HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERAWATAN ISPA DI RUMAH

Download Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM. 83. HUBUNGAN ... tentang perawatan ISPA di rumah, sehingga penyakit infeksi saluran pernafasan masih cender...

0 downloads 648 Views 150KB Size
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERAWATAN ISPA DI RUMAH TERHADAP KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS CIMAHI TENGAH RINI MULYATI

Penyakit infeksi saluran pernafasan akut masih merupakan masalah kesehatan di negara berkembang dengan angka morbalitas dan mortalitas yang tinggi. Di Indonesia kejadian pneumonia pertahun diperkirakan 10 -20 % dari jumlah balita dan 10 % penderita pneumonia akan meninggal bila tidak diberi pengobatan. Di Puskesmas Cimahi Tengah penyakit infeksi saluran pernafasan masih menduduki urutan pertama. Dari bulan Januari s/d Desember tahun 2004 terdapat 118 kasus ISPA pada anak begitu juga anak dengan batuk pilek dengan insedent tertinggi terjadi pada anak balita (59,13%). Di samping itu kualitas tata laksana kasus ISPA pada balita di sarana kesehatan dirasakan masih rendah dan belum maksimalnya promosi penanggulangan peumonia pada balita. Oleh sebab itu petugas kesehatan harus berupaya meningkatkan pengetahuan keluarga dalam melakukan perawatan ISPA di rumah. Dengan didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif diharapkan perilaku yang dimunculkan bersifat langgeng, terutama perilaku kesehatan sehingga keluarga dapat melakukan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya pneumonia pada anak dan melakukan perawatan ISPA dengan baik di rumah sesuai dengan nasehat petugas kesehatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel penelitian ini adalah 95 balita (umur 0-59 bulan). Tehnik pengambilan sampling menggunakan quota sampling. Data diperoleh dengan mengunakan kuesioner dan dianalisis menggunakan uji statistik chi square. Dari hasil analisis bivariat di dapatkan hasil bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita, yaitu pengetahuan ibu dengan p value = 0,018 dan pendidikan ibu dengan p value = 0.028. Pada uumnya ibu balita di Puskesmas Cimahi Tengah masih mempunyai pengetahuan yang kurang tentang perawatan ISPA di rumah, sehingga penyakit infeksi saluran pernafasan masih cenderung meningkat. Berdasarkan hasil diatas, maka perlunya peningkatan promosi penatalaksanaan ISPA di rumah baik secara individu dan kelompok yang dilakukan secara berkala dengan sistem konseling dan meningkatkan usaha preventif dan promotif pada keluarga untuk menghindari anak dengan infeksi saluran pernafasan lebih lanjut serta mengaplikasikan pengetahuan dan wawasan yang dimiliki oleh ibu balita dalam tindakan melakukan perawatan anak dengan ISPA secara baik sesuai dengan nasehat tenaga kesehatan. Kata kunci : Pengetahuan ibu, pneumonia, ISPA.

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM

83

PENDAHULUAN Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010 adalah pembangunan kesehatan masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia (Dep Kes, 2002). Untuk dapat mewujudkan hal tersebut diatas telah disusun pokok-pokok Program Pembangunan Kesehatan yang salah satunya adalah program penyakit menular dan imunisasi. Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan merupakan upaya yang mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia serta merupakan bagian dari upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan yang serius di negara berkembang dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Angka mortalitas Pneumonia di negara maju berkisar 10-15%, sedang di negara berkembang lebih tinggi. Di Indonesia kejadian Pneumonia pertahun diperkirakan 10-20% dari jumlah Balita dan 10% penderita Pneumonia akan meninggal bila tidak diberi pengobatan. ISPA sendiri sempat dijuluki sebagai pembunuh utama kematian bayi dan balita di Indonesia. Hal ini merujuk pada hasil Konferensi Internasional mengenai ISPA di Canberra, Australia, juli 1997, yang menemukan 4 juta bayi dan balita di negara-negara berkembang meninggal tiap tahun akibat ISPA. Pada akhir tahun 2000 diperkirakan kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia mencapai lima kasus diantara 1000 bayi/balita. Artinya, pneumonia mengakibatkan 150 ribu bayi atau balita meninggal tiap tahunnya atau 12.500 korban perbulan, atau 416 kasus sehari, atau 17 anak perjam, atau seorang bayi tiap lima menit. (Silalahi, 2004). Berdasarkan 20 penyakit terbanyak di Puskesmas Cimahi Tengah penyakit Infeksi Saluran Pernapasan masih menduduki urutan pertama pada semua golongan umur. Dari hasil laporan tahunan Program P2ISPA Puskesmas Cimahi Tengah, angka kesakitan anak balita dengan penyakit ISPA tahun 2004 adalah sebagai berikut :

