HUBUNGAN PERSEPSI RISIKO KECELAKAAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Download ketika melanggar lampu merah, individu cenderung menggunakan heuristic. Beberapa ... Proses pengambilan keputusan pengendara untuk melangga...

0 downloads 494 Views 969KB Size
Nugroho Budiastomo dan Guritnaningsih A. Santoso: Hubungan Persepsi Risiko

HUBUNGAN PERSEPSI RISIKO KECELAKAAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MELANGGAR LAMPU MERAH

r I .....•·•·•.· .·

Nygroho Budiastomo dan Guritnaningsih A. Santoso Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta Abstrak

Data Departemen Perhubungan menyebutkan bahwa dari 17.732 kecelakaan di Indonesia pada tahun 2004, 14.223 diantaranya melibatkan sepeda motor ("Motor", 2005). Kecelakaan dapat terjadi di persimpangan jalan, terotama bila pengendara melanggar lampu merah. Tingkah laku melanggar lampu merah termasuk perilaku mengemudi agresif. Ketika melanggar lampu merah, pengendara melakukan proses pengambilan keputusan. Dalam mengambil keputusan yang melibatkan risiko tinggi, seperti ketika melanggar lampu merah, individu cenderung menggunakan heuristic. Beberapa heuristic tersebut adalah representativeness, availability heuristic, dan framing effect (Tversky & Kahneman dalam Wickens & Hollands, 2000). Proses pengambilan keputusan pengendara untuk melanggar lampu merah atau tidak dipengaruhi oleh persepsi risiko kecelakaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi risiko antara lain asal risiko, baru tidaknya risiko, kewaspadaan, pertukaran risiko-keuntungan, dan kepercayaan (Ropeik & Slovic, 2003). Individu yang berusia 18 sampai 25 tahun memiliki kecenderungan untuk menilai situasi berbahaya sebagai berisiko rendah (Ferguson, 2003). Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk meneliti hubungan persepsi risiko kecelakaan dan pengambiJan keputusan melanggar lampu merah. Subyek penelitian adalah pengendara sepeda motor yang berosia 18 sampai 25 tahun. Tipe penelitian yang dilakukan adalah kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat ukur. Kuesioner ini terdiri dari dua bagian masing-masing mengukur pengambilan keputusan dan persepsi risiko. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian memiliki nilai reliabilitas mas;ng­ masing sebesar 0.95 dan niJai validitas dari masing-masing item di atas 0.2. Selain itu dilakukan WRwancara kepada beberapa subyek. Desain penelitian yang dilakukan adalah field study. Dari penelitian ini diperoleh ni/ai koefisien korelasi sebesar n. 12 (p>O. 05). HasiJ tersebut menunjukan tidak terdapat f:ubungan yang signifikan antara persepsi risiko kecelakaan dan pengambilan keputusan melanggar lampu merah. Saran yang dapatdiajukan berdasarkan penelitian ini adalah melakukan pene/itian lebih lanjut yang melibatkan faktor persepsi risiko lainnya, rentang usia subyek yang lebih luas. dan tingkat nendidikan. Selain itu, saran praktis yang dapat diberikan adalah penempatan polisi dan kamera di persimpangan jalan yang dapat meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan lalu lintas, serta sosialis,asi mengenai situasi-situasi yang berisiko tinggi ketika berada di persimpangan.

55

BUKU INI MILIK UPT. PERPUSTAKAAN Harap DIJaga Keuluhannya

JPS VoL. 13 No. 01 Januari 2007

kendaraan yang paling sering terlibat dalam kecelakaan. Data Departemen Perhubungan menyebutkan bahwa dari 17.732 kecelakaan di seluruh Indonesia pada tahun 2004, 14.223 diantaranya melibatkan sepeda motor ("Motor", 2005). Selain jumlah kecelakaan yang besar, kemungkinan mengalami cedera juga lebih besarterjadi pada pengendara sepeda motor dibandingkan dengan mobil. Pengendara sepeda motor tidak terlindungi dari massa kendaraan seperti pada pengendara mobil. Kurangnya disiplin para pengendara sepeda motor untuk mengenakan helm dan menaati peraturan juga memberikan andil dalam memperbesar kemungkinan terjadinya cedera. Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan pengendara sepeda motor dapat terjadi di jalan yang lurus, tikungan, dan persimpangan jalan. Tidak jarang kecelakaan yang terjadi didahului dengan pelanggaran peraturan lalu Iintas. Sebagai contoh adalah pengendara sepeda motoryang memacu motornya di atas batas kecepatan yang diperbolehkan, sehingga akhirnya bertabrakan dengan kendaraan lain di depannya. Persimpangan jalan merupakan lokasi dimana kemungkinan terjadinya kecelakaan cukup tinggi. Alasannya adalah pada pdrsimpangan, pemotongan arus jalan tidak dapat dihindari. Persimpangan jalan merupakan daerah konflik dimana pertemuan atau perpotongan jalan terjadi. Apabila seorang pengendara akan melalui sebuah persimpangan, maka individu harus memotong setidaknya satu arus lalu lintas. Hal-hal seperti inilah yang membuat kecelakaan sering terjadi. Meskipun di persimpangan tersebut sudah dilengkapi dengan lampu lalu lintas dan rambu-rambu lainnya, kecelakaan tetap mung kin terjadi.

