cycle, p=0.932, leght of menstruation, p=0.702). number of dressing pads and menstrual pain, p=1.000), consumption behavior (source of iron inhibitors, p=0.102), source of enchanter (p=0.977) knowledge (p=1.000), and attitude (p=0.634) with anemia in girl adolescents. The result of the logistic regression analysis revealed that the strongest influencing factors were the mother’s occupation (2.37) and the source and facilitator of the iron absorption (188). Keywords: risk factors of anemia, girl adolescents

PENDAHULUAN Prevalensi anemia remaja di dunia bervariasi di beberapa negara berkembang berkisar antara 20-70%. Di negara Myanmar prevalensi anemia ditemukan sebanyak 59.1% dengan responden 1.269. Peneliti juga menemukan kasus stunting sebanyak 21.2% dan wasting sebanyak 10.7% (Htet et al., 2012). Studi penelitian yang dilakukan Chang et al (2008), di Kuala Lumpur, menemukan prevalensi anemia 28,3% pada remaja putri. Prevalensi anemia yang tertinggi terdapat pada negara berpenduduk terbanyak di dunia yaitu India dengan 78.75% dengan kasus terbanyak pada remaja putri dengan ibu yang berpendidikan rendah (Premalatha et al., 2012). Hasil survey Riskesdas 2013 memperlihatkan bahwa anemia secara umum di Indonesia masih tinggi sebesar 22.7% pada remaja putri usia 13-18 tahun. Bila dijabarkan berdasarkan tempat tinggal yakni perkotaan sebesar 17.3% dan pedesaan sebesar 18.5% (BPPK, 2013). Faktor yang mempengaruhi anemia pada remaja cukup beragam. Menurut Farida (2006), dalam penelitiannya di Kudus, menemukan kasus anemia sebanyak 36.8% pada sebagian siswi yang mempunyai orang tua dengan tingkat pendapat dan pendidikan rendah. Sedangkan Briawan dkk (2011), melaporkan anemia sedikit lebih banyak pada siswi SMP dan SMK di Bekasi dari 400 subjek sebanyak 38.8% kasus anemia dengan kecenderungan anemia lebih besar pada kelompok usia 13-15 tahun dan remaja putri yang berstatus gizi kurus. Prevalensi anemia remaja di luar daerah Jawa juga mempunyai angka yang cukup tinggi. Lima SMA Negeri di Kota Metro Lampung ditemukan kasus anemia sebanyak 24.1% dengan faktor yang paling berhubungan adalah Indeks Massa Tubuh (IMT), menstruasi (durasi & siklus) dan pengetahuan (Weliyati & Riyanto, 2012). Sedangkan di Kalimantan Barat prevalensi anemia sebanyak 58.7% yang dilakukan di SMK, dimana terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat besi, protein, frekuensi haid, pengetahuan tentang anemia dan gizi, suku bangsa dengan status anemia gizi remaja putri. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan anemia gizi remaja putri adalah asupan zat besi (Satyaningsih, 2007). Menurut Hapsa dan Yunita (2012), di SMA Polewali Mandar menemukan anemia sebanyak 67% dari 111 responden, terdapat hubungan yang cukup kuat antara status gizi dan kejadian anemia. Sedangkan prevalensi anemia di Sulawesi Selatan. Nadjah (2009), melaporkan hasil penelitiannya bahwa prevalensi anemia pada remaja putri di Pesantren Darul Istiqomah

Maccopa Kabupaten Maros ditemukan sebesar 47,62% dengan hasil analisis bahwa hanya vitamin C yang berhubungan dengan kejadian anemia. Dari beberapa data yang ditemukan di atas, remaja putri sangat berisiko tinggi untuk mengalami anemia, sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko anemia pada remaja putri di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan metode survei dengan cross sectional study. Cross sectional study merupakan suatu penelitian yang mempelajari dinamika korelasi antara faktor risiko dengan efek dengan cara pendekatan observasi atau pengambilan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmojo, 2013). Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SLTA di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto yang terdiri dari 4 sekolah yaitu SMAN 1 Bontoramba sebanyak 141 siswi, SMAS PGRI Bontoramba sebanyak 30 siswi, SMKN 6 Jeneponto sebanyak 16 siswi, SMKS PGRI Tut Wuri Handayani Bontoramba sebanyak 38 siswi

dengan jumlah siswi secara

keseluruhan 225 orang. Adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Total Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 225 responden. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data primer yaitu data yang berasal dari jawaban responden dan pemeriksaan antropometri dan pemeriksaan biomarker. Data sekunder yaitu data siswi, profil 4 SLTA di Kec. Bontoramba Kab. Jeneponto serta profil Kec. Bontoramba Kab. Jeneponto. Analisis Data Data yang telah dikumpulkan lalu dianalisa menggunakan uji statistic SPSS (Statistical Package and Social Siences) versi 19.