Tabel 1 Angka Kesakitan anak balita dengan Penyakit ISPA di Puskesmas Cimahi Tengah Bulan Januari – Desember 2004 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM

Jumlah 34 16 11 7 10 10 12 7

84

9. 10. 11. 12.

September Oktober Nopember Desember Jumlah

3 3 3 2 118

Sumber : Laporan P2ISPA Puskesmas Cimahi Tengah

Disamping itu jumlah anak yang menderita penyakit Batuk Bukan Pneumonia di Puskesmas Cimahi Tengah juga cenderung meningkat. Pada kelompok umur bayi < 2 bulan menduduki urutan ke tiga (11,82%), kelompok umur 2 – 11 bln menduduki urutan ke dua (29,04%), sedangkan kelompok umur 1-4 tahun (Balita) menduduki urutan 1 (59,13%). Hal ini dapat terlihat pada tabel 1.2 sebagai berikut : Tabel 2 Angka Kesakitan anak balita dengan Penyakit Batuk Bukan Pneumonia di Puskesmas Cimahi Tengah Bulan Januari – Desember 2004 Umur Bayi<2bln 2-11 bulan 1-4 tahun 1. Januari 15 27 39 2. Pebruari 13 27 32 3. Maret 10 21 24 4. April 3 7 5. Mei 1 3 7 6. Juni 2 3 7 7. Juli 7 10 8. Agustus 9 18 22 9. September 7 13 45 10. Oktober 3 13 61 11. Nopember 7 13 64 12. Desember 1 19 22 Jumlah 68 167 340 Sumber : Laporan P2ISPA Puskesmas Cimahi Tengah No

Bulan

Hal ini menunjukan bahwa penyakit infeksi saluran pernapasan di Puskesmas Cimahi Tengah cenderung meningkat, baik pada organ pernapasan bagian atas maupun bawah. Terjadinya ISPA pada anak awalnya terjadi karena anak terlalu sering mengalami batuk pilek sehingga lebih mudah terinfeksi. Akibatnya bakteri dan virus pun mudah berkembang karena daya tahan tubuh anak yang menurun. Oleh karena itu, pneumoni lebih banyak terjadi pada bayi dan balita. Namun ada beberapa anak yang memang lebih beresiko dibandingkan dengan anak-anak yang lain yaitu anak-anak yang berusia di bawah 2 bulan, yang status gizinya kurang, lahir dengan BB kurang dari 2,5 kg, yang tidak diberi ASI atau kekurangan vitamin A dan anak yang belum mendapatkan imunisasi campak atau HIB (Haemophillus Influenzae Tipe B) (Karel, 2005). Selain permasalah diatas, pelaksanaan pemberantasan ISPA di Indonesia pada umumnya dan Puskesmas Cimahi Tengah pada khususnya masih menghadapi berbagai masalah dan kendala. Salah satu masalah yang