Pendahuluan . Setiap hari manusia berhadapan . dengan risiko, yaitu kemungkinan terjadinya sebuah kecelakaan (Hauer dalam Hakkert & Braimaister, 2002). Salah satu contohnya adalah, seorang pengendara berisiko meninggal dunia karena terlibat dalam kecelakaan lalu lintas. Kecelaka~n lalu lintas adalah suatu kejadian dimana setidaknya satu kendaraan bermotorterlibat, yang terjadi di jalan umum dan mengakibatkan cedera atau luka-Iuka (Hakkert & Braimaister, 2002). Risiko-risiko kecelakaan lalu lintas tersebut tidak terlepas dari kehidupan orang-orang yang tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta. Di Jakarta, risiko terlibat· dalam kecelakaan lalu lintas cukup besar. Menurut catatan Polda Metro Jaya, selama tahun 2005, terjadi 4.134 kecelakaan lalu Iintas. Jumlah korban meninggal dunia sebanyak 1.067 orang dan 2.334 menderita luka berat ("Sebal", 2006). Bila dihitung, berarti setidaknya setiap hari terjadi sebelas kecelakaan lalu lintas..Kondisi ini tentunya sangat mengkhawatirkan. Jumlah kendaraan yang ada di Jakarta dan kota-kota satelit sekitarnya cukup banyak. Dalam catatan Direktorat Lalu Lintas Polda Metropolitan Jaya hingga November 2005 tercatat jumlah kendaraanrodaduasebanyak4.245.592 unit di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Prabowo, 2005). Banyaknya sepeda motor yang ada di Jakarta dan kota satelit sekitarnya ini dapat disebabkan oleh berbagai keunggulan yang dimilikinya, antara lain harga sepeda motor yang relatif terjangkau dan konsumsi bahan bakar yang relatif irit. Dari fakta begitu banyaknya jumlah sepeda motor, tidak mengherankan kalau sepeda motor merupakan

56

Nugroho Budiastomo dan Guritnaningsih A. Santoso: Hubungan Persepsi Risiko

r I

Kemungkinan terjadinya kecelakaan dapat meningkat bila pengendara kendaraan yang menggunakan jalan tersebut melanggar peraturan lalu Iintas. Misalnya seorang pengendara sepeda motor melanggar lampu merah, kemudian dapat mengakibatkan tabrakan dengan kendaraan lain yang bergerak dari arah kanan atau kiri. Perilaku melanggar lampu merah merupakan penyebab utama terjadinya kece/akaan di perkotaan dan tiap tahunnya menyebabkan delapan ribu orang meninggal dunia, serta satu juta lainnya mengalami luka-Iuka (James & Nahl, 2000). Oi Jakarta terjadi 14. 385 pelanggaran lampu merah selama periode 18 November sampai 17 Desember 2005 (Witjaksena, 2005) Sewaktu mengendarai sepeda motor, pengendara selatu dihadapkan pada situasi yang menuntut untuk melakukan pengambilan keputusan, tidak terkecuali di persimpangan jalan. Misalnya pada perempatan jalan, pengendara sepeda motor dituntut untuk memutuskan berbelok ke kanan atau ke kiri, atau terus melaju ke depan. Pengambilan keputusan lain adalah ketika pengendara memutuskan untuk melanggar lampu merah yang dihadapinya atau menunggu hingga lampu hijau menyala. Pengambilan keputusan untuk melanggar lampu merah dapat dikategorikan sebagai pengambilan keputusan yang menyangkut pilihan­ pilihan berisiko. Pengkategorian ini dilakL.:,an karena pada pengambilan keputusan melanggar lampu merah terlibat pilihan dengan risiko yang besar. Pilihan tersebutadalah melanggarlampu merah yang diikuti dengan kemungkinan terjadinya kecelakaan yang dapat membahayakan nyawa pengendara. Dalam pengambilan keputusan yang menyangkut pilihan berisiko, manusia

seringkali menggunakan beberapa heuristic, yakni representativeness, availabl1ity heuristic, dan framing effect (Tversky & Kahneman dalam Wickens & Hollands, 2000). Ketika seseorang mengendarai sebuah sepeda motor, pengambilan keputusannyadipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah persepsi risiko kecelakaan (Sanders & McCormick, 1992). Persepsi risiko adalah penilaian subjektif dari kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan dan seberapa besar perhatian individu akan konsekuensinya (Sjoberg, Moen, & Rundmo, 2004). Dalam mengambil keputusan untuk melanggar lampu merah, pengendara dipengaruhi persepsi risikonya apabila menjalankan tindakan tersebut. Umumnya pengendara tidak akan mengambil keputusan untuk melakukan suatu tindakan yang dipersepsi sebagai berisiko tinggi, bahkan sangat tinggi sehingga akan berdampak pada terancamnya keselamatan diri sendiri dan orang lain. Namun tidak jarang pula persepsi mereka salah. Pengendara­ pengendara tersebutmempersepsi risiko yang lebih kedl daripada risiko yang sebenarnya. Akibatnya pengendara mengambil keputusan yang berisiko tinggi sehingga dapat membahayakan keselamatan. Salah satu contoh yang paling sering ditemui oleh peneliti adalah ketika seorang pengendara sepeda motor melanggar lampu merah. Mungkin saja pengendara tersebut mempersepsi risiko yang rendah dari keputusan untuk melanggar lampu merah, padahal risiko sebenarnya tinggi. Hal yang dapat terjadi adalah pengendara tersebut berpeluang besar ditabrak oleh kendaraan yang melaju dari sisi kiri atau kanannya. Kesalahan persepsi sangat mungkin terjadi dikarenakan sifat subjektif dari persepsi risiko.

