HUBUNGAN KEBIJAKAN PAJAK, HUKULVL PAJAK DAN

Download Hubungan Kebijakan Pajak, Hukum Pajak dan Adminislrasi Pajak. 275. 1. Sasaran Sistem Perpajakan Atas Penghasilan. Untuk melakukan kegiatan,...

0 downloads 445 Views 3MB Size
274

Hukum dan Pembangunan

HUBUNGAN KEBIJAKAN PAJAK, HUKUlVl PAJAK DAN ADMINSTRASI PAJAK R. Mansyuri

Karya tulis ini menguraikan hubungan antara tiga unsur pokok dari sistem perpajakan alas penghasilan, yaitu kebijakan pajak, hukum pajak dan administrasi pajak. Pada saat dilakukan "tax policy options" telah harus dikaji ejektifitas dari perlakuan pajak yang dipilih untuk mencapai tujuan sistem perpajakan. Hukum pajak menciptakan kepastian hukum dan menjamin keadilan dalam pemungutan pajak, sambil menyediakan sarana yuridis yang menggiring pelaksanaan pemungutan pajak ke tujuan sistem perpajakan yang bersangkutan. I.

Umum

Sistem perpajakan atas penghasilan yang berlaku sekarang (tahun 2000) pada hakekatnya berasal dari reforrnasi sistern perpajakan yang rnulai diberlakukan I lanuari 1984 (berdasarkan U.U. No.7 Tahun 1983), yang telah rnengalami dua kali perubahan, yaitu dalam tahun 1991 (dengan UU No.7 Tahun 1991) dan tahun 1994 (dengan UU No. \0 Tahun 1994). Sekarang ini (Juli 2000) juga sedang berlangsung proses reforrnasi sistern perpajakan atas penghasilan tahun 2000. Hubungan amara kebijakan pajak, undang-undang pajak dan adrninistrasi pajak akan dapat dengan rnudah dipahami, apabila ketiga-tiganya dipandang sebagai suatu sistern yang berhubungan satu sarna lain. Sistern perpajakan itu rnempunyai tiga unsur pokok, yaitu kebijakan pajak hukum pajak dan administrasi pajak.' Sistern perpajakan atas penghasilan ini dibuat untuk rnencapai sasaran-sasaran tertentu. Di bawah ini diuraikan sasaran-sasaran yang ingin dicapai dengan disusunnya Sistem Pajak Penghasilan 1984 yang pad a hakekatnya masih berlaku hingga sekarang.

1 Nowak, Norman D., Tax. Adminitration in Theory and Practice , New York, Washington. London: Praegers Publishers, 1970, hal. 3 sid 6.

Juli - September 2000

Hubungan Kebijakan Pajak, Hukum Pajak dan Adminislrasi Pajak

275

1. Sasaran Sistem Perpajakan Atas Penghasilan Untuk melakukan kegiatan, pemerintah memerlukan pembiayaan yang memadai , yang terutama harus bersumber dari kemampuan dalam negen, sedangkan sumber-sumber luar negen merupakan sumber pelengkap yang secara be rang sur harus dikurangi. Dalam hubungan ini sistem perpajakan harus dikurangi. Dalam hubungan ini sistem perpajakan perlu disempurnakan agar kegiatan ekonomi semakin berkembang. kemampuan negara dan masyarakat untuk membiayai pembangunan dari sumber-sumber dalam negeri semakin meningkat dan pembagian beban pembangunan antara golongan yang berpendapatan linggi dan golongan yang berpendapatan rendah semakin sesuai. dengan rasa keadilan masyarakat. Di samping itu sistem perpajakan harus pul a dapat membantu menciptakan terwujudnya pola hidup sederhana. yang sangat penting untuk memperoleh solidaritas sosiaL Segala pajak harus didasarkan a£as peraturan perundangan. Sasaran sistem perpajakan yang berlaku sekarang:' Penerimaan negara dari sektor perpajakan menjadi bagian dari penerimaan negara yang mandiri dalam rangka pembiayaan pembangunan nasionaL 2. Pemerataan dalam pengenaan pajak dan keadilan dalam pembebanan pajak. 3. Menjamin adanya kepastian hukum. 4. Sederhana. 5. Menutup peJuang penghindaran pajak dan/atau penyelundupan pajak oleh Wajib Pajak dan penyaJahgunaan oleh petugas pajak. 6. Memberikan dampak yang positif dalam bidang ekonomi. J.

Ad. J . Penerimaan negara dari sektor perpajakan menjadi bagian dari penerimaan negara yang mandiri dalam rangka pembiayaan pembangnnan nasional. Sebagaimana diketahui pajak pada dasarnya mempunyai dua fungsi, 3 yaitu:

2 Harberger, Arnold C. "Lessons of Tar Reform/rom Experiences (~t Uruguay , Indonesia and Chile" dalam Gilis. Malcolm, Tax Reform in Developing Countries, Durham & London: Duke University Press, 1989, hal. 32 sId 34. 1 Mansmy, R., Demokratisasi Pemunguran Pajak. lakana: Sekolah Tingg i Perpajakan Indonesia. 1999 hal. 4 sid 6.