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM

85

dihadapi adalah masih rendahnya cakupan penemuan penderita pneumonia balita. Puskesmas Cimahi Tengah yang mempunyai 2 daerah binaan yaitu Cimahi dan Karang Mekar belum dapat mencapai cakupan pneumonia sesuai target yaitu Cimahi 20 kasus dan Karang Mekar 28 kasus, hal ini disebabkan karena masih rendahnya kualitas tatalaksana kasus ISPA pada balita di sarana kesehatan, dan belum maksimalnya promosi penanggulangan pneumoni balita. Dari hasil penelitian juga menunjukan hanya 4% ibu yang anaknya dibawa berobat untuk ISPA diberi nasehat yang tepat tentang pengobatan di rumah (Dep Kes, 1999). Menurut DepKes RI (1993) anggota keluarga sangat penting mengetahui, dan harus terampil menangani anak dengan ISPA termasuk perawatan di rumah berupa pemberian makan, cairan, pemberian obat pelega dan pereda batuk, melanjutkan pemberian ASI, membersihkan hidung dari ingus, dan mengobati demam. Penanganan ISPA tingkat keluarga atau rumah tangga secara keseluruhannya dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu perawatan penunjang oleh ibu balita, tindakan segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita, dan pencarian pertolongan (care seeking) pada pelayanan kesehatan. Dengan pengetahuan yang dimiliki keluarga, diharapkan dapat membantu menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dampak pneumonia pada anak balita. Karena dari hasil penelitian yang dilakukan Joheston dkk di Inggris ditemukan adanya korelasi antara penurunan paru dan produktivitas pada masa dewasa dengan kejadian pneumonia pada masa balita. (Warta Posyandu, 1999). Menurut Azrul Azwar, saat ini ada 24 juta keluarga Indonesia yang mempunyai anak balita, dimana sebanyak 30% balita mengalami gizi kurang, sehingga rentan terhadap penyakit infeksi (Info Balita,2000). Oleh sebab itu petugas kesehatan hendaknya terus berupaya meningkatkan pengetahuan keluarga melalui pendidikan kesehatan. Dengan pendidikan kesehatan diharapkan perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemulihan dan peningkatan kesehatan. Menurut Green, perilaku manusia itu dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup : pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan sistem nilai, faktor pemungkin (enambling factors) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, dan faktor penguat (reinforcing factors) mencakup sikap dan perilaku petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Pengetahuan yang merupakan faktor predisposisi merupakan komponen yang sangat penting, walaupun peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan terjadinya perubahan perilaku, tetapi mempunyai hubungan yang positif untuk terjadinya perubahan perilaku, karena pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) ( Soekidjo, 2003 ). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan. Kalangie (1993) dalam Model Pendekatan Sosio Budaya dan Pengembangan Posyandu menyatakan bahwa perilaku yang secara sadar terjadi dan menguntungkan kesehatan berhubungan secara bermakna dengan tingkat pengetahuan . Dengan pengetahuan akan meningkatkan kepercayaan diri bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan kegiatan pencegahan dan

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM

86

penyembuhan secara sadar yang efeknya akan terakumulasi dalam diri seseorang yang masuk kedalam sistem nilai, sikap, yang akhirnya menuju pada perilaku kesehatan. Maka berdasarkan fenomena dan dampak yang besar yang terjadi pada anak balita dengan pneumonia, serta belum pernahnya dilakukan penelitian yang berhubungan dengan pengetahuan ibu tentang perawatan ISPA di rumah di Puskesmas Cimahi Tengah. Tujuan penelitian ini adalah penulis ingin melakukan pengukuran pengetahuan ibu serta pengaruhnya terhadap kejadian ISPA pada balita dan melihat hubungan antara keduanya. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat survei analitik dengan rancangan penelitian Cross Sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat ( point time approach ). Kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut :

Pengetahuan Ibu tentang perawataan ISPA di rumah

Kejadian ISPA

Karakteristik Ibu • Pendidikan • Pekerjaan Karakteristik Balita • Umur • Jenis Kelamin Variabel yang diteliti hanya variabel independen yaitu pengetahuan ibu tentang perawatan ISPA dengan melihat karakteristik ibu (pendidikan dan pekerjaan) dan karakyeristik balita (umur dan jenis kelamin). Untuk memudahkan pengertian dan menyamakan persepsi, maka perlu diberikan batasan-batasan operasional dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penulisan ini sebagaimana yang disusun dalam tabel berikut ini :

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM

87

Tabel 3 Definisi Operasional No. 1.