57

JPS VoL. 13 No. 01 Januari 2007

horizontal alignment dan curvature. Pengendara sepeda motor akan menjadi fokus dari penelitian. Selain jumlahnya yang banyak, pengendara motor adalah pengguna jalan yang paling banyak melanggar larnpu merah (Prabowo, 2005). Pengendara sepeda motor yang akan diteliti adalah yang berusia 18 sampai 25 tahun dan memiliki SIM C. Batasan rentang usia ini dipilih karena pengendara dalam rentang usia ini memiliki kecenderungan untuk menilai situasi yang berbahaya sebagai berisiko rendah (Ferguson, 2003). Dalam penelitian ini faktor­ faktor persepsi risiko kecelakaan yang akan digunakan adalah asal risiko, ban.i tidaknya risiko, kewaspadaan, pertukaran risiko-keuntungan, dan kepercayaan. Beberapa faktor ini"dipilih karena menurut peneliti faktor-faktor tersebut dapat divariasikan ke dalam situasi-situasi untuk penelitian ini. Tipe pene/itian yang diJakukan adaJah kuantitatif, dengan desain penelitian field study. Penelitian akan dilakukan dengan memberikan pernyataan mengenai suatu situasi kepada subyek, kemudian meminta subyek untuk mengambil keputusan menanggapi situasi tersebut. Selanjutnya subyek diminta mempersepsi risiko dari situasi yang dihadirkan. Selain itu, untuk memperoleh gambaran persepsi risiko dan pengambilan keputusan melanggar lampu merah yang lebih mendalam, dilakukan wawancara kepada beberapa subyek. Data yang didapatkan akan diolah dengan menggunakan metode Pearson's-Product Moment.

Persepsi risiko mengenai suatu kondisi berbeda-beda antara satu individu dengan individu lain. Suatu kondisi yang dianggap sebagai berisiko tinggi oleh individu yang satu dapat dipersepsi sebagai berisiko rendah oleh individu lainnya. Perbedaan persepsi risiko antara individu yang satu dengan lainnya dapat terjadi karena pengaruh dari beberapa hal. Sejumlah hal yang dapat mempengaruhi persepsi risiko antara lain usia, elemen jalan, adaptasi, ketakutan (dread), kontrol, asal risiko, pilihan, keberadaan anak-anak, baru tidaknya risiko tersebut, kewaspadaan, bias hal tersebut tidak akan terjadi pada diri sendiri, pertukaran risiko­ keuntungan, dan kepercayaan (Ropeik & Siovic, 2003). Apabila banyak pengendara yang melakukan kesalahan persepsi, maka hal ini dapat menjadi suatu masalah. Kecelakaan lalu lintas di persimpangan jalan akan meningkat, dan pada akhirnya korban pun meningkat. Hubungan antara persepsi risiko kecelakaan dan pengambilan keputusan melanggar lampu merah inilah yang bagi peneliti menarik untuk diteliti. Sebelumnya telah ada beberapa penelitian mengenai pengambilan keputusan dan persepsi risiko dalam mengemudi, seperti yang dilakukan oleh Diamant (2002) dan Kanellaidis, Zervas, dan Karagioules (2000). Namun keduanya tidak meneliti khusus mengenai persepsi risiko dan pengambilan keputusan dalam melanggar lampu merah. Diamant (2002) menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gaya pengambilan keputusan dan keterlibatan dalam kecelakaan serta pelanggaran. Kanellaidis, Zervas, dan Karagioules (2000) menemukan bahwa faktor elemen jalan yang mempengaruhi persepsi risiko adalah

Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi risiko kecelakaan pada suatu persimpangan

58

,

Nugroho Budiastomo dan Guritnaningsih A. Santoso: Hubungan Persepsi Risiko

yang menggunakan lampu lalu lintas dan pengambilan keputusan untuk melanggar lampu merah pada pengendara sepeda motor yang berusia 18 sampai 25 tahun?

~

Pengambilan keputusan untuk melanggar lampu merah termasuk pengambilan keputusan yang menyangkut pilihan-pilihan berisiko. Risiko yang dimaksud di sini adalah risiko yang berhubungan dengan kecelakaan dan dapat mengancam keselamatan pengendara sepeda motor. Pada pengambilan keputusan yang menyangkutpilihan berisiko, prosesyang berlangsung adalah heuristic. Heuristic adalah suatu strategi atau pendekatan informal yang bekerja pada suatu kondisi dan jangka waktu tertentu, namun tidak menjamin munculnya jawaban yang benar(Ashcraft, 1998). Beberapa heuristic tersebut adalah framing. effect, representativeness, dan availability heuristic. Pada representativeness, individu memutuskan untuk memilih suatu hipotesis dengan cara mengevaluasi sejauh mana suatu set petunjuk. simptom. atau bukti perseptual cocok dengan set yang representatif dari hipotesis yang disimpan berdasarkan pengalaman dalam ingatan jangka panjang (Tversky & Kahneman dalam Wickens & Hollands. 2000). Pada availability heuristic, bila hipotesis suatu kejadian sering muncul, maka semakin mudah untuk di-recall, sehingga makin mempengaruhi pengambilan keputusan (Tversky & Kahneman dalam Wickens & Hollands, 2000). Da!am framing effect, pengambilan keputusan akan tergantung pada sudut pandang individu terhadap pilihan yang dihadapi. 8ila pilihan yang tersedia ~dalah pilihan antara keluaran negatif, maka individu akan cenderung mengambil pilihan yang berisiko. Keputusan ini diambil karena individu akan berusaha sedapat mungkin meminimalisir hasil keluaran yang negatif. Sebaliknya jika pilihan yang ada adalah pilihan antara keluaran positif, maka individu

