HUKUMAN KEBIRI BAGI PELAKU PEDOFILIA DALAM

Download guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam. Oleh: .... 2002 serta juga Al-qur'an, Hadist, Kaidah Fiqih, dan pendapat ulama' ya...

0 downloads 460 Views 4MB Size
HUKUMAN KEBIRI BAGI PELAKU PEDOFILIA DALAM PERSPEKTIF PERPU NO. 1 TAHUN 2016 DAN HUKUM ISLAM

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh: ANDRI IRAWAN NIM : 21211002 JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017

i

ii

NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 (Empat) Eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi Kepada Yth. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga Di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, Arahan dan koreksi, maka Naskah skripsi mahasiswa: Nama NIM Judul

: Andri Irawan : 21211002 : HUKUMAN KEBIRI BAGI PELAKU PEDOFILIA DALAM PERSPEKTIF PERPU NO. 1 TAHUN 2016 DAN HUKUM ISLAM.

Dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah. Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Salatiga, 22 September 2017 Pembimbing,

Evi Ariyani, S.H., M.H. NIP. 19731117 200003 2 002

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Yang bertandatangan dibawah ini: Nama

: Andri Irawan

NIM

: 21211002

Jurusan

: Ahwal Al-Syakhsiyyah (Hukum Keluarga Islam)

Fakultas

: Syari’ah

Judul Skripsi

: HUKUMAN KEBIRI BAGI PELAKU PEDOFILIA DALAM PERSPEKTIF PERPU NO.1 TAHUN 2016 DAN HUKUM ISLAM

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Salatiga, 22 September 2017 Yang menyatakan

Andri Irawan 21211002

iv

KEMENTRIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS SYARI’AH JL. Nakula Sadewa V No. 9 Telp. (0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722 Website : www.iainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]

PENGESAHAN Skripsi Berjudul: HUKUM KEBIRI DALAM PERSPEKTIF PERPU NO.1 TAHUN 2106 DAN HUKUM ISLAM OLEH: ANDRI IRAWAN 21211002 Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam (IAIN) Salatiga, pada tanggal hari Selasa tanggal 29 September 2017 dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam. Dewan Sidang Munaqasyah Ketua Penguji

: Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A.

Sekretaris Sidang

: Sukron Ma’mun, M. Si.

Penguji I

: Dr. Illyya Muhsin, M. Si.

Penguji II

: Dr. Mubasirun, M.Ag. Salatiga, 29 September 2017 Dekan Fakultas Syari’ah

Dr. Siti Zumrotun, M.Ag. NIP 19700115 199803 2 002

v

vi

MOTTO

“Ilmu itu lebih baik dari pada harta. Ilmu akan menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sedangkan harta terhukum. Kalau harta itu akan berkurang apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan bertambah apabila dibelanjakan.” (Sayidina Ali bin Abi Thalib)

َّ ‫َّللاَ ال يُ َغيِّ ُر َما بِقَ ْى ٍم َحتَّى يُ َغيِّرُوا َما بِأَ ْنفُ ِس ِه ْم َوإِ َذا أَ َرا َد‬ َّ ‫إِ َّن‬ ‫َّللاُ بِقَ ْى ٍم‬ ‫سُى ًءا فَال َم َر َّد لَهُ َو َما لَهُ ْم ِم ْن ُدونِ ِه ِم ْن َوال‬ “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri merekasendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak adayang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan Almarhum dan almarhumah orang tua, karena dengan kasih sayangnya , motivasi dan do’anya berkat beliaulah penulis dapat terus bejuang meneruskan kuliah untuk meraih cita-cita. Saudara saudaraku yang selalu menyemangatiku tatkala mereka hadir di saat menghadapi beratnya tantangan perjalanan hidup sekaligus proses kuliah hingga kelulusan. Teman-teman sekaligus sahabat satu angkatan AS - Non Reguler tahun 2011 IAIN Salatiga yang selalu saling mendukung baik susah maupun senang. Sahabat karib dari berbagai lulusan pondok pesantren dan Institusi pendidikan tinggi lainnya yang selalu memberi motivasi serta bertukar ilmu sehingga penulis dapat terus berjuang hingga lulus.

viii

KATA PENGANTAR Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah mengutus Nabi Muhammad Saw. Untuk menyampaikan agama yang hak, memberi petunjuk kepada segenap manusia ke jalan kebaikan, untuk kehidupan di dunia dan keselamatan di akhirat. Shalawat serta salam tidak lupa kami haturkan kepada Nabi besar Muhammad Saw, semoga pada akhir kelak kita termasuk kedalam umatnya yang mendapat syafaatnya. Ahamdulillah dengan rasa syukur penulis, skripsi dengan judul: HUKUMAN KEBIRI DALAM PERSPEKTIF PERPU NO. 1 TAHUN 2106 DAN HUKUM ISLAM ini telah selesai. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Ilmu Syari’ah pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Penulisan skripsi ini tidak akan selesai apabila tanpa ada bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan meluangkan tenaga, pikiran dan waktunya guna memberikan bimbingan dan petunjuk yang berharga demi terselesaikannya pembuatan skripsi ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

ix

2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi ini. 3. Bapak Syukron Makmun, M. Si., selaku Ketua Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah (AS) IAIN Salatiga yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi ini. 4. Ibu Evi Ariyani, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya kepada penulis sehingga terselesaikannya penulisan skripsi ini. 5. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd. selaku dosen tarbiyah yang membantu membukakan pintu untuk penulis sehingga dapat melanjutkan kuliah di IAIN Salatiga. 6. Para Dosen Syari’ah yang banyak memberikan ilmu, arahan serta do’a selama penulis menuntut ilmu di IAIN Salatiga. 7. Sahabatku tercinta Bapak Roojil Fadillah, Lc., M.Pd.I dan Ibu Suesthi Maharani, M.Pd. yang di akhir kuliah memberikan dukungan dan do’a untuk penulis. 8. Teman-teman mahasiswa Ahwal Al-Syakhshiyyah baik Non-Reguler dan Reguler khususnya angkatan tahun 2011 yang sangat berarti dalam dukungannya kepada penulis selama masa kuliah. 9. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

x

Semoga atas bantuan semua pihak yang telah berkontribusi dalam skripsi ini sebagaimana disebutkan di atas mendapat limpahan berkah dan imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Skripsi ini, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kasempurnaan tulisan ini serta bertambahnya pengetahuan dan wawasan penulis. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini nantinya dapat bermanfaat khususnya bagi Akademika IAIN Salatiga dan semua pihak yang membutuhkannya. Demikian, atas perhatiannya penulis sampaikan banyak terimakasih.

