HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA

Download Hal ini dapat menimbulkan rasa kurang percaya diri pada penyandang disabilitas. Salah satu faktor yang berpotensi mempengaruhi kepercayaan ...

0 downloads 405 Views 418KB Size
ISSN: 2503-3611 Jurnal Psikoislamedia Volume 1, Nomor 1, April 2016

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA PENYANDANG DISABILITAS FISIK DI SLB KOTA BANDA ACEH Sri Jarmitia1, Arum Sulistyani1, Nucke Yulandari1, Farhati M Tatar1, Harri Santoso2 1

Dosen Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 2 Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh

ABSTRAK Individu yang terlahir dengan keterbatasan fisik maupun mental disebut dengan penyandang disabilitas. Kondisi yang diderita oleh penyandang disabilitas fisik menyebabkan mereka sulit untuk beraktivitas. Hal ini dapat menimbulkan rasa kurang percaya diri pada penyandang disabilitas. Salah satu faktor yang berpotensi mempengaruhi kepercayaan diri seseorang adalah dukungan sosial. Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Dukungan Sosial dengan Kepercayaan Diri pada Penyandang Disabilitas di SLB Kota Banda Aceh. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 49 orang. Adapun karakteristik sampel penelitian ini adalah individu penyandang disabilitas berusia 13 sampai 23 tahun, tidak mengalami retardasi mental, dan sedang menempuh pendidikan sekolah lanjut tingkat pertama luar biasa dan sekolah menengah atas luar biasa. Metode pengumpulan data dengan menggunakan Skala Dukungan Sosial yang disusun peneliti berdasarkan teori dari Sarafino (1998) dan Skala Kepercayaan Diri yang disusun peneliti berdasarkan teori dari Fatimah (2006). Analisis data menggunakan korelasi Pearson product moment menunjukkan r = 0.617 dengan p = 0.000 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri pada penyandang disabilitas fisik di SLB Kota Banda Aceh, semakin tinggi dukungan sosial, maka kepercayaan diri pada penyandang disabilitas di SLB Kota Banda Aceh semakin tinggi.

Kata kunci: kepercayaan diri, dukungan sosial, penyandang disabilitas fisik, SLB.

THE RELATIONSHIP BETWEEN SOCIAL SUPPORT AND SELF CONFIDENCE OF PERSONS WITH PHYSICAL DISABILITY IN SPECIAL EDUCATION SCHOOLS IN BANDA ACEH Sri Jarmitia1, Arum Sulistyani1, Nucke Yulandari1, Farhati M Tatar1, Harri Santoso2 ABSTRACT Individuals who were born with physical or mental limitations referred to the disability. Their physical limitation caused them difficult to do some activities. It will lead them to feel lack of confidence. Furthermore, the confidence can be influenced by social support. Based on this background, this study aimed to determine there was a relationship between social support and self Copyright @2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 61

ISSN: 2503-3611 Jurnal Psikoislamedia Volume 1, Nomor 1, April 2016

confidence of disability in special schools in Banda Aceh. The sample in this study was 49 people. The characteristics of the sample were individuals with disabilities aged 13 to 23 years old, did not have mental retardation, and were currently study in special junior high schools and special senior high school. The data was collecting by using social support scale based on Sarafino’s theory (1998) and self‐confidence scale based on Fatimah theory’s (2006). The result of the data was analyzed by using Pearson product moment correlation and showed that r = 0.617 and p = 0.000 (P < 0.05). This suggested that there was a positive and significant relationship between social support and self confidence of disability in special schools in Banda Aceh, the higher the social support, the confidence of persons with disability in special schools in Banda Aceh. Keywords: self‐confidence, social support, persons with disability, special schools.

