HUBUNGAN KONDISI TUBUH DAN BOBOT BADAN

Download hakikatnya usahaternak sapi potong memiliki tujuan utama yaitu menghasilkan sapi yang memiliki bobot yang tinggi dengan biaya produksi rend...

1 downloads 436 Views 297KB Size
Hubungan Kondisi Tubuh dan Bobot Badan..................................................Ambar

HUBUNGAN ANTARA KONDISI TUBUH DAN BOBOT BADAN DENGAN HARGA JUAL SAPI PASUNDAN (Kasus di desa Dukuhbadag, kecamatan Cibingbin, kabupaten Kuningan, provinsi Jawa Barat)

THE CORRELATION BETWEEN BODY CONDITION AND BODY WEIGHT TO SELLING PRICE OF PASUNDAN’S CATTLE (Case in the village Dukuhbadag, Cibingbin district, Kuningan, West Java) Ambar Aulia Fauziah Rahmah*, Rochadi Tawaf, Muhamad Fatah Wiyatna. Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran e-mail : [email protected]

ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antar kondisi tubuh yang dinilai melalui BCS (Body Condition Score) dan hubungan antara bobot badan dengan harga jual yang dilaksanakan di desa Dukuhbadag, kecamatan Cibingbin, kabupaten Kuningan, provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari bulan AprilMei 2016. Materi yang digunakan adalah 45 ekor sapi Pasundan yang dijual di desa tersebut. Parameter yang diamati adalah kondisi tubuh menggunkan metode penglihatan pada tulang rusuk dan bobot badan dengan menggunakan rumus Winter yang menggunakan lingkar dada dan panjang badan sebagai penduganya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei dengan model analisisnya yaitu analisis korelasi Rank Spearman dan Pearson. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya keeratan hubungan antara metode BCS tulang rusuk dengan harga jual, dan nilai koefisiennya adalah 0,018, sedangkan antara bobot badan dan harga jual menunjukan terdapat keeratan hubungan yang sangat kuat dan positif dengan nilai koefisien 1,000. Kata kunci: bobot badan, body condition score (bcs), harga jual, kondisi tubuh

ABSTRACT The aims of this research was to determine the relationship between body condition assessed by BCS (Body Condition Score) and body weight with the selling price which was held in the village Dukuhbadag, Cibingbin subdistrict, Kuningan, West Java. The study was conducted from April to May in 2016. The material used is 45 cows on sold in the village. Parameters measured were body condition using the methods of vision on the ribs and body weight by using a formula that uses the Winter chest circumference and body length as appraisal. The method used in this research is survey method with the model analysis are Spearman Rank correlation analysis and Pearson. The results showed no relationship between BCS method ribs with the selling price, and the value of the coefficient is 0.018, whereas between body weight and the selling price shows that there is a close relationship is very strong and positive with the coefficient of 1.000. Keywords : Body condition, Body Condition Score (BCS), body weight, selling price

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 1

Hubungan Kondisi Tubuh dan Bobot Badan..................................................Ambar