Variabel Kejadian ISPA

2.

Pengetahuan Ibu

3.

Umur Balita

4.

Jenis kelamin Balita

5.

Tingkat Pendidikan Ibu

6.

Jenis Pekerjaan Ibu

Definisi Operasional Balita yang mengalami batuk pilek. 1 = Balita dengan batuk pilek biasa 2 = Balita yang mengalami tarikan dinding dada dan napas cepat Pengetahuan ibu tentang perawatan ISPA di rumah. 1 = Baik (jika skor >75 %) 2 = kurang ( jika skor < 75 % ) Lamanya waktu hidup sejak lahir sampai waktu penelitian dalam satuan waktu bulan. 1 = 0 - 11 bulan (bayi) 2 = 12-25 bulan (batita) 3 = 36-59 bulan (prasekolah) Status gender Balita yang diketahui dari penampilan fisik yang diamati 1 = laki-laki 2 = perempuan Jenjang Sekolah tertinggi yang pernah dijalani oleh ibu 1 = tinggi, bila SMA, Akademi dan PT 2 = rendah, bila tidak sekolah SD, SMP. Penggolongan tingkat tinggi pendidikan berdasarkan wajib belajar 9 tahun. Jenis pekerjaan ibu untuk menambah penghasilan keluarga. 1 = bekerja didalam rumah (IRT, berdagang dirumah) 2 = bekerja di luar rumah (pegawai swasta, PNS, buruh, guru, wiraswasta, perawat)

Alat Ukur Kuesioner

Skala Nominal

Kuesioner

Nominal

Kuesioner

Nominal

Kuesioner

Nominal

Kuesioner

Nominal

Kuesioner

Nominal

Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang berobat ke Puskesmas Cimahi Tengah dengan berbagai penyakit. Adapun sampel yang diambil adalah semua balita yang berobat ke Puskesmas Cimahi Tengah dengan penyakit ISPA yang berjumlah 94 orang. Cara pengambilan sampel menggunakan Quota Sampling, yaitu teknik penentuan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah ( jatah ) yang dikehendaki. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan : 1. Analisis univariat untuk mencari distribusi frekuensi dari masing-masing variabel 2. Analisis bivariat untuk mengetahui variabel yang dianggap berhubungan dengan kejadian ISPA. Pengujian korelasi antar variabel diukur dengan uji statististk chi square. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Cimahi tengah, dimana pengumpulan data dilakukan dari bulan Juni – Juli 2005.

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM

88

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Univariat a. Kejadian ISPA Pada Balita

Tabel 4 Distribusi Responden berdasarkan Kejadian ISPA pada Balita No. Kejadian ISPA pada Balita 1. Bukan Pneumoni 2. Pneumoni Jumlah

Jumlah

Persentase (%)

80 15 95

84,2 15,8 100,0

Berdasarkan table diatas dapat diketahui bahwa kejadian ISPA pada balita masih cenderung meningkat, dimana sebanyak 84,2% balita mengalami bukan pneumonia sedangkan 15,8% mengalami pneumonia. Angka kejadian tersebut lebih tinggi bila dibandingkan angka kejadian batuk bukan pneumonia pada balita pada tahun 2004 pada kelompok umur 1-4 tahun dengan proporsi sebesar 59,1% (laporan P@ISPA Puskesmas Cimahi Tengah). b. Jenis kelamin Balita

Tabel 5 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin Balita No. Jenis Kelamin Balita 1. Laki-laki 2. Perempuan Jumlah

Jumlah 53 42 95

Persentase (%) 55,8 44,2 100,0

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin balita laki-laki sebanyak 55,8% sedangkan perempuan sebanyak 44,2%. c. Umur Balita

Tabel 6 Distribusi Responden berdasarkan Umur Balita No. 1. 2. 3.