Salatiga, 22 September 2017 Penulis

Andri Irawan

xi

ABSTRAK Irawan, Andri. 2017,Hukum Kebiri dalam Perspektif Perpu No.1 Tahun 2016 dan Hukum Islam . Skripsi Jurusan Syari’ah Program Studi Ahwal AlSyakhshiyyah (AS), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing : Evi Ariyani, S.H., M.H . Kata Kunci : Hukum Islam, Perpu, Hukuman Kebiri, Pedofilia.

Adanya pernikahan menjadikan manusia menjadi mahkluk yang beradab, dimana tuntutan biologis (syahwat) dapat tersalurkan dalam bingkai yang lebih baik antara seorang laki-laki dan perempuan. Walaupun Allah SWT telah memberi jalan perkawinan sebagai suatu cara yang sah sebagai jalan pemenuhan kebutuhan biologis, manusia masih tetap melakukan penyimpangan-penyimpangan seksual sebagaimana kasus pelecehan seksual yang hari ini baru hangat diperbincangkan. Tahun 2016 pemerintah menganggap kasus pelecehan seksual sudah dalam keadaan darurat. Kasus pedofilia atau pelecehan kekerasan seksual terhadap anak menjadi pemberitaan yang hebat. Wacana pemberatan hukuman terhadap pelaku pedofilia semakin digencarkan. Diterbitkannya Perpu No. 1 tahun 2016 adalah wujud kepedulian pemerintah sekaligus keprihatinan pemerintah terhadap fenomena kejahatan seksual terhadap anak. Perpu ini dipandang sebagai langkah baru pemerintah untuk memberikan efek jera bagi pelaku pedofil, karena di dalamnya memuat aturan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual anak. Akan tetapi, Perpu No.1 tahun 2016 mendapat pertentangan terutama dari tokoh Ormas Islam dan kalangan Pesantren. Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar, tidak setuju dengan hukuman kebiri yang mengubah fisik manusia. Ketua Asosiasi Pondok Pesantren Jawa Timur , Gus Reza Ahmad Zahid , juga menyatakan tak selayaknya pemerintah menerapkan hukuman kebiri, karena dalam fiqh Jinayah Islam tidak mengenal kebiri. Berdasarkan alasan di atas, terbitnya hukuman kebiri bagi pelaku pedofilia mengundang reaksi kontra dari kalangan tokoh Islam. Tetapi pemerintah tetap menerbitkan Perpu tentang hukuman Kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak yaitu Perpu No. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Penelitian ini merupakan upaya penulis untuk mengetahui bagaimana perspektif hukum kebiri dalam Perpu No.1 Tahun 2016 dan Hukum Islam. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah ketentuan-ketentuan hukuman kebiri bagi pelaku pedofil menurut Perpu No.1 tahun 2016 ? (2) Bagaimanakah perspektif hukum Islam terhadap Perpu No.1 tahun 2016 tentang hukuman Kebiri bagi pelaku pedofilia ?

xii

Untuk menjawab pernyataan tersebut penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan memakai bentuk penelitian library research sehingga peneliti bisa menggambarkan penelitian ini secara mendalam, rinci, dan tuntas. Untuk memperoleh data-data yang diperlukan peneliti menggunakan dua sumber data yaitu : sumber data primer yang diperoleh dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016, KUHP, UU No. 32 Tahun 2002 serta juga Al-qur’an, Hadist, Kaidah Fiqih, dan pendapat ulama’ yang ada kaitannya dengan masalah hukuman Kebiri. Sedamgkan data sekunder diperoleh dari buku-buku, majalah, koran dan hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan kekerasan seksual, pedofilia dan kebiri. Kemudian temuan dalam penelitian ini bahwa : Pertama, Salah satu isi dari sanksi yang ditambahkan dalam Perpu No.1 Tahun 2016 adalah adanya sanksi hukuman kebiri dengan menggunakan tehnik kebiri modern melalui suntikan hormonal yang berfungsi untuk memandulkan si pelaku. Pengebirian yang dilakukan dengan metode modern dengan suntikan hormon kebiri, dianggap pemerintah akan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan seksual anak. Kedua, dalam pandangan Islam tindakan pedofil dikategorikan jarimah zina, tindakan pedofil dalam Islam dapat dihukumi dengan hukuman had dan ta‟zir tergantung status pelaku dan korban. Dalam penelitian ini, penulis mengkategorikan tindakan pedofil berdasar jenis kelamin pelaku dan korban yaitu pedofil homoseks dan heteroseks. Hal itu disampaikan penulis karena fiqh jinayah Islam memandang aspek keterlibatan pelaku dan si korban mempengaruhi hukuman yang akan diterapkan. Dalam hukumannya dibedakan antara pelaku yang muhsan dan ghairu muhsan, hukuman pelaku pedofil dapat dikenai hukuman rajam, cambuk, serta pengasingan atau hukuman ta‟zir yang ditentukan oleh pemerintah tanpa menyalahi ketentuan syari’at Islam. Sedangkan pemberlakuan hukuman kebiri (modern) yang disahkan oleh pemerintah menurut penulis bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum Islam terutama dalam konsep Fiqh Jinayah Islam, karena secara tegas pengebirian pada manusia telah dilarang oleh Islam, dan hal itu terinci melalui hadits-hadits shahih.

xiii

DAFTAR ISI Hal

Lembar Berlogo ......................................................................................

i

Nota Pembimbing....................................................................................

ii

Pernyataan Keaslian Tulisan...................................................................

iii

Lembar Pengesahan................................................................................

iv

Motto ......................................................................................................

v

Persembahan ..........................................................................................

vi

Kata Pengantar........................................................................................

vii

Abstrak

x

Daftar Isi.................................................................................................

xii

BAB I

PENDAHULUAN.......................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah........................................................

1

B. Rumusan Masalah..................................................................

6

C. Tujuan Penelitian...................................................................

6

D. Kegunaan Penelitian..............................................................

7

E. Telaah Pustaka ......................................................................

8

F. PenegasanIstilah .....................................................................

10

G. Metode Penelitian ...................................................................

12

H. Sistematika Pembahasan ........................................................

15

xiv

BAB II

KAJIAN PUSTAKA……………………………………………

16

A. Ketentuan Umum Tentang Pedofilia .......................................

16

B. Gambaran Umum Tentang Kebiri.............................................

24

C. Teori Hukum Pidana dan Pemidanaan Hukum Positif.............

29

D. Teori Hukum Pidana Islam ....................................................... 42 BAB III PENERBITAN PERPU NO. 1 TAHUN 2016 ................................ 51 A. Latar Belakang Penerbitan Perpu No.1 Tahun 2016................. 51 B. Isi Perpu No.1 Tahun 2016 ....................................................... 56 BAB IV Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Pedofilia .............................................................................................66 A. Pandangan Islam Terhadap Pedofilia ...........................................66 B. Pandangan Syariah Islam Menjatuhkan Hukuman Kebiri Bagi Pedofilia ........................................................................................71 BAB V

