HUBUNGAN MEKANISME KOPING INDIVIDU DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA DI BANGSAL TERATAI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI
NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh : Sri Widiyati NIM. ST14060
PROGRAM STUDI S S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
HUBUNGAN MEKANISME KOPING INDIVIDU DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA DI BANGSAL TERATAI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI
NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh : Sri Widiyati NIM. ST14060
PROGRAM STUDI S-1 S KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
Hubungan Mekanisme Koping Individu dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di Bangsal Teratai RSUDdr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri Sri Widiyati1), Wahyu Rima Agustin2), Ika Subekti Wulandari2) 1)
Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta
2)
ABSTRAK Ginjalmerupakanorganyangberfungsi untuk memetabolismezat-zat dalam tubuh termasukdiantaranyafiltrasiglomerulus, reabsorbsi,mensekresi,pengencerandan pengasamanurin,sertamemproduksidan memetabolisme hormon. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Wonogiri didapatkan data 5 dari 8 pasien mengatakan merasa cemas dan khawatir tentang keadaan penyakitnya yang tidak kunjung sembuh dan harus menjalani hemodialisa secara terus menerus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan mekanisme koping individu terhadap tingkat kecemasan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani HD rutin. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan korelasional menggunakan cross sectional.populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang telah melakukan hemodialisa di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu 30 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis Spearman. Pada penelitian ini data yang disajikan adalah frekuensi dari karakteistik responden yang meliputi jenis kelamin, umur, dan hubungan mekanisme koping individu terhadap tingkat kecemasan pasien HD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan mekanisme koping individu dengan tingkat kecemasan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di bangsal teratai RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri sebesar 0.664 dengan nilai sig. 0.000yang berarti p value <0.005. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai motivasi bagi pasien HD dan keluarga dalam meningkatkan mekanisme koping yang baik dalam menghadapi kecemasan. Kata Kunci
: Mekanisme Koping, Gagal Ginjal Kronik, Hemodialisa
1
The Relationship between Individual Coping Mechanisms and Anxiety Level of Hemodialysis Patients with Chronic Renal Failure at Teratai Ward of dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri
ABSTRACT Kidney is an organ which performs multiple critical functions including metabolizing substances in body, involving glomerular filtration, tubular reabsorption, and tubular secretion, taking part in forming dilute urine and maintaining an acid-base balance, as well as producing and metabolizing hormones. A previous study conducted in Regional Public Hospital of Wonogiri shows that five of eight patients undergoing consecutive hemodialysis felt anxious and worried about their unrelieved disease. This research intends to investigate the relationship between individual coping mechanisms and anxiety level of consecutive hemodialysis patients with chronic renal failure. This research employs a descriptive quantitative research with correlational study using cross-sectional design. The population includes hemodialysis patients of dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri. Samples consisting of 30 respondents meeting inclusion criteria were selected using purposive sampling method. Spearman analysis was used to analyze data presenting frequencies of respondents’ characteristics including gender, age, and the relationship between individual coping mechanisms and anxiety level of hemodialysis patients. The research findings show that there exists a relationship between individual coping mechanisms and anxiety level of hemodialysis patients with chronic renal failure at Teratai ward of dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri. The anxiety scale is 0.664 with p value of < 0.005. These findings are expected to be a motivation for hemodialysis patients and their family to improve the individual coping mechanisms better when dealing with anxiety. Keywords
: coping mechanisms, chronic renal failure, hemodialysis
Menurut
PENDAHULUAN Ginjal
merupakan
organ
yang
Organization
World (Wurara,
Health Kanine
&
berfungsi untuk memetabolisme zat-zat
Wowiling, 2013) melaporkan bahwa 57
dalam tubuh termasuk diantaranya filtrasi
juta kematian di dunia, dimana tingkat
glomerulus,
mensekresi,
kematian penyakit tidak menular di dunia
pengenceran dan pengasaman urin, serta
adalah sebesar 36 juta. Di Indonesia
memproduksi
penderita
reabsorbsi,
dan
memetabolisme
yang
mengalami
Penyakit
mengalami
ginjal kronik dan yang menjalani terapi
gangguan sehingga akan berdampak bagi
hemodialisis mengalami peningkatan,dari
kesehatan ginjal itu sendiri (Wurara,
survei yang dilakukan oleh Perhimpunan
Kanine & Wowiling, 2013).
Nefrologi Indonesia (Wurara, Kanine &
hormon.