HASIL Tabel 1 menunjukkan Karakteristik orang tua responden bahwa suku, pendidikan, dan pekerjaan orang tua yang paling banyak yaitu Suku Makassar 156 orang (94,0%), pendidikan

ayah tamat SD/MI 49 orang (29,5%) dan Pendidikan ibu tamat SD/MI 50 orang (30,1%), Pekerjaan ayah Petani 127 orang (76,5%) dan Pekerjaan ibu IRT 129 orang (77,7%). Tabel 2 Menunjukkan bahwa bahan makanan sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat besi yang paling sering dikonsumsi adalah nasi 166 responden (100%), ikan 159 responden (95,8%) dan telur 134 responden (80,7%). Bahan makanan yang paling jarang di konsumsi adalah hati sapi 166 responden (100%), daging sapi 163 responden (98,2%) dan kerang responden (97,6%). Berdasarkan table 3 terlihat bahwa hasil analisis tabulasi silang antara pekerjaan ibu dengan anemia didapatkan bahwa pekerjaan ibu dengan risiko rendah pada remaja yang mengalami anemia sebesar 51 (31,3%), dan tidak ada pekerjaan ibu dengan risiko tinggi. Sedangkan pekerjaan ibu dengan risiko rendah lebih besar dari pada pekerjaan ibu dengan risiko tinggi yang tidak mengalami anemia, masing-masing proporsi 113 (68,9%) dan 2 (100%). Hasil uji statistic diperoleh nilai p = 0,125 pada α = 0,05, karena nilai p (0,125) > 0,05 yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan kejadian anemia. Nilai Odds Ratio menunjukkan bahwa pekerjaan ibu dengan risiko tinggi merupakan faktor resiko 2,301 kali (0,889-5,978) untuk mengalami anemia jika dibandingkan pekerjaan ibu dengan risiko rendah. Berdasarkan table 4 terlihat bahwa hasil analisis tabulasi silang antara sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat besi dengan anemia di kategorikan menjadi dua yaitu risiko rendah bagi responden yang sering mengkonsumsi sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat besi, dan risiko tinggi bagi responden yang tidak atau jarang mengkonsumsi sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat besi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang mengkonsumsi sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat besi dengan risiko tinggi yang mengalami anemia sebesar 29 (37,7%) dan 22 (24,7%) responden yang mengkonsumsi sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat besi dengan risiko rendah yang mengalami anemia. Sedangkan responden yang mengkonsumsi sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat besi dengan risiko rendah lebih besar dari pada responden yang mengkonsumsi sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat besi dengan risiko tinggi yang tidak mengalami anemia, masing-masing proporsi 67 (75,3%) dan 48 (62,3%).

Hasil uji statistic diperoleh nilai p = 0,102 pada α = 0,05, karena nilai p (0,102) > 0,05 yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat besi dengan kejadian anemia. Nilai Odds Ratio menunjukkan bahwa konsumsi sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat besi dengan risiko tinggi merupakan faktor risiko 0,543 kali (0,279-1059) untuk mengalami anemia jika dibandingkan mengkonsumsi sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat besi dengan risiko rendah. Berdasarkan Tabel 5 didapatkan model akhir persamaan regresi logistik untuk menentukan faktor yang paling mempengaruhi kejadian anemia. Hasil dari regresi logistik tidak bisa langsung diinterpretasikan dari nilai koefisiennya seperti pada regresi linier. Interpretasi dapat dilakukan dengan melihat nilai dari exp (B) (nilai estimasi odds ratio) atau nilai eksponen dari koefisien persamaan regresi yang terbentuk. Secara keseluruhan model ini dapat memprediksi besar/kecilnya, tinggi/rendahnya pengaruh faktor yang ada dalam hubungannya dengan kejadian anemia hasil akhirnya sebesar 70.5%. Dari beberapa tahapan yang dilalui dalam model backward yang mengeluarkan satu-persatu variabel yang dinilai kurang memberi pengaruh mulai dari pengaruh terkecil. Jadi dari hasil regresi logistik tersebut di atas yang diperoleh dari tahapan terakhir (step 1) dapat disimpulkan bahwa variabel yang sangat berpengaruh dalam kejadian anemia adalah pendidikan ibu yaitu sebesar 2.585 kali, variabel pekerjaan ibu sebesar 2.462 kali, dan variabel sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat besi sebesar 1.962 kali.