PENUTUP ..........................................................................................74 A. Kesimpulan ...................................................................................75 B. Saran .............................................................................................76

Daftar Pustaka Lampiran

xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Agama Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang diturunkan Allah SWT kepada Rasullullah SAW untuk disampaikan dan dijadikan agama kepada seluruh umat. Islam adalah agama penyempurna dari agama samawi yang datang sebelumnya sebagaimana agama yang dibawa oleh Nabi Daud AS, Ibrahim AS, dan Isa AS.Agama Islam mengatur bagaimana kaidah hubungan manusia kepada Allah (Habluminnallah) dan hubungan manusia kepada sesama manusia (Habluminnannas). Islam telah menyempurnakan dan menetapkan kaidah-kaidah hukum yang dapat dijadikan pedoman hidup umat manusia hingga akhir zaman.Sebagaimana Islam telah memberikan aturan hukum terhadap pelaku kejahatan, khususnya pelaku kejahatan seksual atau pelaku zina. Islam adalah agama fitrah yang mengakui keberadaan naluri seksual.Islam, telah menentukan cara penyaluran nafsu syahwat secara baik melalui lembaga perkawinan. Oleh karenanya penyaluran nafsu syahwat di luar perkawinan tidak sesuai dengan cara yang ditentukan Islam dan oleh karena itu, perzinaaan dilarang tegas dan keras oleh Islam (Syarifudin, 2003:274)

1

Selain itu, penerapan syariat Islam merupakan solusi terhadap berbagai problematika moral ini dan penyakit sosial lainnya. Karena seandainya syariat ini diterapkan secara kaffah (menyeluruh dalam segala aspek kehidupan manusia) dan sungguh-sungguh, maka sudah dapat dipastikan tingkat maksiat khalwat, zina, pemerkosaan dan kriminal lainnya akan berkurang drastis. Berkaitan dengan hal tersebut, Tihami dkk. (2009 :6) menyatakan bahwa : “Pernikahan adalah sunatullah yang umum dan berlaku pada semua mahlukNya baik pada manusia , hewan , maupun tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT , sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya” Adanya pernikahanmenjadikan manusia menjadi mahkluk yang beradab, dimana tuntutan biologis (syahwat) dapat tersalurkan dalam bingkai yang lebih baik antara seorang laki-laki dan perempuan. Walaupun Allah SWT telah memberi jalan perkawinan sebagai suatu cara yang sah sebagai jalan pemenuhan kebutuhan biologis, manusia masih tetap melakukan penyimpangan penyimpangan seksual sebagaimana kasus pelecehan seksual yang hari ini baru hangat diperbincangkan. Tahun 2016 pemerintah menganggap kasus pelecehan seksual sudah dalam keadaan darurat . Kasus Pedofilia atau pelecehan kekerasan seksual terhadap anak

menjadi pemberitaan yang hebat.

Wacana pemberatan hukuman terhadap pelaku pedofilia semakin digencarkan .Kasus

2

yang dialami Putri Nur Fauziah (9 tahun) yang tewas akibat kekerasan seksual di Kalideres Jakarta Barat dijadikan contoh kondisi darurat tersebut. Data Lembaga Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI ) menyebutkan 22 juta anak yang mengalami kekerasan sepanjang 2010-2014, dan 42 % di antaranya merupakan kasus kejahatan seksual (Koran Tempo, 23/10/2015). Dan kembalimengulas kasus “Robot Gedek” beberapa tahun silam, kasus yang sangat menggemparkan di mana pelaku mengaku telah menyodomi dan membunuh sejumlah anak laki-laki di Jakarta, dan kasus yang sama Baequni alias Babe (48 tahun) telah membunuh 7 bocah berusia di bawah 12 tahun, lebih dari seorang pedofil, Babe tampaknya juga seorang necrofil yakni seseorang yang senang berhubungan seks dengan mayat (Jawa Pos, 16 Januari 2010). Sebagai penjelasan,pedofilia adalah gangguan atau kelainan jiwa pada seseorang untuk bertindak dengan menjadikan anak-anak sebagai instrument atau sasaran dari tindakan itu, umumnya bentuk tindakan itu berupa pelampiasan nafsu seksual. Pedofilia adalah aktivitas seksual yang melibatkan anak kecil, umumnya di bawah usia 13. Penderita pedofilia berusia lebih dari 16 tahun dan minimal lima tahun lebih tua dari si anak.

Dengan pertimbangan bahwa kekerasan seksual terhadap anak semakin meningkat secara signifikan yang mengancam dan membahayakan jiwa anak, merusak kehidupan

3

pribadi dan tumbuh kembang anak, serta mengganggu rasa kenyamanan, ketenteraman, keamanan, dan ketertiban masyarakat, pemerintah memandang sanksi pidana yang dijatuhkan bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak belum memberikan efek jera dan belum mampu mencegah secara komprehensif terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.Pemerintah memandang perlu segera mengubah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Ide hukuman kebiri diusulkan oleh KPAI, Kementerian Sosial ,Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pendidikan Nasional kepada Presiden Jokowi hari Selasa (20/10/2015). Presiden Jokowi memberi sinyal setuju dengan segera membahas hal tersebut dengan sejumlah pejabat seperti Jaksa Agung M.Prasetyo.usulan tersebut sudah ditindakanjuti dengan penyusunan draf Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perpu) . Dan akhirnya tanggal 26 Mei 2016 ,Pemerintah menerbitkan Perpu tentang Kebiri pelaku kejahatan seksual terhadap anak yaitu Perpu No. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perputersebut akhirnya mengesahkan hukuman pidana Kebiri bagi pelaku Pelecehan seksual dengan pengibirian hormonal (KORAN TEMPO ,23/10/2015).

4

Atas dasar pertimbangan itu, Presiden Joko Widodo pada 26 Mei 2016 telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Perpu yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada tanggal 25 Mei 2016 itu.

Denganadanyapenerbitan Perpu Kebiri , Perpu No.1 tahun 2016 mendapat pertentangan terutama dari tokoh Ormas Islam dan kalangan Pesantren. Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar, tidak setuju dengan hukuman kebiri yang mengubah fisik manusia. Ketua Asosiasi Pondok Pesantren Jawa Timur , Gus Reza Ahmad Zahid , menyatakan tak selayaknya pemerintah menerapkan hukuman kebiri, karena dalam fiqh Jinayah Islam tidak mengenal kebiri (KORAN TEMPO ,23/10/2015).

Berdasarkan

alasan di atas, terbitnya hukuman kebiri bagi pelaku pedofilia

mengundang reaksi kontra dari tokoh ormas Islam. Tetapi pemerintah tetap menerbitkan Perpu tentang hukuman Kebiri pelaku kejahatan seksual terhadap anak yaitu Perpu No. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 yaitu tentang Perlindungan Anak.

