GALAKSI DAN INDIKATOR-INDIKATOR TERJADINYA INTERAKSI

Download TERJADINYA INTERAKSI GALAKSI. II.1 Pendahuluan Galaksi. Langit malam yang penuh bintang merupakan sebuah pemandangan indah nan menakjubkan...

0 downloads 500 Views 1MB Size
Bab II

GALAKSI DAN INDIKATOR-INDIKATOR TERJADINYA INTERAKSI GALAKSI

II.1

Pendahuluan Galaksi Langit malam yang penuh bintang merupakan sebuah pemandangan indah

nan menakjubkan. Begitu banyaknya bintang membuat kita bertanya-tanya bagaimana sebenarnya alam semesta kita. Apakah bintang-bintang itu merupakan obyek-obyek tunggal yang tak saling terikat satu sama lain ataukah merupakan komponen-komponen kecil yang menyusun sebuah sistem yang lebih besar. Pertanyaan-pertanyaan

mendasar,

namun

menggelitik,

seperti

itu

membangkitkan motivasi umat manusia untuk mencari jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dilakukanlah penelitian mengenai alam semesta kita. Pada awalnya sedikit sekali informasi yang dapat dikumpulkan. Namun seiring perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi juga semakin berkembang, semakin modern pula instrumen yang mampu dibuat manusia. Dengan berbekal instrumen dan teknologi yang semakin modern, semakin banyak pula informasi yang bisa digali dari alam semesta yang amat sangat besar ini. Dengan dilakukan penelitian dan pengamatan terhadap bintang-bintang, ternyata disimpulkan bahwa bintang-bintang bukan merupakan obyek yang berdiri sendiri. Bintang-bintang merupakan komponen kecil yang menyusun sistem yang lebih besar, yakni sistem yang dinamakan galaksi. Galaksi merupakan sebuah sistem yang sangat besar bila dibandingkan dengan bintang. Sebuah galaksi dapat tersusun dari milyaran jumlah bintang. Sebagai contoh galaksi Bimasakti kita tersusun tak kurang dari 200 milyar bintang yang terdistribusi di bagian bulge, piringan (dan lengan spiral), dan bagian halo galaksi. Komponen-komponen galaksi seperti ini (bulge, disk, dan halo) merupakan karakteristik dari galaksi

5

spiral (akan dibahas lebih mendalam pada sub-bab II.2 mengenai klasifikasi galaksi). Selain bintang, galaksi juga tersusun dari materi lain seperti gas dan debu serta materi yang tak terlihat yang dinamakan dark matter (nantinya komponenkomponen apa saja yang menyusun suatu galaksi akan dibahas lebih lanjut dalam sub-bab II.2 mengenai klasifikasi galaksi). Milyaran galaksi yang ada di alam semesta cukup merepresentasikan besar dan luasnya alam semesta, dimana galaksi juga nantinya akan bergabung satu sama lain membentuk grup ataupun gugus galaksi. Jadi secara sederhana dapat disimpulkan bahwa galaksi didefinisikan sebagai kumpulan dari materi tampak (bintang dan materi antar bintang) dan materi tak tampak (dark matter) yang saling berinteraksi secara gravitasional dan membentuk sebuah sistem yang berada dalam keadaan setimbang (tervirialisasi). Galaksi-galaksi dipercaya terbentuk pada waktu yang hampir bersamaan, sekitar 13 milyar tahun yang lalu. Teori klasik pembentukan galaksi adalah dari awan gas yang ukurannya sangat besar, jauh lebih besar dari galaksi yang terbentuk olehnya. Awan tersebut nantinya akan kolaps karena pengaruh tarikan gravitasi dari dalam awan itu sendiri yang lebih dominan dibanding tekanan dalam awan. Bila awan tersebut berotasi dengan lambat, maka awan yang kolaps akan membentuk bintang-bintang sebelum awan menjadi pipih seperti piringan. Galaksi yang dihasilkan adalah galaksi elips. Namun bila awan gas berotasi dengan cepat, awan gas yang kolaps akan membentuk piringan sebelum bintangbintang lain terbentuk. Hasilnya adalah galaksi spiral. Teori lain adalah adanya awan gas yang sangat besar (lebih besar dari teori yang pertama) dimana awan gas raksasa tersebut terfragmentasi menjadi awan-awan gas yang lebih kecil. Awan-awan gas yang lebih kecil inilah yang akan membentuk galaksi-galaksi seperti yang ada pada saat ini. Teori ini sekaligus juga menjelaskan bagaimana gugus galaksi terbentuk. Namun teori ini tak cukup kuat karena model galaksi semacam ini memerlukan waktu yang sangat panjang sehingga bila teori ini memang benar adanya, maka sampai saat ini seharusnya pembentukan galaksi masih terjadi. Namun kenyataanya sampai saat ini pembentukan galaksi tidak teramati. Sedangkan satu lagi teori yang berkembang mengenai pembentukan galaksi adalah bergabungnya komponen-komponen yang lebih kecil (obyek-

6

obyek seperti gugus bola dengan massa hingga jutaan massa Matahari). Saat alam semesta masih cukup muda, obyek-obyek seperti ini sangat mungkin kolaps dan membentuk sebuah galaksi. Nantinya galaksi-galaksi juga akan berkumpul membentuk gugus galaksi dan gugus-gugus galaksi akan berkumpul membentuk super gugus galaksi. Model ini mengharuskan akan lebih banyak ditemukan galaksi yang kecil dibandingkan dengan galaksi yang besar. Fakta seperti ini memang ditemukan dalam pengamatan galaksi. Di samping itu, dengan teori seperti ini, gugus galaksi dan super gugus galaksi juga seharusnya masih terus terbentuk, dan sekali lagi hal ini terbukti secara pengamatan.

