1
Hubungan Pendidikan Formal Perempuan Dengan Tingkat Kesejahteraan Keluarga di Desa Tulehu Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah Correlation Between Women’s Formal Education and Level of Family in Tulrhu Village, Salahutu District, Central Maluku Regencyt Imelda J Loppies, Maria E Pandu dan Syaifullah Cangara ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan pendidikan formal perempuan dengan tingkat kesejahteraan keluarga. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah. Data penelitian di analisis dengan cara pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dengan cara pembagian kuesioner kepada responden, sedangkan data kualititatif diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan. Analisis kuantitatif menggunakan analisis statistic (analisis regresi berganda), sedangkan analisisi kualitatif menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pendidikan formal perempuan mempunyai hubungan yang baik dalam peningkatan kesejahteraan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan formal perempuan, maka makin tinggi tingkat kesejahteraan keluarganya, sebaliknya makin rendah tingkat pendidikan formal perempuan maka makin rendah pula tingkat kesejahteraan keluarganya. Secara statistic menunjukkan bahwa pendidikan formal perempuan mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kesejahteraan keluarga, secara deskriptif kualitatif menunjukkan bahwa perempuan dengan pendidikan formal yang tinggi dapat bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Kata kunci: pendidikan formal, perempuan, kesejahteraan keluarga ABSTRACT The aim of the research is to analyze correlation between women’s formal education welfare level of family. The research was conducted in Village Tulehu, Salahutu District, Central Maluku Regency. Quantitative data were obtained by using questionnaire, while qualitative data were obtained through in-depth interview to informants. Quantitative data were analyzed by using multiple regression analysis, while qualitative data were analyzed by using descriptive qualitative analysis. The results reveal that womwn’s formal education has a good correlation to increase family welfare. The higher women’s formal education level, the higher the welfare level of family. Conversely, the lower women’s formal education level, the lower the welfare level of family. Statistically, it is indicated that women’s formal education has a significant correlation of family welfare. Descriptive qualitative analysis reveals that women with a high formal education could be benefit to increase family welfare. Keywords: Formal education, women, family welfare
2
PENDAHULUAN Pendidikan formal atau lebih dikenal dengan sistem persekolahan, mempunyai peranan yang amat menentukan perkembangan potensi manusia secara maksimal. Rendahnya tingkat pendidikan dan besarnya beban tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan maupun keterpurukan kesehatan di daerah perdesaan. Melalui pendidikan, masyarakat memiliki kesempatan untuk menggali potensinya demi memperoleh kehidupan yang lebih layak. Akses perempuan dalam dunia pendidikan tidak serta mengatasi masalah diskriminasi yang di alami perempuan. Maknanya adalah terbukanya akses pendidikan tidak serta merta membawa transformasi sosial apalagi transformasi kebudayaan. Selain itu pendidikan orang tua juga berpengaruh terhadap pola perkembangan anak. Fenomena yang terjadi kebanyakan orangtua menginginkan anaknya menjadi orang yang sukses dalam pendidikan maupun karirnya, sehingga di masa yang akan datang mereka dapat memperbaiki kualitas hidupnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian , kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pengertian pendidikan disini menegaskan bahwa dalam pendidikan hendaknya tercipta sebuah wadah dimana peserta didik bisa secara aktif mempertajam dan memunculkan ke permukaan potensi-potensinya sehingga menjadi kemampuan-kemampuan yang dimilikinya secara alamiah. Defenisi ini juga memungkinkan sebuah keyakinan bahwa manusia secara alamiah memiliki dimensi jasad, kejiwaan dan spiritualitas. Di samping itu , defenisi yang sama memberikan ruang untuk berasumsi bahwa manusia memiliki peluang untuk bersifat mandiri, aktif, rasional, sosial dan spiritual. Abdul Latief (2000).Pengertian pendidikan tersebut juga dapat didukung oleh pertalian sosial yang dibuat oleh teoritisi fungsionalis dari Talcott Parsons (1959), bahwa diantara tingkat pendidikan yang lebih tinggi dapat meningkatkan keahlian pekerja, dan meningkatkan penghasilan individu . Dimana dengan mengecap pendidikan sampai tingkat tinggi, maka kita akan mempunyai keahlian yang bisa kita gunakan untuk mendapatkan pekerjaan yang memberikan penghasilan bagi kita guna untuk meniningkatkan kesejahteraan keluarga. Pengertian secara lebih operasional dikemukakan oleh Philip H. Phenix ketika mendefenisikan pendidikan, yang dalam hal ini pendidikan umum sebagai suatu process of engendering essential meanings, proses pemunculan maknamakna yang esensial. Enam pola makna yang essensial dapat dimunculkan melalui analisis kemungkinan cara-cara pemahaman manusia yang berbeda-beda. Enam pola makna yang dimaksudkan olehnya dalah simbolik, empirik, estetik,
