HUBUNGAN ANTARA SIKAP SLEEP HYGIENE DENGAN DERAJAT INSOMNIA

Download Insomnia berpengaruh langsung terhadap penurunan kualitas hidup dan memiliki kecenderungan terhadap peningkatan angka morbiditas dan mortal...

0 downloads 565 Views 342KB Size
HUBUNGAN ANTARA SIKAP SLEEP HYGIENE DENGAN DERAJAT INSOMNIA PADA LANSIA DI POLIKLINIK GERIATRI RSUP SANGLAH, DENPASAR Ni Made Putri Suastari1, Pande Nyoman Bayu Tirtayasa1, I Gusti Putu Suka Aryana2, RA Tuty Kusumawardhani2 1

2

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Divisi Geriatri, SMF Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

ABSTRAK Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering dialami oleh lansia. Insomnia berpengaruh langsung terhadap penurunan kualitas hidup dan memiliki kecenderungan terhadap peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pada lansia. Selama ini berbagai terapi pengobatan telah dikembangkan untuk membantu mengatasi keluhan, namun belum ditemukan suatu terapi pengobatan yang ideal bagi lansia penderita insomnia. Melihat fenomena di atas, maka diperlukan metode dalam penatalaksanaan insomnia pada lansia melalui pendekatan terapi nonfarmakologis dan hanya menggunakan obat-obatan pada saat yang mendesak. Terapi nonfarmakologis yang paling efektif adalah terapi perilaku, yaitu sleep hygiene. Sleep hygiene merupakan identifikasi dan modifikasi perilaku dan lingkungan yang mempengaruhi tidur. Sehubungan hal diatas, penulis tertarik untuk mengetahui hubungan antara sikap sleep hygiene dengan derajat insomnia pada lansia di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah. Penelitian ini merupakan studi analitik cross-sectional dengan sampel sebanyak 43 lansia yang berkunjung ke Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah pada bulan Februari 2014. Data diperoleh dengan wawancara melalui kuisioner yang terstruktur meliputi identitas, sikap sleep hygiene, dan derajat insomnia menggunakan kuesioner Insomnia Severity Index. Penelitian ini memperoleh rerata jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan pada masing-masing derajat insomnia adalah homogen. Berdasarkan uji korelasi diperoleh bahwa terdapat hubungan antara sikap sleep hygiene dengan derajat insomnia pada lansia di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah pada dua komponen, yaitu faktor diet (p=0,006) dan olahraga (p=0,010), sedangkan tidak terdapat hubungan antara sikap sleep hygiene dengan derajat insomnia pada lansia di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah pada dua komponen lainnya, yaitu faktor perilaku (p=0,374) dan lingkungan (p=0,222). Kata kunci: sleep hygiene, derajat insomnia, lansia, RSUP Sanglah

1

THE CORRELATION BETWEEN SLEEP HYGIENE ATTITUDE AND THE DEGREES OF INSOMNIA ON ELDERLY IN GERIATRIC POLYCLINIC OF SANGLAH CENTER GENERAL HOSPITAL, DENPASAR ABSTRACT Insomnia is the most commonly sleep disorder in the elderly. Directly, insomnia has influences to decline the quality of life and has tendency to increased morbidity and mortality in the elderly. Many treatments have been developed to get over the complaints, but have not found an ideal therapy for insomnia in elderly. Based on that fact, its necessary a methods for management of elderly insomnia through non-pharmacological therapeutic approaches and only using drugs when urgency. The most effective non-pharmacological therapy is behavioral therapy, like sleep hygiene. Sleep hygiene is identification and modification of behavior and environment that affect sleep. As the result, this study aims to assess the correlation between sleep hygiene attitude and the degrees of insomnia on elderly in Geriatric Polyclinic of Sanglah Center General Hospital. This study was a cross sectional analytic with a total of 43 elderly who visited Geriatric Polyclinic of Sanglah Center General Hospital in February 2014. Data obtained by interview using structured questionnaire with identity, attitudes sleep hygiene, degree of insomnia use Insomnia Severity Index questionnaire. This study obtained mean sex, education, and work on each degrees of insomnia in homogeneity. Based on the correlation test, there is a correlation between sleep hygiene attitude and the degrees of insomnia on elderly in Geriatric Polyclinic of Sanglah Center General Hospital on two components, such as dietary factor (p=0.006) and exercise factor (p = 0.010), otherwise there is no correlation between sleep hygiene attitude and the degrees of insomnia on elderly in Geriatric Polyclinic of Sanglah Center General Hospital on two components, such as behavioral factor (p=0.374) and environment factor (p=0.222). Keywords: sleep hygiene, degrees of insomnia, elderly, Sanglah Center General Hospital adalah

PENDAHULUAN Penuaan merupakan suatu proses alamiah yang akan dialami oleh setiap manusia.

Dalam

proses

ini

terjadi

penurunan fisik, psikologis maupun sosial kehidupan orang lanjut usia (lansia) sehingga

dapat

menyebabkan

ketergantungan kepada orang lain.1 Salah satu perubahan yang terjadi pada lansia

semakin

kebutuhan berkurang

tidur

yang

seiring

akan dengan

bertambahnya usia. Kebutuhan tidur pada usia dua belas tahun adalah sembilan jam, usia dua puluh tahun berkurang menjadi delapan jam, usia empat puluh tahun sebanyak tujuh jam, usia enam puluh tahun sebesar enam setengah jam, dan usia delapan puluh tahun adalah enam jam. Secara fisiologis pada struktur tidur 2

lansia, terjadi peningkatan fase terjaga

Marcel et al (2009) menyatakan bahwa

dan penurunan fase tidur mendalam

lansia dengan penyakit yang mendasari,

sehingga jumlah tidur lansia menjadi

seperti

depresi,

jantung

atau

berkurang.

