HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN TINGKAT DEPRESI PASCA

Download Jurnal Stikes A. Yani. 30. Hubungan Karakteristik Individu Dengan. Tingkat Depresi Pasca Stroke Di Poliklinik Saraf Rs Rajawali Bandung. Th...

0 downloads 507 Views 146KB Size
Hubungan Karakteristik Individu Dengan Tingkat Depresi Pasca Stroke Di Poliklinik Saraf Rs Rajawali Bandung The Relationship Between Individual Characteristic And Level Of Post Stroke Depression In Nerve Polyclinic Rajawali Hospital Of Bandung ABSTRACT Biantoro1, Tonika Tohri2, Lela Juariah3 Background: Stroke in Indonesia has been increasing every year approximately happened 500.000 people because stroke attack, around 125.000 people die, and heavy and light defect the rest. To be able to survive and return to normal life fully, but most of client could not reach independent function. Mood disorder perhaps be specific complication of stroke, and accuracy in identifying and this trouble interventions possible important something that which required client to survive with stroke with good quality of life (QOL). Objectives : It is proposed to describe the relationship between examine the relationship between individual characteristic of gender, age, marital status and level of education by level of post stroke depression in nerve policlinic Rajawali Hospital of Bandung Method : This was an observational research that used cross sectional design. The research data used primare data with the sample size were 60 client of post stroke according by using purposive sampling technic. Collecting data doing by spreading of questionare. Analysis procces there are two step, that is univariat analysis to see frequency distribution and bivariat analysis to see relationship (chi square).. Result : showed that client of post stroke inclinat to had heavy depression, for characteristic got male client of post stroke, married, old adult, and less of education had inclinat of depression larger. The result of correlational analysis with α=0,05 there where the not significant, among sex (p=0,943), age (p=0,456), marital status (p=0,229) and level of education (p=0,316) by level of depression after stroke. Conclusion :Based on the result of this study, the characteristic of individual had not significant relationship with level of post stroke depression (PSD) in nerve policlinic Rajawali Hospital of Bandung. Experience of field got there is relationship with factor beside individual characteristic like family support, individual copping, physical disability, and cognitive impairment, history with depression. Suggested nurse shall and health provider of other doing preventing, identifying, and treating by mental assessment with the correct of instrument, preventing, expandingit of depression to high level by giving intervention with it’s level. In giving upbringing treatment of it’s professional, nurse do not limited by different of sex, age, marital status and education level of client. Keyword

: Individual characteristic and post stroke depression

Jurnal Stikes A. Yani

30

A. PENDAHULUAN Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan modern saat ini. Stroke adalah masalah neurologik primer di Amerika Serikat dan dunia. Tahun 2001 merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian nomor2 di dunia setelah penyakit jantung, dengan lebih dari 5,1 juta angka kematian (Edmundsen, 2006). Saat ini menurut Suyono (2006,), keadaan rawan stroke di Indonesia terus meningkat, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5% atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Di Jawa Barat, selama tahun 2003 terdapat 3994 kasus stroke di Rumah Sakit Jawa Barat dan sekitar 580 orang diantaranya meninggal dunia dan sisanya mengalami kecacatan dan sekitar 30% mengalami gangguan mental ringan dan sedang (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, 2004). Penyakit stroke di Jawa Barat tahun 2005 dan 2006 menempati urutan pertama dalam 10 penyakit terbanyak di rumah sakit untuk golongan umur 55- 59 tahun dan urutan ketiga pada penderita golongan umur >60 tahun (Profil Kesehatan Kota Madya Bandung Dati II tahun 2005-2006). Stroke menyebabkan kecacatan fisik dan hilangnya fungsi fisik seperti kelumpuhan dan gangguan komunikasi. Hal tersebut menimbulkan dampak terhadap psikologis seperti kecemasan dan perubahan konsep diri. Dan menurut Robinson & Chemerinski (1999), Depresi merupakan gangguan neuropsikiatri yang paling banyak terjadi pada klien pasca stroke sekitar 35% mengalami depresi. Penelitian oleh Scuber, et al. (1992, dalam Robinson & Chemerinski, 1999), ditemukan hampir 50%-80% kasus depresi yang dibawah diagnosis oleh non-pskiatri dan psikiater. Depresi adalah meliputi 5 komponen gejala yaitu gejala afektip, motivasi, kognitif, perilaku dan fisik (Beck, 1979). Klien depresi cenderung memandang dirinya, pengalamannya dan masa depannya dengan cara yang negatif (Beck, 1979). Beberapa penelitian menunjukan bahwa penanganan depresi akan memperbaiki prognosis penyakit, meningkatkan kualitas hidup klien, dan mengurangi beban yang dirasakan oleh klien (Thomas, 1995).