II.2

Klasifikasi Morfologi Galaksi Bila kita meninjau galaksi secara umum sebagai sebuah obyek tunggal,

maka kita dapat membuat klasifikasi mengenai morfologi galaksi. Adapun dasar dari klasifikasi morfologi galaksi adalah pengamatan fotografi. Dengan kata lain pengelompokkan dilakukan dengan metode pengamatan (secara fotografi) berdasarkan kemiripan bangun galaksi saat galaksi tersebut diamati. Pengelompokkan galaksi pada awalnya dilakukan oleh Edwin J. Hubble. Sistem klasifikasi Hubble dinamakan diagram garpu tala Hubble (ditunjukkan oleh gambar II.1). Hubble mengklasifikasikan galaksi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu galaksi elips, galaksi spiral, dan galaksi lenticular (S0). Skema klasifikasi Hubble ini pertama kali diterbitkan dalam buku The Realm of the Nebulae pada tahun 1936 yang merupakan sistem klasifikasi galaksi pertama dari sistem klasifikasi galaksi yang ada saat ini. Sistem klasifikasi Hubble yang membagi galaksi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu elips, spiral, dan lenticular, semata-mata sesuai dengan kenampakan galaksi. Galaksi elips memiliki kenampakan menyerupai bentuk elips atau bulat bola (bulat adalah elips dengan nilai eksentrisitas 1). Galaksi spiral memiliki kenampakan bulge di bagian pusat galaksi dengan adanya piringan yang di dalamnya terdapat lengan spiral. Sedangkan galaksi lenticular yang berbentuk melensa dan memiliki kenampakan seperti galaksi spiral, yaitu memiliki bulge di pusatnya dan piringan di bagian

7

tepinya. Namun galaksi jenis ini tak memiliki lengan spiral seperti halnya galaksi spiral.

Gambar II.1 Diagram garpu tala Hubble – Binney, Merrifield, 1998.

Diagram garpu tala Hubble pada gambar di atas dimulai dari galaksi bulat sampai dengan galaksi yang pipih. Galaksi-galaksi bulat mengawali diagram garpu tala Hubble diikuti dengan galaksi-galaksi yang lebih pipih. Galaksi-galaksi dengan kenampakan seperti ini dilambangkan dengan simbol En, dimana E melambangkan elips dan n melambangkan rasio sumbu tampak (b/a) yang didapat dari formula n = 10[1 − (b / a )] . Simbol n dimulai dari 0-7, dimana galaksi yang lebih bulat akan memiliki nilai n yang lebih kecil. Setelah sampai pada E7, diagram garpu tala Hubble mengalami percabangan menjadi dua cabang, yaitu galaksi dengan bar dan tanpa bar. Simbol ’B’ pada misalnya Sba dan SBb, menunjukkan bahwa galaksi tersebut memiliki bar. Bila pada bagian kiri diagram garpu tala Hubble menunjukkan galaksi elips, maka pada bagian kanan (paling kanan) diagram garpu tala Hubble menunjukkan jenis-jenis galaksi spiral yang dibentuk dari sebuah bulge dan juga piringan galaksi dimana di dalamnya terdapat lengan spiral galaksi. Sedangkan bagian tengah diagram garpu tala Hubble diisi oleh galaksi-galaksi lenticular yang dipercaya merupakan bentuk peralihan dari galaksi elips menjadi galaksi spiral. Namun diagram garpu tala Hubble ternyata memiliki kelemahan sejalan dengan berkembangnya pengamatan galaksi. Pengamatan terhadap galaksi

8

menemukan galaksi jenis baru yang tidak temasuk ke dalam kelas galaksi manapun dalam diagram garpu tala Hubble. Galaksi-galaksi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kelas galaksi yang baru, yaitu galaksi irregular. Galaksi irregular memiliki kenampakan yang berbeda dengan galaksi-galaksi yang berada pada tiga kelas sebelumnya. Galaksi irregular memiliki bentuk tak beraturan. Karena diagram garpu tala Hubble belum mengakomodasi galaksi-galaksi irregular, maka dibuatlah sistem klasifikasi yang merupakan penyempurnaan dari diagram garpu tala Hubble seperti yang ditunjukkan oleh gambar II.2 di bawah ini:

Gambar II.2 Modifikasi dari diagram garpu tala Hubble – Sparke & Gallagher, 2000.

Hasil modifikasi dari diagram garpu tala Hubble menjadi jauh lebih lengkap dibanding diagram garpu tala Hubble versi awal. Skema Hubble yang baru selain telah mengakomodasi galaksi-galaksi irregular, juga telah mencakup galaksi-galaksi katai (yang dilambangkan dengan simbol d), yaitu dE (dwarf elliptical), dSph (dwarf spheroidals), dan dIrr (dwarf irregular). Selain itu juga ada galaksi-galaksi seperti Sd, SBd, Sm, dan SBm yang merupakan perpanjangan dari diagram garpu tala Hubble untuk galaksi-galaksi spiral serta ada juga tipe galaksi cD yang merupakan jenis galaksi elips yang memiliki ukuran yang sangat besar.

9

Selain galaksi irregular yang merupakan galaksi-galaksi yang tidak beraturan bentuknya, terdapat pula jenis galaksi lain yang disebut dengan jenis galaksi peculiar. Secara harafiah, peculiar berarti aneh. Berbeda dengan galaksi irregular, galaksi peculiar memiliki bentuk yang beraturan, namun di balik keteraturannya itu, tersimpan sebuah bentuk galaksi yang tidak biasa, dalam hal ini tak dapat dikatakan sebagai galaksi elips ataupun spiral. Ditemukannya galaksi peculiar membangkitkan rasa ingin tahu para astronom tentang bagaimana galaksi yang aneh seperti itu dapat terbetuk. Jenis galaksi seperti itu tak masuk ke dalam diagram garpu tala Hubble, baik versi awal maupun versi yang telah dimodifikasi. Berikut ini akan dibahas secara lebih mendalam mengenai jenis-jenis galaksi yang dikenal hingga saat ini.