Pendahuluan Sapi Pasundan merupakan sapi lokal di Jawa Barat yang diresmikan sebagai rumpun baru berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 1051/Kpts/SR.120/10/2014. Sapi Pasundan dianggap cukup potensial sebagai penghasil daging dan memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan sapi impor, yaitu mudah dalam pemberian pakan, tahan terhadap penyakit, mudah beradaptasi serta persentase karkasnya cukup tinggi. Sapi Pasundan diharapkan dapat menjadi ternak penunjang guna memenuhi kekurangan produksi daging sapi di jawa Barat, karena pada hakikatnya usahaternak sapi potong memiliki tujuan utama yaitu menghasilkan sapi yang memiliki bobot yang tinggi dengan biaya produksi rendah. Usaha ternak sapi potong di Indonesia umumnya bersifat subsisten dan tradisional yaitu produk yang dihasilkan hanya untuk memenuhi kebutuan seharihari dan keadaan mendesak bukan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar, sehingga sapi dianggap sebagai penompang kehidupan dan aset ekonomi keluarga. Para peternak biasanya memelihara sapi pada saat musim penghujan dimana permintaan sapi sangat banyak sehingga harga sapi menjadi tinggi dan dijual pada saat musim kemarau disaat penawaran tinggi sehingga harga menjadi rendah. Keadaan ini berdampak pada hilangnya posisi tawar dan rendahnya hasil keuntungan. Pada kondisi ini para peternak hanya menjadi price taker bukan price maker. Secara umum penentuan bobot badan melalui penimbangan ternak di Indonesia kurang ekonomis dan kurang praktis terutama di pedesaan, sehingga perlu adanya cara yang dapat dijadikan alternatif selain melakukan penimbangan ternak. Para bandar menaksir harga sapi yang dijual berdasarkan pendugaan beratnya karkas yang akan didapatkan. Apabila peternak yang tidak terbiasa menjual sapi bisa saja terkecoh menjual sapi terlalu murah. Selama ini pendugaan bobot badan melalui ukuran tubuh ternak sudah sering dilakukan dan mempunyai ketelitian cukup tinggi. Pengukuran beberapa parameter tubuh ternak yang responsif terhadap bobot badan dapat digunakan sebagai alternatif penentuan bobot badan ternak. Untuk itu dirasakan perlu adanya penelitian untuk membandingkan taksiran para bandar dengan rumus-rumus guna menduga bobot badan sapi, karena pada dasarnya pembentukan harga jual sapi dipengaruhi oleh bobot badan dan kondisi tubuh sapi yang akan dijual terutama pada saat menjelang hari raya Idul Adha karena pada hari raya harga sapi melonjak naik.

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 2

Hubungan Kondisi Tubuh dan Bobot Badan..................................................Ambar Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan maka masalah dalam kasus ini yaitu: (1). Seberapa erat hubungan kondisi tubuh sapi Pasundan dengan harga jual? (2). Seberapa erat hubungan Bobot Badan sapi Pasundan dengan harga jual? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1). Mengetahui keeratan hubungan kondisi tubuh sapi Pasundan dengan harga jual. (2). Mengetahui keeratan hubungan Bobot Badan sapi Pasundan dengan harga jual. Materi dan Metode Penelitian ini dilakukan selama periode April – Mei 2016 di desa Dukuhbadag, kecamatan Cibingbin, kabupaten Kuningan, provinsi Jawa Barat. Materi yang diamati dalam penelitian adalah 45 ekor sapi pasundan yang dijual pada periode bulan tersebut. Metode yang digunakan adalah survey dengan teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu di desa Dukuhbadag, kecamatan Cibingbin, kabupaten Kuningan, provinsi Jawa Barat. Variabel bebas penelitian ada dua, variabel pertama penelitian ini adalah penilaian kondisi tubuh sapi Pasundan menggunakan metode tulang rusuk, dengan kriteria sebagai berikut: (1). Kurus : Bila sebagian besar tulang rusuk (lebih dari 8 buah) tampak membayang di balik kulit. (2). Sedang : Bila hanya sebagian dari tulang rusuk (kurang dari 8 buah, biasanya 4-5 buah) tampak membayang di balik kulit. (3). Gemuk : Bila seluruh tulang rusuk tidak tampak membayang di balik kulit karena tertutup oleh perdagingan dan lemak. Pengamatan tulang rusuk bertujuan untuk menentukan kurus gemuknya ternak dengan melihat banyaknya tulang rusuk yang timbul di bawah kulit. Semakin tebal perlemakan, maka semakin sedikit tulang rusuk yang terlihat. Variabel bebas yang kedua dalam penelitian ini adalah pengukuran bobot badan sapi Pasundan. Pengukuran bobot badan sapi Pasundan akan diduga dengan menggunakan rumus Winter. Rumus Winter diperkirakan sebagai rumus yang paling akurat terhadap bobot badan ternak sebenarnya. Rumus-rumus tersebut dapat digunakan untuk sapi, kambing, domba, babi dan kerbau (Gofar dalam Badriyah, 2014). Rumus Winter menaksir bobot badan berdasarkan lingkar dada dan Panjang Badan. Lingkar dada diukur dengan menggunakan pita ukur, melingkar tepat di belakang bahu melewati gumba pada tulang rusuk ke tiga sampai ke empat atau pada sapi berpunuk tepat di belakang punuk. Panjang badan diukur Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 3