5

Atas dasar uraian di atas penulis tertarik dan bermaksud meneliti bagaimana, “Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Pedofilia dalam Perspektif Perpu No.1 Tahun 2016 dan Hukum Islam ”.

B. Rumusan masalah : Berdasarkan konteks latar belakang diatas, maka penulis menetapkan beberapa rumusan masalah yang diantaraaya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah ketentuan-ketentuan hukuman kebiri bagi pelaku pedofil menurut Perpu No.1 tahun 2016 ? 2. Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap Perpu No.1 tahun 2016 tentang hukuman Kebiri bagi pelaku pedofilia ? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan-ketentuanhukuman Kebiri bagi pelaku pedofilia menurut Perpu No.1 tahun 2016. 2. Untuk mengetahui bagaimana hukum Islam memandang Peraturan Pengganti Undang-Undang No.1 tahun 2016 tentang hukuman kebiri bagi pelaku pedofilia.

6

D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini sangat berguna

bagi penulis khususnya dan masyarakat pada

umumnya adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis a. Dapat menambah pengetahuan dalam mempelajari dan mendalami ilmu hukum khususnya Hukum Jinayah Islam dan Hukum positif yang berlaku di Negara Indonesia. b. Dapat menjadi bahan rujukan penelitian hukum berikutnya dan menambah khasanah pengetahuan ilmu hukum Fiqh Jinayah Islam dan hukum positif khususnya yang berkaitan dengan hukuman kebiri bagi pelaku pedofil. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : a. Bagi Pemerintah Memberi masukan bagi penyelenggara Negara terutama bagi Lembaga Legislatif yang berhak merancang dan membuat peraturan perundang-undangan terutama dalam menentukan kaidah-kaidah hukum bagi pelaku pedofil. b. Bagi Masyarakat Dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat pada umumnya bagaimana penerapan hukuman kebiri ditetapkan.

7

E. Telaah Pustaka Fungsi dilakukanya telaah pustaka terhadap skripsi adalah untuk membedakan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan peneliti lain sebelumnya. Kemudian untuk memahami judul sebuah skripsi perlu pendefinisian judul secara professional, agar dapat diketahui secara jelas dan untuk menghindari kesalahfahaman dan untuk membedakan kajian ini dengan kajian sebelumnya, Maka penulis akan sebutkan beberapa skripsi tentang pelecehan seksual antara lain: Pertama, skripsi yang dibuat oleh Abdul Faizin mahasiswa Jurusan Syariah STAIN Salatiga tahun 2010 dengan judulPerlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual (Studi Kasus di Polres Salatiga tahun 2004-2006). Pembahasan dalam skripsi ini penulis membahas tentang studi lapangan bagaimana kekerasan seksual terjadi di Salatiga dan membahas bentuk perlindungan hukumnya. Hasil penelitiannya adalah peran serta Polres Salatiga dalam perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual anak adalah bersifat menunggu dan walaupun demikian perlindungan hukum terhadap anak di Polres Salatiga telah sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kedua, skripsi yang dibuat oleh Lukman Hakim Harahap tahun 2014 mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul Studi

8

Tentang Proses Penyidikan Kasus Pedofilia di Yogyakarta. Dalam skripsi ini penulis membahas bagaimana proses penyelidikan terhadap kasus pelecehan seksual terhadap anak terjadi di wilayah Polresta Yogyakarta. Hasil dari penelitiannya bahwa proses penyidikan kasus pedofilia di Yogyakarta tunduk pada aturan KUHAP tetapi proses tersebut terhambat oleh beberapa faktor yaitu proses penyidikan yang panjang akibat gangguan psikis korban (anak), kedua untuk mendapatkan alat bukti,

penyidik

mendapatkan visum dan surat keterangan dari psikiater dari dana talangan dan belum mendapatkan dana yang strategis dari pemerintah untuk menangani kasus pedofilia. Ketiga skripsi yang dibuat oleh Ngabdul Munnim mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul Studi Terhadap Sanksi Kebiri Sebagai Alternatif Hukuman Bagi Pelaku Tindak Pidana Pedofiliamembahas mengenai pengaturan hukum di Indonesia terhadap sanksi tindak pidana pedofilia dan apakah kebiri dapat digunakan sebagai alternatif hukuman bagi pelaku pedofilia ?.Hasil penelitiannya adalah sanksi tindak pidana pedofiliayang diatur dalam KUHP dan UUPA, dianggap sudah tidak relevan atau tidak menimbulkan efek jera, sehingga belajar dari sanksi kebiri yang diterapkan oleh negara lain terhadap pelaku pedofilia maka penulis hukuman kebiri dapat digunakan sebagai alternatif sanksi pidana. Skripsi di atas pada umumnya membahas studi kasus kekerasan seksual terhadap anak, sedang dalam skripsi ini yang menjadi kajian utamanya adalahpenulis berpendapat

9

pemberlakuan hukuman kebiri bagi pelaku pedofilia yang tertuang pada Perpu No. 1 Tahun 2016 bertentangan dengan konsep Fiqh Jinayah Islam.. F. Penegasan Istilah Untuk memahami judul sebuah skripsi perlu adanya pendefinisian judul secara terperinci, dengan maksud dapat diketahui secara jelas. Maka penulis perlu memberikan penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah judul tentang “Hukum Kebiri dalam PerspektifPerpu No. 1 tahun 2016 dan Hukum Islam”. Istilah-istilah tersebut adalah ; 1. Hukum Islam Hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunah Rasul tentang tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini serta mengikat untuk semua yang beragama Islam (Syarifudin, 1997:4) 2. Perpu Perpu adalah peraturan yang mempunyai hierarkhi setingkat dengan UU (Undang-undang) yang sesuai dengan ketentuan Pasal 22 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut : (1) Dalam hal ikhwal kegentingan memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang. (2) Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dlam persidangan berikut.

