HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG CUCI TANGAN YANG BENAR DENGAN KEJADIAN DIARE PADA LANSIA DI PUSKESMAS NGUNTORONADI I WONOGIRI
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh : PRASETYONINGSIH NIM: ST. 13 053
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan semesta alam, karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul : ”hubungan antara pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri”. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa tanpa dorongan, bimbingan dan motivasi-motivasi dari berbagai pihak niscaya penulis tidak akan mampu menulis skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada : 1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si., selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta, yang telah memberi izin penelitian kepada penulis. 2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kes., selaku Ketua Prodi Si Keperawatan yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada semua mahasiswanya. 3. Ibu Atiek Murhayati, S.Kep.,N.s.,M.Kep., selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 4. Ibu Rufaida Nur Fitriana, S.Kep.,Ns., selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 5. Ibu Happy Indri Hapsari, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku penguji utama skripsi.
6. Bapak dan Ibu dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan segenap ilmu dan pengalamnnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Keluargaku yang telah memberikan dukungan, doa, nasihat, kasih sayang dan semangat bagi penulis dalam mengerjakan skripsi ini. 8. Semua responden yang telah membantu dalam pengisian kuesioner sehingga skripsi dapat terselesaikan. 9. Teman-teman ST13 yang telah memberikan dukungan dan bantuannya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tiada kata yang pantas penulis sampaikan kepada semuanya, kecuali ucapan terima kasih yang tak terhingga serta iringan doa semoga amal baiknya mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, 11 Agustus 2015
Prasetyoningsih NIM.ST.13 053
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL .............................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN ..........................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..............................................................................
iv
DAFTAR ISI ............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .....................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
x
ABSTRAK ..............................................................................................
xi
ABSTRACT ...............................................................................................
xii
BAB
BAB
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang .................................................................
1
1.2 Rumusan masalah .............................................................
4
1.3 Tujuan penelitian ..............................................................
5
1.4 Manfaat penelitian ...........................................................
5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan teori ...................................................................
7
2.2 Keaslian penelitian ...........................................................
35
2.3 Kerangka teori ..................................................................
37
2.4 Kerangka konsep ..............................................................
38
2.5 Hipotesis ...........................................................................
38
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan rancangan penelitian .........................................
39
3.2 Waktu dan tempat penelitian ............................................
39
3.3 Populasi dan sampel ..........................................................
39
3.4 Variabel, definisi operasional dan skala pengukuran ........
42
3.5 Alat penelitian dan cara pengumpulan data .....................
43
3.6 Teknik pengolahan data dan analisis data ........................
48
3.8 Etika penelitian..................................................................
51
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Analisis Univariat..............................................................
53
4.2. Analisis Bivariat ...............................................................
55
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden ....................................................
57
5.2. Hasil Analisis Univariat 5.2.1 Tingkat Pengetahuan tentang Cuci tangan yang benar ..
59
5.2.2 Kejadian Diare ............................................................
61
5.3. Hasil Analisis Bivariat ......................................................
61
BAB VI PENUTUP 6.1. Simpulan ...........................................................................
65
6.2. Saran ................................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Nomor Tabel
Judul Tabel
Halaman
2.1
Keaslian penelitian ..................................................................
36
3.1
Definisi operasional variabel dan skala pengukuran ...............
42
DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar
Judul Gambar
Halaman
2.1
Kerangka teori .........................................................................
38
2.2
Kerangka konsep ......................................................................
39
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Surat Ijin Penelitian dari STIKes Kusuma Husada Surakarta
Lampiran
2. Surat Keterangan Penelitian dari Puskesmas Nguntoronadi I
Lampiran
3. Surat Ijin Uji Validitas ke Puskesmas Nguntoronadi II
Lampiran
4. Surat Keterangan Uji Validitas dari Puskesmas Nguntoronadi II
Lampiran
5. Surat pernyataan kesediaan menjadi responden
Lampiran
6. Surat permohonan menjadi responden
Lampiran
7. Kuesioner penelitian
Lampiran
8. Rekapitulasi Data Penelitian
Lampiran
9. Hasil penelitian
Lampiran 10. Hasil Uji Validitas Lampiran 11. Hasil Uji Reliabilitas Lampiran 12. Lembar konsultasi Lampiran 13. Output SPSS Lampiran 14. Dokumentasi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 Prasetyoningsih Hubungan antara Pengetahuan tentang Cuci Tangan yang Benar dengan Kejadian Diare pada Lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri Abstrak
Kesehatan pada lansia yang menurun secara umum disebabkan karena menurunnya fungsi organ tubuh, sehingga aktivitas dan metabolisme tubuh juga menurun, proses alamiah di atas diikuti dengan menurunnya energi dan kapasitas pencernaan yang umum dimulai usia 50 tahun, oleh karena itu diperlukan pengetahuan bagi lansia dalam mencegah terjadinya diare diantaranya pengetahuan tentang cuci tangan yang benar. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri. Jenis penelitian ini menggunakan rancangan penelitian diskriptif korelational, dengan menggunakan pendekatan cross-sectional. Sampel yang digunakan adalah sebagian dari lansia yang memeriksakan kesehatan di Puskesmas Nguntoronadi I sebanyak 91 orang dengan teknik purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan dengan analisis chi-square dan uji Odd Ratio (OR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia mempunyai pengetahuan cukup yaitu sebanyak 40 orang (44,0%), sebagian besar lansia terjadi diare yaitu sebanyak 57 orang (62,6%), dan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang mencuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri (p-value = 0,000), dengan nilai odds ratio = 0,118 yang artinya bahwa responden yang mempunyai pengetahuan cukup akan lebih beresiko 0,118 kali lipat terkena diare dari pada responden yang mempunyai pengetahuan baik. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang mencuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia. Kata kunci: pengetahuan, cuci tangan, kejadian diare. Daftar Pustaka: 34 (2005 – 2014)
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015
Prasetyoningsih Correlation between Knowledgeof Right Hand Washing an Diarrhea Incidence on the Elderly at Community Health CenterNguntoronadi I of Wonogiri ABSTRACT Generally the health decrease of the elderly is caused by the decrease of their organs’functions including the digestive organs. Therefore, the knowledge ofappropriate hand washing is requiredby the elderly to prevent diarrhea. The objective of the research is to investigate the correlation between the knowledgeof appropriate hand washing and the diarrhea incidence on the elderly at Community Health Center Nguntoronadi I of Wonogiri. The research used the descriptive correlational design with the crosssectional approach. The samples of research were 91 elderlies. They were taken by using the purposive sampling technique. The data were analyzed by using theChi-square analysis and the Odd Ratio (OR) test. The research shows that there 40 respondents (44.0%) had fairknowledgeof appropriate hand washing, and 57 respondents (62.6%) had diarrhea. Thus, there was a significant correlation between the knowledge of appropriate hand washing and the diarrhea incidence on the elderly at Community Health Center Nguntoronadi I of Wonogiri, as indicated by the p-value = 0.00, and the value of odds ratio = 0.118, meaning the respondents who had fair knowledge would have the risk as much as 0.118 times greater than those who had good knowledge.
Keywords: Knowledge, hand washing, diarrhea incidence References: 34 (2005 – 2014)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah di negara berkembang. Diare diartikan sebagai suatu kondisi buang air besar tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dengan atau tanpa disertai darah atau lendir akibat dari proses inflamasi pada lambung atau usus (Muslimah, 2010). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan angka kejadian Diare yang masih tinggi, hal ini dilihat dari morbiditas dan mortalitasnya. Lima provinsi dengan insiden dan period prevalen diare tertinggi adalah Papua (6,3% dan 14,7%), Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan 9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%), dan Sulawesi Tengah (4,4% dan 8,8%). Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok umur balita adalah kelompok yang paling tinggi menderita diare, sementara lansia umur 55-65 tahun sebanyak 1,9% dan 3,2% (Kemenkes, RI., 2013). Resiko terjadinya diare sebenarnya bisa diminimalkan dengan upaya pencegahan dan pengobatan. Diare menyerang kelompok usia baik balita, anak, dewasa bahkan lansia (Murniwaty, 2005). Menua merupakan proses terus menerus yang alamiah, dimulai sejak lahir dan dialami hampir semua makhluk hidup. Tahap manusia yaitu bayi, anak, remaja, tua kemudian lansia (Nugroho, 2000). Bila seseorang bertambah tua kemampuan fisik dan mentalnya perlahan–lahan mengalami kemunduran.
1
Semakin bertambahnya jumlah lansia maka semakin banyak pula masalah yang timbul terutama masalah medis yang mencapai 38%. Masalah kesehatan pada lansia secara umum disebabkan karena menurunnya fungsi organ tubuh, sehingga aktivitas dan metabolisme tubuh otomatis menurun. Sebagai suatu proses alamiah fenomena di atas juga diikuti dengan menurunnya energi dan kapasitas pencernaan menurun yang umum dimulai usia 50 tahun (Padila, 2013). Kesehatan usia lanjut perlu dipelihara oleh karena secara normal akan mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial. Namun apabila diantisipasi sebelumnya tidak akan terjadi penurunan yang drastis sehingga mengurangi penyebab penyakit yang berat atau bahkan kematian. Perilaku sehat dapat mencegah berbagai penyakit yang mudah terkena pada usia lanjut, walau usila secara alami mengalami penurunan berbagai fungsi organ sehingga rentan terhadap penyakit baik akut atau kronis, kecenderungan penyakit metabolik, infeksi degeneratif dan gangguan psikososial (Nugroho, 2004). Palancoi (2014) mengadakan penelitian yang menyatakan bahwa, salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian diare adalah perilaku, lingkungan dan pengetahuan tentang diare. Perilaku kesehatan merupakan suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman dan lingkungan (Notoatmodjo, 2010). Salah satu perilaku kesehatan adalah pengetahuan tentang mencuci tangan, mencuci tangan merupakan suatu perilaku kesehatan (Syarifah Fazila dkk, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Nungky Kustantya (2013) yang meneliti tentang tingkat pengetahuan lansia yang dihubungkan dengan perilaku hidup bersih dan sehat pada lansia dimana mencuci tangan merupakan indikatornya, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif dan signifikan antara tingkat pengetahuan lansia tentang mencuci tangan dengan kejadian penyakit karena infeksi, semakin kurang tingkat pengetahuan maka semakin tinggi terkena infeksi penyakit. Studi pendahuluan yang dilakukan terhadap beberapa lansia yang berkunjung ke Puskesmas Nguntoronadi I dengan keluhan diare didapatkan bahwa pasien mengatakan pernah diare ada juga yang sering, rata–rata tidak tahu sebabnya, buang air besar di jamban baik cemplung atau leher angsa, ada airnya tapi tidak mengalir, kadang cuci tangan pakai sabun kadang tidak pakai sabun kadang justru lupa. Hasil
studi
pendahuluan
dengan
wawancara
terhadap 10 lansia dengan keluhan diare di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri diketahui bahwa 5 orang diare disebabkan oleh makanan dan yang lainnya tidak tahu sebabnya apa, mereka yang mengetahui tentang cuci tangan yang benar hanya sebanyak 4 orang (40,0%) sedangkan yang tidak mengetahui tentang pengetahuan cuci tangan yang benar sebanyak 6 orang (60%). Hal yang ditanyakan pada lansia adalah kapan kita perlu cuci tangan, dengan apa kita cuci tangan dan bagaimana cuci tangan yang benar. Data dari kunjungan semua pasien melalui simpus puskesmas didapatkan lansia penderita diare pada tahun 2014 bulan Juni sebanyak 7 orang, bulan Juli sebanyak 8 orang, bulan Agustus sebanyak 11 orang, bulan September
sebanyak 12 orang, bulan Oktober sebanyak 13 orang, dan bulan November 2014 meningkat menjadi 15 orang. Sedangkan kunjungan lansia yang berobat di Puskesmas Nguntoronadi pada bulan Juni – Desember 2014 sebanyak 3.151 orang dengan usia terbanyak adalah 60-70 yaitu sebanyak 1057 orang. Latar belakang di atas menjadi dasar dalam penelitian ini, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan antara pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri.