Namar 3 Tahun XXX

276

Hukum dan Pembangunan

a . . Fungsi mengisi kas negara (fungsi budgeter), yaitu fungsi umuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas negara untuk membiayai kegiatan pemerintah, baik pembiayaan rutin maupun pembiayaan pembangunan. Fungsi 1111 pada hakekatnya merupakan fungsi utama pajak, sebagaimana definisi yang diberikan oleh para ahli, salah satu nya PJ.A. Andriani, seorang ahli hukum pajak terkenal dari negeri Belanda. Menurutnya pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menu rut ketentuan undang-undang, dengan tidak mendapar prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya, adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.' Pengalaman Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya menunjukkan bahwa penggunaan penerimaan uang dari pajak tidak hanya diperumukkan bagi penyelenggaraan pemerintahan. tapi juga untuk membiayai pembangunan nasional. Jadi sasaran utama pungutan pajak adalah penerimaan bagi kas negara, walaupun dampak dari pungutan itu hendaknya tidak menghalangi tercapainya sasaran kebijakan pemerintah di bidang lain. b.

Fungsi mengatur (regulerend = regulating) , yaitu di samping sebagai sumber pemasukan bagi kas negara, pajak juga berfungsi sebagai lIpaya pemerintah untuk turut mengatur, bila perlu mengubah sllsunan pendaparan dan kekayaan swasta. Fungsi ini seri ng menjadi tujuan pokok dari sistem pajak; paling tidak, dalam sistem perpajakan yang benar tidak terjadi pertentangan antara tujuan mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan pemerintah dan kebijakan negara dalam bidang ekonomi dan sosial lainnya. Dengan fungsi mengatur, pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan, terutama banyak dimjukan terhadap sektor swasta, seperti untuk mendarong masyarakat untuk lebih banyak menabung, perusahaan lebih banyak melakukan investasi .

Kedua fungsi pajak di atas merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi, dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Misalnya, walaupun pajak berfungsi sebagai sumber pendapatan negara yang dipungut dari masyarakat, tetapi harus pula dipertimbangkan berbagai dampaknya bagi masyarakat, baik berupa dampak sasial, ekonomi, budaya maupun dampak lain. 4

Brotndihardjo, R. Santoso, Pengantar Iimu Hukum Pajak, Baudullg: Eresco, ! 995 haL 2.

Juli - September 2000

Hublltlgan Kebijakan Pajak, Hukum Pajak dan Adlllinislrasi Pajak

277

Sebaliknya juga demikian, apab ila fungsi mengatur dari pajak akan dipakai UI1!uk mencapai sasaran di bidang sosia!, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya, maka perlu dipertimbangkan pengaruhnya terhadap penerimaan negara dari sektor pajak, di samping perlu dilakukan pembahasan dan pengkajian mendalam terlebih dahulu berkenaan dengan efektivitas penggunaaan pajak untuk mencapai sasaran lain itu. Di antara kedua fungsi pajak, Fungsi yang urama adalah pajak sebagai pengisi kas negara, sedangkan fungsi mengatur merupakan fungsi tambahan . Pemungutan pajak adalah perpindahan uang dari masyarakat ke kas negara untuk membiayai pengeluaran umum. Fungsi lain berkenaan dengan manfaat dari pungutan tersebut bagi pemer imah dalam mewujudkan sasaran pembangunan di bidang sosia!. ekonomi. budaya m3upun bidangbidang lainnya. Pad a masa lalu, pajak pernah lebih ditekankan pada fungsinya untuk mengatur, sedangkan fungsi utamanya sebagai sumber pendapatan negara, kurang mendapat perhatian. COI1!oh pengutamaan fungsi mengatur itu adalah pember ian fasilitas pajak berupa pemberian masa be bas pajak (tox holiday) bagi badan-badan baru yang menanam modalnya di bidang produksi yang memperoleh prioritas pemerintah. Penerimaan dari sektor pajak perlu ditingkatkan terus-menerus melalui ekstensifikasi dan intensifikasi sena melalui reformasi sistell1 perpajakan, terutama berkenaan dengan ketentuan-ketentuan yang dapat menall1bah penerimaan tanpa mengorbankan tujuan lainnya, seperti keadilan pembebanan menuju pada distribusi penghasilan dan kekayaan yang lebih adil. Dari penjelasan di atas diketahui bahwa fungsi mengatur dari pajak pernah lebih ditekankan daripada fungsinya sebagai sumber pendapatan negara. Hendaknya yang demikian itu tidak diulang kell1bali. Jika hal itu terjadi, dikhawatirkan penerimaan negara dari sektor pajak ll1enjadi tidak dapat diandalkan. Sementara diukur dari PDB (Produk Domestik Bruto), penerimaan negara Indonesia dari sektor pajak masih ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia. Oleh sebab itu dalam setiap pell1baharuan sistell1 perpajakan nasional, sasaran yang ingin dicapai dalam pungutan pajak sesudah reformasi, pertama-tama adalah penerimaan negara dari sektor perpajakan agar supaya menjadi bagian dari penerimaan negara yang mandiri. Artinya fungsi pajak sebagai sarana untuk mengisi kas negara lebih diutamakan daripada fungsi tambahannya, yaitu fungsi mengatur itu. (Tax ratio Indonesia hanya 11 % sedang Filipina saja mencapai 16%, Amanat Wakil