10

(3) Jika Tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintah itu dicabut. Dari ketentuan Pasal 22 UUD 1945 tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang sebenarnya merupakan suatu Peraturan Pemerintah yang bertindak sebagai suatu Undang-Undang atau dengan perkataaan lain PERPU adalah Peraturan Pemerintah yang diberi kewenangan sama dengan Undang-Undang (Indrati, 2007:191) 3. Hukuman Hukuman atau tepatnya didefinisikan dengan pidana didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh Negara kepada seseorang tau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatan yang telah melanggar hukum pidana. (Chazawi, 2014:24) 4. Kebiri Kebiri adalah tindakan bedah dan atau menggunakan bahan kimia yang bertujuan untuk menghilangkan fungsi testis pada jantan atau fungsi ovarium pada betina. Pengebirian dapat dilakukan baik pada hewan ataupun manusia. (Kamus Besar Bahasa Indonesia ) 5. Pedofilia Pedofilia adalah gangguan atau kelainan jiwa pada seseorang untuk bertindak dengan menjadikan anak-anak sebagai instrument atau sasaran dari tindakan itu, umumnya bentuk tindakan itu berupa pelampiasan nafsu seksual.Pedofilia adalah

11

aktivitas seksual yang melibatkan anak kecil, umumnya di bawah usia 13. Penderita pedofilia berusia lebih dari 16 tahun dan minimal lima tahun lebih tua dari si anak. Individu dengan gangguan ini dapat tertarik pada anak laki-laki, perempuan atau keduanya, meskipun insiden aktivitas pedofilia hampir dua kali lebih mungkin diulang oleh orang-orang yang tertarik pada laki-laki. Individu dengan gangguan ini mengembangkan prosedur dan strategi untuk mendapatkan akses dan kepercayaan dari anak-anak.(http://kamuskesehatan.com/arti/pedofilia) G. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting.penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini merupakan penelitian pustaka (library research).Yaitu sebuah penelitian yang menggunakan informasi yang diperoleh dari buku-buku atau terbitanterbitan resmi pemerintah (Saerozi, 2008:46).

1. Jenis Pendekatan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan penelitian studi pustaka dengan menggunakan pendekatan yuridis-normatif, yaitu cara mendekati masalah yang diteliti dengan mendasarkan pada aturan perudang-undangan yang berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan secara normatif yaitu dengen mendekati masalah yang akan

12

diteliti dengan mendasarkan pada Al-qur’an, Hadist, Kaidah Fiqih, Serta pendapat ulama’ yang ada kaitannya dengan masalah hukuman Kebiri. 2. Jenis dan Sumber Data a. Data Kualitatif Pada penelitian ini penulis menyajikan data secara kualitatif dimana data disajikan dalam bentuk kata-kata berdasarkan cara pandang sifat, dan mutu objek penelitian. Metode penelitian kualitatif menghasilkan data yang bersifat deskriptif berupa kata-kata tertulis dari objek yang diamati (Mahi, 2011:37).Sehingga data yang dikumpulkan bukan disajikan secara angka atau numerik. b. Sumber Data Pengumpulan data merupakan langkah riil yang sangat dibutuhkan sehubungan dengan referensi yang sesuai dengan objek. Dalam penyusunan ini dilakukan langkah-langkah mengambil sumber data sebagai berikut : 1) Sumber Primer, yaitu bahan yang diambil dari aturan-aturan hukum yang mengikat sebagaimana hukum positif Indonesia yang diambil dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan hukum Islam yaitupada Al-qur’an, Hadist, Kaidah Fiqih, serta pendapat ulama’ yang ada kaitannya dengan masalah hukuman Kebiri

13

2) Sumber Sekunder, yaitu bahan yang diambil dari buku-buku literature yang berhubungan dengan tema judul yang diangkat penulis, yaitu buku-buku literature , artikel, Koran dan hasil penelitian sebelunnya yang berhubungan dengan kekerasan seksual, pedofilia dan kebiri. c. Tehnik dan Pengumpulan Data Dalam tehnik penumpulan data yang telah diperoleh, penulis menggunakan teknik membaca, mencatat, mengutip dan mengumpulkan literature-literatur data yang berupa buku-buku, artikel, sumber hukum positif dan sumber hukum Islam kemudian peneliti mempelajari dan mengedit guna dijadikan bahan penelitian deskriptif. d. Analisis Data Dalam proses analisa data penulis kemudian melakukan tehnik deskriftif analitik guna memberikan suatu gambaran, melukiskan dan memaparkan hasil penelitian yaitu memaparkan pandangan hukum kebiri ditinjau dari sudut pandang fiqh jinayah Islam

.

14

H. Sistematika Pembahasan Bab I:Pendahuluan terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian. Bab II: Tinjauan umum tentang pedofilia dan kebiri, yaitu memberi gambaran meliputi: Pengertian pedofilia, sejarah mengenai pedofilia, faktor penyebab pedofilia, akibat pedofilia terhadap korban, pedofilia sebagai perilaku kekerasan seksual anak, akibat dari pedofilia ,pengertian kebiri ,sejarah kebiri , efek dari kebiri ,teori pidana dan pemidanaan ,bentuk-bentuk kebiri dan Teori Hukum Pidana Islam (fiqh jinayah). Bab III: Berisi tentang gambaran tentang Perpu No. 1 tahun 2016 ,latar belakang dan dasar hukum diterbitkannya Perpu No.1 tahun 2016. Bab IV:Berisi tentang pembahasan yaitu tinjaun hukum Islam mengenai hukuman kebiri bagi pelaku pedofiliadan konsep hukuman pedofilmenurut hukum Islam. Bab V: Penutup yang merupakan bab terakhir dari skripsi ini yang berisi kesimpulan, saran.

15

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Ketentuan Umum Tentang Pedofilia 1. Pengertian Pedofilia Secara etimologis kata pedofilia berasal dari bahasa Yunani, yaitu paidophilia yang merupakan gabungan dari dua kata “pais” yang berarti anakanak dan “philia”yang berarti cinta yang bersahabat atau "persahabatan". Dengan demikian pedofilia merupakan kepuasan seks yang didapatkan oleh seseorang dari hubungan seks dengan anak-anak (Irianto, 2010:101) .Dalam penggunaan populer, pedofilia berarti kepentingan seksual pada anak-anak atau tindakan pelecehan seksual terhadap anak, sering juga disebut kelakuan pedofilia. Sedang menurut kacamata medis, pedofilia didefinisikan sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (pribadi dengan usia 16 atau lebih tua) biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau eksklusif pada anak prapuber (umumnya usia 13 tahun atau lebih muda, walaupun pubertas dapat bervariasi). Anak harus minimal lima tahun lebih muda dalam kasus pedofilia remaja (16 atau lebih tua) baru dapat diklasifikasikan sebagai pedofilia. Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD) mendefinisikan pedofilia sebagai

16

"gangguan kepribadian dewasa dan perilaku" di mana ada pilihan seksual untuk anak-anak pada usia pubertas atau pada masa prapubertas awal (Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas) Aktivitas yang dilakukan oleh penderita pedofilia sangat bervariasi. Perilaku pedofilia meliputi tindakan selain bersenggama dengan anak, tetapi juga perilaku seperti mempertontonkan tubuh secara fulgar kepada anak, memperlihatkan video porno pada anak, melakukan aktivitas seksual pada anak dengan jari,mulut serta tindakan penetrasi lainnya. (www.growup-clinic.com) Meskipun gangguan pedofilia sebagian besar diperuntukkan pada pria, ada juga wanita yang menunjukkan gangguan tersebut. Tidak ada obat untuk pedofilia yang telah dikembangkan..Namun, terapi tertentu yang dapat mengurangi kejadian seseorang untuk melakukan perilaku pedofil. 2. Sejarah Pedofilia Pedofilia pertama kali secara resmi diakui dan disebut pada akhir abad ke19. Sebuah istilah erotica pedofilia pertama kali dikemukakanpada tahun 1886 oleh psikiater Wina Richard von Krafft Ebing dalam tulisannya yang berjudul Psychopathia Sexualis istilah ini muncul dalam bagian yang berjudul “Pelanggaran individu di bawah usia empat belas tahun”. (www.idkita.or.id)