Umur Balita 0-11 bulan 12-35 bulan 36-59 bulan jumlah

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM

Jumlah 11 29 55 95

Persentase (%) 11,6 30,5 57,9 100,0

89

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa umur balita (0-11 bulan) sebanyak 11,6%, (12-35 bulan) sebanyak 30,5% dan balita umur (36-59 bulan) sebanyak 57,9%. d. Tingkat Pengetahuan Ibu

Tabel 7 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu No. Tingkat Pengetahuan Ibu 1. Baik 2. Kurang baik Jumlah

Jumlah 31 64 95

Persentase (%) 32,6 67,4 100,0

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu baik sebanyak 32% sedangkan kurang baik sebanyak 67,4%. e. Tingkat Pendidikan Ibu

Tabel 8 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu No. Tingkat Pendidikan Ibu 1. Tinggi 2. Rendah Jumlah

Jumlah 33 62 95

Persentase (%) 34,7 65,3 100,0

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai pendidikan tinggi sebanyak 34,7%, sedangkan ibu yang berpendidikan rendah sebanyak 65,3%. f. Jenis Pekerjaan Ibu

Tabel 9 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan Ibu Jumlah Persentase (%) No. Jenis Pekerjaan Ibu 1. Bekerja di dalam rumah 79 83,2 2. Bekerja di luar rumah 16 16,8 Jumlah 95 100,0 Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang bekerja di dalam rumah sebanyak 83,2%, sedangkan ibu yang bekerja di luar rumah sebanyak 16,8%.

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM

90

2. Analisis Bivariat a. Hubungan Kejadian ISPA Pada Balita Dengan Jenis Kelamin Balita

Tabel 10 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin balita dengan Kejadian ISPA pada Balita

1.

Laki-laki

Kejadian ISPA Bukan Pneumoni Pneumoni (+) (-) n % n % 45 84,9 8 15,1

2.

Perempuan

35

83,3

7

16,7

42

Jumlah *p<0,05;**p<0,01

80

84,2

15

15,8

95

Jenis No Kelamin Balita

Total N

OR 95 % CI

P Value

53

1,125 (0,3723,401)

1.000

Dari hasil analisis hubungan antara kejadian ISPA pada balita dengan jenis kelamin balita diperoleh bahwa balita yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 84,9% kejadian bukan pneumoni sedangkan balita perempuan sebanyak 83,3% kejadian bukan pneumoni pada balita. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 1,000 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada balita. Menurut Karel (2005), anak dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan secara teori belum dapat diketahui secara pasti mempengaruhi terjadinya penyakit, sehingga berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, tetapi kedua jenis kelamin ini sama-sama beresiko mengalami ISPA diantaranya adalah anak dengan status gizi kurang, lahir dengan BB kurang dari 2,5 Kg, tidak mendapatkan ASI, dan tidak lengkap dalam mendapatkan imunisasi.

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM

91

b. Hubungan Kejadian ISPA Pada Balita Dengan Umur Balita

Tabel 11 Distribusi responden berdasarkan umur balita dengan Kejadian ISPA pada Balita Kejadian ISPA No

Umur Balita

1. 2.

