GEMA TEKNOLOGI

Download KAJIAN PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI FATTY ALCOHOL DENGAN .... pada reaksi fotokimia akan bermanfaat dalam .... penggunaan katalis TiO2...

0 downloads 566 Views 144KB Size
KAJIAN PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI FATTY ALCOHOL DENGAN TEKNOLOGI PHOTOKATALITIK MENGGUNAKAN ENERGI SURYA Mohamad Endy Yulianto1, Dwi Handayani1, Silviana2 Jurusan Teknik Kimia PSD III Teknik, UNDIP Semarang 2 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, UNDIP Semarang E-mail : [email protected] 1

Abstract Mohamad Endy Yulianto, Dwi Handayani, and Silviana, in paper Study of Glycerin Pitch Waste Treatment from Fatty Alcohol Industry Based on Palm Oil with Photo Catalytic Technology Using Solar Energy. That the one of management environmental effect is water pollution controlling which is the one of industry activity. Glycerin pitch waste water handling in particular organic synthetic dye matter much needed is observed because of its dangerous impact. There are several dyes which have toxic, as azo dye that contains amino aromatic ring so need to remove before be introduced to sewage or to environment. Ultra violet ray solar energy with its photochemistry reaction and catalyst, TiO2 capable to degrade colored matter by oxidation become CO2 and H2O. Photo catalytic is the technology for state which has a lot of solar ray for pretreatment in fatty alcohol waste water purification process.

Key word: photo catalytic, solar energy,TiO2, waste water I. PENDAHULUAN Salah satu segi pengelolaan lingkungan adalah pengendalian pencemaran air yang salah satunya adalah efek dari suatu kegiatan industri. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1982 yang memuat tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup, sedangkan untuk pelaksanaan pengendalian pencemaran air dijelaskan dalam pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990. Penjabaran lebih lanjut tentang baku mutu air limbah bagi kegiatan industri diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep 51/Men LH/10/1997 . Dengan adanya Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri yang telah ditetapkan, maka industri diwajibkan mempunyai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau dapat bekerjasama dengan perusahaan jasa di dalam menanggulangi limbah industrinya. Limbah cair dan glycerin pitch merupakan limbah yang dihasilkan oleh industri fatty alcohol. fatty alcohol melalui proses Pembuatan transesterifikasi dan hidrogenasi akan menghasilkan produk berupa fatty alcohol, metil ester, gliserin dan limbah. Limbah cair industri ini dikeluarkan dari unit proses pretreatment, deasidifikasi, distilasi metil ester, destilasi fraksinasi fatty alcohol, glycerin water evaporation dan lain-lain, sedangkan glycerin pitch dihasilkan dari unit proses distilasi gliserin dan bleaching. Glycerin pitch merupakan cairan kental menyerupai pasta yang berwarna gelap kecoklatan dengan kandungan COD sebesar 1,8 – 2 juta mg/l. Masalah pengolahan dan pengembangan glycerin pitch merupakan persoalan serius yang dihadapi Indonesia dan Malaysia dewasa ini. Seiring meningkatnya era pembuatan biodiesel dimasa

yang akan datang, maka diprediksi jumlah glycerin pitch yang dihasilkan proses pembuatan fatty alcohol dan metil ester dari CPO melalui jalur transesterifikasi akan semakin meningkat. Oleh sebab itu pengolahan glycerin pitch yang tepat perlu segera diupayakan solusinya. Beberapa penelitian telah dilakukan, baik di Indonesia maupun Malaysia untuk mencari solusi penanganan limbah glycerin pitch yang tepat, tetapi hingga saat ini masih belum berhasil. Industri fatty alcohol di Indonesia telah melakukan beberapa upaya untuk mengolah glycerin pitch, seperti melakukan pembakaran glycerin pitch dalam rotary incenerator dan pembakaran glycerin pitch ditempat terbuka, yang keduanya tidak memberikan hasil yang memadai. Pada dua dekade terakhir ini metode pengolahan air limbah dengan cara Advance Oxidation Processes (AOPs) menunjukkan perkembangan yang sangat menarik, dimana pengolahan limbah dengan AOPs mendapatkan tempat yang lebih penting dibandingkan dengan pengolahan limbah secara biologi yang sering tidak memadai untuk mengolah limbah dengan konsentrasi tinggi atau limbah beracun, salah satu metoda AOPs yang cukup efisien dan murah yaitu dengan menggunakan proses photokatalitik. Photokatalitik merupakan suatu teknologi yang menjanjikan di negara yang kaya akan sinar matahari. Photokatalitik dapat digunakan sebagai pretreatmen pada proses pemurnian air limbah untuk dipergunakan kembali pada kegiatan suatu industri. Secara ekonomi sistem reaktor dengan proses ini sangat memungkinkan untuk digunakan. Pada proses photokatalitik, sinar ultraviolet secara umum digunakan sebagai sumber cahaya. Sinar ultraviolet bersama-sama dengan keberadaan katalis