Namar 3 To"un XXX

278

Hllkllln dan Pelllbangullan

Presiden pada Kongres ke-IV Ikatan Konsultan Pajak di Bali, 28 luni 2000). Ad.2 Pemerataan dalam pembebanan pajak.

pengenaan

pajak dan keadilan dalam

Sesuai dengan tujuan hukum pad a umumnya. hukum pajakpun bertujuan menciptakan keadilan dalam pungutan pajak. Asas ini harus selalu dipegang teguh, baik dalam perundang-undangannya, maupun dalam prakteknya sehari-hari. Oleh sebab itu juga harus menjadi pegangan bagi para pembuat undang-undang perpajakan, yailu agar pungutan pajak diselenggarakan secara umum dan merata atas semua , orang yang mempunyai kemampuan membayar. Prinsip umum dan merata ini harus dipegang teguh karena hanya dengan kedua prinsip itulah pajak dapat menyenruh rasa keadilan masyarakar. Semboyan yang dikumandangkan oleh Adolf Wagner ilU kemudian diteruskan hingga saat ini. Demikianlah landasan pemikiran dalam seliap perumusan perundang-undangan perpajakan. Terlebih-Iebih Indonesia yang menganut ideologi Pancasila, dengan salah satu silanya "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam perpajakan dikenal dua macam keadilan, yaiLU kadilan horizontal dan keadilan vertikaI. Keadilan horizontal mengandung pengertian seperti yang telah diuraikan, yaitu pengenaan pajak harus diselenggarakan secara umum dan merata, yang berarti bahwa semua orang yang mempunyai kemampuan ekonomi atau yang mendapatkan tambahan ekonomi yang sarna harus dikenakan pajak yang sama. Asas keadilan vertikal pada hakekatnya berkenaan dengan kewajiban membayar pajak yang kemampuan membayarnya tidak sarna. yaitu serna kin besar kemampuannya unruk membayar pajak harus semakin besar tarif pajak yang dikenakan. Berdasarkan hal itu tidak ada lagi perbedaan perlakuan diantara Wajib Pajak, artinya setiap orang mendapatkan perlakuan yang adil dalam rna salah pajak. Oleh karena itulah salah satu sasaran Reformasi Sistem Perpajakan tahun 2000 adalah pemerataan dalam pengenaan pajak yang mencerminkan asas keadilan. Seliap orang yang memperoleh rambahan kemampuan ekonomi yang sama. tanpa membedakan dari mana sumber tambahan terse but harus dikenakan Pajak Penghasilan yang sama besar. Asas keadilan secara vertikal pada dasarnya berkenaan dengan penentuan besarnya pajak terhutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. Hal ini erat kaitannya dengan penentuan besarnya rarif pajak. Beban pajak lui; - Seprember 2000

Hubungan Kebijakall Pajak, Hukum Pajak dan Adlllinisirasi Pajak

279

seharusnya dibagi berdasarkan kemampuan untuk membayar kontrib usi guna membiayai kegiatan pemerintah. Ukuran bagi kemampuan untuk membayar (ability-co-pay) beban pajak dapat berupa penghasilan neto, bisa juga berupa kekayaan, maupun pengeluaran belanja untuk konsumsi, atau kombinasi dari kedua atau ketiga ukuran tersebuL Apabila penghasilan netto yang dipakai sebagai ukuran dalam mencapai keadilan diantara Wajib Pajak , tidak sama maka disyaratkan agar tarif pajaknya juga berbeda. Makin besar penghasilan neto seorang Wajib Pajak, maka semakin besar pula tarif pajak yang dikenakan terhadapnya. Dengan perkataan lain, keadilan horizontal menyangkut pengenian penghasilan, sedangkan keadilan vertikal berkenaan dengan struktur tarif. Keadilan horizontal mensyaratkan, setiap tambahan kemampuan untuk menguasai barang dan jasa, tanpa dibedakan dari manapun sumbernya, harus dikenakan pajak yang sama. Sedangkan keadilan vertikal mensyaratkan adanya struktur tarif yang progresif, yaitu semakin besar pengasilan neto seorang Wajib Pajak, maka tarif pajaknya harus semakin besar. Salah satu sasaran dari Reformasi Sistem Perpajakan Tahun 2000 adalah " keadilan dalam pembebanan pajak " . baik keadilan horizontal maupun keadilan venikal. Ad.3. Menjamin adanya kepastian hukum Sasaran lain dari setiap pembaharuan sistem perpajakan atas penghasilan adalah menjamin adanya kepastian hukum, mengingat dalam pajak terkandung hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban, yakni hak negara untuk mengenakan pajak dan kewajiban dari mereka yang mempunyai kemampuan untuk membayar, serta hak mereka yang mempunyai kemampuan untuk mendapatkan perlindungan hukum atau memperoleh keadilan, dan kewajiban negara untuk mell1berikan jall1inan keadilan kepada warganya. Oleh karena itu harus ada jaminan kepastian hukum, baik yang menyangkut kepentingan negara maupun yang menyangkut kepentingan masyarakat pembayar pajak. Di sinilah pentingnya peraturan yang jelas dan tegas dalam ketentuan perundang-undangan pajak, yang ll1eliputi: • Siapa yang menjadi subjek pajak? . • Apa yang menjadi obyek pajak? • Berapa besar pajak terhutang yang harus dibayar? • Bagaimana cara melunasi pajak terhutang tersebut?