PEMBAHASAN Pada penelitian ini terlihat bahwa Pekerjaan ibu dan konsumsi sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat besi adalah faktor yang dimasukkan ke dalam uji regresi logistik. Hasil uji regresi didapatkan hasil bahwa pendidikan & pekerjaan ibu sebesar 2,585 kali & 2,462 kali serta konsumsi sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat sebesar 1,962 kali. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan & pekerjaan ibu dan konsumsi sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat berpengaruh terhadap kejadian anemia pada remaja putri. Pendidikan ibu berperan di dalam membangun kesehatan keluarga. ibu yang mempunyai pendidikan baik akan lebih mudah dalam menerima informasi kesehatan, baik dalam pangan maupun dalam hal pengasuhan anak. Pendidikan ibu merupaka modal utama dalam menunjan perekonomian keluarga, juga berperan dalam menyusun makanan keluarga, serta pengasuhan

dan perawatan anak. Semakin tinggi pendidikan formal di harapkan semakin baik pula informasi kesehatannya,

termasuk

informasi

kesehatan

mengenai

kebutuhan

gizi

keluarga

(Gunatmaningsih, 2007). Pekerjaan ibu merupakan tambahan pendapatan keluarga yang dapat membantu dalam perekonomian keluarga. Bantuan pendapat tersebut dapat mempengaruhi konsumsi pangan di dalam keluarga. Perubahan pendapat keluarga secara langsung dapat mempengaruhi konsumsi pangan keluarga. makanan yang berkualitas dan berkuantitas baik akan lebih mudah terbeli, sehingga kebutuhan tubuh akan zat besi dapat terpenuhi. Ekonomi keluarga merupakan faktor dasar yang dapat mempengaruhi segala aspek kehidupan. Makin tinggi tingkat ekonomi suatu keluarga terkait dengan daya beli keluarga. Tidak hanya daya beli dalam konsumsi pangan tetapi juga terhadap pelayanan kesehatan. Konsumsi sumber zat besi dan pelancar penyerapan zat besi merupakan salah satu yang paling besar pengaruhnya terhadap kejadian anemia pada remaja putri. Zat besi merupakan salah satu zat penting di dalam tubuh yang diperlukan untuk pembentukan pembentukan darah. Zat besi baik berupa zat besi heme dan non heme akan lebih mudah diserap apabila mengandung vitamin C. Apabila kurang mengkonsumsi zat besi dapat menyebabkan menurunnya kadar Hb di dalam tubuh. Dari uji statistic chi square ditemukan faktor pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, status gizi, menstruasi, perilaku konsumsi, pengetahuan dan sikap tidak ada yang mempunyai hubungan yang bermakna. Hal ini dapat memberikan informasi bahwa ada faktor lain yang tidak diteliti yang mungkin paling berpengaruh terhadap anemia pada remaja putri di Kec. Bontoramba Kab. Jeneponto. Faktor lain tersebut adalah infeksi parasit. Infeksi parasit yang menyebabkan anemia gizi merupakan masalah yang saling terkait dan dijumpai bersamaan dalam suatu masyarakat. Rendahnya sosial ekonomi masyarakat dan sanitasi lingkungan yang kurang memadai dan memudahkan terjadinya penyakit. Penyakit infeksi oleh cacing menimbulkan perdarahan menahun yang dapat menghabiskan cadangan zat besi dan menyebabkan timbulnya anemia (Rasmaliah, 2004). Stephenson mengatakan bahwa remaja dan dewasa lebih mudah terinfeksi dibandingkan anak-anak (Syafri, 2013).