Fungsi
ginjal
Wowiling, 2013) terdapat 18 juta orang
2
di Indonesia menderita penyakit ginjal
maupun dari luar pasien , penerimaan
kronik, data Indonesia Renal Regestry
terhadap pelaksanaan hemodialisis, sosial
tahun
ekonomi, usia pasien, kondisi pasien
2007jumlahpasien
hemodialisis
2148 penduduk sedangkan tahun 2008
lama
jumlah pasien hemodialisis mengalami
hemodialisis timbul karena ancaman dari
peningkatan yaitu 2260 penduduk.
pasien sehingga menimbulkan respon
Penelitian yang dilakukan Putra
dan
frekuensi
menjalani
psikologis dan perilaku pasien yang
(2014)
tentang
Tingkat
Kecemasan
dapat diamati, sedangkan ancaman diri
Pasien
diebetes
melitus
di
pada
RSUD
pasien
hemodialisis
Sanjiwani Gianjar, menunjukkan bahwa
bersumber
responden
yang
mengalami
tingkat
(perawat),
kecemasan
berat
sebanyak
81,82%.
lingkungan yang terpapar oleh oleh alat
Kecemasan merupakan reaksi terhadap
yang digunakan. Pasien yang mengalami
penyakit karena dirasakan sebagai suatu
dyalisis jangka panjang maka akan
ancaman, ketidaknyamanan akibat nyeri
merasa khawatir atas kondisi sakitnya
dan
diet,
yang tidak dapat di ramalkan dan berefek
seksual,
terhadap gaya hidup (Rahman, Heldawati
keletihan,
berkurangnya
perubahan kepuasan
timbulnya krisis finansial, frustasi dalam
dari
respon
dapat
interaksi
manusia
manusia
dan
& Sudirman, 2014).
dan
Hasil penelitian Musa, Kundre &
ketidakpastian masa kini dan masa depan
Babakal (2015) didapatkan hasil salah
(Brunner & Suddarth, dalam Taluta,
satu
Mulyadi& Hamel, 2014).
kelangsungan
mencapai
tujuan,
kebingungan
untuk
mempertahankan
hidup
penyakit
Gagal
Rahman,
Ginjal Kronik adalah dengan menjalani
(2014)
Hemodialisa. Hemodialisa yaitu untuk
menunjukkan adanya hubungan antara
menurunkan kadar ureum,kreatinin dan
tindakan hemodialisis dengan tingkat
zat toksik yang lainnya di dalam darah.
kecemasan
pasien
Penatalaksanaannya, selain memerlukan
hemodialisa
RSUD.
Hasil Heldawati
penelitian &
Sudirman
di
ruangan Baji
terapi diet dan medikamentosa sehingga
Pemprov Sulawesi Selatan. Klien yang
prognosis penyakit gagal ginjal kronik
akan menjalani hemodialisis mengalami
mengarah
depresi,
kecemasan.
ginjal yang irreversibel maka dari itu
Tingkat kecemasan dipengaruhi oleh
penanganan hemodialisa dilakukan untuk
beberapa faktor, baik faktor biologis
mempertahankan
maupun fisiologis, baik dari dalam pasien
sementara.
ketakutan
Labuang
dan
kepada
penurunan
kelangsungan
Terapi
fungsi
hidup
hemodialisa
3
cemas.
Mekanisme koping yang dilakukan
Kecemasan adalah kekhawatiran yang
oleh seseorang dapat menjadi acuan
tidak jelas dan menyebar yang berkaitan
bahwa
dengan perasaan tidak pasti dan tidak
keinginan dan semangat dalam mencapai
berdaya (Musa, Kundre & Babakal,
sebuah
2015). Tingkat kecemasan individu dapat
penyakit gagal ginjalkronik, sehingga
dipengaruhi oleh beberapa hal, salah
peneliti
satunya adalah mekanisme koping pada
penelitian
individu itu sendiri.