1.2 Rumusan Masalah Masalah kesehatan pada lansia secara umum disebabkan karena menurunnya fungsi organ tubuh, sehingga aktivitas dan metabolisme tubuh juga menurun, proses alamiah di atas diikuti dengan menurunnya energi dan kapasitas pencernaan yang umum dimulai usia 50 tahun, oleh karena itu diperlukan pengetahuan bagi lansia dalam mencegah terjadinya diare diantaranya pengetahuan tentang cuci tangan yang benar. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana hubungan antara pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri?.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik demografi lansia yang meliputi umur, pendidikan . 2. Mengidentifikasi pengetahuan tentang cuci tangan yang benar pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri 3. Mengidentifikasi kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri 4. Menganalisis hubungan antara pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan 1. Sebagai masukan yang berhubungan dengan pola penerapan perilaku sehat yang diusahakan dengan meningkatkan program promosi kesehatan terutama cuci tangan yang benar pada Lansia. 2. Digunakan sebagai gambaran tentang mekanisme penanggulangan diare pada lansia sesuai dengan standar yang sudah ada.
1.4.2 Bagi Masyarakat 1. Meningkatkan perilaku hidup sehat dengan pencegahan diare pada lansia dengan cara cuci tangan yang benar. 2. Menerapkan cuci tangan yang benar dalam keluarga sehingga dapat mencegah kejadian diare. 1.4.3 Bagi Keperawatan 1. Dijadikan panduan rancangan intervensi keperawatan lansia yang aplikatif tentang pencegahan diare. 2. Sebagai masukan untuk pola perilaku hidup sehat dengan meningkatkan penerapan cuci tangan yang benar pada lansia. 3. Bagi
praktisi
keperawatan
gerontik
akan
menjadi
dasar
Perkembangan Intervensi efektif untuk mengurangi kejadian diare pada lansia. 1.4.4 Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi penelitian selanjutnya terutama untuk meneliti lebih dalam mengenai hubungan pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare dengan mengambil sampel yang lingkup wilayahnya lebih luas dan variabel lain yang berhubungan dengan kejadian diare misalnya variabel sikap dan perilaku.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Lansia 1. Pengertian Lansia Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas (Notoatmodjo, 2010). Lanjut usia menurut Hardywinoto (2005) terdiri dari 3 kategori,yaitu young old (70 – 75 tahun), old (75 – 80 tahun) dan very old (di atas 80 tahun). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merumuskan batasan lanjut usia sebagai berikut: a. Usia pertengahan (middle age) yaitu antara usia 45 – 59 tahun b. Lanjut usia (elderly) yaitu antara usia 60 – 74 tahun c. Lanjut usia tua (old) yaitu antara usia 75 – 90 tahun d. Usia sangat tua (very old) yaitu di atas usia 90 tahun Pada penelitian ini menggunakan batasan umur lansia antara 60-70 tahun. 2. Permasalahan Umum pada Lanjut Usia (Lansia) a. Mudah jatuh. Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita
atau
saksi
mata
yang
melihat
kejadian,
yang
mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan 7
kesadaran atau luka. Faktor instrinsik yang menyebabkan mudah jatuh antara lain gangguan jantung dan sirkulasi darah, gangguan sisitem anggota gerak, gangguan sistem saraf pusat, gangguan penglihatan dan pendengaran, gangguan psikologis, vertigo dan penyakit-penyakit sistemik. Sedangkan faktor ekstrinsik penyebab jatuh antara lain cahaya ruangan yang kurang terang, lantai licin, tersandung benda-benda, alas kaki kurang pas, tali sepatu, kursi roda dan turun tangga. b. Kekacauan mental akut. Kekacauan mental pada lansia dapat disebabkan oleh keracunan, penyakit infeksi dengan demam tinggi, alkohol, penyakit metabolisme, dehidrasi, gangguan fungsi otak, dan gangguan fungsi hati. c. Mudah lelah, disebabkan oleh faktor psikologis berupa perasaan bosan, keletihan, dan depresi. Faktor organik yang menyebabkan kelelahan antara lain anemia, kekurangan vitamin, osteomalasia, kelainan metabolisme, gangguan pencernaan dan kardiovaskuler. d. Nyeri dada, dapat disebabkan oleh penyakit jantung koroner, aneurisme aorta, radang selaput jantung dan gangguan pada sistem pernafasan. e. Sesak nafas, terutama saat melakukan aktifitas/kerja fisik, dapat disebabkan oleh kelemahan jantung, gangguan sistem saluran nafas, berat badan berlebihan dan anemia.
f. Palpitasi/jantung berdebar-debar, dapat disebabkan oleh gangguan irama jantung, keadaan umum badan yang lemah karena penyakit kronis, dan faktor psikologis. g. Pembengkakan kaki bagian bawah, dapat disebabkan oleh kaki yang lama digantung, gagal jantung, bendungan vena, kekurangan vitamin B1, penyakit hati dan ginjal. h. Nyeri pinggang atau punggung, dapat disebabkan oleh gangguan sendi atau susunan sendi pada tulang belakang, gangguan pankreas, kelainan ginjal, gangguan pada rahim, kelenjar prostat dan otot-otot badan. i. Gangguan penglihatan dan pendengaran, dapat disebabkan oleh presbiop, kelainan lensa mata, glukoma, dan peradangan saraf mata. Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh kelainan degeneratif, misalnya osteoklerosis. j. Sulit tidur, dapat disebabkan oleh faktor ekstrinsik seperti lingkungan yang kurang tenang, dan faktor intrinsik seperti gatalgatal, nyeri, depresi, kecemasan dan iritabilitas. k. Sukar menahan buang air besar, dapat terjadi karena penggunaan obat-obatan pencahar, keadaan diare, kelainan usus besar dan saluran pencernaan. l. Eneuresis, sukar menahan buang air kecil atau sering ngompol dapat disebabkan oleh penggunaan obat-obatan, radang kandung
kemih, kelainan kontrol pada kandung kemih, kelainan persyarafan kandung kemih serta akibat faktor psikologis. m. Berat badan menurun, dapat disebabkan oleh nafsu makan menurun, penyakit kronis, gangguan saluran cerna, dan faktorfaktor sosioekonomis (Nugroho, 2008). 2.1.2. Diare 1. Pengertian Diare Diare berasal dari kata yunani yaitu kata “diarroia” yang artinya mengalir terus (Hartanto, 2005). Diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar lebih dari satu kali dengan bentuk encer atau cair (Suradi, 2007). Menurut Muslimah (2010) diare merupakan suatu kondisi buang air besar tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dengan atau tanpa disertai darah atau lendir akibat dari proses inflamasi pada lambung atau usus. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih dari tiga kali dalam satu hari (DepKes RI, 2011). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan diare adalah kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsentrasi tinja lembek sampai cair, dapat disertai lendir atau tidak dan frekuensinya sering lebih dari tiga kali dalam satu hari.
Faktor risiko diare dibagi 3 besar yaitu faktor karakteristik individu, perilaku pencegahan dan lingkungan. Faktor karakteristik individu meliputi umur lansia, status gizi, dan tingkat pendidikan keluarga. Faktor perilaku pencegahan meliputi perilaku mencuci tangan sebelum makan, mencuci peralatan makan sebelum digunakan, mencuci bahan makanan, mencuci tangan dengan sabun setelah BAB, merebus air minum. Faktor lingkungan meliputi kepadatan perumahan, ketesediaan Sarana Air Bersih (SAB), pemanfaatan SAB, kualitas air bersih (Murniwaty, 2005). 2. Klasifikasi Diare Inayah (2006) mengklasifikasi diare berdasarkan pada ada atau tidaknya infeksi menjadi 2 (dua) golongan : a. Diare infeksi spesifik : tifus abdomen dan paratifus, desentri basil, enterokiliatis stafilokok. b. Diare infeksi non spesifik : diare dietetic Klasifikasi lain diare berdasarkan organ yang terkena infeksi : a. Diare infeksi enteral atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus, parasit). b. Diare infeksi parenteral atau diare infeksi di luar usus (otitis media, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urin dan lainya). Muslimah (2010) membagi diare berdasar lamanya diare, menjadi: a. Diare akut : diare yang terjadi mendadak kurang dari 2 minggu.
b. Diare kronik : diare yang terjadi lebih dari 2 minggu atau sampai menahun. 3. Epidemiologi Diare Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada anak dibawah umur lima tahun (balita) di dunia sebesar 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare, dimana sebahagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang (Fazlin, dkk, 2013). Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan di negara berkembang, terutama di Indonesia baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit diare bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan diikuti korban yang tidak sedikit. Untuk mengatasi penyakit diare dalam masyarakat baik tata laksana kasus maupun untuk pencegahannya sudah cukup dikuasai. Akan tetapi permasalahan tentang penyakit diare masih merupakan masalah yang relatif besar (Suraatmaja, 2010). Berdasarkan Studi Basic Human Service (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah, (i) setelah buang air besar 12%, (ii) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14 %, (iv) sebelum memberi makan bayi 7%, dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6%. Sementara itu studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20% merebus air untuk mendapatkan air
minum, tetapi 47,50% dari air tersebut mengandung Eschericia coli. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angkakejadian diare di Indonesia. Hal ini terlihat dari angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per 1.000 penduduk pada semua umur dan 16 propinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52 (Depkes RI, 2010). Epidemiologi penyakit diare, adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005). a.