2

Kondisi

ini

cenderung

hipertensi,

paru,

penyakit

stroke,

diabetes

mengakibatkan permasalahan kesehatan

mellitus, atau arthritis memiliki kualitas

secara fisik ataupun kesehatan mental

tidur yang lebih buruk dan durasi tidur

atau jiwa.1,3

yang kurang dibandingkan dengan lansia

Gangguan tidur yang paling sering

yang sehat. Sedangkan 25-30% sisanya

dialami oleh lansia adalah insomnia.4 Di

merupakan

dunia, angka prevalensi insomnia pada

dipengaruhi oleh gangguan endokrin,

lansia

neurologi, dan perlaku.9

diperkirakan

sebesar

13-47%

insomnia

primer

yang

dengan proporsi sekitar 50-70% terjadi

Sebagian masyarakat, utamanya para

pada usia diatas 65 tahun.5,6 Sebuah

lansia belum terlalu mengenal gangguan

penelitian Aging Multicenter melaporkan

tidur,

bahwa sebesar 42% dari 9.000 lansia

jarang mencari pertolongan ke dokter

yang berusia diatas 65 tahun mengalami

sebab dianggap sebagai keluhan yang

gejala insomnia.6,7 Di Indonesia, angka

tidak

prevalensi insomnia pada lansia sekitar

sesungguhnya

67%. Namun sayangnya hanya satu dari

berpengaruh

delapan

yang

penurunan kualitas kehidupan lansia.7-9

diketahui karena mencari pengobatan ke

Penelitian Tsou (2013) mendapatkan

dokter.1

bahwa lansia dengan insomnia mengeluh

penderita

insomnia

khususnya

insomnia

serius.1

terlalu

sehingga

Padahal

insomnia langsung

akan terhadap

Insomnia merupakan sebuah gejala

rasa kantuk yang berlebihan di siang hari

dari suatu penyakit tertentu. Etiologinya

sehingga tubuh terasa lemah terutama

yang kompleks menyebabkan terdapat

pada ekstremitas, kelelahan, rasa tidak

beberapa faktor risiko yang berhubungan

nyaman, kehilangan nafsu makan, sakit

dengan munculnya insomnia pada lansia.

kepala, dan gangguan aktivitas.6 Insomnia

Sebesar 60-75% merupakan insomnia

juga mempengaruhi fungsi kognitif lansia

sekunder yang disebabkan oleh gangguan

meliputi

kesehatan fisik, mental, lingkungan, atau

konsentrasi,

penggunaan

obat-obatan.5,8

Penelitian

gangguan

perhatian

penurunan

dan

kemampuan

mengingat, dan kesulitan berorientasi.8 3

Disamping

itu,

penelitian

Sivertsen

penyakit tidak menular, seperti kanker

(2006) menyatakan bahwa insomnia pada

dan jantung serta kematian yang lebih

lansia berhubungan dengan penurunan

tinggi dibandingkan durasi tidur tujuh

produktivitas dan sosial ekonomi. ini

menyebabkan

kapasitas

10

Hal

sampai delapam jam per hari.1 Hal

kerja

tersebut memperlihatkan bahwa insomnia

menurun, ketidakpuasan dalam bekerja,

memiliki

meningkatnya level stress kerja, dan

peningkatan

sering absen kerja karena sakit.11

mortalitas pada lansia.

Insomnia

juga

sering

dikaitkan

kecenderungan angka

Selama

terhadap

morbiditas

ini

berbagai

dan terapi

dengan gangguan psikiatri, seperti cemas

pengobatan telah dikembangkan untuk

dan depresi. Penelitian Ohayon et al.

membantu

para

(2004) melaporkan bahwa 65% lansia

keluhannya

sehingga

depresi, 61% lansia gangguan panik, dan

dampaknya terhadap kehidupan. Namun

44% lansia gangguan cemas menyeluruh

hingga saat ini belum ditemukan suatu

mengalami insomnia.12 Selain itu, lansia

terapi pengobatan yang ideal bagi lansia

dengan

penderita

insomnia

akan

memiliki

lansia

mengatasi

meminimalisasi

insomnia.

Pengobatan

kemampuan bereaksi yang lebih lambat

farmakologis seperti golongan hipnotik

dan

sedatif

gangguan

keseimbangan

yang

dapat

diberikan

berdasarkan

merupakan faktor risiko terbesar untuk

indikasi klinis. Namun dalam penggunaan

terjatuh. Sebuah penelitian menyatakan

jangka panjang, pengobatan ini tidak

bahwa insomnia meningkatkan risiko

dianjurkan sebab memiliki efek samping

lansia untuk terjatuh sebesar 2,5-4,5 kali.8

yang berbahaya. Penelitian Glass et al.

Di

(2005)

Amerika

Serikat,

insomnia

menyatakan

bahwa

golongan

mengakibatkan sekitar 80 juta lansia

hipnotik sedatif meningkatkan risiko

sering mengalami jatuh atau kecelakaan

ataxia, gangguan kognitif, dan jatuh pada

yang

lansia.13

berhubungan

peningkatan

biaya

pula

dengan

pengobatan

dan

Melihat fenomena di atas, maka

perawatan, yaitu sebesar 100 juta dolar

diperlukan

metode

per tahun.3 Durasi tidur yang kurang dari

penatalaksanaan insomnia pada lansia

enam jam atau lebih dari sembilan jam

melalui

per hari memiliki angka prevalensi

nonfarmakologis

pendekatan dan

dalam terapi hanya 4

menggunakan obat-obatan pada saat yang

hubungan sikap sleep hygiene dengan

mendesak. Terapi nonfarmakologis yang

derajat insomnia pada lansia.

paling efektif untuk mengatasi insomnia adalah

terapi

hygiene.

perilaku,

Sleep

yaitu

hygiene

sleep

merupakan

identifikasi dan modifikasi perilaku dan lingkungan yang mempengaruhi tidur.