sebagai penghasil OH* radikal merupakan pengoksidasi utama sehingga dihasilkan reaksi photokimia yang dapat mendegradasi air limbah. Adapun katalis yang diketahui sangat efektif digunakan dalam proses photokatalitik ini yaitu TiO2 powder dalam larutan tersuspensi. Untuk itu perlu ditelaah pengolahan limbah industri fatty alcohol menggunakan proses photokatalitik. II. REAKSI FOTOKIMIA Cahaya dapat digunakan sebagai pemacu terjadinya reaksi kimia untuk mendapatkan seleksi tranformasi yang luas pada dekomposisi polutan didalam air. Beberapa reaksi kimia tersebut sebenarnya tidak mungkin terjadi bila memakai reaktan konvensional. Hal ini dapat terjadi karena selain memancarkan radiasi infra merah dan cahaya tampak, matahari juga memancarkan radiasi Ultra Violet (UV). Radiasi Ultra Violet tersebut mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menyebabkan terjadinya reaksi kimia (bila dibandingkan dengan kandungan energi radiasi infra merah dan cahaya tampak). Walaupun tidak semua polutan organik menyerap cahaya, namun banyak diantaranya yang mudah terdekomposisi dengan satu atau berbagai macam cara. Oleh karenanya, pengetahuan terhadap mekanisme kimia pada reaksi fotokimia akan bermanfaat dalam merencanakan sistem pengolahan secara fotokimia untuk air yang tercemar. (Larson et al . dalam Tedder and Pohland, 1990). 2.1. Sumber Cahaya Sumber cahaya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sinar matahari dan cahaya buatan. 2.1.1. Sinar matahari Radiasi Ultra Violet matahari adalah energi elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 0,2 – 0,4 mikron dan mempunyai energi lebih besar dibanding cahaya tampak. Sinar matahari dimanfaatkan sebagai sumber cahaya oleh Holmes dan Pachecho (1990) dalam penelitiannya untuk mengolah air yang terkontaminasi dengan fotolisis. Berdasarkan panjang gelombangnya, radiasi UV matahari terbagi atas : • UV-A (0,32 - 0,4 mikron) merupakan panjang gelombang panjang dan memancarkan radiasi yang besarnya konstan sepanjang tahun. Radiasi ini dapat menyebabkan penuaan dini pada kulit. • UV-B (0,28 - 0,32 mikron) merupakan panjang gelombang pendek dan lebih intens dibanding UV-A . UV-B lebih kuat terabsorbsi oleh beberapa polutan dan bimolekul. • UV-C (0,2 - 0,28 mikron) merupakan radiasi UV yang paling intensif dan berbahaya serta berpotensi untuk menimbulkan kerusakan pada organisme.