Mekanisme Koping Individu dengan
menimbulkan
perasaan
Mekanisme Koping adalah salah satu
cara
yang
dilakukan
untuk
seseorang
tersebut
kesehatan
tertarik dengan
memiliki
akibat
menderita
untuk
melakukan
judul
“Hubungan
Tingkat Kecemasan pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik
yang
Menjalani
beradaptasi terhadap stress (Saam &
Hemodialisa di Bangsal Teratai RSUD
Wahyuni
dr.Soediran
Hamel,
dalam 2014).
mengatasi
stres
Taluta,
Mulyadi&
Seseorang dan
dapat
Mangun
Wonogiri?”
kecemasan
denganmenggerakkansumber koping di
METODOLOGI
lingkungan yang berupa modal ekonomi,
Jenis
kemampuan
penyelesaian
Sumarso
masalah,
penelitian
ini
adalah
penelitian kuantitatif dengan rancangan
dukungan sosial dan keyakinan budaya
penelitian
korelasional
(Stuart dalam Taluta, Mulyadi& Hamel,
Cross Sectional. Pada penelitian ini
2014). Fenomena yang terjadi pada
variabel independen dan dependen dinilai
pasien yang mengalami pengobatan atau
secara simultan pada satu saat sehingga
terapi rutin termasuk cuci darah, sebagian
tidak
besar pasien merasakan cemas dan
2014).Populasi
memiliki mekanisme koping yang buruk.
adalah semua pasien yang mengalami
ada
tindak
menggunakan
lanjut
dalam
(Nursalam,
penelitian
ini
yang
gagal ginjal kronik di DR. Soediran
dilakukan di RSUD Wonogiri didapatkan
Mangun Sumarso Wonogiri. Populasi
data 5 dari 8 pasien mengatakan merasa
dalam penelitian ini yaitu 32 pasien gagal
cemas dan khawatir tentang keadaan
ginjal kronik yang menjalani HD rutin.
penyakitnya yang tidak kunjung sembuh
Penelitian
dan harus menjalani hemodialisa secara
Desember 2015 di RSUD dr. Soediran
terus menerus (Rekam Medik RSUD
Mangun
dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri,
menggunakan
2015).
sampel
Hasil
4
studi
pendahuluan
ini
dilaksanakan
bulan
Sumarso
Wonogiri,
teknik
pengambilan
purposive
sampling
yaitu
responden
dipilih
berdasarkan
atas
kriteria yang ditetapkan oleh peneliti didapatkan
30
responden.
Alat
Kategori Laki-Laki Perempuan Total
pengumpul data pada penelitian ini menggunakan
kuesioner
HARS
dan
kuesioner mekanisme koping berjumlah 14
item
pertanyaan
dengan
nilai
reliabilitas 0,830.
F 15 15 30
Karakteristik berdasarkan
% 50.0 50.0 100.0 responden
jenis
kelamin
didapatkan 15 (50%) responden berjenis kelamin laki-laki dan 15 (50%) responden perempuan.
Analisa univariat dalam penelitian ini adalah distribusi tentang pendidikan, umur, jenis kelamin, tingkat kecemasan dan mekanisme koping.Analisis bivariat menggunakan uji korelasi Spearman, merupakan salah satu uji non parametrik yang bertujuan untuk menghubungkan dua variabel yang memiliki skala ordinal. Pada penelitian ini akan menghubungkan dua variabel yaitu variabel mekanisme koping (independen) dengan variabel tingkat kecemasan (dependen).
Hasil penelitian Romani (2012)
menunjukkan
bahwa
distribusi frekuensi jenis kelamin pasien GGK tertinggi adalah pasien dengan jenis kelamin lakilaki sebanyak 29 orang (51,8%) dan
tidak
berbeda
secara
signifikan dengan jenis kelamin perempuan. Usia meningkatkan atau
menurunkan
kerentanan
terhadap
penyakit
tertentu.
Penelitan
Yuliaw
(2009)
menyatakan, bahwa responden HASIL DAN PEMBAHASAN
memiliki karakteristik individu
1. Karakteristik Responden
yang baik hal ini bisa dilihat dari
Hasil penelitian yang telah dilakukan responden
didapatkan yang
kelamin,umur, mekanisme
meliputi
tingkat koping
karakteristik jenis
pendidikan, dan
tingkat
kecemasan yang telah disusun dalam bentuk tabel serta deskripsi. a. Karakteristik
Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin (n=30)
jenis kelamin, bahwa perempuan lebih banyak menderita penyakit gagal ginjal kronik, sedangkan laki-laki
lebih
rendah
dan
responden laki-laki mempunyai kualitas
hidup
lebih
dibandingkan
jelek
perempuan,
semakin lama menjalani terapi hemodialisa
akan
semakin
rendah kualitas hidup penderita.