Penyebaran Kuman Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4/6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
b. Faktor Penjamu Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa
penyakit dan lamanya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak, immunodefisiensi, dan secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita. c. Faktor Lingkungan dan Perilaku Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare. 4. Penyebab Diare Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau investasi parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan (Depkes RI, 2011). Menurut Suharyono (2008), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare dapat di golongkan menjadi dua golongan yaitu : a. Diaresekresi (secretory diarrhea) disebabkanoleh: 1) Infeksi virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen seperti a) Escherichia coli
Produksi enterotoksin oleh E.coli ditemukan sekitar tahun 1970 dari strain yang ada hubungannya dengan penyakit diare.
Penelitian
selanjutnya
menerangkan
strain-strain
enterotoksigenik dari E.coli sebagai satu hal yang bersifat patogen pada penyakit diare manusia. b) Salmonella Beberapa spesies adalah ganas terhadap manusia, diantaranya S.typhi, S.paratyphi, S.hirshfeldi, S.oranienburg, S.weltevreden, S.havana, S.javiana. bakteri masuk tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang tercemar tangan, tinja penderita atau pembawa kuman. Untuk menyebabkan diare pada orang sehat diperlukan inokulum yang besar. c) Shigella Terdapat
empat
kelompok
spesies
yang
terdiri
dari
S.dysenteriae, S.flexneri, S.boydii dan S.sonnei; yang sering dijumpai di daerah tropis. Shigella adalah sangat ganas bagi manusia dan terkenal dapat menyebabkan desentri basil yang sifatnya sangat akut. Sepuluh sampai dua ratus shigella yang virulen cukup dapat mengakibatkan diare. d) Vibrio cholera Angka kejadian tinggi di Negara yang sedang berkembang karena belum baiknya higene, sanitasi serta penyediaan air minum. Pada waktu wabah, terutama anak yang sudah besar dan
orang dewasa diserang karena mobilitasnya yang lebih besar. Jarang menyerang anak dibawah 2 tahun. e) Vibrio campylobacter Kuman di temukan dalam tinja selama penyakit berlangsung dan menghilang pada saat penyembuhan (Suharyono, 2008). 2) Difensiensi imunologi Dinding usus mempunyai mekanisme pertahanan yang baik. Bila terjadi difisiensi ‘S.IgA’ dapat terjadi bakteri tumbuh lama. Demikian pula defisiensi CMI ‘cell mediated immunity’ dapat menyebabkan tubuh tidak mampu infeksi dan infestasi parasit dalam usus. Hal ini mengakibatkan bakteri, virus, parasit, dan jamur yang masuk dalam usus akan berkembang dengan baik sehingga bakteri tumbuh dan akibat lebih lanjut diare kronik dan malabsorsi makanan. b. Diare osmotik (Osmotic diarrhea) disebabkan oleh: 1) Malabsorsi makanan : Malabsorsi karbohidrat, lemak dan protein. 2) Kurang kalori protein. 3) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir. Sedangkan menurut Inayah (2006), penyebab diare dapat dibagi beberapa faktor yaitu: a. Faktor infeksi 1) Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi firus (Enteovirus, Poliomyelitis, Virua Echo Coxsackie, Adeno Virus, Rota Virus, Astrovirus). Infeksiparasit: cacing (Ascaris, Tricuris, Oxyuris, Strongxloides), protozoa (Etamoebahistolitica, Giardia lamblia, Trichomonashomunis), jamur (Canidaalbicous). 2) Infeksi parenteral Adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut
(OMA),
tonsillitis/
tonsilofaringits,
bronkopenemonia,
ensefalitis.Keadaan ini terutama terjadi pada bayi dan anak berumur dibawah dua tahun. b. Faktor malabsorsi Penyebab diare yang disebabkan karena malabsorsi makanan dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu, malabsorsi karbohidrat, lemak, dan protein. Malabsorsi karbohidrat mengakibatkan beban osmotic (diare berair) lalu bakteri dalam kolon membentuk gas (abdomen kembung, tinja berbuih, flatus). Malabsorsi lemak menyebabkan lemak dalam usus keluar berlebihan dalam tinja. Sedangkan malabsorsi protein diakibatkan adanya gangguan pada pankreas dan mukosa usus halus. c. Faktor makanan Makanan terlalu pedas dan makanan terlalu asam. d. Faktor psikologis Bisa terjadi karena stress, cemas, ketakutan dan gugup (Suharyono, 2008).
4.Gejala klinis a. Akibat kehilangan cairan tubuh (dehidrasi/defisit volume) Gejala klinis yang menunjukkan akibat dehidrasi antara lain : turgor kulit berkurang, nadi lemah atau tidak teraba, takikardi, mata cekung, ubun-ubun cekung, membran mukosa kering, jari sianosis, serta akral teraba dingin. b. Akibat kehilangan elektrolit tubuh (defisit elektrolit) 1) Defisit karbohidrat a) Muntah b) Pernafasan cepat dan dalam c) Cadangan jntung menurun 2) Defisiensi kalium a) Lemahotot b) Aritmiajantung c) Distensi abdomen 3) Hipoglikemia (lebih umum pada anak yang malnutrisi) Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat. Bila defisit kurang dari 5% berat badan, maka dehidrasinya bersifat ringan dan satusatunya gejala yang jelas adalah haus. Bila defisit cairan 5-10% berat badan maka dehidrasinya sedang, sedangkan bila defisit cairan 10% atau lebih dari berat badan disebut dehidrasi berat (Suharyono, 2008).
5. Pemeriksaan laboratorium Beberapa pemeriksaan laboratorium biasanya diperlukan pada diare. Sebagian penderita gastroenteritis dehidrasi yang dirawat di rumah sakit, tanpa suatu pemeriksaan laboratorium apapun biasa ditolong dan sembuh. Namun demikian, bila perlengkapan laboratorium, tersedia sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium, yang lengkap, teliti dan berulang. Berikut ini adalah pemeriksaan laboratorium yang diperlukan agar pengobatan menyeluruh. a. Pemeriksaan darah lengkap Untuk membantu menentukan derajat dehidrasi dan infeksi. Pemeriksaan Hb dikerjakan sebelum dan sesudah rehidrasi tercapai untuk menentukan adanya anemia sebagai dasar. b. Pemeriksaan urin Ditetapkan volume, berat jenis dan albuminuri. Bila mungkin diperiksa osmolaritas urin, pH urin karena urin yang asam akan menunjukan adanya asidosis. c. Pemeriksaan feses Dicari penyebab infeksi maupun investasi parasit dan jamur serta sindrom malabsorpsi (Suharyono, 2008). 6. Pengelolaan diare Sebagai akibat diare, penderita akan kehilangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit. Tergantung pada banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit atau dengan berapa banyak penurunan berat badan
akan terjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat. Mengingat diare bila tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian, maka pengobatan diare paling tepat adalah dengan rehidrasi artinya mengganti cairan yang hilang akibat diare. Prinsip pengobatan diare yang utama ialah rehidrasi dini dan pemberian makanan dini yang berupa : a. Pemberian segera cairan yang mengandung garam (elektrolit) dan gula selama penderita diare banyak kehilangan melalui feses dan muntah. b. Makanan dan susu ibu (bagi anak balita) harus terus diberikan (Inayah, 2006). Dehidrasi sedang dan ringan (kehilangan cairan sebanyak kurang dari 10% berat badan) tidak diperlukan cairan intravena, cukup per-oral dengan cairan oralit atau sebanyak penderita mau minum. Larutan rehidrasi oral dari WHO merekomendasikan ORS (oral rehydration solution, oralit) yang mengandung 3,5 gram/L NaCL, 2,5 gram/L Na bikarbonat, 1,5 gram KCL dan 20 gram glukosa. Cairan rehidrasi oral (ORS) tersebut dinamakan cairan rehidrasi lengkap, disamping itu terdapat formula sederhana yang hanya mengandung 2 komponen yaitu NaCL dan glukosa atau penggantinya misal sukrosa dan merupakan larutan gula garam (LGG). Dalam hal ini tidak ada oralit, sebagai langkah pertama dengan larutan gula garam dengan takaran sebagai berikut : masukan 2 sendok teh gula dan ¼ teh garam dalam 1 gelas(200 ml) yang telah diisi air masak. Setelah diaduk
hingga larut kemudian minumkan pada penderita. Kontra indikasi rehidrasi oral yaitu pada : a. Dehidrasi berat yang disertai gejala penderita tidak dapat minum. b. Anuri atau oliguria yang melanjut c. Bayi premature d. Muntah hebat e. Malabsorpsi glukosa yang diketahui dari bertambahnya diare atau kambuh kembali setelah rehidrasi oral (Inayah, 2006). Keuntungan dari rehidrasi oral di klinik pada diare akut dapat menghemat cairan intravena. Penggunaan cairan oral (oralit) yang diberikan mulai di rumah mempunyai keuntungan, diantaranya diare dapat dicegah secara dini dan kunjungan ke pelayanan kesehatan akan berkurang. Keuntungan ditemukannya cairan oral glukosa elektrolit (ORS) yang sederhana, efektif dan murah. Cairan ORS dapat diberikan secara menyeluruh terhadap penyakit diare (Departemen Kesehatan RI, 2011). Pengelolaan diare dengan dehidrasi berat kehilangan cairan sebanyak 15% atau lebih, dilakukan dengan pemberian cairan ringerlaktat intravena yang cepat, sampai denyut nadi teraba. Dengan demikian tujuan utama infuse yang cepat dan segera diberikan adalah mendapatkan perfusi cardiovascular yang adekuat dan mengembalikan perfusi jaringan serta fungsi pengaturan ginjal yang normal. Selama rehidrasi perlu diperhatikan terjadinya komplikasi diare (asidosis,
hipokalemia, hipoglikemia atau lain) dan penyakit lain yang diderita penderita. Yang perlu diperhatikan adalah berat dan kompensasi jantung maka rehidrasi cairan dikurangi (Suharyono, 2008).
