HUBUNGAN NAFSU MAKAN, PENGETAHUAN

Download Kata Kunci: Nafsu Makan, Asupan Energi, Pengetahuan Gizi, Status Gizi, Asupan Protein. ... PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupa...

0 downloads 459 Views 258KB Size
Volume 3, Maret 2016

ISSN 2442-7039

HUBUNGAN NAFSU MAKAN, PENGETAHUAN GIZI DENGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN DAN STATUS GIZI DI RUMKITAL Dr. MINTOHARDJO TAHUN 2015 Meylina Djafar* Heny Sulistyowati*, *Dosen Program Studi Ilmu Gizi STIKes Binawan **Alumni Mahasiswa Program Studi Gizi STIKes Binawan Email Korespodensi: [email protected] ABSTRAK Pendahuluan: Banyak faktor yang mempengaruhi asupan energi dan protein antara lain adalah nafsu makan dan pengetahuan gizi. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan nafsu makan, pengetahuan gizi dengan asupan energi, protein dan status gizi pasien perawatan hemodialisis. Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan desain cross-sectional, yang dilaksanakan di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo pada bulan Maret-April 2015. Populasi penelitian adalah 37 pasien dengan penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dan memenuhi kriteria inklusi, yaitu melakukan rawat jalan, berusia ≥ 18 tahun, HD rutin setidaknya dua kali per minggu, dapat berkomunikasi baik, bisa ditimbang dan bersedia menjadi responden. Sampel penelitian dengan menggunakan total populasi. Data yang dikumpulkan adalah nafsu makan, pengetahuan gizi, asupan energi dan protein asupan tiga hari dalam 24 jam recall dan record, dan nilai BMI untuk status gizi. Analisis hubungan dilakukan dengan uji Chi-square. Hasil: Subyek terdiri dari 37 pasien, 54,1% dengan BMI <20 kg/m2 (kurang gizi); 40,5% kurang nafsu makan; 43,2% memiliki pengetahuan gizi kurang; 64,9% kurang asupan energi dan 62,2% kurang asupan protein. Asupan energi rata-rata adalah 23,89 ± 5,43 kkal/kg/hari, sedangkan asupan protein rata-rata 0,85 ± 0,18 g/kg/hari. Terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan status gizi namun tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan status gizi. Kata Kunci: Nafsu Makan, Asupan Energi, Pengetahuan Gizi, Status Gizi, Asupan Protein. THE CORRELATION AMONG PATIENT APPETIVE, NUTRITION KNOWLEDGE AND ENERGY INTAKE PROTEIN AND NUTRITION STATUS AT DR. MINTOHARDJO TAHUN 2015 ABSTRACT Introduction: There are many factors influencing energy and protein intake such as appetite and nutritional knowledge. The objective of this study is to identify the relationship between appetite, nutrition knowledge and energy intake, protein and nutritional status of maintenance hemodialysis patients. Methods: This research is quantitative descriptive with cross-sectional design, which is implemented in Dr. Mintohardjo Naval Hospital from March to April 2015. The subjects of the study were 37 patients with chronic kidney disease on hemodialysis who met the inclusion criteria which outpatients, aged ≥ 18 years, HD routine at least two times per week, can communicate well, can be weighed and are willing to become respondents. The data collected is the nutritional status of BMI, appetite, nutritional knowledge, a three-day energy and protein intake with 24 hour dietary recall and record . The analysis of the relationship was done with chi-square test. Results: The subjects consisted of 37 patients, 54,1% with a BMI <20 kg/m2 (under nutrition); 40,5% lack of appetite; 43,2% less nutrition knowledge; 64.9% less energy intake and 62,2% less protein intake. The average energy intake was 23,89 ± 5.43 kcal/kg/day, while the average protein intake was 0.85 ± 0.18 g/kg/day. Conclusion: There is significant relationship between energy intake and nutritional status but there is no significant relationship between nutritional status and protein intake. Keywords: Appetite, Energy Intake, Nutrition Knowledge, Nutritional Status Protein Intake.