Pendahuluan Banyak hal yang terjadi di dunia ini yang tidak dapat ditentukan oleh manusia. Sehingga manusia harus menerima apa yang terjadi dalam hidupnya, seperti manusia yang dilahirkan dalam keadaan cacat fisik atau mental. Kondisi kecacatan inilah yang menyebabkan seseorang tidak dapat melakukan kegiatannya sehari‐hari, sehingga mereka sering dianggap sebagai individu yang tidak produktif dan tidak mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya (Soeharso, 2012 & Irwanto, dkk, 2010). Individu yang terlahir dengan keterbatasan fisik maupun mental disebut dengan penyandang cacat, namun istilah tersebut cenderung memunculkan stigma negatif dari masyarakat dan terkesan diskriminatif (Adinda, 2006). Maka dari itu, beberapa tokoh masyarakat seperti Kementerian Sosial, anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Penca, Anggota Pusat Bahasa, dan Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) mengadakan pertemuan untuk membahas pergantian istilah penyandang cacat dengan istilah yang lebih cocok untuk mendefinisikannya sesuai dengan Hak Asasi Manusia. Akhirnya terpilihlah istilah penyandang disabilitas sebagai istilah yang lebih sesuai dan disahkan pada tanggal 1 April 2010 (Tarsidi, 2009). Berdasarkan Undang‐Undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1997 pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, dan penyandang cacat fisik dan mental (UU RI, 1997). Blackhurst & Berdine (dalam Sutatminingsih, 2002) mengatakan bahwa penyandang disabilitas adalah individu yang mengalami masalah fisik yang menyebabkan adanya hambatan bagi dirinya dalam berinteraksi di lingkungan sosialnya secara normal, sehingga membutuhkan layanan dan program khusus. Kondisi yang diderita oleh penyandang disabilitas fisik menyebabkan mereka sulit untuk beraktivitas. Hal ini berpengaruh terhadap psikis mereka sehingga mereka cenderung merasa rendah diri, kurang percaya diri, menganggap dirinya kurang beruntung, tidak memiliki potensi, tidak dapat hidup mandiri, dan merasa bahwa mereka tidak mampu mencapai apa yang mereka cita‐citakan di 62 |Copyright @2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

ISSN: 2503-3611 Jurnal Psikoislamedia Volume 1, Nomor 1, April 2016

masa depan (Hurlock 2004). Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang penyandang disabilitas fisik yang berada di SLB diperoleh informasi bahwa penyandang disabilitas memiliki beberapa permasalahan yang sulit untuk diungkapkan secara terbuka kepada orang lain, yaitu kondisi fisik yang menimbulkan rasa rendah diri, sulit berkomunikasi dengan orang lain, merasa terasing, merasa kurang beruntung, menyesali keadaan dirinya, tidak percaya diri dengan apa yang dilakukan dan pesimis terhadap masa depan. Sehingga keadaan seperti ini tidak pernah memunculkan keberanian individu penyandang disabilitas untuk melakukan sesuatu yang positif dan ragu terhadap masa depannya. Menurut Rahmat (dalam Linkan, 1996) kepercayaan diri yang rendah akan menimbulkan perilaku malu, kebingungan, gugup, dan akan dapat menghambat hubungan sosial, rasa rendah diri yang berlebihan akan mendatangkan kesulitan pada diri individu karena individu menarik diri dari hubungan sosial. Penyandang disabilitas sering nampak tidak percaya diri karena kondisi fisiknya, ia merasa kurang sempurna dan merasa mempunyai kemampuan yang berbeda dengan orang kebanyakan. Sarafino (1998) yang menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu. Penyandang disabilitas dalam konteks kehidupan sosial, mendapatkan dukungan sosial dari keluarga, teman, dan lingkungan sekitarnya yang dapat memberikan perhatian dan dukungan terhadap proses pembentukan kepercayaan diri. Keluarga memiliki peranan dalam pemberian perhatian, dukungan, penghargaan dan perlindungan pada penyandang disabilitas karena keberadaan keluarga memberi arti hidup yang membuat individu tersebut merasa diterima sehingga dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga memengaruhi individu dalam pembentukan dan pengembangan kepercayaan diri (Christianto, 2011). Dengan demikian penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri pada penyandang disabilitas fisik di SLB kota Banda Aceh.