II.2.1 Galaksi Elips Galaksi elips memiliki kenampakan yang cukup sederhana. Di balik kesederhanaan bentuknya, galaksi elips memiliki massa yang relatif besar dibanding galaksi-galaksi jenis lain. Yang disebut dengan galaksi elips adalah galaksi yang berbentuk menyerupai bulat sempurna ataupun galaksi yang memiliki kepepatan (keelipsan) tertentu. Secara umum struktur dari galaksi jenis ini hanya terdiri dari pusat galaksi dan selubung pipih. Simbol dari sebuah galaksi elips adalah E dengan diikuti angka yang menunjukkan tingkat keelipsan galaksi tersebut, misal E0, E1, E2, dst. Semakin besar angka di belakang simbol E, akan semakin elips juga bentuk galaksi tersebut. Keelipsan sebuah galaksi elips (besarnya angka di belakang simbol E), ditentukan oleh perbandingan sumbu pendek dan sumbu panjangnya (rasio b/a). Penentuan keelipsan sebuah galaksi elips didefinisikan sebagai berikut:

n = 10[1 − (b / a )] .

(II.1)

Galaksi elips memiliki beberapa ciri khas, antara lain miskin akan gas dingin dan materi antar bintang yang merupakan bahan bakar pembentuk bintang baru. Karena gas dingin merupakan bahan bakar pembentuk bintang, maka galaksi elips memiliki jumlah bintang biru berusia muda yang sangat sedikit. Galaksi

10

elips didominasi oleh bintang-bintang tua dengan tingkat evolusi lanjut kelas raksasa merah dan bintang-bintang yang berada pada asymptotic giant branch (AGB). Hal ini menyebabkan galaksi elips umumnya berwarna merah. Gerak dominan dari bintang-bintang pada galaksi elips adalah gerak random (gerak acak) terhadap pusat galaksi. Namun demikian, bintang-bintang pada galaksi elips tetap menunjukkan gerak rotasi. Hanya saja gerak rotasi ini kalah dominan dibanding gerak acaknya. Gerak acak ini sendiri merupakan hasil dari energi kinetik galaksi yang menahannya dari keruntuhan. Galaksi elips dengan luminositas yang lebih besar akan memiliki dispersi kecepatan yang lebih besar pula. Berdasarkan kecerlangannya, galaksi elips dibagi ke dalam tiga kelompok besar. Kelompok pertama adalah galaksi elips raksasa yang terang dengan luminositas L ≥ L∗ , dimana L* ≈ 2 × 1010 LΘ , yang sebanding dengan magnitudo mutlak pada cahaya biru sebesar M B ≈ −20 . Kelompok kedua adalah galaksi elips dengan ukuran menengah/sedang yang memiliki luminositas L* ≈ 3 × 10 9 LΘ yang sebanding dengan M B ≈ −18 . Kelompok ketiga adalah galaksi elips kerdil (dwarf elliptical) yang memiliki luminositas L* < 3 × 109 LΘ . Luminositas galaksi elips berkaitan dengan profil inti galaksi, dimana makin terang suatu galaksi maka cahaya di inti galaksi akan semakin lemah, namun ukuran inti galaksinya akan semakin besar. Untuk galaksi elips, tipe galaksi paling terang adalah tipe galaksi cD (gambar II.3) yang memiliki luminositas L ≥ L∗ . Di antara semua jenis galaksi, galaksi jenis ini memiliki kandungan bintang yang paling besar. Galaksi ini ratarata memiliki diameter sampai tiga milyar tahun cahaya. Karena ukurannya yang sangat besar untuk ukuran galaksi pada umumnya, banyak dikemukakan teori bahwa galaksi jenis ini adalah hasil penggabungan dari beberapa galaksi.

11

Gambar II.3 Galaksi cD NGC 1399 pada Fornax Cluster – atunivers.free.fr.

Sedangkan galaksi elips berukuran menengah memiliki ukuran dan tingkat kecerlangan di bawah galaksi-galaksi cD. Galaksi elips berukuran menengah, baik ukuran maupun kecerlangannya, berada di antara galaksi elips raksasa yang terang dan dwarf elliptical. Untuk dwarf elliptical sendiri, kelompok ini dibagi menjadi dua grup, yaitu: 1) Galaksi elips yang kompak dengan salah satu ciri khasnya adalah rotasinya yang cukup cepat. Contoh dari galaksi galaksi elips yang kompak adalah galaksi M32 (gambar II.4).

Gambar II.4 Galaksi M32 – www.obspm.fr.

12

2) Galaksi elips yang kurang kompak, meliputi dwarf elliptical (dE) dan dwarf spheroidal (dSph). Kedua jenis galaksi ini tak memiliki gerak rotasi yang cukup signifikan. Dwarf elliptical galaxy memiliki luminositas yang lebih tinggi dibandingkan dwarf spheroidal galaxy dimana dwarf spheroidal galaxy memiliki luminositas sekitar L* ≤ 3 × 10 7 LΘ yang sebanding dengan M V ≥ −14 . Karena hal inilah galaksi jenis ini sulit diamati secara fotografi. Selain itu, dwarf spheroidal galaxy juga memiliki usia yang lebih tua dibandingkan dwarf elliptical galaxy. Untuk dwarf spheroidal galaxy, usia bintang tidaklah seragam dimana bintang-bintang paling muda di galaksi ini berusia sekitar lima giga tahun. Sedangkan dwarf elliptical galaxy usia bintang-bintang penyusunnya relatif seragam (terbagi ke dalam dua atau tiga kelompok besar). Contoh image dwarf elliptical galaxy ditunjukkan oleh gambar II.5 di bawah ini:

Gambar II.5 Dwarf elliptical galaxy NGC 147 – hubble.heim.at. Penampakkan galaksi elips sangat bergantung pada arah mana kita mengamati. Hal ini dikarenakan penampakan yang terlihat merupakan proyeksinya di langit, bukan bentuk tiga dimensinya. Keelipsan galaksi eliptik ε didefinisikan sebagai ε = 1 − b / a , dengan a sebagai setengah sumbu mayor dan b sebagai setengah sumbu minor. Apabila galaksi terlihat memiliki sumbu simetris, kita akan melihat galaksi elips berbentuk bundar. Akan tetapi karena galaksi

13

teramati dalam orientasi yang acak, kita perlu menggunakan distribusi bentuk yang tampak untuk menyimpulkan bentuk tiga dimensi galaksi yang sebenarnya. Secara umum proyeksi penampakan galaksi elips di langit berbentuk oblate dan triaxial. Bentuk oblate berarti galaksi memiliki dua buah sumbu yang sama panjang dan satu sumbu lain memiliki panjang yang berbeda. Sedangkan bentuk triaxial berarti ketiga sumbunya memiliki panjang yang berbeda. Kerapatan bintang galaksi elips berbentuk oblate pada sistem koordinat kartesian dirumuskan sebagai berikut:

ρ (x) = ρ (m 2 ) , dimana m 2 =

x2 + y2 z 2 + 2 dan A ≥ B > 0 . A2 B

(II.2)

Sedangkan pada galaksi elips berbentuk triaxial, kerapatan bintang-bintangnya dirumuskan dengan:

ρ (x) = ρ (m 2 ) , dimana m 2 =

x2 y 2 z 2 dan A ≠ B ≠ C . + + A2 B 2 C 2

(II.3)

Galaksi elips yang lebih terang kemungkinan berbentuk triaxial, berotasi dengan lambat, dan merupakan sumber X-Ray yang kuat. Sementara galaksi elips yang kurang terang kemungkinan berbentuk oblate (gambar II.6) dan berotasi dengan relatif cepat, dan memiliki gumpalan bintang yang padat di pusatnya.

Gambar II.6 Sudut pengamatan galaksi elips berbentuk oblate pada bidang X-Z – Sparke & Gallagher, 2000.

14

II.2.2 Galaksi Spiral dan Lenticular (S0) Galaksi spiral dan lenticular (S0) adalah tipe galaksi disk. Bentuk dari sebuah galaksi disk dapat dibayangkan dengan dua buah topi bundar yang bagian bawahnya saling disatukan. Pada dasarnya galaksi spiral dan S0 memiliki feature yang sama. Galaksi spiral dan S0 secara umum tersusun dari beberapa komponen, yaitu bulge, piringan galaksi tempat dimana lengan spiral berada, dan bagian halo galaksi (ditunjukkan oleh gambar II.7). Bintang-bintang penyusun galaksi-galaksi jenis ini adalah kombinasi bintang-bintang tua dan muda. Bintang-bintang tua terdistribusi pada bagian bulge dan halo galaksi. Pada daerah ini bintang-bintang berwarna merah. Pada halo galaksi, bintang-bintang tua penyusunnya berasosiasi menjadi gugus bola. Sedangkan bintang-bintang muda terdistribusi pada bagian piringan galaksi (lengan spiralnya) bersama-sama dengan gas dan debu yang juga sangat banyak terdistribusi di lengan spiral galaksi. Bintang-bintang pada daerah ini berwarna biru dan usianya relatif muda.

Gambar II.7 Skema umum pada galaksi spiral dan S0 yang terdiri dari bulge, piringan galaksi (tempat lengan spiral berada), dan halo galaksi.

Kebanyakan

dari

galaksi

disk

raksasa

dengan

M B ≤ −19

atau

LB ≥ 6 × 10 9 LΘ kemungkinan memiliki kandungan halo dengan kandungan unsur

15

berat yang rendah seperti halnya pada galaksi Bimasakti. Namun halo galaksi hanya menyumbang beberapa persen cahaya galaksi dan tersebar dalam volume yang sangat besar sehingga kecerlangan permukaannya rendah. Hal inilah yang membuatnya sulit dipelajari. Galaksi spiral dan S0 memiliki bulge yang isinya didominasi oleh bintangbintang tua berwarna merah dengan tahapan evolusi yang telah lanjut. Selain itu, daerah bulge juga merupakan daerah yang miskin gas. Pada daerah bulge ini, seperti halnya yang terjadi pada galaksi elips, gerak yang dominan bintangbintangnya adalah gerak acak. Daerah bulge memiliki ikatan yang sangat kuat sehingga bila ada gangguan dari sistem luar, bulge akan lebih kuat menahan dan cenderung tetap bentuk dan komposisinya (tak terpengaruh secara signifikan oleh gangguan dari luar). Kerapatan bintangnya adalah sekitar 1000 pc-3. Daerah pusat dari banyak bulge pada galaksi spiral, seperti pada Bimasakti misalnya, merupakan nuclear star clusters, sistem bintang yang paling padat. Pada beberapa inti galaksi, terdapat obyek kompak yang masif yang boleh jadi merupakan black hole ataupun supermassive black hole. Bagian lain dari galaksi spiral adalah disk, dimana lengan spiral galaksi berada. Pada daerah ini, bintang-bintangnya adalah bintang-bintang muda berwarna biru dengan gerakannya adalah gerak rotasi mengelilingi pusat galaksi. Disk galaksi merupakan daerah yang kaya akan awan gas sehingga pembentukan bintang masih banyak terjadi. Namun kerapatan bintang-bintang di daerah disk tidaklah serapat di bagian bulge. Di sekitar Matahari contohnya, kaerapatan bintang-bintang hanya sekitar 0.1 pc-3. Hal ini membuat disk sangat rentan terhadap gangguan. Karena ikatan bintang-bintang di daerah disk tak sekuat pada bulge, bila ada gangguan dari sistem luar, maka yang akan terganggu adalah daerah disk. Disk galaksi dapat menjadi sangat tipis dikarenakan kecilnya kecepatan gerak bintang pada arah tegak lurus bidang galaksi. Kompoen lain adalah halo galaksi. Bagian paling luar dari galaksi ini didominasi oleh gugus bola. Dari pengamatan kurva rotasi galaksi disimpulkan bahwa selain dibentuk oleh gugus bola, halo galaksi juga berisi dark matter. Hal ini menjadi bukti bahwa galaksi disky (spiral ataupun S0) biasanya memiliki ukuran halo yang relatif cukup besar karena pada plot kurva rotasi galaksi,