Namar 3 Tahun XXX

280

Huklllll dall Pemballgullan

Mengenai kepasrian hukum sangar penting dalam kairannya dengan 'cara penafsiran' ketemuan-ketentuan yang diatur dalam undang-undang perpajakan. Ad.4 . Sederhana Sasaran sederhana dalam pembaharuan sistem perpajakan nasional d itujuka n agar: a. b.

Subjek pajak mudah memahami ketentuan perpajakan. yang akan memudahkan pula dalam melaksanakan kewaj ibannya. Aparat pelaksana mudah dalam melakukan pembinaan. pe layanan dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan oleh subjek pajak .

Sasaran sederhana antara lain meliputi hal-hal sebagaimana berikut: a . Jenis-jenis pajak apa saja yang akan berlaku') b . Begaimana peraruran ketentuan dalam perundang-undangan perpajakan? c. Bagaimana cara pelaksanaan ketemuan-ketentuan perundang-undangan perpajakan terse but? d . Sede rhana berarti juga mudah dilaksanakan oleh perugas dan mudah pula diikuti oleh Wajib Pajak. Jadi penyederhanaan itu menyangkur jenis-jenis pajak serta ketentuan-ketenluan yang diarur dalam undang-undang perpajakan dan rata cara pelaksanaannya. Penyederhanaan terhadap jenis-jenis pajak, di samping ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan kerenruan undangundailg perpajakan. juga agar tidak rerdapat tumpang-tindih antara ketentuan yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan penyederhanaan ketenruan lIndang-undang perpajakan ditujllkan untuk mel11permudah pel11ahal11an oleh masyarakat maupun aparat pajak, sehingga akan mel11udahkan pelaksanaannya serta mel11udahkan untuk d ipatuhi oleh Wajib Pajak. Dalam kairan ini yang perlu diperhatikan adalah kesederhanaan ridak l11engenyal11pingkan adanya kepastian hukum. Pertanyaannya kemudian. apakah yang sederhana ilU menjamin adanya kepastian? Alau apakah suatu yang menjamin kepastian hukum itu sederhana'i Jawabannya lergantung dari masala11l1ya. Sesuatu yang diharapkan l11enjamin kepastian hukum. belulTl rentu dapar diberi batasan secara sederhana, del11ikian juga suatu batasan yang sederhana belul11 rentu dapat l11enjamin adanya kepasrian hukum. Oleh karena itu amara kesederhanaan dengan kepasrian tidak dapar dihadapkan satu sama lain. melainkan harus diusahakan untuk dieapai seeara il11bang. filii - September 201}()

Hubungan Kebijakan Pajak, Hukum Pajak dan Adminis(rasi Pajak

281

AdS Menutup peluang penghindaran pajak dan/alau penyelundupan

pajak dan penyalahgunaan wewenang. Dalam perpajakan dikenai dua bentuk upaya untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar , yaitu : • •

penghindaran pajak, dan penyelundupan pajak.