Tinjauan Teori Sarafino (1998) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu. Saroson (dalam Baron dan Byrne, 2005) mendefinisikan dukungan sosial sebagai kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman‐teman dan anggota keluarga individu tersebut. Menurut Duffy dan Wong (2000) dukungan sosial adalah pertukaran sumber daya di antara dua individu yaitu pemberi dan penerima dukungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan penerima dukungan. Menurut Farmer dan Farmer (dalam Danielson, 2009) dukungan sosial yaitu proses Copyright @2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 63

ISSN: 2503-3611 Jurnal Psikoislamedia Volume 1, Nomor 1, April 2016

pertukaran sosial yang berkontribusi terhadap perkembangan pola tingkah laku individu, kognisi sosial, dan nilai‐nilai. Sarafino (1998) membagi dukungan sosial ke dalam lima bentuk yaitu (a) dukungan instrumental yaitu penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti memberikan sesuatu pelayanan dan dukungan yang berupa uang atau barang, (b) dukungan informasional yaitu mendapatkan saran dan menerima nasehat untuk pemecahan masalah, (c) dukungan emosional yaitu mendapatkan perhatian dan empati (d) dukungan penghargaan yaitu penilaian positif terhadap ide‐ide, perasaan dan performa diri sendiri dari orang lain, dorongan untuk maju, serta (e) dukungan dari kelompok sosial, individu merasa menjadi anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat, rasa memiliki, diperhatikan, dan aktivitas sosial dengan kelompok, dengan demikian individu akan merasa senasib. Menurut Fatimah (2006) kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Kepercayaan diri berkembang melalui interaksi individu dengan lingkungannya. Lingkungan psikologis dan sosiologis akan menumbuhkan dan meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Fatimah menjabarkan aspek‐aspek kepercayaan diri dalam lima bentuk yaitu: a) Memiliki kompetensi, seperti percaya pada kemampuan diri dan menjadi diri sendiri. b) Yakin mampu bahwa dia bisa karena pengalaman, seperti emosi stabil dan cara pandang positif. c) Yakin mampu bahwa dia bisa karena potensi aktual, seperti tidak konformis. d) Yakin mampu bahwa dia bisa karena prestasi, seperti memiliki internal locus of control. e) Yakin mampu bahwa dia bisa karena harapan yang realistis terhadap diri sendiri, seperti memiliki harapan yang realistik dan mendapatkan saran.

Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah 49 penyandang disabilitas fisik yang berada di SLB Kota Banda Aceh. Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan‐pertimbangan karakteristik tertentu. Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah (1) individu berumur 13‐23 tahun, (2) individu tidak mengalami retardasi mental, (3) individu sedang menempuh pendidikan di Sekolah Lanjut Tingkat Pertama Luar Biasa atau Sekolah Menengah Atas Luar Biasa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah skala psikologi. Skala psikologi yang digunakan untuk mengukur variabel, yaitu: Skala Dukungan Sosial digunakan untuk mengukur variabel dukungan sosial yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan bentuk‐bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino (1996). Skala ini terdiri dari 4 (empat) pilihan jawaban yaitu 64 |Copyright @2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

ISSN: 2503-3611 Jurnal Psikoislamedia Volume 1, Nomor 1, April 2016

dari Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS). Skala Kepercayaan Diri digunakan untuk mengukur variabel Kepercayaan Diri yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan beberapa aspek kepercayaan diri yang dikemukakan oleh Fatimah (2006). Skala ini terdiri dari 4 (empat) pilihan jawaban yaitu dari Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS). Kedua skala tersebut mengandung dua jenis pernyataan yaitu pernyataan favorable (mendukung atribut ukur) dan unfavorable (tidak mendukung atribut ukur). Skor penilaian bergerak dari 1 (satu) sampai 4 (empat), dan tergantung jenis pernyataan. Data yang diperoleh dari penelitian diolah menggunakan teknik pearson product moment. Keseluruhan analisa data dilakukan dengan menggunakan fasilitas komputer SPSS 16.0 for windows.