Hubungan Kondisi Tubuh dan Bobot Badan..................................................Ambar dengan tongkat ukur dari tuber ischii sampai dengan tuberositas humeri. Variabel terikat dalam penelitian adalah harga jual. harga bersumber dari para bandar dan peternak pada hari biasa, bukan hari besar. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis korelasi Pearson untuk menguji hubungan antara bobot badan sapi dengan harga jual dan analisis korelasi Rank Spearman untuk menguji hubungan antara kondisi tubuh dan harga jual sapi Pasundan. Kedua analisis tersebut dianalisis menggunakan SPSS 21 for windows. Hasil dan Pembahasan Keadaan Umum Daerah Penelitian Desa Dukuhbadag berada di wilayah Kecamatan Dukuhbadag Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat, 75 mdl (Meter Diatas Laut) dari permukaan laut. Dilihat dari posisi geografisnya terletak dibagian timur Jawa Barat, berada pada lintasan jalan regional yang menghubungkan kota Cirebon dengan Priangan Timur, berada pada koordinat 108º23 - 108 º 47 BT dan 6 º 45 - 7 º 13 LS. Adapun batas-batas wilayahnya, sebelah utara terdapat desa Bantar Panjang, sebelah selatan terdapat desa Citenjo, sebelah timur terdapat kecamatan Banjar Harjo, dan sebelah barat terdapat desa Cisaat. Kecamatan Cibingbin memiliki curah hujan 200-300 mm dengan jumlah bulan hujan 7 bulan, suhu rata-rata 32º 36º C, suhu tersebut kurang baik untuk peternakan sapi potong. . Supaya ternak dapat hidup nyaman dan proses fisiologi dapat berfungsi normal, dibutuhkan temperatur lingkungan yang sesuai. Penerapan ternak di daerah yang iklimnya sesuai akan menunjang dihasilkannya produksi secara optimal. Hal yang baik dari peternakan sapi potong didaerah tersebut dekat adalah dengan sungai. Hal ini disebabkan suhu lingkungan dapat dimodifikasi dan biaya yang harus dikeluarkan untuk mencapai kondisi lingkungan yang ideal tidak terlalu besar apabila lokasi usaha peternakan sapi potong berada di daerah yang dekat dengan sungai atau di daerah pegunungan (Soeprapto dan Abidin, 2006). Pola Pemeliharaan Sapi lokal memiliki beberapa kelebihan, salah satunya yaitu daya adaptasinya tinggi terhadap lingkungan setempat dan dapat memanfaatkan pakan yang ada. Di desa Dukuhbadag, para peternak biasanya menggunakan pola pemeliharaan semi intensif, dimana pada saat musim hujan sapi di intensifkan (dikandangkan) dan pada saat musim kemarau sapi-sapi di ekstensifkan (digembalakan). Biasanya para peternak memberi sapi Pasundan jerami padi dari para petani dan di simpan untuk musim kemarau nanti. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 4

Hubungan Kondisi Tubuh dan Bobot Badan..................................................Ambar Body Condition Score Sapi Pasundan Tabel 1. Tulang Rusuk Sapi Pasundan di Peternakan SKOR Tulang Rusuk Frekuensi Persentase .............%............. .............Buah............. ............Ekor............. 1 4,00 >6 2 2 36,00 4-5 16 3 60,00 <3 27 TOTAL 100,00 45 Keterangan: Skor 1 : Tulang rusuk yang membayang lebih dari 6 buah Skor 2 : Tulang rusuk yang membayang lebih dari 4-5 buah Skor 3 : Seluruh tulang rusuk tidak tampak membayang Frekuensi dan persentase dari yang tertinggi hingga terendah secara berurutan yaitu skor 3 dengan frekuensi 27 ekor dan persentase 60%, skor 2 dengan frekuensi 16 ekor dan persentase 36%, dan skor 1 dengan frekuensi 2 ekor dan 4%. Untuk memperjelas Frekuensi dan persentase tulang rusuk Sapi Pasundan dapat dilihat pada ilustrasi berikut:

Frekuensi dan Persentase TL.Rusuk 30 25 20 15 10 5 0

>6

4 sampai 5

<3

1

2

3

Frekuensi (ekor)

2

16

27

Persentase (%)

