HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN GASTRITIS PADA REMAJA DI PONDOK

ii pernyataan pengesahan skripsi dengan judul hubungan pola makan dengan gastritis pada remaja di pondok pesantren daar el-qolam gintung, jayanti, tan...

249 downloads 870 Views 662KB Size
HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN GASTRITIS PADA REMAJA DI PONDOK PESANTREN DAAR ELQOLAM GINTUNG, JAYANTI, TANGERANG Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh: WAHYU PRATIWI 109104000005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi saya ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 Keperawatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 26 September 2013

(Wahyu Pratiwi)

ii

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Skripsi, September 2013 Wahyu Pratiwi, NIM : 109104000005 Hubungan Pola Makan dengan Gastritis pada Remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang xvi + 86 halaman + 14 tabel + 3 bagan + 8 lampiran

ABSTRAK Penyakit gastritis terjadi pada orang-orang yang memiliki pola makan tidak teratur dan memakan makanan yang merangsang produksi asam lambung. Prevalensi Angka kejadian gastritis menurut WHO (2009) pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. Jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi Cross Sectional. Sampel penelitian adalah santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang dengan jumlah 60 responden yang diambil dengan metode Stratified random sampling. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik chi-square. Hasil analisis univariat menunjukan 55% mayoritas responden memiliki gastritis. Analisa bivariat dengan uji chi-square, hasil analisa didapatkan ada hubungan umur dengan gastritis (P value = 0,003), ada hubungan jenis kelamin dengan gastritis (P value = 0,004), ada hubungan jenis makan dengan gastritis (P value = 0,023), ada hubungan pola makan dengan gastritis (P value = 0,000), tidak ada hubungan frekuensi makan dengan gastritis (P value = 0,165), dan tidak ada hubungan porsi makan dengan gastritis (P value = 0,436). Diharapkan kepada Pondok Pesantren Daar El-Qolam dapat memberikan edukasi yang terstruktur dan bertahap, yang dapat menambah pengetahuan santri tentang pengendalian dan pencegahan gastritis. Kata kunci: Gastritis, Pola makan Daftar Bacaan: 45 (2001 – 2010)

iii

STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH PROGRAM

Thesis, September 2013 Wahyu Pratiwi, NIM : 109104000005 The Relationship Between Diet and Gastritis of Teenage at Daar El-Qolam Boarding School Gintung, Jayanti, Tangerang xvi + 86 pages + 14 tables + 3 charts + 8 attachments

ABSTRACT Gastritis disease occurs in people who have irregular eating patterns and food that stimulates the production of stomach acid. Prevalence about incidencing of gastritis according to WHO (2009) in several regions in Indonesia is quite high with a prevalence of 274.396 cases in 238,452,952 inhabitants. The purpose of this study is to examine the relationship between diet and gastritis of teenage at Daar El-Qolam Boarding School Gintung, Jayanti, Tangerang. This is a quantitative research with Cross Sectional design study. The samples of the research from the students of Daar El-Qolam Boarding School Gintung, Jayanti, Tangerang with 60 respondents drawn by Stratified random sampling method. Then, the data obtained was performed chi-square statistical test. The results of Univariate analysis showed 55% majority of respondents have gastritis. The results of Bivariate analysis with chi-square test, in the analysis, there is a relationship of the age and gastritis (P value = 0.003), sex and gastritis (P value = 0.0004), the kind of food and gastritis (P value = 0.023), diet and gastritis (P value = 0.000), but there is no relationship meal frequency and gastritis (P value = 0.165), and no relationship food and gastritis (P value = 0.436). Supposed Daar El-Qolam Boarding School can provide the students to increase their knowledge about controlling and preventing of gastritis structured and gradual.

Key Words: Gastritis, Diet References: 45 (2001 – 2010

iv

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN GASTRITIS PADA REMAJA DI PONDOK PESANTREN DAAR EL-QOLAM GINTUNG, JAYANTI, TANGERANG

Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh:

WAHYU PRATIWI 109104000005

Pembimbing I

Pembimbing II

Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB

Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, MSc

NIP. 197311062005012003

NIP. 19800802 200604 2001

v

PERNYATAAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN GASTRITIS PADA REMAJA DI PONDOK PESANTREN DAAR EL-QOLAM GINTUNG, JAYANTI, TANGGERANG Telah diperiksa, disetujui, dan dipertahankan dihadapan penguji oleh: WAHYU PRATIWI NIM: 109104000005

Pembimbing I

Pembimbing II

Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB

Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep,MSc

NIP. 197311062005012003

NIP. 19800802 200604 2001

Penguji I

Penguji II

Nia Damiati, S. Kp, M. Sc

Ns. Eni Nuraini Agustini S.Kep,MSc

NIP. 19801119 201101 2006

NIP. 19800802 200604 2001

ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Ciputat, September 2013

Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Ns.Waras Budi Utomo,S.kep,MKM NIP : 197905202009011012

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. DR. dr. (hc). M.K. Tadjudin, Sp. And

RIWAYAT HIDUP

Nama

: Wahyu Pratiwi

Tempat, Tgl lahir

: Jakarta, 22 Maret 1991

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Status

: Belum Menikah

Alamat

: Pondok Pekayaon Indah Blok CC 15 No 22 Rt. 02 Rw. 16 Pekayaon Jaya Bekasi Selatan 17148

Hp

: 08561409595

Email

: [email protected]

Riwayat Pendidikan : 1. TK dan TPA Al-Muhajirin Bekasi

(1996-2000)

2. MI Al-Muhajirin Bekasi

(2000-2003)

3. SD Driewanti Bekasi

(1998-2003)

4. MTs Ponpes Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang

(2003-2006)

5. MA Ponpes Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang

(2006-2009)

6. S-1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(2009-2013)

KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur kita panjatkan kehadirat Allah Dzat yang memiliki sifat Rahman-Rahim, yang telah memberikan nikmat serta karunia-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan tugas penyusunan skripsi yang berjudul “ Hubungan Pola Makan dengan Gastritis pada Remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang “, guna memenuhi sebagian dari syarat-syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Keperawatan Di Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatulah Jakarta. Shalawat teriring salam dipersembahkan teruntuk kekasih Allah, manusia suci, berakhlak mulia, berbudi pekerti yang luhur, rahmatan lil’alamin baginda Nabi besar Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi kita semua. Semoga kita mendapatkan syafaatnya-nya di hari kiamat nanti. Selanjutnya ribuan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada semua pihak yang sudi meluangkan waktunya dalam memberikan motivasi dan bimbingannya, khususnya pada: 1. Prof. Dr (hc). Dr. M.K. Tajudin, Sp. And dan Drs. H. Achmad Gholib, MA, selaku Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta. 2. Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep, MKM dan Ns. Eni Nur’aini Agustini, S. Kep, MSc selaku Ketua Program Studi dan Sekertaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.

3. Ernawati, Skp,M.Kep, Sp.KMB selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing pertama skripsi, yang telah membimbing dengan sabar dan memberikan motivasi kepada penulis, dengan ketulusan hati saya mengucapkan banyak terima kasih. 4. Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, MSc selaku dosen pembimbing kedua yang telah meluangkan waktunya selama membimbing peneliti dan dengan ketulusan hati saya mengucapkan banyak terima kasih. 5. Segenap Bapak/Ibu dosen atau staf pengajar, pada lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku kuliah. 6. Segenap jajaran Staf dan Karyawan Akademik dan Perpustakaan Fakultas yang banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi. 7. Segenap koordinator Pondok Pesantren Daar El-Qolam serta seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam mencari data-data sekaligus sebagai bahan rujukan proposal skripsi. 8. Almarhum Papah tercinta Kangen...rasa kangen ini yang memberikan semangat bagi penulis untuk tetap tegar dalam melangkah, dan rasa rindu ini yang memberikan inspirasi penulis untuk tetap semangat dalam meraih cita-cita. Seiring ketegaran kaki melangkah, ditemani rasa rindu tak lupa penulis selalu mengirimkan doa. 9. Mamahku tersayang yang tiada henti-hentinya berusaha dan berjuang untuk mencukupi segala kebutuhan material, dan yang selalu memberikan kasih sayang,

perhatian, dukungan, baik moril maupun spiritual serta mengajarkan penulis untuk tegar dalam menjalani hidup, terima kasih mamah... 10. Ka Hendrik, Mba Vica, keponakanku Adik Khalila yang imut-imut, terima kasih atas dukungan dan bimbingannya, dan inspirasi untuk tetap semangat dalam meraih cita-cita. 11. Some one spesial, Mr. Satrio, kehadiranmu membuat semangat tersendiri untuk penulis menjadi yang terbaik. 12. Bapak, Ibu dan adeku patria di Magelang terima kasih atas perhatian, kasih sayang, dukungan serta doanya, sehingga penulis termotivasi menjadi lebih baik. 13. Untuk sahabat terbaik : Sumi, Yanti, Inggar, Ryani, K Ayu, Arum, Anggi, Winda, dan Shelly, tetap berjuang, jangan mudah putus asa. Terima kasih untuk kenangan selama 4 tahun yang tak akan penulis lupakan. SEMANGAT kawan!! 14. Rekan – rekan Angkatan 2009 Keperawatan Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatulah Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Thank’s for you’re support and attention. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya, terutama mahasiswa Universitas Negri Islam Syarif Hidayatulah Jakarta.

Jakarta, September 2013

Wahyu Pratiwi

DAFTAR ISI

JUDUL

HAL

HALAMAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ i ABSTRAK ......................................................................................................... ii ABSTRACT ........................................................................................................ iii LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................. iv RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi DAFTAR ISI....................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv DAFTAR BAGAN ............................................................................................. xv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................

1

B. Rumusan Masalah ...........................................................................

5

C. Tujuan Penelitian ............................................................................

6

D. Manfaat Penelitian ..........................................................................

6

E. Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Makan 1. Pengertian Pola Makan ...........................................................

8

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan ....................

9

3. Pola Makan ..............................................................................

13

4. Cara Pengelolaan Makanan ......................................................

18

5. Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi .............................

19

B. Remaja 1. Pengertian Remaja ...................................................................

19

2. Pertumbuhan dan Perkembangan .............................................

19

3. Karakteristik Perilaku Remaja .................................................

20

4. Kebutuhan Zat Gizi Untuk Remaja ..........................................

21

5. Permasalahan Gizi Remaja........................................................

22

C. Gastritis 1. Pengertian Gastritis .................................................................

29

2. Etiologi .....................................................................................

30

3. Klasifikasi ................................................................................

31

4. Manifestasi Klinis ....................................................................

32

5. Komplikasi ...............................................................................

32

6. Faktor-faktor Risiko ..................................................................

33

7. Diet Pada Gastritis ....................................................................

36

D. Penelitian Terkait ............................................................................

39

E. Kerangka Teori ...............................................................................

41

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep ............................................................................

42

B. Hipotesis Penelitian ........................................................................

44

C. Definisi Operasional .......................................................................

44

BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ............................................................................

49

B. Waktu dan Tempat Penelitian .........................................................

49

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian ...................................................................

50

2. Sampel Penelitian .....................................................................

50

D. Tehnik Pengambilan Sampling .......................................................

52

E. Etika Penelitian ................................................................................

52

F. Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian 1. Instrumen Penelitian ................................................................

53

2. Uji Validitas dan Reabilitas .....................................................

54

3. Metode Pengumpulan Data ......................................................

55

G. Pengolahan Data .............................................................................

56

H. Teknik Analisa Data .......................................................................

58

BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ...............................................

60

B. Analisis Univariat 1. Gambaran Umur ...........................................................................

62

2. Gambaran Jenis Kelamin .............................................................

63

3. Gambaran Frekuensi Makan ........................................................

63

4. Gambaran Jenis Makan ................................................................

64

5. Gambaran Porsi Makan ................................................................

65

6. Gambaran Pola Makan ................................................................

65

7. Gambaran Gastritis ......................................................................

66

C. Analisis Bivariat 1. Hubungan Usia dengan Gastritis ................................................

67

2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Gastritis .................................

66

3. Hubungan Frekuensi Makan dengan Gastritis ............................

69

4. Hubungan Jenis Makan dengan Gastritis ....................................

70

5. Hubungan Porsi Makan dengan Gastritis ....................................

71

6. Hubungan Pola Makan dengan Gastritis .....................................

72

BAB VI PEMBAHASAN A. Analisis Univariat 1. Usia ..............................................................................................

73

2. Jenis Kelamin ...............................................................................

74

3. Frekuensi Makan ..........................................................................

75

4. Jenis Makan ..................................................................................

76

5. Porsi Makan ..................................................................................

77

6. Pola Makan ...................................................................................

77

7. Gastritis .........................................................................................

78

B. Analisis Bivariat 1. Usia Hubungannya dengan Gastritis ............................................

79

2. Jenis Kelamin Hubungannya dengan Gastritis .............................

80

3. Frekuensi Makan Hubungannya dengan Gastritis .......................

82

4. Jenis Makan Hubungannya dengan Gastritis ...............................

83

5. Porsi Makan Hubungannya dengan Gastritis ...............................

84

6. Pola Makan Hubungannya dengan Gastrits .................................

85

C. Keterbatasan Penelitian ......................................................................

87

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .........................................................................................

88

B. Saran ...................................................................................................

90

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

1.

Tabel 3.1 Definisi operasional ................................................................

45

2.

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi berdasarkan usia responden ....................

62

3.

Tabel 5.2 Distribusi berdasarkan jenis kelamin responden ....................

63

4.

Tabel 5.3 Distribusi berdasarkan frekuensi makan responden ...............

63

5.

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis makan responden ......

64

6.

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi berdasarkan porsi makan responden .....

65

7.

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi berdasarkan pola makan responden .....

65

8.

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi berdasarkan gastritis .............................

66

9.

Tabel 5.8 Hubungan antara usia dengan gastritis .................................

67

10. Tabel 5.9 Hubungan antara jenis kelamin dengan gastritis ..................

68

11. Tabel 5.10 Hubungan antara frekuensi makan dengan gastritis ...........

69

12. Tabel 5.11 Hubungan antara jenis makan dengan gastritis...................

70

13. Tabel 5.12 Hubungan antara porsi makan dengan gastritis...................

71

14. Tabel 5.13 Hubungan antara pola makan dengan gastritis....................

72

DAFTAR BAGAN

1. Bagan 2.1 Kerangka Teori ...............................................................

41

2. Bagan 3.1 Kerangka Konsep .................................................................. 42

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden 2. Lampiran 2 Kuesioner Penelitian 3. Lampiran 3 Hasil Uji Validitas 4. Lampiran 4 Hasil Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Word Health Organization (WHO) mengadakan tinjauan terhadap beberapa negara dunia dan mendapatkan hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi gastritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang secara substantial lebih tinggi dari pada populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik. Gastritis biasanya dianggap sebagai suatu hal yang remeh namun gastritis merupakan awal dari sebuah penyakit yang dapat menyusahkan kita ( Lin et al, 2013). Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO tahun 2009 adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk. Menurut Maulidiyah (2006), di Kota Surabaya angka kejadian Gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian infeksi cukup tinggi sebesar 91,6%. Berdasarkan profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, gastritis merupakan salah satu penyakit di dalam sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di Rumah Sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, gastritis menempati

urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak di Sumatera Barat tahun 2009 yaitu sebesar 202.577 kasus (11,18%). Data Dinas Kesehatan Kota Tangerang tahun 2009, menyebutkan bahwa gastritis menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbanyak dengan jumlah 7.729 kasus (12,26%) dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 9.773 kasus (12,20%). Pondok Pesantren Daar El-Qolam merupakan salah satu Pondok Pesantren di kota Tangerang dengan kasus gastritis yang meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data tahun 2009 terdapat sebanyak 220 santri menderita gastritis dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 300 santri. Kasus gastritis tersebut mengalami peningkatan lagi pada tahun 2011 menjadi 320 santri. Gastritis merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam kelima penyakit terbanyak di Pondok Pesatren Daar El-Qolam pada tahun 2011, dengan usia tersering penderita gastritis ialah antara 15-2 tahun. Jumlah Santri dengan keluhan gastritis pada bulan Januari tahun 2012 sebanyak 70 orang, bulan Februari 121 orang, bulan Maret 141 orang, dan bulan April 112 orang. Gastritis atau lebih lazim kita menyebutkannya sebagai penyakit maag merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktifitas dan bila tidak ditangani dengan baik dapat juga berakibat fatal. Biasanya penyakit gastritis terjadi pada orangorang yang memiliki pola makan tidak teratur dan memakan makanan yang merangsang produksi asam lambung. Beberapa infeksi mikroorganisme juga dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Gejala-gejala sakit gastritis selain nyeri di daerah ulu hati adalah mual, muntah lemas kembung dan terasa sesak, nafsu makan menurun, wajah pucat, suhu badan naik, keluar keringat dingin, pusing dan selalu bersendawa dan pada kondisi yang lebih parah, bisa muntah darah (Wijoyo, 2009). Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas faktor internal yaitu adanya kondisi yang memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan, dan zat

eksternal yang menyebabkan iritasi dan infeksi. Beberapa faktor risiko gastritis adalah menggunakan obat aspirin atau antiradang non steroid, infeksi kuman Helicobacter pylori, memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol, memiliki kebiasaan merokok, sering mengalami stres, kebiasaan makan yaitu waktu makan yang tidak teratur, serta terlalu banyak makan makanan yang pedas dan asam (Purnomo, 2009). Gastritis biasanya diawali dengan pola makan yang tidak teratur sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat. Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran macam dan model bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari, pola makan terdiri dari frekuensi makan, jenis makanan dan porsi makan. Dengan menu seimbang perlu dimulai dan dikenal dengan baik sehingga akan terbentuk kebiasaan makan makanan seimbang dikemudian hari. Pola makan yang baik dan teratur merupakan salah satu dari penatalaksanaan gastritis dan juga merupakan tindakan preventif dalam mencegah kekambuhan gastritis. Penyembuhan gastritis memerlukan pengaturan makanan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi pencernaan. Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, 2009). Dampak dari penyakit gastritis dapat mengganggu Keadaan gizi atau status gizi. Keadaan gizi dapat berupa gizi kurang, baik atau normal maupun gizi lebih. Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan penyakit berupa penyakit defisiensi. Bila kekurangan dalam batas marginal menimbulkan gangguan yang sifatnya lebih ringan atau menurunnya kemampuan fungsional. Misalnya kekurangan vitamin B1 dapat menyebabkan badan cepat lelah, sedangkan pada remaja kekurangan zat besi dapat menurunkan prestasi kerja dan prestasi belajar, selain turunnya ketahanan tubuh terhadap infeksi sehingga mudah untuk terserang penyakit.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneiliti delapan dari sepuluh santri memiliki pola makan yang kurang sehat seperti telat makan, suka makan makanan pedas, dan mengkonsumsi makan-makanan pedas dan gorenggorengan yang dapat menyebabkan gastritis. Dari sepuluh santri yang diwawancarai, ada tujuh orang yang mengalami gejala gastritis. Peneliti memilih para santri karena fakta yang saya temukan banyak pada usia ini mereka umumnya memiliki gaya hidup yang kurang sehat seperti kurang memperhatiakn makanan yang dikonsumsi baik pola makan maupun jenis makanan. Menyediakan variasi makanan

juga sangat

berpengaruh, kerena menyediakan variasi makanan yang kurang menarik dapat menimbulkan kebosanan, sehingga mengurangi selera makan, dan lebih memilih makanan cepat saji. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Hubungan Pola Makan Dengan Gastritis Pada Remaja di Pondok Pesantren Daar ElQolam Gintung, Jayanti, Tangerang.”