Hasil Penelitian Deskripsi Data Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai data penelitian secara singkat dapat dilihat pada tabel 1, di mana terdapat perbandingan antara data hipotetik (yang mungkin terjadi) dan data empirik (berdasarkan kenyataan di lapangan).

Tabel 1. Kategorisasi Dukungan Sosial dan Kepercayaan Diri pada penyandang disabilitas fisik di SLB Kota Banda Aceh Kategori

Interval

Jumlah

Tinggi

48.43 ≤X

11

Persentase (%) 10.20

Sedang

40.33 ≤X< 48.43 X< 40.33

31

77.55

7

12.24

49

100

Rendah

Jumlah

Tabel 2. Deskripsi Data Penelitian Variabel Kepercayaan Diri Dukungan Sosial

Xmaks 60 80

Data Hipotetik Xmin Mean 37.5 15 20

50

SD 7.5

Xmaks 55

10

73

Data Empirik Xmin Mean 36 44.38 44

62.12

SD 4 5.74

Copyright @2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 65

ISSN: 2503-3611 Jurnal Psikoislamedia Volume 1, Nomor 1, April 2016

Uji Hipotesis Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu diuji normalitas dan linieritas data, hal ini merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan uji hipotesis. Berdasarkan uji normalitas yang dilakukan pada 49 sampel penelitian pada variabel kepercayaan diri, memiliki sebaran yang normal yaitu nilai K‐S Z = 0.279, dengan p>0.05, dan pada variabel dukungan sosial juga memiliki sebaran yang normal, yang ditunjukkan oleh nilai K‐S Z = 0.366 dengan p>0.05. Hasil uji linieritas melalui ANOVA test of linearity diperoleh hasil nilai signifikansi pada linieritas sebesar 0.000. Signifikansi kurang dari 0.05 (p = 0.000 < 0.05) menunjukkan hubungan yang linear antara variabel kepercayaan diri dengan dukungan sosial. Hasil dari analisis korelasi Pearson product moment menunjukkan adanya korelasi yang positif yaitu r = 0.617 dengan signifikansi p = 0.000. hal ini menunjukkan, bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri pada penyandang disabilitas fisik di SLB Kota Banda Aceh dapat diterima.

Diskusi Hasil pengujian hipotesis menunjukkan, bahwa terdapat hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri pada penyandang disabilitas fisik di SLB Kota Banda Aceh. Santrock (2003) menyebutkan ada dua sumber penting yang berpengaruh terhadap kepercayaan diri seseorang, yaitu penampilan fisik yang meliputi bentuk tubuh dan cara berpakaian serta dukungan sosial dari keluarga dan dukungan dari orang sekitarnya. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa ketika adanya peran dukungan sosial untuk peningkatan kepercayaan diri khususnya pada penyandang disabilitas, maka kepercayaan diri tidak semata‐mata dipengaruhi oleh diri sendiri saja melainkan melalui lingkungan sosialnya pula. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian dari Rohayati (2011) yang menyebutkan bahwa lingkungan dapat memengaruhi kepercayaan diri seseorang, jika di sekolah peran teman dan guru dapat meningkatkan rasa percaya diri pada siswa. Faktor dari luar individu lainnya, seperti motivasi dan dukungan dari orang lain, pengalaman‐pengalaman individu dari hasil berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan yang lebih luas akan menyebabkan perubahan perilaku yang positif pada diri individu dan nantinya akan meningkatkan kepercayaan diri siswa (Rohayati, 2011). Selain itu, faktor dalam diri juga berpengaruh terhadap kepercayaan diri individu yaitu yang dihasilkan dari proses pembelajaran dalam pendidikan. Selanjutnya, Sarason (dalam Susianti, 2006) berpendapat bahwa dukungan sosial adalah pemberian perhatian, kepedulian, penghargaan dan kasih sayang dari orang‐orang yang dapat di 66 |Copyright @2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