Page 104

Volume 3, Maret 2016

PENDAHULUAN Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu penyakit tidak menular dan menjadi masalah kesehatan di dunia. Prevalensi PGK di Amerika meningkat dari 12% pada dekade tahun 1988-1994 menjadi 14% pada dekade tahun 2007-2012 (USRDS Report, 2014). Prevalensi penyakit gagal ginjal kronik sebesar 0,2% dan termasuk dalam 10 besar penyakit tidak menular terbesar di Indonesia (Kemenkes RI, 2013). Penyakit ginjal kronik bila tidak ditangani dengan baik akan berlanjut menjadi gagal ginjal terminal atau End-Stage Renal Disease (ESRD) yang memerlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009). Metode yang umum digunakan adalah hemodialisis (HD) (Prodjosudjadi dkk, 2009). Malnutrisi merupakan masalah yang umum terjadi pada pasien PGK dengan HD dan berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas (Jahromi dkk, 2010). Menurut Pernefri (2011), pasien yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir yang diawal hemodialisis rutin berada pada keadaan gizi kurang sebesar 40%. Berdasarkan parameter Indeks Massa Tubuh (IMT) penelitian di RS Dr. Sardjito Yogyakarta didapatkan sebanyak 43% pasien mempunyai status gizi kurang dan buruk (Susetyowati, 2002). Kemudian pada penelitian di RS Tugurejo Semarang diperoleh sebesar 28,6% pasien PGK yang mengalami status gizi kurang atau underweight (Nura dkk, 2014). Penyebab kurang energi protein (KEP) ini bersifat multifaktorial. Asupan energi pada pasien hemodialisis umumnya rendah yaitu sekitar 20-25 kkal/kg/hari (Carrero et al., 2013). Hal ini dikarenakan nafsu makan pasien yang menurun dan adanya gangguan saluran cerna akibat uremia (Katsilambros et al., 2013). Pengaturan makan pada pasien penyakit ginjal sangat komplek sehingga diperlukan pengetahuan gizi yang baik dalam penerapannya sehari-hari. Berdasarkan survei awal pada pasien PGK yang menjalani HD di Rumkital Dr. Mintohardjo diketahui 30% berstatus gizi kurang berdasarkan parameter IMT dan 40% mengalami nafsu makan kurang. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui hubungan antara nafsu makan, pengetahuan gizi dengan asupan energi, protein dan status gizi pasien PGK dengan HD di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2015.

ISSN 2442-7039

BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret - 21 April 2015 di Rumkital Dr. Mintohardjo. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien PGK yang menjalani HD di Rumkital Dr. Mintohardjo, dengan sampel penelitian adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi meliputi pasien rawat jalan, berumur ≥ 18 tahun, rutin HD minimal dua kali perminggu, sudah menjalani HD minimal 3 bulan dan maksimal 5 tahun, dapat berkomunikasi dengan baik, dapat ditimbang dan bersedia menjadi responden dengan mengisi informed consent, sedangkan kriteria eksklusi yaitu pasien yang mengalami diare kronik >7 hari dengan frekuensi ≥3 kali sehari dan menderita penyakit keganasan, TBC paru, sirosis hati dan HIV. Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik non-probabilistik sampling, dimana dalam pengambilan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 37 orang dari 76 orang total populasi PGK yang menjalani HD. Variabel bebas penelitian ini adalah nafsu makan dan pengetahuan gizi; variabel antara yaitu asupan energi dan asupan protein sedangkan variabel terikat adalah status gizi. Data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi identitas responden, nilai IMT sebagai parameter status gizi, nafsu makan responden selama PGK menjalani HD, pengetahuan gizi dan asupan energi serta asupan protein. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, formulir food recall dan food record, timbangan berat badan digital, dan pengukur tinggi badan (mikrotoa). Karakteristik responden yang meliputi nama, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, dan lama melakukan HD. Data status gizi parameter IMT diperoleh dengan mengukur tinggi badan dan berat badan setelah HD (berat badan kering), selanjutnya dikategorikan menjadi status gizi kurang (<20 kg/m2), status gizi baik (20-25 kg/m2) dan status gizi lebih (>25 kg/m2). Nafsu makan diukur menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari SNAQ (Simplified Nutritional Appetite Questionnaire) dan dikategorikan menjadi nafsu makan kurang Page 105