7

Penelitian LeBourgeois et al. (2005) menyatakan

sleep

bahwa

hygiene

BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah

pada

bulan

Februari 2014. Desain penelitian yang digunakan

adalah

analitik

pendekatan

cross-sectional.

dengan Populasi

berperan penting terhadap kualitas tidur

pada penelitian ini adalah lansia yang

sehingga kebiasaan tidur menjadi lebih

mengunjungi Poliklinik Geriatri RSUP

baik.

14

Sehubungan hal diatas, penulis

tertarik

untuk

mengetahui

hubungan

Sanglah dengan perhitungan besar sampel menggunakan rumus sebagai berikut.

antara sikap sleep hygiene dengan derajat insomnia

pada

lansia

di

Poliklinik

Geriatri Rumah Sakit Umum Pusat

n

diperlukan

(RSUP) Sanglah Denpasar. Permasalahan

yang

= jumlah sampel minimal yang

dirumuskan

Zα = nilai Z untuk α = 95% yaitu 1,96

dalam penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan antara sleep hygiene dengan

p

= estimasi prevalensi di populasi yaitu 50 %

derajat insomnia pada lansia di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah. Tujuan dari

q

= 1-p (0,5)

penelitian ini adalah untuk mengetahui

d

= ketepatan absolut / relatif yang dipakai 15 %

hubungan antara sleep hygiene dengan derajat insomnia pada lansia di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai peluang untuk

memperluas

khazanah

ilmu

pengetahuan, khususnya di bidang ilmu

dari rumus tersebut, didapatkan n = 43 orang.

kedokteran dan sebagai studi dasar untuk

Kriteria inklusi adalah lansia yang

melakukan penelitian lanjutan mengenai

mengunjungi Poliklinik Geriatri RSUP 5

Sanglah. Kriteria eksklusi adalah lansia

Pengobatan saat ini adalah obat yang

yang mengunjungi Poliklinik Geriatri

digunakan untuk mengatasi penyakit saat

RSUP

ini yang diderita lansia. Sikap sleep

Sanglah

diwawancarai

yang

dan

menolak

kesulitan

dalam

hygiene

adalah

sikap

yang

dapat

berbicara. Kriteria drop out merupakan

menyebabkan tidur lansia menjadi lebih

lansia yang tidak menjawab pertanyaan

nyenyak

wawancara dengan lengkap.

perilaku, lingkungan, diet, dan olahraga

Adapun

dalam

antara lain:

penelitian ini adalah sikap sleep hygiene

a. Perilaku

yang

variabel

dilakukan

Poliklinik

Geriatri

bebas

lansia

pengunjung

RSUP

Sanglah,

sedangkan variabel tergantung adalah derajat

insomnia

lansia

pengunjung

Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah.

dengan

melalui

perubahan

1. Memiliki jadwal bangun dan tidur yang teratur setiap hari. 2. Membuat

pikiran

dan

tubuh

menjadi tenang dan relaks. 3. Berada tempat tidur hanya saat tidur

Definisi operasional variabel pada penelitian ini antara lain lansia, jenis

dan mengantuk. 4. Tidur

siang

kelamin, pendidikan, pekerjaan, penyakit

menit.2,16

saat ini, pengobatan saat ini, sikap sleep

b. Lingkungan

kurang

dari

hygiene, dan derajat insomnia. Lansia

1. Tidur dengan pencahayaan gelap.

merupakan seseorang yang berusia diatas

2. Temperatur kamar tidur nyaman.

15

30

60 tahun. Jenis kelamin adalah identitas

3. Menghindari suara ribut.

lansia berdasarkan kondisi biologis atau

4. Membersihkan kamar tidur secara

fisik, yaitu laki-laki dan perempuan. Pendidikan adalah ijazah sekolah formal terakhir yang dimiliki oleh lansia, yaitu tidak sekolah, tamat SD, SMP, SMA, dan D3/S1.Pekerjaan adalah aktivitas seharihari

yang

dilakukan

lansia

untuk

mendapatkan uang. Penyakit saat ini adalah penyakit yang diderita lansia saat ini yang telah didiagnosis oleh dokter.

teratur.2,16 c. Diet 1. Makan secara teratur setiap hari. 2. Tidak

makan

terlalu

banyak

sebelum tidur. 3. Tidak minum kopi atau kafein sebelum tidur. 4. Tidak

minum

alkohol

sebelum

tidur. 6

5. Tidak merokok sebelum tidur.2

katagori yaitu tidak mengalami insomnia

d. Olahraga

(skor 0-7), mengalami insomnia ringan

Berolahraga secara teratur selama 20-

(skor 8-14), mengalami insomnia sedang

30

(skor 15-21), dan mengalami insomnia

menit

sebanyak

3-4

kali

seminggu.2,16

berat (skor 22-28).17

Derajat insomnia dapat dibedakan

Hipotesis pada penelitian ini adalah

insomnia,

H1: ada hubungan antara sikap sleep

ringan, sedang, dan berat. Derajat ini

hygiene dengan derajat insomnia pada

ditentukan

lansia

menjadi

tidak

mengalami

berdasarkan

skor

yang

di

Poliklinik

Ho:

RSUP

diperoleh setelah pengisian kuesioner dan

Sanglah,

disesuaikan dengan kriteria diagnosis

hubungan antara sikap sleep hygiene

insomnia. Kuisioner ini didasarkan pada

dengan derajat insomnia pada lansia di

Insomnia Severity Index. Hal-hal yang

Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah.

diteliti antara lain: kesulitan memulai

sedangkan

Geriatri

tidak

ada

Alur pada penelitian ini adalah

tidur, kesulitan mempertahankan tidur,

diawali

bangun tidur terlalu awal atau dini,

kuisioner dari hasil wawancara. Data

kepuasan terhadap pola tidur sekarang,

tersebut

pandangan

dianalisis statistik dengan menggunakan

orang

gangguan

tidur

kualitas

hidup,

sekitar

yang

terhadap

mempengaruhi

kecemasan,

dan

dengan

program

input

selanjutnya SPSS

berupa

data

diproses

17.0.

dan

Output

yang

dihasilkan berupa hasil uji korelasi antara sleep

pengaruhnya terhadap aktivitas sehari-

sikap

hari.17

insomnia

hygiene

pada

dengan

lansia

di

derajat

Poliklinik

Pada penelitian ini, jenis data yang

Geriatri RSUP Sanglah. Beberapa uji

diuji adalah data primer yang diperoleh

statistic yang dugunakan, antara lain:

melalui kuesioner terstruktur dengan tiga

karakteristik sampel disajikan secara

sleep

deskriptif dengan menggunakan tabel dan

hygiene lansia, derajat insomnia dengan

narasi, uji One Sample Kolmogorov-

Insomnia

Smirnov untuk mengetahui normalitas

bagian,

yaitu

menggunakan

identitas,

sikap

kuesioner

Severity Index dimana setiap jawaban

data

akan diberi nilai 0 sampai 4 kemudian

homogenitas data, dan uji korelasi dengan

hasilnya

menggunakan Uji Spearman.

dikatagorikan

ke

dalam

4

dan

Levene’s

Test

untuk

uji

7

variabel jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan berdistribusi normal (p>0,05)

HASIL DAN PEMBAHASAN

dan homogen (p>0,05), sedangkan untuk

Dalam penelitian ini terdapat 43

membandingkan nilai rerata masing-

sampel penelitian, yaitu lansia yang

masing variabel digunakan uji One-Way

berkunjung ke Poliklinik Geriatri RSUP

Anova. Tabel 1 menunjukkan bahwa pada

Sanglah pada bulan Februari 2014.

masing-masing derajat insomnia tidak

Pada penelitian ini dilakukan uji

memiliki perbedaan pada variabel jenis

normalitas data dengan uji Kolmogorov-

kelamin,

Smirnov dan uji homogenitas data dengan

dengan nilai p>0,05.

pendidikan,

dan

pekerjaan,

Levene’s Test terhadap variabel jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa data pada Tabel 1 Distribusi Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Pekerjaan Lansia pada Masing-Masing Derajat Insomnia Variabel

Derajat Insomnia Tidak Insomnia (n=9) rerata±2SD

Insomnia Ringan (n=24) rerata±2SD

Insomnia Sedang (n=10) rerata±2SD

p

Pendidikan

1,67±0,50 4,33±1,00

1,46±0,50 3,71±1,08

1,50±0,52 4,00±1,63

0,564 0,037

Pekerjaan

1,56±1,13

2,17±1,12

2,30±1,25

0,393

Jenis Kelamin

Dari

penelitian

ini

didapatkan

sebanyak 9 dari 43 (20,9%) lansia tidak mengalami insomnia, 24 dari 43 (55,8%)

lansia yang menderita derajat insomnia tersebut. Pada

penelitian

ini

rerata

jenis

lansia mengalami insomnia ringan, dan

kelamin pada kelompok tidak insomnia

10 dari 43 (23,3%) lansia mengalami

adalah 1,67±0,50, insomnia ringan adalah

insomnia

pada

1,46±0,50, dan insomnia sedang adalah

insomnia berat tidak ditemukan satu pun

1,50±0,52. Secara keseluruhan lansia

sedang.

Sedangkan

berjenis

kelamin

wanita

lebih 8

mendominasi pada masing-masing derajat

suasana hati menjadi lebih emosional,

insomnia. Penelitian ini sesuai dengan

cemas,

penelitian studi cohort yang dilakukan

mengakibatkan gangguan tidur.20,21 Di

oleh Foley et al. (2004) di Amerika

samping itu, menurut Hidayat (2012) rasa

Serikat dalam follow up selama tiga tahun

cemas

ditemukan bahwa perbandingan wanita

norepinephrin

dan pria lansia yang mengalami insomnia

stimulasi sistem saraf simpatis. Keadaan

sebesar

ini mengakibatkan meningkatnya fase

25%:20%,

31%:21%,

dan

dan

gelisah

akan

yang

dapat

meningkatkan dalam

kadar

darah

melalui

36%:29%.18 Hal serupa juga diperoleh

terjaga

Tsou (2013) dalam penelitiannya di

perubahan irama sirkadian dan pola

Taiwan Utara mendapatkan bahwa wanita

tidur.22 Di sisi lain, kecemasan yang

lansia lebih rentan mengalami insomnia

merupakan salah satu pencetus insomnia

dibandingkan pria dengan proporsi 63,3%

ini dipengaruhi pula oleh faktor kognitif.

dan 36,7%.6 Begitu pula penelitian

Wanita memiliki kecenderungan melihat

Wiyono et al (2010) di Panti Wredha

sesuatu hal dengan mendetail, sedangkan

Dharma Bhakti Surakarta mendapatkan

pria

bahwa frekuensi wanita lansia yang

menyeluruh

mengalami

Seseorang yang melihat sesuatu lebih

insomnia

adalah

sebesar

70%.19

berpengaruh

melihat

sesuatu atau

terhadap

hal

tidak

dengan mendetail.

mendetail akan lebih mudah merasa

Insomnia yang terjadi sebagian besar pada

dan

kalangan

wanita

lansia

ini

cemas

karena

komplek.