0-11 bulan 12-35 bulan 3. 36-59 bulan Jumlah *p<0,05;**p<0,01

Bukan Total Pneumoni (Pneumoni (+) N ) n % n % 10 90,9 1 9,1 11 23 79,3 6 20,7 29

P Value

0,619 47

85,5

8

14,5

55

80

84,2

15

15,8

95

Dari hasil analisis hubungan antara kejadian ISPA pada balita dengan umur balita menunjukkan bahwa umur balita (0-11 bulan) bukan Pneumoni sebanyak 90,9 persen, balita umur (12-35 bulan) bukan Pneumoni sebanyak 79,3 persen dan balita umur (36-59 bulan) bukan Pneumoni sebanyak 85,5 persen. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P Value = 0,619 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur balita dengan kejadian ISPA pada balita. c.. Hubungan Kejadian ISPA Pada Balita Dengan Tingkat Pengetahuan Ibu

Tabel 12 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Balita

No

Tingkat Pengetahuan Ibu

1.

Baik

Kejadian ISPA Bukan Pneumoni Pneumoni (+) (-) n % n % 30 96,8 1 3,2

2.

Kurang Baik

50

78,1

14

21,9

64

80

84,2

15

15,8

95

Jumlah

Total N

OR 95 % CI

P Value

31

8,400 (1,05167,146)

0,018

*p<0,05;**p<0,01 Dari hasil analisis hubungan antara kejadian ISPA pada balita dengan tingkat pengetahuan ibu diperoleh bahwa ibu yang

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM

92

mempunyai pengetahuan baik dan balitanya mengalami penyakit bukan pneumoni sebanyak 96,8%, sedangkan ibu yang mempunyai pengetahuan kurang baik sebanyak 3,2%. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,018 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian ISPA pada balita dengan tingkat pengetahuan ibu. Adapun besar bedanya dapat dilihat dari nilai OR yang besarnya 8,400 (95 % CI : 1,051-67,146), artinya ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan baik mempunyai peluang 8,400 kali kejadian bukan pneumoni pada balita dibandingkan dengan ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang baik. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sudirman(2000), bahwa 97 ibu balita dari 150 ibu balita mempunyai pengetahuan yang kurang dengan proporsi 64,6% dan terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian ISPA pada balita dengan tingkat pengetahuan ibu sebasar 1,60 kali (95% CI 1,00-2,54). Berdasarkan hal tersebut dapatla dikatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu komponen yang sangat penting untuk merubah perilaku keluarga dalam melakukan perawatan ISPA di rumah. Karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif maka akan lebih langgeng (long lasting) daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan terutama perilaku yang mendukung pada perilaku kesehatan (Soekidjo,2003). Dengan adanya pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan ISPA, maka akan mendukung sikap dan kesadaran kelaurga untuk melakukan tindakan yang nyata dalam melakukan perawatan ISPA di rumah dengan baik sesuai dengan nasehat tenaga kesehatan, karena dengan perawatan yang baik di rumah anak dengan pneumonia dapat disembuhkan (Depkes RI, 1998). d. Hubungan Kejadian ISPA Pada Balita Dengan Tingkat Pendidikan Ibu

Tabel 13 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Balita

1.

Tinggi

Kejadian ISPA Bukan Pneumoni Pneumoni (+) (-) n % n % 32 97,0 1 3,0

2.

Rendah

48

77,4

14

22,6

62

Jumlah

80

84,2

15

15,8

95

Tingkat No Pendidikan Ibu

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM

Total N

OR 95 % CI

P Value

33

9,333 (1,16974,520)