2.1.3. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan MenurutSukanto (2005), pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstilions) dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformations). Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan dapat berkenaan dengan apa yang dipikirkan oleh individu yang bersangkutan. 2. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know). Tahu diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan, tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang lebih rendah. b. Memahami (Comprehension). Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi secara benar. Tentang objek yang dilakukan dengan menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya. c. Aplikasi (Aplication). Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis (Analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (Synthesis). Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (Evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu kriteria yang di tentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Menurut Depkes RI (2007), perubahan cara berfikir yang terjadi pada lansia berdampak pada depresi dimana terganggunya konsentrasi dan pengambilan keputusan membuat seseorang sulit mempertahankan memori jangka pendek, dan terkesan sebagai sering lupa. Pikiran negatif sering menghinggapi pikiran lansia. Lansia menjadi pesimis, percaya diri rendah, dihinggapi perasaan bersalah yang besar, dan mengkritik diri sendiri. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (Over behavior) perilaku
yang didasari
pengetahuan bersifat langgeng. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan (Sukanto, 2005) yaitu : a.
Tingkat pendidikan, pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya
makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang
tingkat
pendidikannya
rendah,
akan
menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan. b.
Informasi, seseorang mempunyai sumber informasi lebih
akan
mempunyai pengetahuan lebih luas. Kemudahan memperoleh informasi
dapat
membantu
mempercepat
seseorang
untuk
memperoleh pengetahuan yang baru. c.
Budaya, tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan. Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.
d.
Pengalaman, sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan
tentang
sesuatu
yang
bersifat
informal.
Ada
kecenderungan pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif. e.
Sosial ekonomi, tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi akan menambah tingkat pengetahuan, hal ini disebabkan oleh sarana
prasarana serta biaya yang dimiliki untuk mencari ilmu pengetahuan terpenuhi. Usaha memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sekunder. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang berbagai hal. 4. Cara Mendapatkan Pengetahuan Beberapa
cara
untuk
mendapatkan
pengetahuan
menurut
Notoatmodjo (2010) adalah : a. Coba-salah (trial and eror). Cara ini digunakan saat orang mengalami masalah, upaya pemecahannya adalah dengan cara coba-coba saja atau dengan kemungkinan–kemungkinan. b. Cara kekuasaan atau otoritas. Cara ini digunakan secara turuntemurun, atau karena kebiasaan sehari-hari serta tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melalui penalaran apakah hal tersebut baik atau tidak. c. Pengalaman. Pengalaman artinya berdasarkan pemikiran kritis akan tetapi pengalaman belum tentu teratur dan bertujuan. Mungkin pengalaman hanya dicatat saja. Pengalaman yang disusun sistematis oleh otak maka hasilnya adalah ilmu pengetahuan. d. Melalui jalan pikiran. Dengan cara induksi dan deduksi. Induksi yaitu apabila proses pembuatan keputusan itu melalui pernyataan–
pernyataan khusus kepada yang umum. Deduksi apabila pembuatan kesimpulan dari pernyataan–pernyataan umum kepada yang khusus. e. Cara modern. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “Metodologi penelitian atau Metode Penelitian Ilmiah”. 5. Pengukuran Tingkat Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan domain di atas (Notoatmodjo, 2010). Tingkat pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kuantitatif, yaitu: (Riwidikdo, 2009) a. Pengetahuan Baik, mempunyai nilai 76%-100% dari semua jawaban b. Pengetahuan Cukup, mempunyai nilai 56%-75% dari semua jawaban c. Pengetahuan Kurang, mempunyai nilai < 56% dari semua jawaban Perilaku merupakan intervensi psikologis yang mengkombinasikan terapi kognitif serta terapi perilaku untuk menangani masalah psikologis. Perilaku mengajarkan individu untuk mengenali pengaruh pola pikir tertentu dalam memunculkan penilaian yang salah mengenai pengalamanpengalaman yang ditemui, sehingga memunculkan masalah pada perasaan dan tingkah laku yang tidak adaptif (Rosenvald, Oei dan Schmidt, 2002).
Prinsip dasar terapi Kognitif-perilaku antara lain : (Westbrook, Kennerly dan Kirk, 2007). a. Prinsip kognitif. Masalah psikologis merupakan hasil interpretasi dari sebuah kejadian, bukan kejadian itu sendiri. b. Prinsip perilaku: perilaku individu dapat sangat mempengaruhi pikiran dan emosinya. c. Prinsip kontinum: gangguan bukanlah suatu proses mental yang berbeda dengan proses mental normal, melainkan proses mental normal yang berlebihan hingga menjadi masalah. d. Prinsip here-and know: lebih baik berfokus pada proses masa kini dari pada masa lalu. e. Prinsip sistem yang saling berinteraksi: melihat masalah sebagai interaksi dari pikiran, emosi, perilaku, fisiologi, danl ingkungan yang dimiliki individu. f. Prinsip empiris: penting untuk mengevaluasi teori dan terapi secara empiris.
2.1.4. Cuci Tangan 1. Pengertian Cuci Tangan Tangan adalah bagian dari tubuh manusia yang sangat sering menyebarkan infeksi. Tangan terkena kuman sewaktu kita bersentuhan dengan bagian tubuh sendiri, tubuh orang lain, hewan, atau permukaan yang tercemar. Walaupun kulit yang utuh akan melindungi tubuh dari infeksi langsung, kuman tersebut dapat masuk ke tubuh ketika tangan
menyentuh mata, hidung atau mulut. Oleh karena itu sangat penting untuk diketahui dan diingat bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan perilaku sehat yang sangat efektif untuk mencegah penyebaran berbagai penyakit menular seperti diare, ISPA dan flu burung. Diare merupakan penyakit "langganan" yang banyak berjangkit pada masyarakat terutama usia balita. Survei Kesehatan Nasional tahun 2006 menempatkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) penyakit pada posisi tertinggi sebagai penyakit paling berbahaya pada balita. Diare dan ISPA dilaporkan telah membunuh 4 juta anak setiap tahun di negara-negara berkembang. Sementara flu burung atau yang dikenal juga H5N1 merupakan penyakit mematikan dan telah memakan cukup banyak korban (Anggrainy R, 2010). Penyakit-penyakit tersebut di atas juga merupakan masalah global dan banyak berjangkit di negara-negara berkembang, suatu wilayah yang didominasi dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk, tidak cukup pasokan air bersih, kemiskinan dan pendidikan yang rendah. Rantai penularan penyakit-penyakit tersebut di atas dapat diputus "hanya" dengan perilaku cuci tangan pakai sabun yang merupakan perilaku yang sederhana, mudah dilakukan, tidak perlu menggunakan banyak waktu dan banyak biaya (Depkes RI, 2011). Cuci tangan belum menjadi budaya yang dilakukan masyarakat luas di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari saja, masih banyak yang mencuci tangan hanya dengan air sebelum makan, cuci tangan
dengan sabun justru dilakukan setelah makan. Mencuci tangan saja adalah salah satu tindakan pencegahan yang menjadi perilaku sehat dan baru dikenal pada akhir abad ke 19. Mencuci tangan dengan air saja lebih umum dilakukan, namun hal ini terbukti tidak efektif dalam menjaga kesehatan dibandingkan dengan mencuci tangan dengan sabun (Syahputri, 2011). Menggunakan sabun dalam mencuci tangan sebenarnya menyebabkan orang harus mengalokasikan waktunya lebih banyak saat mencuci tangan, namun penggunaan sabun menjadi efektif karena lemak dan kotoran yang menempel akan terlepas saat tangan digosok dan bergesek dalam upaya melepasnya. Dalam lemak dan kotoran yang menempel inilah kuman penyakit hidup. Efek lainnya adalah, tangan menjadi harum setelah dicuci dengan menggunakan sabun dan dalam beberapa kasus, tangan yang menjadi wangilah yang membuat mencuci tangan dengan sabun menjadi menarik untuk dilakukan. Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti ingus, dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya sedang ditularkan. Lebih sulit mengubah kebiasaan orang daripada memulai menumbuhkan kebiasaan mencuci tangan. Salah satu penyakit yang bisa bersarang dalam tubuh bila mengabaikan cuci tangan yaitu diare (Anggrainy R, 2010).