5
Hasil penelitian diatas berbeda
lebih baik oleh karena biasnya
dengan hasil penelitian yang
kondisi fisiknya yang lebih baik
dilakukan
dibandingkan yang berusia tua.
karena
responden
jumlah
laki-laki
dan
perempuan seimbang. b. Karakteristik
Penderita yang dalam usia produktif merasa terpacu untuk
Responden
sembuh mengingat dia masih
Berdasarkaan Umur
muda mempunyai harapan hidup
Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur(n=30) Kategori F % 17-25 2 6.7 Tahun 26-35 6 20.0 Tahun 36-45 7 23.3 Tahun 46-55 6 20.0 Tahun 56-65 3 10.0 Tahun >65 Tahun 6 20.0 Total 30 100.0
yang lebih tinggi, sebagai tulang punggung keluarga, sementara yang tua menyerahkan keputusan pada
keluarga
anaknya.
Tidak
berdasarkan
umur
sedikit
dari
hanya
menunggu
waktu,
mereka
kurang
akibatnya
motivasidalam menjalani terapi hemodialisa.
Usia
juga
dengan
erat
prognose
responden
penyakit
didapatkan
mereka yangberusia diatas 55
dan
harapan
hidup
paling banyak berumur 36-45
tahun
tahun
terjadi berbagai komplikasi yang
sebanyak
7
(23,3%)
responden.
(2012)
menunjukkan
bahwaresponden penelitian ini didominasi oleh pasien GGK dengan
kecenderungan
untuk
memperberat fungsi ginjal sangat
Hasil penelitian Romani
umur
41-50
besar bila dibandingkan dengan yang berusia dibawah 40 tahun (Butar, 2008). c. Karakteristik
Responden
tahun
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
sebanyak 17 orang (30,4%). Pada
Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan(n=30) Kategori F % Tidak 0 0 Sekolah SD 9 30.0 SMP 7 23.3
umumnya
kualitas
hidup
menurun dengan meningkatnya umur. Penderita gagal ginjal kronik
usia
muda
akan
mempunyai kualitas hidup yang
6
anak-
mereka merasa sudah tua, capek
kaitannya Karakteristik
atau
SMA Total
14 46.7 30 100.0 Karakteristikresponden
berdasarkan
tingkatpendidikan
didapatkan
paling
banyak
berpendidikan SMA sebanyak 14 (46,7%) responden. Yuliaw
(2009)
penelitiannya bahwa,
dalam
mengatakan
pada
penderita
yang
memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang
lebih
luas
juga
memungkinkan pasien itu dapat mengontrol mengatasi
dirinya masalah
dalam yang
di
hadapi, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat
bagaimana
kejadian,
mudah
mengatasi mengerti
tentang apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, serta dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat
membantu
tersebut
dalam
individu membuat
keputusan. Hasil penelitian ini didukung dengan teori dimana pengetahuan
atau
kognitif
merupakan domain yang penting untuk perilaku
terbentuknya yang
tindakan, didasari
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada yang tidak didasari
pengetahaun
(Notoatmodjo,
2010). d. Mekanisme Koping Tabel 4 Mekanisme Koping (n=30) Kategori F % Kurang 0 0 Sedang 29 96.7 Baik 1 3.3 Total 30 100.0 Karakteristik responden berdasarkan mekanisme koping didapatkan memiliki koping
paling tingkat
sedang
banyak mekanisme
sebanyak
29
(96,7%) responden. Faktor-faktor mempengaruhi
yang mekanisme
koping seseorang yang pertama adalah harapan akan self-efficacy yaitu berkenaan dengan harapan kita terhadap kemampuan diri dalam mengatasi tantangan yang kita hadapi, harapan terhadap kemampuan
diri
menampilkan
tingkah
untuk laku
terampil dan harapan terhadap kemampuan diri untuk dapat menghasilkan perubahan hidup yang positif. Faktor yang kedua yaitu dukungan sosial, peran dukungan sosial sebagai penahan munculnya stres telah dibuktikan kebenarannya (Wills & Filer Fegan, 2001) dalam Mutoharoh (2012) percaya bahwa memiliki
7
kontak
sosial
yang
persuasi
atau
kekebalan tubuh terhadap stres.