Jurnal Stikes A. Yani

31

Faktor umur seseorang, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, sosial ekonomi, lamanya sakit, dan stres merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap meningkatnya atau menurunnya frekuensi depresi pada seseorang, disamping faktor fisiologik (seperti kelainan hormonal, nutrisi, elektrolit, efek obat - obatan, kelainan fisik yang multipel yang diakibatkan oleh penyakit-penyakit serebral/ sistemik) ( Robert MAH, dkk.1982, dalam The Heart Information Network, 2000). Data demografi yang berhubungan dengan depresi diantaranya adalah jenis kelamin, umur, ras, pendapatan, tingkat pendidikan dan wilayah tempat tinggal (Keltner, 1995). Selain itu menurut Fortinash & Holoday (1995) ada hubungan antara tingkat depresi dengan status marital. Kesler dalam (keltner, 1995), menyatakan 7,7% laki- laki dan 12,9% perempuan ditemukan kriteria diagnostik depresi. Insiden depresi meningkat pada wanita muda dan menurun dengan bertambahnya umur. Menurut Jonas & Mussolino (2000), pria kulit putih lebih cenderung mengalami depresi berat daripada wanita. Pada lakilaki muda ditemukan gejala depresi menurun dan meningkat dengan bertambahnya usia (Boyd & Weissman, 1982, dalam Towsend , 1998). Selain itu menurut Fortinash & Holoday (1995), insiden depresi lebih tinggi pada individu yang kehilangan hubungan interpersonal yang dekat. Dan menurut Kesler dalam (Keltner, 1995), tingkat pendidikan yang rendah lebih beresiko untuk terjadinya depresi. Studi yang dilakukan oleh Stewart, et.al (2001), mengatakan bahwa depresi lebih banyak timbul pada seseorang dengan tahun pendidikan menengah keatas (The British Journal of Psychiatry, 2001). Penelitian Paradiso (1990), angka kejadian depresi pasca stroke lebih tinggi pada wanita 23,6% dan pria 12,3%, umur yang lebih tua, ras, pendidikan, memiliki riwayat psikiatrik, sosial ekonomi lebih rendah, pengguna dan penyalahgunaan alkohol. Berdasarkan hasil pengamatan awal dengan menggunakan inventoris depresi Beck pada 10 orang pasien pasca stroke didapatkan data : 6 pasien mengalami depresi ringan dan 4 pasien depresi berat. Rata-rata klien merasa sangat sedih dengan penyakitnya, merasa masa depannya tidak punya harapan lagi, merasa mudah terganggu, sering menangis lebih dari biasanya, sulit untuk membuat keputusan, tidak dapat mengerjakan apapun sama sekali, terlalu capek untuk melakukan apapun, selera makan tidak sebaik biasanya, kehilangan berat badan, dan sangat mengkhawatirkan masalah fisiknya. Klien yang mengalami depresi berat rata-rata mengalami gangguan pada kemampuan fisiknya dalam

