HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA DI

Download di negara maju maupun berkembang, dan salah satu faktor resiko terjadinya preeklampsia antara lain paritas ibu baik primipara maupun multip...

0 downloads 455 Views 151KB Size
HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA DI RUANG BERSALIN RSUD BANGIL PASURUAN ELSA ALNIYANTI 11002195 Subject :Paritas, Preeklampsia, Ibu Bersalin

DESCRIPTION Preeklampsia merupakan salah satu penyebab kematian ibu yang paling sering, baik di negara maju maupun berkembang, dan salah satu faktor resiko terjadinya preeklampsia antara lain paritas ibu baik primipara maupun multipara beresiko mengalami preeklampsia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan paritas dengan kejadian preeklampsia pada ibu bersalin. Jenis penelitian ini analitik obserbasional dengan rancang bangun cross sectional. Variabel penelitian ini yaitu paritas ibu sebagai variabel independen dan kejadian preeklampsia sebagai variabel dependen. Populasi penelitian ini yaitu seluruh ibu bersalin dengan di Ruang bersalin RSUD Bangil pada bulan Maret – April 2014 sebanyak 377 persalinan. Sampel diambil dengan teknik simple random sampling sampling sebanyak 79 responden. Data dikumpulkan dengan instrument checklist, kemudian diolah secara editing, coding, scoring dan tabulating dan diuji dengan uji chi square Hasil penelitian menunjukkan dari 52 responden yang tergolong paritas multipara diperoleh data 6 responden tidak preeklampsia, 28 responden mengalami preeklampsi ringan dan 18 responden mengalami preeklampsia berat Hasil uji chi square diperoleh data ρ = 0,004 dan α = 0,05 sehingga ρ < α maka H1 diterima sehingga ada hubungan antara paritas dengan kejadian preeklampsia di ruang bersalin RSUD Bangil Pasuruan. Preeklampsia dapat terjadi pada semua golongan paritas ibu, akan tetapi lebih umum terjadi pada primipgravida, akan tetapi jika pada kehamilan sebelumnya terdapat riwayat preeklampsia maka ibu multipara juga lebih beresiko terjadi preeklampsia. Hendaknya instansi pelayanan kesehatan lebih intensif lagi dalam memberikan pendidikan kesehatan terutama tentang komplikasi pada persalinan sehingga pengetahuan ibu dapat lebih ditingkatkan dan dapat mencegah terjadinya preeklampsia

ABSTRACT Preeclampsia is one of the most causes in the maternal mortality often happen in, both developed and developing countries, and one of the risk factors happen preeclampsia include the parity of mothers both primiparous and multiparous. The purpose of this study is to know the relationship of parity with the incidence of preeclampsia in women giving birth. Design of this study was analytical observation with cross sectional. The variables of this study were the parity of mothers as independent variables and the incidence of preeclampsia as a dependent variable. The population of this research was all of maternal in the delivery room of RSUD Bangil on March-April amount 377women. The sampling are taken by simple random sampling technique amount 79 respondents.The data were collected by instrument checklist, then processed by the editing, coding, scoring and tabulating and tested by chi square test The results showed from 52 respondents classified wuth parity multy parous obtained by 6 respondents don’t happen in preeclampsia, 28 respondents have mild preeclampsi and 18 respondents have severe preeclampsia The results of the chi square test showed ρ = 0.004 and α = 0.05 so that ρ <α then H1 is accepted it means that is a paruty has correlation with the incidence of preeclampsia in the delivery room of RSUD Bangil Pasuruan. Preeclampsia can happen in all of classes in parity, of mother but more commonly happens in primipgravida, the previous pregnancy has history of preeclampsia the multiparous mothers will happen more in the risk of preeclampsia.The Health care institutions should be more intensive in providing health education, especially about complications in childbirth so that their knowledge can be more enhanced and the mother can prevent the occurrence of preeclampsia KEYWORD: Parity, Preeclampsia Contributor

:Dian Irawati, M.Kes Nurun Ayati Khasanah,S.ST.,S.K.M

Date

:6 Juni

Identifier

:

Right

:

Summary

:

LATAR BELAKANG Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra dan postpartum. Dari gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan berat (Saifudin, 2008). Preeklampsia merupakan salah satu penyebab kematian ibu yang paling sering, baik di negara maju maupun berkembang. Preeklampsia merupakan kelainan unik yang hanya ditemukan pada kehamilan manusia. Sejak dahulu preeklampsia didefinisikan sebagai trias yang terdiri dari hipertensi, proteinuria, dan edema pada wanita hamil. Berbagai faktor risiko preeklampsia meliputi status primigravida (kehamilan pertama), kehamilan kembar, diabetes, hipertensi yang telah ada

sebelumnya, preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, riwayat preeklampsia dalam keluarga (Linda J. Heffner, 2005 dalam Rahayu, 2012). Badan Kesehatan dunia atau WHO memperkirakan bahwa di seluruh dunia terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa pertahun diperkirakan karena perdarahan (25%), penyebab tidak langsung (20%), infeksi (15%), aborsi yang tidak aman (13%), preeklampsia/eklampsia (12%), persalinan yang kurang baik (8%) dan penyebab langsung lainnya (8%). Pada sisi lain insiden dari eklampsia pada negara berkembang sekitar 1 kasus per 100 kehamilan sampai 1 kasus per 1700 kehamilan. Pada negara Afrika seperti Afrika Selatan, Mesir, Tanzania dam Etiopia bervariasi sekitar 1.8% sampai dengan 7.1%. Di Nigeria prevalensinya sekitar 2% sampai dengan 16.7% (Osungbade, 2011). Berdasarkan data di RSUD Kota Semarang angka kejadian ibu hamil dengan preeklampsia sebesar 14 orang (24,6%) dari total kehamilan sebanyak 569 orang selama periode Desember 2009 - Februari 2010. Perkiraan jumlah kematian Ibu menurut penyebabnya di Indonesia tahun 2010 adalah perdarahan sebanyak 3.114 (27%), preeklampsia dan eklampsia sebanyak 2.653 (23%) dan infeksi sebanyak 1.268 (11%) (Hernawati, 2011). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang Bersalin RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan diperoleh data jumlah persalinan selama Bulan Januari – Maret 2014 sebanyak 52 persalinan. Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (Langelo, 2012). Berbagai faktor risiko preeklampsia meliputi status primigravida (kehamilan pertama), kehamilan kembar, diabetes, hipertensi yang telah ada sebelumnya, preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, riwayat preeklampsia dalam keluarga (Rahayu, 2012). Faktor paritas memiliki pengaruh terhadap persalinan dikarenakan Ibu hamil memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan selama masa kehamilannya terlebih pada ibu yang pertama kali mengalami masa kehamilan (Langelo, 2012). Kehamilan dengan preklamsia lebih umum terjadi pada primigravida, sedangkan pada multigravida berhubungan dengan penyakit hipertensi kronis, diabetes mellitus dan penyakit ginjal. Pada primigavida atau ibu yang pertama kali hamil sering mengalami stress dalam menghadapi persalinan sehingga dapat terjadi hipertensi dalam kehamilan atau yang biasa disebut preeklamsia/eklamsia (Gafur, 2010). Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan. Diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Selain itu Pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) secara rutin dan tidak terbatas pada 4 kali pemeriksaan kehamilan sampai melahirkan. Pemeriksaan kehamilan yang teratur pada petugas kesehatan yang terlatih dan pada fasilitas kesehatan yang baik dapat mendeteksi secara sedini tanda-tanda dan gejala serta faktor risiko gangguan kehamilan dan persalinan sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan untuk mengurangi komplikasi sedini mungkin METODOLOGI Jenis penelitian ini analitik obserbasional dengan rancang bangun cross sectional. Variabel penelitian ini yaitu paritas ibu sebagai variabel independen dan kejadian preeklampsia sebagai variabel dependen. Populasi penelitian ini yaitu seluruh ibu bersalin dengan di Ruang bersalin RSUD Bangil pada bulan Maret – April 2014