Pada dasarnya, tingkat kerusakan pada paparan radiasi UV tergantung dari kuantitas dan jenis radiasi yang dipaparkan. Dimana semakin pendek panjang gelombang radiasi maka energi yang dihasilkannya semakin besar yang berarti tingkat kerusakannya juga tinggi. Berdasarkan kandungan energi kimianya, radiasi UV mempunyai kemampuan untuk menimbulkan kerusakan langsung pada molekul penting senyawa yang menyerapnya dan menghancurkan polutan di dalam air (Larson et al. dalam Tedder and Pohland, 1990). Sesuai dengan hukum pertama fotokimia yang menyatakan bahwa perubahan kimia hanya akan terjadi bila sistem menyerap radiasi (Jan Kopecky, 1992), maka cahaya harus diabsorbsi oleh sistem supaya reaksi kimia dapat berlangsung. Molekul-molekul harus bisa menyerap panjang gelombang minimal sebesar 290 nm supaya dapat dipengaruhi oleh cahaya matahari. 2.1.2. Cahaya buatan Sumber cahaya buatan untuk reaksi fotokimia dapat berasal dari lampu yang tersedia pada variasi luas mulai dari lampu bohlam (bulb) tungsten-filamen sederhana sampai lampu dengan pancaran bunga api listrik merkuri (mercury arc). Lampu bohlam (bulb) tungsten-filamen memancar secara kuat pada daerah tampak, sedangkan lampu mercury arc menghasilkan sinar UV dengan panjang gelombang kurang dari 290 nm (UV-C : 0,2 – 0,28 mikron) yang mempunyai intensitas tinggi. Sumber cahaya UV yang banyak digunakan adalah lampu dengan daya 4 – 40 watt, dan intensitas maksimum pada panjang gelombang 254 nm. Lampu ini mudah didapat di pasaran dan banyak digunakan sebagai lampu germicidal. Beberapa jenis lampu yang dapat digunakan sebagai sumber cahaya Ultra Violet buatan dapat dilihat pada tabel 1. berikut : 2.2. Prinsip Dasar Reaksi Fotokimia Reaksi fotokimia merupakan reaksi kimia yang menggunakan cahaya untuk mendekomposisi polutan organik didalam air dengan cara menyerap cahaya untuk memutuskan ikatan dari senyawasenyawa kimia. Cahaya dapat berupa panjang gelombang dan bersifat sebagai partikel (particle like properties) dimana cahaya merupakan gabungan dari ayunan elektrikal terhadap arah propagasi dari gelombang (Schwarzenbach et al. 1993). Panjang gelombang (λ) adalah jarak antara 2 maksima berurutan, yang berbanding terbalik dengan frekuensi dan biasa dinyatakan dengan jumlah putaran penuh pada titik tertentu dalam satu detik, yang dapat dirumuskan sebagai berikut : C λ= (1) v

Keterangan : C

: Kecepatan cahaya dalam hampa : 3 x 10 8 m.det –1 v : Elektromagnetik frekuensi (Hz) Cahaya sebagai partikel dapat diukur dan diserap dalam satuan diskrit, yang disebut foton atau kuanta (satuan cahaya dalam bentuk molekul).

Energi (k J eistein-1) dari foton atau kuantum dapat dinyatakan dalam : C E = h⋅v = h⋅ (2)

λ

Keterangan : h

Tabel 1. Sumber cahaya Ultra Violet dan Intensitasnya Sumber Daerah Panjang Gelombang Efektif (nm) a. Sumber lemah 450 – tampak - lampu tungsten 165 – tampak - lampu hidrogen 400 – tampak - lampu karbon b. Sumber intermediate 185,254 - batang merkuri (tekanan rendah) 229,326 - batang kadmium 214,308 - batang zinc a. Sumber kuat 340 – tampak - sinar matahari -

batang merkuri (tekanan sedang)

200 – tampak

-

batang merkuri (tekanan tinggi) batang xenon

240 – tampak

-

: konstanta Planck : 6,63 x 10 –34 J. det

Intensitas Utama (Einstein det –1 cm –2)

(254 nm) 2 x 10 –10 (10 cm dari lampu 6 W)

(400 nm) 5 x 10 –9 (350 nm) 3 x 10 –9 (313 nm) 1 x 10 –9 (100 W pada 50 cm) (366 nm) 1.5 x 10 –9 (dengan reflektor) (366 nm) 1,2 x 10 –9 (200 W, 50 cm tanpa reflektor)

200 – tampak

Sumber : Borrel, P , 1973 Satuan cahaya dalam molar biasa disebut einstein. 1 einstein = 6,02 x 1023 (= 1 mol) foton / kuanta. Energi cahaya dari panjang gelombang λ (nm) adalah :