Penghindaran pajak adalah cara Wajib Pajak menghindari pajak dengan jalan "menerobos" kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam undang-undang perpajakan. Sebagaimana diketahui penghasi lan masyarakat se!alu berkembang , oleh sebab undang-undang pajak juga harus meng ikuti perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Dalam kondisi yang demikian sangat mungkin terdapat peluang untuk penghindaran pajak. Berbeda dengan penghindaran pajak, penyelundupan pajak merupakan tindakan melawan hukum, karena melanggar kerentuan undangundang perpajakan. Jika undang-undang perpajakan banyak mengandung kelemahan, maka akan mempermudah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh aparat pajak. Oleh karena itu untuk mengamankan pendapatan negara , maka kemungkinan-kemungkinan terjadinya penghindaran atau penyelundupan pajak serta penyalahgunaan wewenang harus dicegah . Ad.6. Memberikan dampak yang positif di bidang ekonomi Dampak positif dalam bidang ekonomi harus dilihat dari keseluruhan sistem perpajakan itu sendiri. Dengan kebijakan tariff pajak memberi kesempatan kepada dunia usaha untuk lebih berkembang, sehingga besarnya laba sesudah pajak masih memungkinkan untuk melakukan investasi tambahan. Dalam mengkaji dan merumuskan setiap penyempurnaan sistem perpajakan, agar lebih terarah, perlu juga dirumuskan sasaran-sasaran yang ingin dicapai dalam sistem perpajakan nasional, karena sasaran akan menjadi pemandu tercapainya tujuan pembuatan undang-undang pajak yang bersangkutan dan perumusan undang-undang perpajakan seperti yang kita inginkan. 2. KEBIJAKAN PAJAK

Dalam sistem perpajakan dikenal tiga unsur pokok, yaitu : I . Kebijakan pajak (tax policy) 2. Undang-undang pajak (tax law) 3. Administrasi pajak (tax administration) Nomor 3 Tahun XXX

282

HukulIl dan Pembangunan

Ketiga unsur tersebut terjadi menu rut proses sesuai dengan urUlan waktu penyusunan sistem perpajakan yang bersangkutan. Kebijakan pajak merupakan pemilihan alternatif dari berbagai perlakuan pajak yang mungkin dianut, dengan tujuan agar sasaran sistem perpajakan yang bersangkutan dapat dicapai dengan efisien. Alternatifalternatif tersebut meliputi : Pajak apa yang akan dipungut , siapa yang akan dijadikan subjek pajak? Apa saja merupakan objek pajak? Berapa besarnya tarif pajak? Dan bagaimana prosedurnya'l Setelah sasaran ditentukan barulah dirumuskan kebijakan yang akan ditempuh dalam sistem perp~jakan tersebul. Sebagai ilustrasi , akan digambarkan hagaimana proses perumusan UUPPh. Dalam merumuskan subjek pajak , UUPPh mengenal dua jenis subjek pajak, yaitu subjek pajak perseorangan dan subjek pajak badan. Kemudian , apakah kedua jenis subjek pajak tetap akan dikenakan pajak sendiri-sendiri (the classical system) , seperti yang dianut dalam Pajak Pendapatan (PPd) 1994 dan Pajak Perseroan (PPs) 1925 , araukah akan diintcgrasikan? Jika diintegrasikan , maka sasaran akhir PPh adalah Wajib Pajak Perseorangan, karena "badan" menurut pandangan ini sebenarnya milik perseorangan, oleh karena itu semua penghasilan yang didapatkan "badan " merupakan milik pemegang sa ham perseorangan. Jadi yang harus dikenakan pajak pada akhirnya adalah perseorangan. Kalaupun badan tersebut dikenakan PPh, maka PPh terse but merupakan pungutan pendahuluan atas pajak perseorangan. Hal ini berbeda dengan pungutan atas deviden yang dikenakan pada perseorangan pemegang sa ham berdasarkan "classical system" yang dianut UUPPh kita. Karena PPh atas perseorangan adalah pajak atas bad an yang dalam the integration system diperhitungkan sebagai pungutan pendahuluan dari pajak pemegang saham perseorangan. Beberapa pertimbangan yang menyebabkan PPh kita tetap menggunakan "the classical system" adalah : (i) penerapan "the integration system" di beberapa negara, ternyata banyak mengalami kesulitan, sehingga sistem itu belum bisa diterapkan di Indonesia tanpa menimbulkan banyak hambatan dalam pelaksanaannya; (ii) beralih dari the classical system ke the integration system berarti hilangnya sebagian sumber penerimaan negara dari subjek pajak badan sebagai subjek pajak tersendiri. bukan sebagai pungutan pendahuluan PPh perseorangan; (iii) the integration system akan lebih mendorong dilakukannya pembagian dividen dari perseroan kepada pemegang saham, yang akan lebih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumtif, sehingga untuk keperluan investasi akan berkurang, dan (iv) pengenaan pajak alaS perseroan dapat meningkatkan