3
sinoetik, etik dan sinoptik, yang masing-masing memilki bidang-bidang tersendiri Abdul Latif,(2007). Berdasarkan asumsi dasar Teori Human Capital, bahwa seseorang dapat meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan. Setiap tambahan satu tahun sekolah berarti dapat meningkatkan kemampuan kerja dan tingkat penghasilan seseorang. Human capital dapat didefinisikan sebagai jumlah total dari pengetahuan, skill, dan kecerdasan rakyat dari suatu negara.( Simanjuntak, 1985) Para penganut Teori Human Capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun nonmoneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Pendapatan adalah tiap–tiap tambahan aktiva atau pengurangan kewajiban yang timbul karena usaha perusahaan, baik berupa penyerahan jasa–jasa maupun penjualan barang. Pendapatan seorang dapat dikatakan meningkat apabila kebutuhan pokoknya meningkat pula. Sedangkan pengertian pendapatan keluarga yaitu jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota keluarga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama atau perseorangan. Menurut Kasryno (1984) pendapatan menurut perolehannya dibedakan menjadi : 1.Pendapatan Kotor Yaitu pendapatan yang diperoleh sebelum dikurangi pengeluaran dan biaya– biaya. 2.Pendapatan bersih Yaitu pendapatan yang diperoleh sesudah dikurangi pengeluaran dan biayabiaya. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Besar Kecilnya Pendapatan menurut (Sumardi, 1982) tinggi rendahnya pendapatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : a. Jenis pekerjaan atau jabatan b. Pendidikan c. Masa Kerja d. Jumlah anggota keluarga Yudhohusodo dalam Handoko (2002) tingkat pendapatan seseorang dapat digolongkan dalam 4 golongan yaitu : 1. Golongan yang berpenghasilan rendah (low income group) 2. Golongan berpenghasilan sedang (Moderate income group) 3. Golongan yang sberpenghasilan tinggi (high income group) Pendapatan mengacu pada pendapatan bersih dari satu bulan dari tiap keluarga (Sumardi, 1982 : 53) Seperti halnya pegawai negeri mendapat gaji juga mendapat tunjangan fungsional, beras, uang transport, uang makan..
4
Pengertian pendapatan dalam penelitian ini yaitu penghasilan yang diterima setiap keluarga dalam setiap bulannya meliputi pendapatan istri dan pendapatan lain–lain. Obyek dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang berpendidikan formal dan yang bekerja. Rumah tangga sebagai latar belakang tidak dapat terlepas dari pendapatan rumah tangga. Berdasarkan Notoatmodjo (2003) Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan orang atau keluarga dalam masyarakat. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan pelayanan perilaku kesehatan dari orang tua terhadap anak dalam keluarga supaya lebih efektif perlu diperhatikan tiga faktor utama yaitu : a.Faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal- hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi. b.Faktor pemungkin (enambling factor) Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, dokter, bidan praktek swasta, dan sebagainya. c.Faktor penguat (reinforcing factor) Faktor- faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan- peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk beperilaku sehat, masyarakat kadang- kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas terutama petugas kesehatan. (Notoatmodjo,2003). Dari uraian faktor- faktor diatas dapat dijelaskan sebagai berikut a.Sosial Ekonomi Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang. Faktor ekonomi dkaitkan dengan pendidikan jika ekonomi baik maka pendidikan akan tinggi sehingga pengetahuan akan tinggi pula. b.Tingkat Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan mudah menerima hal- hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru, maka makin tinggi tingkat pendidikan ibu akan lebih mudah menerima, mempunyai sikap dan berperilaku sesuai dengan apa yang dianjurkan. Demikian pula sebaliknya makin rendah tingkat pendidikan akan lebih sulit menerima dan menyerap informasi yang didapat. Tingkat pendidikan formal ibu akan mempengaruhi sikap dan tindakan ibu dalam pemeliharaan anak. Ibu dengan pendidikan rendah biasanya berpengalaman sedikit dan tidak tahu menahu tentang pemeliharaan anak yang baik dalam hal ini termasuk juga imunisasi.