4%

36%

60%

Ilustrasi 1. Frekuensi dan Persentase Skor Tulang Rusuk Sapi Pasundan Data tersebut menunjukkan bahwa sapi Pasundan di desa Dukuhbadag mayoritas bertubuh gemuk. Kondisi gemuk disebabkan manajemen pemeliharaan yang diterapakan di desa Dukuhbadag sudah cukup baik, peternak dapat menyiasati kekurangan pakan dan pola pemeliharaan yang cocok. Kesehatan sapi terjaga sebab sering adanya kontrol dari dinas setempat dan penyuluhanpenyuluhan yang membantu para peternak mendapatkan informasi baru. Penilihan tempat yang dekat dengan suangai juga merupakan nilai tambah bagi keberadaan peternakan sapi di desa Dukuhbadag. Menurut Neumann dan Lusby (1986) bahwa sapi yang memiliki skor kondisi yang bagus menunjukkan jumlah perlemakan dan Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 5

Hubungan Kondisi Tubuh dan Bobot Badan..................................................Ambar perototan yang lebih besar karena merupakan refleksi dari pakan yang baik. Dalam aspek manajemen, peternak dalam memelihara ternaknya harus berdasarkan prinsip-prinsip pemeliharaan dan pembiakan hewan tropis yaitu : pengawasan lingkungan, pengawasan status kesehatan, pengawasan pegawai, pengawasan makan dan air minum, pengawasan sistem pengelolaan dan pengawasan kualitas hewan ternak (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Bobot Badan Sapi Pasundan Tabel 2. Bobot Badan Sapi Pasundan Hasil Perhitungan Rumus Winter No

Bobot Badan

Frekuensi

Persentase

1 2 3 4 5 6

.......kg....... 86-122 123-158 159-195 196-232 233-269 270-306

.......ekor....... 9 3 12 13 6 2 45

.......%....... 20,00 07,00 27,00 29,00 13,00 04,00 100,00

TOTAL

Bobot badan sapi pada interval 196-232 kg merupakan bobot badan paling dominan dengan frekuensi 13 ekor dan persentase yaitu 29%. Sedangkan bobot badan terkecil ada pada interval 270-306 kg dengan frekuensi 2 ekor dan persentse 4%. Jika dikaitkan dengan literatur (Disnak Prov Jabar, 2015), bobot potong sapi Pasundan rata-rata adalah 240,4 kg untuk jantan dan 220,3 untuk betina. Sehingga bobot sapi yang dijual mendekati setengahnya dari populasi yang dijual. Banyak faktor yang menyebabkan bobot sapi menjadi berbeda-beda seperti kondisi wilayah (lingkungan), manajemen pemeliharaan, pakan dan kondisi ternak. Sesuai dengan pernyataan Wulandari dalam Muhibbah (2005), bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki kondisi wilayah yang beragam menyebabkan sistem pemeliharaan yang dilaksanakan berbeda-beda tergantung potensi wilayah tersebut. Perbedaan penggunaan bangsa atau tipe ternak serta pakan yang digunakan akan menyebabkan bobot hidup yang dicapai juga berbeda-beda meskipun ukuran kerangka ternak relatif sama. Perbedaan sistem manajemen, penggunaan pakan dan bangsa ternak akan mengakibatkan adanya keragaman kondisi ternak.

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 6

Hubungan Kondisi Tubuh dan Bobot Badan..................................................Ambar Harga Jual Sapi Pasundan Secara umum harga ditetapkan berdasarkan berat taksiran karkas bukan berat hidup dan tidak memakai alat timbang, baik itu umur yang muda maupun tua yang membedakan harga selain taksiran bobot badan adalah jenis kelamin. Tabel 3. Interval Harga di Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan No 1 2 3 4 5 6

Harga .......juta....... 4,0-5,7 5,8-7,6 7,7-9,5 9,6-11,4 11,5-13,3 13,4-15,2 TOTAL