Tinjauan teoretis Melanggar lampu merah merupakan salah satu bentuk tingkah laku mengemudi agresif. Mengemudi agresif adalah suatu tingkah laku mengemudi yang disengaja. cenderung meningkatkan risiko terjadinya tabrakan dan dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, perilaku kasar, dan/atau suatu usaha untuk menghemat waktu yangdapat menimbulkan penggunajalan lain cedera. Bila seorang pengendara sepeda motor melanggar lampu merah, maka besar kemungkinannya pengendara tersebut menabrak atau tertabrak oleh pengguna jalan lain yang jalurnya berpotongan dengan pengendara tersebut. Dalam tingkah laku melanggar lampu merah, sebelumnya pengendara melakukan proses kognitif berupa pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan adalah suatu aktivitas mental dimana seseorang harus memilih suatu pilihan dari beberapa alternatif pilihan yang ada. Pengendara harus melakukan pengambilan keputusan dengan memilih antara beberapa alternatif pilihan yang ada, dalam hal in; adalah melanggar lampu merah atau tidak melanggar lampu merah. Berbeda dengan situasi lain yang memungkinkan individu untuk melakukan pengambilan keputusan dalam jangka waktu yang panjang, pada pengambilan keputusan untuk melanggar lampu merah waktu yang tersedia sedikit. Oleh karena itu proses pengambilan keputusan untuk melanggar lampu merah juga terjadi secara cepal.

59

JPS VoL. 13 No. 01 Januari 2007

pohon tumbang di jalan ketika sedang mengendarai kendaraan dianggap kecil, sehingga risiko kecelakaan oleh penyebab yang sarna juga dipersepsi keci!. Sebaliknya, bila pengendara berada satu jalur dengan pengendara lain yang mengendarai kendaraannya secara ugal-ugalan maka risiko yang dipersepsi lebih besar karena kedekatan fisik pengendara dengan pengendara yang ugal-ugalan tersebut dan sering terjadinya kecelakaan karena tabrakan dengan pengendara yang ugal-ugalan (Ropeik & Siovic, 2003).

cenderung mengambil pilihan yang tidak berisiko. Dasar dari keputusan ini adalah manusia cenderung mengejar kepastian untuk mendapatkan keluaran positif (Tversky & Kahneman dalam Wickens & Hollands, 2000). Ketika seorang pengendara melakukan pengambilan keputusan untuk melanggar lampu merah, pengendara tersebut melakukan penilaian kemungkinan terjadinya kecelakaan jika melanggar lampu merah. Penilaian inilah yang disebut dengan persepsi. risiko. Persepsi risiko adalah penilaian subjektif mengenai bahaya-bahaya yang ada di jalan, kemampuan pengendara, kemampuan kendaraannya, kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan, dan besarnya perhatian pengendara akan konsekuensinya. Apabila seorang pengendara mempersepsi risiko kecelakaan yang tinggi, maka ia cenderung mengambil keputusan untuk tidak melanggar lampu merah. Sebaliknya bila risiko kecelakaan yang dipersepsi rendah, maka kecenderungannya ia akan melanggar lampu merah. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi risiko, diantaranya adalah: 1. Asal risiko (alam atau manusia) Kejadian tertentu akan dipersepsi berisiko rendah apabila penyebab dari risiko tersebut berasal dari alam. Akan tetapi bila risiko yang ada disebabkan oleh perbuatan manusia, maka risiko dipersepsi lebih tinggi. Risiko terlibat dalam suatu kecelakaan yang disebabkan oleh pohon tumbang karena hujan lebat dipersepsi lebih rendah daripada risiko terlibat dalam kecelakaan yang dikarenakan kecerobohan pengendara lain yang mengemudi ugal-ugalan. Kemungkinan adanya

2. Baru atau tidaknya risiko Apabila individu menemui suatu situasi berisiko yang baru, maka individu akan mempersepsi risiko pada situasi baru tersebut tinggi. Sebaliknya, bila menemui situasi yang telah lama dikenali, maka risiko rendahlah yang dipersepsikan individu. Ketika melewati suatu persimpangan yang belum pernah dilewati, seorang pengendara akan lebih berhati-hati karena mempersepsi risiko tabrakan yang cukup tinggi pada persimpangan tersebut. Akan tetapi, ketika pengendara yang sarna melewati persimpangan yang sudah sering dilewati, maka pengendara akan lebih ceroboh, sebab ia mempersepsi risiko yang rendah (Ropeik & Siovic, 2003). 3. Kewaspadaan Semakin waspada individu akan suatu risiko, semakin tersedia di kesadarannya, dan semakin perhatian dirinya terhadap risiko tersebut. Individu akan mernpersepsi risiko lebih besar apabila baru saja mendapat informasi bahwa situasi

60

r t-. :-.

I

I

I

I

I

I ~-

•It

Nugroho Budiastomo dan Guritnaningsih A. Santoso: Hubungan Persepsi Risik

tersebut menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan (kecelakaan). Individu yang baru saja mendapat informasi bahwa pada jalur yang akan ditempuh baru saja terjadi kecelakaan akan mempersepsi risiko yang tinggi pada jalur tersebut. Akan tetapi, apabila individu tidak mengetahui bahwa baru saja terjadi kecelakaan di jalur tersebut, maka individu akan mempersepsi risiko yang rendah (Ropeik & Siovic, 2003). 4. Pertukaran Risiko-Keuntungan Beberapa peneliti persepsi risiko percaya bahwa pertukaran risiko­ keuntungan adalah faktor utama yang membuat individu lebih atau kurang takut pada suatu ancaman. Jika individu mempersepsi adanya keuntungan dari suatu perilaku atau pilihan, risiko yang diasosiasikan dengan perilaku atau pilihan tersebut akan dipersepsi lebih keci!. Jika dalam hal yang dipersepsikan tidak ada keuntungan, maka risiko terlihat lebih besar. Misalnya seorang pengendara akan mempersepsi perilaku melanggar lampu merah sebagai berisiko kecil bila pengendara sedang terburu­ buru dan beranggapan bahwa bila melanggar lampu merah, maka pengendara akan mendapatkan keuntungan berupa tiba lebih awal di tempat tujuan (Ropeik & Siovic, 2003). Sanders dan McCormick (1992) melll~erikan istilah yang berbeda untGk faktor ini, yaitu imbalan. 5. Kepercayaan Penelitian menunjukkan bahwa semakin re\ndah kepercayaan individu pad~ faktor-faktor yang menyangkut: keamanan dirinya, maka indivi~u akan semakin