16

grafiknya tidaklah menurun sampai dengan radius puluhan bahkan ratusan kiloparsec. Meskipun sama-sama disky, galaksi spiral dan S0 memiliki perbedaan mendasar. Pada galaksi spiral ditemukan lengan spiral pada bagian disk dan juga ditemukan gas yang kandungannya relatif besar. Sedangkan pada galaksi S0, lengan spiral dan kandungan gas dalam jumlah besar tak ditemukan. Karena pada galaksi S0 ditemukan disk dan bulge namun tak ditemukan lengan spiral dan juga miskin gas, hal ini menimbulakan dugaan bahwa galaksi S0 merupakan transisi dari galaksi elips ke spiral atau sebaliknya. Perberdaan kenampakan galaksi spiral dengan S0 ditunjukkan oleh gambar II.8 di bawah ini:

Gambar II.8 Perbedaan galaksi spiral dengan galaksi S0. Gambar kiri adalah galaksi spiral M 81. Gambar kanan adalah galaksi S0 NGC 5866 – cosmos.swin.edu.au.

II.2.3 Galaksi Irregular Galaksi irregular adalah kelompok galaksi yang tak memiliki keteraturan bentuk. Saat ini yang dikategorikan ke dalam galaksi irregular adalah galaksigalaksi kecil berwarna biru yang tidak jelas feature-nya apakah masuk ke dalam kelompok galaksi elips, spiral, ataupun lenticular (S0). Namun secara umum galaksi irregular terdiri dari bintang-bintang muda dan memiliki banyak kandungan gas. Adapun yang menyebabkan mengapa galaksi irregular tak memiliki bentuk yang teratur adalah karena tak adanya massa dominan yang dapat membuat keteraturan bentuk. Pada galaksi jenis ini, massa yang menyusun

17

memang terikat secara gravitasional, namun di antara massa-massa yang berkumpul tersebut tak ada massa yang dominan satu terhadap yang lainnya. Pada galaksi jenis ini ada yang disebut dengan dwarf irregular galaxy (dIrr). Dwarf irregular adalah jenis galaksi irregular yang berukuran sangat kecil. Banyak yang beranggapan bahwa dwarf irregular adalah galaksi yang sama dengan dwarf spheroidal. Namun kedua jenis galaksi tersebut adalah jenis galaksi yang berbeda. Perbedaan mendasar adalah jumlah gas yang terkandung dalam galaksi-galaksi tersebut. Pada dwarf irregular, karena masih banyak gas di dalam galaksinya, maka pembentukan bintang baru masih berlangsung. Sedangkan pada galaksi dwarf spheroidal, pembentukan bintang tak terjadi karena gas yang terkandung di dalam galaksi relatif sedikit. Kemungkinan, dwarf spheroidal adalah dwarf irregular yang telah kehilangan atau menggunakan seluruh gasnya dimana gas yang hilang ini adalah karena pembentukan bintang ataupun dikarenakan adanya interaksi dengan galaksi lain sehingga gasnya tertarik ke dalam galaksi yang berinteraksi dengannya yang berukuran lebih besar. Hal ini sesuai dengan fakta pengamatan karena dwarf spheroidal lebih sering ditemui sebagai satelit galaksi dari galaksi yang berukuran lebih besar, sedangkan dwarf irregular lebih sering dijumpai sebagai galaksi yang independent. Contoh dwarf irregular galaxy adalah seperti yang ditunjukkan oleh gambar II.9 di bawah ini:

Gambar II.9 Dwarf irregular galaxy NGC 1427 – www.ht.sfc.keio.ac.jp.

18

II.2.4 Galaksi Peculiar Galaksi peculiar adalah galaksi yang memiliki bentuk yang aneh dimana bentuknya tak menyerupai bentuk-bentuk galaksi pada umumnya seperti yang telah dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya. Banyak teori yang mengatakan bahwa galaksi peculiar adalah galaksi-galaksi yang sedang berinteraksi ataupun telah mengalami interaksi selama tahapan evolusi hidupnya. Simulasi n-benda tabrakan galaksi yang dilakukan oleh Toomre & Toomre (1972) menunjukkan hasil yang mirip dengan apa yang terjadi pada beberapa galaksi peculiar yang telah berhasil diamati. Galaksi peculiar ini berbeda dengan galaksi irregular. Bila galaksi irregular memang tak memiliki bentuk yang jelas (bentuknya tak beraturan), maka galaksi peculiar memiliki bentuk yang beraturan, hanya saja keteraturannya tersebut tidak biasa (peculiar secara harafiah berarti aneh). Dengan kata lain keanehan pada galaksi peculiar dapat dikenali karena memiliki suatu karakteristik tertentu (seperti tails dan bridge). Contoh galaksi peculiar yang terkenal adalah the Antennae galaxy (NGC 4038-4039, gambar II.10), the Mice galaxy (NGC 4676 A-B), dan Cartwheel galaxy (gambar II.11)

Gambar II.10 The Antennae Galaxy yang merupakan hasil merger dua buah galaksi (NGC 4038 dan NGC 4039) – oposite.stsci.edu.