Diare dengan mudah memasuki tubuh lewat tangan yang tercemar kuman, virus, parasit. Baik saat memegang pintu, menekan tombol lift, bersalaman, memegang uang, kursi atau barang apa saja. Dari tangan yang tercemar, kuman masuk ke mulut lewat makanan yang kita pegang. Jadi tangan menjadi perantara tersebarnya kuman dari kotoran atau tinja ke mulut. Diare, infeksi mata, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), flu burung dan flu babi, termasuk dalam penyakit yang menular dengan cepat. Meski demikian, penyakitpenyakit tersebut sebenarnya bisa dicegah dengan kebiasaan mencuci tangan dengan benar. Meski mudah dan murah, cuci tangan yang benar belum menjadi budaya yang dilakukan seluruh masyarakat. Menurut Bank Dunia, perilaku cuci tangan yang benar dengan sabun menurut Departemen Kesehatan kurang dipromosikan sebagai tindakan pencegahan. Departemen Kesehatan RI sendiri sekarang sudah mulai memasukkan cuci tangan dengan air bersih dan sabun dalam elemen penting peningkatan kesehatan anak Indonesia (Aditama, 2011). Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air bersih dan sabun oleh manusia agar menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Perilaku Sehat Cuci Tangan Pakai Sabun yang merupakan salah satu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), saat ini juga telah menjadi perhatian dunia, hal ini karena masalah kurangnya praktek perilaku cuci tangan tidak hanya terjadi di negara-
negara berkembang saja, tetapi ternyata di negara-negara maju pun kebanyakan masyarakatnya masih lupa untuk melakukan perilaku cuci tangan (Anggrainy R, 2010). Perilaku cuci tangan pakai sabun pada umumnya sudah diperkenalkan kepada anak-anak sejak kecil tidak hanya oleh orang tua di rumah, bahkan ini menjadi salah satu kegiatan rutin yang diajarkan para guru di Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Dasar. Tetapi kenyataannya perilaku sehat ini belum menjadi budaya masyarakat kita dan biasanya hanya dilakukan sekedarnya. Fasilitas cuci tangan sudah sangat memenuhi syarat, yaitu air bersih mengalir dilengkapi dengan sabun cuci tangan cair berkualitas. Sayangnya fasilitas itu belum digunakan dengan baik, karena biasanya orang hanya mencuci tangan sekedar menghilangkan bau amis bekas makanan dan lupa atau malas mencuci tangan dulu sebelum makan (Depkes RI, 2011). Jika sedikit melirik ke masyarakat pedesaan, pada umumnya masyarakat desa hanya menggunakan air seadanya dan belum banyak yang menggunakan sabun untuk mencuci tangan. Beberapa hal di atas menunjukan kenyataan bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun sebagai salah satu upaya personal hygiene belum dipahami masyarakat secara luas dan prakteknya pun belum banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Rapat Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (HCTPS) yang pertama diselenggarakan pada tanggal 15 Oktober 2008. Ini
merupakan perwujudan seruan tentang perlunya upaya untuk meningkatkan praktek personal hygiene dan sanitasi di seluruh dunia. Fokus HCTPS tahun 2008 ini adalah Anak sekolah sebagai "Agen Perubahan" dengan simbolisme bersatunya seluruh komponen keluarga, rumah dan masyarakat dalam merayakan komitmen untuk perubahan yang lebih baik dalam berperilaku sehat melalui CTPS (Depkes RI, 2011). HCTPS yang diperingati oleh banyak negara di dunia, merupakan upaya untuk meningkatkan budaya CTPS secara global. Ribuan anak sekolah mencuci tangan pakai sabun pada hari yang sama pada 20 negara yang berbeda, sedangkan tujuan dari tantangan ini adalah untuk menciptakan keseragaman kegiatan kunci bagi seluruh negara yang berpartisipasi, menciptakan kreatifitas, memacu kompetisi positif antar negara peserta serta membuat HCTPS menjadi sebuah hari yang menyenangkan. Sehingga penyebaran penyakit yang disebabkan oleh lingkungan dan perilaku manusia seperti penyakit diare dan pneumonia, yang dapat berakibat fatal, dapat dikurangi (Sedyaningsih, 2011). 2. Langkah Cuci Tangan yang Baik dan Benar Menurut Subea (2010) cuci tangan pakai sabun yang baik dan benar mempunyai langkah-langkah sebagai berikut : dimulai dengan membasahi tangan dengan air lalu menuangkan sabun secukupnya dan kemudian meratakan pada kedua telapak tangan, setelah itu
menggosok punggung tangan dan sela-sela jari dengan tangan kanan secara bergantian. Selanjutnya menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari hingga jari-jari saling mengunci, barulah setelah itu menggosok ibu jari kiri berputar dengan tangan kanan. Menggosokkan ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dengan memutar secara bergantian. Membilas kedua tangan dengan air dan terakhir mengeringkan dengan handuk kering. 3. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Cuci Tangan yang Benar Penggunaan sabun pada saat mencuci tangan menjadi penting karena sabun sangat membantu menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak/lemak/kotoran di permukaan kulit serta meninggalkan bau wangi. Kita dapat memperoleh kebersihan yang berpadu dengan bau wangi dan perasaan segar setelah mencuci tangan pakai sabun, ini tidak akan kita dapatkan jika kita hanya menggunakan air saja. Tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah waktu-waktu kita harus melakukan perilaku cuci tangan, di Indonesia diperkenalkan 5 waktu penting yaitu setelah ke jamban, setelah menceboki anak, sebelum makan, sebelum memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan (Subea, 2010). Penelitian WHO menunjukkan bahwa mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting dapat mengurangi angka kejadian diare sampai 45%. Cuci tangan pakai sabun dengan benar juga dapat mencegah penyakit diare. Menurut hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2007, seperti yang disampaikanUnited States Agency for International Development (USAID). Riset menunjukkan bahwa penyebab terbesar meninggalnya balita dan anak-anak Indonesia adalah penyakit diare dan ISPA. Saat ini, pemahaman dan kepedulian untuk mempromosikan praktik cuci tangan pakai sabun dengan benar disejumlah kantor pemerintahan, LSM, lembaga donor dan sektor swasta semakin meningkat. Yang lebih penting lagi adalah hubungan yang akan terbentuk antara cuci tangan pakai sabun dan kegiatan perubahan perilaku higienis lain dengan proyek-proyek infrastruktur sanitasi skala besar. Masih dibutuhkan usaha-usaha untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap dampak positif yang akan muncul dari cuci tangan pakai sabun dengan menggandeng kantor-kantor pemerintah, LSM dan pihak swasta untuk bersama-sama meng-komunikasikan seruan aksi cuci tangan pakai sabun sebagai aktifitas sehari-hari semua orang (Depkes RI, 2011).
2.2. Keaslian Penelitan Penelitian tentang hubungan antara pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri, sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian, tetapi ada beberapa penelitian yang mendukung penelitian ini, diantaranya adalah:
Tabel 2.1. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Metode Hasil 1 Negara, A,J, Pengaruh perilaku Jenis penelitian Hasil analisa bivariat dkk (2014). hidup bersih dan deskriptif menunjukkan bahwa sehat terhadap analitik dengan terdapat pengaruh rancangan cross antara mencuci tangan kejadian diare di sectional. Alat dengan kejadian diare SDN 003 analisis Kabupaten (ρ=0,034), mengkomPolewali Mandar yang digunakan sumsi jajanan sehat Chi-Square terhadap kejadian diare 2 (ρ=0,043), mengguna(c ). kan jamban sehat terhadap kejadian diare (ρ=0,034) dan membuang sampah pada tempatnya terhadap kejadian diare (ρ=0,013). 2 Fajar, NA dan Hubungan penge- Jenis penelitian Hasil penelitian Mirnaniarti tahuan dan sikap deskriptif menye-butkan bahwa tidak ada hubungan (2011). terhadap perilaku korelasional antara penge-tahuan cuci tangan pakai dengan sabun masyarakat rancangan cross masyarakat terhadap di Desa Senuro sectional. perilaku CTPS dengan Timur. Teknik analisis nilai p-value = 0,615, data yang ada hubungan antara diguna-kan sikap masyarakat dengan uji Chi- terhadap perilaku CTPS dengan nilai pSquare (c2). value = 0,0001. Palancoi, NA, Hubungan antara Jenis penelitian Berdasarkan analisis 3 (2014). pengetahuan dan dengan bivariat menunjukkan lingkungan dengan deskriptif bahwa ada hubungan kejadian diare akut korelasional antara pengetahuan pada anak. dengan dengan kejadian diare rancangan cross sehingga diperlukan sectional. pengetahuan dan Alat analisis pemahaman yang yang digunakan mendalam sehingga dengan uji Chi- tidak terjadi diare, demikian juga Square (c2). ditunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara lingkungan dan kejadian diare.
2.3. Kerangka Teori Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan di muka, maka dapat dibuat suatu kerangka teori sebagai berikut :
Dipengaruhioleh : 1. Faktor yang tidak dapat diubah : a. Umur b. Jenis kelamin c. Keturunan 2. Faktor yang dapat diubah: a. Kegemukan b. Psikososial dan stres
Lansia
Pengetahuan tentang Cuci Tangan yang Benar
Faktoryang Mempengaruhi tingkat Pengetahuan : 1. Faktor Internal : a. Umur b. Jeniskelamin c. Intelegensia 2. FaktorEksternal : a. Pendidikan b. Paparan media massa c. Ekonomi d. Hubungansosial e. Pengalaman
Kejadian Diare
1.Kurangnya kesadaran perilaku cuci tangan yang benar 2. Tidak ada kemampu an melakukan cuci tangan yang benar.
Gambar 2.1 : Kerangka Teori Sumber: Notoatmodjo (2010), dan Inayah (2006), Keterangan : : yang tidak diteliti : yang diteliti
2.3.1. KerangkaKonsep
Variabel Bebas :
Variabel Terikat :
Pengetahuan tentang Cuci tangan yang benar
Kejadian Diare pada
Gambar 2.2. KerangkaKonsep
2.3.2. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara yang masih perlu dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan permasalahan yang diajukan dan uraian teori serta kerangka konsep yang telah disampaikan maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho :
Tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri.
Ha :
Ada hubungan antara pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan rancangan penelitian diskriptif korelational, dengan menggunakan pendekatan cross-sectional yaitu dengan melakukan
pengukuran
sesaat
untuk
mengetahui
hubungan
antara
pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri. Faktor risiko serta efek tersebut diukur menurut keadaan atau status pada waktu observasi, jadi tidak ada tindak lanjut (Setiadi, 2007).
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1.
Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Puskesmas Nguntoronadi I Kabupaten Wonogiri.
3.2.2.
Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan 28 Februari sampai dengan 11 Mei 2015.
3.3. Populasi, Sampel, dan Sampling 3.3.1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti (Setiadi, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang yang memeriksakan kesehatannya di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri pada bulan Juni s/d Desember 2014 yang berjumlah 1.057 orang. 40
3.3.2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang dapat digunakan sebagai subyek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2006). Sampel pada penelitian ini adalah seluruh lansia yang memeriksakan kesehatan di Puskesmas Nguntoronadi I. Sampel minimal yang dibutuhkan ditentukan dengan menggunakan rumus dari Notoatmodjo (2010) sebagai berikut:
n=
N 1+ N d2
( )
Dimana : n : besar sampel. N : jumlah populasi. d : tingkat kepercayaan atau ketepatan yang digunakan yaitu sebesar 10 % atau 0,1. n =
1.057 1 + 1.057 d 2
( )
=
1.057 1 + 1.057 0,12
=
1.057 11,57
( )
= 91,35696 dibulatkan 91 responden. Berdasarkan perhitungan rumus di atas, diperoleh sampel minimal sejumlah 91 orang.
3.3.3. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan dalam penentuan sampel dalam penelitian ini adalah dengan purposive sampling. Teknik penetapan sampel ini dilakukan dengan cara memilih sampel diantara populasi dengan kriteria sampel, sehingga setiap populasi mempunyai kesempatan sebagai sampel dan dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Setiadi, 2007). Adapun kriteria sampel yang digunakan meliputi: 1. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi, target yang terjangkau yang akan diteliti Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : a. Pendidikan responden minimal Sekolah Dasar b. Lansia usia 60 - 70 tahun yang memeriksakan ke Puskesmas Nguntoronadi I 2. Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi, target yang tidak terjangkau untuk diteliti. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: a. Pasien yang tidak bisa membaca dan menulis b. Lansia yang mengalami kepikunan
3.4. Variabel, Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan berubahnya nilai dari variabel terikat dan merupakan variabel bebas (Setiadi, 2007), dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang cuci tangan yang benar. Adapun variabel yang lain yaitu variabel terikat yaitu variabel
yang diduga nilainya akan berubah karena pengaruh dari variabel bebas (Setiadi, 2007), variabel terikat dalam hal ini adalah kejadian diare pada lansia. Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel, sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Setiadi, 2007). Definisi operasional dalam penelitian ini dapat dikemukakan dalam tabel berikut : Tabel 3.1. Definisi Operasional Pengetahuan tentang Cuci Tangan yang benar dan Kejadian Diare. No Variabel Definisi Operasional Indikator penilaian Skala Alat Ukur 1 Pengetahuan Pengetahuan cuci cuci tangan tangan yang benar yang benar merupakan anggapan lansia tentang cuci tangan yang benar sehingga mereka akan dapat melakukan cuci tangan yang benar.