0,028

93

*p<0,05;**p<0,01 Dari hasil analisis hubungan antara kejadian ISPA pada balita dengan tingkat pendidikan ibu diperoleh bahwa ibu yang mempunyai pendidikan tinggi dan balitanya mengalami penyakit bukan Pneumoni sebanyak 97% sedangkan ibu yang mempunyai pendidikan rendah dan balitanya mengalami penyakit bukan pneumoni sebanyak 77,4%. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P Value = 0,028 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian ISPA pada balita dengan tingkat pendidikan ibu. Adapun besar bedanya dapat dilihat dari nilai OR yang besarnya 9,333 (95 % CI : 1,169-74,520), artinya ibu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi mempunyai peluang 9,333 kali kejadian bukan pneumoni pada balita dibandingkan dengan ibu yang mempunyai tingkat pendidikan rendah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Riswandi (2002), bahwa balita yang ibunya berpendidikan rendah mempunyai resiko untuk menderita ISPA lebih besar dibandingkan dengan balita yang mempunyai ibu berpendidikan tinggi, karena ibu yang berpendidikan baik akan mempunyai wawasan yang cukup dalam memelihara kesehatan bayi dan anaknya. e. Hubungan Kejadian ISPA Pada Balita Dengan Jenis Pekerjaan Ibu

Tabel 14 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Balita

Jenis No Pekerjaan Ibu 1. 2.

Kejadian ISPA Bukan Pneumoni Pneumoni (+) (-) n % n %

Bekerja di 69 dalam rumah Bekerja di 11 luar rumah Jumlah 80 *p<0,05;**p<0,01

Total N

OR 95 % CI

P Value

1,288 (0,3185,213)

0,124

87,3

10

12,7

79

68,8

5

31,3

16

84,2

15

15,8

95

Dari hasi penelitian menunjukkan bahwa ibu yang bekerja di dalam rumah dan balitanya mengalami penyakit bukan pneumoni sebanyak 87,3%, sedangkan ibu yang bekerja di luar rumah dan balitanya mengalami penyakit bukan pneumoni sebanyak 68,8%.

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM

94

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P Value = 0,124 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA pada balita.

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Gambaran Pengetahuan ibu balita tentang perawatan ISPA di rumah di Puskesmas Cimahi Tengah masih kurang dimana 64 dari 95 ibu balita (67,4%) mempunyai pengetahuan kurang baik tentang perawatan ISPA di rumah. 2. Gambaran kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Cimahi Tengah menunjukan bahwa 80 dari 95 balita (84,2%) mengalami penyakit bukan pneumonia. Dengan demikian penyakit infeksi saluran pernafasan pada balita di Puskesmas Cimahi tengah masih cenderung meningkat. 3. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita dimana ibu yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang perawatan ISPA di rumah mempunyai peluang pada anknya untuk mengalami penyakit bukan pneumonia dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan kurang baik. 4. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ibu dengan kejadian ISPA pada balita.dimana ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan mempunyai peluang pada anaknya untuk tidak mengalami pneumonia karena ibu mempunyai wawasan yang cukup dalam memelihara kesehatan anaknya. 5. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dan jenis kelamin balita dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Cimahi tengah. 6. Dari hasil penelitian menunjukan tidak terdapat hubungan yang bermakna pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Cimahi Tengah. Dari kesimpulan diatas, untuk mengantisipasi hal-hal tersebut dan untuk mencapai tujuan agar kejadian ISPA pada anak balita tidak meningkat di Puskesmas Cimahi Tengah maka disarankan sebagai berikut : 1. Perlunya ditingkatkan Promosi penatalaksanaan ISPA di rumah di pusat pelayanan kesehatan baik secara individu maupun kelompok secara berkala dengan sistem konseling dengan harapan peningkatan pengetahuan yang dimilikinya, keluarga memiliki tanggung jawab yang besar pada kesehatan dirinya, dan melakukan langkah-langkah positif untuk mencegah terjadinya penyakit. 2. Perlunya ditingkatkan usaha preventif seperti memberikan gizi yang seimbang, ASI yang adekuat, dll serta usaha promotif seperti menjaga lingkungan, menghindari penderita ISPA, menghindari perokok, dll pada keluarga agar anak yang mengalami infeksi saluran pernafasan tidak mengalami penyakit lebih lanjut.