B. Perumusan Masalah Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa santri yang sering telat makan, suka makan-makanan pedas, dan mengkonsumsi makanan sembarangan. Cara penyajian makanan yang kurang menarik, seperti rasa dan jenis makanan yang kurang baik, sehingga para santri lebih menyukai makan-makanan siap saji (fast food). Adapun pola makan yang terdiri dari frekuensi makan, porsi makan dan jenis makan yang tidak baik sangat mempengaruhi terjadinya gastritis, tidak jarang kondisi seperti ini menimbukan luka pada dinding lambung (Sediaotama, 2004). Berdasarkan data-data tersebut peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Adakah hubungn pola makan dengan gastritis pada remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang ?”

C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Untuk mengetahui hubungan pola makan dengan gastritis pada remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. Tujuan Khusus: Untuk Mengidentifikasi : 1. Kejadian Gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. 2. Demografi (Usia dan Jenis kelamin) pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. 3. Pola makan (Frekuensi makan, jenis makan, jumlah makan atau porsi makan) pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. 4. Hubungan demografi (usia dan jenis kelamin) dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. 5. Hubungan pola makan (frekuensi makan, jenis makan, jumlah makan atau porsi makan) dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi UIN Syarif Hidayatulah Jakarta khususnya PSIK Secara akademik penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mahasiswa Keperawatan mengenai pengaruh pola makan terhadap terjadinya penyakit gastritis.

2. Bagi institusi pelayanan kesehatan Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi bagi petugas kesehatan untuk mengetahui pola makan sehari-hari terhadap terjadinya gastritis pada usia remaja sehingga dapat menjadi masukan dalam memberikan pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan mengenai perilaku hidup sehat terhadap terjadinya gastritis supaya tidak terjadi komplikasi lebih lanjut. 3. Bagi Peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian yang akan datang mengenai aspek lain tentang gastritis.

E. Ruang Lingkup Penelitian Dalam ruang lingkup penelitian ini, penulis hanya membatasi pada pola makan yang terdiri dari frekuensi makan, porsi makan dan jenis makan terhadap terjadinya gastritis. Adapun tempat yang akan dilakukan penelitian tersebut di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori dan Konsep Terkait 1. Pola Makan a. Definisi Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pilihan makanan. Sedangkan menurut Suhardjo (2005) pola makan diartikan sebagai cara seseorang

atau

sekelompok

orang

untuk

memilih

makanan

dan

mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial. Pola makan merupakan berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk sutu kelompok masyarakat tertentu (Soegeng, 2004). Pendapat dari berbagai sumber dapat diartikan secara umum bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atas sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam mengkonsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan dan lingkungan, umur dan jenis kelamin (Sediaotama, 2004). 1) Faktor ekonomi Faktor ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas. Meningkatnya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat pengaruh promosi melalui iklan, serta kemudahan informasi, dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan timbulnya kebutuhan psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makannya sehari-hari. Sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan terhadap pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecendrungan untuk mengkonsumsi makanan impor, terutama jenis siap santap (fast food), seperti ayam goreng, pizza, hamburger, dan lain-lain, telah meningkat tajam terutama dikalangan generasi muda dan kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas.

2) Faktor sosial budaya Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh kepercayaan pada umumnya mengandung perlambang atau nasehat yang dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan menjadi kebiasaan/adat. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi. Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap pangan. Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajian serta untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi. Kebudayaan juga menentukan kapan seseorang boleh dan tidak boleh mengonsumsi suatu makanan (dikenal dengan istilah tabu), meskipun tidak semua hal yang tabu masuk akal dan baik dari sisi kesehatan. tidak sedikit hal yang ditabukan merupakan hal yang baik jika ditinjau dari kesehatan, salah satu contohnya adalah anak balita tabu mengonsumsi ikan laut karena dikhawatirkan akan menyebabkan cacingan. Padahal dari sisi kesehatan berlaku sebaliknya, mengkonsumsi ikan sangat baik bagi balita karena memiliki kandungan protein yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan. Terdapat 3 kelompok anggota masyarakat yang biasanya memiliki pantangan makanan tertentu yaitu balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.

3) Agama Pantangan yang didasari Agama, khususnya Agama Islam disebut haram dan individu yang melanggar hukum berdosa. Adanya makanan terhadap

makanan/minuman

tertentu

di

sisi

agama

dikarenakan

makanan/minuman tersebut membahayakan jasmani dan rohani bagi yang mengonsumsinya. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi. 4) Pendidikan Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh prinsip yang dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya adalah ‘yang penting mengenyangkan’, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lain. Sebaliknya, sekelompok orang dengan pendidikan tinggi memiiki kecenderugan memilih bahan makanan sumber protein dan akan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain. 5) Lingkungan Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan dalam keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang, kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapat dalam keluarga. Lingkungan sekolah, termasuk di dalamnya para guru, teman sebaya, dan keberadaan tempat jajan sangat mempengaruhi terbentuknya pola makan, khususnya bagi siswa

sekolah. Anak-anak yang mendapatkan informasi yang tepat tentang makanan sehat dari para gurunya dan didukung oleh tersedianya kantin dan tempat jajan yang menjual makanan yang sehat akan membentuk pola makan yang baik pada anak. Sekolah diluar negeri menerapkan kegiatan makan siang bersama di sekolah. Hal ini akan membentuk pola makan yang positif pada anak, karena akan dibiasakan memiliki pola makan yang teratur, memenuhi kebutuhan biologis pencernaan dengan mengkonsumsi makanan bergizi, tidak hanya asal kenyang dengan jajanan. Keberadaan iklan/promosi makanan ataupun minuman melalui media elektronik maupun cetak sangat besar pengaruhnya dalam membentuk pola makan. Tidak sedikit orang tertarik untuk mengonsumsi atau membeli jenis makanan tertentu setelah melihat promosinya melalui iklan di televisi., sehingga masyarakat dapat memilih bahan makanan yang diinginkan dengan tetap menerapkan prinsip gizi seimbang. 6) Faktor usia Usia sangat berpengaruh terhadap penyakit gastritis, karena Masa remaja adalah masa mencari identitas diri, adanya keinginan untuk dapat diterima oleh teman sebaya dan mulai tertarik oleh lawan jenis menyebabkan remaja sangat menjaga penampilan. Semua itu sangat mempengaruhi pola makan remaja, termasuk pemilihan bahan makanan dan frekuensi makan. Remaja takut merasa gemuk sehingga remaja menghindari sarapan dan makan siang atau hanya makan sehari sekali (Baliwati, 2004) 7) Jenis kelamin Jenis kelamin adalah karakteristik remaja yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin menentukan pula besar kecilnya kebutuhan gizi

bagi seseorang. Pria lebih banyak membutuhkan Kebutuhan zat tenaga dan protein daripada wanita, karena secara kodrat pria diciptakan untuk tampil lebih aktif dan lebih kuat dari pada wanita (Baliwati, 2004). Kebutuhan energi pada remaja laki-laki sangat tinggi dibanding remaja perempuan. Remaja laki-laki kemungkinan mengkonsumsi jumlah yang cukup untuk hampir semua zat gizi, walaupun pilihan makanannya bukanlah yang terbaik. Remaja perempuan kesulitan lebih banyak untuk mendapatkan vitamin dan mineral yang cukup dalam selang kalori yang dibutuhkan (Moore, 2005).

c. Pola Makan Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi frekuensi makan, porsi makan, dan jenis makan yang berdasarkan faktor – faktor sosial, budaya dimana mereka hidup (Hudha, 2006). Menurut Koesmardini (2006) pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang yang memilih dan memakan makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial. Sehingga kajian yang mempengaruhi pola makan dapat meliputi kegiatan dalam memilih pangan, cara memperoleh, menyimpan dan beberapa yang dimakan dan sebagainya. Pola yang dianut oleh remaja dimiliki melalui proses belajar yang menghasilkan kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dan akan berlangsung selama hidupnya, hingga kebiasaan makan dan susunan hidangan masih bertahan sampai ada pengaruh yang dapat mengubahnya. Usia remaja

merupakan peralihan pola masa anak, namun pada usia remaja telah mendapatkan berbagai pengarahan dan bimbingan orang tua tentang makanan yang harus dikonsumsi guna pemenuhan kebutuhan yang mulai banyak aktifitasnya baik di sekolah maupun dirumah. Pola makan remaja yang perlu dicermati adalah tentang frekuensi makan, jenis makan dan porsi makan (Hudha, 2006). Pola Makan terdiri dari : 1) Frekuensi makan Frekuensi makan merupakan seringnya seseorng melakukan kegiatan makan dalam sehari baik makanan utama maupun makanan selingan. Menurut Suhardjo (2002) dalam Hudha (2006) frekuensi makan dikatakan baik bila frekuensi makan setiap harinya 3 kali makanan utama atau 2 kali makanan utama dengan 1 kali makanan selingan, dan dinilai kurang bila frekuensi makan setiap harinya 2 kali makan utama atau kurang. Pada umumnya setiap orang melakukan makanan utama 3 kali yaitu makan pagi, makan siang, dan makan malam atau sore. Ketiga waktu makan tersebut yang paling penting adalah makan pagi, sebab dapat membekali tubuh dengan berbagai zat makanan terutama kalori dan protein berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan remaja. Berdasarkan penelitian pereira dari University of minnesota school of public health menyatakan bahwa orang yang makan pagi dapat mengendalikan nafsu makan mereka lebih sepanjang hari itu. Itu juga dapat mencegah mereka makan secara berlebihan saat makan siang atau makan malam. Makan siang diperlukan setiap orang maupun remaja, karena merasa sejak pagi merasa lelah akibat melakukan aktivitas. Di samping makanan utama yang dilakukan 3 kali biasanya dalam sehari makanan selingan

dilakukan sekali atau dua kali diantara waktu makan guna menanggulangi rasa lapar, sebab jarak waktu makan yang lama. Pola makan yang tidak normal dapat diidentifikasi kembali menjadi 2, yakni Majalahnh (2009) : a) Makan dalam jumlah sangat banyak (binge eating disorder) mirip dengan bulimia nervosa di mana orang makan dalam jumlah sangat banyak, tetapi tidak diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Akibatnya di dalam tubuh terjadi penumpukan kalori. b) Makan di malam hari (night-eating syindrome), kurang nafsu makan di pagi hari digantikan dengan makan berlebihan, agitasi dan isomnia di malam harinya. 2) Jenis makanan Jenis makanan yang dikonsumsi remaja dapat dikelompokan menjadi dua yaitu makanan utama dan makanan selingan. Makanan utama adalah makanan yang dikonsumsi seseorang berupa makan pagi, makan siang, dan makan malam yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur, buah dan minuman. Makanan pokok adalah makanan yang dianggap memegang peranan penting dalam susunan hidangan. Pada umumnya makanan pokok berfungsi sebagai sumber energi (kalori) dalam tubuh dan memberi rasa kenyang (Sediaoetama, 2004). Makanan pokok yang biasa dikonsumsi yaitu nasi, roti, dan mie atau bihun. 3) Porsi makan Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Jumlah (porsi) makanan sesuai dengan anjuran makanan bagi remaja menurut Sediaoetama (2004) dalam Hudha

(2006). Jumlah (porsi) standar bagi remaja antara lain : makanan pokok berupa nasi, roti tawar, dan mie instant. Jumlah atau porsi makanan pokok antara lain : nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie instant untuk ukuran besar 100 gram dan ukuran kecil 60 gram. Lauk pauk mempunyai dua golongan lauk nabati dan lauk hewani, jumlah atau porsi makanan antara lain : daging 50 gram, telur 50 gram, ikan 50 gram, tempe 50 gram (dua potong), tahu 100 gram (dua potong). Sayur merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, jumlah atau porsi sayuran dari berbagai jenis masakan sayuran antara lain : sayur 100 gram. Buah merupakan suatu hidangan yang disajikan setelah makanan utama berfungsi sebagai pencuci mulut. Jumlah porsi buah ukuran 100 gram, ukuran potongan 75 gram. Dalam menyusun menu seimbang diperlukan pengetahuan bahan makanan, karena nilai gizi setiap bahan makanan tiap kelompok tidak sama (Sulistyoningsih, 2010) sebagai berikut: a) Golongan makanan pokok Jenis padi-padian merupakan bahan makanan pokok yang memiliki kadar protein lebih tinggi dari umbi-umbian. Jika bahan makanan pokok yang digunakan berasal dari umbi-umbian maka harus disertai lauk dalam jumlah yang lebih besar. Porsi makanan pokok yang dianjurkan dalam sehari untuk remaja adalah sebanyak 300-500 gram beras atau sebanyak 35 piring nasi dalam sehari. b) Golongan protein Lauk sebaiknya terdiri dari campuran hewani dan nabati. Lauk hewani memiliki nilai biologi yang tinggi dibandingkan nabati. Porsi lauk yang dianjurkan untuk remaja dalam sehari adalah sebanyak 100 gram atau dua

potong ikan daging atau ayam, sedangkan porsi nabati dalam sehari sebanyak 100-150 gram atau 4-6 potong tempe. Tempe dapat diganti dengan tahu atau kacang-kacangan kering. c) Golongan sayuran-sayuran Sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral. Sayuran daun berwarna hijau dan orange mengandung lebih banyak provitamin A, selain itu sayuran berwarna hijau juga kaya kalsium, zat besi, asam folat, dan vitamin C. semakin hijau warna sayuran, semakin banyak mengandung gizi. Setiap hari dianjurkan mengkonsumsi sayuran yang terdiri dari sayuran daun, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna jingga. Porsi sayuran dalam bentuk tercampur dianjurkan juga untuk remaja dalam sehari 150-200 gram atau sebanyak 1,5-2 mangkok dalam keadaan matang. d) Golongan buah-buahan Buah berwarna kuning banyak mengandung provitamin A, sedangkan buah yang kecut pada umumnya kaya vitamin C. porsi buah yang dianjurkan untuk remaja dalam sehari adalah 2-3 potong, dapat berupa papaya atau buah-buahan lain. e) Lain-lain Menu yang disusun biasanya mengandung gula dan minyak, sebagai penyedap dan pemberi rasa gurih. Penggunaan gula biasanya sebanyak 2535 gram/hari (2 ½ - 3 ½ sendok makan), sedangkan minyak sebanyak 2550 gram/hari (2 ½ - 5 sendok makan).

d. Cara pengelolaan makanan Dalam menu indonesia pada umumnya makanan dapat diolah dengan cara sebagai berikut : 1) Merebus (boiling) adalah mematangkan makanan dengan cara merebus suatu cairan bisa berupa air saja atau air kaldu dalam panci sampai mencapai titik didih (1000C). 2) Memasak (braising) adalah cara memasak makanan dengan menggunakan sedikit cairan pemasak. Bahan makanan yang diolah dengan tehnik ini adalah daging. 3) Mengukus (steaming) adalah proses mematangkan makanan dalam uap air. 4) Bumbu-bumbuan (simmering) hampir sama dengan mengukus tapi setelah dikukus makanan dibumbui dengan bumbu tertentu.

e. Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi Pola makan yang seimbang, yaitu sesuai dengan kebutuhan yang disertai pemilihan bahan makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik (sediaoetama, 2004). Asupan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit lain yang disebabkan oleh kelebihan zat gizi. Sebaliknya asupan makanan kurang dari kebutuhan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap penyakit. Kedua keadaan tersebut sama tidak baiknya, sehingga disebut gizi salah. Keadaan gizi salah akibat kurang makan atau berat badan yang kurang merupakan hal yang banyak terjadi di berbagai daerah atau negara miskin. Sebaliknya keadaan gizi salah akibat konsumsi gizi berlebihan, merupakan fenomena baru yang semakin lama semakin meluas. Keadaan ini terutama

dialami oleh lapisan menengah keatas, yakni munculnya obesitas pada anak dan remaja perkotaan pada kategori ekonomi atas.