E = 6,02 × 10 23 ⋅ h ⋅

C

λ

=

1,196 × 10 5

λ

(3)

Energi sinar UV dan cahaya tampak dapat mengeksitasi elektron suatu molekul dari kondisi dasar ke kondisi tereksitasi. Sehingga pada prinsipnya, ikatan dapat diputuskan dengan absorbsi cahaya (Schwarzenbach et al. , 1993). Fenomena ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Pada reaksi fotokimia, penghancuran molekul diawali dengan penyerapan foton (Larson et al. dalam Tedder and Pohland, 1990). Saat foton mendekati sebuah molekul, terjadi interaksi antar medan elektromagnetik yang menyertai molekul. Terjadinya perubahan secara fotokimia disebabkan karena energi yang diabsorbsi mengubah molekul pada kondisi dasar (ground state) menjadi kondisi tereksitasi (excited state) yang tidak stabil. Supaya dapat terjadi penyerapan foton guna mendapatkan kondisi eksitasi, molekul harus mempunyai pita absorbsi pada spektrum UVcahaya tampak yang mencakup panjang gelombang foton tersebut (Larson and Weber, 1994). Karena

radiasi UV-C mempunyai panjang gelombang minimum 200 nm, maka molekul organik harus menyerap cahaya di atas 200 nm supaya terjadi proses fotolisis (Larson and Weber, 1994). Energi radiasi ini berhubungan dengan energi eksitasi molekul dengan λ = 200 – 700 nm (Jan Kopecky, 1992). Kondisi eksitasi suatu molekul tidak berlangsung lama sampai molekul tersebut kembali pada kondisi dasar dengan melalui proses fisika berikut : • Melepaskan energi secara vibrasi dalam bentuk panas yang dipindahkan ke spesies lain. • Melepaskan energi dalam bentuk cahaya. Proses ini disebut flourosensi dan fosforesensi. • Memindahkan kelebihan energi kepada molekul lain yang biasa disebut fotosensitisasi dan menyebabkan molekul tersebut tereksitasi. Proses kimia yang dialami oleh molekul tereksitasi untuk kembali ke kondisi dasar merupakan suatu bentuk tarnsformasi dan juga suatu senyawa penyisihan (removal) (Schwarzenbach et al. , 1993). Senyawa-senyawa baru hasil transformasi dapat termasuk pemutusan

ikatan, penyusunan kembali atau reaksi intermolekular (Larson and Weber, 1994). Selanjutnya senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi dengan proses fotokimia, kimia atau biologi. Akibatnya sangat sulit untuk menentukan dan mengukur seluruh hasil transformasi fotokimia (Schwarzenbach et al. , 1993). Dalam proses fotokimia, kecepatan foton yang diberikan ke suatu sistem reaksi menentukan kecepatan fotolisis suatu senyawa fotokimia. Unit fluks cahaya yang sering digunakan dalam persamaan kinetika adalah einstein cm –2.det –1/nm . Kecepatan fotolisis suatu senyawa kimia dalam larutan pada panjang gelombang : DC/dt = Ø Ioλ (A/V)Fsλ.Fcλ Keterangan : Ø Ioλ A V Fsλ Fcλ

(4)

: Quantum yield : Intensitas cahaya pada suatu sistem reaksi (einstein cm-2 det1 ) : Luas permukaan yang terpapar (cm2) : Volume larutan (liter) : Fraksi cahaya yang diserap oleh sistem : Fraksi cahaya yang terserap oleh zat kimia dalam sistem