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan maka disimpulkan bahwa Faktor risiko pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, status gizi, perilaku konsumsi, menstruasi, pengetahuan dan sikap tidak memberikan hubungan yang bermakna, Setelah dilakukan untuk uji statistik regresi logistik didapatkan hasil bahwa, pekerjaan ibu dan konsumsi sumber pelancar penyerapan zat besi merupakan faktor paling berpengaruh terhadap anemia pada remaja putri. Kepada peneliti selanjutnya, agar dilakukan penelitian secara mendalam tentang kecacingan terhadap anemia remaja putri khusunya di Kec. Bontoramba Kab. Jeneponto.

DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Briawan, D., Arumsari, E., & Pusporini. (2011). Jurnal Gizi dan Pangan. Faktor Risiko Anemia Pada Siswi Program Supementasi. (Online), Vol.6, No.1. (http://journal.ipb.ac.id/index.php/ jgizipangan/issue/ view/687, diakses 1 Mei 2014). Chang, MC., Poh, BK., June, J., Jefrydin, N., & Das, S. (2008). Archives of Medical Science. A Study of Prevalence of Anaemia in Adolescent Girls and Reproductive-Age Women in Kuala Lumpur. (Online), Vol.5, No.1, (http://www.termedia.pl/A-study-of-preva lence-of-anaemia-in-adolescent-girls-an,d-reproductive-age-wo men-in-KualaLumpur,19,12 300,1,1.html, diakses 24 Mei 2014). Farida, I. (2006). Determinan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus Tahun 2006. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro : Semarang Gunatmaningsih, D. (2007). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes. Skripsi. Semarang. FIK-JIKM UNS Hapsah & Yunita, R. (2012). Jurnal Ilmiah Gizi dan Pangan, Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Status Gizi Terhadap Kejadian Anemia Remaja Putri Pada Siswi Kelas III di SMAN 1 Tinambung Kabupaten Polewali Mandar. (Online), Vol. XIII, No.1, (http:// jurnal mediagizipangan.files.wordpress.com/2012/07/hubungan-tingkat-pengetahuandan-status-gizi-terhadap-kejadian-anemia-remaja-putri.pdf, di akses 24 Mei 2014). Htet, MK., Dillon, D., Akib, A., Utomo, B., Fahmida, U., & Thurnham, DI. (2012). Microcytic Anaemia Predominates in Adolescent School Girls in The Delta Region of Myanmar. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, (Online), Vol.21, No.3, (https://www.Clinical key.com, diakses 28 Mei 2014). Najdah. (2009). Pola Konsumsi dan Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri Di Pesentren Darul Istiqomah Maccopa Kabupaten Maros. Tesis. Makassar : Program Pasca Sarjana Unhas : Notoatmodjo, S. (2013). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Premalatha, T., Valarmathi, S., Parameshwari, S., Jasmine, S.S., Kalpana, S., (2012). Prevalence of Anemia and its Associated Factors among Adolesent School Girls In Chennai, Tammil Nadu, India. Epidemiology Open Access. (Online), Vol.2 No.2, (http://dx.doi.org.10.4172/2161-1165.1000.118, diakses 4 Juni 2014). Rasmaliah. (2004). Anemia Kurang Besi Dalam Hubungannya Dengan Infeksi Caccingan Pada Ibu Hamil. Sumatera Utara : FKM USU. Satyaningsih, E. (2007). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan: Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri SMK Amaliyah Sekadau Kalimantan Barat. Universitas Indonesia, Jakarta. (Online). (http://grey.litbang.depkes.go.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jkpkbppk-gdlres-2009-elsasatyan-3292, diakses 24 Mei 2014). Syafri, M. (2013). Analisis Hubungan Faktor Keluarga & Anak Dengan Kejadian Anemia Pada Anak Sekolah Dasar Inpres Cilallang Kota Makassar Tahun 2013. Tesis. Pasca Sarjana Unhas : Makassar.

Weliyati & Riyanto. (2012). Jurnal Kesehatan Metro Sai Sai Wawai, Faktor Terjadinya Anemia pada Remaja Putri di SMA Negeri Kota Metro. (Online), Vol.V, No.2, (http://weliyati.cv.fiznet.co.id/?p=76, diakses 1 Mei 2014).