Pertanyaan dalam Ordinal tingkat pengetahuan jumlah 20 soal dengan kategori: 1.Baik Jumlah Benar: 15-20 (76-100%) 2.Cukup Jumlah Benar: 8-14 (56-75% ) 3.Kurang Jumlah Benar: 1-7 (<56%) No Variabel Definisi Operasional Indikator penilaian Skala 2 Kejadian Kejadian diare pada 1. Diare Nominal diare pada lansia merupakan 2. Tidak diare lansia timbulnya penyakit diare yang dialami para lansia dalam 3 bulan terakhir.
Kuesioner
Alat Ukur Lembar Kuesioner
3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1 Alat Penelitian Alat penelitian yang digunakan dalam mendapatkan data yaitu:
1. Lembar kuesioner Kuesioner dalam penelitian ini berisi pernyataan-pernyataan tentang tingkat pengetahuan sejumlah 20 item
soal, kuesioner ini
berupa pertanyaan yang sifatnya favorable dengan jumlah soal 16 dan 4 untuk soal unfavorable yaitu soal nomor 10, 12, 14 dan 19. Adapun pada variabel kejadian diare ada satu pertanyaan terbuka yang hanya membutuhkan
jawaban
“Ya”
dan
“Tidak”,
sehingga
mampu
menggambarkan responden saat dilakukan penelitian sedang diare atau tidak. Sebelum dilakukan analisis data, maka alat atau instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data perlu diujicobakan yang kemudian dianalisis dengan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dan reliabilitas instrumen akan dilakukan pada bulan Februari 2015 kepada pasien lansia yang diindikasi diare di Puskesmas Nguntoronadi II Wonogiri. Uji validitas dilakukan pada 30 sampel lansia. Adapun uji validitas ini dilakukan pada variabel pengetahuan tentang cuci tangan yang benar saja. a. Uji Validitas Uji Validitas merupakan tingkat kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tersebut (Suharsimi, 2010). Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut mampu mengukur apa saja yang hendak diukur. Untuk mengetahui validitas tiap item digunakan
rumus korelasi yang dikemukakan oleh Pearson yang dikenal dengan rumus korelasi Product Moment yaitu sebagai berikut:
rXY =
N å XY - (å X )(å Y )
{(N å X 2 - (å x ) }{N å Y 2
2
- (å Y )
2
}
Keterangan: rXY = koefesien korelasi antara skor item dengan total item X
= Skor pertanyaan
Y
= Skor total
N
= jumlah responden (Suharsimi, 2010). Kriteria pengukuran yaitu dengan membandingkan antara r hitung
denga r tabel. Pengukuran dinyatakan valid jika rhitung > rtable pada taraf signifikansi 0,05. Perhitungan uji validitas instrumen ini dilakukan dengan program komputer. Berdasarkan hasil uji validitas diketahui bahwa nilai validitas untuk variabel tingkat pengetahuan tentang cuci tangan yang benar nilai validitas terendah sebesar = 0,327 dengan nilai r-value sebesar 0,077 dan nilai validitas tertinggi sebesar 0,771 dengan nilai r-value sebesar 0,000. Oleh karena nilai rhitung > rtabel (0,361) pada N = 30, dengan nilai rvalue 0,000 yang nilainya lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa instrumen tentang tingkat pengetahuan tentang cuci tangan yang benar yang disebarkan tergolong valid, sehingga diketahui yang valid sebanyak 19 item (item nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12,13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, dan 20) dan instrumen yang tidak valid adalah nomor 9 sehingga item yang valid digunakan untuk penelitian sedangkan nomor item yang tidak valid tidak digunakan untuk penelitian (Hasil terlampir).
b. Uji Reliabilitas Pengukuran uji reliabilitas kuesioner pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan menggunakan rumus alpha cronbach yaitu: (Suharsimi, 2010)
K é å S i2 ù ê ú ( K -!) ë S t2 û
ri =
Keterangan:
ri K
= koefisien reliabilitas = jumlah item pernyataan
å S = mean kuadrat kesalahan 2 i
St2
= varian total
Menurut Sugiyono (2008) dikatakan reliabel apabila angka alpha cronbach lebih besar dari 0,60. Hasil uji reliabilitas untuk variabel tingkat pengetahuan tentang cuci tangan yang benar diketahui sebesar 0,824. Hal ini berarti semua instrumen yang disebarkan reliabel karena nilai reliabilitasnya lebih besar dari 0,60 (Hasil terlampir).
2. Alat tulis Alat tulis yang digunakan bolpoint. 3.5.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah awal dalam mendapatkan data penelitian. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan tahap sebagai berikut: 1. Tahap persiapan a. Peneliti
mengajukan
permohonan
ijin penelitian kepada
Kepala
Puskesmas Nguntoronadi I b. Peneliti meminta ijin kepada Kepala Puskesmas untuk pengambilan data di wilayah kerja Puskesmas Nguntoronadi I.
c. Mengajukan permohonan ijin penelitian kepada Kesbangpol. 2. Tahap pelaksanaan a. Peneliti menetapkan responden yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian. b. Peneliti meminta bantuan pada teman sejawat atau observer yang sebelumnya
dijelaskan
maksud
dan
tujuan
serta
teknis
dalam
pengumpulan data untuk menyamakan persepsi antara peneliti dengan observer dalam pengumpulan data dari responden c. Melakukan wawancara atau memberikan lembaran pada responden tentang kesediaannya menjadi responden. d. Menjelaskan pada responden tentang tujuan, manfaat dan akibat menjadi responden. e. Memberi penjelasan kepada responden tentang kuisioner yang harus dijawab. f. Calon responden yang setuju diminta tanda tangan pada lembar surat pernyataan kesanggupan menjadi responden. g. Jika calon responden menolak menjadi responden maka maka tidak diikutkan dalam penelitian ini dan peneliti menghargainya. h. Memberikan kuesioner pada responden yang harus dijawab sendiri atau oleh keluarganya. i. Setelah
responden
selesai
mengisi
kuesioner,
peneliti
meneliti
jawabannya. k. Melakukan penilaian pada kuisioner yang sudah diisi oleh responden dengan kode yang telah ditetapkan sebelumnya.
3. Tahap Pelaporan Data yang telah selesai dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: a. Membuat tabel sesuai dengan kelompok data yang ada. b. Mendeskripsikan data secara kuantitatif dari data yang ada. c. Menginterpretasikan
data-data
tersebut
dengan
teori-teori
dari
penelusuran kepustakaan yang ada.
3.6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1 Pengolahan Data Data yang telah terkumpul dalam tahap pengumpulan data perlu diolah terlebih dahulu. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui suatu proses dengan tahapan sebagai berikut: 1.
Editing Proses editing dilakukan untuk meneliti kembali apakah isian lembar kuesioner sudah lengkap atau belum. Editing dilakukan di tempat pengumpulan data, sehingga apabila ada kekurangan dapat segera di lengkapi.
2.
Coding Coding adalah usaha mengklasifikasi jawaban-jawaban/hasil-hasil yang ada menurut macamnya. Klasifikasi dilakukan dengan jalan menandai masing-masing jawaban dengan kode berupa angka, kemudian dimasukkan dalam lembaran tabel kerja guna mempermudah membacanya. Hal ini penting untuk dilakukan karena alat yang digunakan untuk analisa data dalam komputer melalui program komputer yang memerlukan suatu kode tertentu. Adapun kode yang dimaksud adalah:
a. Karakteristik responden 1) Umur
: Diambil dari nilai mean (rata-rata) dari semua responden yang diteliti.
2) Pendidikan akhir
3) Jenis Kelamin
: - SR/SD Sederajat
=1
- SLTP sederajat
=2
- SLTA sederajat
=3
- PT
=4
: - Laki-laki
=1
- Perempuan 4) Pekerjaan
=2
: - Pensiunan
=1
- Petani
=2
- Ibu Rumah Tangga= 3
b. Pengetahuan
c. Kejadian diare
- Swasta
=3
: - Kurang
=1
- Cukup
=2
- Baik
=3
: - Diare
=1
- Tidak Diare = 2 3.
Scoring Pemberian nilai pada masing-masing jawaban dari pertanyaan yang diberikan kepada responden sesuai dengan ketentuan penilaian yang telah ditentukan seperti tampak pada sub scoring di atas.
4.
Tabulating Kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel-tabel sesuai
kriteria
kuesioner.
sehingga
didapatkan
jumlah
data
sesuai
dengan
5. Entri data Memasukkan data yang sudah diperoleh salama penelitian, dimana telah disesuaikan dengan pengkodeannya dalam software komputer.
2. Analisis Data Hasil dari analisis uji validitas dan reliabilitas, kemudian dilakukan analisis data dengan dua analisis, meliputi : a. Univariate yaitu analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis univariat ini untuk melihat mean (rata-rata) dari usia dan melihat distribusi frekuensi data dengan mendeskripsikan karakteristik responden berupa pendidikan dan jenis kelamin dan pekerjaan. Selain itu juga mendeskripsikan pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dan kejadian diare pada lansia. b. Bivariate yaitu analisis yang digunakan untuk menerangkan keeratan hubungan antara dua variabel yang diduga ada hubungan antara pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri. Data yang telah didapat dianalisa dengan menggunakan komputer. Hasil pengukuran dari dua variabel yang diteliti dikumpulkan dan diolah dalam bentuk tabel maupun paparan. Data dengan sampel besar dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji Chi-Square (c2)
yaitu untuk mencari
hubungan antar variabel dengan syarat datanya berbentuk ordinal dan nominal dengan kriteria lebih dari satu. Untuk menjawab hipotesa yang telah dibuat, digunakan interprestasi nilai korelasi menurut Sugiyono (2008), adalah:
a. Ho ditolak bila nilai c2hit > c2tab atau nilai r < 0.05, yang berarti ada hubungan antara pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri. b. Ho diterima bila c2hit ≤ c2tab atau nilai r > 0.05, yang berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri. Setelah diketahui apakah ada hubungan signifikan atau tidak, maka perlu diketahui pula seberapa kekuatan hubungan tersebut, untuk itu maka dilakukan uji Odd Ratio (OR). Uji OR bertujuan untuk mengetahui seberapa besar ukuran kekuatan hubungan antar variabel tersebut (Dahlan, 2014).
3.7. Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapatkan rekomendasi dari institusi tempat penelitian yang dalam penelitian ini adalah di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri. Kemudian setelah mendapat persetujuan barulah melakukan penelitian dengan memperhatikan etika penelitian sebagai berikut : 3.7.1
Informed Concent (Lembar persetujuan menjadi responden) Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan (Inform concent). Tujuannya adalah supaya responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Setelah objek bersedia, maka harus menandatangani lembar persetujuan untuk menjadi responden, sebaliknya subjek yang tidak bersedia menjadi responden penelitian, maka peneliti harus menghormati haknya.