23

pemikirannya

yang

dikarenakan kelompok ini lebih rentan

Pada penelitian ini rerata pendidikan

mengalami kecemasan dan stress yang

pada kelompok tidak insomnia adalah

akan mengganggu tidurnya. Salah satu

4,22±1,56,

penyebabnya adalah karakteristik wanita

3,58±1,31, dan insomnia sedang adalah

yang lebih sensitif, seperti pada siklus

4,00±1,63. Secara keseluruhan, lansia

reproduksi menopause

dan

menopause.

mengalami

Wanita

penurunan

insomnia

ringan

adalah

berpendidikan lebih tinggi yang lebih banyak

terlihat

pada

masing-masing

produksi hormon estrogen oleh ovarium

derajat insomnia. Penelitian ini sesuai

yang

kondisi

dengan penelitian yang dilakukan oleh

psikologisnya dimana terjadi perubahan

Tsou (2013) di Taiwan Utara diperoleh

dapat

mempengaruhi

9

bahwa

lansia

Universitas

ke

tamatan atas

SMA yang

dan

banyak

mengalami insomnia yaitu sebesar 26,1% 6

2,30±1,25. Secara keseluruhan terlihat bahwa

lansia

yang

bekerja

sebagai

wiraswasta lebih banyak mendominasi

dan 20,2%. Hal serupa juga didapatkan

pada masing-masing derajat insomnia.

dalam penelitian Dewi (2010) bahwa

Penelitian ini sesuai dengan penelitian

lansia berpendidikan lebih tinggi berisiko

yang

mengalami insomnia akut daripada lansia

diperoleh bahwa lansia pekerja yang

berpendidikan rendah.24

menderita

dilakukan

oleh

insomnia

Dewi kronis

(2010) sebesar

Lansia berpendidikan tinggi yang

56,4%. Lansia yang bekerja ini memiliki

sudah tidak bekerja atau pensiun dan

risiko sebesar 0,58 kali lebih besar untuk

tidak memiliki kesibukan akan cepat

menderita insomnia dibandingkan dengan

merasa

mengakibatkan

lansia yang tidak bekerja. Lansia akan

terjadinya kecemasan sehingga akhirnya

merasakan kelelahan, baik secara fisik

sulit tidur atau insomnia. Hal tersebut

maupun mental sehabis bekerja sehingga

terjadi karena lansia sudah terbiasa untuk

waktu istirahat yang dibutuhkan untuk

beraktivitas dan bekerja setiap harinya

mengembalikan

untuk mencari nafkah dan akan merasa

menjadi lebih lama. Kelelahan tersebut

cepat bosan apabila kesehariannya tidak

dapat pula menyebabkan lansia menjadi

diisi dengan aktivitas.

susah jatuh tertidur akibat beban fisik

bosan

yang

Pada penelitian ini rerata pekerjaan

energi

dan

stamina

ataupun mentalnya.24

pada kelompok tidak insomnia adalah 1,56±1,13,

insomnia

ringan

adalah

2,17±1,12, dan insomnia sedang adalah Tabel 2 Uji Korelasi antara Sikap Sleep Hygiene dengan Derajat Insomnia pada Lansia di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah Korelasi Derajat Insomnia-Perilaku Derajat Insomnia-Lingkungan Derajat Insomnia-Diet Derajat Insomnia-Olahraga

R 0,139 0,190 0,413 0,389

P 0,374 0,222 0,006 0,010

10

Penilaian terhadap hubungan antara derajat

penelitan Tamaki et al dalam Ancoli-

Poliklinik

Israel et al (2006) menyatakan bahwa

Geriatri RSUP Sanglah dilakukan dengan

tidur siang yang kurang dari 30 menit

menggunakan uji korelasi Spearman.

dapat membuat suasana perasaan menjadi

Hasil analisis tersebut disajikan dalam

lebih menyenangkan dan menyegarkan.26

Tabel 2 yang menunjukkan bahwa tidak

Waktu

terdapat hubungan antara faktor perilaku

memiliki hubungan dengan terjadinya

dan lingkungan lansia dengan derajat

gejala insomnia, sleep inertia (rasa lelah

insomnia (p>0,05), sedangkan terdapat

sejenak),

hubungan antara faktor diet dan olahraga

fragmentasi tidur, kualitas tidur buruk,

lansia dengan derajat insomnia (p<0,05).

gangguan

sikap

sleep

insomnia

hygiene

Hasil yang berbeda didapatkan dalam

pada

lansia

dengan di

Setelah dilakukan analisis statistik,

tidur

siang

rasa

yang

kantuk

irama

berlebihan

berlebihan,

sirkardian,

dan

dementia.2,16

maka tidak diperoleh adanya hubungan

Selain itu, penelitian berbeda lainnya

antara faktor perilaku dengan derajat

ialah penelitian Erliana et al (2009) pada

insomnia dengan nilai p = 0,374 (p>0,05).

sebuah

Penelitian ini didukung oleh Ancoli-Israel

memperoleh bahwa membuat pikiran dan

et al. (2006) yang menyatakan bahwa

tubuh menjadi tenang dan relaks memiliki

tidur siang dengan rata-rata selama 81

hubungan yang signifikan dengan derajat

menit, tidak berpengaruh negatif terhadap

insomnia pada lansia. Terjadi penurunan

tidur malam hari tetapi berpengaruh

derajat

terhadap peningkatan total waktu tidur

relaksasi otot progresif selama 30 menit

dalam

meningkatkan

dalam sehari selama seminggu. Terjadi

kemampuan kognitif dan psikomotor

perubahan pada sistem saraf otonom

setelah tidur siang dan hari berikutnya.