sebanyak 377 persalinan. Sampel diambil dengan teknik simple random sampling sampling sebanyak 79 responden. Data dikumpulkan dengan instrument checklist, kemudian diolah secara editing, coding, scoring dan tabulating dan diuji dengan uji chi square HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Berdasarkan Usia di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan Tanggal 12 – 25 Mei 2014 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 20-35 tahun sebanyak 52 responden (65,8%). Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan Tanggal 12 – 25 Mei 2012 menunjukan bahwa hampir setengahnya responden memiliki latar belakang pendidikan dasar (SD, SLTP) sebanyak 38 responden (48,1%).Karakterisitik Responden Berdasarkan Pekerjaan di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan Tanggal 12-25 Mei 2014 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga sebanyak 47 responden (59,5%). Karakterisitik Responden Berdasarkan Paritas di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan Tanggal 12-25 Mei 2014 4 menunjukan bahwa sebagian besar tergolong multipara sebanyak 52 responden (65,8%).Karakteristik responden berdasarkan preeklampsi di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan Tanggal 12-25 Mei 2014 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami preeklampsia ringan sebanyak 41 responden (51,9%).Tabulasi silang antara paritas dengan keajdian preeklampsia di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan tanggal 12-25 Mei 2014 menunjukan bahwa dari 52 responden yang tergolong paritas multipara diperoleh data 6 responden tidak preeklampsia, 28 responden mengalami preeklampsi ringan dan 18 responden mengalami preeklampsia berat . Hasil uji chi square diperoleh data ρ = 0,004 dan α = 0,05 sehingga ρ < α maka H1 diterima sehingga ada hubungan antara paritas dengan kejadian preelampsia di ruang bersalin RSUD Bangil Pasuruan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 79 responden di ruang bersalin RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan diperoleh data menunjukan bahwa sebagian besar tergolong primipara sebanyak 52 responden (65,8%). Para adalah menunjukkan kehamilan – kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas (mampu hidup). Paritas menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya. Kelahiran kembar tiga hanya dihitung satu paritas (Oxorn dan Forte, 2010). Multipara adalah seorang wanita yang telah menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga viabilitas. Hal yang menentukan paritas adalah jumlah kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan jumlah janin yang dilahirkan (Leveno, 2009). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada penelitian ini termasuk dalam kategori paritas multigravida. Dimana hal ini responden sudah melahirkan lebih dari satu kali. Hal ini diperkuat juga dengan karakteristik usia responden dimana sebagian besar responden berusia 20-30 tahun sehingga mereka mempunyai lebih dari satu anak Berdasarkan penelitian berdasarkan kejadian prekelampsia di Ruang bersalin RSUD Bangil Pasuruan diperoleh data menunjukkan data sebagian besar responden mengalami preeklampsia ringan sebanyak 41 responden (51,9%). Dan yang tidak

preeklampsia sebanyak 17 responden (21,5%) serta yang mengalami preeklampsia berat sebanyak 21 responden (26,6%). Preeklampsia adalah gangguan hebat yang terjadi pada wanita hamil seperti tekanan darah tinggi dan koma (Masriroh, 2013). Preeklampsia adalah penyakit hipertensi yang terjadi pada saat kehamilan (Sholihah,2012) Penyebab preeklamsia dan eklamsia sampai sekarang belum diketahui, tetapi dewasa ini banyak ditemukan sebab preeklamsia adalah iskemia placenta dan kelainan yang menyertai penyakit ini adalah spasmus, arteriola, retensi natrium dan air juga koagulasi intravaskuler (Wiknjosastro, 2008). Output jantung yang muncul untuk emngurangi memburuknya preeklampsia, memicu timbulnya vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah berakibat meningkatkan tekanan darah) terjadi ketika kondisi ini mempengaruhi aktivitas psikologis jaringan – jaringan di dalam tubuh. Penyerapan pembuluh kapiler meningkat dan cairan yang keluar berkonstribusi terhadap oedema di dalam jaringa-jaringa. Munculnya retensi cairan berlebihan menghasikan oedema yang sama (Masriroh, 2013). Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus. Patofisiologi preeklampsia - eklampsia setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologi normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskular sistemik systemic vascular resistance (SVR), peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid Pada preeklampsia, volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun. Vasopasme merupakan sebagian mekanisme dasar tanda dan gejala yang menyertai preeklampsia. Vasopasme merupakan akibat peningkatan sensitivitas terhadap tekanan darah, seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu ketidakseimbangan antara prostasiklin prostagladin dan tromboksan A2. Pada tabulasi silang antara paritas dengan kejadian preeklampsia menunjukan bahwa dari 52 responden yang tergolong paritas multipara diperoleh data 6 responden tidak preeklampsia, 28 responden mengalami preeklampsi ringan dan 18 responden mengalami preeklampsia berat . Hasil uji chi square diperoleh data ρ = 0,004 dan α = 0,05 sehingga ρ < α maka H1 diterima sehingga ada hubungan antara paritas dengan kejadian preeklampsia di ruang bersalin RSUD Bangil Pasuruan.

Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi, proteinuria dan edema kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma, ibu tersebut tidak menunjukkan tandatanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya (Rukiyah, 2010). Menurut Linda (2010) faktor resiko terjadinya preeklampsia antara lain Ibu primigravida terutama yang berusia < 19 tahun atau > 40 tahun, Primipaternitas atau paritas ibu (kehamilan pertama pada pasangan ini), > 10 tahun dari kelahiran terakhir, riwayat preeklampsia sebelumnya. Kehamilan dengan preeklampsia lebih umum terjadi pada primigravida, keadaan ini disebabkan secara imunologik pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna sehingga timbul responimun yang tidak menguntungkan terhadap histoincompability placenta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada penelitian ini banyak yang mengalami preeclampsia meskipun mereka tergolong paritas multipara, akan tetapi adanya riwayat preeklampsia pada kehamialn sebelumnya menyebabkan mereka mengalami lebih beresiko terjadinya preeklampsia sehingga banyak ibu multipara pada responden penelitian ini banyak yang mengalami preeklampsia. Berdasarkan usia responden diperoleh data Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 20-35 tahun sebanyak 52 responden (65,8%). Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya insiden preeklamsia pada ibu hamil. Faktor risiko yang dapat meningkatkan indisden preeklampsia antara lain mola hidatidosa, nulipara, usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, janin lebih dari satu, multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus atau penyakit ginjal. Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan faktor lingkungan (Cunningham, 2006). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tergolong usia dewasa muda. Menurut teori yang ada preeklampsia lebih sering didapatkan pada masa awal dan akhir usia reproduktif yaitu usia remaja atau di atas 35 tahun. Ibu hamil < 20 tahun mudah mengalami kenaikan tekanan darah dan lebih cepat menimbulkan kejang, sedangkan umur lebih 35 tahun juga merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia. Karena bertambahnya usia juga lebih rentan untuk terjadinya peningkatan insiden hipertensi kronis dan menghadapi risiko lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan. Selain itu juga penyakit diabetes mellitus. Hipertensi dan diabetes mellitus merupakan faktor penyebab terjadinya preeklampsia/eklampsia. Jadi wanita yang berada pada awal atau akhir usia reproduktif lebih rentan menderita preeklampsia/eklampsia. SIMPULAN 1. Sebagian besar responden termasuk dalam kategori multipara (65,8%) 2. Sebagian besar responden di ruang bersalina RSUD Bangil Pasuruan diperoleh data sebagian besar termasuk pada preeklampsia ringan (51,9%) 3. Hasil uji chi square diperoleh data ρ = 0,004 dan α = 0,05 sehingga ρ < α maka H1 diterima sehingga ada hubungan antara paritas dengan kejadian preeklampsia di ruang bersalin RSUD Bangil Pasuruan

REKOMENDASI

1. Bagi Peneliti berikutnya Dalam melakukan penelitian berikutnya, peneliti dapat menggunakan data penelitian ini sebagai referensi dalam melakukan penelitian tetapi diharapkan juga peneliti dapat mengakaji lebih dalam materi yang akan diteliti seperti penyebab terjadinya preeklampsia dilihat dari usia ibu hamil sehingga hasil penelitian akan lebih dapat mengembangkan ilmu pengetahuan kebidanan 2. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan Hendaknya instansi pelayanan kesehatan lebih intensif lagi dalam memberikan pendidikan kesehatan terutama tentang komplikasi pada persalinan sehingga pengetahuan ibu dapat lebih di tingkatkan dan dapat mencegah terjadinya preeklampsia 3. Bagi Instansi Pendidikan Dapat meningkatkan informasi bagi mahasiswa dengan cara menambah literatur keperpustakaan atau memberikan peragaan laboratorium tentang komplikasi saat kehamilan,persalinan,dan nifas sehingga lebih mudah di pahami oleh mahasiswa 4. Bagi tenaga kesehatan Bidan dapat meningkatkan kompetensi dalam memberikan asuhan kehamilan dengan cara mengikuti seminar atau pelatihan tentang pencegahan dan penanganan komplikasi kehamilan salah satunya preeklampsi sehingga pelayanan yang diberikan dapat dilakukan secara optimal dan memberikan kualitas pelayanan yang baik.

ALAMAT KORESPONDENSI Email :[email protected] No.telp :085749616949 Alamat :Pasuruan