17

Pedofilia sebenarnya telah terjadi sebelum jaman modern. Di Yunani fenomena pedofilia terjadi pada abad 6 Masehi yang dikenal sebagai bentuk pejantanan yang dikaitkan dengan proses spiritual kepercayaan masyarakat. Kemudian hal itu menjadi perdebatan antara proses spiritual dan praktek erotisme sepeti halnya fenomena di negara kita yaitu warok dan gemblak yaitu proses pejantanan hubungan erotis antara warok (laki-laki dewasa) dan gemblak (anakanak) dianggap wajar bagi masyarakat tertentu karena hal itu dipercaya mendatangkan kekuatan magis bagi si pelaku. Terlepas dari penilaian perilaku tersebut, pedofilia dianggap wajar pada suatu budaya masyarakat tertentu dan dalam budaya lain dianggap menyimpang begitu pula pada masa tertentupedofil dianggap baik dan dimasa yang berbeda dianggap kejahatan.(www.ubaya.ac.id) 3. Faktor-faktor Penyebab Pedofilia Berkembang di Indonesia Di Indonesia, ulah pedofil yang menyodomi anak laki-laki dan kemudian membunuhnya ibarat fenomena gunung es. Dr.Bagong Suyanto secara garis besar merumuskan sejumlah faktor yang menyebabkan kenapa pedofilia makin marak di Indonesia (Suyanto, 2010:313): a. Pertama, berkaitan dengan ancaman hukuman yang sangat longgar dimana pelaku pedofil yang tertangkap dan diproses di pengadilan umumnya hanya diganjar hukuman kurungan dalam hitungan bulan, sehingga di mata para

18

pedofil Indonesia ibaratnya adalah surga dunia untuk memuaskan nafsu bejatnya. Di Indonesia, tidak hanya sekali dua kali para pedofil lolos dari perangkap hukum atau hanya dihukum ringan karena kemampuan mereka memanfaatkan celah-celah yang ada, dan menggunakan siasat money power( pengaruh uang berlimpah). b. Kedua, pengaruh pedofil asing yang mulai membangun jaringan pedofil yang merupakan kesempatan sekaligus daya tarik eksotisme anak-anak Indonesia. Incaran utama para pedofil adalah anak-anak miskin dan lugu , di mana berdasar

pengalaman

mudah

ditaklukkan

dengan

iming-iming

uang,kemewahan, bujuk rayu, fasilitas yang serba mewah, dan kasih sayang palsu. c. Ketiga, secara tidak langsung implikasi meluasnya gaya hidup permisif yang biasanya selalu menandai perkembangan daerah wisata global yang banyak dikunjungi wisatawan asing.Sebagaimana di Bali harus diakui imbas kemajuan pariwisata terkadang melahirkan sisi gelap yang liar. Kehidupan seks bebas berkembang pesat, peredaran narkotika makinluas, gigolo bermunculan di mana-mana, dan tidak mustahil ujung-ujungnya anak-anak ikut terjun dalam dunia gelap tersebut. d. Keempat, pengaruh jaringanpedofil yang semakin kuat dan rapi lintas Negara. Disinyalir para pedofil bukan hanya mengembangkan jaringan orang-orang

19

lokal yang bertugas mencari mangsa-mangsa baru, tetapi mereka juga telah mengembangkan cara mengubur jejaknya. Anak-anak yang menjadi korban selain dibunuh ada juga yang diculik dan dilarikan ke luar negeri yang disinyalir telah menjadi bagian dari sindikat perdagangan anak. Ditangan mafia pedofil anak-anak korban pedofil dijual ke pelanggan khusus lewat situs-situs porno yang menamplkan dan memperdagangkan gambar anak-anak telanjang. Bahkan pada 2001 pernah terbongkar situs porno anak yang dikelola Thomas Reedy di Forth Worth, Texas yang rupanya telah lama menjalin kerja sama dengan orang Indonesia Dengan maraknya kasus pedofilia di Indonesia, maka pemerintah menetapkan satu hukuman yang berat yaitu hukuman kebiri. 4. Pedofilia sebagai Perilaku Kekerasan Seksual terhadap Anak Pedofilia merupakan salah satu tindak kekerasan seksual terhadap anak (chilid abuse). Beberapa tindakan kekerasanseksual terhadap anak sebagaimana di golongkan oleh Resna dan Darmawan adalah tindakan pemerkosaan, Incest, dan eksploitasi anak yang bertujuan untuk industri pornografi anak.Istilah kekerasan seksual berasal dari bahasa Inggris Sexual Hardness, dalam bahasa Inggris kata hardness

mempunyai

arti

kekerasan,tidak

menyenangkan,

dan

tidak

bebas.Sementara kata sexual mempunyai arti sesuatu yang berkaitan dengan seksualitas.Sehingga istilah sexual hardness berarti perbuatan seksual yang tidak

20

diinginkan oleh si penerima, di mana di dalam terdapat ancaman, tekanan, tidak menyenangkan dan tidak bebas.(Kamus Bahasa Inggris-Indonesia) Walaupun kekerasan anak terus terjadi sebenarnyaupaya Pemerintah Indonesia melindungi anak telah dilakukan ,diantaranya perlindungan hukum dalamKUHP yang telah mengatur tentang Perlindungan Hukum terhadap anak dari kekerasan seksual yaitu : a) Menjaga Kesopanan Anak Pasal 283 Ayat (2) KUHP “Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa membacakan isi tulisan yang melanggar kesusilaan di muka orang yang belum dewasa sebagaimana di maksud dalam ayat yang lalu, jika isi tadi telah diketahuinya.” b) Larangan Bersetubuh dengan Anak Pasal 287 Ayat (1) KUHP “Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalu umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam denagn pidana penjara paling lama sembilan tahun.” c)

Larangan Berbuat Cabul dengan Anak Pasal 290 Ayat (2) KUHP Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : “Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin.”