19

Gambar II.11 Cartwheel galaxy yang diduga merupakan hasil dari interaksi galaksi – www.spacetoday.org.

II.3

Jenis-jenis Interaksi Galaksi Interaksi antar galaksi adalah sebuah proses gangguan yang dilakukan oleh

sebuah galaksi kepada galaksi lainnya secara gravitasional. Gangguan yang dilakukan akan berakibat salah satu galaksi mengalami ketidakstabilan, misalnya saja kehilangan gas dingin yang dimilikinya. B. A. Vorontsov-Vel’yaminov (“Extragalactic Astronomy”, Nauka, Moskow, 1982) memberikan semacam definisi untuk galaksi yang berinteraksi: ”Galaksi yang berinteraksi merupakan sistem dimana dua atau lebih galaksi terlihat atau dicurigai memiliki bentuk yang terdistorsi, dengan tails dan bridges, berada pada daerah yang umum (kelompok galaksi), memiliki lapisan debu yang termiringkan, atau tersusun dalam suatu rantai.” Interaksi galaksi ini dapat berupa interaksi minor maupun interaksi mayor. Interaksi minor adalah gangguan yang disebabkan oleh galaksi kecil yang mengganggu galaksi yang besar, contohnya adalah satelit galaksi yang akan mengganggu lengan spiral galaksi induknya yang berukuran jauh lebih besar.

20

Sedangkan interaksi mayor adalah gangguan oleh sebuah galaksi terhadap galaksi lain dimana ukuran dua galaksi yang berinteraksi tidak jauh berbeda. Contoh dari interaksi mayor ini adalah galactic collision, seperti yang nanti akan dialami galaksi Bimasakti kita dengan galaksi tetangga kita, yaitu galaksi Andromeda. Gambar artis yang menunjukkan galaksi yang sedang berinteraksi ditunjukkan oleh gambar II.12. Efek yang terjadi dari interaksi galaksi sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kecepatan galaksi dimana semakin cepat galaksi melintas, maka gangguan yang ditimbulkan juga akan semakin kecil. Demikian pula sebaliknya. Faktor lain adalah jarak antar galaksi. Semakin dekat galaksi yang berinteraksi, semakin hebat pula gangguan yang ditimbulkan. Selain itu kepadatan populasi dimana galaksi-galaksi tersebut berada juga memegang peranan penting karena secara logika semakin padat populasi galaksi pada suatu daerah, semakin besar juga kemungkinan interaksi galaksi dapat terjadi. Faktor lain adalah jenis galaksi. Galaksi spiral lebih dapat diganggu dibandingkan galaksi elips. Pada interaksi galaksi, jika memang ada gangguan yang dilakukan maka obyek pada galaksi yang lebih mudah terganggu adalah gas karena persebaran gas yang lebih merata. Hal ini berbeda dengan bintang karena bintang-bintang relatif terpisah oleh ruang yang sangat besar bila dibandingkan dengan ukuran bintang-bintang itu sendiri sehingga kemungkinan bintang-bintang mengalami gangguan pada interaksi galaksi menjadi lebih kecil dibandingkan gas. Oleh karena itu galaksi spiral lebih mungkin diganggu dibandingkan galaksi elips karena galaksi spiral lebih kaya akan gas dibandingkan dengan galaksi elips. Selain itu, ikatan gravitasional obyek-obyek pada galaksi spiral, khususnya pada bagian piringan (lengan spiral), lebih lemah dibandingkan ikatan gravitasional obyek-obyek pada galaksi elips. Galaksi di alam semesta sebagai sebuah sistem dapat ditinjau sebagai sebuah obyek tunggal yang morfologinya tidak diganggu obyek lain seperti telah kita bahas pada sub-bab II.2 dimana galaksi secara umum dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu galaksi elips, galaksi spiral, galaksi lenticular (S0), dan galaksi irregular. Namun pada akhir sub-bab II.2 dibahas juga mengenai galaksi peculiar yang dicurigai merupakan hasil interaksi galaksi. Interaksi yang terjadi antar galaksi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Adapun galaksi yang

21

mungkin mengalami interaksi adalah galaksi spiral dan terjadi pada lengan spiralnya karena lengan spiral pada galaksi spiral akan lebih mudah mengalami gangguan dimana efek gangguannya akan dapat dilihat dengan lebih mudah karena memang ikatan gravitasional lengan spiral dari galaksi spiral tidaklah kuat. Sedangkan pada bagian bulge galaksi, ikatan gravitasional sangat kuat sehingga kuat pula dalam menghadapi gangguan dari obyek lain. Karena alasan yang sama maka pada galaksi elips interaksi galaksi sulit dilihat efeknya.

Gambar II.12 Gambar artis dari galaksi yang sedang berinteraksi – http://en.wikipedia.org/wiki/Image:Ssc2005-03b.jpg.

II.3.1 Satellite Interaction Sebuah galaksi besar yang berinteraksi dengan galaksi satelitnya adalah peristiwa yang cukup sering terjadi. Pada umumnya peristiwa ini terjadi pada galaksi berukuran lebih kecil yang merupakan satelit galaksi dengan galaksi lain yang berukuran lebih besar yang bertindak sebagai galaksi induk. Kemungkinan yang dapat terjadi adalah satelit galaksi menarik salah satu dari lengan spiral dari galaksi induknya yang berupa galaksi spiral. Gambar II.13 menunjukkan peristiwa satellite interaction yang terjadi pada galaksi Whirlpool yang berinteraksi dengan galaksi NGC 5195 yang adalah satelitnya.

22

Gambar II.13 Galaksi Whirlpool yang berinteraksi dengan galaksi NGC 5195 yang merupakan satelit galaksinya – http://en.wikipedia.org/wiki/Image:Whirlpool_%28M51%29.jpg.