iuli - September 2000

Hubungan Kebijakull Pajak, Hukum Pajak dan Adminislrasi Pajak

283

pemerataan pengenaan pajak dan keadilan dalam pembebanan pajak , khususnya bagi penghasil perseroan yang tidak pernah dibagikan kepada pemegang saham perseorangan. Pilihan terhadap objek pajak dalam proses pembuatan PPh 1984 berkisar pada masalah (i) apakah akan dipergunakan definisi penghasilan berdasarkan asas sumber atau asas tambahan ekonomis (the accrelion concepl); (ii) biaya apa yang akan diperkenankan dalam menghitung penghasilan pajak; (iii) metode penyusutan mana yang akan dianut, sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai dalam sistem perpajakan 1984; dan (iv) bagaimana menghitung penghasilan tidak kena pajak. Mengenai tarif pajak telah dilakukan beberapa pertimbangan antara lain (i) beberapa lapisan tarif yang dipakai ; (ii) beberapa persentase tarif yang paling coeok dengan memperhatikan berbagai aspek, seperti persaingan dengan negara lain dalam mengundang investor asing, mudah diterapkan, sul it untuk terjadinya penyelundupan pajak , eukup keadilan vertikal; dan (iii) apakah perlu diadakan pembedaan antara tarif untuk badan dan perseorangan. Alternatif kebijakan prosedur perpajakan meliputi (i) apakah akan dicapai self-assessment atau official assessmelll; (ii) apakah pungutan oleh pihak lain hanya dengan metode pemotongan (Wilhholdin!?) oleh pembayar pajak atau akan diperluas dengan pungutan oleh pihak lain, seperti halnya metode MPO sebelum PPh 1984; dan (iii) metode apa yang akan diterapkan pada Wajib Pajak luar negeri. 4.

Undang-Undang Pajak

Yang dimaksud dengan undang-undang pajak adalah seperangkat peraturan perpajakan yang terdiri dari undang-undang beserta peraturan pelaksanannya. Undang-undang perpajakan merupakan salah satu unsur dari sistem perpajakan. Dalam undang-undang perpajakan diatur mengenai pokok-pokok pikiran yang bersifat prinsip serta peraturan pelaksanannya, berupa peraturan pemerintah, keputusan Presiden, keputusan Menteri dan seterusnya. Seperti telah dibahas sebelumnya, salah satu sasaran pembaharuan sistem perpajakan nasional adalah kesederhanaan. Oleh karena itu prinsip utama yang dirumuskan dalam undang-undang juga harus bersifat sederhana. Tetapi karena sistem perpajakan berkaitan dengan kehidupan masyarakat yang terus berkembang, maka peraturan juga harus luwes (fleksibel) , artinya dapat menampung perkembangan yang ada dalam masyarakat.

Nomor 3 Tahun XXX

284

Hukum dan Pembangunan

Namun demikian kesederhanaan tersebut dapat menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi kepentingan negara maupun bagi masyarakat pembayar pajak. Oalam memenuhi kepentingan negara, perumusan undang-undang perpajakan harus dibuat sedemikian rupa. sehingga dapat mencegah upaya-upaya penghindaran maupun penyelundupan pajak, penyalahgunaan wewenang, di samping mewujudkan tujuan utamanya, juga harus memberikan dampak posit if bagi kepentingan ekonomi nasional. Oalam undang-undang pajak diatur mengenai : l. Siapa yang menjadi subjek pajak. 2. Apa yang menjadi objek pajak. 3. Berapa besarnya pajak terhutang yang harus dibayar olel1 Wajib Pajak. 4. Bagaimana prosedur perpajakannya, termasuk Cara pelunasan pajak terhutang serta tata cara pengajuan keberatan dan sebagainya. Oalam pajak dikenal dua macam ketemuan hukum. yaitu : • •

hukum materiil, dan hukum formal.

Oalam hukum materiil diatur tentang subjek pajak, objek pajak dan tarif pajak. Ketentuan materiil harus dimuat dalam undang-undang dan kemungkinan perubahannya harus mendapat persetujuan OPR. Hukum pajak formal adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang prosedur pelaksanaan yang berkenaan kepada (i) administrasi pajak atau instansi pajak dan (ii) berbagai tatacara sehubungan hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak dan aparat pajak. Pembagian pajak atas hukum materiil dan hukum formal sang at penting. Sebelum PPh 1984 setiap undang-undang perpajakan memuat ketentuan hukum materiil dan hukum formal secara berdampingan. Sejak tahun 1984, dalam setiap undang-undang perpajakan , misalnya UU PPh dan UU PPN, hukum pajak materiil dan pokok-pokok hukum pajak formal dibuat secara berdampingan dalam satu undang-undang. Namun hukum pajak formal lebih terperinci termuat dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Hukum pajak materiil memuat norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus d ikenakan pajak, yang meliputi siapa-siapa yang harus dikenakan pajak; apa yang menyebabkan seseorang dikenakan pajak; berapa besar pajaknya. Oengan perkataan lain hukum pajak materiil memuat segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya dan hapusnya hutang pajak dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak.