kepada
masyarakat
Individu dengan dukungan sosial
masyarakat
tinggi akan mengalami stres yang
tindakan-tindakan (praktik) untuk
rendah ketika mereka mengalami
memelihara (mengatasi masalah-
stres, dan mereka akan mengatasi
masalah),
stres atau melakukan koping
kesehatannya. Selain itu tingkat
lebih baik. Dukungan sosial juga
pendidikan individu memberikan
mempunyai
kesempatan yang lebih banyak
membantu
yang
melindungi
hubungan
dapat
kesehatan
individu atau
meningkatkan individu
positif
dan dapat
kreativitas
dalam
penyesuaian
sistem
mempengaruhi
kesejahteraannya
kemampuan
yang
adaptif
pembelajaran
mau
dan
melakukan
meningkatkan
terhadap
diterimanya
pengetahuan
baru
termasuk
informasi
kesehatan
(Notoatmodjo, lainnya
agar
2010).
yaitu
Faktor
pengetahuan,
ketidakseimbangan antara koping
terhadap stres dan rasa sakit yang
individu
dialami.
informasi yang tersedia dapat
Faktor
8
Pendidikan adalah upaya
luas
ketiga
yaitu
dengan
banyaknya
menghambat kesembuhan.
optimisme, pikiran yang optimis
Faktor terakhir yaitu jenis
dapat menghadapi suatu masalah
kelamin, ada perbedaan antara
lebih efektif dibanding pikiran
laki-laki dan perempuan dalam
yang psimis berdasarkan cara
mengontrol diri. Anak laki-laki
individu melihat suatu ancaman.
lebih
Pikiran
perilaku-perilaku
yang
optimis
dapat
sering
yang yaitu
kita
membuat keadaan yang stresful
anggap
sebagai sesuatu hal yang harus
berlebihan dan kadang-kadang
dihadapi dan diselesaikan, oleh
melakukan kegiatan yang agresif,
karena itu individu lebih akan
menantang,
memilih
dan
Perempuan diberi penghargaan
menghadapi masalah yang ada
atas sensivitas, kelembutan dan
dibandingkan dengan individu
perasaan kasih, sedangkan laki-
yang mempunyai pikiran yang
laki didorong untuk menonjolkan
psimis (Matthews, 2008).
emosinya, juga menyembunyikan
menyelesaikan
sulit
menunjukkan
menolak
gembira
otoritas.
sisi
lembut
mereka
dan
Menurut
Isaac
kebutuhan mereka akan kasih
Untari
sayang serta kehangatan. Bagi
mempengaruhi respon individu
sebagian
terhadap
anak
kemarahan
laki-laki,
adalah
(2014)
dalam
faktor
kecemasan
yang
antara
reaksi
individu dan individu yang lain
emosional terhadap rasa frustasi
dapat berbeda, tergantung faktor-
yang paling bisa diterima secara
faktor seperti usia, jenis kelamin,
luas (Affandi, 2009).
tahap
e. Tingkat Kecemasan
perkembangan,
tipe
kepribadian, pendidikan, status
Tabel 5 Tingkat Kecemasan (n=30) Kategori F % Tidak 0 0 Cemas Cemas 0 0 Ringan Cemas 0 0 Sedang Cemas 0 0 Berat Panik 30 100.0 Total 30 100.0 Karakteristik responden
kesehatan,
berdasarkan tingkat kecemasan
pria. Perempuan memiliki tingkat
diketahui semua responden 30
kecemasan yang lebih tinggi
(100)%)
dibandingkan
memiliki
tingkat
kecemasan panik.
makna
dirasakan, nilai budaya/ spiritual, dukungan
sosial,
mekanisme
koping dan pekerjaan. Semakin meningkat
usia
seseorang
semakin baik tingkat kematangan seseorang
untuk
menghadapi
kecemasan. Faktor Jenis kelamin gangguan kecemasan lebih sering dialami
wanita
berjenis
Hasil penelitian berbeda
yang
dibandingkan
subjek
kelamin
dikarenakan
yang laki-laki,
perempuan
lebih
dengan penelitian yang dilakukan
peka terhadap emosinya yang
oleh
yang
pada akhirnya peka juga terhadap
didominasi oleh responden yang
perasaan cemasnya. Perempuan
memiliki
sedang
cenderung melihat hidup atau
sebanyak 28 responden (50%).
peristiwa yang dialami dari segi
Penelitian lain yang dilakukan
detail
oleh Tanginan (2015) didapati
cenderung
sebagian besar responden tidak
detail.