II.3.2 Galactic Collision Dalam evolusi galaksi, galatic collision adalah hal yang wajar terjadi. Peristiwa ini memungkinkan terjadinya proses merging di antara galaksi yang berinteraksi. Proses merging sendiri ditunjukkan oleh gambar II.14. Peristiwa merging , seperti yang dideskripsikan oleh gambar II.16, terjadi bila kedua galaksi yang berinteraksi tak memiliki cukup momentum untuk kembali menjauh setelah collision terjadi. Karena ikatan gravitasi sudah sedemikian kuat di antara keduanya, galaksi-galaksi tersebut akan bergerak saling mendekat dan setelah beberapa kali saling melewati satu sama lain, kedua galaksi itu akan melebur membentuk sebuah galaksi baru. Peristiwa inilah yang nantinya akan terjadi antara galaksi Bimasakti dengan Andromeda. Jika salah satu dari kedua buah galaksi yang berinteraksi jauh lebih besar dibanding galaksi yang lain, hasil interaksi yang terjadi akan berupa sebuah obyek yang utuh. Galaksi yang lebih besar akan tampak kurang lebih sama dengan saat sebelum interaksi. Sedangkan galaksi yang lebih kecil akan menjadi bagian dari galaksi yang lebih besar tersebut.

23

Gambar II.14 The Mice galaxy – http://en.wikipedia.org/wiki/Image:NGC4676.jpg.

II.3.3 Galatic Cannibalism Galactic cannibalism mengacu kepada proses interaksi antara kedua buah galaksi. Interaksi gravitasional antara kedua buah galaksi ini menghasilkan galaksi yang lebih besar ataupun dapat juga menghasilkan galaksi irregular. Bila yang dihasilkan adalah jenis galaksi baru (jenis yang berbeda dari galaksi-galaksi yang berinteraksi, biasanya galaksi yang berinteraksi adalah galaksi spiral), maka lebih sering galaksi baru yang dihasilkan adalah galaksi irregular dibandingkan dengan galaksi elips misalnya. Contoh dari galactic cannibalism yang telah terkenal dan terbukti adalah yang terjadi pada galaksi Awan Magellan (Besar dan Kecil) dengan Bimasakti. Interaksi Awan Magellan dengan Bimasakti diketahui dari adanya aliran hidrogen antara keduanya yang dikenal dengan magellanic stream. Galactic cannibalism ditunjukkan pada gambar II.15 yang terjadi pada galaksi kerdil Sagittarius yang ’tertelan’ ke dalam galaksi induknya, yaitu galaksi Bimasakti. Sebenarnya yang terjadi pada satellite interaction dengan galactic cannibalism sangatlah mirip dimana terdapat galaksi yang lebih kecil mengganggu galaksi yang jauh lebih besar ukurannya (dimana biasanya galaksi yang lebih kecil adalah satelit galaksi dari galaksi yang besar). Hal yang membedakan adalah satellite interaction terjadi pada bagian lengan spiral galaksi induk dan perlu waktu yang cukup lama dalam proses interaksi tersebut. Sedangkan pada galactic cannibalism, galaksi yang lebih kecil akan ’jatuh’ atau

24

’tertelan’ masuk ke dalam galaksi yang besar dan proses interaksinya tidak memerlukan waktu yang terlalu lama. Galaksi-galaksi yang mengalami interaksi dan jenis interaksi apa yang dialaminya dimuat pada tabel II.1.

Gambar II.15 Galaksi Bimasakti yang ’menelan’ galaksi satelitnya, yaitu Sagittarius Dwarf Galaxy – http://www.3almani.org/local/cachevignettes/L400xH309/Sagittarius_Dwarf_Elliptical-a1856.

25

Gambar II.16 Proses merging antara dua buah galaksi spiral – http://astro.ic.ac.uk/%7Eage/mergers/sequence_full.jpg.

Tabel II.1 Notable Interacting Galaxies – http://en.wikipedia.org.

Name

Type

Distance (million Magnitude ly)

Whirlpool Galaxy Sac (SB0-a) (M51)

37

+8.4

NGC 2207 and IC 2163

Sac/Sabc

114

+11

Mice Galaxies (IC 819/20)

S0/SB(s)ab

300

+13.5

NGC 1097

SB(s)bc (E6)

45

+9.5

Antennae Galaxies (NGC 4038/9)

Sac/SBm

68

+10.3

NGC 520

S

100

+11.3

II.4

Notes Satellite interacting with its primary galaxies going through the first phase in galactic collision galaxies going through the second phase in galactic collision Satellite interacting with its primary galaxies going through the third phase in galactic collision galaxies going through the third phase in galactic collision

Indikasi-indikasi Galaksi yang Berinteraksi

Seperti telah disebutkan pada sub-bab sebelumnya bahwa telah ditemukan berbagai bukti bahwa galaksi-galaksi saling berinteraksi satu sama lain, meskipun ada juga galaksi yang tak berinteraksi. Galaksi-galaksi yang berinteraksi memiliki bentuk yang berbeda dengan galaksi yang berevolusi tanpa mengalami interaksi.

26

Di bawah ini akan dibahas mengenai petunjuk-petunjuk dari galaksi yang mengalami interaksi.