takut. Bila seorang pengendara percaya bahwa kendaraan yang digunakannya layak jalan dan aman untuk dikendarai, maka risiko yang dipersepsinya kecil. Risiko akan dipersepsi besar bila pengendara tersebut tidak percaya bahwa kendaraan yang digunakannya akan membawanya ke tempat tujuan dengan aman (Ropeik & Siovic, 2003). Metode Penelitian Terdapat dua variabel dalam penelitian ini. Variabel 1 adalah persepsi risiko kecelakaan pengendara sepeda motor ketika melanggar lampu merah .Variabel 2 adalah pengambilan keputusan melanggar lampu merah. Beberapa karakteristik yang harus dirniliki oleh subyek dalam penelitian ini adalah berusia 18 sampai 25 tahun, memiliki pengalaman mengendarai sepeda motor selama lebih dari enam bulan, dan memiliki SIM C. Batasan usia 18 sampai 25 tahun diambil karena pengendara muda memiliki kecenderungan untuk menilai situasi yang berbahaya sebagai berisiko rendah (Ferguson, 2003). Selain itu McKnight dan McKnight (dalam Ferguson, 2003) menyatakan adanya defisit dalam kemampuan pengendara muda untuk mengidentifikasi risiko potensial di jalan. Menurut Shinar (1978) pengendara yang dianggap berpengalaman adalah yang telah memiliki pengalaman mengemudi selama lebih dari enam bulan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah insidental sampling. Tipe penelitian ini adalah kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah field study. Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.

61

JPS Vol. 13 No. 01 Januari 2007

pengambilan keputusan melanggar lampu merah menunjukkan bahwa hanya terdapat satu item (item nomor 6) yang dinyatakan tidak valid karena memiliki nilai korelasi dengan keseluruhan item (rit ) sebesar 0.09. Nilai ini lebih keeil dari nilai minimal validitas item yang baik, yaitu 0.2 (Garret, 1960). Oleh sebab itu item yang tidak valid ini tidak diikutsertakan dalam pengolahan data selanjutnya. Hasil pengujian validitas item persepsi risiko menunjukkan bahwa seluruh item memiliki nilai korelasi dengan keseluruhan item (ril ) di atas 0.2. Setelah melakukan pengujian reliabilitas dan validitas, peneliti melakukan perhitungan Pearson's Product Moment dengan menggunakan program SPSS 10.1. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan didapatkan nilai koefisien koreJasi sebesar 0.12 dengan nilai signifikansi 0.38 (tidak signifikan pada los 0.05). Dari hasil tersebut berarti Ho diterima, berarti tidak terdapat hubul1gan yang signifikan antara persepsi risiko keeelakaan dan pengambilan keputusan melanggar lampu merah. Berdasarkan analisis mean persepsi risiko keeelakaan, dipercleh hasil bahwa seluruh item memiliki mean di bawah median (med = 2.50). Berarti subyek memiliki persepsi risiko yang rendah terhadapseluruhsituasiyangditampilkan dalam kuesioner. Berdasarkan analisis frekuensi pengambilan keputusan melanggar lampu merah, diperoleh hasil bahwa dari 30 item terdapat 24 item yang persentase frekuensi pelanggaran lampu merahnya di bawah 50 %. Hal tersebut menandakan bahwa subyek lebih eenderung untuk berhenti ketika lampu lalu Iintas menyala merah pada situasi yang ditampilkan dalam kuesioner.

Pedoman wawaneara dibuat berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari kuesioner. Wawaneara dilakukan setelah data dari kuesioner diperoleh, untuk mendapatkan gambaran yang lebih mendalam. Kuesioner ini berisi suatu situasi yang di dalamnya rnengandung faktor-faktor persepsi risiko. Situasi yang ditampilkan pada setiap item adalah subyek berada di suatu persimpangan yang lampu Jalu lintasnya menyala merah. Pada bagian pertama subyek diminta untuk memutuskan antara melanggar lampu merah atau berhenti. SeJanjutnya pada bagian kedua subyek diminta untuk memberikan penilaian seberapa besar risiko terjadinya keeelakaan pada dirinya jika subyek melanggar lampu merah pada situasi tersebut. Berikut adalah eontoh item yang ada dalam kuesioner. Metode analisis yang digunakan untuk mengukur validitas item adalah korelasi Pearson's-Product Moment. Untuk mengukur reliabilitas alat ukur digunakan metode Cronbach-Alpha. Metode analisis yang digunakan untuk menul1jukkan besarnya hubungan antara persepsi risiko keeelakaan dan pengambilan keputusan melanggar lampu merah adalah korelasi Pearson's­ Product Moment, dengan bantuan software SPSS 10.1. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 20 sampai 24 Juni 2006. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 53 subyek. Berdasarkan pengujian reliabilitas didapatkan koefisien CronbachAlpha untuk pengambilan keputusan melanggar lampu merah sebesar 0.95. Untuk persepsi risiko keeelakaan koefisien Cronbach-Alpha yang didapat adalah 0.95. Hasil pengujian validitas item

62

r ~.