Volume 3, Maret 2016

(skor ≤14) dan nafsu makan baik (skor >14). Pengetahuan gizi diukur menggunakan kuesioner yang terdiri dari 15 pertanyaan dan hasilnya setelah dilakukan uji normalitas data dengan uji Kolmogorov-Smirnov terdistribusi normal sehingga menggunakan cut of point mean. Pengetahuan dikategorikan “kurang” (< mean) dan “baik” (≥ mean). Asupan energi dan asupan protein diambil selama tiga hari yaitu sehari sebelum HD dengan formulir food recall; asupan pada hari berlangsungnya HD dan sehari setelah HD dengan formulir food record. Hasil food recall dan food record dianalisis menggunakan program Nutrisurvey, hasil rata-rata tiga hari asupan dibandingkan dengan kebutuhan energi dan protein. Kebutuhan energi responden dihitung 35 kkal/kgBBI/hari sedangkan protein 1,2 gr/kgBBI/hari. Kategori asupan kurang asupan kurang jika <80% kebutuhan; asupan baik jika 80% - 110% kebutuhan; dan asupan lebih jika >110% kebutuhan. Analisis data hasil penelitian diolah menggunakan program SPSS versi 22 dengan menggunakan uji statistik Chi- Square pada selang kepercayaan 95% (α 0,05). HASIL Karakteristik Responden Sebaran distribusi penelitian ini berdasarkan kategori jenis kelamin menunjukkan bahwa sebanyak 73% responden laki-laki dan 27% responden perempuan. Responden berumur antara 28-74 tahun dimana responden terbanyak pada kategori 4554 tahun (43,3%). Tingkat pendidikan responden terbanyak pada kategori SMA (56,8%) dan pekerjaan responden terbanyak pada kategori purnawirawan/pensiunan, PNS/TNI/Polri (29,7%). Hitungan lama menjalani HD dihitung sejak pasien rutin menjalani HD dua kali perminggu, minimal 3 bulan dan maksimal 60 bulan dengan lama HD terbanyak responden pada kategori 12-35 bulan (45,9%). Distribusi karakteristik responden pasien HD di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2015 tedapat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Pasien Hemodialisis Karakteristik Frekuensi Presentasi (%) Jenis Kelamin 27 73,0 a. Laki-laki 10 27,0 b. Perempuan

a. b. c. d. e. a. b. c. d.

a. b. c. d. e. a. b. c.

Umur (tahun) <35 35-44 45-54 55-64 ≥ 65 Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi

ISSN 2442-7039

3 2 16 11 5

8,1 5,4 43,3 29,7 13,5

1 5 21 10

2,7 13,5 56,8 27,0

Tabel 2. Distribusi karakteristik responden pasien hemodialisis Karakteristik Frekuensi Presentase (%) Pekerjaan 7 18,9 PNS/TNI/Polri 4 10,8 Pegawai swasta 5 13,5 Wiraswasta 11 29,7 Purn PNS/TNI/Polri 10 27,0 Tidak bekerja Lama HD (bulan) 16 43,3 3-12 17 45,9 12-35 4 10,8 36-60 Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran variabel penelitian yaitu status gizi, nafsu makan, pengetahuan gizi, asupan energi, dan asupan protein. Tabel 2 menyajikan analisis univariat distribusi status gizi, nafus makan, pengetahuan gizi, asupan energi dan protein. Tabel 3. Distribusi status gizi, nafsu makan, pengetahuan gizi, asupan energi dan asupan protein Variabel Status Gizi (IMT) a. Kurang b. Baik c. Lebih Nafsu Makan a. Kurang b. Baik Pengetahuan Gizi a. Kurang b. Baik Asupan Energi a. Kurang b. Baik

Frekuensi

Presentase (%)

20 12 5

54,1 32,4 13,5

15 22

40,5 59,5

16 21

43,2 56,8

24 13

64,9 35,1 Page 106

Volume 3, Maret 2016

c. Lebih Asupan protein a. Kurang

0

0

23

62,2

b. Baik c. Lebih

Status Gizi, Nafsu Makan dan Pengetahuan Gizi Berdasarkan Tabel 3 diatas pada kategori status gizi menunjukan rata-rata parameter IMT adalah 20,93 ± 3,3 kg/m2, IMT terendah 16,4 kg/m2 dan tertinggi 29,2 kg/m2; dengan kategori status gizi kurang sebanyak 54,1% (20 orang), “baik” sebanyak 32,4% (12 orang) dan “lebih” sebanyak 13,5% (5 orang). Berdasarkan kategori nafsu makan meunjukan bahwa responden dengan kategori nafsu makan kurang sebanyak 40,5% (15 orang) sedangkan nafsu makan baik sebanyak 59,5% (22 orang). Kategori pengetahuan gizi menunjukan ratarata skor pengetahuan gizi responden 65,41 ± 17,91 dengan skor terendah 33,33 dan tertinggi 100. Responden dengan kategori pengetahuan gizi kurang sebanyak 43,2% (16 orang) dan yang berpengetahuan gizi baik sebanyak 56,8% (21 orang). Asupan Energi Rata-rata asupan energi responden 1352,64 ± 356,53 kkal per hari, asupan terendah 745,47 kkal dan asupan tertinggi 2076,60 kkal. Bila dikonversikan terhadap berat badan ideal maka rata-rata asupan energi adalah 23,89 ± 5,43 kkal/kgBBI, asupan terendah 13,36 kkal/kgBBI dan asupan tertinggi 36,05 kkal/kgBBI. Rata-rata kebutuhan energinya adalah 1974,28 ± 186,66 kkal, kebutuhan terendah 1575 kkal dan tertinggi 2457 kkal. Responden yang termasuk kategori asupan energi kurang sebanyak 64,9% (24 orang),

