HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA DALAM SEJARAH NKRI

Download Kronologi Penghapusan Tujuh Kata dalam Piagam Jakarta. ➢ Sore hari, pasca dibacakannya Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, seorang ops...

0 downloads 561 Views 2MB Size
HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA DALAM SEJARAH NKRI

Oleh:

Ir. H. Muchammad Romahurmuziy, MT Ketua Umum DPP PPP Anggota Komisi XI DPR RI

BIOGRAFI Nama : Ir. H. Muchammad Romahurmuziy, MT Lahir : Yogyakarta, 10 September 1974 Ayah : Prof. Dr. KH. M. Tolchah Mansoer, SH (pendiri IPNU) Ibu : Dra. Hj. Umroh Machfudzoh (pendiri IPPNU) PENDIDIKAN • SDN Ungaran 1 Jogja, 1987 • SMPN 5 Jogja, 1990 • SMAN 1 Jogja, 1993 • Sarjana Teknik Fisika, ITB, 1999 • Magister Teknik Industri, ITB, 2002 PRESTASI • Juara MTQ, CCA, SD s/d SMA • Siswa Teladan Nasional SMP, 1989 • Siswa Teladan Nasional SMA, 1992 • Pekan Ilmiah Mahasiswa (PIM) tingkat Nasional, 1994

BIOGRAFI - KARIR • PT. Kayaba Indonesia – Astra Shock Absorber • Kasie Import Procurement, 1999 • Dosen Teknik Fisika UGM, 2000 • Coal Mining Project Manager, 2000 • PT. Syntegra International

Staf Khusus Menkop dan UKM RI, 2004 • • • •

Anggota Komisi VII (energi), 2009 Ketua Komisi IV (pertanian), 2010 Anggota Komisi III (hukum), 2014 Anggota Komisi XI (Keuangan), 2016

• Wakil Sekretaris Jenderal, 2007 • Sekretaris Jenderal, 2011 • Ketua Umum, 2016

BIOGRAFI - USAHA •

CV Widya Putra (konveksi, alat kesehatan), 1995



PT. Syntegra International (tambang batubara), 2000

PT. Dugapat Mas (produksi sigaret kretek), 2007



PT. Mugi Mukti Mulia (developer), 2008



PT Mukti Lintas Media (percetakan), 2010

Piagam Madinah sebagai Konstitusi Negara Terbentuknya Masyarakat Madani Pengakuan kepada semua penduduk Madinah, tanpa memandang perbedaan agama, suku bangsa sebagai anggota umat yang tunggal, dengan hak-hak dan kewajiban yang sama.

Persaudaraan (Ukhuwah)

Persamaan (al-Musāwah) Toleransi (Tasāmuh) Kebebasan (al-Hurriyah) Amar Ma’ruf Nahi Munkar Musyawarah (al-Syūra)

Pasal 1 ‫ان م امة احدة من د ن الناس‬

Keadilan (al-'Adālah)

Keseimbangan (Tawāzun)

Perumusan Piagam Jakarta BPUPKI (67 Anggota)

Menyusun Dasar Negara Indonesia Merdeka

PANCASILA (USULAN SOEKARNO)

PANITIA SEMBILAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

SOEKARNO MOH. HATTA YAMIN SOEBARDJO MARAMIS KAHAR MUDZAKKIR KH. WAHID HASYIM ABIKUSNO AGUS SALIM

Menyusun Pembukaan Hukum Dasar/ Pembukaan UUD

PIAGAM JAKARTA (The Jakarta Charter)

PIAGAM JAKARTA (THE JAKARTA CHARTER) “Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

Kronologi Penghapusan Tujuh Kata dalam Piagam Jakarta  Sore hari, pasca dibacakannya Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, seorang opsir Kaigun (Angkatan Laut Jepang) datang kepada Hatta dan mengatakan bahwa wakil-wakil Protestan & Katolik di kawasan Indonesia Timur sangat keberatan atas anak-kalimat dalam Pembukaan UUD.  Hatta menjawab bahwa hal tersebut bukanlah diskriminisai, karena penetapan tersebut hanya mengikat rakyat yang beragama Islam.  Opsir tersebut mengingatkan Hatta pada semboyan yang selama ini didengungkan “bersatu kita teguh dan berpecah kita jatuh.” Hatta mengakui bahwa opsir itu mempengaruhi pendiriannya

 Esok harinya, Hatta langsung memanggil keempat orang yang dianggap mewakili Islam, yaitu Ki Bagus Hadikusumo, Kasman, Teuku Mohammad Hasan, dan KH. Wahid Hasyim.  Dalam diskusi, akhirnya mereka setuju rujukan tentang Islam dalam mukaddimah UUD 1945 dihapus. KH. Wahid Hasyim kemudian mengusulkan agar Piagam Jakarta itu diganti dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa”, sebagai ganti dari kata “Negara berdasar atas Ketuhanan”. Bagi KH. Wahid Hasyim yang paling dibutuhkan Indonesia saat itu adalah persatuan bangsa yang kuat.

KONSTITUANTE HASIL PEMILU 1955 Pemilihan umum pertama diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955

Konstituante yang beranggotakan keseluruhan 520 anggota ini mempunyai tugas merancang dan mengesahkan undangundang dasar negara yang baru.