Frekuensi

Persentase

.......ekor....... 9 3 13 12 6 2 45

.......%....... 20,00 07,00 29,00 27,00 13,00 04,00 100,00

Harga frekuensi harga yang paling banyak berada pada interval Rp. 7,7 juta sampai Rp. 9,5 juta. Banyak faktor yang membuat harga naik atau turun. Mulai dari sistem jual-beli, rantai pemasaran, dll. Sistem jual-beli ternak masih diwarnai dengan sistem konvensional yaitu dengan menaksir bobot badan dilihat dari performan ternak yang ditawarkan. Dalam penjualan sapi di desa Dukuhbadag pada hari-hari biasa terdapat berbagai tingkat saluran pemasaran. Para peternak biasanya menjual sapi Pasundan melalui makelar kemudian RPH. Didalam kasus ini, RPH dapat disebut sebagai akhir dari jalur pemasaran sapi Pasundan, karena setelah itu, penjualan sapi telah dalam bentuk daging. Sehingga dapat dikatakan saluran pemasaran yang dilakukan adalah saluran pemasaran tingkat satu, dimana makelar merupakan perantara antara peternak dan RPH. Terdapat pula yang menjadi makelar sekaligus sebagai pedagang pengecer, dengan memotong sendiri ternak yang telah dibeli, sehingga dapat dikatakan terdapat saluran pemasaran tingkat nol, dimana makelar dan pedagang pengecer dapat disebut sebagai konsumen karena menjadi jalur pemasaran akhir dalam penjualan sapi Pasundan. Ada juga yang menjual sapi melalui komisioner terlebih dahulu, kemudian ke makelar. Tingkat saluran pemasarannya adalah saluran pemasaran tingkat dua. Namun yang paling umum dilakukan di desa Dukuhbadag adalah saluran pemasaran tingkat satu yaitu penjualan dengan perantara makelar. Sesuai dengan pernyataan Fikar dan Dadi (2012) bahwa sebagian besar peternak Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 7

Hubungan Kondisi Tubuh dan Bobot Badan..................................................Ambar menjual sapinya secara tidak langsung kepada pedagang pengumpul, distributor, atau penjagal. Pemasaran melalui pedagang perantara memudahkan peternak untuk memasarkan sapinya. Selain itu, peternak tidak perlu lagi mengeluarkan biaya pemasaran berupa biaya transportasi. Berikut beberapa jalur pemasaran sapi secara tidak langsung.

Makelar, RPH dan Pedagang Pengecer

Peternak

1

Makelar

RPH

Komisioner

Makelar

2 3

RPH

Ilustrasi 2. Saluran pemasaran sapi Pasundan pada berbagai tingkat Perbedaan saluran pemasaran dan perbedaan waktu penjualan ini, menyebabkan nilai jual sapi meningkat daripada hari biasa. Hal ini disebabkan adanya permintaan yang tinggi. Hubungan antara BCS dengan Harga Jual Tabel 4. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Variabel Skor Kondisi Tubuh/BCS (Tl.Rusuk) dengan harga Jual

Spearman's rho

Correlation Coefficient TR Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient HJ Sig. (2-tailed) N

TR 1,000 . 45 ,018 ,907 45

HJ ,018 ,907 45 1,000 . 45

Hasil diatas diuji dengan angka signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel tesebut, diketahui bahwa N atau jumlah data penelitian adalah 45, kemudian nilai koefisien korelasi sebesar 0,018, menunjukan data tidak signifikan atau dengan kata lain, variabel bebas tidak berhubungan dengan variabel terikat. Sehingga penilaian kondisi tubuh dengan cara penilaian kondisi tubuh melalui tulang rusuk tidak berhubungan dengan harga jual. Hal ini disebabkan karena tulang rusuk lebih sulit untuk memprediksi bobot karkas. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 8