III. JENIS PHOTOKATALIS Photoreaksi dengan memanfaatkan keberadaan partikel semikonduktor disebut semikonduktor fotokatalis (Sophyan, 1996). Fotokatalis dibagi menjadi dua jenis yaitu : • Catalyzed Photoreaction : dimana fotoreaksi awal terjadi di dalam molekul adsorbat yang kemudian berinteraksi dengan substrat katalis pada kondisi dasar (ground state). : dimana • Sensitized Photoreaction photoreaksi awal terjadi pada substrat katalis, substrat tereksitasi itu kemudian mentransfer elektron atau energi ke dalam molekul ground state. Penelitian photokatalis telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Tseng dan Huang (dalam Tedder and Pohland, 1990) yang memanfaatkan semikonduktor dalam upaya pengolahan limbah organik berbahaya yaitu fenol dengan proses oksidasi fotokatalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan semikonduktor (TiO2) pada konsentarsi tertentu (1.0 g/l) berpengaruh pada proses dekomposisi fenol. Daerah hampa yang terbentang dari pita valensi yang terisi penuh sampai kedasar pita konduksi kosong disebut band gap. Jarak dari energi gap tertentu antara pita valensi dan pita konduksi menentukan panjang dari populasi panas pita konduksi (jarak penghantar elektrik dari

semikonduktor). Band gap juga diartikan sebagai kesensitivan panjang gelombang dari semikonduktor untuk meradiasi (sophyan,1996). IV. REAKSI PHOTOKATALITIK Photokatalitik secara mendasar didefinisikan sebagai suatu photoreaksi yang reaksinya dipercepat dengan keberadaan katalis. Katalis mempercepat terjadinya photoreaksi dengan cara berinteraksi dengan susbstrat dalam media atau dengan hasil utama dari photoreaksi. Dalam reaksi photokatatalitik, tidak ada energi yang disimpan, yang terjadi hanya percepatan oleh katalis terhadap reaksi yang berjalan lambat dengan proses penyinaran. Beberapa keuntungan yang didapat dari penggunaan reaksi photokatalitik adalah sebagai berikut : • Pengolahan air limbah dilakukan tanpa adanya penambahan zat kimia • Tidak diperlukannya pengolahan limbah secara lanjut • Proses dapat dilaksanakan pada rentang pH normal Tipe katalis yang efektif digunakan pada proses photokatalitik, yaitu oksida logam misalnya ZnO, WO3, Fe2O3, CdSe, SnO2 , tetapi beberapa penelitian membuktikan bahwa TiO2 yang berada dalam larutan tersuspensi merupakan katalis yang sangat efektif dan efisien digunakan dalam photokatalitik. Titanium Dioksida (TiO2) yang mempunyai “band gap” + 400 nm cahaya, telah banyak digunakan sebagai katalis fotooksidasi karena merupakan semikonduktor yang potensial, sumber transfer elektron, dan stabil untuk radiasi pendahuluan (Larson and Weber, 1994). Beberapa keuntungan menggunakan katalis TiO2 seperti dibawah ini : • Proses terjadi pada suhu ambient • Photokatalitik berjalan langsung tanpa adanya pembentukan produk intermediet mempunyai nilai absorbansi • TiO2 maksimum pada panjang gelombang pendek • Oksidasi substrat menjadi CO2 berjalan secara lengkap • Proses beroperasi dengan murah • Proses mempunyai kemampuan menjadi industri dengan teknologi detoksi untuk mengolah air limbah. Beberapa masalah yang ditimbulkan dengan adanya penggunaan katalis dalam suatu larutan tersuspensi adalah diperlukannya pengambilan kembali katalis untuk dipergunakan kembali dalam proses photokatalitik. Beberapa penelitian menyarankan untuk menggunakan penempatan katalis pada suatu gelas yang tidak bergerak dalam reaktor, tetapi hal ini menimbulkan masalah yang cukup rumit, karena rendahnya efisiensi akibat sulitnya transfer massa, selain itu juga mahalnya biaya investasi, sehingga sampai saat ini,