21

Pasal 294 Ayat (1) KUHP “Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya,tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya dia-nya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.” Pasal 295 Ayat (1) “diancam: i. Dengan pidana penjara paling lama lima tahun barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya,anak tirinya,anak angkatnya atau anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur dengan orang lain.”n ii. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun, barang siapa dengan sengaja menghubungkn atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir 1 diatas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya demikian,dengan orang lain.” 5. Akibat tindakan Pedofilia terhadap Korban Pedofilia sebagaimana salah satu penyakit seks yang menyimpang merupakan bentuk penyakit yang sangat berbahaya terutama kepada korbannya langsung yaitu anak. Sebagai korban, anak akan merasakan efek secara jangka panjang dan jangka pendek, masa kanak-kanak mereka yang menyenangkan , bebas bermain, berkreasi, dan penuh imajinasi hancur seketika ketika mereka dimangsa oleh predator anak yaitu seorang pedofil. Pelaku pedofil yang memaksa anak-anak

22

untuk berhubungan intim (seks) menyebabkan anak-anak menderita gangguan mental dan fisik. Sebagaimana akibatnya adalah sebagai berikut : a. Anak-anak yang dipaksa berhubungan seks baik pada alat kelamin dan anusnya akan menimbulkan luka dan akan menjadi siksaan yang luar biasa karena usia mereka organ vital dan hormone belum tumbuh dan berkembang secara sempurna. (www.terapipsikologi.com) b. Resiko penularan penyakit HIV, AIDS dan penyakit lainnya dikarenakan pelaku pedofilia adalah orang yang sering melakukan seks menyimpang dengan multi korban (www.terapipsikologi.com) c. Anak korban pedofilia akan menderita gangguan kejiwaan seperti depresi, kegelisahan, tak berani tidur sendiri,sering menggigau serta berteriak-teriak yang tak jelas (Majalah Tempo, 2014:93) d. Pasca dilakukannya tindakan pedofil, anak akan demam karena luka yang disebabkan

hubungan

kelaminyang

dipaksakan

oleh

pedofil.

(www.terapipsikologi.com) e. Anak yang depresi secara langsung berdampak negative pada interaksi sosialnya dan sekaligus kemampuan intelektualya. Seakan akan anak merasa terasing dari teman sebayanya (www.growup-clinic.com) f. Jika anak mengalami trauma berat anak ketika dewasa nanti bisa menjadi aseksual atau tidak tertarik melakukan hubungan seksual karena

23

penderitaan-penderitaannya saat menjadi korban pedofil.(www.growupclinic.com) g. Dan jika anak tersebut merasakan kenikmatan maka peluang untuk mengulangi lagi pengalaman yang dialami waktu kecil akan terjadi. Bahkan hal itu terjadi pada tersangka yang dahulunya menjadi korban pada peristiwa pelecehan seksual di JIS ( Jakarta International School) Cilandak Jakarta Selatan tahun 2014 silam. (Majalah Tempo, 2014:93) h. Yang paling parah adalah resiko bunuh diri oleh anak karena penderitaan secara fisik dan mental yang tak mampu ditanggung oleh anak yang secara mental masih sangat rapuh. (www.growup-clinic.com)

B. Gambaran Umum Tentang Kebiri 1. Pengertian Kebiri Secara bahasa, arti kebiri adalah sudah dihilangkan (dikeluarkan) kelenjar testisnya (pada hewan jantan) atau dipotong ovariumnya (pada hewan betina); sudah dimandulkan.Secara istilah Kebiri (disebut juga pengebirian atau kastrasi) adalah tindakan bedah dan atau menggunakan bahan kimia yang bertujuan untuk menghilangkan fungsi testis pada jantan atau fungsi ovarium padabetina.

24

Pengebirian dapat dilakukan baik padahewan ataupun manusia (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Walaupun secara teknis pengebirian dapat dilakukan pada hewan dan manusia Islam sangat membedakan tentang hukum pengebirian pada hewan dan manusia.Tindakan pengebirian pada hewan ada perbedaan pendapat mengenai syarat bolehnya pengebirian pada hewan. Ulama 4 (empat) madzab, madzab Hambali, madzab Maliki, madzab Syafi’I , Hanafi sebagian besar membolehkan pengebirian pada hewan yang masih kecil yang halal dimakan dagingnya. Imam Nawawi dalam syarah Muslim mengutip pendapat Imam Baghawi:

،‫ وأما المأكول فيجوز خصاؤه في صغره‬،‫ وكذ ايحرم خصاء كل حيوان اليؤكل‬:‫قال البغوي‬ ‫ واهلل أعلم‬.‫ويحرم في كبره‬ al Baghawi berkata: “begitu juga haram mengebiri semua hewan yang tidak boleh dimakan.Adapun hewan yang boleh dimakan boleh mengebirinya ketika masih kecil, dan haram ketika sudah besar.” Sedangkan problematika pengebirian pada manusia mengenai boleh dan tidaknya kebiri atau pengebirian sebenarnya sudah terjadi pada jaman Rasullullah SAW.Sehingga mengenai dalil-dalil pengebirian bisa didapat dengan merujuk pada ketentuan agama Islam. Berikut penjelasan mengenai pengebirian pada manusia :

25

Dalil haramnya kebiri pada manusia adalah hadits-hadits sahih yang dengan jelas menunjukkan larangan Rasulullah SAW terhadap kebiri. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash RA, dia berkata :

ِ ُ ‫ول ر َّد رس‬ ِ ِ َّ‫سي‬ ٍ َّ‫ت َس ْع َد بْ َن أَبِي َوق‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو‬ ُ ‫ب يَ ُق‬ ُ ‫ول َس ِم ْع‬ َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َ ُ ‫اص يَ ُق‬ َ ‫عن َسعي َد بْ َن ال ُْم‬ ِ ٍ َّ ‫ص ْي نَا‬ َ َ‫ُّل َولَ ْو أَذ َن لَوُ َال ْخت‬ َ ‫َو َسل َم َعلَى عُثْ َما َن بْ ِن َمظْعُون التَّبَت‬ ”Rasulullah SAW telah menolak Utsman bin Mazh‟un RA untuk melakukan tabattul (meninggalkan kenikmatan duniawi demi ibadah semata). Kalau sekiranya Rasulullah SAW mengizinkan Utsman bin Mazh‟un untuk melakukan tabattul, niscaya kami sudah melakukan pengebirian.” (HR Bukhari no 5073; Muslim no 3390). Dari Ibnu Mas’ud RA, dia berkata ;

‫ أال نختصي؟فنهانا عن ذلك‬:‫ فقلنا‬،‫كنا مع النبي صلى اهلل عليو وسلم وليس معنا نساء‬ ”Dahulu kami pernah berperang bersama Nabi SAW sedang kami tidak bersama isteri-isteri.Lalu kami berkata (kepada Nabi SAW),‟Bolehkah kami melakukan pengebirian?‟Maka Nabi SAW melarang yang demikian itu.”(HR Bukhari no 4615; Muslim no 1404; Ahmad no 3650; Ibnu Hibban no 4141).