Romani
(2012)
kecemasan
mengalami kecemasan sebanyak 19 responden (55,9%).
sedangkan global
laki-laki atau
tidak
Setiap tahap dalam usia perkembangan
sangat
9
Jika stresor dipersepsikan
berpengaruh pada perkembangan jiwa
termasuk
konsep
didalamnya
diri
yang
mempengaruhi kepercayaan
ide, dan
akan pikiraan,
pandangan
kecemasan yang akan dirasakan akan
berat.
stresor
sebaliknya
dipersepsikan
jika tidak
individu tentang dirinya dan
mengancam dan individu mampu
dapat
mengatasinya
mempengaruhi
individu
maka
tingkat
tersebut. Individu dengan konsep
kecemasan yang dirasakan akan
diri
lebih ringan. Nilai-nilai budaya
yang
negatif
rentang
dan
terhadap kecemasan. Seseorang
dengan
spiritual
dapat
mempengaruhi cara berpikir dan
pendidikan yang rendah mudah
tingkah laku seseorang.
mengalami kecemasan, karena
Dukungan
semakin tinggi pendidikan akan
lingkungan
mempengaruhi
mempengaruhi
berfikir
kemampuan
seseorang.
Status
sosial
dapat
cara
berpikir
seseorang tentang diri sendiri dan orang
dapat
disebabkan
oleh
seseorang
dengan
menurunkan dalam
kapasitas menghadapi
dan
sekitar
kesehatan seseorang yang sakit
seseorang
lain.
Hal
ini
dapat
pengalaman keluarga,
stres. Menurut Kuntjoro (2002)
sahabat, rekan kerja dan lain-lain.
dalam Lailasari (2009) setelah
Kecemasan akan timbul jika
orang memasuki masa lansia
seseorang merasa tidak aman
umumnya
terhadap
mulai
dihinggapi
lingkungan.
Ketika
yang
mengalami kecemasan, individu
berganda
akan menggunakan mekanisme
(multiple pathology) misalnya
koping untuk mengatasinya dan
tenaga
ketidakmampuan
adanya
kondisi
bersikap
fisik
patologis
berkurang,
energi
kecemasan
gigi makin rontok, tulang makin
menyebabkan terjadinya perilaku
rapuh, dan sebagainya. Secara
patologis.
umum kondisi fisik seseorang
sesuatu yang harus dilakukan
yang
terutama
sudah
memasuki
mengalami
secara berlipat ganda.
masa
penurunan
secara
mengatasi
menurun, kulit makin keriput,
lansia
10
akan berakibat baik maka tingkat
Pekerjaan
untuk
kehidupannya keluarga.
konstruktif
dan
Pekerjaan
adalah
menunjang kehidupan bukanlah
Pada
sumber ketenangan tetapi dengan bekerja
bisa
diperoleh
2. Hubungan
Mekanisme
Koping
yang
dilakukan Romani (2012) tidak ada pasien
pengetahuan.
penelitian
GGK
kecemasan
yang
berat
mengalami
sekali/
panik.
Sumber koping yang dimanfaatkan
dengan Tingkat Kecemasan Hasil analisis RankSpearman
dengan baik dapat membantu pasien
diketahui korelasi mekanisme koping
GGK mengembangkan mekanisme
dengan tingkat kecemasan sebesar
koping
0.664 dengan nilai sig. 0.000(p-value
pasien GGK dapat menanggulangi
< 0,05) yang berarti mekanisme
kecemasannya
koping
tingkat kecemasan yang ringan dan
berkorelasi
kuat
dengan
yang
adaptif,
sehingga
ditandai
dengan
sedang. Hal ini terlihat pada hasil
kecemasan. Hasil penelitian Romani (2012)
penelitian yaitu penggunaan sumber
menunjukkan bahwa dari 56 orang
koping seperti dukungan sosial, aset
responden,
materi dan nilai keyakinan individu
sebanyak
(71,43%)
40
orang
responden
dengan
yang
mekanisme koping Adaptif memiliki
membantuindividumengembangkan
kecemasan sedang sebanyak 20 orang
koping
(50%). Hasil analisa bivariat yaitu
kecemasan yang dirasakan oleh
dari statistik Chi Square menunjukkan
individu
cenderung
p-value 0,001 < 0,05 yang berarti ada
sedang,
dan
hubungan mekanisme koping individu
sebaliknya.
dengan tingkat kecemasan pasien gagal
ginjal
Hemodialisa
kronis RSUP
di
Dr.