14 0

ISSN 2442-7039

37,8 0

asupan energi baik sebanyak 35,1% (13 orang) dan tidak ada yang termasuk kategori asupan energi lebih. Asupan Protein Rata-rata asupan protein responden 67,69 ± 6,4 g, asupan terendah 27,5 g dan asupan tertinggi 72,77 g. Bila dikonversikan terhadap berat badan ideal maka rata-rata asupan protein adalah 0,85 ± 0,18 g/kgBBI, asupan terendah 0,5 g/kgBBI dan asupan tertinggi 1,26 g/kgBBI. Rata-rata kebutuhan protein responden adalah 67,69 ± 6,4 g, kebutuhan terendah 54,0 g dan tertinggi 84,2 g. Responden yang termasuk pada kategori asupan protein kurang sebanyak 62,2% (23 orang), asupan protein baik sebanyak 37,8% (14 orang) dan tidak terdapat responden yang memiliki asupan protein lebih. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu: hubungan nafsu makan dengan asupan energi; hubungan pengetahuan gizi dengan asupan energi; hubungan nafsu makan dengan asupan protein; hubungan pengetahuan gizi dengan asupan protein; hubungan asupan energi dengan status gizi; dan hubungan asupan protein dengan status gizi. Hubungan antara kedua variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square. Tabel 3 menunjukkan hubungan nafsu makan dan pengetahuan gizi terhadap asupan energi

Tabel 4. Hubungan nafsu makan dan pengetahuan gizi terhadap asupan energi Variabel Asupan Energi Total P (%) n % n % n % Nafsu makan a. Kurang b. Baik Total Pengetahuan Gizi a. Kurang b.Baik Total

14 10 24

93,3 45,5 64,9

1 12 13

6,7 54,5 35,1

15 22 37

100 100 100

0,008

11 13 24

68,8 61,9 64,9

5 8 13

31,2 38,1 35,1

16 21 37

100 100 100

0,933

Page 107

Volume 3, Maret 2016

ISSN 2442-7039

mempunyai asupan energi baik dan sebanyak 61,9% (13 orang) dengan asupan energi kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,933 atau (p>0,05) maka tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan asupan energi. Hubungan nafsu makan dan pengetahuan gizi terhadap asupan protein. Tabel 4 menyajikan hasil analisis hubungan nafsu makan dan pengetahuan gizi terhadap asupan protein. Hasil analisis hubungan nafsu makan dengan asupan protein menunjukan bahwa dari 15 responden dengan nafsu makan kurang, sebanyak 93,3% (14 orang) mempunyai asupan protein kurang dan 6,7% (1 orang) mempunyai asupan protein baik. Sedangkan diantara 22 responden dengan nafsu makan baik sebanyak 59,1% (13 orang) mempunyai asupan protein baik dan 40,9% (9 orang) mempunyai asupan protein kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,004 (p<0,05) maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan proporsi asupan protein antara responden yang mempunyai nafsu makan kurang dengan nafsu makan baik. Hal ini berarti terdapat hubungan antara nafsu makan dengan asupan protein