5
c.Budaya Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi yang baru akan disaring kira- kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut. Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan juga dipengaruhi oleh kepercayaan orang tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan mental yang dimilikinya, terutama tentang manfaat yang akan diperoleh, kerugian yang akan didapatkan, kepercayaan bahwa dirinya dapat di serang penyakit dan lain- lain . d.Paritas Semakin kecil jumlah anak akan semakin banyak waktu yang tersedia untuk memperhatikan anaknya karena beban kerjanya lebih sedikit, sebaliknya makin besar jumlah anak maka waktu yang tersedia terbatas karena kesibukan mengurus anak . e.Fasilitas (sarana dan jarak ke tempat pelayanan) Seseorang yang tidak mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya tetapi juga karena rumahnya jauh dengan posyandu atau puskesmas tempat mengimunisasikan anaknya (Notoatmodjo, 2003). Menurut Depkes (2001) pengetahuan ibu tentang kesehatan anak dapat mempengaruhi kesadaran ibu untuk mengimunisasikan anaknya serta menjaga kesehatan anaknya. Peran seorang ibu dalam programidan pelayanan kesehatan anak sangatlah penting, oleh karena itu suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut. Pemahaman ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal ibu (Ali, 2002). Secara umum kesejahteraan dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan primernya (basic needs) berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Semakin tinggi seseorang mampu meningkatkan pemakaian faktor-faktor produksi yang dikuasai maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan yang diraihnya. Syahwier,(2008) www. budirismayadi.tripod.com/artikel). Secara umum kesejahteraan dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan primernya (basic needs) berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Definisi kesejahteraan dapat juga merupakan tingkat aksesibilitas seseorang dalam kepemilikan faktor-faktor produksi yang dapat dimanfaatkan dalam suatu proses produksi sehingga diperoleh imbalan bayaran (compensations) dari penggunaan faktor-faktor produksi tersebut. Semakin tinggi seseorang mampu meningkatkan pemakaian faktor-faktor produksi yang dikuasai maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan yangdiraihnyaSyahwier,(2008)www. budirismayadi.tripod.com/artikel).
6
Sedangkan keluarga sejahtera yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial-psikologis dan pengembangannya serta telah dapat memberikan sumbangn yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Pada Keluarga Sejahtera ini segala kebutuhan telah terpenuhi serta memiliki kepedulian sosial yang tinggi . Indikator keluarga sejahtera sebagai berikut: 1. kebutuhan Dasar (basic needs) , yang terdiri dari : a. pangan b. sandang c. papan d. kesehatan 2. Kebutuhan Sosial Pisikologis (social- psychological needs) yang terdiri dari : a. pendidikan b. rekreasi c. transportasi d. interaksi sosial internal dan eksternal 3. Kebutuhan pengembangan (developmental needs) yang terdiri dari: a. tabungan b. pendidikan khusus/kejuruan c. akses terhadap informasi Adapun indikator-indikator untuk mengukur taraf keluarga sejahtera dengan menggunakan acuan BKKBN adalah sebagai berikut : Keluarga sejahtera tahap I 1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut masing-masing 2. Pada umumnya seluruh anggota makan dua kali sehari atau lebih 3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian berbeda-beda di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian 4. Bagian yang luas dari lantai rumah bukan berupa tanah. 5. Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber-KB di bawa ke sarana/petugas kesehatan serta diberi obat/ cara KB modern. Keluarga sejahtera tahap II 1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing-masing 2. Paling kurang sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ ikan/ telur sebagai lauk pauk 3. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian setahun terakhir 4. Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap penghuni rumah.. 5. Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas/ fungsi masing-masing. 6. Paling kurang 1 anggota keluarga usia 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap.