Unit
Soeradji
yang
Koping individu
adaptif
ringan
demikian
merupakan
terhadap
mengancam
sehingga
dan juga
respon
situasi
yang
baik
fisik
Stuart
dan
dirinya
Tirtonegoro Klaten. Pasien GGK yang
maupun
menggunakan
Sundeen
(2009)
adaptif lebih cenderung mengalami
bahwa
kemampuan
kecemasan ringan. Sebaliknya pasien
dipengaruhi oleh antara lain faktor
GGK yang menggunakan mekanisme
internal meliputi umur, kepribadian,
koping maladaptif lebih cenderung
intelegensi,
mengalami kecemasan sedang dan
kepercayaan, budaya, emosi dan
berat.
kognitif
mekanisme
koping
psikologik.
dan
mengemukakan koping
pendidikan,
faktor
nilai,
eksternal,
meliputi suport sistem, lingkungan,
11
keadaan finansial penyakit. Stuart
dikarenakan perbedaan kemampuan
(2009) menyatakan bahwa salah satu
individu dalam menilai masalah
sumber koping yaitu aset ekonomi
maupun
dapat
meningkatkan
penyakit yang terdahulu sehingga
koping individu dalam menghadapi
berdampak pada pola koping yang
situasi stressful. Semua responden
digunakan.
membantu
Responden
dengan pekerjaan yang berbeda cenderung
menggunakan
adaptif.
Kemungkinan
koping hal
ini
menikah
tentang
dengan
paling
status dominan
menggunakan mekanisme koping
dikarenakan rata-rata pasien yang
adaptif. Bentuk
melakukan
Unit
diberikan terlihat saat menjalani cuci
Hemodialisa RSUD Dr. Soediran
darah di Unit Hemodialisa RSUD
Mangun
Dr.
hemodialisa
Sumarso
di
Wonogiri
Soediran
dukungan
Mangun
yang
Sumarso
menggunakan jamkesmas dan askes
Wonogiri, sebagian besar responden
untuk membiayai cuci darah mereka.
yang sudah menikah ditemani saat
Hal ini adalah salah satu sumber
cuci
koping
yang
walaupun terkadang ada beberapa
membantu koping pasien kearah
responden yang tidak ditemani oleh
adaptif
pasangannya
dari
aset
karena
materi
dapat
mengatasi
darah
olehpasangannya
tetapditemani
oleh
keluarga (anak, saudara). Hal ini
stressor dari segi biaya. Pendidikan yang tinggi dapat
dikarenakan
dengan
adanya
memiliki pengetahuan yang luas dan
pasangan
pemikiran yang lebih realistis dalam
merupakansalah
pemecahan masalah
dukungan sosial dari responden.
yaitu salah
(suami/istri) satu
sumber
satunya tentang kesehatan sehingga
Pasien GGK yang memiliki
dapat menerapkan gaya hidup sehat
penyakit penyerta seperti hipertensi,
agar
penyakit
diabetes mellitus, pielonefritis, batu
(Notoatmodjo, 2010). Responden
ginjal maupun asam urat, cenderung
dengan
menggunakan
terhindar
dari
pendidikan
menengah mekanisme jumlahnya dibandingkan
yang
dasar
dan
menggunakan
koping
adaptif.
Adanya penyakit merupakan salah satu
faktor
eksternal
yang
koping
maladaptif
lebih
banyak
mempengaruhi koping. Banyaknya
responden
penyakit yang diderita akan menjadi
dengan
yang berpendidikan tinggi. Hal ini
12
pengalaman
stressor
tersendiri
bagi
pasien
sehingga menambah beban pikiran
berpendidikan lebih rendah atau
pasien yang akan mempengaruhi
mereka yang tidak berpendidikan. Hasil
koping yang digunakan. Stuart dan
penelitian
yang
mengungkapkan
dilakukan peneliti, semua responden
adanya penyakit merupakan salah
memiliki tingkat kecemasan panik.
satu
Asumsi
peneliti
responden
di
Sundeen
(2009)
faktor
eksternal
yang
mempengaruhi koping.
kepanikan
pengaruhi
oleh
Responden
dengan
suport
mekanisme responden yang kurang
lebih
cenderung
yang
baik, hak ini dapat dilihat pada 29
sistem
menggunakan Dukungan
koping
tersebut
adaptif.
tidak
hanya
responden
yang
memiliki
mekanisme koping sedang. Pasien
diperoleh dari keluarga, kerabat
GGK
yang
sakit
maupun tenaga kesehatan, tetapi
kurang dari enam bulan cenderung
juga dari sesama pasien hemodialisa.
mengalami kecemasan sedang dan
Hal
berat.