I

a

Nugroho Budiastomo dan Guritnaningsih A. Santoso: HUbungan Persepsi Risiko

Berdasarkar) hasil pertanyaan terbuka pada bagian ~khir kuesioner diperoleh situasi-situasi qimana subyek melanggar lampu merah.! Beberapa situasi yang paling sering muncul adalah memiliki tujuan yang mendesak, kondisi jalan yang lengang, dan ketidakhadiran figur otoritas. Selain melakukan pengambilan data dengan menggunakan kuesioner, peneliti juga melakukan pengambilan data dengan metode wawancara. Wawancara dilakukan kepada 10 subyek. Kesepuluh subyek ini dipilih secara acak dari seluruh subyek yang telah mengisi kuesioner. Dari hasil wawancara tersebut· dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hal yang paling mempengaruhi subyek dalam mengambil keputusan untuk melanggar lampu merah atau tidak adalah keberadaan polisi, karena apabila subyek mengambil keputusan melanggar lampu merah ketika ada polisi di persimpangan tersebut maka subyek pasti akan terkena akan tilang. Hal ini dianggap sangat merugikan bagi subyek. HasH ini tidak muncul dalam kuesioner karena sUby,k tidak menganggap keberadaan polisi berkaitan dengan risiko terjadinya kecelakaan. 2. Yang dipersepsi subyek sebagai risiko ketika melanggar lampu merah adalah hadirnya kendaraan lain dari arah kanan dan kiri jalan. Kendaraan-kendaraan tersebut dianggap subyek sebagai ancaman keselamatan ~irinya karena dapat menabrak su~,yek. Hal ini diperkuat dengan mund:ulnya respon yang serupa ketika i subyek ditanyakan

beberapa situasi yang dianggap sebagai risiko, seperti kondisi tubuh yang lelah, adanya kendaraan lain dari arah kanan atau kiri, dan ketika berada di persimpangan yang tidak dikenal. 3. Situasi - situasi yang terdapat di dalam kuesioner dianggap sebagai risiko kecelakaan. Akan tetapi risiko kecelakaan tidak menjadi faktor yang paling mempengaruhi pengambilan keputusan untuk melanggar lampu merah. Hal yang dianggap lebih berperan dalam keputusan subyek untuk melanggar lampu merah adalah kehadiran polisi dan alasan­ alasan lain yang melibatkan dirinya sendiri seperti perasaan dan suasana hati ketika sedang mengendarai sepeda motor. Bila subyek ingin melanggar lampu merah, maka subyek akan mengambil keputusan untuk melanggar lampu merah. Diskusi Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa mean persepsi risiko cenderung rendah (maksimal M :: 2.45). Hasil ini dapat disebabkan oleh beberapa hal. antara lain usia subyek yang termasuk dalam rentang 18 sampai 25 tahun. Dalam rentang usia ini pengendara mengalami defisit kemampuan untuk mengidentifikasi risiko potensial yang ada di jalan, sehingga cenderung menilai situasi yang berbahaya sebagai berisiko rendah (McKnight & McKnight dalam Ferguson, 2003; Ferguson, 2003). Meskipun situasi-situasi yang ada di dalam kuesioner memiliki risiko potensial yang cukup tinggi, situasi tersebut dipersepsi sebagai berisiko rendah. Selain itu posisi subyek sebagai pengendara sepeda motor, memberikan perasaan kontrol atas situasi yang dihadapinya (Ropeik & Siovic, 2003).

mengenaiapa~ahsituasi-situasiyang

ada di dalam~ kuesioner dianggap sebagai risik ketika melanggar lampu merah, Jawaban subyek dari pertanyaan ini adalah hanya

63

JPS VoL. 13 No. 01 Januari 2007

mengenai situasi dimana subyek biasa melanggar lampu merah. Situasi dimana subyek sering melanggar lampu merah adalah pada saat subyek memiliki tujuan, seperti terburu-buru, terlambat, memiliki janji, ingin buang air, dan ingin cepat sampai di rumah. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi risiko kecelakaan dan pengambilan keputusan melanggar lampu merah. Hal ini menandakan bahwa terdapat faktor­ faktor lain yang lebih mempengaruhi pengambilan keputusan untuk melanggar ·Iampu merah. Hubungan yang tidak signifikan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal,. yaitu ketakutan individu akan figur otoritas dan tidak adanya contingency antara positive punishment berupa tilang dengan perilaku melanggar lampu merah. Keputusan individu untuk melanggar lampu merah cenderung dipengaruhi oleh keberadaan figur otoritas. Apabila di persimpangan tempat individu berada terdapat seorang figur otoritas, maka individu cenderung tidak melanggar lampu merah yang ada di persimpangan tersebut. Hal ini disebut sebagai kepatuhan. Kepatuhan adalah suatu bentuk respon yang dilakukan berdasarkan permintaan langsung dalam bentuk perintah. Perintah tersebut cenderung berasal dari figur otoritas, seperti orang tua, polisi, dan lampu lalu lintas (Deaux, Dane, Wrightsman, & Sigelman, 1993). D.:lam penelitian ini lampu lalu Iintas sudah ada, namun lampu lalu Iintas tidak dianggap sebagai figur otoritas. Berdasarkan hasil wawancara, bagi subyek dalam penelitian ini yang dianggap sebagai figur otoritas adalah polisi. Sesuai dengan pembelajaran instrumental, yaitu tingkah laku yang