7
7. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10 – 60 tahun bisa baca tulisan latin. 8. Seluruh anak usia 5 – 15 tahun bersekolah pada saat ini. 9. Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih berstatus pasangan usia subur memakai kontrasepsi (kecuali bila sedang hamil). Keluarga sejahtera tahap III 1. Keluarga mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama 2. Sebagian dari pendapatan dapat disisihkan untuk tabungan keluarga. 3. Keluarga biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antaranggota keluarga 4. Keluarga biasanya ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. 5. Keluarga mengadakan rekreasi bersama/ penyegaran di luar rumah paling kurang satu kali dalam 6 bulan. 6. Keluarga dapat memperoleh berita dari surat kabar/ radio/ televisi/ majalah. 7. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi sesuai kondisi daerah Keluarga sejahtera tahap III Plus 1. Keluarga atau anggota keluarga secara teratur (pada waktu tertentu) dan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi. 2. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan/ yayasan/ institusi masyarakat METODE PENELITIAN Penelitian ini di laksanakan di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Dan penelitian ini di lakukan selama 2 bulan. Proses pengambilan data di lakukan dengan cara pembagian kuesioner pada responden dan wawancara mendalam dengan informan. Penelitian ini menggabungkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hal tersebut didasarkan pada upaya yang diperlukan untuk memperoleh jawaban dalam rumusan masalah serta tujuan yang ingin di capai dari penelitian ini. Penggunaan metode gabungan ini diharapkan tidak hanya mampu untuk memberikan penjelasan berupa angkaangka , tetapi juga mampu untuk memberikan kejelasan dan pendalaman. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui hubungan antara pendidikan formal perempuan dengan peningkatan kesejahteraan keluarga di Desa Tulehu Kecamatan salahutu Kabupaten Maluku Tengah. Untuk itu jenis penelitian yang cocok dan layak dilakukan adalah jenis penelitian survai yang bermaksud memberikan penjelasan (explanatory) dan penggambaran (descriptive).Singarimbun (1989) ; Black (1992). Selain itu penelitian menurut tingkat eksplanasi ini dapat juga berupa penelitian asosiatif ketika penelitian ini
8
bertujuan mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain, di mana hubungan antara variabel dalam bentuk kausal.Sugiyono,(2002). Sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk menjelaskan mengapa pendidikan formal perempuan dapat meningkatan kesejahteraan keluarga di desa Tulehu dilakukan dalam rangka jenis penelitian survai juga bersifat penjelasan dan penggambaran serta asosiatif adalah seyogyanya menggunakan pendekatan kuantitatif Singarimbun (1989); Black(1992); Sugioyono (2002), namun dalam upaya memperkaya data dan lebih memahami gejala sosial yang diteliti, terdapat usaha untuk menambah informasi kualitatif pada data kuantitatif tersebut melalui wawancara mendalam (in depth interview), Singarimbun (1989); Moleong (1998). Jadi jenis dan desain penelitian yang digunakan merupakan kombinasi atau perpaduan antara penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Model yang digunakan peneliti adalah model pendekatan mixed methodology design. Model ini adalah model campuran, di mana peneliti akan menggabungkan aspek-aspek paradigm kuantitatif dan kualitatif dalam semua atau banyak langkah-langkah metodologis desain tersebut. Kedua paradigm dapat dilakukan pada pendahuluan, tinjauan pustaka dan penggunaan teori, dan dalam pernyataan tujuan dan pertanyaan penelitian. Creswell mengakui bahwa model ini menambah kerumitan desain dan memanfaatkan keuntungan paradigm kuantitatif dan kualitatif. Sisi positif dari desain ini merupakan cerminan terbaik dari proses penelitian antara model induktif dan deduktif pemikiran sebuah studi penelitian. Sedang sisi negatifnya desain mengharuskan pengetahuan mendalam tentang kedua paradigm sebab hal ini masih menjadi barang asing dari banyak peneliti. Batasan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pendidikan formal perempuan dengan tingkatan kesejahteraan keluarga dan mengapa pendidikan formal perempuan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga yang ada di desa Tulehu Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah. Pada penelitian ini perempuan yang dimaksudkan yaitu perempuan yang berpendidikan formal yang sudah tamat SD, tamat SMP, tamat SMA dan tamat PT serta bekerja di luar rumah dan berpenghasilan. Hubungan