2. Remaja a. Definisi Istilah remaja atau adolesence berasal dari bahasa latin adolesscere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang artinya “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock, 2006). Remaja adalah periode perkembangan dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13 dan 20 tahun (potter&perry, 2005). Remaja berada dalam setatus interim sebagai akibat dari posisi yang diberikan oleh orang tua dan masyarakat dan melalui usahanya sendiri yang selanjutnya memberikan prestasi tertentu bagi dirinya (Soetjiningsih, 2005). Masa peralihan dari yang sangat bergantung dengan orang tua ke masa yang penuh tanggung jawab serta keharusan untuk sanggup berdiri sendiri. Berdasarkan dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan suatu periode dalam kehidupan manusia dimana dapat menjadi sebuah titik awal sebagai sebuah usaha mencapai kemandirian.

b. Pertumbuhan dan Perkembangan Carson (2008) membagi remaja menjadi 3 fase, yaitu : 1) Remaja awal (early adolesence) sebagai awal pubertas, terjadi pematangan fisik dan perkembangan dan perkembangan ketakteristik seks primer dan sekundaer. Rentang usia 11-13 tahun pada perempuan dan 12-14 tahun pada laki-laki.

2) Remaja pertengahan (midle adolesence), kira-kira 14-16 tahun pada perempuan dan 15-17 tahun pada laki-laki, ditandai dengan usaha mencapai kemandirian. 3) Remaja akhir (late adolesence), sekitar 19 tahun, relatif stabil dalam hubungan dengan teman sebaya, akademik dan aktifitas waktu senggang, dan tanggung jawab keuangan. Selain Carson (2008), ahli lain juga membagi masa remaja menjadi tiga periode kehidupan diantaranya Kozier, Stanhope&Lancaster serta Wong. Konzier (2006) membagi masa remaja menjadi remaja awal (12-13 tahun), remaja tengah (14-16 tahun), dan remaja akhir (17-20 tahun). Sedangkan Stanhope&Lancaster membagi menjadi remaja awal (10-13 tahun), remaja tengah (14-16 tahun), remaja akhir (1721 tahun). c. Karakteristik Perilaku Makan Remaja Menurut Potter & Perry (2005) Masa remaja adalah masa mencari identitas diri, adanya keinginan untuk dapat menerima oleh teman sebaya dan mulai tertarik oleh lawan jenis menyebabkan remaja sangat menjaga penampilan. Semua itu sangat mempengaruhi pola makan remaja, termasuk pemilihan bahan makanan dan frekuensi makan. Remaja takut merasa gemuk sehingga remaja menghindari sarapan dan makan siang atau hanya makan sehari sekali. Hal itu menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tubuh akan lambat. Berikut ini karekteristik perilaku makan yang dimiliki remaja : 1)

Kebiasaan tidak sarapan pagi

2) Gadis remaja sering terjebak dengan pola makan tak sehat, menginginkan penurunan berat badan secara drastis, bahkan sampai gangguan pola makan. Hal ini dikarenakan remaja memiliki body image (citra diri) yang mengacu

pada idola mereka yang biasanya adalah para artis, pragawati, selebritis yang cenderung memiliki tubuh kurus, tinggi, dan semampai. 3) Kebiasaan “ngemil” yang rendah gizi (kurang kalori, protein, vitamin dan mineral) seperti makanan ringan, krupuk, dan chips. 4) Kebiasaan makan makanan siap saji (fast food) yang komposisi gizinya tidak seimbang yaitu terlalu tinggi kandungan energinya, seperti pasta, fried chicken, dan biasanya juga disertai dengan mengkonsumsi minuman bersoda yang berlebihan.

d. Kebutuhan Zat Gizi Untuk Remaja Terpenuhinya kebutuhan zat gizi adalah hal yang mutlak diperlukan untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Soetjiningsih, 2005). Beberapa alasan yang mendasari masa remaja membutuhkan banyak zat gizi adalah : 1) Secara fisik terjadi pertumbuhan yang sangat cepat ditandai dengan peningkatan berat badan dan tinggi badan. 2) Mulai berfungsi dan berkembangnya organ-organ reproduksi. Jika kebutuhan gizi tidak diperhatikan maka akan merugikan perkembangan selanjutnya. Terutama pada perempuan karena akan menyebabkan menstruasi tidak lancar, gangguan kesuburan, rongga panggul tidak berkembang sehingga sulit ketika melahirkan, kesulitan pada saat hamil, serta produksi ASI tidak bagus. Perempuan yang fisiknya tidak pernah tumbuh sempurna karena kurang zat gizi juga beresiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. 3) Remaja umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibandingkan usia lain sehingga diperlukan zat gizi yang lebih banyak.

e. Permasalahan Gizi Pada Remaja Menurut Soetjiningsih (2005) Timbulnya masalah gizi pada remaja pada dasarnya dikarenakan perilaku gizi yang salah, yaitu ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Bila konsumsi gizi selalu kurang dari kecukupan maka seseorang akan mengalami gizi kurang. Sebaliknya jika konsumsi melebihi kecukupan akan menderita gizi lebih dan obesitas. Keadaan gizi atau setatus gizi merupakan gambaran apa yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang cukup lama. Keadaan gizi dapat berupa gizi kurang, baik atau normal maupun gizi lebih. Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan penyakit berupa penyakit defisiensi. Bila kekurangan dalam batas marginal menimbulkan gangguan yang sifatnya lebih ringan atau menurunnya kemampuan fungsional. Misalnya kekurangan vitamin B1 dapat menyebabkan badan cepat lelah, kekurangan zat besi dapat menurunkan prestasi kerja dan prestasi belajar selain turunnya ketahanan tubuh terhadap penyakit infeksi. Menurut Soetjiningsih (2005) Permasalahan gizi yang timbul pada masa remaja dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : 1) Kebiasaan makan yang buruk Timbulnya kebiasaan makan yang buruk pada remaja bisa dikarenakan kebiasaan makanan yang juga tidak baik yang tertanam sejak kecil. 2) Pehaman gizi yang salah Remaja sering memiliki pemahaman bahwa tubuh yang menjadi idaman adalah tubuh yang langsing. Sehingga untuk mempertahankan kelangsingannya remaja melakukan pengaturan makan yang salah. 3) Kesukaan yang berlebihan terhadap satu jenis makanan tertentu

Kesukaan yang berlebihan terhadap satu jenis makanan terlebih lagi jika makanan tersebut sedikit kandungan gizi akan menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan gizi. 4) Promosi yang berlebihan di media masa tentang produk makanan Usia remaja merupakan usia yang mudah tertarik dengan hal-hal baru, termasuk produk makanan yang diiklankan, padahal makanan tersebut belum tentu memiliki kandungan gizi yang baik. 5) Maraknya produk makanan impor Jenis makanan siap saji seperti hotdog, hamburger, fried chicken, dan frenchfries semakin banyak di pasaran. Secara nilai gizi makanan tersebut tidak terlalu bagus kerena memiliki kolesterol, lemak jenuh, dan kadar natrium yang tinggi yang tentunya berakibat buruk bagi kesehatan. Menurut Hurlock (2006) Beberapa masalah yang berkaitan dengan gizi yang ditemukan pada remaja antara lain indeks masa tubuh (IMT) kurang dari batas normal atau sebaliknya, memiliki IMT yang berlebihan (obesitas), dan anemia dan masalah yang berhubungan dengan gangguan perilaku makan berupa anoreksia nervosa, dan bulimia. 1)

Kurus Menurut Susenas 1999-2003, sebesar 35-40% wanita usia subur (WUS) 15-19 tahun beresiko kekurangan energi kronis. Salah satunya cara yang dilakukan untuk mendeteksi kekurangan energi adalah dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT). Hasil analisis terhadap data SKRT 2001 dan data SUSENAS 2002 menunjukan bahwa pravalensi gizi kurang pada remaja dengan IMT < 5 persentil, sebesar 17, 4% . prevalensi IMT kurang atu kurus berkisar antara 30%-40% (Permaisih, 2003). Penelitian yang dilakukan Ai Nurhayati (2006)

di SMU 1 PGRI Bogor menunjukan bahwa terdapat 59,1% remaja dengan katagori kurus. Jika dilihat dari resiko kurang energi protein, hasil penelitian yang dilakukan di SMKN 1 Tempel menunjukan sebanyank 73% siswi memiliki lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, yang berarti resiko kurang energi kronis. Hasil penelitian yang dilakukan Rini Santi (2006) di Bukit Tinggi menunjukan bahwa rata-rata IMT remaja putri adalah 20,69 kg/m2 + 2, 63. Proporsi siswi yang mempunyai IMT < 18, 5 kg/m2 sebesar 19,9% dengan penyebaran 14,1% kekurangan gizi tingkat ringan dan 5,8% kekurangan gizi tingkat berat. Menurut Potter&Perry (2005) Kurus merupakan masalah gizi yang umumnya lebih banyak ditemukan pada remaja perempuan. Seringkali remaja perempuan memiliki motto bahwa “kurus itu indah” sehingga mereka sering melakukan diet tanpa pengawasan dari dokter atau ahli gizi sehingga zat-zat gizi penting tidak dapat dipenuhi. Remaja yang kurus penampilannya malah cenderung kurang menarik, mudah letih dan resiko sakit pun tinggi. Selain itu remaja yang kurus akan kurang mampu bekerja keras. 2) Obesitas Obesitas adalah keadaan seseorang jika berat badannya lebih dari 30 standar BBI (Berat Badan Ideal), atau juga keadaan jika seseorang mempunyai berat badan 120% lebih berat dari berat badan seharusnya pada usianya (Sediaoetama, 2004). Obesitas menjadi masalah diseluruh dunia karena prevalensinya sangat meningkat pada orang dewasa dan anak, baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Jumlah anak dengan usia sekolah dengan overweight terbanyak berada di kawasan Asia yaitu 60% populasi atau sekitar 10,6 juta jiwa. Penelitian di semarang pada tahun 2004 memperlihatkan

bahwa pravalensi overweight pada anak 6-7 tahun adalah 9,1% sedangkan obesitas 10,6%. Penderita obesitas lebih banyak ditemukan pada remaja dan eksekutif muda di perkotaan yang disebabkan karena konsumsi makanan berlebih serta kurang aktifitas fisik dan berolahraga. Penelitian menunjukan bahwa obesitas sebagai faktor resiko berbagai penyakit seperti hipertensi, hiperkolesterol, penyakit jantung dan diabetes melitus. Selain itu penampilan penderita obesitas juga kurang menarik, gerakan tidak lincah dan cenderung lamban. Menurut Sediaoetama (2004) Obesitas biasanya disebabkan karena remaja tidak dapat mengontrol makanannya, makan dalam jumlah berlebihan sehingga badannya melebihi ukuran normal. Pada beberapa kasus obesitas terjadi karena binge eating disorder, yaitu keadaan seseorang yang makan dalam jumlah yang besar secara terus menerus dan cepat tanpa terkontrol. Setelah menyadarinya baru merasa bersalah tapi jika keadaan binge datang lagi dia akan kembali melakukannya tanpa sadar. Hal ini yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya depresi dan akhirnya akan menjadi obesitas. Remaja putri yang melakukan diet untuk mengurangi berat badannya sejak dini akan membawa resiko kegemukan pada saat mereka dewasa nanti. Semakin keras mereka melakukan diet, semakin besar resiko kegemukan yang akan dialami. Penelitian di luar negeri menunjukan 80% anak remaja yang obesitas cenderung menjadi dewasa yang obesitas juga. Penatalaksanaan yang bisa dilakukan untuk penderita obesitas ini adalah mengembangkan diet yang sehat, olahraga secara bertahap, dan untuk menderita obesitas yang luar biasa gemuk sehingga bisa mengancam hidupnya dilakukan operasi untuk mengecilkan lambung yang dinamakan gastroplasti

atau prosedur penjepitan lambung. Setelah operasi pasien hanya makan dengan sejumlah kecil makanan saja sudah menjadi kenyang. 3) Anemia Menurut Potter&Perry (2005) Masalah gizi lain yang banyak terjadi pada remaja khususnya remaja perempuan adalah kurangnya zat besi atau anemia. Anemia merupakan kelanjutan dampak dari kurang zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) dan kurang zat makro (vitamin, mineral). Prevalensi anemia pada remaja di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan Survey Nasional tahun 1995, prevalensi anemia pada remaja perempuan adalah sebesar 57,1%. Prevalensi anemia pada kelompok usia 5-14 tahun cukup tinggi dibandingkan kelompok umur yang lain yaitu sebesar 28,3%. Hasil beberapa penelitian didapatkan sekitar 41,4% - 66,7%

remaja

perempuan di Indonesia menderita anemia (WHO, 2003). Menurut hasil penelitian Permaisih (2003) prevalensi anemia pada remaja sebesar 25,5% dengan rincian pria 21% dan 30% pada wanita. Dampak anemia pada remaja perempuan yaitu pertumbuhan terhambat, tubuh

pada

masa

pertumbuhan

mudah

terinfeksi,

mengakibatkan

kebugaran/kesegaran tubuh berkurang, semangat belajar/prestasi menurun, pada saat akan menjadi calon ibu maka akan menjadi calon ibu yang beresiko tinggi untuk kehamilan dan melahirkan. Dampak anemia pada ibu hamil diantaranya pendarahan pada waktu melahirkan sehingga dapat menyebabkan kematian pada ibu. Masalah anemia pada remaja terutama remaja perempuan dapat diatasi dengan suplementasi iron/zinc. Makanan sumber zat besi/zinc yaitu sumber hewani seperti daging, produk laut dan sumber nabati seperti kacang-

kacangan. Adanya suplementasi besi/zinc pada remaja perempuan diharapkan akan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan pada remaja perempuan. Selain itu juga diharapkan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan calon ibu sehingga dapat menurunkan kematian ibu melahirkan akibat perdarahan dan menurunnya bayi lahir berat badan rendah. 4) Anoreksia Nervosa dan Bulimia Anoreksia dan bulimia merupakan bentuk eating disorder yaitu kelainan pola makan yang biasanya lebih sering terjadi pada perempuan. Kelainan tersebut biasanya merupakan gangguan makan yang menyiksa bahkan bisa dikatakan suatu bentuk penyiksaan terhadap diri sendiri. Gangguan tersebut dihasilkan oleh ketakutan bahwa tubuh akan menjadi gemuk setelah makan dan ketakutan mental ini akan terpancar melalui penyiksaan fisik. Angka kejadian anoreksia dan bulimia mengalami peningkatan selama dekade terakhir. Sekitar 1 dari 100 remaja perempuan umur antara 16 sampai 18 tahun menderita anoreksia. Puncak angka kejadian anoreksia pada remaja terjadi pada umur 14 tahun, dan remaja perempuan lebih banyak mengalami gangguan makan dibandingkan dengan remaja laki2 dengan perbandingan 10:1 (Soedjiningsih, 2009). Anoreksia nervosa adalah hilangnya nafsu makan atau terganggunya pusat nafsu makan. Hal ini disebabkan oleh konsep yang terputar balik mengenai penampilan tubuh sehingga penderita mempunyai rasa takut yang berlebihan terhadap kegemukan. Karena ketakutannya itu penderita Anoreksia nervosa melakukan diet yang sangat ketat sehingga berat badannya turun secara drastis dalam waktu yang singkat. Kelainan ini juga bisa dikarenakan sakit seperti

demam, pilek, malaria, tipes, dan peradangan. Selain itu penyakit itu muncul karena emosi, gelisah, dan kebingungan. Bila disebabkan demam, pilek, dan penyakit lain biasanya bila sudah sembuh selera makan kembali normal. Akibat berat badan yang turun jauh dibawah batas normal, fungsi normal tubuh akan terganggu. Pertumbuhan akan terhambat, rambut rontok, siklus haid terganggu, dan tubuh mudah terserang penyakit, misalnya anemia, kekurangan vitamin, dan penyakit infeksi. Hal yang paling berbahaya adalah kelainan jantung serta kekurangan cairan dan elektrolit (nastrium, kalium, klorida). Jantung menjadi semakin lemah dan memompa lebih sedikit darah ke seluruh tubuh penderita bisa mengalami dehidrasi dan cenderung mengalami pingsan. Darah menjadi asam dan kadar kalium dalam darah berkurang. Bisa terjadi kematian mendadak yang kemungkinan disebabkan irama jantung yang abnormal. Selain itu terjadi juga perubahan hormonal yaitu berkurangnya kadar hormon esterogen dan tiroid serta meningkatnya kadar hormon kortisol (Sediaoetama, 2004). Penderita bulimia mempunyai ciri khas yang hampir sama dengan penderita anoreksia, namun pada bulimia penderita lebih sulit dideteksi karena berat tubuh mereka bisa saja melebihi batas normal,di bawah batas normal atau bahkan normal. Ciri utamanya adalah makan dalam jumlah yang banyak kemudian dimuntahkan kembali atau mengkonsumsi obat pencahar dan obat diurentik untuk memuntahkan kembali makanannya. Masalah kesehatan yang muncul juga sama dengan anoreksia namun penderita bulimia biasanya mengalami kerusakan email gigi karena terciptanya produksi asam yang berlebihan ketika muntah. Bulimia dapat diikuti dengan terjadinya anoreksia begitu pula sebaliknya. Berbeda dengan korban kelaparan, penderita kelainan

ini mampu menjaga kekuatan dan kegiatan sehari-hari mendekati normal. Ia merasa tidak lapar dan tidak cemas terhadap kondisinya. Penyakit ini menyebabkan kematian pada 10% penderitanya. Upaya penatalaksanaan anoreksia dan bulimia nervosa pada umumnya terdiri dari 2 tahap pengobatan, yaitu mengembalikan berat badan normal, serta terapi psikis yang sering dibarengi dengan pemberian obat-obatan. Jika berat badan turun sangan cepat atau sangat berat (sampai 20% dibawah berat badan normal) maka sangat penting untuk mengembalikan berat badan karena bisa berakibat fatal. Pengobatan awal biasanya dilakukan di Rumah Sakit dimana penderita didorong untuk makan. Kadang diberikan makan melalui infus atau selang nasogastrik. Jika status gizinya sudah baik maka mulai diterapi jangka panjang oleh ahli gizi. Jika ditemukan depresi maka diberikan obat anti depresi.