setelah dilakukan relaksasi otot progresif

Disamping itu, tidak ditemukan pula

ini,

adanya perbedaan jumlah waktu dan

oksigen, denyut nadi, frekuensi nafas,

kualitas tidur malam hari pada seseorang

ketegangan otot, tekanan darah, dan

yang memiliki kebiasaan tidur siang

perubahan gelombang otak menjadi alfa

dibandingkan dengan seseorang yang

sehingga timbul keadaan rileks dan

tidak terbiasa untuk tidur siang.26

tenang serta mampu memudahkan dalam

sehari

dan

Panti

Werdha

insomnia

seperti

di

setelah

berkurangnya

Bandung

dilakukan

kebutuhan

11

proses tidur. Relaksasi otot progresif juga

sehari-hari

yang

menyebabkan pelepasan neurotransmitter

Disamping

itu,

serotonin dan endorphin yang membuat

berpikir lansia yang telah mengalami

seseorang merasa nyaman dan senang.

4

hasil

penelitian

karena

benar.

kemampuan

penurunan sehingga akan cukup sulit

Hasil penelitian lain yang juga tidak mendukung

dianggap

ini

untuk mengingat hal-hal baru, begitu pula sulit untuk kepatuhan dalam mengubah

didapatkan oleh Drake et al. (2004) yang

kebiasaannya.

menyatakan bahwa sistem kerja shift

Untuk

berhubungan secara signifikan dengan 27

faktor

lingkungan,

pada

penelitian ini tidak ditemukan adanya

gejala-gejala insomnia. Ketidakteraturan

hubungan

akan mempengaruhi irama sirkardian

dengan derajat insomnia dengan nilai p =

tubuh

0,222

yang

menyebabkan

insomnia,

antara

(p>0,05).

faktor Hal

lingkungan

yang

berbeda

seperti pada pekerja dengan sistem shift

diperoleh dalam penelitian Dewi (2010)

atau pada orang bepergian yang melewati

diperoleh bahwa terdapat hubungan yang

zona waktu berbeda. Tubuh akan sulit

signifikan antara pengaruh lingkungan,

beradaptasi dengan perubahan lingkungan

yaitu pencahayaan dan kebisingan dengan

yang

sehingga

mengakibatkan

insomnia.24 Pencahayaan yang gelap dan

terjadinya

gangguan

homeostatis.

tingkat kebisingan yang rendah dapat

Disamping

itu,

dilakukan

mempermudah lansia dalam proses tidur.

pembatasan waktu di tempat tidur dengan

Temperatur kamar tidur dan kebersihan

berada di tempat tidur hanya apabila

kamar tidur dapat berpengaruh pula

mengantuk dan tidur saja. Hal ini

terhadap kondisi tidur.2,16

cepat

menyebabkan

perlu

otak

akan

mengenali

Pada

penelitian

ini

tidak

tempat tidur hanya sebagai tempat untuk

ditemukannya hubungan antara faktor

relaks dan tidur.2,16

lingkungan dengan derajat insomnia, hal

Hasil penelitian ini tidak menemukan

ini

kemungkinan

disebabkan

karena

adanya hubungan faktor perilaku dengan

lansia memiliki kebiasaan yang berbeda-

derajat insomnia diduga karena perilaku

beda antara satu dengan yang lainnya.

sleep hygiene lansia yang salah akan

Penelitian yang dilakukan oleh Kozier et

susah

al (2011) menyatakan bahwa faktor

untuk

diubah

sebab

perilaku

tersebut sudah menjadi kebiasaan lansia

lingkungan

dapat

berperan

sebagai 12

pendukung maupun penghambat proses

waktu tidur yang berhubungan secara

tidur.25 Sebagian lansia menyukai cahaya

signifikan dengan terjadinya insomnia. 11

gelap dan sebagian lainnya lebih suka

Minum kopi dalam 6-8 jam sebelum

dengan cahaya remang-remang maupun

tidur dapat mengganggu pola tidur sebab

cahaya terang selama tidur.24 Di satu sisi,

kafein menghambat pelepasan adenosin

terdapat orang yang terbiasa tidur dengan

dan meningkatkan pelepasan serotonin,

pencahayaan gelap atau meminimalisasi

dopamin, epinefrin, dan norepinefrin

suara, seperti dengan mematikan televisi

sehingga fase terjaga meningkat dan

agar lebih tenang. Namun di sisi lain,

terjadi insomnia.28 Minum alkohol dalam

dijumpai kebiasaan orang tidur dengan

3-5 jam sebelum tidur menyebabkan

pencahayaan

tidak

timbulnya depresi atau penekanan pada

meminimalisasi suara, seperti dengan

aktivitas fungsional sistem saraf pusat.

menghidupkan televisi agar suasana tidak

Penurunan aktivitas fungsional sistem

terasa

saraf

terang

terlalu

atau

sunyi.

Berdasarkan

pusat

ini

mengakibatkan

fenomena tersebut, dapat dilihat bahwa

menurunnya

dengan adanya stimulus ataupun tidak

seperti pusat kesadaran, nyeri, nadi, dan

adanya stimulus dapat mempengaruhi

pernapasan serta mengganggu pola tidur.

proses

Merokok sebelum tidur menyebabkan

tidur

seseorang.