Juli - September 2000

Hubullgall Kebijakan Pajak, Hukum Pajak dall Admillislrusi Pajak

285

Sedangkan yang termasuk hukum formal adalah peraturanperaturan mengenai tatacara menjelmakan hukum materiil menjadi kenyataan. Hukum ini memuat tatacara penyelenggaran penetapan suatu hutang pajak, pengawasan pemerimah terhadap penyelenggaraannya, kewajiban para Wajib Pajak (sebelum dan sesudah menerima surat ketetapa pajak). kewajiban pihak ketiga dan prosedur pemungutannya. Maksud hukum formal adalah untuk melindungi, baik aparat pajak maupun Wajib Pajak. ladi hukum formal adalah untuk memberikan jall1inan, bahwa hukum ll1ateriil akan diselenggarakan setepat-tepatnya. termasuk di dalamnya: peraturan-peraturan yang memuat temang kenaikan. denda serra tatacara pell1bebasan serra pengell1balian pajak; juga ketemuan yang memberi hak tagihan utama kepada aparat pajak dan sebagainya. Dalall1 permbaharuan Undang-Undang perpajakan harus pula mempertimbangkan apakah ll1engatur hukum mareriil dan ketentllan hukum formal menjadi satu kesatuan dalalll masing-masing undang-undang pajak. araukah hanya terdapat satu llndang-undang yang ll1emuat hukull1 formal. sedangkan ketentuan hukull1 materiil hanya rerpisah dan diatur dalam ll1asing-masing undang-undang pajak. 5.

ADMINISTRASI PAJAK.

Administrasi pajak yang merupakan salah satu dari ketiga unsur cialal11 sistel11 perpajakan. Adl11inistrasi pajak sendiri l11empunyai tiga

pengenian. yaitu : I . Suatu instansi atau badan yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk l11enyelenggarakan pungutan pajak. Di IndoneSia. organisasi atau badan yang menyelenggarakan pungutan pajak negara berada eli bawah Departemen Keuangan. yaitu Direktorat lenderal Pajak. dan Direktorat lenderal Bea dan Cukai. 2.

Orang-orang yang terdiri dari pejabat dan pegawai yang bekerja pada insransi perpajakan yang secara nyata l11elaksanakan kegiatan pungutan pajak.

3.

Kegiatan penyelenggaraan pungutan pajak oleh suatu instansi atau badan yang ditatalaksanakan sedel11ikian rupa sehingga dapat l11encapai sasaran yang telah digariskan dalal11 kebijakan pajak. berclasarkan sarana hukum yang ditentukan oleb undang-undang perpajakan.

Mengingat pembabasan ini hanya l11enyangkut pajak !legara di luar pajak, bea dan cukai. maka pengertian acll11inisrrasi pajak dibatasi hanya pada DireklOrat lenderal Pajak.

Nomar 3 Tahun XXX

286

Hukum dan Pembangunan

Menurut pendapat Norman D. Nowak administrasi pajak merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan kebijakan pajak. Tugas administrasi pajak tidak membuat kebijakan atau memutuskan siapa-siapa yang dikenakan pungutan dan siapa-siapa yang dikecualikan dari pngutan pajak. juga tidak menentukan objek-objek pajak baru. Sebagai sarana pelaksanaan undang-undang perpajakan, administrasi pajak perlu disusun dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu lI1enjadi instrumen yang bekerja secara efisien dan efektif. Sebab jika tidak efisien dan efektif, maka sasaran dari sistem perpajakan tidak dapat dicapai.' Dasar-dasar bagi terselenggaranya administrasi pajak yang baik meliputi : I.

Kejelasan dan kesederhanaan dari ketentuan undang-undang yang memudahkan bagi administrasi dan memberi kejelasan bagi Wajib Pajak.

2.

Kesederhanaan akan mengurangi penyelundupan pajak. Kesederhanaan dimaksud baik dalam perumusan yuridis, yang memberikan kemudahan untuk dipahami; maupun kesederhanaa n untuk dilaksanakan olch aparat dan pemenuhan kewajiban oleh Wajib Pajak. 3. Reformasi dalam bidang perpajakan yang realistis harus mempertimbangkan kemudahan tercapainya effisiensi dan effektifitas administrasi pajak, semenjak dirumuskannya kebijakan pajak. 4. Administrasi pajak yang effisien dan effektif perlu disusun dengan memperhatikan peraturan pengumpulan , pengolahan dan pemanfaatan informasi tentang subjek pajak dan objek pajak. Pembaharuan sistem perpajakan di Indonesia mencakup berbagai sasaran yang hendak dicapai antara lain kesederhanaan dan kejelasan dalam mewujudkan perluasan objek pajak atas pribadi maupun badan serta penurunan tarif pajak dengan struktur yang lebih sederhana. semuanya ditujukan demi terjaminnya penerimaan negara dari sekror pajak. Hal itu semua tercantum dalam UU PPh 1984. Informasi yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan merupakan kunci dari administrasi pajak yang effisien dan effektif, tanpa itu sasaran kebijakan pajak tidak akan tercapai , karena pungutan pajak pada dasarnya didasarkan atas dua hal, yaitu : • Adanya undang-undang perpajakan, dan

5

Nuwak, op. cit.. halaman 3.