Hubungan nafsu makan dan pengetahuan gizi terhadap asupan energi. Berdasarkan Tabel 4 mengenai analisis hubungan nafsu makan dengan asupan energi diperoleh hasil bahwa dari 15 responden dengan nafsu makan kurang, sebanyak 93,3% (14 orang) mempunyai asupan energi kurang dan 6,7% (1 orang) mempunyai asupan energi baik. Sedangkan diantara 22 responden dengan nafsu makan baik, sebanyak 54,5% (12 orang) mempunyai asupan energi baik dan 45,5% (10 orang) mempunyai asupan energi kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,008 atau (p<0,05) maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan proporsi asupan energi antara responden yang mempunyai nafsu makan kurang dengan nafsu makan baik. Hal ini berarti terdapat hubungan antara nafsu makan dengan asupan energi. Berdasarkan analisis hubungan pengetahuan gizi dengan asupan energi diperoleh hasil bahwa dari 16 responden dengan pengetahuan gizi kurang, sebanyak 68,8% (11 orang) mempunyai asupan energi kurang dan sebanyak 31,2% (5 orang) mempunyai asupan energi baik. Sedangkan diantara 21 responden dengan pengetahuan gizi baik, sebanyak 38,1% (8 orang) .

Tabel 4. Hubungan nafsu makan dan pengetahuan gizi terhadap asupan protein Variabel Asupan protein Total P Kurang Baik value n % n % n % Nafsu makan a. Kurang b. Baik Total Peng. Gizi a. Kurang b. Baik Total

14 9 23

93,3 40,9 62,2

1 13 14

6,7 59,1 37,8

15 22 37

100 100 100

0,004

10 13 23

62,5 61,9 62,2

6 8 14

37,5 38,1 37,8

16 21 37

100 100 100

1,000

Berdasarkan analisis hubungan pengetahuan gizi dengan asupan protein dapat dilihat bahwa dari 16 responden dengan pengetahuan gizi kurang, sebanyak 62,5% (10 orang) mempunyai asupan protein kurang dadn 37,5% (6 orang) mempunyai asupan protein baik. Sedangkan diantara 21 responden dengan pengetahuan gizi baik, sebanyak 38,1% (8 orang) mempunyai asupan protein baik dan 61,9% (13 orang) mempunyai asupan protein kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=1,000 (p>0,05) maka dapat dikatakan tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan asupan protein. Hubungan asupan energi dan protein terhadap IMT. Pada analisis hubungan asupan energi dan asupan protein dengan Indeks Massa Tubuh menggunakan uji Chi-square terdapat sel yang mempunyai nilai harapan (expected value) kurang dari 5, lebih dari 20% jumlah sel sehingga dilakukan penggabungan kategori IMT lebih menjadi IMT baik. Tabel 5 menyajikan hasil analisis hubungan asupan Page 108

Volume 3, Maret 2016

ISSN 2442-7039

energi dan protein terhadap Indeks Massa baik, sebanyak 84,6% (11 orang) mempunyai Tubuh (IMT). IMT baik dan 15,4% (2 orang) dengan IMT Berdasarkan Tabel 5 mengenai analisis kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai hubungan asupan energi dengan IMT p=0,002 (p<0,05). Maka dapat dikatakan menunjukkan bahwa dari 24 responden dengan terdapat perbedaan proporsi IMT antara asupan energi kurang, sebanyak 75% (18 responden yang mempunyai asupan energy orang) mempunyai IMT kurang dan 25% (6 kurang dengan asupan energy baik. Hal ini orang) mempunyai IMT baik. Sedangkan berarti terdapat hubungan antara asupan energy diantara 13 responden dengan asupan energi dengan IMT responden. . Tabel 5. Hubungan asupan energi dan protein terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT) Variabel Asupan protein Total P value Kurang Baik n % n % n % Asupan energi a. Kurang b. Baik Total Asupan Protein a. Kurang b. Baik Total

18 2 20

75,0 15,4 54,1

6 11 17

25,0 84,6 45,9

15 5 23

65,2 35,7 62,2

8 9 14

34,8 23 100 64,3 14 100 0,160 37,8 37 100 PNS/TNI/Polri (29,7%), PNS/TNI/Polri aktif dan wiraswasta masing-masing 18,9% dan 13,5% sedangkan yang tidak bekerja sebanyak 27%. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan penghasilan yang seseorang, apabila pendidikan baik maka lebih memudahkan untuk mendapatkan kerja demi memenuhi kebutuhan primer dan sekunder keluarga (Notoatmodjo, 2010). Nafsu Makan Nafsu makan adalah keinginan untuk mendapatkan jenis makanan tertentu yang berguna untuk dimakan (Guyton & Hall, 2007). Nafsu makan merupakan sensasi lapar dan keinginan untuk menyantap makanan serta perasaan senang terhadap makanan. Menurut Yeomans & Bertenshaw (2008), nafsu makan juga berkaitan dengan aroma, rasa, penampilan, dan daya tarik makanan yang dapat dianggap sebagai metafora bagi perasaan ingin atau suka akan hal yang berharga dalam hidup. Mekanisme penyebab terjadinya kehilangan keinginan untuk makan pada dasarnya tidak diketahui secara pasti, namun pengaruh racun uremia; inflamasi; kadar hormon leptin, ghrelin dan neuropeptide Y dianggap dapat mempengaruhi nafsu makan pada pasien penyakit ginjal kronik (Khairunnisa, 2012). Menurut Bassola et al., (2006) fisiologis kehilangan nafsu makan dapat disebabkan karena obat-obatan yang diberikan, hemodialisis yang tidak adekuat,