tingkat pendidikan formal perempuan di Desa Tulehu dengan tingkat kesejahteraan keluarga dapat diteliti melalui hubungan antara tingkat pendidikan formal yang diperoleh perempuan dengan tercapainya kesejahteraan keluarga dengan indicator yang diteliti mengenai pendapatan atau penghasilan yang diterimanya, pendidikan anak dan kesehatan anak. Sedangkan pendidikan formal perempuan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga di desa Tulehu dapat di teliti melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada 6 informan yang telah dipilih untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan rumusan masalah yang kedua, diantaranya dengan berpendidikan formal perempuan dapat berperan dalam dunia kerja, perempuan yang berpendidikan formal dapat menjadi motivator bagi pendidikan anak dan pendidikan formal perempuan dapat memilki pengetahuan tentang masalah kesehatan anak. Populasi dan sampel yang di ambil dalam penelitian ini antara lain Populasi yaitu perempuan-perempuan yang berpendidikan formal (sudah tamat) di Desa
9
Tulehu, sedangkan sampel yaitu perempuan (ibu-ibu rumah tangga) yang berpendidikan formal dan bekerja di luar rumah. Maksud dari pengambilan populasi dan sampel di atas adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan 3 variabel indicator yang sudah di tentukan. Yakni penghasilan, pendidikan anak dan kesehatan anak. Karena populasi terbagi dari beberapa tingkatatan strata pendidikan (tidak homogen), maka jumlah sampel diambil dengan menggunakan teknik proporsional stratified random sampling. Teknik stratified sampling menurut digunakan untuk menentukan sampel bila populasi tidak homogen dan berstrata. Hal ini sesuai dengan kondisi masyarakat Desa Tulehu yang tidak homogen pada jenjang tingkat pendidikan dan perekonomian. Sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah perempuan (ibu-ibu) yang berpendidikan formal (sudah tamat SD, SMP, SMA, PT ) dan sudah bekerja di luar rumah. Pembagian sampel dalam proporsi yang seimbang, dapat berdasarkan persaman berikut ini.
Sedangkan pada metode kualitatif, teknik, pengambilan sampel yang dilakukan yaitu teknik sampling secara purposive (sengaja). Sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau ibu rumah tangga yang berpendidikan formal dan sudah bekerja diambil sebagai sampel atau informan untuk memperoleh data. Hal itu di lakukan karena peneliti menganggap bahwa ibu/ perempuan tersebut memiliki informasi yang diperlukan untuk menjawab rumusan masalah yang ada dan hal itu juga di sesuaikan dengan criteria tertentu. Cara perolehan data di lakukan dengan cara wawancara yang mendalam langsung dengan informan di lapangan. Dan populasi yang di dibutuhkan adalah populasi yang sama yaitu perempuan-perempuan yang berpendidikan formal yang telah tamat dan sudah bekerja. Informan yang di pilih di bagi sesuai strata tingkatan pendidikan yang dimiliki dan juga kriteria yang sudah di tentukan. Dalam penelitian ini informan yang di pilih total berjumlah 6 orang, yakni terbagi atas SD 1 orang, SMP 1 orang, SMA 2 orang dan Perguruan Tinggi 2 orang. Penetuan informan secara sengaja ini di nilai atas dasar kriteria tertentu antara lain: Perempuan berpendidikan formal dan telah tamat sekolah Sudah menikah dan mempunyai anak, dan menjalani usia perkawinan kurang lebih 20 tahun Mempunyai pekerjaan di luar rumah dan berpenghasilan Defenisi operasional yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah : pendidikan, pendidikan formal, pendidikan tinggi, jenjang pendidikan, pendapatan, kesehatan, kesejahteraan dan keluarga sejahtera. a. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data dalam penelitian ini antara lain : Data Primer
10
Sumber data primer adalah sumber pertama di mana sebuah data dihasilkan (Bungin,2006). Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara langsung di lapangan yang bersumber dari hasil wawancara, observasi dan kuisioner yang di lakukan langsung untuk mendapatkan data. Data Sekunder Sumber data sekunder adalah sumber data kedua sesudah sumber data primer Bungin (2006). Data sekunder dalam penelitian ini adalah data pendukung bagi data primer yang diperoleh darai bahan-bahan literatur seperti dokumendokumen serta laporan-laporan dan kepustakaan lainnya. Data yang diperoleh untuk analisisi kuantitatif, diperoleh dari responden sejumlah 100 orang, yang di sesuaikan dengan teknik proporsional stratified random sampling yang disesuaikan dengan jumlah data penduduk Desa Tulehu, dan pembagian jumlah responden sesuai dengan proporsi yang seimbang ,lihat tebel berikut.