Seiring

beberapa

karena

fungsi

berjalannya waktu, orang tersebut mampu

insomnia

menyesuaikan diri atau beradaptasi dan

menstimulasi neuron serotoninergic di

tidak terlalu terpengaruh dengan kondisi

otak

lingkungan tidurnya.

dibanding normal yang meningkatkan

sehingga

nikotin

organ,

kadarnya

berefek meningkat

Sebaliknya berdasarkan uji statistik,

fase terjaga dan sulit tidur. Pada keadaan

diperoleh bahwa adanya hubungan antara

normal, neuron serotoninergic banyak

faktor diet terhadap derajat insomnia

terdapat pada keadaan terjaga kemudian

dengan

menurun pada stadium tidur Non Rapid

nilai

p

=

0,006

(p<0,05). Nepal

Eye Movement (NREM) dan akhirnya

mendapatkan hasil yang serupa dengan

kadarnya menjadi sedikit pada stadium

penelitian ini. Sebagian besar lansia yang

tidur Rapid Eye Movement (REM).

memiliki kebiasaan minum kopi, alkohol,

Makan secara tidak teratur dan makan

merokok, dan makan berdekatan dengan

terlalu

Penelitian

Subedi

(2010)

di

banyak

sebelum

tidur 13

menyebabkan tubuh mengeluarkan energi

olahraga, pikiran menjadi lebih jernih dan

lebih besar dan waktu lebih lama dalam

tenang, lebih mudah berkonsentrasi serta

mencerna

hidup terasa lebih menyenangkan karena

makanan

malam

sehingga

tubuh terasa tidak nyaman, terus terjaga

terjadi

dan sulit tidur.2

neurotransmitter otak seperti serotonin,

Begitu pula untuk faktor olahraga

peningkatan

endorphin,

adrenalin,

pelepasan dan

dopamin.

yang memiliki hubungan dengan derajat

Diharapkan pula dengan kelelahan akibat

insomnia dengan nilai p = 0,010 (p<0,05).

olahraga, mempermudah lansia untuk

Penelitian ini memperoleh hasil yang

jatuh tertidur.30

serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Landers (2004) dimana dengan

SIMPULAN DAN SARAN

menggerakan tubuh hanya selama 10

Adapun simpulan pada penelitian ini

menit setiap hari dapat meningkatkan

adalah terdapat hubungan antara sikap

kesehatan

itu,

sleep hygiene dengan derajat insomnia

olahraga dapat mempertajam kemampuan

pada lansia di Poliklinik Geriatri RSUP

dan

Sanglah

mental.

kekuatan

Disamping otak.

Olahraga

pada

dua

sleep

komponen

meningkatkan pompa darah yang kaya

hygiene, yaitu faktor diet dan olahraga,

oksigen ke seluruh tubuh sehingga respon

sedangkan tidak terdapat hubungan antara

fisik dan mental meningkat pula.29 Hal

sikap

yang sama juga ditemukan oleh Sumedi

insomnia

pada

et al. (2010) di sebuah Panti Wredha

Geriatri

RSUP

Dewanata Cilacap dimana didapatkan

komponen sleep hygiene lainnya, yaitu

bahwa terdapat hubungan yang signifikan

faktor perilaku dan lingkungan.

sleep

hygiene lansia

dengan di

Sanglah

derajat

Poliklinik pada

dua

antara senam bugar lansia yang dilakukan

Beberapa rekomendasi yang diajukan

secara teratur tiga kali dalam seminggu

oleh penulis melalui penelitian ini, antara

terhadap penurunan skala insomnia.30

lain:

Olahraga menimbulkan rasa santai

1.

Oleh karena penelitian ini menilai

dan relaks tubuh dari ketegangan otot dan

hubungan antara sikap sleep hygiene

aktivasi saraf simpatis yang terjadi akibat

dengan derajat insomnia pada lansia,

peningkatan kecemasan atau stress yang

maka diperlukan pula penelitian lebih

menyebabkan gangguan tidur. Dengan

lanjut mengenai hubungan faktor 14

risiko lainnya, seperti gangguan fisik

2.

Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia

mempengaruhi derajat atau tingkat

Sebelum

keparahan insomnia.

Relaksasi Otot Progresif (Progressive

Bagi lansia agar mengaplikasikan

Muscle

sikap sleep hygiene agar terhindar

Ciparay Bandung. 2009.

yang

dapat

berdampak

5.

terhadap

Relaxation)

di

Latihan BPSTW

Doghramji, Karl. The Epidemiology American Journal of Managed Care.

Bagi panti wredha agar memberikan

Vol. 12, No. 8, Sup. S214-S220.

penyuluhan dan pengarahan kepada

2006 6.

Anwar,

Zainul.

Gangguan

Tidur

Fakultas

Psikologi

Elderly

in

Northern

Taiwan.

Journal

of

Clinical

75-79

Lansia.

Universitas

Dwelling

Gerontology & Geriatrics 4. 2013:

Penanganan pada

Tsou, MT. Prevalence and Risk Factors For Insomnia in Community-

DAFTAR PUSTAKA

7.

Roepke SK & Ancoli-Israel S. Sleep

Muhammadiyah Malang. 2010

Disorders in The Elderly. Indian

Prayitno, A. Gangguan Pola Tidur

Journal

pada Kelompok Usia Lanjut dan

February 2010: 302-310

Penatalaksanaannya.

3.

Sesudah

and Diagnosis of Insomnia. The

menerapkan sikap sleep hygiene.

2.

dan

kualitas hidupnya.

lansia yang ditinggal disana untuk

1.

Erliana E, Haroen H, Susanti RD.

atau psikologis dan sebagainya yang

dari gangguan tidur atau insomnia

3.

4.

Jurnal

8.

Medical

Research

131

Galimi, R. Insomnia in The Elderly:

Kedoktean Trisakti Jan-April 2004.