3. GASTRITIS a. Definisi Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik difus atau lokal, dengan karakteristik anoreksia, perasaan penuh di perut (begah), tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah (Suratun SKM, 2010). Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung sering akibat diet yang sembarangan. Biasanya individu ini makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan-makanan yang berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab penyakit (Smelzer, 2005). Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi dan ketidakteraturan dalam pola makan misalnya makan terlalu

banyak, cepat, telat makan. Makan-makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya gastritis.

b. Etiologi Menurut Brunner & Suddarth (2002) Penyebab timbulnya gastritis diantaranya : 1) Komunikasi obat-obatan kimia digitalis (Asetamenofen/Aspirin, steroid kortikosteroid). Asetamenofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung. NSAIDS (Non Steroid Anti Inflamasi Drugs) dan kortikosteroid menghambat sintesisprostaglandin, sehingga sekresi HCL meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam dan menimbulkan iritasi mukosa lambung. 2) Konsumsi alkohol dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung. 3) Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka dan lada) dapat menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema serta pendarahan. 4) Kondisi stres atau tertekan (trauma, luka bakar, kemoterapi, dan kerusakan susunan saraf pusat) merangsang peningkatan produksi HCL lambung. 5) Infeksi oleh bakteri, seperti Helicobakter pylori, Esobericia Coli, Salmonella, dan lain-lain. 6) Penggunaan antibiotik, terutama untuk infeksi paru, perlu dicurigai turut mempengaruhi penularan kuman di komunitas, karena antibiotik tersebut mampu mengeradikasi infeksi Helicobacter pylori, walaupun persentase keberhasilannya sangat rendah. 7) Jamur dari spesies Candida, seperti Histoplasma capsulaptum dapat menginfeksi mukosa gaster hanya pada pasien immunocompromezad. Pada

pasien yang sistem imunnya baik, biasanya tidak dapat terinfeksi oleh jamur. Sama dengan jamur, mukosa lambung bukan tempat yang mudah terkenan infeksi parasit.

c. Klasifikasi Gastritis Menurut Brunner & Suddarth (2002) Klasifikasi gastritis Berdasarkan Tingkat Keparahannya : 1) Gastritis Akut Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan erosif dan pendarahan pada mukosa lambung setelah terpapar oleh zat iritan. Gastritis disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Erosinya juga tidak mengenai lapisan otot lambung. 2) Gastritis Kronis Gastritis kronis merupakan suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang sifatnya menahun dan berulang. Peradangan tersebut terjadi di bagian permukaan mukosa lambung dan berkepanjangan, yang bisa disebabkan karena ulkus lambung jinak maupun ulkus lambung ganas, bisa juga karena bakteri Helicobacter pylori. Gastritis ini dapat pula terkait dengan atropi

mukosa

gastrik,

sehingga

menimbulkan

HCL menurun

dan

menimbulkan kondisi acblorbidria dan ulserasi peptic (tukak pada saluran pencernaan).

d. Manifestasi klinis Manifestasi klinis dari gangguan ini cukup bervariasi, mulai dari keluhan ringan hingga muncul pendarahan pada saluran cerna bagian atas. Pada beberapa pasien, gangguan ini tidak menimbulkan gejala yang khas (brunner &suddarth 2002) . Manifestasi gastritis akut dan kronis hampir sama. Berikut penjelasannya : 1) Manifestasi Gastritis Akut Manifestasi gasrtitis akut dan gejala-gejalanya adalah : a) Anoreksia b) Nyeri pada epigastrium c) Mual dan muntah d) Perdarahan saluran cerna (Hematemesis Melena) e) Anemia (tanda lebih lanjut) 2) Manifestasi Gastritis Kronis Manifestasi gastritis kronis dan gejala-gejalanya adalah : a) Mengeluh nyeri ulu hati b) Anoreksia c) Naucea

e. Komplikasi 1) Gastritis Akut Komplikasi yang timbul pada gastritis akut adalah pendarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), berupa hematemesis dan melena, yang berakhir dengan shock hemoragik. Apabila prosesnya hebat, sering juga terjadi ulkus, namun jarang terjadi perforasi.

2) Gastritis Kronis Komplikasi yang timbul pada kasus gastritis kronis adalah gangguan penyerapan vitamin B12. Akibat kurangnya penyerapan vitamin B12 ini, menyebabkah timbulnya anemia pernesiosa, gangguan penyerapan zat besi, dan penyempitan daerah pilorus (pelepasan dari lambung ke usus dua belas jari).

f. Faktor – faktor resiko gastritis ( Smeltzer, suzanne. C, 2002) Menurut Brunner & Suddarth (2002) Faktor - faktor resiko yang sering menyebabkan gastritis diantaranya : 1) Pola makan Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit ini. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri. 2) Rokok Akibat negatif dari rokok, sesungguhnya sudah mulai terasa pada waktu orang baru mulai menghisap rokok. Dalam asap rokok diisap, terdapat kurang lebih 300 macam bahan kimia, diantaranya acrolein, nikotin, asap rokok, gas CO. Nikotin itulah yang menghalangi terjadinya rasa lapar. Itu sebabnya seseorang menjadi tidak lapar karena merokok, sehingga akan meningkatkan asam lambung dan dapat menyebabkan gastritis. 3) Kopi Zat yang terkandung dalam kopi adalah kafein, kafein ternyata dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem

pernafasan, sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir lebih cepet, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin. Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung sehingga menjadi gastritis. 4) Helicobacter pylori Helicobacter pylori adalah kuman gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan batang Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia. Infeksi H.pylori ini sering diketahui sebagai penyebab utama terjadi ulkus peptikum dan penyebab tersering terjadinya gastritis. 5) AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen menghambat aktifitas siklooksigenasi, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakhidonat. Misalnya aspirinibuprofen dan naproxen yang dapat menyebabkan peradangan pada lambung.jika

pemakaian

obat-obatan

tersebut

hanya

sesekali

maka

kemungkinan terjadinya masalah lambung. 6) Alkohol Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walupun pada kondisi normal. Berdasarkan penelitian, orang minum alkohol 75 gr (4 gelas/minggu) selama 6 bulan dapat menyebabkan gastritis.

7) Terlambat makan Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glokosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri diskitar epigastrium (Sediaoetama, 2004). 8) Makanan pedas Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus kontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita semakin berkurang nafsu makannnya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas ≥ 1x dalam 1 minggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis (Sediaoetama, 2004). 9) Usia Usia tua memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita gastritis dibanding dengan usia muda. Hal ini menunjukan dengan seiring bertambah usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi H. Pylori atau gangguan autoimun dari pada orang yang lebih muda. Sebaliknya, jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat (Soetjiningsih, 2005).

10) Stress psikis Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stres, misalnya pada beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal itu dibiarkan, lamakelamaan akan menyebabkan terjadinya gastritis. 11) Stress fisik Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluk empedu atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga ulkus dan pendarahan pada lambung.

g. Diet pada Gastritis Penyembuhan gastritis membutuhkan pengaturan makanan selain upaya untuk memperbaiki kondisi pencernaan. Perlu diketahui bahwa kedua unsur ini mempunyai hubungan yang erat. Pemberian diet untuk penderita gastritis antara lain bertujuan untuk (Sediaoetama, 2004) : 1) Memberikan makanan yang adekuat dan tidak mengiritasi lambung. 2) Menghilangkan gejala penyakit. 3) Menetralisir asam lambung dan mengurangi produksi asam lambung. 4) Mempertahankan keseimbangan cairan. 5) Mengurangi gerakan peristaltik lambung. 6) Memperbaiki kebiasaan makan pagi.

Adapun petunjuk umum untuk diet pada penderita gastritis antara lain : 1) Syarat diet penyakit gastritis Makanan yang disajikan harus mudah dicerna dan tidak merangsang, tetapi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi. Jumlah energi pun harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Sebaliknya, asupan protein harus cukup tinggi (20-25% dari total jumlah energi yang biasa diberikan), sedangkan lemak perlu dibatasi. Protein ini berperan dalam menetralisir asam lambung, bila dipaksa menggunakan lemak, pilih jenis lemak yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Pemberian lemak dan minyak perlu dipertimbangkan secara teliti. Lemak berlebihan dapat menimbulkan rasa mual, rasa tidak enak di ulu hati dan muntah karena tekanan dalam lambung meningkat. Mengkonsumsi jenis makanan yang mengandung asam lemak tak jenuh secara cukup merupakan pilihan yang tepat, sebab lemak jenis ini lebih mudah dicerna. Porsi makanan yang diberikan dalam porsi kecil tapi sering, hindari makan secara berlebihan. Demikian pula jumlah vitamin dan mineral yang diberikan pun harus dalam jumlah cukup. Akan tetapi, karena keterbatasan bahan makanan sumber vitamin dan mineral, biasanya pasien diberikan vitamin dan mineral dan bentuk obat. 2) Kebutuhan zat gizi Jumlah energi yang dikonsumsi harus disesuaikan dengan berat badan, umur, jenis kelamin, aktivitas dan jenis penyakit. Kebutuhan energi bagi pasien gangguan saluran pencernaan berdasarkan kelompok umur. 3) Jenis dan bentuk makanan Pada penderita gastritis sebaiknya menghindari makanan yang bersifat merangsang, diantaranya makanan berserat dan penghasil gas, maupun

banyak mengandung bumbu dan rempah. Selain itu, penderita juga harus menghindari alkohol, kopi, dan minuman ringan. Dan perlu juga memperhatikan tehnik memasaknya, direbus, dikukus dan dipanggang adalah tehnik memasak yang dianjurkan, sebaliknya menggoreng bahan makanan tidak dianjurkan.

h. Penelitian Terkait 1) Penelitian yang dilakukan oleh Harun Rianto dengan judul “gambaran pengetahuan klien tentang gastritis di RSU. Dr. FI. Tobing Sibolga” tahun 2008. Dari hasil penelitian para pakar, didapatkan jumlah gastritis antara pria dan wanita, ternyata gastritis lebih banyak pada wanita dan dapet menyerang sejak usia dewasa muda hingga lanjut usia. Di Indonesia 6-20% menderita gastrits sejak usia 55 tahun. Untuk segala umur, 16 kasus/1000 pada kelompok umur 45-64 tahun. Insiden sepanjang usia untuk gastritis adalah 10%. Berdasarkan hasil survey awal di lokasi penelitian yaitu di RSU. Dr. FI. Tobing Sibolga tahun 2008 masih cukup banyak yaitu setiap bulannya kurang lebih 40. 2) Penelitian yang dilakukan oleh Wati Oktaviani dengan judul “Hubungan pola makan dengan gastritis pada mahasiswa S.1 Keperawatan program A FIKES UPN Veteran Jakarta” tahun 2008. Dari hasil penelitian yang menggunakan metode penelitian desain analisis kuantitatif dimana penelitian diarahkan secara objektif melalui pendekatan kuantitatif dengan metode cross sectional, yang dapat ditarik kesimpulan tidak ada hubungan bermakna antara umur, jenis kelamin dan porsi makan dengan gastritis, dan adanya hubungan bermakna antara frekuensi makan, jenis makan dan pola makan. 3) Penelitian yang dilakukan oleh Yuni Retnowati dengan judul “ gambaran gastritis dan hubungannya dengan pola makan, gaya hidup, dan status gizi pada pralansia dan lansia di posbindu kelurahan bantar jati Bogor tahun 2010” penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Sampel penelitian ini adalah para pralansia dan lansia di posbindu kelurahan Bantar Jati Bogor sebanyak 107 responden yang berumur

45-75 tahun. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat. Hasil analisis bivariat bahwa tidak ada variabel yang bermakna pada penelitian ini. Sekalipun aktifitas fisik, dan status gizi tidak beresiko dengan gastritis, namun kedua variabel tersebut memiliki kecenderungan lebih besar.

i. Kerangka Teori Kerangka Teori menurut Brunner &Suddarth (2002), Huha (2006), dan Soetjiningsih (2005). Bagan 2.1 Kerangka Teori

Faktor-faktor resiko : Pola makan terdiri dari : SS

a. Frekuensi makan b. Jenis makan c. Porsi makan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Permasalahan pola makan remaja:

Pola makan Usia Jenis kelamin Rokok Kopi Helicobacter pylori Alkohol Stress Psikis dan fisik.

TERJADINYA GASTRITIS

Penatalaksanaan : 1. Makanan yang disajikan harus mudah dicerna. 2. menghindari makanan yang bersifat merangsang. 3. Asupan protein harus cukup tinggi, sedangkan asupan lemak dibatasi. 4. Diberikan porsi makan kecil tetapi sering.

1. Kebiasaan tidak sarapan pagi. 2. Menginginkan penurunan berat badan secara drastis. 3. Kebiasaan “ngemil” yang rendah gizi. 4. Kebiasaan makan makanan siap saji (fast food) yang komposisi gizinya tidak seimbang

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen

Variabel Dependen

Pola makan sehari-hari : 1. Frekuensi makan 2. Jenis makan 3. Porsi makan Terjadinya Gastritis

Karakteristik responden : 1. Usia 2. Jenis kelamin

Keterangan : Area yang diteliti Dihubungkan

Alasan diambil : 1. Pola makan Pola makan yang tidak teratur dapat menyebabkan terserangnya penyakit gastritis. Pada saat perut yang harusnya diisi, tetapi dibiarkan kosong atau ditunda pengisiannya. Maka asam lambung akan meningkat dan mencerna lapisan mukosa lambung dan menimbulkan rasa nyeri (Sediaotama, 2004). 2. Usia Permasalahan yang timbul pada saat remaja yaitu kebiasaan makan yang buruk seperti kebiasaan tidak makan pagi, terjebak dengan pola makan tidak sehat yaitu menginginkan penurunan berat badan secara drastis, sehingga melakukan pengaturan makan/diet yang salah. selain itu usia remaja memiliki kebiasaan ngemil yang rendah gizi dan makan-makanan siap saji (fast food) dan biasanya disertai dengan mengkonsumsi minuman bersoda yang berlebihan (Potter& perry, 2005). 3. Jenis kelamin Jenis kelamin menentukan pula besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorng. Laki-laki lebih banyak membutuhkan kebutuhan zat tenaga dan protein dari pada perempuan, kebutuhan energi pada laki-laki sangat tinggi dibanding remaja perempuan sehingga porsi makan laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. remaja perempuan kesulitan lebih banyak untuk mendapatkan vitamin dan mineral yang cukup dalam selang kalori yang dibutuhkan (Baliwati, 2004). Alasan tidak diambil : 1. Rokok Para santri laki-laki tidak diperbolehkan untuk merokok saat berada di Pondok Pesantren, maupun di luar Pondok Pesantren Daar El-Qolam.

2. Kopi Minum kopi dalam jumlah yang tidak wajar ( > 3 cangkir/ hari) dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung, sehingga dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung dan menjadi gastritis (Smeltzer, suzanne. 2002). Hampir jarang sekali santri yang meminum kopi. 3. Alkohol Di Pondok Pesantren Daar El-Qolam tidak diperbolehkan para santri untuk mengkonsumsi alkohol. 4. Stress fisik dan psikis Stress fisik dan psikis beresiko terjadi iritasi mukosa lambung karena produksi asam lambung akan meningkat pada saat keadaan stress, dan jika hal itu lama-kelamaan akan menyebabkan terjadinya gastritis (Smeltzer, suzanne. 2002). Tingkat stress fisik maupun psikis dipondok belum teridentifikasi.

B. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Ada hubungan demografi (usia dan jenis kelamin) dengan gastritis pada santri pondok pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. 2. Ada hubungan pola makan (frekuensi makan, jenis makan, jumlah makan atau porsi makan) dengan gastritis

pada santri pondok pesantren Daar El-Qolam Gintung,

Jayanti, Tangerang.

C. Definisi Operasional Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana cara menentukan variabel dan mengukur suatu variabel. (Setiadi, 2007 :165)

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Pola makan

Definisi Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Pola makan yang

Menghitung skor

terdiri dari :

dari peryataan

frekuensi makan,

Frekuensi makan

makan. < 2 kali

porsi makan dan

(makanan utama

dalam sehari

jenis makanan

dan makanan

(Kurang) = skor

yang dikonsumsi.

selingan) dengan

≥ mean

(Hudha, 2006).

menggunakan skala

(mean = 19)

Likert

2. Frekuensi

Koesioner penelitian

Frekuensi makan

Ordinal

1. Frekuensi

(5) Selalu

makan. > 2 kali

(4) Sering

dalam sehari

(3) Kadang-kadang

(Baik) jika nilai

(2) Jarang

< mean

(1) Tidak pernah

(mean = 19)

Menghitung skor

Jenis makan

dari peryataan

1. Jenis makan,

Jenis makanan

yang

dengan

mengiritasi =

menggunakan skala

skor ≥ median

Guttman

(median= 3).

Untuk pernyataan

Skala Ukur

Ordinal

positif

2. Jenis makan,

Ya (Y) = 1

yang tidak

Tidak (T) = 0

mengiritasi =

Untuk pernyataan

skor < median

negatif

(median= 3).