Sedangkan perolehan data kualitatif di lakukan dengan cara wawancara mendalam pada informan. Dimana informan diambil secara proposive (sengaja), dan berjumlah 6 orang antara lain terdiri dari 1 orang tamat SD, 1 orang tamat SMP, 2 orang tamat SMA dan 2 orang tamat PT. Dan informan juga mempunyai kriteria tertentu, di antaranya yaitu perempuan yang berpendidikan formal,sudah tamat dan bekerja dan yang sudah berumah tangga selama kurang lebih 20 tahun dan mempunyai anak. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan dua model pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif menggunakan analisis statistic (regresi linear berganda) dan pendekatan kualitatif menggunakan analisisi deskriptif kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang di lakukan terkait dengan hubungan pendidikan formal perempuan dengan tingkat kesejahteraan keluarga. Yang kemudian data penelitian tersebut dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif, maka hasil yang diperoleh antara lain sebagai berikut. 1. Analisis kuantitatif (regresi linear berganda) dengan mengunakan perangkat SPSS. 16. Hasilnya adalah sebagai berikut :
11
a. Hubungan pendidikan formal dan penghasilan terhadap kesejahteraan keluarga
Hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa nilai korelasi R=0,503, determinasi R2 = 0,253 artinya hubungan pendidikan formal dan penghasilan terhadap kesejahteraan keluarga sebesar 50,3%. Begitupun sumbangan pengaruh variabel independen (pendidikan formal dan penghasil) terhadap variabel dependen (kesejahteraan keluarga) adalah sebesar 25,3%, sisanya 74,7% di pengaruhi oleh factor lain yang tidak di masukan dalam penelitian ini. Pada analisis di atas, nilai koefisien yang diperoleh adalah nilai positif yang berarti hubungan variabel independen terhadap variabel dependen adalah positif. b. Hubungan pendidikan formal dan pendidikan anak terhadap kesejahteraan keluarga
12
Hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa nilai korelasi R=0,997, determinasi R2 = 0,993 artinya hubungan pendidikan formal dan pendidikan anak terhadap kesejahteraan keluarga sebesar 99,7%. Begitupun sumbangan pengaruh variabel independen (pendidikan formal dan pendidikan anak) terhadap variabel dependen (kesejahteraan keluarga) adalah sebesar 99,3%, sisanya 0,7% di pengaruhi oleh factor lain. Pada analisis di atas, nilai koefisien yang diperoleh adalah nilai positif yang berarti hubungan variabel independen terhadap variabel dependen adalah positif. c. Hubungan pendidikan formal dan kesehatan anak terhadap kesejahteraan keluarga
13
Hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa nilai korelasi R=0,996, 2 determinasi R = 0,992 artinya hubungan pendidikan formal dan kesehatan anak terhadap kesejahteraan keluarga sebesar 99,6%. Begitupun sumbangan pengaruh variabel independen (pendidikan formal dan penghasil) terhadap variabel dependen (kesejahteraan keluarga) adalah sebesar 99,2%, sisanya 0,8% di pengaruhi oleh factor lain. Pada analisis di atas, nilai koefisien yang diperoleh adalah nilai positif yang berarti hubungan variabel independen terhadap variabel dependen adalah positif. Secara keseluruhan penjelasan di atas menunjukkan bahwa hubungan pendidikan formal dengan tiga variabel indicator (penghasilan, pendidikan anak dan kesehatan anak) terhadap kesejahteraan keluarga adalah siginifikan dan berhubungan positif pada posisi linear. Analisis kualitatif, di lakukan dengan cara pendekatan deskriftif kualitatif, dan bertujuan untuk menganalisis mengapa pendidikan formal perempuan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Dalam menjawab pertanyaan ini, pokok-pokok bahasan yang di angkat sebagai inti jawaban antara lain ; Dengan berpendidikan formal, perempuan dapat berperan dalam dunia kerja. Perempuan yang berpendidikan formal dapat menjadi motivator bagi pendidikan anak. Dengan pendidikan formal perempuan dapat memiliki penegtahuan tentang