Jurnal Stikes A. Yani

32

melakukan kegiatan sehari-hari. Klien kebanyakan semenjak terserang stroke sudah tidak mampu bekerja lagi. Keluarga klien mengatakan bahwa sejak terserang stroke klien menjadi lebih mudah lelah, menjadi pesimis, sering murung, dan mudah tersinggung. Gangguan depresi yang menyusul serangan stroke ini harus diatasi sehingga program rehabilitasi dapat terlaksana dengan segera, dan kecacatan yang berat dapat dihindarkan. Perawat profesional harus dapat menerapkan ilmu dan kiat salah satunya adalah melakukan pendekatan, yang dalam bidang kesehatan jiwa (mental health) disebut pendekatan eklektik holistik , yaitu suatu pendekatan yang tidak tertuju pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek psikososial dan lingkungan yang menyertainya (Kuntjoro, 2002). Dengan diketahuinya karakteristik klien pasca stroke dan akibat depresi yang mungkin akan timbul, perawat dapat memberikan intervensi untuk pemenuhan kebutuhan psikologis klien dan mencegah resiko bunuh diri. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari dan mengidentifikasi hubungan karakteristik individu terhadap terjadinya depresi pada penderita stroke (pascastroke). B. BAHAN DAN CARA PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional. Dan berdasarkan tujuan penelitian pengumpulan data melalui: “ cross sectional “ (Sastro Asmori & Ismael, dalam Nursalam, 2001). Sedangkan variabel dalam penelitian ini karakteristik individu (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status marital) dan tingkat depresi pascastroke. Populasi dalam penelitian ini adalah klien pascastroke yang sedang melakukan rawat jalan di Poliklinik saraf RS Rajawali Bandung berjumlah 150 orang. Taraf kepercayaan yang diambil adalah 90% dan batas eror penaksiran maksimal 10% maka jumlah sampel sebanyak 60 orang. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, dengan kriteria responden: 1) Mampu berkomunikasi secara verbal dan non verbal; 2) Klien dalam penelitian ini dibatasi maksimal 2 tahun pasca stroke berdasarakan teori Wade (1987); 3)Kondisi klien masih menunjukan adanya gejala sisa (kecacatan) secara fisik seperti mulut mencucu, sukar bicara, jalan yang diseret, gangguan penglihatan, kelumpuhan pada lengan atau bagian tubuh lain.

Jurnal Stikes A. Yani

33

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh klien pasca stroke yang memenuhi kriteria yang ditentukan. Yang terdiri dari kuesioner data demografi untuk menggambarkan jenis kelamin, umur, status marital, dan tingkat pendidikan klien pasca stroke dan untuk mengetahui depresi dan derajat depresi digunakan kuesioner yang dimodifikasi dari inventoris depresi Beck/ Modified Beck Depression Index (MBDI). Inventoris depresi Beck’s memiliki nilai koefisien validitas antara 0,55-0,96 dengan rata-rata 0,72 dan reliabilitas antara 0,86-0,93 dengan Spearman Brown correction (Beck, 1978, dalam McDowell, 1996). Data diolah dan dianalisa dengan statistik deskriptif agar lebih bermakna dan mudah dipahami, hasilnya diprosentasekan. Analisis tingkat signifikansi (pvalue) menggunakan tes kuadrat kai (chi-square test) pada tingkat kemaknaan 95% dengan bantuan program komputer. Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik saraf RS Rajawali Bandung dan waktu penelitian dilakukan pada tanggal 23 Maret sampai dengan 5 April 2007.

Jurnal Stikes A. Yani

34

Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat depresi pasca stroke di Poliklinik Saraf RS Rajawali Bandung Variabel Independen

Variabel Dependen

Faktor Predisposisi 1. Genetik 2. Teori psikoanalisa 3. Teori agresi berbalik pada diri sendiri 4. Teori kehilangan 5. Teori Kepribadian 6. Teori Kognitif 7. Model ketidakberdayaan 8. Model perilaku 9. Model biologi

Faktor Presipitasi 1. Kehilangan 2. Peristiwa penting dalam kehidupan 3. Peran dan konflik 4. Sumber koping 5. Perubahan fisiologis

Tingkat Depresi Pasca Stroke 1. Depresi Ringan

2. Depresi Berat

Karakteristik Individu : 1. Jenis Kelamin 2. Umur 3. Tingkat Pendidikan 4. Status Marital 5. Ras 6. Sosial ekonomi 7. Riwayat Psikiatrik terdahulu 8. Alkoholik

Variabel penelitian ini adalah Variabel bebas (independen) nya adalah Karakteristik individu yang meliputi jenis kelamin, umur, status marital, dan tingkat pendidikan.variabel dependennya Variabel terikat (dependen) nya adalah Tingkat Depresi klien pascastroke. Populasi dalam penelitian ini adalah klien pascastroke yang sedang melakukan rawat jalan di Poliklinik saraf RS Rajawali Bandung jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 150 orang. Teknik sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah angket /kuesioner.

instrumen untuk depresi menggunakan

instrumen yang dimodifikasi dari inventoris depresi Beck/ Modified Beck Depression Index (MBDI) merupakan salah satu alat ukur untuk derajat gejala depresi.