Ya (Y) = 0 Tidak (T) = 1

Menghitung skor

Porsi makan

dari peryataan

1. Jumlah makan

porsi makan

Ordinal

< 300-500 gram ( < 3-5

dengan menggunakan skala Guttman

piring nasi/hari) (porsi kurang) = skor >

Untuk pernyataan positif Ya (Y) = 1

median ( median = 3) 2. Jumlah makan sebanyak 300-

Tidak (T) = 0

500 gram ( ≥

Untuk pernyataan

3-5 piring nasi)

negatif

(Baik)= skor < median

Ya (Y) = 0

(median = 3)

Tidak (T) = 1

Ordinal

Usia

Usia adalah

Survey

rentang kehidupan

Koesioner

Data numeric

Rasio

penelitian

yang diukur dengan tahun (Harlock, 2007) Jenis

Adalah tanda

kelamin

biologis yang

Survey

Koesioner

1. Perempuan

penelitian

2. Laki-laki

Nominal

membedakan manusia berdasarkan kelompok. Gastritis

Gastritis

Survey

Koesioner

1. Ada gastritis

merupakan suatu

penelitian

jika nilai ≥

peradangan

menggunakan

median

mukosa lambung

skala

(median=12)

yang bersifat akut,

Guttman

2. Tidak ada

kronik difus atau

gastritis jika

lokal, dengan

nilai < median

karakteristik

(median=12).

anoreksia, perasaan penuh di perut (begah), tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah

Ordinal

(Suratun SKM, 2010).

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian Desain penelitian ini merupakan rancangan untuk mengarahkan penelitian yang mengontrol faktor yang mungkin akan mempengaruhi validitas penemuan (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain Cross Sectional. Pada penelitian ini dimana seluruh variabel yang diamati, diukur pada saat bersamaan ketika penelitian berlangsung. Penelitian ini menggunakan data primer untuk mengetahui hubungan pola makan dengan gastritis pada remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang tahun 2013. dimana variable bebas yaitu pola makan dan variable terikat yaitu terjadinya gastritis akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Keuntungan metode Cross Sectional ini adalah kemudahan dalam melakukan penelitian, sederhana, ekonomis dalam hal waktu dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat. Penelitian ini dilakukan melalui tahap penyebaran kuesioner kepada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.

Adapun pertimbangan memilih lokasi ini adalah : a. Tingginya angka penyakit gastritis pada santri pada 1 bulan terakhir meningkat dari 300 santri meningkat menjadi 320 santri. 2. Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli-Agustus 2013.

C.

Populasi dan Sampel Menurut Notoatmojo (2010), populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti, sedangkan Dahlan (2010) mendefinisikan populasi sebagai semua elemen (individu, objek atau substansi) yang memenuhi kriteria yang diberikan secara umum. Jadi yang dimaksud dengan populasi adalah seluruh objek yang akan diteliti. Sampel mengikutsertakan kelompok orang tertentu, kejadian, perilaku, atau elemen lain yang berhubungan dengan penelitian. Definisi sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih untuk menjadi subjek sebuah penelitian. Peneliti menggunakan populasi remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang dengan kriteria Inklusi sebagai berikut : 1. Para santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. 2. Bersedia menjadi responden Sampel penelitian ini adalah para santri laki-laki dan perempuan tingkat MA I dan II

Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. Dalam

perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus uji beda 2 proporsi. Perhitungan sampel menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi yaitu:

[

√(

√(

)

)

(

)

]

Keterangan : n = jumlah sampel yang dibutuhkan = 1,96 (Derajat kemaknaan 95% (CI) confident internal dengan (α) sebesar 5%) = 1,645 (Kekuatan uji sebesar 95%) = Berdasarkan proporsi penelitian sebelumnya 0,117 ( Wati, 2008) =

+ 30% = 0,117 + 0,30 = 0,417

[

[

√(

[

√(

)

√(

)

[

[

⁄ = 0,267

⁄ =

=

] ]

]

)

√(

(

)

] )

(

)

]

Setelah dilakukan penghitungan, maka didapat n (sampel) = 54 responden. Selanjutnya hasil sampel dikalikan 10% untuk mengantisipasi adanya kemungkinan hilangnya data atau ketidaklengkapan pengisian kuesioner, 54 x 10% = 5,4 = 6. Maka total sampel dalam penelitian adalah 54 + 6 = 60 responden.

D. Metode pengambilan sampel Pengambilan sampel kemudian dilakukan secara Stratified random sampling yang dilakukan pada santri MA tingkat I dan II di Pondok Pesantren Daar El-Qolam.

n = Jumlah santri tiap MA tingkat I dan II x 60 Sampel Total santri MA tingkat I dan II (Dahlan, 2010).

SMA tingkat I

= 87 x 60 = 31 Orang 169

SMA tingkat II

= 82 x 60 = 29 Orang 169

E. Etika penelitian Etika penelitian bertujuan untuk melindungi subjek, menjamin kerahasiaan identitas responden dan kemungkinan terjadinya ancaman terhadap responden. Pada penelitian ini sebelumnya responden telah diberikan penjelasan mendetail mengenai tujuan, manfaat, dan segala hal yang berkaitan dengan penelitian sehingga responden dapat memutuskan apakah akan berperan atau tidak dan semua responden setuju menjadi responden penelitian. Peneliti memberi kesempatan kepada

responden untuk bertanya mengenai penjelasan yang telah diberikan ( inform consent

)

selain

itu

peneliti

menjamin

kerahasiaan

identitas

responden

(Confidentiality) yaitu dengan cara tidak mencantumkan nama (Anomity) dan identitas lain responden. Data yang diperoleh hanya dapat diolah peneliti dan segera dimusnahkan apabila sudah tidak digunakan (Hidayat, 2007).

F. Instrumen Penelitian Pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah kuesioner atau angket yang disesuaikan dengan tujuan penelitian dan mengacu pada kerangka konsep dan teori yang telah dibuat. Instrumen pengumpulan data terdiri dari 3 bagian, yaitu : 1. Data demografi Identitas meliputi tanggal pengisian, nama inisial, usia dan jenis kelamin. 2. Kuesioner pola makan Bagian kedua koesioner untuk mengetahui kebiasaan frekuensi makan, jenis makan, dan porsi makan. Untuk mengukur frekuensi makan (makan utama dan makan selingan) Berisi 8 pertanyaan positif, yang akan diisi oleh responden. Penilaiannya menggunakan skala Likert. Penilaian untuk pernyataan frekuensi makan yaitu : Selalu

=5

Sering

=4

Kadang-kadang

=3

Jarang

=2

Tidak pernah = 1 Skoring alat ukur frekuensi makan dilakukan dengan cara menghitung skor mean dengan cara menjumlah nilai pertanyaan, lalu dari jumlah tersebut dicari

nilainya. Sedangkan jenis makan dan porsi makan menggunakan skala Gutman. Pertanyaan peneliti terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Responden menjawab dengan jawaban benar atau salah (Hidayat, 2007). Pernyataan positif, pada responden menjawab benardiberi nilai 1, dan jika salah diberi nilai 0. Pernyataan negatif pada responden menjawab benar diberi nilai 0, jika salah diberi nilai 1.

3. Kuesioner gastritis Bagian ketiga koesioner untuk mengetahui kejadian gastritis. Berisi 11 pertanyaan dengan menggunakan skala Gutman yaitu jika jawaban Ya mendapatkan nilai 1 dan jika jawaban Tidak mendapatkan nilai 0.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen yang baik harus memenuhi dua syarat penting, yaitu valid dan reliable (Arikunto, 2006). Uji instrumen dilakukan untuk mengukur validitas dan reliabilitas dari instrumen. Kuesioner merupakan salah satu instrument dalam penelitian. Untuk mendapatkan data yang valid dan reliable, kuesioner harus diuji cobakan terlebih dahulu dengan menggunakan uji validitas. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2006). Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi masing-masing skor item dari tiap variable dengan skor variabel tersebut. Uji validitas menggunakan korelasi Product Moment dan hasilnya nanti dikatakan valid jika tiap pertanyaan mempunyai nilai Corrected Item-Total

Correlation adalah 0,3 dan apabila dibawah nilai 0,3 dinyatakan tidak valid ( Hidayat, 2008). Uji validitas dikatakan valid apabila r hitung > r tabel, uji validitas ini dilakukan di Pondok Pesantren latansa sebanyak 30 responden dengan alpha = 0,05, df = n-2 (28) maka r tabel = 0,374. Dari 33 item di kuesioner dengan judul “Hubungan Pola Makan dengan Gastritis pada Remaja di Pondok Pesantren Daar ElQolam Gintung, Jayanti, Tangerang” Dari uji validitas diketahui pernyataan yang tidak valid adalah pernyataan nomer 4 dan 8, untuk item nomer 8 tersebut dihilangkan sedangkan item nomer 4 dirubah kuesionernya dengan tata bahasa tanpa mengurangi makna.

Realibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan pada tingkat kepercayaan dan dapat diandalkan (Arikunto, 2006). Hal ini berarti sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan dua kali atau lebih dengan alat ukur yang sama. Pengukuran reliabilitas menggunakan bantuan Software computer dengan rumus Alpha Croncbac. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,60 (Hidayat, 2008). Dari hasil uji reliabilitas didapatkan Alpha Cronbach 0,905 yang berarti sangat Reliabel dan layak untuk disebarkan kepada responden.

H. Metode pengumpulan data Di sini disebutkan secara ringkas tempat dan waktu, langkah-langkah pengumpulan data secara operasional, metode pengumpulan data dan penjelasan tentang cara-cara pengisian instrumen. Secara ringkas proses pengumpulan data ada lima yaitu :

1) Pengumpulan data (data collecting) 2) Pengolahan data (data processing) 3) Penyajian data ( data presentation) 4) Analisa dan interpretasi ( analysis and interprestation). 5) Penarikan kesimpulan (Stiadi, 2007) Cara Pengumpulan Data Sebelum pengumpulan data, peneliti melakukan uji coba kuesioner pada santri Pondok Pesantren Latansa sebanyak 30 santri dari seluruh tingkat MA, hal ini bertujuan untuk mengetahui kekurangan dari kuesioner dan sebagai bahan masukan dalam penyempurnaan kuesioner, untuk mengantisipasi pertanyaan yang sulit dimengerti oleh responden serta menambah ataupun mengurangi pertanyaan yang kurang perlu dalam penelitian. Penelitian dilakukan di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang dengan jumlah sempel sebanyak 60 responden dilakukan selama 1 jam. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan untuk mengambil dari setiap angkatan secara Stratified random sampling dengan melihat tingkatan peringkat nilai para santri, dari MA tingkat I diambil sebanyak 31 orang dan dari MA tingkat II diambil sebanyak 29 orang, Pemilihan sampel diambil dari Kelas A menurut absebsi kelas. Sebelum diberikan kuesioner, peneliti mengadakan pendekatan serta memberikan penjelasan pada calon responden mengenai penelitian ini, kemudian calon responden yang bersedia menjadi responden penelitian dapat membaca lembar persetujuan kemudian menandatangani. Selama mengisi kuesioner, peneliti memberikan kesempatan

pada

responden

untuk

mengajukan

pertanyaan.

Mengumpulkan kuesioner dan segera diperiksa kelengkapan datanya.

Selanjutnya

I. Pengolahan Data Data yang didapatkan harus diolah terlebih dahulu dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Menurut Hidayat (2007), mengungkapkan dalam proses pengolahan data terhadap langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya dapat digolongkan menjadi : 1. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan dan dilakukan setelah data terkumpul. Pada tahapan ini peneliti menghitung banyaknya kuesioner yang telah diisi, kemudian dijumlahkan semuanya. Pada proses pengecekan tersebut diperiksa apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap (semua pertanyaan sudah terisi jawabannya), jelas (jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas terbaca), relevan ( jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaan), dan konsisten (apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan isi jawabanya konsisten). Dan ternyata semua responden telah memenuhi persyaratan maka dilanjutkan ke proses pemberian kode 2. Coding Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Coding juga merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan coding (Hastono, 2006).pemberian kode dilakukan setelah semua data telah dikumpulkan. 3. Entry data Data yang dikumpulkan kemudian dimasukan ke dalam program pengolahan data dan kemudian membuat distribusi tentang variable-variable yang diteliti

meliputi umur, jenis kelamin, frekuensi makan, porsi makanan dan jenis makanan. 4. Cleaning (pembersihan data ) Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukan apakah ada kesalahan atau tidak (Hastono, 2006). Proses yang dilakukan setelah data masuk ke dalam computer. Data akan diperiksa apakah ada kesalahan atau tidak, jika terdapat data yang salah, diperiksa oleh proses cleaning ini. 5. Tabulasi Langsung Sistem pengolahan data langsung yang ditabulasi oleh kuesioner. Ini juga metode paling sederhana bila dibandingkan dengan metode yang lain. Tabulasi ini dilakukan dengan memasukkan data dari kuesioner ke dalam kerangka table yang telah disiapkan, tanpa proses perantara yang lain. Tabulasi langsung biasannya dilakukan dengan system tally yaitu cara menghitung data menurut klasifikasi yang telah ditentukan. Cara lain adalah kuesioner dikelompokkan menurut jawaban yang diberikan, kemudian dihitung jumlahnya, lalu dimasukkan ke dalam tabel yang telah dipersiapkan. Dengan cara ini kemungkinan

salah

karena

lupa

dapat

diatasi.

Kelemahannya

adalah

pengaturannya menjadi rumit bila jumlah klasifikasi dan sampelnya besar.

6. Komputer Untuk mengolah data dengan computer penulis terlebih dahulu perlu menggunakan program tertentu, baik yang sudah tersedia maupun program yang sudah dipersiapkan, Dengan menggunakan program tersebut dapat dilakukan

tabulasi sederhana, tabulasi silang, regresi, korelasi, analisa factor dan berbagai tes statistic. Penyajian data : a. Tulisan atau narasi, dibuat dalam bentuk narasi mulai dari pengambilan data sampai kesimpulan. b. Tabel atau daftar penyajian dalam bentuk angka yang disusun dalam kolom dan baris dengan tujuan untuk menunjukkan frekuensi kejadian dalam kategori yang berbeda.

J.

Analisa Data Data yang ada setelah dilakukan proses pengolahan setelah itu dilakukan tehnik analisa data. Analisa data yang digunakan adalah uji statistik dengan melalui 2 tahap yaitu analisis univariat dan bivariat. Analisa data dengan univariat yang dilakukan pada setiap variable hasil penelitian, dan analisa bivariat dilakukan terhadap dua variable yang diduga berhubungan. (Notoatmojo, 2010). 1. Analisa univariat, yaitu variabel yang ada dalam penelitian ini disusun secara deskriptif dengan tabel distribusi pola makan. Tabel distribusi pola makan memuat karakteristik responden meliputi, yaitu usia, jenis kelamin, pola makan terdiri atas frekuensi makan, jenis makan, jumlah makan dan terjadinya gastritis. 2. Analisa bivariat yaitu melihat hubungan antara variable bebas dengan variable terikat menggunakan uji statistik Chi Square dengan tingkat kemaknaan P≤0.05 dengan cinfidence interval 9CI) 95%. Ada beberapa tahap dalam analisis bivariat, yaitu :

a. Menetapkan hipotesis Hipotesis adalah pernyataan yang perlu diuji kebenarannya (Hastono, 2006). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatif (Ha) karena peneliti mempunyai jawaban sementara dari hasil penelitian ini yaitu adanya hubungan antara karakteristik remaja (usia dan jenis kelamain) pada pola makan (frekuensi makan, porsi makan dan jenis makan) dengan gastritis. Arah uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah two tail karena hanya menyatakan perbedaan/hubungan pola makan pada remaja dengan penyakit gastritis tanpa melihat apakah variabel karakteristik pola makan lebih tinggi/rendah dari gastritis. 3. Penentuan uji statistik yang sesuai Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola makan dengan gastritis pada remaja sehingga digunakan uji chi-square. Hal tersebut dikarenakan penelitian menggunakan dua variabel kategorik yaitu pola makan (frekuensi makan, jenis makan, dan porsi makan) dan gastritis pada remaja (usia dan jenis kelamin). 4. Menentukan tingkat kemaknaan Batas/tingkat kemaknaan, sering juga disebut dengan nilai α, pada penelitian ini digunakan nilai α sebesar 5%. 5. Perhitungan uji statistik Perhitungan uji statistik adalah menghitung data sampel ke dalam uji hipotesis yang sesuai (Hastono, 2006). Penelitian ini mengetahui ada/tidaknya hubungan pola makan dengan gastritis pada remaja, maka data hasil pengukuran dimasukan ke rumus uji chi-square. Proses pengujian chi-square adalah membandingkan

frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi harapan (ekspektasi). Bila nilai frekuensi observasi dengan nilai frekuensi harapan sama, maka dikatakan tidak ada hubungan yang bermakna (signifikan), sebaliknya bila tidak sama, maka dikatakan ada hubungan yang bermakna (signifikan). 6. Keputusan penghitungan statistik Hasil pengujian statistik menghasilkan dua kemungkinan keputusan yaitu menolak hipotesis nol (Ho) dan gagal menolak hipotesis nol (Ho) (Hastono, 2006). Peneliti mencari nilai p (value) dalam uji statisti. Nilai p tersebut digunakan untuk membuat keputusan uji statistik dengan cara membandingkan nilai p dengan α (alpha). Penelitian ini menggunakan α 5% sehingga jika didapat nilai p>α maka hasil perhitungan statistik tidak bermakna, artinya tidak ada hubungan karakteristik pola makan dengan gastritis pada remaja. Sebaliknya, jika didapatkan nilai p≤α maka hasil perhitungan statistik menjadi bermakna artinya ada hubungan yang bermakna antara pola makan dengan gastritis pada remaja. Maka penelitian ini menghasilkan adanya beberapa variabel yang menunjukan adanya hubungan yang bermakna yaitu variabel usia, jenis kelamin, jenis makanan dan pola makan dengan gastritis. Serta ada beberapa variabel yang menunjukan tidak adanya hubungan yang bermakna yaitu frekueni makan dan porsi makan dengan gastritis.