masalah kesehatan anak Dan hasil wawancara mendalam dengan 6 orang informan (ibu-ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah). Terkait dengan pokok bahasan di atas yang di tuangkan dalam bentuk ringkasan (matriks) adalah sebagai berikut : Hubungan Pendidikan Formal Dan Penghasilan Terhadapa Kesejahteraan Keluarga - Pandangan dan pemikiran
14
Dengan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, maka pekerjaan yang di miliki akan layak pula, dengan sendirinya tingkat penghasilan yang di peroleh akan semakin baik. Dengan memiliki penghasilan yang semakin baik, maka tingkat kesejahteraan keluargapun akan semakin baik, dan sebaliknya. - Hasil temuan di lapangan Tingkatan pendidikan memang sangat mempengaruhi layak atau tidaknya suatu pekerjaan yang dimilki, hal itu juga mempengaruhi penghasilan. Hasil penelitian menunjukan rata-rata ibu-ibu yang mempunyai tingkat pendidikan formal yang rendah hanya bisa bekerja sebagai pedangang ikan (jibu-jibu) dan penjual sayur, dengan sendirinya penghasilan yang mereka peroleh dapat di katakan rendah.dengan memilki penghasilan yang rendah maka tingkat kesejahteraan keluargapun akan rendah.Sebaliknya ibu-ibu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan memiliki tingkat pekerjaan yang layak pula, misalnya sebagai seorang PNS atau pegawai perusahaan. Dengan sendirinya mempunyai penghasilan yang baik pula. Dengan memilki penghasilan yang baik, maka sudah tentu kesejahteraan keluarganya juga akan baik pula Hubungan Pendidikan Formal Permepuan Dan Pendidikan Anak Terhadapa Kesejahteraan Keluarga - Pandangan dan pemikiran Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan formal yang tinggi akan menjadi motivator yang baik bagi pendidikan anak-anak, dan sebaliknya. - Hasil temuan di lapangan Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi mempunyai rencana yang baik dan mampu menyekolahkan anaknya pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan lebih baik, misalnya mampu menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi bahkan mampu menyekolahkan anaknya pada perguruan tinggi di luar daerahnya. Terlepas dari pada itu cara mengontrol orang tua terhadap sekolah anak-anak mereka juga baik, control orang tua yang baik akan memperoleh hasil yang baik pula terhadap pendidikan anak. Sebaliknya orang tua yang hanya mempunyai tingkat pendidikan yang rendah hanya mampu menyekolahkan anaknya pada tingkatan pendidikan yang rendah dan hanya mampu menyekolahkan anaknya pada lokasi tinggal mereka. System control orang tua terhapap sekolah anak-anak mereka juga kurang baik sehingga hasil pendidikan yang di peroleh oleh anak-anaknya kurang baik pula. Hubungan Pendidikan Formal Permpuan Dan Kesehatan Anak Terhadapa Kesejahteraan Keluarga. - Pandangan dan pemikiran Penanganan kesehatan anak akan lebih baik apabila orang tua mempunyai pengetahuan yang tinggi dan baik pula dan sebaliknya. Untuk memperoleh pengetahuan yang tinggi dan baik di peroleh lewat jenjang pendidikan formal.