II.4.1 Bentuk Galaksi yang Peculiar Seperti telah disinggung di atas bahwa morfologi galaksi yang peculiar adalah salah satu indikator terjadinya interaksi pada galaksi yang bersangkutan. Adapun peculiarity galaksi yang bermacam-macam juga menunjukkan bahwa galaksi yang saling berinteraksi bermacam-macam pula jenisnya, dengan kata lain interaksi yang terjadi tidak hanya berlangsung pada salah satu jenis galaksi saja. Pada galaksi spiral, petunjuk terjadinya interaksi adalah hadirnya tails dan bridges (ditunjukkan pada gambar II.17). Toomre & Toomre (1972) berhasil membuktikan bahwa kedua fitur tersebut terbentuk akibat galaksi disk yang bertabrakan dan dalam proses menuju penyatuan (merger). Bentuk lainnya adalah peculiarity pada lengan spiral (yang tampak tertarik keluar), bidang disk yang terdirtorsi, dan selubung yang bersimpul. Sementara peculiarity pada galaksi eliptik dapat ditemukan melalui isophotes dengan sumbu mayor yang menunjukkan rotasi yang sistematik, bentuk yang terdistorsi, dan juga keberadaan faint tails dan selubung yang tak berbentuk.

Gambar II.17 Contoh-contoh bentuk peculiarity morfologi galaksi – nedwww.ipac.caltech.edu/level5.

27

II.4.2 Peculiarity Medan Kecepatan Pada galaksi spiral, gerak yang dominan adalah gerak rotasi. Namun gerak rotasi tersebut hanya terjadi pada bagian piringan galaksi. Sedangkan untuk bagian bulge dan halo galaksi, gerak yang dominan adalah gerak acak. Sedangkan pada galaksi elips, gerak yang dominan adalah gerak acak. Saat galaksi sedang berinteraksi dengan galaksi lain, medan kecepatan akan menjadi tidak biasa. Pada galaksi spiral, gerakan rotasi gas akan terganggu dimana gas-gas tampak tak bergerak melingkar seperti halnya gerak rotasi pada umumnya. Selain itu juga, akan terjadi peningkatan dispersi kecepatan bintang-bintang per unit luminositas galaksi. Hal lain adalah adanya suatu sub-sistem gas yang berotasi pada sudut yang sembarang terhadap bidang galaksi. Sedangkan pada galaksi elips, akan terlihat bentuk kurva rotasi berbentuk huruf ’U’ (U-shaped) dan juga peningkatan dispersi kecepatan bintang-bintang menuju ke batas luar galaksi. Halhal inilah yang merupakan indikator galaksi yang sedang berinteraksi.

II.4.3 Fenomena Starburst Galaksi yang berevolusi secara normal (galaksi spiral) masih melakukan aktivitas pembentukan bintang. Kasus pembentukan bintang akan berbeda pada galaksi yang berinteraksi. Hal ini disebabkan interaksi galaksi akan memicu pembentukan bintang secara lebih besar dibanding pembentukan bintang seperti yang terjadi pada galaksi normal. Laju pembentukan bintang (star formation rate) pada galaksi yang berinteraksi akan lebih besar karena gas yang merupakan pemegang peranan penting dalam pembentukan bintang menjadi memungkinkan untuk melakukan aktivitas pembentukan bintang secara besar-besaran. Hal ini dikarenakan interaksi galaksi menghasilkan shockwave yang dapat menekan gas sehingga gas-gas akan lebih cepat kolaps. Selain itu proses interaksi juga memungkinkan terjadi transfer gas dari galaksi-galaksi yang bertinteraksi. Dua hal ini memungkinkan pembentukan bintang terjadi secara lebih cepat dan besarbesaran. Studi mengenai hal ini dilakukan oleh Larson dan Tinsley (1978) dimana Larson dan Tinsley membandingkan warna (UBV) galaksi-galaksi yang berada pada atlas galaksi normal Hubble dengan galaksi-galaksi yang berada pada atlas

28

galaksi Arp yang merupakan atlas dari galaksi-galaksi yang berinteraksi. Diperoleh bahwa galaksi-galaksi yang berada pada atlas Arp punya rentang warna optik dan star formation rate (SFR) yang lebih lebar dibanding galaksi-galaksi yang berada pada atlas galaksi Hubble. Latrson dan Tinsley memakai pemodelan evolusi warna, yaitu standar pemodelan pada studi awal sejarah pembentukan bintang pada galaksi-galaksi, untuk dapat mejelaskan perilaku warna yang ditunjukkan oleh galaksi-galaksi Arp maupun Hubble. Kesimpulan yang didapat adalah galaksi-galaksi yang berinteraksi menunujukkan semacam letupan (burst) dalam pembentukan bintang. Hal ini menunujukkan pembentukan bintang terjadi pada waktu yang bersamaan dan relatif terjadi pada waktu yang singkat dan terjadi secara besar-besaran. Star formation rate yang sangat tinggi dan eksplosif inilah yang disebut dengan starburst. Hal ini juga merupakan salah satu indikator dari terjadinya interaksi galaksi.

II.4.4 Pola Spiral Galaksi Pola spiral galaksi adalah sebuah pola yang mungkin dihasilkan dari peristiwa tidal interaction (nantinya akan dijelaskan pada bab berikutnya). Hal ini diungkapkan oleh Toomre & Toomre (1972). Namun simulasi yang dilakukan oleh Toomre & Toomre tak dapat menjelaskan bagaimana pola bisymetrical dapat terbentuk. Tapi dari pengamatan didapatkan bahwa galaksi-galaksi dengan pola bisymetrical seringkali dijumpai memiliki pasangan yang menyertai mereka. Hal ini membuat Toomre & Toomre menarik kesimpulan bahwa galaksi-galaksi dengan pola spiral bisymetrical adalah galaksi-galaksi yang pernah mengalami tidal interaction pada tahapan evolusinya. Dengan simulasi n-benda, mekanisme gangguan pasang surut yang cukup kuat pada galaksi-galaksi disky memungkinkan pola spiral dapat timbul dalam waktu yang cukup singkat (Toomre, 1981. , Herniquist, 1990.). Tidal interaction ini dapat memicu pembentukan bar pada galaksi spiral (Noguchi, 1987). Bar yang terbentuk dapat mempengaruhi aliran gas pada galaksi-galaksi spiral yang berinteraksi.

29