ISSN: 2503-3611 Jurnal Psikoislamedia Volume 1, Nomor 1, April 2016

andalkan sehingga meningkatkan kepercayaan diri. Penyandang disabilitas dalam konteks kehidupan sosial, mendapatkan dukungan sosial dari keluarga, teman, dan lingkungan sekitarnya yang dapat memberikan perhatian dan dukungan terhadap proses pembentukan kepercayaan diri. Keluarga memiliki peranan penting dalam pemberian perhatian, dukungan, penghargaan dan perlindungan pada penyandang disabilitas karena keberadaan keluarga memberi arti hidup yang membuat individu tersebut merasa diterima sehingga dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga memengaruhi individu dalam pembentukan dan pengembangan kepercayaan diri (Christianto, 2011). Individu penyandang disabilitas juga tidak terlepas dari interaksi dengan lingkungan sekitar, di antara lingkungan sekitar tersebut yang merupakan interaksi yang dekat dengan individu adalah lingkungan sekolah (Retnowati, 2011). Yuliani (2012) menambahkan pada lingkungan sekolah juga terdapat dukungan yang diberikan oleh guru dan teman¬teman yang berada di sekolah. Teman dalam lingkungan sekolah juga memberikan dukungan sosial dalam bentuk perhatian, saran, rasa aman, dihargai, memiliki pengaruh kuat dalam tingkah laku, minat bahkan sikap dan pola pikir. Dengan munculnya rasa percaya diri, maka individu akan dapat berkarya dan berperilaku positif sehingga menjadi manusia yang lebih berguna. Berdasarkan hasil penelitian diketahui, bahwa para penyandang disabilitas fisik memiliki kepercayaan diri berada pada kategori sedang sebesar 77.55%, artinya penyandang disabilitas fisik memiliki kepercayaan diri yang cukup baik. Hasil tersebut disebabkan oleh tingginya dukungan sosial yang diberikan terhadap penyandang disabilitas, sehingga penyandang disabilitas fisik mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitarnya yang dapat memberikan perhatian terhadap proses pembentukan kepercayaan diri. Hasil tersebut menunjukkan bahwa keduanya memiliki korelasi positif yang signifikan, artinya jika tingkat dukungan sosial tinggi maka tingkat kepercayaan diri akan tinggi begitu pun sebaliknya jika tingkat dukungan sosial rendah maka tingkat kepercayaan diri akan rendah pula. Meskipun penelitian ini telah dilakukan sebaik‐baiknya, akan tetapi peneliti menyadari bahwa penelitian ini juga memiliki keterbatasan dimana sampel penelitian yang direncanakan sebelumnya adalah keseluruhan penyandang disabilitas fisik yang berjumlah 82 orang akan tetapi pada saat peneliti melakukan penelitian di SLB hanya 49 orang yang berada di SLB saat pengambilan data penelitian dilakukan. Hal ini disebabkan karena pada saat dilakukan penelitian siswa sedang libur sekolah, sehingga banyak siswa yang belum masuk atau kembali ke sekolahnya. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk memperbaiki kekurangan yang ada dalam penelitian ini serta memodifikasi variabelnya sehingga nantinya akan mendapatkan hasil yang lebih bervariasi. Peneliti menyarankan agar peneliti berikutnya lebih memperdalam lagi kajian teoritis tentang kepercayaan diri dan dukungan pada penyandang disabilitas fisik di SLB Kota Banda Aceh, Copyright @2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 67

ISSN: 2503-3611 Jurnal Psikoislamedia Volume 1, Nomor 1, April 2016

dapat mengkaji lebih luas mengenai disabilitas yang tidak hanya pada disabilitas fisik, namun juga dapat dikaji mengenai disabilitas mental. Adapun beberapa kajian lainnya mengenai disabilitas juga dapat dikaitkan dengan variabel selain dukungan sosial dan kepercayaan diri seperti intelegensi, kebudayaan, motivasi belajar, motivasi berprestasi dan prestasi belajar.