3.7.2
Anonimity (Tanpa nama) Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur, tetapi hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data berupa angka sesuai dengan jumlah responden.
3.7.3
Confidentaly (Kerahasiaan) Peneliti menjamin kerahasiaan dan hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tersebut yang akan dilaporkan pada hasil riset.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Analisis Univariat 4.1.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini membahas tentang usia, jenis kelamin, pekerjaan dan pendidikan akhir pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri. Hal ini dapat dikemukakan seperti tampak pada pembahasan berikut : 1. Umur Tabel 4.1. Karakteristik Responden Menurut Umur Keterangan
Mean
Minimum
Maximum
STD
Umur
64,75
60
70
3,76
Tabel 4.1. menunjukkan bahwa rata-rata umur responden 64,75 tahun dengan umur terendah 60 tahun dan umur tertua adalah 70 tahun dengan standar deviasi sebesar 3,76. 2. JenisKelamin Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin JenisKelamin Jumlah (%) Laki-laki 39 42,9 Perempuan 52 57,1 Jumlah 91 100,0 Tabel4.2.menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai jenis kelamin perempuan(57,1%)dan sebagian yang lain mempunyai jenis kelamin laki-laki(42,9%). 53
3. Pendidikan akhir Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pendidikan Akhir Pendidikan Jumlah (%) SDSederajat 51 56,0 SLTA Sederajat 40 44,0 Jumlah 91 100,0 Tabel 4.3. menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan SD Sederajat (56,0%) dan sebagian yang lain mempunyai tingkat pendidikan SLTA Sederajat (44,0%). 4. Pekerjaan Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Pekerjaan Pensiunan Petani IRT Swasta Jumlah
Jumlah 26 36 27 2 91
(%) 28,6 39,6 29,7 2,2 100,0
Tabel4.4. menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pekerjaan sebagai petani yaitu sebanyak 39,6% dan sebagian kecil masih bekerja di sektor swasta (2,2%). 4.1.2Pengetahuan tentang Cuci Tangan yang Benar Hasil distribusi frekuensi berkaitan dengan pengetahuan tentang cuci tangan yang benar disajikan dalam tabel 4.5 berikut: Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pengetahuan cuci tangan Frekuensi yang benar Kurang 28 Cukup 40 Baik 22 Jumlah 91 Sumber: Data primer yang diolah, 2015.
Persentase (%) 30,8 44,0 25,3 100,0
Distribusi data berkaitan dengan pengetahuan tentang cuci tangan yang benar pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri sebagian besar mempunyai pengetahuan cukup yaitu sebanyak 40 orang (44,0%),sebagian kecil mempunyai pengetahun baik yaitu sebanyak 23 orang (25,3%), dan sebagian yang lain mempunyai pengetahuan kurang (30,8%).
4.1.3 Kejadian Diare Hasil distribusi frekuensi tentang kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri disajikan dalam tabel 4.6 berikut: Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi tentang Kejadian Diare KejadianDiare Frekuensi Persentase (%) Diare 57 62,6 TidakDiare 34 37,4 Jumlah 91 100,0 Sumber: Data primer yang diolah, 2015. Distribusi data tentang kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri sebagian besar terjadi diare yaitu sebanyak 57 orang (62,6%) dan sebagian yang lain tidak terjadi diare yaitu sebanyak 34 pasien (37,4%).
4.2 Analisis Bivariat Penelitian ini menggunakan analisis Chi-Square (c2) untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri. Berikut hasil analisis yang telah diuji yang tersajikan dalam tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Analisis Chi-Square (c2) Pengetahuan Count Kurang % of Total Count Cukup % of Total Count Baik % of Total Count Total % of Total
Diare TidakDiare 6 6.6% 11 12.1% 17 18.7% 34 37.4%
c2 Diare Total p-value Odds ratio 22 28 24.2% 30.8% 29 40 31.9% 44.0% 0,000 0,118 17,830 6 23 6.6% 25.3% 57 91 62.6% 100.0%
Tabel 4.6. diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai pengetahuan cukup dengan kejadian diare yaitu sebanyak 29 (31,9%), dan berdasarkan hasil analisis Chi-Square (c2) diketahui bahwa nilai Chisquarehitung sebesar 17,830
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian ini akan membahas mengenai kriteria-kriteria yang telah diamati dalam bab IV sebelumnya yang berupa variabel pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata umur responden 64,75 tahun dengan umur terendah 60 tahun dan umur tertua adalah 70 tahun. Sejalan dengan pendapat Nursalam (2007) bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Karena dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik sehingga akan termotivasi setiap melakukan pekerjaan dalam melayani pasien secara profesional.Umur merupakan salah satu aktor risiko alami yang mempengaruhi kesehatan (Nilawati, 2008). Hal ini terjadi karena seiring bertambahnya usia mekanisme kerja bagian-bagian tubuh seseorang akan semakin menurun dan menyebabkan terjadinya perubahan di dalam sistema pencernaan dan dampak psikologisnya diantaranya stress, cemas, ketakutan dan gugup (Suharyono, 2008).
57
5.1.2 Jenis Kelamin Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian responden berjenis kelamin erempuan (57,1%). Hal ini merupakan gambaran secara umum bahwa jenis kelamin di daerah penelitian yang mana mayoritas memang mempunyai jenis kelamin perempuan jika dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki. Perempuan yang usianya
menuju pada menopause,
resiko terjadinya hipertensi meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor hormonal. Pada wanita premenopause cenderung sensitif akibat perubahan bentuk pola tubuh dan penurunan hormon estrogen. Hal ini akan berdampak pada ketidakstabilan emosional danpsikologis lansia tersebut sehingga apabila tidak berkurang dampak psikologisnya seperti stress, kecemasan dan gugup maka akan timbul terjadinya diare pada lansia tersebut (Suharyono, 2008). 5.1.3 Pendidikan Berdasarkan penemuan diketahui kebanyakan responden mempunyai pendidikan SD Sederajat yaitu sebanyak 56,0%. Tingkat pendidikan lansia dengan rasio akademik lebih tinggi akan memudahkan dalam menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Menurut Mubarak (2007), pendidikan berarti bimbingan yang di berikan seseorang pada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahaminya. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi dan akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya dan sebaliknya.
5.1.4 Pekerjaan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar lansia mempunyai pekerjaan sebagai petani yaitu sebanyak 39,6%. Menurut Mubarak (2007), lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zuraidah, Yeni Elviani (2013) yang meneliti tentang hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku mencuci tangan dengan benar yang menunjukkan bahwa dari 50 responden yang mencuci tangan dengan benar adalah 41 responden (82%), responden dengan pengetahuan baik adalah 48 responden (96%).
5.2 Hasil Analisis Univariat 5.2.1 Tingkat Pengetahuan tentang Cuci Tangan yang Benar Hasil penelitian berkaitan dengan pengetahuan tentang cuci tangan yang benarpada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri mayoritas mempunyai pengetahuan cukup yaitu sebanyak 40 orang (44,0%)dimana ada kesalahan yang sama dalam menjawab kuesioner yang peneliti buat. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fajar, NA dan Mirnaniarti (2011) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan tentang cuci tangan pakai sabun masyarakat mayoritas tergolong pengetahuan cukup yaitu sebanyak 43,8% dan sebagian kecil termasuk mempunyai pengetahuan baik yaitu sebanyak 18 (21,2%). Di samping itu menurut penelitian Kustantya (2013) bahwa hampir seluruhnya sebanyak 55 responden (91,7%)
lansia memiliki pengetahuan yang cukup dan 76,6% lansia memiliki pengetahuan yang cukup tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Pada penelitian ini dari 91 responden menurut pengetahuan sebagian besar tergolong cukup sebanyak 40 responden (44,0%), hal ini disebabkan karena mereka umumnya mempuyai pendidikan akhir yang rendah (SD Sederajat), karena menurut Notoatmodjo (2010) bahwa semakain tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuan yang dimilikinya, serta semakin banyak informasi yang dimiliki maka semakin banyak pula yang diketahui sehingga mereka mempunyai tingkat pengetahuan yang baik. Padila, (2013) menyebutkan semakin bertambah umur manusia akan terjadi proses penuaan secara generatif yang berdampak pada perubahan manusia, salah satunya adalah penurunan fungsi kognitif dimana aktivitas fisik masuk dalam gangguan fungsi kognitif. Selain itu juga berhubungan
dengan
penurunan
fungsi
otak
yang
mengakibatkan
kemunduran daya ingat dan kelambanan motorik sederhana, sifat ini sangat individual dan hal inilah kemungkinan lansia lupa dalam menerapkan kebiasaan untuk hidup bersih. Berdasar penelitian klinis dan epidemiologi menunjukkan bahwa faktor Biologi, perilaku, sosial dan lingkungan dapat berkontribusi terhadap resiko penurunan fungsi kognitif ( Plassman, dkk, 2010).
5.2.2 Kejadian Diare Hasil penelitian tentang kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri sebagian besar terjadi diare yaitu sebanyak 59orang (62,1%) dan sebagian yang lain tidak terjadi diare yaitu sebanyak 36 pasien (37,9%).Kejadian diare pada lansia di negara berkembang utamanya dipengaruhi oleh faktor kontaminasi patogen yang menyebar melalui jalur fecal-oral.Perubahan kondisi sanitasi lingkungan sangat berperan
dalam
menurunkan
kejadian
diare
di
negara-negara
berkembang(Subagyo dkk, 2012).Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Dekawati (2014) yang menunjukkan bahwa dari 43 lansia yang menjadi responden yang mengalami diare 74,4 % dan 95,3 % menderita ISPA. Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral penularannya dengan memasukkan ke dalam mulut cairan atau benda tercemar (terutama kotoran/tinja), misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar. Kebiasaan perorangan yang berhubungan dengan penularan kuman penyebab diare adalah kebiasaan mencuci tangan, terutama saat selesai buang air besar, sesudah membuang kotoran/sampah sebelum menyiapkan makanan, dan sebelum makan(Depkes RI, 2005). Menurut Manual (2009), sebagian besar diare pada orang lansia adalah diare akut. Hal ini biasanya disebabkan infeksi, intoleransi makanan. Kurang lebih 34% diare pada lansia disebabkan virus, sedangkan kurang
lebih 14% disebabkan bakteri. Diare yang dikarenakan virus mempunyai onset lebih pendek sekitar satu sampai lima hari, sedangkan diare yang disebabkan oleh bakteri lebih sering menyebabkan keluarnya darah pada feces (Phipps and Steinberg, 2006). Diare pada lansia juga dapat disebabkan karena infeksi nosokomial. Sebagian besar diare ini disebabkan oleh bakteri Clostridium difficile. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya collitis dengan berbagai tingkat keparahan (Calvo, 2008).