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Pondok Pesantren Daar El-Qolam berada dibawah naungan Pondok Pesantren Darussalam Gontor. Lembaga pendidikan Pondok Pesantren yang bernama Madrasatul Mualimin Al-Islamiyah (MMI) Daar El-Qolam bertempat di Gintung, Tangerang, Banten. Jumlah seluruh santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam yaitu 3.510 santri. Pondok Pesantren Daar El-Qolam berdiri pada tanggal 27 Ramadhan 1388 H, sementara awal dimulainya pendidikan pada tanggal 20 Januari 1968 M. Pondok Pesantren Daar El-Qolam diproyeksikan sebagai sekolah respon dan alternatif yang diharapkan dapat memberikan jawaban atas mutu dan kualifikasi lulusan MTS / MA yang ada. Adapun model yang diterapkan adalah Full day school. Pondok Pesantren Daar El-Qolam menerapkan pendidikan Full day, di samping itu, selain kegiatan formal, terdapat pula kegiatan ekstrakulikuler, diantaranya Pramuka, karate, taekwondo, tapak suci, paskibra, futsal, marching band, saman dancer dll.

B. Analisa Univariat Analisa univariat bertujuan menggambarkan secara sistematis, fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara aktual dan cermat. Analisa univariat ini terdiri dari : usia reponden, jenis kelamin responden, pola makan yaitu frekuensi makan, jenis atau ragam makan, porsi makan dan kejadian gastritis. Jumlah total sampel yang terdiri dari seluruh santri Pondok Pesantren Daar ElQolam Gintung, Jayanti, Tangerang adalah sebesar 60 responden dan tidak ada data yang hilang (missing) baik umur responden, jenis kelamin responden, pola makan yaitu frekuensi makan, jenis atau ragam makan, porsi makan, dan kejadian gastritis.

1. Usia Gambaran distribusi frekuensi usia santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia pada Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti Tangerang Usia < 16 Tahun >16 Tahun Total

Frekuensis Jumlah ( n ) 40

Persen ( %) 66,7

20 60

33,3 100

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa dari 60 responden yang diteliti, responden yang berusia < 16 tahun sebanyak 40 responden (66,7%).

2. Jenis Kelamin Gambaran distribusi frekuensi jenis kelamin santri Pondok Pesantren Daar ElQolam Gintung, Jayanti, Tangerang dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total

Frekuensi Jumlah ( n ) 18 42 60

Persen ( %) 30 70 100

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa dari 60 responden yang diteliti, responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 42 responden (70%).

3. Frekuensi Makan Gambaran distribusi frekuensi santri berdasarkan frekuensi makan terhadap santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi Makan terhadap Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang Frekuensi makan > 2 kali sehari < 2 kali sehari Total

Frekuensi Jumlah ( n ) 21 39 60

Persen ( %) 35,0 65,0 100

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa dari 60 responden yang diteliti, responden yang memiliki frekuensi makan < 2 kali sehari sebanyak 39 responden (65,0%).

4. Jenis Makan Gambaran distribusi frekuensi jenis makan santri Pondok Pesantren Daar ElQolam Gintung, Jayanti, Tangerang dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis atau Ragam Makanan Pada Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang Jenis makan Tidak rasa asam dan pedas Rasa asam dan pedas Total

Frekuensi Jumlah ( n ) 14 46 60

Persen ( %) 23,3 76,7 100

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 60 responden yang diteliti, responden yang menyukai jenis atau ragam makan rasa asam dan pedas sebanyak 46 responden (76,7%).

5. Porsi Makan Gambaran distribusi frekuensi porsi makan santri Pondok Pesantren Daar ElQolam Gintung, Jayanti, Tangerang dapat dilihat pada tabel 5.5. Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Porsi makan Pada Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang Porsi makan

Frekuensi Jumlah ( n ) 30

Persen ( %) 50

Kurang dari 300-500 gram (<3-5 piring nasi/hari) Sebanyak 300-500 gram 30 50 (> 3-5 piring nasi) Total 60 100 Pada tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 60 responden yang diteliti, jumlah porsi makannya sama antara responden yang porsi makannya kurang dari 300-500 gram dan responden yang porsi makannya sebanyak 300-500 gram 6. Gastritis Gambaran distribusi frekuensi kejadian gastritis santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang dapat dilihat pada tabel 5.7. Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Grastritis Pada Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang Gastritis Terjadi gastritis Tidak terjadi gastritis Total

Frekuensi Jumlah ( n ) 33 27 60

Persen ( %) 55 45 100

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 60 responden yang diteliti, responden yang memiliki gastritis sebanyak 33 responden (55%).

C. Analisa Bivariat 1. Hubungan Usia dengan Gastritis Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang digunakan uji chi-square. Hasil analisis tersebut disajikan pada tabel 5.8 Tabel 5.8 Hubungan Umur Dengan Gastritis Pada Santri Pondok Pesantren Daar ElQolam Gintung, Jayanti, Tangerang

Usia

< 16 tahun >16 tahun Total

Gastritis Terjadinya Tidak terjadi gastritis gastritis N % N %

N

%

21

52,5%

19

47,5%

40

100%

12

60%

8

40%

20

100%

33

55%

27

45%

60

100%

Total

OR 95% CI

P value

0,737 (0,248- 0,003 2,189)

Pada Tabel 5.8 menunjukkan bahwa analisa hubungan usia dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam adalah 40 responden pada usia < 16 tahun, terdapat 21 responden (52,5%) terjadi gastritis dan 19 responden (47,5%) yang tidak terjadi gastritis sedangkan dari 20 responden pada usia < 16 tahun terdapat 12 responden (60%) terjadi gastritis dan 8 responden (40%) tidak terjadi gastritis. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,003 berarti < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia dengan gastritis. Untuk uji odd ratio menunjukkan bahwa usia responden < 16 tahun berpeluang 0,737 kali terjadi gastritis daripada usia responden > 16 tahun.

2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Gastritis Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang digunakan uji chisquare. Hasil analisis tersebut disajikan pada tabel 5.9. Tabel 5.9 Hubungan jenis kelamin dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang Gastritis Jenis kelamin

Terjadinya gastritis

Tidak terjadi gastritis N %

N

Total

N

%

Laki-laki

15

83,3%

3

16,7%

18

Perempuan

18

42,8%

24

57,1%

42

Total

33

55%

27

45%

60

OR 95% CI

P value

% 100% 6,667 100% (1,67426,554) 100%

0,004

Pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa analisa hubungan jenis kelamin dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam adalah 18 responden pada jenis kelamin laki-laki terdapat 15 responden (83,3%) terjadi gastritis dan 3 responden (16,7%) yang tidak terjadi gastritis. Sedangkan 42 responden pada jenis kelamin perempuan terdapat 18 responden (42,8%) terjadi gastritis dan 24 responden (57,1%) terjadi gastritis. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0.004 berarti < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan gastritis. Untuk uji odd ratio menunnjukkan bahwa perempuan berpeluang 6,667 kali terjadi gastritis dari pada laki-laki.

3. Hubungan Frekuensi Makan dengan Gastritis. Untuk mengetahui hubungan antara frekuensi makan dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang digunakan uji chi-square. Hasil analisis tersebut disajikan pada tabel 5.10. Tabel 5.10 Hubungan frekuensi makan dengan gastritis pada Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang Gastritis Frekuensi makan

Tidak terjadi gastritis

Terjadinya gastritis N

%

N

OR 95% CI

P value

100% 0,469 100% (0,1591,378) 100%

0,165

Total

%

N

Baik

9

42,8%

12

57,1%

21

Kurang

24

61,5%

15

38,5%

39

Total

33

55%

27

45%

60

%

Pada tabel 5.10 manunjukkan bahwa analisa hubungan frrekuensi makanan dengan gastritis pada Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam adalah dari 21 responden pada frekuensi makan > 2 kali sehari terdapat 9 responden (42,8%) terjadi gastritis dan 12 responden (57,1%) tidak terjadi gastritis. Sedangkan 39 respoden Frekuensi makannya < 2 kali sehari terdapat 24 responden (61,5%) terjadi gastritis dan 15 responden (38,5%) tidak terjadi gastritis. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,165 berarti > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan dengan gastritis. Untuk uji odd ratio menunjukkan bahwa responden frekuensi makan < 2 kali sehari berpeluang 0,469 kali terjadi gastritis dari pada responden frekuensi makan > 2 kali sehari. 4. Hubungan Jenis Makan dengan Gastritis

Untuk mengetahui hubungan antara jenis makan dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang digunakan uji chi-square. Hasil analisis tersebut disajikan pada tabel 5.11. Tabel 5.11 Hubungan jenis makanan dengan gastritis pada Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang Gastritis Jenis makan

Tidak terjadi gastritis

Terjadinya gastritis N

%

N

OR 95% CI

Total

%

N

%

Tidak mengiritasi Mengiritasi

4

28,6%

10

71,4%

14

100%

29

63,0%

17

36,9%

46

100%

Total

33

55%

27

45%

60

100%

P value

0,234 (0,064-

0,023

0,865)

Pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa analisa hubungan jenis atau ragam makanan dengan gastritis pada Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam adalah 14 responden pada jenis atau ragam makanan yang tidak menyukai rasa asam dan pedas terdapat 4 responden (28,6%) terjadi gastritis dan 10 responden (17,4%) yang tidak terjadi gastritis. sedangkan dari 46 responden jenis atau ragam makanan yang menyukai rasa asam dan pedas terdapat 29 responden (63,0%) terjadi gastritis dan 17 responden (36,9%) tidak terjadi gastritis. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,023 berarti < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis makan dengan gastritis. Untuk uji odd ratio menunjukkan bahwa responden jenis makan rasa asam dan pedas berpeluang 0,234 kali terjadi gastritis daripada responden jenis makan tidak rasa asam dan pedas.

5. Hubungan Porsi Makan dengan Gastritis Untuk mengetahui hubungan antara porsi makan dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang digunakan uji chi-square. Hasil analisis tersebut disajikan pada tabel 5.12. Tabel 5.12 Hubungan porsi makan dengan gastritis pada Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.

Porsi makan

Gastritis Terjadinya Tidak terjadi gastritis gastritis N

Sebanyak 300500gr ( Baik )

18

% 60%

N 12

OR 95% CI

Total

%

N

%

40%

30

100%

P value

1,500 (0,5394,171) 100%

0,436 Kurang dari 300-500gr 15 50% 15 50% 30 (Kurang) Total 33 55% 27 45% 60 100% Pada tabel 5.12 menunjukkan bahwa analisa hubungan porsi makan dengan gastritis pada Santri adalah dari 30 responden pada porsi makan yang Sebanyak 300-500gr terdapat 18 responden (60%) terjadi gastritis dan 12 responden (40%) yang tidak terjadi gastritis. Sedangkan dari 30 responden pada porsi makan kurang dari 300-500gr terdapat 15 responden (50%) terjadi gastritis dan 15 responden (50%) tidak terjadi gastritis. hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,436 berarti > 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara porsi makan dengan gastritis. Untuk uji odd ratio jumlah makan kurang dari 300-500gr berpeluang 1,500 kali terjadi gastritis daripada jumlah makan sebanyak 300-500gr.

BAB VI PEMBAHASAN

Pembahasan adalah kesenjangan yang muncul setelah penelitian melakukan penelitian kemudian melakukan perbandingan antara teori dengan hasil penelitian. Penelitian ini berjudul “ Hubungan Pola Makan Dengan Gatritis Pada Remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang”. Sampel dari penelitian ini diambil dari santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam dengan jumlah total 60 orang. A. Hasil Penelitian 1. Analisa univariat a. Usia Dilihat dari hasil distribusi frekuensi responden berdasarkan usia terhadap santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang didapatkan bahwa dari 60 responden yang diteliti, jumlah responden yang berusia ≤ 16 tahun sebanyak 40 responden (66,7%) dan responden yang berusia > 16 tahun sebanyak 20 responden (33,3%). Jadi mayoritas usia responden lebih banyak yang berusia < 16 tahun dibandingan dengan usia > 16 tahun. Usia adalah salah satu faktor resiko terjadinya penyakit gastritis, terutama pada masa remaja adalah Masa peralihan dari yang sangat bergantung dengan orang tua ke masa yang penuh tanggung jawab serta keharusan untuk sanggup berdiri sendiri. Menurut Soetjiningsih (2005) Permasalahan pola makan yang timbul pada masa remaja yang mampu memicu timbulnya gastritis disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu para remaja memiliki kebiasaan tidak sarapan pagi dan biasanya gadis remaja sering terjebak dengan pola makan tidak sehat, menginginkan penurunan berat badan secara

drastis bahkan sampai menganggu pola makan. Hal ini dikarenakan remaja memiliki body image (citra diri) yang mengacu pada idola mereka yang biasanya adalah para artis, pragawati, selebritis yang cenderung memiliki tubuh kurus, tinggi, dan semampai. Kebiasaan makan makanan siap saji (fast food) juga sangat mempengaruhi terjadinya gastritis yang mana komposisi gizinya tidak seimbang yaitu terlalu tinggi kandungan energinya, seperti pasta, fried chicken, dan biasanya juga disertai dengan mengkonsumsi minuman bersoda yang berlebihan maupun kebiasaan “ngemil” yang rendah gizi (kurang kalori, protein, vitamin dan mineral) seperti makanan ringan, krupuk, chips dll.

b. Jenis Kelamin Dilihat dari hasil distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin terhadap santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang didapatkan bahwa dari 60 responden yang diteliti, jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18 responden (30%) dan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 42 responden (70%). Jadi mayoritas jenis kelamin responden lebih banyak berjenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Ini sesuai dengan jumlah Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam. Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi, sehingga ada hubungan antara jenis kelamin dengan terjadinya gastritis (Apriajdi, 1986). Jenis kelamin menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang. Pertumbuhan dan perkembangan individu sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan (Worthington, 2000). Menurut potter&perry (2005) pola makan yang salah dapat mempengaruhi masalah gizi lain yang banyak terjadi pada remaja khususnya remaja perempuan adalah kurangnya zat besi atau anemia. Anemia merupakan kelanjutan dampak dari kurang zat

gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) dan kurang zat makro (vitamin, mineral). Prevalensi anemia pada remaja di indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan survey nasional tahun 2000, prevalensi anemia pada remaja perempuan adalah sebesar 57,1% sedangkan pada remaja laki-laki sebesar 42,9%.

c.

Frekuensi makan Dilihat dari hasil distribusi frekuensi responden berdasarkan frekuensi makan terhadap santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang didapatkan bahwa dari 60 responden yang diteliti, jumlah responden yang memiliki frekuensi makan baik sebanyak 39 responden (65,0%) dan responden yang memiliki frekuensi makan kurang sebanyak 21 responden (35,0%).

Jadi mayoritas frekuensi

makan responden lebih banyak frekuensi makan yang kurang dibandingkan dengan frekuensi makan baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam beresiko terjadinya gastritis. Hal ini dikarenakan kebanyakan Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam memiliki frekuensi makan kurang dan memiliki kebiasaan “ngemil” yang rendah gizi. Frekuensi makan yang dimaksud adalah frekuensi makan utama atau frekuensi makan yang setiap harinya 3 kali makan utama, yaitu makan pagi, makan siang dan makan malam atau sore. Frekuensi makan ini merupakan domain yang sangat penting untuk terjadinya gastritis. Menurut Suhardjo, (2002) dalam Hudha (2006) frekuensi makan dikatakan baik bila frekuensi makan setiap harinya 3 kali makanan utama atau 2 kali makanan utama dengan 1 kali makanan selingan, dan dinilai kurang bila frekuensi makan setiap harinya 2 kali makan utama atau kurang sehingga beresiko terjadinya gastritis.

Menurut Bruner dan Suddarth (2001) secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium.

d. Jenis makan Dilihat dari hasil distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis makan terhadap santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang didapatkan bahwa dari 60 responden yang diteliti, jumlah responden yang jenis makanan tidak mengiritasi sebanyak 14 responden (23,3%) dan responden yang jenis makannya mengiritasi sebanyak 46 responden (76,7%). Jadi mayoritas jenis atau ragam makanan responden lebih banyak yang menyukai jenis atau ragam makanan mengiritasi dibandingkan dengan jenis atau ragam makanan yang tidak mengiritasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa di pondok Pesantren Daar El-Qolam

kebanyakan Santri menyukai jenis makanan

mengiritasi Menurut Bruner dan Suddarth (2001) menyatakan bahwa jenis makanan yang sembarangan seperti, makanan yang pedas dan asam-asam akan merangsang dinding lambung untuk mengeluarkan asam lambung, pada akhirnya kekuatan dinding lambung menurun, tidak jarang kondisi seperti ini menimbulkan luka pada dinding lambung sehingga menyebabkan terjadinya gastritis.

e. Porsi makan Dilihat dari hasil distribusi frekuensi responden berdasarkan porsi makan terhadap santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang didapatkan bahwa dari 60 responden yang diteliti, jumlah responden yang porsi makannya kurang sebanyak 30 responden (50%) dan responden yang porsi makannya baik sebanyak 30 responden (50%). Jadi tidak ada perbedaan antara porsi makan yang baik dengan porsi makan Kurang. Menurut Depkes (2005) dilihat dari porsi bahan makanan yang dimakan tiap hari harus mengikuti pedoman umum gizi seimbang yaitu hidangan tersusun atas makanan pokok (3-5 porsi/hari), lauk (2-3 porsi/hari), sayuran (2-3 porsi/hari), dan buah (3-5 porsi/hari), sedangkan porsi makan santri di Pondok Pesantren Daar El-Qolam, dilihat dari jenis bahan makanan yang dimakan tiap hari belum mengikuti pedoman umum gizi seimbang, sehingga banyak santri yang beresiko terjadi gastritis.

f. Gastritis Dilihat dari kejadian gastritis reponden santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang tentang gastritis berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa dari 60 responden yang diteliti, jumlah responden yang ada gastritis sebanyak 33 responden (55%) dan responden yang tidak ada gastritis sebanyak 27 responden (45%). Mayoritas gastritis responden lebih banyak yang ada gastritis dibandingkan dengan tidak ada gastritis. Jadi dapat disimpulkan bahwa santri Pondok Pesantren Daar ElQolam kebanyakan santri memiliki sakit gastritis. Hal ini disebabkan santri yang sering terlambat makan dan suka makan makanan asam dan pedas, selain itu juga pola makan santri yang tidak teratur sehingga mudah terserang gastritis.