Alasan subyek mempersepsi situasi­ situasi yang ada di dalam kuesioner sebagai berisiko rendah adalah adanya perasaaan kontrol atas kendaraannya. Hal terakhir yang mungkin memberikan pengaruh pada persepsi risiko subyek adalah adanya adaptasi dalam mempersepsi risiko kecelakaan. Menurut Sanders dan McCormick (1992) apabila seorang pengendara telah melakukan perilaku yang berisiko tinggi dan tidak menghasilkan konsekuensi yang negatif (misal, tidak terjadi kecelakaan) maka tindakan tersebut dipersepsi tidak terlalu berisiko, sehingga perilaku yang lebih berisiko mungkin akan dilakukan di kemudian hari. Adaptasi ini dapat terjadi pada subyek yang pernah berada di situasi yang disebutkan dalam kuesioner dan melakukan pelanggaran lampu merah, tetapi subyek tidak mengalami kecelakaan. Pengalaman seperti ini yang membuat subyek mempersepsi situasi yang telah disebutkan dalam kuesioner sebagai berisiko rendah. Sayangnya informasi tentang pengalaman ini tidak diperoleh dalam penelitian ini. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa dari 30 item terdapat 24 item yang persentase frekuensi pelanggaran lampu merahnya di bawah 50 %. Hal tersebut menandakan bahwa subyek lebih cenderung untuk berhenti ketika lampu lalu Iintas menyala merah. Penjelasan mengenai hasil inididapatkan dari hasil wawancara dengan beberapa subyek yang menyatakan bahwa alasan subyek cenderung tidak melanggar lampu merah adalah karena merasa tidak memiliki kepentingan atau tujuan untuk melanggar lampu merah (tidak terburu-buru dan tidak dalam keadaan darurat). Hal ini diperkuat dengan hasil yang diperoleh dari pertanyaan terbuka yang terdapat dalam kuesioner

64

I

Nugroho Budiastomo dan Guritnaningsih A. Santoso: Hubungan Persepsi Risiko

diikuti oleh ~onsekuensi positif akan cenderung dil\Jlang, sedangkan tingkah laku yang ~iikuti oleh konsekuensi negatif cenderung tidak akan diulangi (Wortman, Loftus, & Weaver, 1999). Selain itu dalam pembelajaran instrumental terdapat dua prinsip, yaitu contingency dan contiguity. Prinsip contingency adalah pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika suatu tingkah laku dan konsekuensi dihubungkan bersama-sama secara konsisten. Prinsip contiguity adalah suatu tingkah laku dan konsekuensinya harus berdekatan dalam waktu, sehingga individu mempersepsi suatu hubungan sebab-akibat diantara , keduanya. Pemberian tilang tidak selalu mengikuti tingkah laku melanggar lampu merah bila di persimpangan tersebut tidak ada polis;. Hal ini mengakibatkan pengendara cenderung mengambil keputusan untuk melanggar lampu merah. Sebaliknya jika di persimpangan tempat pengen
It

t

data diperoleh hUbungan yang tidak signifikan antara persepsi risiko kecelakaan dan pengambilan keputusan untuk melanggar lampu merah, dengan nilai koefisien korelasi 0.12 (p>0.05). Hal ini berarti Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi risiko kecelakaan dan pengambilan keputusan untuk melanggar lampu merah. Saran Berikut ini adalah saran yang dapat diberikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian selanjutnya: 1. Dalam penelitian ini peneliti telah membuat beberapa operasionalisasi dari fa ktor-faktor yang mempengaruhi persepsi risiko, namun tidak semuanya dianggap sebagai risiko oleh subyek. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dibuat operasionalisasi faktor persepsi risiko yang lebih beragam agar mencerminkan situasi yang dianggap sebagai risiko oleh pengendara sepeda motor. 2. Peneliti hanya mengambil subyek dengan rentang usia antara 18 sampai 25 tahun. Untuk penelitian selanjutnya, dapat diteliti lebih lanjut mengenai rentang usia lainnya agar mendapatkan gambaran yang lebih luas. Berdasarkan hasit penelitian, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi risiko kecelakaan dan pengambilan keputusan untuk melanggar lampu merah. Selain itu terdapat kecenderungan dari pengendara sepeda motor untuk berhenti ketika lampu lalu Iintas menyala merah. Keputusan untuk berhenti atau melanggar lampu merah ini dilakukan

Kesimpulan Masalah yang 'hendak dijawab dalam penelitian in; aqalah apak.... h terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi risiko k~celakaan pada suatu persimpangan '[yang menggunakan lampu lalu lint,s dan pengambilan keputusan untu~ melanggar lampu merah pada f,engendara sepeda motor yang be usia 18 sampai 25 tahun. Berdasar, an hasil pengolahan

65

JPS VoL. 13 No. 01 Januari 2007

adanya kameratersebut, contingency antara perilaku melanggar lampu merah dan positive punishment berupa tilang dapat diperkuat. Hal ini disebabkan pelanggar lampu merah akan tetap mendapatkan tilang meskipun di persimpangan tempat ia melanggar tidak terdapat polisi. 4. Sosialisasi mengenai situasi­ situasi apa saja yang berisiko tinggi ketika berada di persimpangan, sehingga pengendara sepeda motor menyadari risiko yang ada dan memberikan atensi yang lebih pada risiko tersebut. Sosialisasi ini dapat dilakukan melalui media elektronik dan cetak, seperti televisi, koran, dan poster. Selain itujuga dapatdilakukan sosialisasi melalui perkumpulan pengendara sepeda motor dan pada tempat pembuatan surat izin mengemudi. lsi dari sosialisasi dapat berupa gambar situasi-situasi yang berisiko kecelakaan tinggi ketika berada di persimpangan. Gambar­ gambar ini menggunakan warna yang mencolok dan disertai frase yang menimbulkan emosi Sehingga pengendara sepeda motor akan melakukan selective attention. 5. Peletakan papan peringatan berisi informasi mengenai risiko terjadinya kecelakaan di persimpangan yang terdapat lampu lalu lintas. Selain itu dapat dicantumkan pula data mengenai jumlah kecelakaan yang telah terjadi di persimpangan tersebut. Penyajian data ini digunakan untuk menimbulkan ketakutan (fear appeals), sehingga pengendara sepeda motor yang melihatnya akan mengubah kecenderungan perilakunya menjadi tidak melanggar lampu merah.