penggunaan katalis TiO2 tersuspensi masih dipandang sebagai proses yang masih efisien. Reaksi fotokimia yang berlangsung pada permukaan pertikel sangat mungkin untuk dilaksanakan. Semikonduktor fotokimia misalnya, dapat berpengaruh dalam air yang mengandung oksida – oksida metal yang menyerap panjang gelombang cahaya matahari seperti ZnO, MnO2, Hal tersebut dikarenakan atau Fe2O3. semikonduktor oksida jika diradiasi dengan cahaya yang panjang gelombangnya mempunyai energi lebih besar atau sebanding dengan energi “band gap” nya (Larson and Weber, 1994), akan melepaskan dari kondisi pasar pita valensinya kekondisi tereksitasi pita konduksi, sehingga menghasilkan elektron dalam kondisi tereksitasi pada pita konduksi dan lubang bermuatan positif (h+) atau disebut electronic vacancy di tepi pita valensi (Larson et al. dalam Tedder and Pohland,1990). Secara umum mekanisme reaksi photokatalilit dideskripsikan sebagai berikut : ketika suatu semikonduktor yaitu katalis tersuspensi dalam suatu larutan disinari oleh sinar dengan energi yang melebihi atau sama dengan band gap dari semikonduktor tersebut, maka pada permukaan katalis tersebut akan terbentuk pasangan elektron (e- dan h+). Dalam hal ini semikonduktor yang digunakan adalah TiO2 dimana mempunyai band gap (energi celah) 3,2 eV, sehingga cahaya yang digunakan harus mendekati UV dengan panjang gelombang lebih kecil dari 410 nm. Pada pasangan elektron yang terbentuk dipermukaan katalis,

muatan positif h+ akan berpindah menuju area anoda dari katalis yang berkemampuan untuk mengoksidasi HO- membentuk HO* radikal, kemudian polutan dalam limbah cair akan didegradasi oleh HO* radikal tersebut membentuk zat tidak berbahaya seperti CO2 dan asam mineral, sedangkan elektron akan berpindah menuju area katoda dari katalis dan melakukan setengah reaksi reduksi terhadap oksigen dalam limbah cair membentuk H2O, apabila kondisi air limbah tidak mengandung oksigen yang memadai karena keberadaan nitrogen dan air limbah mengandung banyak ion logam, maka dalam hal ini elektron diharapkan dapat mereduksi ion logam tersebut, dengan catatan bahwa proses reduksi akan terjadi jika petensial reduksi dari logam lebih besar dari level terendah dari energi celah. Adapun persamaan reaksi dari reaksi oksidasi yang terjadi adalah sebagai berikut : h+ + eTiO2 + hv + h + OH HO* e- + O2 O2Dengan mekanisme reaksi seperti Gambar 4.1. Beberapa penelitian dengan menggunakan photokatalitik membuktikan bahwa proses tersebut dapat digunakan untuk memecah atau menghancurkan tipe polutan organik, selain itu juga dapat digunakan untuk proses pemurnian air, penghancuran bakteri, virus, dan pengambilan logam dari aliran limbah.

Gambar 4.1. Mekanisme Reaksi Photokatalitik V. KESIMPULAN Teknologi photokatalitik menggunakan energi surya bersama TiO2 sebagai katalis berpotensi menurunkan kandungan COD limbah industri fatty alcohol, sehingga sesuai standar baku mutu pembuangan air limbah.

DAFTAR PUSTAKA 1. Arslan I., Balcioglu I.A., Bahnemann D.W., Photochemical Treatment Of 2001, Simulated Dyehouse Effluents By Novel TiO2 Photocatalysts : Experience With The

2.

3. 4.

Thin Film Fixed Bed (TFFB) And Double Skin Sheet (DSS) Reactor, Water Science and Technology, 44, 171-178. Benefield, Larry, 1982, Process Chemistry For Water and Wastewater Treatment, Englewood Cliff. New Jersey : Prantice Hall, Inc. Borrel, P. 1973, Photochemistry : A Primer, Great Britain : Adward – Arnold. D’Oleveira, Jean-Christope, Ghassan AlSayyed and Pierre Pichat, 1990, Photo degradation of 2 and 3 Chlorophenol In

5. 6. 7.

TiO2 Aqueous Solution, Environment Science Tech Vol. 24 no. 7 Hal. 990-996. Kopecky, Jan 1992, Organic Photochemistri : A Visual Approach, USA-VCH Pub, Inc Hal 4 – 10. www.nanocorporation.com, TiO2 Photocatalyst. www.newbusiness.com, Seeking New Application of Photocatalytic Property of Titanium Oxide.