Berdasarkan analisis hubungan antara asupan protein dengan IMT menunjukka bahwa dari 23 responden dengan asupan protein kurang, sebanyak 65,2% (15 orang) mempunyai IMT kurang dan 34,8% (8 orang) mempunyai IMT baik. Sedangkan diantara 14 responden dengan asupan protein baik, sebanyak 64,3% (9 orang) mempunyai IMT baik dan 35,7% (5 orang) mempunyai IMT kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,160 (p>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan IMT. PEMBAHASAN Karakteristik Responden Responden penelitian ini terdiri dari 37 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, sebagian besar (73%) berjenis kelamin laki-laki dan sebagian besar berada pada kategori umur 45-54 tahun (43,3%). Hal ini sejalan dengan 5th Report of Indonesian Renal Registry bahwa PGK dengan HD di Indonesia sebanyak 61,2% terjadi pada lakilaki dengan kisaran umur 45-54 tahun (30%) (Indonesian Renal Report, 2014). Tingkat pendidikan responden paling banyak berada pada kategori SMA (56,8%), dan yang berpendidikan perguruan tinggi sebesar 27%, sehingga dapat dikatakan sebagian besar responden berpendidikan baik. Jenis pekerjaan sebagian responden adalah pensiunan

24 13 37

100 100 100

0,002

Page 109

Volume 3, Maret 2016

dan komponen cairan dialisatnya. Secara psikologis nafsu makan yang kurang dapat disebabkan oleh karena depresi dan ansietas (Susetyowati 2005). Nafsu makan akan mengontrol asupan makan yang berkaitan dengan kebutuhan fisiologis dan juga kesenangan untuk makan. Pengaturan asupan makanan tidak hanya dipengaruhi oleh satu sinyal, tetapi juga ditentukan oleh integrasi berbagai input termasuk efek dari hormon (Radha & Girija, 2013). Racun uremi menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, dan gangguan pencernaan yang akan mempengaruhi nafsu makan dan berakibat pada rendahnya asupan makan. Akibat lain terjadinya penurunan nafus makan adalah timbulnya stomatitis dan parotitis (Sherwood, 2014). Hasil analisis statistik penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki nafsu makan kurang sebesar 40,5%, dari responden tersebut terdapat sebesar 64,9% memiliki asupan energi kurang dan 62,2% mempunyai asupan protein kurang. Hasil uji statistik Chi- square (95% CI; α 0,05) menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara nafsu makan dengan asupan energi (p=0,008), begitu juga dengna asupan protein (p=0,004). Hasil penelitian Triyani (1999) menunjukan bahwa sebanyak 34,2% pasien PGK dengan HD mengalami nafsu makan kurang dan beresiko 8,21 kali lebih besar kekurangan asupan makan dibandingkan dengan yang mempunyai nafsu makan baik. Berdasarkan penelitian Bossola et al., (2006) juga mengemukakan bahwa 53% responden PGK dengan HD mengalami nafsu makan kurang dan hanya terjadi pada pasien dengan asupan energi dan protein yang kurang. Hasil penelitian Akpele & Bailey (2004) menunjukkan bahwa sebagian besar pasien HD memiliki asupan makanan yang tidak adekuat. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa setelah diberikan edukasi dan konseling diet secara intensif selama 14 bulan terjadi peningkatan serum albumin yang bermakna dibandingkan dengan pasien yang diberikan suplementasi oral saja. Selain faktor pengetahuan belum pada tingkat aplikasi, kemungkinan ada faktor psikologis (depresi) yang berpengaruh terhadap asupan makan responden yang kurang (Bossola et al., 2006) Prevalensi depresi pada pasien HD sekitar 2030% bahkan bisa mencapai 47% (Khairunnisa, 2012).