Jurnal Stikes A. Yani

35

Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan tiap variabel dengan distribusi frekuensi dan prosentase. Analisis bivariat menggunakan Chi-square tes (X2) kriteria pengujian adalah bila p-value < α = 0.05 maka hubungan tersebut secara statistik ada hubungan yang bermakna, tetapi bila p-value > α = 0.05 maka secara statistik tidak signifikan atau tidak ada hubungan yang bermakna. HASIL Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Klien Pasca Stroke di Poliklinik Saraf RS Rajawali Bandung. Karakteristik Individu Klien Pasca Stroke

Frekuensi

Persentase

38 22 60

63,3 36,7 100,0

Usia Dewasa Muda Dewasa Tua Total

15 45 60

25,0 75,0 100,0

Status Marital Menikah Tidak Menikah Total

58 2 60

96,7 3,3 100,0

36 24 60

60,0 40,0 100,0

Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan Total

Tingkat Pendidikan Rendah Tinggi Total

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui terdapat 63,3 persen (38 orang) responden berjenis kelamin laki-laki dan 36,7 persen (22 orang) responden berjenis kelamin perempuan. Terdapat 75,0 persen (45 orang) subjek penelitian dengan kategori usia dewasa tua lebih banyak dibandingkan kategori usia dewasa muda yaitu sebesar 25,0 persen (15 orang) responden. Dari 60 subjek penelitian terdapat sebanyak 96,7 persen (58 orang) responden berstatus telah menikah dan ada 3,3 persen (2 orang) berstatus tidak menikah. Dari tabel 4.1 juga diketahui terdapat 60,0 persen (36 orang) responden dengan tingkat pendidikan terakhir SMP atau rendah dan ada sebanyak 40,0 persen (24 orang) subjek penelitian dengan tingkat pendidikan terakhir SMP dan melanjutkan ke jenjang selanjutnya (tinggi).

Jurnal Stikes A. Yani

36

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Klien Pasca Stroke di Poliklinik Saraf RS Rajawali Bandung Tingkat Depresi

Frekuensi

Persentase

Ringan

29

48,3

Berat

31

51,7

Total

60

100,0

Berdasarkan tingkat depresi menunjukkan bahwa klien pasca stroke yang mengalami depresi berat lebih besar dibandingkan dengan klien pasca stroke yang mengalami depresi ringan, masing-masing 51,7 persen (31 orang) dan 48,3 persen (29 orang). Tabel 3 Distribusi karakteristik jenis kelamin, umur, status marital dan tingkat pendidikan klien pasca stroke berdasarkan tingkat depresi Tingkat Depresi Variabel

Ringan N

%

Total

Berat N

%

N

%

Jenis Kelamin

P Value

1,200

Laki -laki

19

50,0

19

50,0

38

100,0

Perempuan

10

45,5

12

54,5

22

100,0

29

48,3

31

51,7

60

100,0

Dewasa Muda

9

60,0

6

40,0

15

100,0

Dewasa Tua

20

44,4

25

55,6

45

100,0

Jumlah

29

48,3

31

51,7

60

100,0

Menikah

27

46,6

31

53,4

58

100,0

Tidak Menikah

2

100,0

0

0,0

2

100,0

Jumlah

29

48,3

31

51,7

60

100,0

Jumlah

OR (95% CI)

Umur

(0,419-3,439)

1,871 (0,571-6,155)

0,943

0,456

Status Marital

Tingkat Pendidikan Rendah Tinggi Jumlah

Jurnal Stikes A. Yani

0,229

0,510 15

41,7

21

58,3

36

100,0

14

58,3

10

41,7

24

100,0

29

48,3

31

51,7

60

100,0

(0,179-1,455)

0,316

37

Hubungan jenis kelamin klien dengan tingkat depresi pascastroke dapat didapatkan p value=0,934, berarti pada alpha 0,05 dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan persentase tingkat depresi antara klien pasca stroke berjenis kelamin laki-laki dan klien pasca stroke yang berjenis kelamin perempuan (tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat depresi). Hubungan umur dengan tingkat depresi pascastroke didapatkan p value=0,456, berarti pada alpha 0,05 dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan persentase tingkat depresi antara klien pasca stroke kategori dewasa muda dan klien pasca stroke yang kategori dewasa tua (tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat depresi). Hubungan status marital klien dengan tingkat depresi pasca menunjukan hasil yang tidak signifikan antara status marital dengan tingkat depresi pasca stroke dengan nilai p value=0,229, berarti pada alpha 0,05 dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan persentase tingkat depresi antara klien pasca stroke berstatus telah menikah dan klien pasca stroke yang berstatus tidak menikah (tidak ada hubungan yang signifikan antara status marital dengan tingkat depresi). Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat depresi pasca stroke didapatkan nilai p value=0,316, berarti pada alpha 0,05 dapat disimpulkan tidak ada perbedaan persentase yang berarti pada tingkat depresi antara tingkat pendidikan rendah dan tingkat pendidikan tinggi (tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat depresi)