2.

Analisis Bivariat a. Hubungan Usia dengan Gastritis Dari hasil analisis hubungan usia dengan gastritis adalah 40 responden pada usia < 16 tahun, terdapat 21 responden (52,5%) terjadi gastritis dan 19 responden (47,5%) yang tidak terjadi gastritis sedangkan dari 20 responden pada usia < 16 tahun terdapat 12 responden (60%) terjadi gastritis dan 8 responden (40%) tidak terjadi gastritis. Hasil uji statistik didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara usia dengan gastritis, didapatkan P value = 0,003. Untuk uji odd ratio menunjukkan bahwa usia responden < 16 tahun berpeluang 0,737 kali terjadi gastritis dari pada usia responden > 16 tahun. Pada penelitian Amran (2003) didapatkan bahwa usia memiliki hubungan yang bermakna dengan gastritis, Menurut Baliwati (2004) Masa remaja adalah masa mencari identitas diri, adanya keinginan untuk dapat diterima oleh teman sebaya dan mulai tertarik oleh lawan jenis menyebabkan remaja sangat menjaga penampilan. Semua itu sangat mempengaruhi pola makan remaja, termasuk pemilihan bahan makanan dan frekuensi makan. Remaja takut merasa gemuk sehingga remaja menghindari sarapan dan makan siang atau hanya makan sehari sekali, Hal itu menyebabkan terjadinya gastritis. Menurut Soedjiningsih (2009) Angka kejadian anoreksia dan bulimia mengalami peningkatan selama dekade terakhir. Sekitar 1 dari 100 remaja perempuan umur antara 16 sampai 18 tahun menderita anoreksia. Puncak angka kejadian anoreksia pada remaja terjadi pada usia 17 tahun, dan remaja perempuan lebih banyak mengalami gangguan pola makan dibandingkan dengan remaja laki-laki dengan perbandingan 10:1. Gangguan tersebut dihasilkan oleh ketakutan bahwa tubuh akan menjadi gemuk setelah makan dan ketakutan mental ini akan terpancar

melalui penyiksaan fisik. Penelitian maupun teori diatas dapat disimpulkan bahwa usia dapat mempengaruhi terjadinya gastritis terutama terhadap pola makan. Usia remaja memiliki dampak yang lebih besar terhadap terjadinya gastritis. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian ini, bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan gastritis, dapat dikarenakan para santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam mayoritas masuk ke dalam usia remaja yaitu masa mencari identitas diri dan para santri mulai tertarik dengan lawan jenis menyebabkan santri sangat menjaga penampilan dan terjebak terhadap pola makan yang salah, hal ini sesuai dengan teori Soetjiningsih (2005), yang menyatakan permasalahan gizi yang timbul pada masa remaja dipicu oleh pemahaman gizi yang salah, yang mana remaja sering memiliki pemahaman bahwa tubuh menjadi idaman adalah tubuh yang langsing, sehingga untuk mempertahankan kelangsingannya remaja melakukan pengaturan makan yang salah dan usia remaja merupakan usia yang mudah tertarik dengan hal-hal baru, termasuk produk makanan yang diiklankan, padahal makanan tersebut belum tentu memiliki kandungan gizi yang baik.

b. Hubungan Jenis Kelamin dengan Gastritis Dari hasil analisis hubungan jenis kelamin dengan gastritis adalah 18 responden pada jenis kelamin laki-laki terdapat 15 responden (83,3%) terjadi gastritis dan 3 responden (16,7%) yang tidak terjadi gastritis. Sedangkan 42 responden pada jenis kelamin perempuan terdapat 18 responden (42,8%) terjadi gastritis dan 24 responden (57,1%) terjadi gastritis. Hasil uji statistik didapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan gastritis, didapatkan P value = 0,004. Untuk uji odd ratio menunnjukkan bahwa perempuan berpeluang 6,667 kali terjadi gastritis dari pada laki-laki.

Hasil penelitian Nasution (2001) yang menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan gastritis. hasil ini dapat diartikan bahwa adanya perbedaan pola makan dengan jenis kelamin antara perempuan dengan lakilaki yang dapat menimbulkan terjadinya gastritis. pada penelitian ini juga didapatkan bahwa perempuan lebih banyak mengalami gastritis dari pada laki-laki. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian ini, bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan gastritis, dapat dikarenakan mayoritas santri memiliki pola makan kurang baik dan santri memiliki kecenderungan yang berbeda pada masing-masing jenis kelamin terhadap pola makan. Selain itu dapat diasumsikan bahwa santri perempuan lebih memperhatikan postur tubuhnya dibandingkan dengan santri laki-laki, hal ini sesuai dengan teori Apriadji (1986) yang menyatakan bahwa anak perempuan lebih mementingkan penampilannya dibanding laki-laki, jadi perempuan lebih beresiko terjadinya gastritis. Sedangkan menurut Depkes (2005) bahwa kebutuhan zat gizi antara laki-laki dan perempuan berbeda terutama pada usia remaja. c.

Hubungan Frekuensi Makan dengan Gastritis Dari hasil analisis hubungan frekuensi makan dengan gastritis adalah dari 21 responden pada frekuensi makannya baik terdapat 9 responden (42,8%) terjadi gastritis dan 12 responden (57,1%) tidak terjadi gastritis. Sedangkan 39 respoden Frekuensi makannya kurang terdapat 24 responden (61,5%) terjadi gastritis dan 15 responden (38,5%) tidak terjadi gastritis. Hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan dengan gastritis, didapatkan P value = 0,165. Sehingga dapat disimpulkan Untuk uji odd ratio menunjukkan bahwa responden frekuensi makannya kurang berpeluang 0,469 kali terjadi gastritis daripada responden frekuensi makannya baik.

Berdasarkan hasil analisa mengenai hubungan frekuensi makan dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam. Dapat disimpulkan sesuai dengan teori Hudha (2006), yang menyatakan bahwa responden yang memiliki frekuensi makan < 2 kali sehari dapat menyebabkan terjadinya gastritis dibandingkan dengan responden yang memiliki frekuensi makan > 2 kali sehari. Sedangkan frekuensi makan yang dimaksud adalah frekuensi makan utama atau frekuensi makan yang setiap harinya 3 kali makan utama, yaitu makan pagi, makan siang dan makan malam atau sore. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus (Brunner dan Suddarth,2001). Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam (Urip, 2002). Frekuensi makan yang < 2 kali sehari dapat menyebabkan gastritis, seseorang akan terserang gastritis apabila mereka terlambat makan. Hasil penelitian Nasution (2001) yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan dengan gastritis. Hasil dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan frekuensi makan antara > 2 kali sehari dengan < 2 kali sehari. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian ini, bahwa tidak ada hubungan antara frekuensi makan dengan gastritis. Sesuai dengan teori Bruner dan Suddarth (2001) secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. bila seseorang telat makan 2 sampai 3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih. Akan tetapi walaupun frekuensi makan utama > 2 kali sehari, apabila diselangi dengan mengkonsumsi makanan ringan (cemilan) asam lambung akan tetap terkontrol.

d. Hubungan Jenis Makan dengan Gastritis Dari hasil analisis hubungan jenis atau ragam makanan dengan gastritis adalah 22 responden tidak menyukai jenis atau ragam makanan yang mengiritasi, 13 responden (59,1%) tidak terjadi gastritis dan 9 responden (40,9%) terjadi gastritis. Sedangkan 146 responden menyukai jenis atau ragam makanan yang mengiritasi, 24 responden (16,4%) tidak terjadi gastritis dan 122 responden (83,6%) terjadi gastritis. Hasil uji statistik didapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara jenis makan dengan gastritis. didapatkan P value = 0,023. Dari nilai odd ratio dapat disimpukan bahwa responden yang menyukai jenis makan mengiritasi berpeluang 7,343 kali terjadi gastritis dari pada responden yang menyukai jenis makanan tidak mengiritasi. Adapun jenis makanan yang yang mengiritasi seperti makanan pedas, zat-zat korosif (cuka dan lada) dapat menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema serta pendarahan, tidak jarang kondisi seperti ini menimbukan luka pada dinding lambung (Sediaotama, 2004). Hasil penelitian Nasution (2001) yang mengatakan terdapat hubungan antara jenis makanan dengan gastritis. Penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini, yang mendapatkan bahwa terdapat hubungan jenis makanan dengan gastritis. Selain itu dapat diasumsikan bahwa mengkonsumsi makanan pedas atau asam akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus. Asumsi tersebut sesuai dengan teori Notoatmodjo (2007), bahwa mengkonsumsi makanan pedas dan asam secara berlebihan dapat mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas dan asam ≥ 1 x dalam 1 minggu

selama 6 bulan dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut gastritis.

e. Hubungan Porsi Makan dengan Gastritis Dari hasil analisis hubungan porsi makan dengan gastritis adalah dari 30 responden pada porsi makannya baik terdapat 18 responden (60%) terjadi gastritis dan 12 responden (40%) yang tidak terjadi gastritis. Sedangkan dari 30 responden pada porsi makannya kurang terdapat 15 responden (50%) terjadi gastritis dan 15 responden (50%) tidak terjadi gastritis. hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara porsi makan dengan gastritis, didapatkan P value = 0,436. Untuk uji odd ratio menunjukkan bahwa responden jumlah makannya kurang berpeluang 1,500 kali terjadi gastritis dari pada responden jumlah makannya baik. Berdasarkan hasil analisa mengenai hubungan porsi makan dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam. Dapat disimpulkan sesuai dengan teori Soediotama (2004), bahwa responden yang memiliki porsi makan kurang dari 300500gr ( < 3-5 piring nasi/hari) maupun sebanyak 300-500gr ( > 3-5 piring nasi/hari) tidak ada hubungannya dengan kejadian gastritis. Hasil penelitian Nasution (2001) yang menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara porsi makan dengan gastritis. Hasil ini dapat diartikan bahwa ada perbedaan antara porsi makan seseorang dengan terjadinya gastritis. Penelitian tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian ini, yang didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara porsi makan dengan gastritis. Sesuai dengan teori Bruner dan Suddarth (2001) secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan

merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. bila seseorang telat makan 2 sampai 3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih. Akan tetapi walaupun porsi makan < 300-500 gram, apabila diselangi dengan mengkonsumsi makanan ringan (cemilan) asam lambung akan tetap terkontrol.

B. Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan yang menjadi keterbatasan penelitian ini. Keterbatasan ini dapat berasal dari peneliti sendiri maupun keterbatasan istrument yang ada. berikut ini adalah keterbatasan yang ada pada penelitian : 1. Segi desain studi penelitian yang digunakan dalam penelitian Cross-sectional (potong lintang) memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat, hanya menjelaskan hubungan keterkaitan. Meskipun demikian, desain ini dipilih karena paling sesuai dengan tujuan penelitian, serta efektif dari segi waktu dan biaya. 2. Secara teoritis banyak sekali masalah yang harus diteliti dalam masalah gastritis di kalangan remaja, tetapi karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana peneliti, maka penelitian ini hanya meneliti beberapa variabel yang terkait dengan gastritis yaitu pola makan (frekuensi makan, jenis makan dan porsi makan), usia dan jenis kelamin.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitan dan pembahasan pada BAB sebelumnya maka peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang yang terdapat gastritis lebih banyak dengan persentase sebesar 55% dibandingkan santri tidak memiliki gastritis. 2. Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang yang berusia < 16 tahun lebih banyak dengan persentase sebesar 66% dibandingkan santri berusia > 16 tahun. 3. Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dengan persentase sebesar 70% dibandingkan santri berjenis kelamin laki-laki. 4. Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang yang memiliki frekuensi makannya kurang lebih banyak dengan persentase sebesar 65,0% dibandingkan santri dengan frekuensi makannya baik. 5. Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang yang menyukai jenis atau ragam makan mengiritasi lebih banyak dengan persentase sebesar 76,7% dibandingkan santri yang tidak menyukai jenis atau ragam makan tidak mengiritasi.

6. Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang yang memiliki porsi makannya kurang sama dengan persentase 50% dibandingkan santri dengan porsi makannya baik. 7. Ada hubungan yang bermakna antara usia dengan gastritis pada remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. 8. Ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan gastritis pada remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. 9. Tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan dengan gastritis pada remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. 10. Ada hubungan yang bermakna antara jenis makan dengan gastritis pada remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. 11. Tidak ada hubungan yang bermakna antara porsi makan dengan gastritis pada remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.

B. SARAN 1. Bagi Peneliti lain a. Area penelitian diperluas dengan jumlah sampel yang lebih representatif sehingga hasil yang diperoleh lebih memungkinkan untuk dilakukan generalisasi pada populasi besar. b. kepada peneliti selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel-variabel lain yang diduga berhubungan dengan terjadinya gastritis yang belum dapat diteliti pada penelitian ini. c. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar penelitian dengan topik yang sama dengan desain yang berbeda.

2. Bagi Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang a. Memberikan edukasi berupa kurikulum pendidikan kesehatan gizi seimbang di pondok, misalnya dengan pemasangan poster, mading, rubrik di majalah Pondok Pesantren Daar El-Qolam mengenai pola makan. Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pengendalian dan pencegahan gastritis. b. Peran serta guru dan orangtua sangat diharapkan dalam memberikan informasi yang diperlukan remaja .

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Djaeni Sediaoetama, 2004. Ilmu Gizi. Jakarta : Dian rakyat. Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum. Amran, Yuli. 2003. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola Makan Mahasiswa Di Asrama Mahasiswa Universitas Indonesia Depok Tahun 2003, Skripsi. FKMUI. Andi. 2010. Yanmed Depkes RI, Diakses di http://bank data depkes. Go.id/data depkes.go.id/data. Diakses tanggal 5 Mei 2013. Andry, Hartono. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC. Anne Lies Ranti Santoso Soegeng. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Apriadji, 1986. Gizi Keluarga. Jakarta : Swadaya. Arikunto, Sumarni. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Burhan Nurgiantoro. 2002 . Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. DepKes, RI. 2002. Program Perbaikan Gizi Makro. Jakarta : Direktorat Gizi Masyarakat. DepKes RI. 2005. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta.

DepKes, RI. 2008b. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta: Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Doenges, Marlylin. Et. Al. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC. Harun Rianto. 2008. Gambaran Pengetahuan Klien Tentang Gastritis di RSU Dr. FI Tobing Sibolga. Depok : FKMUI. Hastono. 2009. Persagi Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia. Hayati, Larasati. 2009. Hubungan Status Gizi, Frekuensi Makan, Dan Aktifitas Fisik Dengan Gastritis Pada Mahasiswa Program Studi Gizi FKMUI. Skripsi. FKMUI. Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis data. Jakarta : Salemba Medika. Hirlan, Sp. Pd. 2005. Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi IV. Jakarta : FKUI. Ichsan, M. 2000. Ilmu Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Universitas Terbuka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Koesmardini, S. 2006. Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat. Ditjen Dikti. Jakarta. DepartemenPendidikan Nasional. Luthfiana, Ariful Hudha. 2007. Hubungan antara stress, Kebiasaan Makan dengan Frekuensi Kekambuhan Gastritis di Puskesmas Ngenep Kecamatan Karang Ploso Kab. Malang. Depok : FKM UI. Majalahnh, Salam, dkk. 2009. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Nasution, Mahdiah. 2001. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Pola Konsumsi Dengan Gastritis Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Tahun 2002. Skripsi. FKM UI. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. jakarta : PT Asdi Mahasatya.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. Oktaviani Wati. 2011. Hubungan Pola Makan dengan Gastritis pada Mahasiswa S.1 Keperawatan Program A Fikes UPN Veteran. Jakarta : Skripsi, FKIK UPN Veteran. Permaisih, A. 2003. Hubungan Anemia Dengan Produktifitas Kerja. Jurnal Kesehatan. Jakarta: Majalah Kedokteran Damianus. Peter C Hayes. 2000. Gastroenterologi dan Hepatologi. Jakarta : Binarupa Aksara. Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep . proses dan praktik. Jakarta : EGC. Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Ed. 8. Jakrta : EGC. Soetjiningsih. 2005. Usia Remaja Di Tinjau Dari Kebutuhan Aspek Zat Gizi. Majalah Kesehatan Indonesia Departemant Kesehatan AKZI. Soedjiningsih. 2009. Gambaran Gizi Pada Remaja di 4 SMA Di Jakarta Barat Tahun 2009. Skripsi FKM UI. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. PAU Pangan & Gizi. IPB : Bogor. Suhardjo. 2003. Berbagi Cara Pendidikan Gizi. PT Bumi Aksara, Jakarta. Sulistyoningsih, Heryati. 2010. Zat Gizi Untuk Diet. Jakarta : Bumi Aksara. Suratun. 2010. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 11, Ed. 3. Jakarta : FKUI. Syamsir, Salam, dkk. 2006. Metodologi Penelitian. UIN Jakarta Press. Jakarta. Wijoyo, M Padmiarso. 2009. 15 Ramuan Penyembuh Gastritis. Bee Media Indonesia : Jakarta.