5.3 Hasil Analisis Bivariat Berdasarkan hasil analisis Chi-Square (c2) diketahui bahwa nilai Chisquare sebesar 17,830 dengan nilai probabilitas 0,000(p-value < 0,05), sehingga Ha diterima dan Ho ditolak, artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang cuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri, artinya bahwa semakin baik dan meningkat pengetahuan tentang cuci tangan yang benar maka semakin menurun angka kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri. Menurut Kemenkes RI (2013), bahwa sekitar 30 penelitian terkait menemukan bahwa cuci tangan yang benar terutama dengan menggunakan sabun dapat memangkas angka penderita diare hingga separuh. Penyakit diare seringkali diasosiasikan dengan keadaan air, namun secara akurat sebenarnya harus diperhatikan juga penanganan kotoran manusia seperti tinja dan air kencing, karena kuman-kuman penyakit penyebab diare berasal dari kotorankotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini membuat manusia sakit ketika mereka
masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh tinja, air minum yang terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci terlebih dahulu atau terkontaminasi tempat makannya yang kotor. Tingkat efektifan mencuci tangan yang benar terutama memakai sabun dalam penurunan angka penderita diare dalam persen menurut tipe inovasi pencegahan adalah : Mencuci tangan dengan sabun (44%), penggunaan air olahan (39%), sanitasi (32%), pendidikan kesehatan (28%), penyediaan air (25%), dan sumber air yang diolah (11%). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nungky Kustantya, Mochamad syaiful Anwar (2013) tentang hubungan pengetahuan dengan perilaku hidup bersih dan sehat pada lansia, yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan lansia dengan tingkat kejadian diare . Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian oleh Palancoi (2014), bahwa semakin tinggi pengetahuan tentang cuci tangan maka kejadian diare akan semakin rendah. Dalam penelitian Asiedu, dkk., (2011) menyatakan bahwa kebersihan pribadi dan sanitasi yang buruk tetap menjadi perhatian dalam kesehatan masyarakat di sebagian besar negara. Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Dekawati (2014),dengan responden lansia, dari hasil menunjukkan 95,3 % mengalami penyakit infeksi. Lansia lebih mudah terkena infeksi hal ini dikarenakan lansia mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh, juga kurangnya asupan gizi dan berkurangnya fungsi fisik.Dapat disebabkan adanya gangguan proses
metabolisme tubuh termasuk sintesis protein yang bekerja pada sistem imunitas, maupun penurunan efektivitas penyerapan air pada sistem cerna.Jika yang terjadi adalah penurunan kekebalan tubuh, diare yang menyeranglansia sangat dimungkinkan disebabkan oleh adanya infeksi bakteri. Namun jika penyerapan air yang terganggu, maka jenis makanan berperan penting di dalam kasus diare pada lansia ini (Soegijanto, 2006).
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Rerata umur responden 64,75 tahun, dengan jenis kelamin perempuan (57,1%),tingkat pendidikan SD Sederajat (56,0%), dan mempunyai pekerjaan sebagai petani (39,6%). 2. Sebagian besar lansia mempunyai pengetahuan cukup yaitu sebanyak 40orang (44,0%). 3. Sebagian besar lansia terjadi diare yaitu sebanyak 57 orang (62,6%). 4. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang mencuci tangan yang benar dengan kejadian diare pada lansia di Puskesmas Nguntoronadi I Wonogiri (p-value = 0,000).
6.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa saran : 1. Bagi Tenaga Kesehatan Perlu lebih aktifnya tenaga kesehatan di daerah untuk memberikan penyuluhan dan penyampaian informasi tentang kesehatan terutama penyakit
diare
baik
pada
waktu
dilaksanakannya
acara-acara
kemasyarakatan maupun melalui posyandu.Sehingga diharapkan informasi
65
mengenaikesehatan tersebut dapat dijangkau keseluruh pelosok daerah, dimana tidak harusmengandalkan peran serta kader kesehatandi posyandu tetapi tenaga kesehatan harusjuga aktif terjun ke daerah-daerah. Dengandemikian diharapkan dapat menurunkanangka kesakitan dan kematian akibat diaredi wilayah tersebut. 2. Bagi puskesmas Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk penyusunan sop penyuluhan tentang cuci tangan yang benar pada lansia sehingga dapat mengurangi kejadian diare yang ada di wilayah Puskesmas Nguntoronadi I baik oleh Kepala Puskesmas atau pengelola program penyakit menular dan bekerjasama dengan lintas program yang ada di puskesmas. 3. Bagi lansia dan masyarakat Diharapkan lansia dan masyarakat dapat menambah pengetahuan tentang mencuci yang benar dengan cara banyak membaca buku tentang pencegahan diare dan mengikuti penyuluhan terkait pencegahan diare sehingga pihak keluarga bisa mencegah terjadinya diare pada anggota keluarga dan penyakit diare pada lansia dapat dicegah sedini mungkin. 4. Bagi peneliti berikutnya Peneliti lain bisa menggunakan variabel lain yang belum diteliti, seperti umur, sikap, pengalaman, lingkungan, fasilitas kesehatan serta sanitasi lingkunganyang berhubungan dengan kejadian diare, dan sampel yang lebih banyak atau dengan metode penelitian yang berbeda serta alat analisis yang berlainan.
DAFTAR PUSTAKA Anggrainy R. (2010). Cuci Tangan Pakai Sabun Untuk Menurunkan Angka Diare Di Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Program Mendukung Perilaku Hidup Bersih. From http://www.perilakuhidupbersih(PHBS).com. Diakses 12 November 2014. Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Tinjauan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Dahlan, Sopiyudin M, (2013) Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Dekawati, Wahyu. (2014). Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA dan Diare pada Lansia di Puskesmas Musuk I Boyolali. Eprint.ums.ac.id. Depkes. RI. (2005). ProfilKesehatan Indonesia 2004. Jakarta Depkes. RI. (2011). Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Dirjen PPM dan PLP. Jakarta. Fajar, NA dan Mirnaniarti. (2011).Hubungan pengetahuan dan sikap terhadap Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun Masyarakat di Desa Senuro Timur.Jurnal MKMI, Vol 7 No.1, Januari 2011. Fazlin, S. Suriadi, dan Sianturi, RN. (2013). Tingkat Pengetahuan Siswa tentang teknik Mencuci Tangan yang benar terhadap Kejadian Diare di SDN 01 Pontianak Utara. Jurnal Keperawatan. Sumut: USU. Hardywinoto. (2005). Panduan Gerontologi: Tinjauan Dari Berbagai Aspek. PT.Cetakan kedua. Jakarta: Gramedia Puataka Utama. Hartanto, F. (2005). Media Sehat: Mengawal Kehidupan Si Buah Hati. Semarang: PPNI Jawa Tengah. Inayah L. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika. Kemenkes, RI, (2011). Buku Saku Cuci Tangan Pakai Sabun di Masyarakat untuk Petugas/Kader. Jakarta: Kemenkes, RI. Kustantya, Nungky (2013). Gambaran Karakteristik Keluarga Tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Tatanan Rumah Tangga di Desa Karangasem Wilayah Kerja Puskesmas Tanon II Sragen. Jurnal GASTER, Vol. 8, No. 2
Mirnaniarti, dkk. (2011). Hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun pada masyarakat di Desa Senuro Timur. Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas Airlangga Mubarak. WI. (2007). Promosi Kesehatan. Jogyakarta: Graha Ilmu. Muslimah. (2010).Gizi & Pola Hidup Sehat. Yrama Widya : Bandung. Murniwaty, Sintha. Faktor Risiko Kejadian Diare Akut pada balita (Studi Kasus di Kabupaten Semarang). Thesis Program Pasca Sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro. Semarang. 2006 Negara, A,J, dkk (2014).Pengaruh perilaku hidup bersih dan sehat terhadap kejadian diare di SDN 003 Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis. Volume 4 Nomor 6 Tahun 2014. STIKES Nani Hasanudin. Notoatmodjo, Sukidjo. (2010), Metodologi Penelitian Kesehatan, PT Rineka Cipta, Jakarta. __________. (2010). Sikap dan Perilaku Kesehatan, PT Rineka Cipta, Jakarta. Nugroho, W. (2000). KeperawatanGeriatrik. Edisi 1. Jakarta : EGC. _______, W. (2004). Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC. Nursalam. (2007). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik, dilengkapi aplikasi kasus asuhan keperawatan gerontik, terapi modalitas, dan sesuai kompetensi standar. Yogyakarta: Nuha Medika. Palancoi, NA. (2014). Hubungan antara Pengetahuan dan Lingkungan dengan Kejadian Diare Akut pada Anak di Kelurahan Pabbundukang Kecamatan Pangkajene Kabupaten Pangkep. Jurnal Kesehatan. Volume VII. No. 2/2014. Plassman, BC, Havlik, RJ, Steffens,DC, et al. (2000). Documented Head Injury in Early Adulthhood and Risk of Alhzeimer is Disease and Other Dementia,Neurology. Setiadi, (2007). Konsep dan penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Subagyo, dkk, (2012). DiareAkutpadaAnak. Surakarta: Universitas Sebelah Maret Press. Suharyono. (2008). Diare Akut, Klinik dan Laboratorik. Cetakan Kedua. Jakara: Rineka Cipta. Sukanto, S. (2005). Teori Sosiologi tentang Perubahan Sosial. Jakarta : Ghalia Indonesia. Suradi, R. (2007). Bahan Bacaan Manajemen Laktasi. Jakarta: Perinasia. Suraatmaja, S., (2010). Diare. In: Suraatmaja Sudaryat., ed. Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto; 1-15. Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta. _______. (2008). Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, R & D. Bandung: Alfabeta. Syahputri. (2011). Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Dengan Kejadian Diare Pada Balita Usia 1-3 Tahun. From http://www.perilaku hidup bersih (PHBS).com. diakses 13 November 2014. World Health Organization. (2005). Diarrhoea Treatment Guidelines Including New Recommendations For The Use of ORS and Zinc Supplementation for Clinic- Based and Healthcare Workers. USA: MOST The USAID Micronutrient Program. Zuraidah, dkk. (2013). Hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku mencuci tangan dengan benar. JurnalFakultasKeperawatan. PoliteknikKesehatan Palembang.