Kesimpulan dan Saran Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa ada hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri pada penyandang disabilitas fisik di SLB Kota Banda Aceh dengan korelasi sebesar r =0.617 dengan p = 0.000 (p>0.05). Artinya semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi pula kepercayaan diri yang dimilikinya. Oleh karena itu, dukungan sosial bagi penyandang disabilitas sangat diperlukan baik dari keluarga, teman sebaya dan lingkungan sekolah. Dukungan sosial ini akan mampu meningkatkan kepercayaan diri penyandang disabilitas yang akhirnya mampu menjadikan mereka manusia yang mandiri dan mampu menjadi manusia Indonesia yang berperan aktif dalam sektor pembangunan.

Daftar Pustaka Adinda, T. (2006) Kabar Indonesia Online. 3 Desember: Peringatan hari Penyandang Cacat Internasional: Menggugat pelaksanaan kebijakan untuk “Diffabel”. Diakses pada tanggal 22 Maret 2013 melalui: http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=12&dn=2006121216573. Baron, R. A. & Byrne D. (2005). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga. Christianto, O. (2011). Kepercayaan diri pada penyandang cacat Fisik ditinjau dari dukungan sosial keluarga dan jenis kelamin. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Danielson, A. G. (2009). School Related Social Support and Students’ Perceived Life Satisfaction. The Journal of Education Research, 303‐318. Duffy, K. G., & Wong, F. Y. (2000). Community Psychology (2nd ed.). Boston: Pearson Education. Fatimah, E. (2006). Psikologi Perkembangan: (Perkembangan peserta didik). Bandung: Balai Setia. Hurlock, E. (2004). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga Press. Irwanto, dkk. (2010). Analisis Situasi Penyandang Disabilitas di Indonesia. Universitas Indonesia. Linkan, M. F. (1996). Tingkat kepercayaan diri wanita menjelang menopause dan wanita yang sudah menopause. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta.

68 |Copyright @2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

ISSN: 2503-3611 Jurnal Psikoislamedia Volume 1, Nomor 1, April 2016

Retnowati, L (2011). Persepsi Remaja Ketergantungan Napza Mengenai Dukungan Sosial Selama Masa Rehabilitasi. Arkhe Jurnal Ilmiah Psikologi: Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. Vol. 10 No. 2 September 2005. Rohayati, I. (2011). Program Bimbingan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa. Jurnal UPI, Edisi Khusus, No. 1.

Santrock, J.W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Soeharso, P. (2012). Dukungan Sosial pada pekerja sosial terhadap depresi penyandang disabilitas. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Susianti. (2006). Hubungan dukungan sosial dengan kecemasan sebelum melahirkan pada ibu di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Skripsi (tidak diterbitkan). Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. Sutatminingsih, R. (2002). Pengaruh Terapi Realitas Secara Kelompok terhadap Peningkatan Konsep Diri Pada Penyandang Disabilitas Fisik Usia Dewasa Awal. Tesis S2. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Diakses pada tanggal 23 Maret 2013 melalui http://repository.usu.ac.idJbitsreamll 23456789/7152/1 /d030025 8.pdf Tarsidi, D. (2009). Pertuni Online. Penyandang Ketunaan: Istilah Pengganti “Penyandang Cacat”. Diakses tanggal 09 November 2011 melalui: http://pertuni. idp‐europe.org/Artikel¬Makalah istilah_penyandang_cacat.php. Sarafino, E. P. (1998). Health Psychology Biopsychosocial Interaction. 5th edition. United States Of America: John Wiley & Sons. Undang‐Undang Republik Indonesia. (1997). Undang‐Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat. Diakses pada tanggal 21 Maret 2013 melalui: http://www.pendidikan‐diy.go.id/file/uu/uu41 997.pdf. Yuliani. F. (2012). Kepercayaan Diri pada Penyandang Cacat Fisik ditinjau dari Dukungan Sosial keluarga. Skripsi (Tidak diterbitkan). Semarang: Universitas Katolik Soegiejapranata.

Copyright @2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 69