C. PEMBAHASAN 1. Tingkat Depresi Pasca Stroke Hasil penelitian diperoleh kecenderungan klien pasca stroke mengalami depresi berat yaitu 51,7 persen, dan sisanya mengalami depresi ringan, hal ini berarti klien pasca stroke yang melakukan rawat jalan cenderung mengalami depresi. Menurut Teori Integrasi Callarco and Krone (1991, dalam Carson, 2000), perilaku depresi merupakan refleksi dari variabel kognisi, respon interpersonal dan respon biologik yang berinteraksi dengan stressor kronik dan akut. Depresi pasca stroke merupakan multifaktorial boleh jadi berhubungan dengan model

Jurnal Stikes A. Yani

38

biopsikososial atau stress-vulnerability model (Oldehinkel, et.al, 2003, Whyte & Mulsant, 2002). Jadi faktor karakteristik individu umur, jenis kelamin, status marital dan tingkat pendidikan tidak berdiri sendiri untuk menghasilkan depresi klien pasca stroke tetapi berintegrasi dengan faktor fisik, mental dan sosial. Oleh karena itu apabila klien pasca stroke menanggapi faktor-faktor dalam diri mereka seperti umur, jenis kelamin, pendidikan maupun status marital itu merupakan faktor-faktor yang tidak begitu penting atau tidak memberikan pengaruh kepada pribadinya, maka atas tanggapannya itu menghasilkan tingkat depresi yang masih ringan, sehingga diperoleh hasil tingkat depresi di poliklinik saraf RS Rajawali tidak terlalu menunjukan perbedaan persentase yang signifikan tingkat depresi ringan hampir 50 persen sebanyak 48,3 persen. Menurut Paradiso & Robinson (1996) prediktor terjadinya depresi pasca stroke adalah

karakteristik yang meliputi jenis kelamin, usia, ras, tingkat

pendidikan, status marital, status sosial ekonomi, riwayat psikiatrik terdahulu, dan alkoholik. Berkaitan dengan teori Paradiso & Robinson (1996) maka apa yang diperoleh dari penelitian terhadap klien pasca stroke menunjukkan bahwa karakteristik klien pascastroke dalam penelitian ini yang meliputi umur, jenis kelamin, status marital dan tingkat pendidikan memberikan kontribusi terhadap tingkat depresi yang dialaminya.

2. Tingkat Depresi Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa klien pasca stroke berjenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami depresi dibanding perempuan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa gangguan depresi prevalensinya lebih besar pada wanita (Kaplan & Sadock, 1997). Fortinash & Holoday (1995) juga mengatakan bahwa perempuan dua kali lebih berisiko mengalami depresi dibandingkan dengan laki-laki alasan adanya pebedaan telah didalilkan karena adanya perbedaan hormonal, efek kelahiran, perbedaan stress psikososial bagi wanita dan pria, dan model perilaku tentang keputusasaan yang dipelajari (Kaplan & Sadock, 1997). Berbeda dengan teori Bowden (1997, dalam Carson 2000) yang menyatakan bahwa pada umumnya laki-laki dan perempuan sama-sama beresiko terhadap depresi. Jenis kelamin wanita tidak memunculkan sebagai salah satu faktor terjadinya depresi pasca stroke. 10 penelitian menunjukan jenis