Jllli - September 2000

Hubungan Kebijakan Pajak, Hukum Pajak dan Administrasi Paiak



287

Adanya fakta kena pajak, yaitu kenyataan yang ada yang menu rut undang-undang harus dikenakan pajak .

Walaupun ada undang-undang perpajakan, tetapi tanpa adanya fakta kena pajak, tidak akan ada pajak terhutang. Misalnya dalam pajak penghasilan. subjek pajak adalah orang atau badan. Tetapi tidak ada fakta yang mendukung bahwa orang atau badan itu memperoleh penghasilan yang harus dikenakan pajak, maka orang atau badan itu tidak dapat dikenakan pajak penghasilan. Sistem informasi yang efektif merupakan kunei terselenggaranya pemungutan pajak seeara adil. Sebaliknya, apabila admin istrasi pajak tidak ditunjang oleh sistem informasi yang efektif, maka hal demikian tidak akan mengakibatkan ketimpangan , sehingga penyelenggaraan pemungutan pajak menjadi titik adi!. Untuk meneiptakan sistem informasi yang efektif harus ada keterlibatan semua pihak, baik pemerintah maupun swasta dalam perpajakan. Sulit digambarkan keberhasilan pemungutan pajak tanpa adanya informasi sekitar subjek pajak dan objek pajak. Dalam rangka penyelenggaraan pajak, Direktorat lenderal Pajak sebagai badan penyelenggara pungutan pajak mempunyai sasaran yang disebut Tri Dharma Pemajakan, yaitu : a. Pengenaan pajak meliputi semua subjek pajak. b. Pengenaan pajak berdasarkan objek pajak yang sebenarnya. c. Pelunasan pajak tepat pad a waktunya. Pada hakekatnya badan penyelenggara pungutan pajak mempunyai misi dan tanggungjawab untuk meneiptakan dan meningkatkan iklim kepatuhan atau kesadaran Wajib Pajak. Dalam sistem perpajakan nasional Wajib Pajak diberi kepereayaan dan tanggung jawab yang lebih besar untuk seeara langsung dan bersamasama melaksanakan kewajiban melalui sistem menghitung dan membayar sendiri pajak terhutang , atau disebul juga dengan self-assessment system. Dalam kaitan ini administrasi pajak mempunyai misi dan tanggungjawab untuk melakukan pembinaan seeara luas, baik terhadap Wajib Pajak maupun anggota masyarakat lainnya, agar mereka memahami undangundang perpajakan, sehingga dapat memenuhi kewajiban undang-undang perpajakan sebagai mana mestinya. Demikian dalam hal pelayanan informasi, kemudahan dalam pembayaran serta kemudahan dalam pelaporan. Kegiatan administrasi pajak mencakup kegiatan-kegiatan, amara lain:

Nomor 3 Tahun XXX

288

a. b. e. d. e.

Hukum dall Pemballgunan

Penelitian, pemeriksaan dan penyidikan. Penerbitan surat ketetapan pajak atau surat ketetapan pajak tambahan. Penerapan sanksi. Penyelesaian surat keberatan dan penyusunan risalah banding. Penagihan.

6. KESIMPULAN Dari uraian di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut I. Kebijakan pajak adalah pilihan atas perlakuan-perlakuan pajak akan dipakai dalam undang-undang pajak yang diperkirakan l11endorong tercapainya sasaran-sasaran sistem perpaj~kan yang d itentukan. 2.

: yang akan telah

Undang-undang pajak adalah undang-undang yang mengatur perlakuanperlakuan pajak yang telah dipilih dalal11 "tax policy options" yang l11el11enuhi syarat-syarat penyusunan undang-undang yang baik dan yang akan l11enjadi landasan untuk dilakukannya "tax-law enforcement. "

3.

Adl11inistrasi pajak adalah penyelenggaraan pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang pajak dengan memperhatikan kebijakan pajak yang telah diputuskan, agar supaya landasan sistem perpajakan yang bersangkutan dapat tercapai . 4. Untuk dapat mencapai sasaran-sasaran sistem perpajakan atas penghasilan, l11aka kebijakan pajak, undang-udang pajak dan administrasi pajak, harus saling dukung l11endukung menuJu tercapainya sasaran-sasaran tersebut. Sebelum disusun rancangan undang-undang pajak, terlebih dahulu dikaji dengan seksama dan ditentukan sasaran yang ingin dicapai dari sistem perpajakan yang baru. Sesudah ditentukan sasaran-sasaran sistem perpajakan atas penghasilan yang baru dan azas-azas perpajakan yang harus dipegang teguh, dilakukanlah "tax policy options" di antara perlakuan perpajakan alternatif di bidang-bidang : Subjek Pajak, Objek Pajak, Tarif Pajak dan Prosedur Pajak. Sesudah itu dirumuskanlah undang-undang pajak baru oleh DPR bersama Pemerintah R. I. 5. Kunci untuk tercapainya sasaran-sasaran sistem perpajakan adalah administrasi pajak.

Juli - Seplember 2000