An Update and Future Challenges.

Vol.21 No.1:23-30

Società Italiana di Gerontologia e

Kurniawan, Tommy. Faktor-Faktor

Geriatria (G Gerontol) 2010. 58:231-

yang Mempengaruhi Gangguan Tidur

247

(Insomnia) pada Lansia di Panti

9.

Marcel, Gaharu M, Lumempouw SF.

Tresna Werdha Kabupaten Magetan.

Gangguan Tidur pada Usia Lanjut.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

[cited: 2013 December 20]. Available

Muhammadiyah Ponorogo. 2012

from

15

http://www.perdossi.or.id/show_file.

Italian and American Adolescents

html?id=146

Pediatrics 2005:115:257

10. Sivertsen, B. Insomnia in Older

15. Saragih, Robinson W. Perenungan

Adults, Consequences, Assessment

dalam Bulan Lanjut Usia Tahun

And Treatment. Dissertation For The

2012.

Degree

of

Sosial RI. [cited: 2013 December

(PhD).

University

Philosophiae of

Doctor Bergen,

Norway. 2006. and Factors

Associated with It

Among

Elderly

District.

Kementerian

20].

Available

fromhttp://www.kemsos.go.id/modul

11. Subedi, RK. Prevalence of Insomnia The

Sarangdanda

Widyaiswara

VDC

People

in

Dhaulagiri

es.php?name=Content&pa=showpag e&pid=111

of

16. Nami, Torabi. Sleep Hygiene The

Panchthar

Gateway for Efficient Sleep: A Brief

Journal

of

Review.

2011.

[cited:

2013

20].

Available

from

Sociology and Anthropology Vol. 4,

December

2010:129-142

http://www.webmedcentral.com

12. Ohayon MM, Roth T. What are The

17. American Thoracic Society (ATS).

Contributing Factors For Insomnia in

Insomnia Severity Index (ISI). 2013.

The General Population? Journal

[cited: 2013 December 20]. Available

Psychosomatic

from

Research

2004:51:745-55.

http://www.thoracic.org/assemblies/s

13. Glass J, Lanctot KL, Herrmann N,

rn/questionaires/isi.php

Sproule BA, Busto UE. Sedative

18. Foley DJ, Monjan A, Simonsick EM,

Hypnotics in Older People with

Wallace RB, Blazer DG. Incidence

Insomnia: Meta-Analysis of Risks

and Remission of Insomnia Among

and

Elderly Adults: An Epidemiologic

Benefits.

British

Medical

Journal:331:1169. 2005 14. LeBourgeois

MK,

Study of 6,800 Persons Over Three

Giannotti

F,

Cortesi F, R Amy, Wolfson, John and

American

Relationship

Adolescents. Between

Years.

Sleep;22(Suppl.2):S366-72.

2004.

The

19. Wiyono W, Widodo A. Hubungan

Reported

antara Tingkat Kecemasan dengan

Sleep Quality and Sleep Hygiene in

Kecenderungan

Insomnia

pada 16

Lansia di Panti Wredha Dharma

Pembangunan

Bhakti Surakarta. FIK UMS. 2010

2010

Nasional

Veteran.

20. Kahn DA, Moline ML, Ross RW,

25. Kozier, B. Buku Ajar Fundamental

Altshuler LL, Cohen LS. Depression

Keperawatan (Konsep, Proses, dan

During

Praktik). Jakarta: EGC. 2011

The

Transition

to

Menopause: A Guide for Patients and Families.

American

26. Ancoli-Israel S; Martin JL. Insomnia

Menopause

and Daytime Napping in Older

Foundation, Inc. (Amf) and North

Adults. J Clin Sleep Med;2(3):333-

American Menopause Society. 2010.

342. 2006

21. Simon H. Menopause. University of

27. Drake CL, Roehrs T, Richardson G,

Maryland Medical Center. 2013.

Walsh JK, Roth T. Shift Work Sleep

[cited: 2014 February 20]. Available

Disorder:

from

Consequences

https://umm.edu/health/medical/repor

Symptomatic Day Workers. SLEEP,

ts/articles/menopause

Vol. 27, No. 8, 2004

22. Hidayat antara

BUA.

2012.

Hubungan

Stress

dan

Insomnia.

Semarang: Universitas Diponegoro

Prevalence Beyond

and That

of

28. Rosdiana, Ida. Analisis Faktor yang Berhubungan

dengan

Kejadian

Insomnia pada Pasien Gagal Ginjal

23. Noor SR. Tetap Bergairah Memasuki

Kronik yang Menjalani Hemodialisis

Usia Menopause: Sebuah Tinjauan

di Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Psikologis.

Tasikmalaya

Fakultas

Psikologi

Uiversitas Gajah Mada. 2006. 24. Dewi

MP.

Faktor-Faktor

dan

Garut.

Tesis:

Program Pascasarjana Fakultas Ilmu yang

Berhubungan dengan Insomnia pada Lansia yang Dirawat di Lantai IV Perawatan Umum RSPAD Gatot Soebroto

Jakarta.

Universitas

Keperawatan Universitas Indonesia Depok, 2010. 29. Landers D, Petruzzello, Salazar W. Exercuse And Anxiety Reduction: 17

Examination of Temperature as an Explanation Journal

of

Effective Exercise

Change, and

Sport

Psychology. 2004 30. Sumedi T, Wahyudi, Kuswati A. Pengaruh Senam Lansia Terhadap Penurunan

Skala

Insomnia

pada

Lansia di Panti Wredha Dewanata Cilacap.

Jurnal

Keperawatan

Soedirman Volume 5, No.1, Maret 2010

18