Hubungan Kondisi Tubuh dan Bobot Badan..................................................Ambar Tulang rusuk yang terlihat sedikit menunjukan sapi yang lebih gemuk daripada sapi dengan jumlah tulang rusuk yang lebih banyak terlihat, namun kenyataannya akan berbeda. Sapi yang memiliki tulang rusuk lebih banyak terlihat (dikatakan kurus dalam metode BCS tulang rusuk) mungkin saja akan lebih berat dibandingkan dengan yang tulang rusuknya yang terlihat sedikit disebabkan oleh perbedaan panjang badan dan lingkar dada. Selain itu, perbedaan harga yang ditawarkan setiap bandar berbeda, di Cibingbin para bandar lebih sering menggunakan taksir karkas. Di lapangan, sapi Pasundan di jual berdasarkan bobot badan bukan berdasarkan kondisi tubuh. Kondisi tubuh memang diperhatikan juga, namun hanya sebagai pembantu dalam menduga bobot karkas yang akan didapatkan nantinya. Sehingga, pengamatan skor kondisi tubuh lebih baik digunakan untuk pembelian bakalan. Sesuai dengan pernyataan Field dan Taylor (2002), penentuan frame size dapat ditentukan berdasarkan nilai parameter tubuh ternak tersebut. Hubungan antara Bobot Badan dengan Harga Jual Tabel 5. Hasil Uji Korelasi Pearson Variabel Bobot Badan dengan harga Jual BB HJ Pearson Correlation 1 1,000** BB Sig. (2-tailed) ,000 N 45 45 ** Pearson Correlation 1,000 1 HJ Sig. (2-tailed) ,000 N 45 45 Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan hasil yang signifikan dan terdapat hubungan positif antara bobot badan dengan harga jual. Jika nilai koefisien dihubungkan dengan tabel interval koevisien korelasi Sugiyono (2010), nilai koefisien sebesar 1,000 memiliki arti bahwa tingkat keeratan hubungannya sangat kuat. Hal ini berarti semakin tinggi bobot badan, maka semakin tinggi pula tingkat harga jual yang didapat. Menurut Walpole (1995), jika nilai r > 0, artinya terdapat keeratan hubugan yang linear positif. Makin besar nilai X maka makin besar nilai Y, untuk melihat garis linear yang positif pada hubungan bb dan harga jual, maka dibuatlah grafik sebagai berikut:

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 9

Hubungan Kondisi Tubuh dan Bobot Badan..................................................Ambar HJ

20.000.000

Harga; 15.332.336

15.000.000 10.000.000 5.000.000

Ilustrasi 3.

257,4227584

241,2475037

228,372979

219,667524

211,5849766

206,889

199,9436776

191,3233583

177,5006059

173,6082684

162,360

135,4020576

109,1341583

98,797

0

85,808

-

BB

Hubungan Bobot Badan dengan Harga Jual Membentuk Garis Linear Positif

Bobot badan sangat penting diperhatikan karena pada dasarnya bobot badan merupakan indikator penting dalam memperbesar haga jual sehingga memperbesar pendapatan, terutama di peternakan tradisional, para bandar biasanya membeli sapi dengan menaksir bobot karkas sapi yang akan didapat. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan hasil analisis menunjukan bahwa : 1. 2.

Tidak adanya keeratan hubungan kondisi tubuh dengan harga jual, dengan nilai koefisien 0,018. Terdapat keeratan hubungan yang sangat kuat dan positif antara bobot badan dengan harga jual dengan nilai koefisien sebesar 1,00.

Saran Saran peneliti dalam pemilihan sapi Pasundan sebelum dijual adalah sebaiknya para peternak mengetahui dan menjual sapi dengan cara pendugaan bobot badan. Hal tersebut berkaitan dengan keeratannya dengan harga jual yang menunjukkan lebih baik dalam penaksiran harga daripada melalui tulang rusuk ataupun tranverssus processus. DAFTAR PUSTAKA Badriyah, Nuril. 2014. Kesesuaian Rumus Winter Terhadap Bobot Badan Sapi Peranakan Ongole (P.O). J u r n a l E k s a k t a. 02 : 99-103. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 2015. Karakteristik Sapi Pasundan. Bandung. Field, T. G., dan Taylor, R.E. 2002. Beef Production Management and Decisions. [Online]. Availale at: http: //www.agriculture.utk.edu/ansci/courses/Shricks/pdf_420 (diakses 27 Juli 2016, jam 15.35 WIB) Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 10

Hubungan Kondisi Tubuh dan Bobot Badan..................................................Ambar Fikar, Samsul dan Dadi Ruhyadi. 2012. Bisnis Penggemukan Sapi. Agromedia, Jakarta Selatan. 93-96. Muhibbah, Vina. 2007. Parameter Tubuh dan Sifat-Sifat Karkas Sapi Potong pada Kondisi Tubuh yang Berbeda. IPB. Bogor. Neumann, A. L dan K. S Lusby. 1986. Matching Cow Productivity and Resources. Chapter 3. Beef Cattle (Eighth Ed.). Sapi Potong. John Wiley and Sons, Inc., New York. John Wiley and Sons, Inc, New York. Smith, J.B., Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Tikus Laboratorium (Rattus norvegicus): 37-57. Penerbit Universitas Indonesia. Soeprapto, Herry. Dan Abidin, Zainal. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. PT Agromedia Pustaka, Depok. Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Gramedia, Jakarta.

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 11