Jurnal Stikes A. Yani

39

kelamin wanita berhubungan dengan depresi pasca stroke, tetapi 13 penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan depresi pasca stroke (Gorman, 2007). Penemuan bahwa perempuan lebih cenderung depresi mungkin bias, karena depresi pada perempuan bersifat magnetic depression berbeda dengan depresi laki-laki yang bersifat dynamic depression (Hoeksema, 1990). Namun hasil penelitian ini serupa dengan yang telah dilaporkan Jonas & Mussolino (2000,) yang mengatakan bahwa pria lebih cenderung mengalami depresi berat daripada wanita. Pada umumnya, wanita dua kali lebih mungkin menderita depresi dibandingkan laki-laki, tetapi perbedaan ini diklaim oleh beberapa ahli bahwa tidak ada perbedaan yang sesungguhnya antara kedua jenis kelamin dalam hal ini dan bahwa angka rata-rata yang sedikit lebih rendah pada pria mencerminkan fakta bahwa sejumlah pria dengan gangguan suasana hati tidak pernah menyadari bahwa mereka telah berada pada perilaku depresi (McKeon, 1992). Dari hasil analisis didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat depresi klien pasca stroke di poliklinik saraf RS Rajawali. Dalam hasil studi Yang, S.Y (2007) mengatakan bahwa salah satu prediktor

terjadinya

depresi

pasca

stroke

adalah

jenis

kelamin

tetapi

kemungkinan pada penelitian ini jenis kelamin tidak begitu berpengaruh tetapi dapat dilihat dari segi keterbatasan fungsi, nyeri fisik dan koping individu klien pasca strokenya sendiri. Hal ini terjadi berdasarkan hasil pengalaman di lapangan bahwa klien yang lebih banyak memiliki keterbatasan fungsi (jalan diseret, gangguan komunikasi dan mulut mencong) dan sering merasakan sakit di setiap waktunya lebih cenderung mengalami depresi yang lebih tinggi. 3. Tingkat Depresi Berdasarkan Karakteristik Umur Hasil Penelitian menunjukan bahwa klien pasca stroke tertinggi berasal dari kategori dewasa tua/ lanjut lebih banyak dibanding dewasa muda. Menurut Haber (1982), depresi berkorelasi positif dengan umur, semakin tua umur semakin berisiko akan terjadinya depresi. Dari hasil analisis diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat depresi klien pasca stroke di poliklinik saraf RS Rajawali. Dalam hasil studi Yang, S.Y (2007), umur tidak memiliki hubungan yang erat dengan kejadian depresi pasca stroke atupun kemampuan untuk

Jurnal Stikes A. Yani

40

bertahan hidup dalam menjalani stroke yang kronik. Hasil studi Kokino, et.al (2007), bahwa usia tidak berhubungan dengan depresi pasca stroke dan hasil rehabilitasi, hasil investigasi depresi pasca stroke dipengaruhi oleh tipe stroke iskemik. Selain itu juga pada kenyataannya di lapangan perbedaan koping individu dalam menghadapi penyakit dan dukungan psikososial dari keluarga sangat memegang peranan yang sangat penting dan juga tergantung pada tingkat kecacatan yang dialami setelah serangan stroke. 4. Tingkat Depresi Berdasarkan Karakteristik Status Marital Berdasarkan hasil peneliti diperoleh bahwa klien pasca stroke bersatus menikah sebagian besar mengalami depresi lebih tinggi dibanding tidak menikah. Berbeda dengan pendapat Fortinash & Holoday (1995), yang menyatakan bahwa insiden depresi lebih tinggi terjadi pada individu yang kehilangan hubungan interpersonal yang dekat (janda, tidak menikah, perceraian, atau berpisah dari seseorang yang sangat berarti). Hasil penelitian ini serupa dengan yang dilakukan oleh N, Monga, et.al, (2002), bahwa klien dengan status telah menikah lebih banyak mengalami depresi dari ringan sampai berat. Pernikahan dan keluarga sangat sentral bagi kehidupan setiap orang namun yang paling penting adalah menegakan family support (dukungan keluarga) dalam menghadapi konflik yang berkontribusi terhadap depresi (APA, 1993, dalam Keltner, 1995). Dari hasil analisis diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status marital dengan tingkat depresi klien pasca stroke di poliklinik saraf RS Rajawali. Penelitian ini serupa dengan studi yang didapatkan hasil bahwa antara status marital dan depresi pasca stroke tidak memiliki hubungan yang berarti (Berg, et.al,2001; Fedoroff, et.al, 1991; Hermann, et.al, 1998; Morris. et.al, 1990, 1992, 1995; Nannetti, et.al, 2005; Ramassubu, et.al, 1998; singh, et.al, 2000). Dalam peneltian ini karakteristik status marital klien pasca stroke tidak terlalu berkontribusi terhadap tingkat depresi pasca stroke yang paling penting adalah social support, baik dari keluarga dan masyarakat. Menurut Gottilieb, et.al (2002), bahwa tingkat persepsi social support memiliki hubungan yang erat dengan tingkat depresi pasca stroke. Reaksi keluarga dan teman terhadap klien yang mengalami penyakit kronik atau akut akan berbeda-beda, yang mengakibatkan perubahan dalam pekerjaan, bermain, berfikir, perasaan dan komunikasi klien, anggota keluarga dan teman merupakan harapan untuk