ini
terlihat
saat
peneliti
Pasien
GGK
yang
baru
melakukan penelitian. Stuart (2009)
menjalani hemodialisa sangat besar
menyatakan
satu
kemungkinan mengalami kecemasan
dukungan
dikarenakan belum mengenal alat
sosial membantu individu dalam
dan cara kerja mesin hemodialisa,
memecahkan
kurang adekuatnya informasi dari
sumber
bahwa
koping
salah
yaitu
masalah
melalui
tenaga kesehatan terkait prosedur
pemberian dukungan. Kecemasan subjektif
dan
dialami
secara
dikomunikasikan
secara
intrapersonal.
yang
dialami
oleh
hemodialisa akan
kecemasan
keberhasilan
proses
Kecemasan
hemodialisa saat itu. Hal ini dapat
seseorang
menjadi stressor yang meningkatkan
dipengaruhi oleh beberapa faktor,
kecemasan
antara lain umur, pengalaman pasien
(2009)
menjalani
penyakit
pengobatan,
maupun
keadaan
pasien
GGK.
Stuart
mengungkapkan
bahwa
merupakan
sumber
fisik, tingkat pendidikan, proses
kecemasan yaitu ancaman terhadap
adaptasi. Kaplan dan Sadock (2007)
integritas fisik meliputi disabilitas
mengungkapkan bahwa orang yang
fisiologis.
mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan
respon
yang
lebih
rasional dibandingkan mereka yang
13
SARAN
SIMPULAN 1. Karakteristik responden sebanyak 15
Penelitian ini dapat memotivasi
(50%) responden berjenis kelamin
peneliti lain untuk meneliti tentang GGK
laki-laki dan 15 (50%) responden
serta sebagai sumber referensi bagi
berjenis kelamin perempuan, umur
peneliti lain yang akan meneliti tentang
responden terbanyak yaitu 36-45
penyakit GGK.
Tahun sebanyak 7 (23,3%), tingkat pendidikan
responden
terbanyak
yaitu SMA sebanyak 14 (46,7%). 2. Mekanisme Koping Individu pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di Bangsal Teratai RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri
yang
paling
banyak memiliki tingkat mekanisme
DAFTAR PUSTAKA Butar Aguswina, Cholina Trisa Siregar. (2012). Karakteristik Pasien Dan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa. Medan Universitas Sumatera Utara. Kaplan & Sadock. (2007). Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed Ke- 2. EGC: Jakarta.
koping sedang sebanyak 29 (96,7%) responden. 3. Semua responden 30 (100%) yang Menjalani Hemodialisa di Bangsal Teratai RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri memiliki tingkat kecemasan panik. 4. Berdasarkan Spearman
analisis terdapat
Rank hubungan
mekanisme koping individu dengan tingkat kecemasan pada pasien gagal ginjal
kronik
hemodialisa RSUD
dr.
yang
di
menjalani
bangsal
Soediran
teratai Mangun
Sumarso Wonogiri sebesar 0.664 dengan nilai sig. 0.000yang berarti p value <0.005.
14
Notoatmodjo, S. (2010). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2014).Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika. Rahmatul, A. (2008). Hubungan mekanismekoping dengan stres pada pasien kankerdalam mengatasi efek samping kemoterapidi ruang bedah wanita RSUD M.Djamil.Diperoleh pada tanggal 15 Juni 2015dari http://repository.unand.ac.id/5658. Romani,Ni Ketut, Hendarsih,Sri & Lathu Asmarani,Fajarina. (2013). Hubungan Mekanisme Koping Individu Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis Di Unit Hemodialisa Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.Artikel Ilmiah.Yogyakarta : Universitas Respati Yogyakarta.
Stuart, G. W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing 9th edition. Canada: Mosby Elsevier. WHO. (2015). Hamilton M.The assessment of anxiety states by rating. Br J Med Psychol. 1959;32:50–55. Yanes P. Taluta, Mulyadi&Rivelino S. Hamel. (2014).Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Mekanisme Koping pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo Kabupaten Halmahera Utara.ejournal keperawatan Vol.2 No.1. Yuliaw, A. (2009). Hubungan Karakteristik Individu dengan Kualitas Hidup Dimensi Fisik pasien Gagal Ginjal Kronik di RS Dr. Kariadi Semarang. Diakses dari digilib.unimus.ac.id/files/disk1/10 6/jtpunimus-gdl-annyyuliaw-52892-bab2.pdf diakses pada tanggal 14 Januari 2016.
15