tanpa mempertimbangkan besarnya risiko kecelakaan. Oleh sebab itu beberapa saran yang dapat diberikan adalah 1. Melakukan wawancara kepada subyek setelah subyek selesai mengisi kuesioner. Pedoman wawancara yang digunakan dalam wawancara tersebut dibuat berdasarkan kuesioner. Hal ini dilakukan agar data yang didapatkan lebih mendalam dan tajam. 2. Menempatkan polisi di persim pangan-persimpa nga n yang sering terjadi pelanggaran lampu merah. Polisi harus selalu ada di persimpangan yang sering terjadi pelanggaran lampu merah dan konsisten dalam memberikan punishment berupa tilang kepada pengendara sepeda motor yang melanggar lampu merah. Kehadiran polisi menjadi figur otoritas yang menimbulkan kepatuhan pada pengendara sepeda motor. 3. Menempatkan kamera di lampu lalu lintas pada persimpangan dalam posisi yang terlihat oleh pengendara sepeda motor yang melewati persimpangan tersebut. Kamera ini berfungsi untuk mencatat identitas pengendara sepeda motor yang melanggarlampu merah. Selanjutnya dari hasil pencatatan kamera pihak polisi dapat memberikan tilang kepada pengendara yang melanggar lampu merah. Pemberian tilang ini dilakukan sesegera mung kin dan disertai penjelasan bahwa tilang diberikan karena pelanggaran lampu merah. Dengan demikian, timbul asosiasi antara lampu lalu lintas dengan tilang, sehingga lampu lalu lintas dapat menjadi figur otoritas yang membuat pengendara mematuhinya. Selain itu dengan

66

Nugroho Budiastomo dan Guritnaningsih A. Santoso: Hubungan Persepsi Risiko

Steering Clear ofHighway Warfare. New York: Prometheus Books.

i

Daftar Pustakcll i

Kanellaidis, George, Anastasios Zervas, Vassilios Karagioules.(2000). Drivers' Risk Perception of Road Design Elements. Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Diambil dari http://www. leaonline.com/doi/pdf/10.1207/ STHF02016:jsessionid =iYUzZTUthms7vzNS3J. Tanggal 23 Januari 2006.

Ashcraft, Mark ~ .. (1998). Fundamentals of CognitiOn. New York: Longman. Deaux, Kay., FrancisC. Dane, Lawrence S. Wrightsman. (1993). Social Psychology in the '90s. Pacific Groove: Brooks/Cole Publishing Company. Diamant I., K. Brousard. (2002). DDM (Driving Decision Making): Decision Making Pattern in Graphic Driving Situations: Relation to Personality Factors and Driving Attitudes. Diambil dari psychology. nottingham.ac.uk/lAAP div13/ ICTTP2004papers2/.. .IDiamant. pdf. Tanggal 6 Maret 2006.

Motor Penyumbang Kecelakaan Terbesar. (1 OMaret2005). Kompas. Diambil dari http://www.kompas. com/kompas-cetak/0503/10/ metro/1613593.htm. Tanggal 18 February 2006. Prabowo, Hermas Efendi. (3 Desember 2005). Saatnya Dikembangkan Vertikal. Kompas Diambil dari http://www.kompas.com/kompas­ cetak/0512/03/metro /2257577. htm. Tanggal 17 February 2006.

Ferguson, Susan A. (2003). Other High­ Risk Factors for Young Drivers­ How Graduated Licensing Does, Doesn't, or Could Address Them. Journal of Safety Research (on­ line serial), 34 (71-77). Diambil dari httq://www.nsc.org/publicl GDUFergu~on.pdf. Tanggal 23 Januari 2006.

Ropeik, David, Paul Siovic. (2003). Risk in Perspective: Risk Communication: A Neglected Tool in Protecting Public Health. Harvard Center for Risk Analysis. Oiambil dari http://www.hcra. harvard.edu/pdf/June2003.pdf. Tanggal 16 Januari 2006.

Garret, Henry E. (1960). Statistic in Psychology and Education (5th ed.) New York: Longmans, Green and Co, Inc.

Sanders, MarkS. & ErnestJ. McCormick. (1992). Human Factors in Engineering and Design (7th ed.). Singapore: McGraw-Hili Book Co.

r I

Sebal, Bikin Celaka Orang Saja!, Perilaku Tidak Tertib Oi Jalan Banyak Jadi Penyebab Kecelakaan. (15 Januari

I !

2006).

Republika.

Diambil

dari

http://www.republika.co.id/koran deta; I. asp? id =2 30916&kat id=3&kat id1 =&kat id2=. Tanggal

67

.IPS VoL. 13 No. 01 Januari 2007

29 Januari 2006. Shinar, David. (1978). Psychology on The Road: The Human Factor in Traffic Psychology. Toronto: John Wiley & Sons, Inc. Sjoberg, Lennart, Bjl2Jrg-Elin Moen, Torbjl2Jrn Rundmo. (2004). Explaining Risk Perception: An Evaluation of the Psychometric Paradigm in Risk Perception Research. Rotunde. Diambil dari http://www.svt.ntnu.no/psy/ Torbjorn .Rundmo/Psychometric paradigm.pdf. Tanggal 17 Januari 2006. Wickens, Christopher D., Justin G Hollands. (2000). Engineering Psychology and Human rd Performance (3 ed.). Upper Saddle River: Prentice Hall. Witjaksena, Aries. (19 Desember 2005). Sebulan, Polisi Tilang 65.585 Pelanggar. Media Indonesia. Diambil dari http://www.mediaindo. co.id/berita.asp?id= 84806. Tanggal 12 Juli 2006. Wortman, Camille, Elizabeth Loftus, Charles Weaver. (1999). th Psychology (5 ed.). Singapore: McGraw-Hili College.

68