Jurnal Stikes A. Yani

41

memenuhi segala kebutuhannya, namun pada kenyataannya banyak anggota keluarga dan teman yang pergi menghindar sehingga klien merasa tertekan dan depresi. Jadi status marital tidak mutlak berhubungan dengan tingkat depresi klien pasca stroke namun yang paling penting adalah membangun support system dari keluarga dan sosial serta lebih memaknai yang dimaksud dengan hubungan intim atau menunjukan rasa sayang pada orang yang dicintai. Selain itu pengalaman di lapangan didapatkan walaupun klien berstatus telah menikah tidak tampak diantar dengan pasangannya, dan ada sebagian kecil diantar sama anaknya dalam melakukan rawat jalan, cenderung memiliki tingkat depresi yang cukup tinggi. 5. Tingkat Depresi Berdasarkan Karakteristik Tingkat Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian bahwa klien pasca stroke berpendidikan rendah sebagian besar mengalami depresi lebih tinggi dibanding berpendidikan tinggi. Serupa dengan teori yang dikemukan Welnet (1997, dalam Robert, dkk, 1982) bahwa Gejala depresi rata- rata akan meningkat pada orang dewasa dengan sedikit tahun pendidikan. Pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pencetus depresi yang disebabkan oleh stresor fisik dan psikologis, dengan tingkat pendidikan yang baik maka seseorang akan memandang positif stresor yang mereka terima (Hardywinoto, 1999). Gejala depresi rata-rata akan meningkat pada orang dewasa dengan sedikit tahun pendidikan dan secara klinik gangguan depresi akan ditemukan meningkat pada pria dan wanita yang profesional dan berpendidikan tinggi (Welnet, et.al, 1997, dalam Robert, dkk, 1982). Dari hasil analisis didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat depresi klien pasca stroke di poliklinik saraf RS Rajawali. Serupa dengan hasil studi yang dilakukan oleh N, Monga, et.al, (2002), setelah dilakukan penelitian hasilnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan depresi pada klien pasca stroke yang mengalami kecacatan. Beberapa peneliti mempercayai bahwa pengetahuan tentang penyakit akan berpengaruh terhadap ketidaknyamanan dan gejala-gejala psikologis. Hasil studi longitudinal House, et.al (1990) bahwa depresi mempunyai hubungan

yang

signifikan

dengan

kerusakan

kognitif.

Hal

tersebut

mengindikasikan bahwa bukan tingkat pendidikan seseorang yang menjadi

Jurnal Stikes A. Yani

42

prediktor depresi tapi ada kecenderungan ke aspek seberapa besar kerusakan kognitif yang dialami dan pengetahuan tentang penyakit. Hasil pengalaman di lapangan klien yang mengetahui bahwa penyakitnya akan berlangsung lama, dan kecacatannya bersifat permanen, dan mengetahui apa yang harus dilakukan agar kecacatannya tidak menjalar, memiliki koping yang konstruktif dan cenderung berada pada depresi yang ringan. Penelitian yang dilakukan di poliklinik saraf RS Rajawali Bandung menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara karakteristik individu yang meliputi umur, jenis kelamin, status marital dan tingkat pendidikan dengan tingkat depresi pasca stroke menurut Swindle et all (2007) untuk memahami sumber depresi pasca stroke, kita harus melihat depresi ini sebagai suatu integrasi dari beberapa faktor baik individu, fisik, mental dan faktor sosial dengan dilakukan analisis pada data dasar yang lebih besar. Berdasarkan pengalaman di lapangan bahwa, karakteristik individu klien pasca stroke tidak berhubungan dengan tingkat depresi, melainkan ada hubungannya dengan faktor selain karakteritik individu (faktor eksternal), seperti dukungan keluarga, koping individu, pengalaman. D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :1) sebagian besar klien pasca stroke mengalami depresi berat adalah kategori dewasa tua 55,6 persen, klien berjenis kelamin laki-laki lebih besar mengalami depresi dibanding perempuan sebesar 63,3 persen, klien yang telah menikah lebih besar mengalami depresi dibanding yang tidak menikah sebesar 96,7 persen dan klien