ISSN 2442-7039

Hasil uji statistik penelitian ini menggunakan Chi-square (95% CI;α 0,05) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan asupan energi (p=0,933), begitu juga dengan asupan protein (p=1,000). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Triyani (1999) bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan gizi dengan asupan makan, tetapi hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Rachmawati dan Syaugy (2014) yang menyebutkan terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan asupan protein tetapi pengetahuan gizi tidak berhubungan dengan asupan energi. Status Gizi Hasil penelitian ini menunjukkan sebesar 54,1% responden mempunyai status gizi kurang (IMT <20 kg/m2). Cut of point yang digunakan untuk menentukan status gizi 2 kurang pada penelitian ini adalah 20 kg/m , hal ini dikarenakan menurut beberapa penelitian bila nilai IMT <20 kg/m2 angka morbiditas dan mortalitasnya meningkat. Kondisi pasien PGK menunjukkan perubahan hidrasi jaringan dimana kandungan air meningkat maka pengukuran berat badan dilakukan segera setelah dialisis selesai dan berat badan kering tercapai (Pernefri, 2011). Pada waktu pengukuran berat badan setelah HD masih terdapat responden yang mengalami oedema dan asites sebanyak 3 orang (8,1%) tetapi berdasarkan kondisi klinis termasuk dalam kategori ringan dan dilakukan perhitungan koreksi berat badan. Penyebab malnutrisi (kurang gizi) pasien PGK dengan HD bersifat multifactorial (Carrero et al., 2013). Penyebab utamanya adalah buruknya asupan gizi, gangguan pada metabolisme lemak, karbohidrat, ketidakseimbangan asam amino, respon hormon yang abnormal, kehilangan nutrien, toksisitas uremik dan katabolisme. Penyebab malnutrisi pada penyakit ginjal kronik termasuk kurangnya asupan energi dan protein, inflamasi dan komorbiditas (Jahromi dkk, 2010). Menurut International Society of Renal Nutrition and Metabolism (ISRNM) penyebab utamanya adalah ketidakcukupan asupan energi dan protein; hipermetabolisme; asidosis metabolik; menurunnya anabolisme; komorbiditas; dan faktor dialisis (Carrero et al., 2013). Hasil uji statistik Chi-square (95% CI; α 0,05) menunjukkan terdapat hubungan antara asupan energi dengan IMT (p=0,002), namun Page 110

Volume 3, Maret 2016

tidak terdapat hubungan antara asupan protein dan IMT (p=0,160). Hal ini diduga meskipun asupan protein cukup bila tidak diimbangi dengan asupan energi yang cukup maka protein tidak dapat berfungsi untuk membentuk dan memelihara sel-sel dan jaringan tubuh; membentuk hormon dan enzim. Kecukupan energi sangat penting untuk utilisasi protein, pada pasien PGK dengan HD yang diberi diet 1,1-1,2 gram protein/kg BB/hari dengan energi kurang dari 35 kkal/kgBB/hari menghasilkan keseimbangan protein yang negatif, sedangkan bila energi yang diberikan 35-45 kkal/kgBB/hari menghasilkan keseimbangan protein yang netral dan positif (Triyani, 1999). Oleh karena protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh serta masalah yang spesifik pada pasien hemodialisis yaitu meningkatnya katabolisme protein akibat hemodialisis maka akan lebih baik untuk menilai kecukupan asupan makan dihitung dari kecukupan asupan energi dan protein (Almatsier, 2001).

ISSN 2442-7039

hubungan antara pengetahuan gizi dengan asupan energi dan asupan protein (p>0,05). Terdapat hubungan antara asupan energi dengan status gizi; tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan status gizi.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa responden penelitian ini sebagian besar memiliki jenis kelamin laki-laki dengan rentang umur 45-54 tahun. Tingkat pendidikan responden sebagian besar SMA (56,8%) dengan dominasi pekerjaan sebagai purnawirawan atau pensiunan PNS/TNI/Polri. Responden penelitian ini mengalami penyakit ginjal kronik yang sudah menjalani hemodialisis selama 12-35 bulan. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat hubungan antara nafsu makan dengan asupan energi dan asupan protein (p<0,005), namun tidak terdapat

Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini bagi Rumkital Dr. Mintohardjo adalah perlu dipertimbangkan untuk membentuk tim kesehatan khusus yang terdiri dari dokter, dietisen, perawat dan petugas kesehatan lainnya untuk menangani tingginya angka status gizi kurang pada pasien hemodialisis; perlu adanya dietisien yang khusus berdinas di Unit Hemodialisa sehingga proses asuhan gizi terstandar dapat terlaksana optimal; untuk meningkatkan pengetahuan gizi perlu dilakukan edukasi dan konseling secara berkesinambungan baik individu maupun kelompok kepada pasien HD dan keluarganya. Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini bagi pasien HD dan keluarga adalah dianjurkan mengikuti edukasi dan konseling gizi secara berkala untuk meningkatkan pengetahuannya; mentaati aturan diet yang telah ditentukan meliputi jumlah, jenis dan jadwal makan; keluarga diharapkan menyediakan makanan yang sesuai diet, bervariasi, menarik sehingga akan membantu meningkatkan nafsu makan pasien.Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini bagi peneliti lain adalah diharapkan adanya peningkatan penelitian hubungan asupan makan dengan status gizi dan faktor- faktor yang berhubungan dengan asupan makan pasien hemodialisis, dengan variabel yang lebih banyak misalnya gangguan gastrointestinal dan depresi serta parameter status gizi dengan SGA (Subjective Global Assessment) dan MIS (Malnutrition Inflammation Score).

KEPUSTAKAAN Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Bossola, et al. (2006). Anorexia in Hemodialysis Patients: AnUpdate. Kidney International Journal, 70, 417-422. Carrero, et al. (2013). Etiology of The Protein-EnergyWasting Syndrome in Chronic Kidney Disease: A Consensus Statement From the

International Society of Renal Nutrition and Metabolism (ISRNM). Journal of Nutrition, 23 (20), 77-90. Guyton, AC dan Hall, JE. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook of Medical Physiology). Alih bahasa Irawati et al; Luqman Y.R et al. Ed.11. Jakarta: EGC. Indonesian Renal Registry Report. (2014). 5th Report of Indonesian Renal Registry, akses secara (Online), http://www.indonesianrenalregistry.o Page 111

Volume 3, Maret 2016

rg/data/INDONESIAN%20RE NAL%20REGISTRY%202014, diakses tanggal 20 April 2015. Jahromi dkk. (2010). Malnutrition Predicting Factors in Hemodialysis Patients. Saudi Journal of Kidney Disease and Transplantation 2, 846851. Katsilambros et al. (2013). Asuhan Gizi Klinik (Clinical Nutritional in Practice). Alih bahasa: Aryandhito Widhi Nugroho. Jakarta: EGC. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI. Khairunnisa, A. (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Nafsu Makan Kurang Pada Pasien Hemodialisis di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2012 [Skripsi]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Notoatmodjo S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Nura M, Sufiati B, Erma H. (2014). Hubungan asupan Protein dengan Kadar Ureum, Kreatinin, dan Kadar Hemoglobin Darah pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Hemodialisa Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang, 3 (1). Perhimpunan Nefrologi Indonesia. (1992). Gizi Pada Gagal Ginjal Kronik Beberapa Aspek Penatalaksa naan. Editor R.P. Sidabutar dan Suhardjono. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri). (2011). Konsensus Nutrisi pada Penyakit Ginjal Kronik. Edisi I Cetakan II 2013. Prodjosudjadi, Wiguno dan Suhardjono. (2009). End-Stage Renal Disease In

ISSN 2442-7039

Indonesia: Treatment Development. Ethnicity & Disease, 19 (1). Radha, R. Girija, K. (2013). Eating Disorders in Hemodialysis Patients. International Journal of Food and Nutritional Sciences, 2. Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, 8th. Alih Bahasa: Brahm U.Pendit. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC. Susetyowati. (2002). Pengaruh Konseling Gizi dengan Buklet terhadap Konsumsi Makanan dan Status Gizi penderita Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Jakarta: Prosiding Kursus Penyegaran Ilmu Gizi. Susetyowati. (2005). Hubungan Adekuasi Hemodialisis dengan Gangguan Gastrointestinal dan Asupan Makan Penderita Penyakit Ginjal Kronik di RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Bandung: Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Dietetic II. Suwitra, K. (2009). Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor: Sudoyo, Aru W, dkk. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI. USRD. 2014. CKD in the United States: An Overview of the USRDS Annual Data Report, 1. Triyani. (1999). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Asupan Makanan dan Status Gizi pada Pasien Gagal Ginjal Terminal dengan Terapi Hemodialisis Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo Jakarta [Tesis]. Depok: Program Pascasarjana, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Page 112