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM

95

3. Diharapkan ibu bvalita yang sudah mempunyai pengetahuan yang baik memberikan dukungan sikap dan kesadaran yang positif pada kelaurga (ibu) untuk melakukan tindakan yang lebih nyata untuk melakukan perawatan ISPA di rumah dengan baik sesuai dengan nasehat dari tenaga kesehatan. 4. Diharapkan ibu balita yang mempunyai pendidikan tinggi dan bekerja di luar rumah dapat mengaplikasikan pengetahuan dan wawasan yang dimilikinya untuk dapat mengatasi masalah kesehatan anaknya, karena kalau ibu tidak mengamalkan ilmu yang dimilkinya maka hal tersebut akan sia-sia. 5. Diharapkan ibu tetap memberikan perhatian yang khusus pada balita dalam mempertahankan daya tahan tubuhnya karena usia bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit infeksi termasuk pnemonia, walaupun dari hasil penelitian menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan umur balita terhadap kejadian ISPA pada balita.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto.S.,(1998), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek., Jakarta : Rineka Cipta. __________., (1993)., Bimbingan Keterampilan Dalam Tatalaksana Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak., Jakarta : Dirjen P2M & PLP., DepKes RI. Effendy.N.,(1998)., Dasar-Dasar Masyarakat., Jakarta : EGC.

Keperawatan

Kesehatan

__________., (1999)., Infeksi Saluran Pernapasan Akut dan Peumonia Pembunuh Utama Bayi di Indonesia., Warta Posyandu., Jakarta : Ditjen BinKesmas., DepKes RI. Isda Yulianti, Djauhar Ismail, Sukaryanto Supardi., (2002)., Faktor Resiko Kejadian Pnemonia pada Anak Balita di Kota Banjarmasin., Berita Kedokteran Masyarakat., Tahun XVIII., Yogyakarta : Program Pendidikan Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran UGM. Notoatmodjo.S., (2003)., Metodologi Penelitian Kesehatan., Jakarta : PT. Rineka Cipta. Notoatmodjo.S., (2002)., Pendidikan dan Perilaku Kesehatan., Jakarta : PT. Rineka Cipta. _____________., (2002)., Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Untuk Penangggulangan Pneumonia Pada Balita., Jakarta : Dirjen P2M & PLP., DepKes RI.

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM

96

_____________., ( 2002)., Pedoman Promosi Penanggulangan Pneumonia Balita., Jakarta : Dirjen P2M & PLP., DepKes RI. _____________., & WHO., (2001)., Pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)., Jakarta : Dirjen P2M & PLP., DepKes RI. Riduwan., (2003)., Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian., Bandung : Alfabeta. Riduwan., (2004)., Metode dan Teknik Menyusun Tesis., Bandung : Alfabeta. Rismandri., (2002)., Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Warujaya Kecamatan Parung Kabupaten Bogor., Skripsi., Jakarta : Universitas Indonesia. Sunaryo., (2004)., Psikologi Untuk Keperawatan., Jakarta : EGC. Sudirman., (2000)., Hubungan Praktek Penanganan ISPA oleh Ibu di Tingkat Keluarga dengan Kejadian Pneumonia Balita di Puskesmas Kabupaten Bandung., Tesis., Jakarta : Universitas Indonesia. Staa.Karel A.L., (2005)., Merawat Anak Sakit di Rumah ., Jakarta : Puspa Suara. Tantaro.I., (1998)., Tinjauan Ringkas Tentang Aspek Komunikasi dan Penyebaran Informasi dalam Pemberantasan ISPA di Indonesia., Majalah Kesehatan Masyarakat., Tahun XXVIII., Jakarta : Subdirektorat ISPA DepKes RI. Trapsilowati.W., (1999)., Waspadai Bahaya ISPA dan Pneumonia ., Majalah Kesehatan Masyarakat., Edisi ke- 156., Jakarta : DepKes RI. Usman.H., (2000)., Pengantar Statistik., Jakarta : PT. Bumi Aksara. Uha Sulika, Herawani, Suniati., (2002)., Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan., Jakarta : EGC.

Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM

97