Diikuti 34 partai politik .

Menghasilkan empat besar yaitu PNI, Masyumi, NU dan PKI

Terjadinya polarisasi antara partai-partai Islam dan non Islam. Partai-partai Islam meraih 230 kursi Konstituante, sedangkan partai-partai lainnya (Nasionalis, Protestan, Katolik, Sosialis dan Komunis) mendapatkan 274 kursi Konstituante. Selebihnya dipandang di luar kategori ini.

Persaingan Ideologi dalam Sidang Konstituante 1

Tejadi perdebatan keras dan tegang serta berlarut-larut saat pembahasan mengenai Pancasila atau mendirikan Negara Islam.

2

Konstituante terbelah menjadi dua blok, Blok Islam mengajukan Islam sebagai dasar negara, sedangkan Blok Nasionalis mengajukan Pancasila.

3

Blok Islam mengusulkan amandemen dengan cara menyisipkan “tujuh kata” Piagam Jakarta dalam pembukaan maupun pasal 29 UUD 1945. Blok Nasionalis menolak.

4

Terjadi pemungutan suara, dalam hal hasil pemungutan suara, 201 suara mendukung usul amandemen dan 265 menolak usul tersebut.

5

Akibat kegagalan usul amandemen ini, Blok Islam menolak usul pemerintah untuk kembali ke UUD 1945.

6

Ketua PNI Suwirjo mengirim sebuah telegram kepada Presiden Soekarno, memintanya untuk mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden.

Pertemuan Jendral A.H. Nasution dan Tokoh Islam Sebelum Keluarnya Dekrit Presiden Suatu malam awal bulan Juli 1959, dua tokoh NU Idham Chalid dan Saifuddin Zuhri ditemui oleh Jenderal A.H. Nasution -yang akan berangkat ke Jepang untuk bertemu dengan Soekarno yang sedang berobat disana-. Kedatangan A.H. Nasution untuk minta pendapat NU mengenai rencana Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit. Dalam hal ini, Idham Chalid dan Saifuddin Zuhri memberikan lampu hijau pada Dekrit Presiden, tetapi dengan satu permintaan, agar Piagam Jakarta diakui kedudukannya sebagai yang menjiwai UUD 1945. Usaha yang dilakukan oleh NU mewakili umat Islam dalam detik-detik terakhir ini tidaklah siasia, kalimat “Bahwa kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut” benar-benar tercantum dalam Dekrit Presiden. NB: Perlu dicatat pula, salah satu faktor yang sangat menentukan suksesnya Dekrit Presiden 1959 adalah sikap Angkatan Darat atau militer secara umum yang mendukung pemberlakuan kembali UUD 1945. Baik itu dilakukan melalui ujung tombaknya di Konstituante (IPKI) maupun di luar lembaga pembuat UUD tersebut. Hal inilah yang membedakan suksesnya Dekrit Presiden yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno dengan Dekrit Presiden yang dikeluarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid

Integrasi Nilai Islam dalam Hukum Positif di Indonesia

UU No. 23 tahun 2011. Pengelolaan Zakat

UU No. 1 tahun 1974. Perkawinan

UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,

UU No. 7 tahun 1989. Peradilan Agama

UU No. 21 tahun 2008 Perbankan Syariah

UU No. 17 tahun 1999.Penyelenggaraan Ibadah Haji

UU No. 44 tahun 2008 Anti Pornografi dan Pornoaksi.

UU No. 33 tahun 2014. Jaminan Produk Halal

Kesimpulan Piagam Madinah adalah Konstitusi pertama di dunia yang merupakan produk dari konsensus bersama dalam pendirian Negara Madinah. Begitu juga Pancasila, merupakan Konstitusi yang dihasilkan dan disepakati oleh para pendiri bangsa sebagai asas Negara Indonesia. Keputusan final Pancasila sebagai Konstitusi menandakan sudah saatnya Negara dan Agama tidak boleh lagi dipertentangkan atau saling meniadakan, tetapi justru harus saling mengisi dan mendukung. Formulasi hubungan antara Agama dan Negara terwujud dalam beberapa realitas ketatanegaraan di Indonesia, diantaranya:



Dalam sistem Negara kita, diperbolehkan berdirinya partai politik berbasis Islam. Bisa dilihat bagaimana partai Islam ikut berkontestasi mulai dari pemilu pertama 1955 sampai dengan pemilu 2014



Berdirinya Kementerian Agama membuktikan bahwa Negara ikut andil dalam mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan Agama. Begitu juga dengan adanya dua sistem penddidikan nasional, yaitu lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama.



Negara menghormati hari-hari besar keagamaan. Terbukti dalam kalender satu tahun, setiap hari besar keagamaan ditetapkan menjadi hari libur nasional.

“Tidak ada senjata yang lebih tajam dan lebih sempurna lagi selain persatuan” KH. A. Wahab Hasbullah Pendiri Nahdlatul Ulama

TERIMA KASIH M. Romahurmuziy @Mromahurmuziy @Romahurmuziy www.romahurmuziy.com