yang berpendidikan rendah lebih besar

mengalami depresi dibanding yang berpendidikan tinggi sebesar 60 persen;2) berdasarkan tingkat depresi, klien pasca stroke yang mengalami depresi berat lebih besar dibanding klien dengan depresi ringan yaitu sebesar 51,7 persen;3) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat depresi pasca stroke dengan nilai p=0,456 (p>0,05), tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat depresi pasca stroke dengan nilai p=0,943 (p>0,05), tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status marital dengan tingkat depresi pasca stroke dengan nilai p=0,229 (p>0,05) dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat

Jurnal Stikes A. Yani

43

depresi pasca stroke dengan nilai p=0,316 (p>0,05). Dengan hasil penelitian menunjukkan

bahwa

faktor

karakteristik

klien

pasca

stroke

tidak

ada

hubungannya dengan tingkat depresi klien pasca stroke di poliklinik RS Rajawali Bandung. Dari penelitian ini dapat disampaikan saran-saran: 1) perlunya intervensi yang lebih dini terhadap kesehatan mental klien pasca stroke sehingga tidak terjadi depresi, karena bila terjadi depresi proses rehabilitasi akan terhambat;2) diperlukan protap yang berkaitan dengan manajemen depresi yang tepat dilaksanakan di unit rawat jalan bagian poliklinik saraf untuk meminimalkan dampak penyakit tersebut;3)perlunya pemantauan status mental bagi klien pasca stroke setiap bulan untuk menghindari terjadinya kembali depresi, terutama klien dengan adanya riwayat depresi.

Jurnal Stikes A. Yani

44

DAFTAR PUSTAKA 1. Beck, A. T. (1979). Cognitive Therapy of Depression. New York: Guilford Press. 2. Carson, V.B. (2000). Mental Health Nursing: The Nurse-Patient Journey. Philadelphia: WB. Saunders. Comp.Depression After Stroke (2003, http://.medicalcenter.osu.edu, diperoleh 27 November, 2006). 3. Fortinash & Holoday. (1995). Psychiaric Nursing Care Plans. St Louis: Mosby. 4. Haber, et al. (1982). Comprehensive Psyciatric Nursing, 2nd .ed. USA: Mc. Grow Hill. 5. Hoeksema, N., et.al. (1990). Sex Differences in Depression. Stanford, Ca: Stanford University Press. 6. House, A. (1987). Depression After Stroke, British Medical Journal, Vol.294/ 10 Januari 2007/ 76-78. 7. Kaplan & Sadock. (1997). Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi 7 (ed-7), Jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara. 8. Keltner, N.L. (1995). Psychiatric Nursing, 2nd.ed. St. Louis: Mosby Year Book. 9. Mcdowell & Newell. (1996). Measuring Health: A Guide to Rating Scales & Questionares,2nd.ed. New York: Oxford University Press. 10. Nursalam, Pariani,ed. (2001). Pendekatan Praktis: Metodologi Riset Keperawatan.Jakarta: CV. InfoMedika. 11. Poststroke Depression Incidence and Risk Factor: An Integrative Literature Review (Erickson, 2004, dalam Johnson, http://www.aann.org, diperoleh 11 November, 2006 dan 5 April 2007). 12. Stewart, et. Al. (2001). Stroke, Vascular Risk Factors and Depression, The British Journal of Psychiatry (2001). 178: 23 – 28 :The Royal College of Psychiatrists 13. Stuart & Sundeen. (1995). Keperawatan Jiwa, Edisi 3 (Ed-3). Bandung: EGC

Jurnal Stikes A. Yani

45

14. Symptoms of Depression as a Prospective Risk Faktor for Stroke (Jonas & Mussolino, 2000, http://www. American Psychosomatic.com, diperoleh 1 Desember, 2006). 15. The Neuropsychiatry of Stroke (Robinson & Chemerinski, 1999, www.neuro psychiatry online.org, diperoleh 23 November, 2006). 16. Towsend. (1996). Psychiatric Health Nursing. St. Louis: Mosby..

17. Whyte & Mulsant. (2002). Post Stroke Depression: Epidemiology, Pathophysiology, and Biological Treatment. Biological Psychiatry, 52, 253-264

Jurnal Stikes A. Yani

46