Yayuk Farida Baliwati. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta : Penebar swadaya. Yuni Retnowati. 2010. Gambaran Gastritis dah Hubungannya dengan Pola Makan, Gaya Hidup, dan Status Gizi pada Pralansia dan Lansia di Posbindu kelurahan Bantar Jati Bogor. Depok : Skripsi, FKMUI.

LEMBAR KOESIONER PENELITIAN

Oleh : WAHYU PRATIWI NIM: 109104000005

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Kepada Yth. Calon Responden Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Wahyu Pratiwi, mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta. Dengan Nomer Induk Mahasiswa (NIM) 109104000005. Saya akan melakukan penelitian dengan judul ” Hubungan Pola Makan dengan Gastritis Pada Remaja di Pondok Pesantren Daar El–Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang” yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola makan dengan gastritis khususnya pada Remaja tingkat MA. Penelitian ini merupakan bagian dari persyaratan untuk program pendidikan S1 yang sedang saya tempuh di Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatulah Jakarta. Dosen pembimbing saya dalam penelitian ini adalah Ernawati, Skp,M.Kep, Sp.KMB dan Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, MSc dari Universitas Negeri Islam Syarif Hidatulah Jakarta. Saya mengharapkan kesediaan anda untuk berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi anda sebagai responden. Penelitian ini akan tetap menjaga hak-hak anda sebagai responden, dengan tidak akan memaksa untuk berpartisipasi dan menjaga kerahasiaan jawaban serta identitas yang anda berikan. Jawaban yang diberikan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini, data akan segera peneliti hilangkan setelah diolah dan penelitian ini selesai. Saya mohon ketersediaan anda untuk menandatangani lembar persetujuan sesuai dengan petunjuk yang ada. Demikian permohonan saya, atas perhatian dan ketersediaan anda, saya ucapkan terima kasih.

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Judul Penelitian : Hubungan Pola Makan Dengan Gastritis Pada Remaja Di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tanggerang. Peneliti

: Wahyu Pratiwi

Pembimbing

: Ernawati, Skp,M.Kep, Sp.KMB Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, MSc

Saya yang bertanda tangan di bawah ini mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep). Saya akan melakukan penelitian tentang Hubungan Pola Makan Dengan Gastritis Pada Remaja Di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung Jayanti Tangerang. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola makan dengan gastritis pada remaja. Untuk keperluan tersebut saya harap dengan kerendahan hati agar kiranya anda bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Kerahasiaan jawaban anda akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti. Kuesioner ini saya harap diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang dipertanyakan. Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk penelitian ini. Demikian surat ini saya buat dengan sebenarnya, dengan menandatangani pernyataan ini bersedia menjadi responden dengan penuh kesadaran dan tanpa ada paksaan dari pihak mana pun.

Tanggerang, Responden

LEMBAR KUESIONER

Judul penelitian

: Hubungan Pola Makan dengan Gastritis pada Remaja

Peneliti

: Wahyu Pratiwi (109104000005)

Inisial nama

:

Petunjuk untuk pengisian a. Bacalah pertanyaan dengan hati-hati sehingga dapat dimengerti b. Pilihlah salah satu jawaban anda dengan cara memberi tanda check list (√) pada tempat ([ ]) yang tersedia sesuai dengan jawaban yang saudara pilih. c. Setiap nomer hanya boleh diisi dengan satu jawaban. d. Setiap jawaban dimohon untuk memberikan jawaban yang jujur. e. Harap mengisi seluruh jawaban yang ada dalam kuesioner ini, pastikan tidak ada yang dilewati.

A. Data Demografi 1. Tanggal pengisian : 2. Nama (inisial)

:

3. Usia

:

4. Jenis kelamin

: [ ] laki-laki [ ] perempuan

B. Pola Makan

Frekuensi Makan 1. Apakah setiap hari anda biasa sarapan? 1. Selalu 2. Sering 3. Kadang-kadang 4. Jarang 5. Tidak pernah

2. Apakah setiap hari anda sempat makan siang ? 1. Selalu 2. Sering 3. Kadang-kadang 4. Jarang 5. Tidak pernah

3. Apakah anda makan - makanan pokok sebanyak 3 x dalam sehari? 1. Selalu 2. Sering 3. Kadang-kadang 4. Jarang 5. Tidak pernah

4. Apakah anda suka makan malam diatas jam 19.00 WIB ? 1. Selalu 2. Sering 3. Kadang-kadang 4. Jarang 5. Tidak perna

5. Apakah anda mengkonsumsi selain makanan yang disediakan di dapur ? 1. Selalu 2. Sering 3. Kadang-kadang 4. Jarang 5. Tidak pernah

6. Seberapa sering anda makan Instan (Fast Food) dalam sehari ? 1. Selalu 2. Sering 3. Kadang-kadang 4. Jarang 5. Tidak pernah

7. Seberapa sering anda mengkonsumsi makanan dari dapur ? 1. Selalu 2. Sering 3. Kadang-kadang 4. Jarang 5. Tidak pernah

8. Apakah anda suka makan dengan terburu-buru? 1. Selalu 2. Sering 3. Kadang-kadang 4. Jarang 5. Tidak pernah Porsi makan 9. Apakah porsi karbohidrat yang anda konsumsi dalam sehari sebanyak 300-500 gram atau sebanyak 3-5 piring nasi? [

] Ya

[

] Tidak

10. Apakah jumlah protein hewani yang anda konsumsi dalam sehari sebanyak 100 gram atau 2 potong ikan, daging atau ayam ? [

] Ya

[

] Tidak

11. Apakah jumlah protein nabati yang anda konsumsi dalam sehari sebanyak 100-150 gram atau 4-6 potong tempe dan tahu? [

] Ya

[

] Tidak

12. Apakah porsi sayuran yang anda konsumsi dalam sehari sebanyak 150-200 gram atau sebanyak 1,5-2 mangkok dalam keadaan matang ? [

] Ya

[

] Tidak

13. Apakah porsi buah yang anda konsumsi dalam sehari sebanyak 2-3 potong, dapat berupa pepaya atau buah-buahan lain? [

] Ya

[

] Tidak

Jenis Makan atau Ragam Makan 14. Apakah nasi merupakan menu sarapan anda ? [

] Ya

[

] Tidak

15. Apakah anda menyukai makanan pedas ? [

] Ya

[

] Tidak

16. Apakah anda menyukai makanan instan (fastfood) ? [

] Ya

[

] Tidak

17. Apakah anda lebih menyukai ngemil dari pada makan nasi ? [

] Ya

[

] Tidak

C. Gastritis ( Maag )

No

Kejadian Maag

1 Apakah anda mempunyai riwayat sakit maag 2 Apakah anda merasa terbakar di lambung saat mengalami maag. 3 Apakah anda merasa nafsu makan menurun saat mengalami maag. 4 Apakah anda merasa nyeri ulu hati saat mengalami maag. 5 Apakah anda merasa mual sampai muntah saat terlambat makan. 6 Apakah anda merasa kembung saat mengalami maag. 7 Apakah anda merasa pusing saat mengalami maag. 8 Apakah anda merasa lemas saat mengalami maag. 9 Apakah anda selalu bersendawa saat mengalami maag. 10 Apakah anda merasa sesak saat mengalami maag. 11 Apakah wajah anda terlihat pucat saat mengalami maag. 12

Apakah maag anda kambuh pada saat terlambat makan dan suka makan-makanan pedas ?

13

Apakah maag anda kambuh setelah memakan-makanan pedas

14

Apakah anda mengalami maag minimal 2 x dalam seminggu

15

Apakah anda mengalami maag minimal 2 x dalam sebulan

16

Apakah anda berusaha mengurangi gejala maag dengan cara

Ya

Tidak

makan teratur

Terima Kasih

Lampiran 2 Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary N Cases

Valid a

Excluded Total

% 30

100.0

0

.0

30

100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's Alpha

N of Items .905

33

Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted

Total Correlation

Alpha if Item Deleted

VAR00001

15.57

42.875

.497

.916

VAR00002

15.60

43.352

.422

.918

VAR00003

15.20

44.234

.520

.916

VAR00004

15.17

46.626

-.073

.922

VAR00005

15.57

40.944

.806

.910

VAR00006

15.20

44.855

.374

.918

VAR00007

15.60

43.352

.422

.918

VAR00008

15.70

44.769

.209

.911

VAR00009

15.53

41.568

.710

.912

VAR00010

15.43

43.495

.429

.917

VAR00011

15.57

40.944

.806

.910

VAR00012

15.43

43.495

.429

.917

VAR00013

15.63

40.861

.820

.910

VAR00014

15.67

41.333

.748

.911

VAR00015

15.17

45.040

.392

.918

VAR00016

15.63

20.441

.446

.917

VAR00017

15.63

41.275

.752

.911

VAR00018

15.60

40.731

.839

.910

VAR00019

15.63

42.930

.489

.916

VAR00020

15.37

43.275

.500

.916

VAR00021

15.33

43.816

.428

.917

VAR00022

15.33

43.126

.553

.915

VAR00023

15.17

45.040

.392

.918

VAR00024

15.67

40.782

.839

.910

VAR00025

15.63

40.654

.853

.909

VAR00026

15.17

45.040

.392

.918

VAR00027

15.47

43.361

.439

.917

VAR00028

15.20

44.855

.376

.918

VAR00029

15.53

43.126

.428

.917

VAR00030

15.17

45.040

.375

.918

VAR00031

15.63

41.275

.752

.911

VAR00032

15.57

42.857

.497

.916

VAR00033

15.43

43.495

.429

.917

1. Uji Validitas Nilai r tabel untuk n = 30 adalah 0,374 jadi untuk nilai Corrected Item-Total Correlation di bawah nilai 0,374 dinyatakan tidak valid dan dikeluarkan dari kuesioner untuk penelitian berikutnya. Dari uji validitas diketahui pernyataan yang tidak valid adalah pernyataan nomer 4 dan 8. 2. Uji Reliabilitas

Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha Alpha

Tingkat Reliabilitas

0,00 s.d 0,20

Kurang Reliabel

>0,20 s.d 0,40

Agak Reliabel

> 0,40 s.d 0,60

Cukup Reliabel

0,60 s.d 0,80

Reliabel

>0,80 s.d 1,00

Sangat Reliabel

Uji reliabilitas didapatkan nilai cronbach alpha 0,905 sehingga menurut tabel diatas nilai ini berarti Sangat Reliabel dan layak untuk disebarkan kepada responden.

Lampiran 3 UJI NORMALITAS One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Frekuensi N Normal Parameters

a

Most Extreme Differences

60

60

Mean

19.4500

2.4667

2.9667

11.2667

Std. Deviation

2.07017

1.14191

.75838

2.68623

Absolute

.171

.180

.284

.207

Positive

.129

.159

.249

.109

Negative

-.171

-.180

-.284

-.207

1.328

1.392

2.201

1.606

.059

.041

.000

.012

Statistics Usia Valid

60

Missing

42

Mean

16.5000

Median

16.0000

Mode

16.00

Std. Deviation

1.37163

Minimum

15.00

Maximum

20.00

Sum

990.00

Statistics Jenis kelamin Valid Missing

60 0

Mean

16.5000

Median

16.0000

Mode Std. Deviation

kejadian gastritis

60

Asymp. Sig. (2-tailed)

N

jenis makan

60

Kolmogorov-Smirnov Z

N

porsi makan

16.00 1.37163

Minimum

15.00

Maximum

20.00

Statistics Jenis makan N

Valid

60

Missing

0

Mean

2.9667

Median

3.0000

Mode

3.00

Std. Deviation

.75838

Minimum

1.00

Maximum

4.00

Statistics Porsi makan N

Valid

60

Missing

0

Mean

2.4667

Median

2.5000

Mode

3.00

Std. Deviation

1.14191

Minimum

.00

Maximum

5.00

Kejadian gastritis N Mean

Valid Missing

0

11.2667 Median Mode Std. Deviation

12.0000 13.00 2.68623

Minimum

3.00

Maximum

15.00

1. Hasil Analisis Univariat Umur Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

≤ 16 tahun

40

66.7

66.7

66.7

>16 tahun

20

33.3

33.3

100.0

Total

60

100.0

100.0

Jenis kelamin Jenis Kelamin Valid

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Laki-laki

18

30.0

30.0

30.0

Perempuan

42

70.0

70.0

100.0

Total

60

100.0

100.0

Frekuensi makan Frekuensi Makan Valid

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Baik

21

35.0

35.0

35.0

Kurang

39

65.0

65.0

100.0

Total

60

100.0

100.0

Jenis makan Jenis Makan Valid

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Tidak mengiritasi

14

23.3

23.3

23.3

Mengiritasi

46

76.7

76.7

100.0

Total

60

100.0

100.0

Kejadian gastritis Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Gastritis

33

55.0

55.0

55.0

tidak Gastritis

27

45.0

45.0

100.0

Total

60

100.0

100.0

2. Hasil Analisis Bivariat

Hubungan Usia dengan Gastritis GASTRITIS Gastritis USIA

< 16 th

Count Expected Count

> 16 th

Count Expected Count

Total

Count Expected Count

tidak Gastritis

Total

21

19

40

22.0

18.0

40.0

12

8

20

11.0

9.0

20.0

33

27

60

33.0

27.0

60.0

Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction

b

Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

Df a

1

.003

.076

1

.005

.304

1

.003

.303

Fisher's Exact Test b

N of Valid Cases

.004

.008

60

Risk Estimate .737

Estimate ln(Estimate)

-.305

Std. Error of ln(Estimate)

.556

Asymp. Sig. (2-sided)

.582

Asymp. 95% Confidence

Common Odds Ratio

Interval ln(Common Odds Ratio)

Lower Bound

.248

Upper Bound

2.189

Lower Bound

-1.394

Upper Bound

.783

Hubungan Jenis Kelamin dengan Gastritis GASTRITIS Gastritis JENIS KELAMIN

L

P

Total

Count

15

3

18

Expected Count

9.9

8.1

18.0

Count

18

24

42

23.1

18.9

42.0

33

27

60

33.0

27.0

60.0

Expected Count Total

Tidak Gastritis

Count Expected Count

Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction

b

Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df a

1

.004

6.785

1

.009

8.992

1

.003

8.341

Fisher's Exact Test b

N of Valid Cases

.005

.004

60

Risk Estimate Estimate

6.667

ln(Estimate)

1.897

Std. Error of ln(Estimate)

.705

Asymp. Sig. (2-sided)

.007

Asymp. 95% Confidence

Common Odds Ratio

Interval ln(Common Odds Ratio)

Lower Bound

1.674

Upper Bound

26.554

Lower Bound

.515

Upper Bound

3.279

Hubungan Frekuensi Makan dengan Gastritis GASTRITIS Gastritis FREKUENSI

Baik

Count Expected Count

Kurang

Count Total

12

21

11.6

9.4

21.0

24

15

39

21.4

17.6

39.0

33

27

60

33.0

27.0

60.0

Count Expected Count

Total

9

Count Expected

Tidak Gastritis

Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction

b

Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df a

1

.165

1.244

1

.265

1.925

1

.165

1.925

Fisher's Exact Test b

N of Valid Cases

.186

.132

60

Risk Estimate .469

Estimate ln(Estimate)

-.758

Std. Error of ln(Estimate)

.550

Asymp. Sig. (2-sided)

.169

Asymp. 95% Confidence

Common Odds Ratio

Interval ln(Common Odds Ratio)

Lower Bound

.159

Upper Bound

1.378

Lower Bound

-1.836

Upper Bound

.321

Hubungan Jenis Makan dengan Gastritis GASTRITIS Gastritis

Tidak Mengiritasi

JENIS MAKAN

Tidak Gastritis

Count Expected Count

Mengiritasi

Count Expected Count

Total

Count Expected Count

Total

4

10

14

7.7

6.3

14.0

29

17

46

25.3

20.7

46.0

33

27

60

33.0

27.0

60.0

Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction

b

Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df a

1

.023

3.855

1

.050

5.223

1

.022

5.153

Fisher's Exact Test b

N of Valid Cases

.033

.025

60

Risk Estimate .234

Estimate ln(Estimate)

-1.450

Std. Error of ln(Estimate)

.666

Asymp. Sig. (2-sided)

.029

Asymp. 95% Confidence

Common Odds Ratio

Interval ln(Common Odds Ratio)

Lower Bound

.064

Upper Bound

.865

Lower Bound

-2.755

Upper Bound

-.145

Hubungan Porsi Makan dengan Gastritis GASTRITIS Gastritis

Kurang

PORSI MAKAN

Count Expected Count

Baik

Count Expected Count

Total

Count Expected Count

tidak Gas

Total

18

12

30

16.5

13.5

30.0

15

15

30

16.5

13.5

30.0

33

27

60

33.0

27.0

60.0

Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction

b

Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df a

1

.436

.269

1

.604

.607

1

.436

.606

Fisher's Exact Test b

N of Valid Cases

.604

.302

60

Risk Estimate 1.500

Estimate ln(Estimate)

.405

Std. Error of ln(Estimate)

.522

Asymp. Sig. (2-sided)

.437

Asymp. 95% Confidence

Common Odds Ratio

Interval ln(Common Odds Ratio)

Lower Bound

.539

Upper Bound

4.171

Lower Bound

-.617

Upper Bound

1.428