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Orang Tua Responden Karakteristik Orang Tua Responden

Bapak

Ibu

n

%

n

%

Tidak pernah sekolah

14

8,4

9

5,4

Tidak tamat SD/MI

47

28,3

48

28,9

Tamat SD/MI

49

29,5

50

30,1

Tamat SMP

23

13,9

29

17,5

Tamat SMA

22

13,3

24

14,5

Diploma

0

0,0

0

0,0

Universitas

4

2,4

1

0,6

Tidak Tahu

7

4,2

5

3,0

127

76,5

25

15,1

Petani Pengarap

7

4,2

3

1,8

Pedagang

2

1,2

2

1,2

Buruh harian

5

3,0

1

0,6

Pegawai negeri

3

1,8

1

0,6

Pegawai swasta

1

0,6

1

0,6

Tukang becak

2

1,2

0

0,0

Sopir

8

4,8

0

0,0

Nelayan

1

0,6

0

0,0

Wiraswasta

7

4,2

0

0,0

IRT

0

0,0

129

77,7

Lainnya

0

0,0

1

0,6

Tidak bekerja

3

1,8

3

1,8

Pendidikan Orang tua

Pekerjaan Petani

Sumber : data primer

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Makanan Responden Berdasarkan Sumber dan Pelancar Penyerapan Zat Besi Sumber Zat besi & Pelancar Penyerapan Zat Besi

Sering

Jarang

Total

N

%

n

%

N

%

Nasi putih

166

100

0

0

166

100

Sagu

6

3,6

160

96,4

166

100

Ikan

159

95,8

7

4,2

166

100

Telur (ayam, burung, itik)

134

80,7

32

19,3

166

100

Kepiting

8

4,8

158

95,2

166

100

Udang

26

15,7

140

84,3

166

100

Hati sapi

0

0

166

100

166

100

Daging sapi

3

1,8

163

98,2

166

100

Daging kuda

5

3

161

97

166

100

Ayam

31

18,7

135

81,3

166

100

Kerang

4

2,4

162

97,6

166

100

Tempe

111

66,9

55

33,1

166

100

Tahu

110

66,3

56

33,7

166

100

Kacang ijo

73

44

93

56

166

100

Kacang tanah

48

28,9

118

71,1

166

100

Kacang merah

45

27,1

121

72,9

166

100

Kacang panjang

85

51,2

81

48,8

166

100

Buncis

31

18,7

135

81,3

166

100

Daun kelor

112

67,5

54

32,5

166

100

Sawi

62

37,3

104

62,7

166

100

Kol

79

47,5

87

52,5

166

100

Labu

35

21,1

131

78,9

166

100

Wortel

51

30,7

115

69,3

166

100

Pisang

120

72,3

46

27,7

166

100

Pepaya

67

40,4

99

59,6

166

100

Jeruk

57

34,3

109

65,7

166

100

Lainnya

35

21,1

131

78,9

166

100

Sumber : data primer

Tabel 3. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Anemia Anemia Pekerjaan Ibu

Ya

Jumlah

Tidak

P OR (95% CI)

n

%

n

%

N

%

Risiko Tinggi

6

18,2

27

81,8

33

100

0,125

Risiko Rendah

45

33,8

88

66,2

133

100

2,301

51

30,7

115

69,3

166

100

0,8895,978

Jumlah Sumber : data primer

Tabel 4. Hubungan Konsumsi Bahan Makanan Sumber Zat Besi dan Pelancar Penyerapan Zat Besi dengan Anemia Anemia Sumber Zat Besi dan Pelancar Penyerapan Zat Besi

p

Jumlah

Ya

Tidak

OR (95%

n

%

n

%

n

%

Risiko Tinggi

29

37,7

48

62,3

77

100

Risiko Rendah

22

24,7

67

75,3

89

100

Jumlah Sumber : data primer

51

30,7

115

69,3

166

100

CI) 0,102 0,543 (0,2791,059)

Tabel 5. Hasil Analisis Uji Regresi Logistik Prevalensi Anemia Variabel Step 1

Pendidikan Ibu Pekerjaan Ibu Sumber Zat Besi dan Penyerapan Zat Besi

Constant Overall Percentage Sumber : data primer

B

Nilai p

Exp(B)

0.950 0.901 0.674

0.037 0.072 0.054

2.585 2.462 1.962

-0.471 70.5