15
- Hasil temuan di lapangan Orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, rata-rata mempunyai cara penanganan kesehatan anak yang baik. Misalnya sudah mempersiapkan pertolongan pertama pada kecelakaan dengan menyiapkan obat di kotak P3K di rumah. Selain itu setiap anak-anaknya sakit selalu merawatnya ke dokter bila itu perlu, terlepas dari itu orang tua juga tahu sedikit tentang nama dan fungsi obat dalam menangani masalah kesehatan anak-anaknya. Orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi juga mempunyai cara pengaturan makan yang tidur anak dengan baik dan selalu mempunyai prinsip bahwa kesehatan itu adalah sesuatu yang sangat penting di jaga dan di perhatikan. Sebaliknya orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan rendah sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang cara penanganan kesehatan anak yang baik. Mereka hanya mampu membawa anaknya ke dukun jika sakit, pengontoral cara makan dan tidur anakanak mereka juga kurang baik. Bagi mereka kesehatan bukan hal utama yang harus di perhatikan, yang penting bagaimana caranya mereka bisa mempertahankan hidupnya. Dari penjelasan di atas secara tidak langsung sudah menunjukkan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan perempuan, maka makin baik pula tingkat kesejahteraan keluarganya. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis hubungan pendidikan formal perempuan dengan tingkat kesejahteraan keluarga, maka dapat disimpulkan: 1. Hubungan pendidikan formal perempuan terhadap kesejahteraan keluarga dengan tiga indicator variabel : penghasilan, pendidikan anak, dan kesehatan anak, secara statistik dapat di katakan mempunyai hubungan yang signifikan. Secara keseluruhan hasil analisis regresi menunjukkan nilai korelasi (R) yang di peroleh yakni mendekati nilai sempurna atau nilai 1 atau nilai Fhitung yang lebih besar dari nilai Ftabel . Ini menunujukkan bahwa variabel X (pendidikan formal dan penghasilan atau pendidikan formal dan pendidikan anak atau pendidikan formal dan kesehatan anak) mempunyai hubungan yang signifikan terhadap variavel Y (kesejahteraan keluarga) 2. Pendidikan formal perempuan dapat meningkatan kesejahteraan keluarga karena dengan memiliki tingkat pendidikan formal yang baik (tinggi), perempuan dapat berpartisipasi dan bersaing dalam dunia kerja. Hal ini dapat di buktikan bahwa rata-rata perempuan yang memiliki jenjang pendidikan formal yang tinggi mempunyai pekerjaan yang layak maupun penghasilan yang tinggi, Begitupun halnya dengan motivasi serta pengetahuan dalam peningkatan pendidikan dan kesehatan anak. Sebaliknya perempuan yang memiliki jenjang pendidikan formal yang rendah mempunyai pekerjaan yang kurang layak dan penghasilan yang rendah, serta mempunyai motivasi dan pengetahuan yang kurang baik dalam peningkatan pendidikan dan kesehatan anak.
16
DAFTAR PUSTAKA Abdul Latif, 2007, Pendidikan Bebasis Nilai Kemasyarakatan. pp. 7-8 (ed). PT Rafika Aditama, Bandung. Ali, M. 2002. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja Tentang Imunisasi. Available online : library.usu.ac.id/modules.php.op=modload. (diakases tanggal 9 Juni 2011). Anonimous, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Black. J.A, dan D.J. Champion.1992. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung, PT. Eresco. Bungin, Burhan.H.M, 2007, Metode Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Bungin, Burhan.H.M, 2006, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Depkes RI. 2005. Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi . Available online http://www.depkes.go.id. (diakses tanggal16 Maret 20011).
:
Handoko. T. Hani. 2000. Teori Perilaku Organisasi Perusahaan. 6. Bandung,BPEE Moleong, L.J.1998. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. pp.65,71 Rineka Cipta. Jakarta. Parsons.T,1959.,302 The Scholl lass as a Social System, Harvard Educational Review. Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Lembaga Penerbit FEUI. Jakarta. Singarimbun, M, Sofian Effendi (ed),1989, Meode Penelitian Survai, Jakarta, LP3ES. Sugiono,2002. Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung. Sumardi, Mulyanto dan Dieter-Evers, Hans.1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: Rajawali. Syahwier, Coki Ahmad. 2008. Kemiskinan dan Kesejahteraan bangsa.www. budirismayadi.tripod.com/artikel-3.html (diakses tanggal 12 Februari 2011)