26

2. Sejarah Kebiri Praktik pengebirian sudah dilakukan manusia bahkan jauh sebelum tercatat dalam sejarah.Kebiri kadang kala dilakukan atas dasar alasan keagamaan atau sosial di budaya tertentu di Eropa, Timur Tengah, Asia Selatan, Afrika, dan Asia Timur.Setelah peperangan, pemenang biasanya mengebiri dengan memotong penis dan testis mayat prajurit yang telah dikalahkan sebagai tindakan simbolis "merampas" kekuatan dan keperkasaan mereka. Laki-laki yang dikebiri orang kasim biasanya dipekerjakan dan diterima pada kelas sosial istimewa dan biasanya menjadi pegawai birokrasi atau rumahtangga istana, khususnya harem.Pengebirian juga muncul dalam dunia keagamaan .(Wikipedia online) 3. Bentuk-bentuk kebiri Metode kebiri secara garis besar ada dua macam, yaitu metode fisik dan metode hormonal (injeksi). a. Metode fisik dilakukan dengan cara memotong organ yang memproduksi testosteron, yaitu testis. Setelah testis dipotong dan dibuang melalui operasi, sisanya diikat dan kemudian dijahit. Dengan pemotongan testis tersebut, berarti sudah dihilangkan testosteron sebagai hormon pembangkit gairah seks. Akibatnya laki-laki akan kehilangan gairah seks dan sekaligus menjadi mandul permanen. (Jawa Pos, 22/10/2015).

27

b. Adapun metode kebiri hormonal, dilakukan bukan dengan memotong testis atau penis, tapi dengan carainjeksi (suntikan) hormon kepada orang yang dikebiri. Ada dua metode injeksi. Pertama, diinjeksikan obat yang menekan produksi hormon testosteroneatau obat anti-androgen. Injeksi dilakukan berulang-ulang sehingga hormon testosteron seolah-olah hilang. Kedua, diinjeksikan hormon estrogen kepada orang yang dikebiri, sehingga ia memiliki ciri-ciri fisik seperti perempuan. Hormon testosteronakan menurun dan gairah seksual juga akan ikut menurun. Bila suntik hormon testosteron ini dihentikan, keadaan orang yang dikebiri akan pulih seperti semula. (Jawa Pos, 22/10/2015). 4. Efek dari Tindakan Kebiri Seperti keterangan di atas tindakan kebiri dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu kebiri secara fisik dan kebiri secara kimiawi. Efek yang ditujukan pada tindakan kebiri ini adalah menurunkan kadar hormone testosterone sehingga dorongan seksual pelaku yang dikebiri berkurang. Akan tetapi Menurut Ketua Bagian Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Wimpie Pangkahila, pada era modern, kebiri memang tak lagi dilakukan dengan membuang testis tetapi secara kimia, hal itu juga berdampak negatifdiantaranya :

28

a. Kebiri kimiawi menimbulkan efek negatif berupa penuaan dini pada tubuh. Cairan anti-androgen diketahui akan mengurangi kepadatan tulang sehingga

risiko

tulang

keropos

atau

osteoporosis

meningkat.

(www.nationalgeographic.co.id) b. Anti-androgen juga mengurangi massa otot, yang memperbesar kesempatan tubuh menumpuk lemak dan kemudian meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah. (www.nationalgeographic.co.id) c. Satu hal yang perlu diketahui, kebiri kimiawi tidak bersifat permanen. Artinya, jika pemberian zat anti-androgen dihentikan, efeknya juga akan berhenti dan pemerkosa akan mendapatkan lagi fungsi seksualnya, baik berupa

hasrat

seksual

maupun

kemampuan

ereksi.

(www.nationalgeographic.co.id)

C. Teori Hukum Pidana dan Pemidanaan Hukum Positif 1) Pengertian Hukum Pidana Pidana dalam bahasa Belanda disebut straf .Pidana adalah suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana. Secara khusus larangan dalam hukum pidana ini disebut sebagai tindak pidana atau strafbaar feit (Chazawi, 2014:24) .Hukumpidana

29

dalam bahasa Belanda adalah Strafrecht dan dalam Bahasa Inggris adalah Criminal Law. Sebagai pedoman, pengertian hukum pidana dijabarkan oleh beberapa tokoh yaitu : a.

Moeljatno mengatakan bahwa Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hokum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk : 1) Perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang, serta ancaman sanksi bagi yang melanggarnya. 2) Kapan dan dalam hal apa kepada pelanggar dapat dikenakan atau dijatuhi pidana. 3) Cara pengenaan pidana kepada pelanggar tesebut dilaksanakan (Poernomo 1985:19)

b. Wirjono Prodjodikoro berpendapat Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata “pidana” berarti hal yang “dipidanakan” yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan” c. Pompe, mengatakan Hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidanya” (Poernomo,1993:9).

30

2. Tujuan Hukum Pidana a.

Tujuan Hukum Pidana menurut Aliran Klasik Tokoh : Markies van beccaria Tujuan dibentuknya hukum pidana adalah untuk melindungi individu dari kekuasaan penguasa yang absolut dan melindungi kepentingan hukum individu.Setiap perbuatan yg melanggar ketentuan hukum pidana harus dihukum tanpa memperhatikan etiologi kriminal dan politik criminal. Pandangan ini didasarkan pada suatau titik tolak bahwa kekuasaan cenderung disalahgunakan, sehingga diadakannya hukum pidana justru untuk membatasi kekuasaan penguasa (Maramis, 2013:13)

b.

Tujuan Hukum Pidana menurut Aliran Modern Tujuan Hukum Pidana adalah untuk melindungi masyarakat dari tindak kejahatan.Pidana dijatuhkan dengan memperhatikan kondisi atau keadaan yang menyebabkan kejahatan terjadi dan keadaan pelaku kejahatan.(Maramis, 2013:13)

c.

Tujuan Hukum Pidana Menurut Ahli Hukum Menurut para ahli tujuan hukum pidana adalah : 1) Memenuhi rasa keadilan 2) Melindungi masyarakat

31

3) Melindungi kepentingan individu (HAM) dan kepentingan masyarakat dengan negara 4) Menyelesaikan konflik d.

Tujuan Hukum Pidana Indonesia Berdasarkan RUU Hukum Pidana 1968 tujuan hukum pidana Indonesia adalah untuk mengayomi masyarakat Indonesia, negara, badan hukum atau warganegara Indonesia dan penduduk lainnya.

3. Pengertian Pemidanaan Pemidanaan atau juga bisa disebut subjectief starfrecht adalah suatu hak atau kewenangan negara untuk menjatuhkan dan menjalankan pidana kepada seseorang yang terbukti telah melanggar larangan dalam hukum pidana (Chazawi, 2002:151) Sanksi pidana yang telah ditetapkan dalam UU kemudian oleh negara dijatuhkan dan dijalankan kepada pelaku perbuatan. Hak dan kekuasaan negara yang demikian merupakan suatu kekuasan yang sangat besar, yang harus dicari dan diterangkan dasar-dasar pijakannya. 4. Tujuan Pemidanaan Pemidanaan sebagaimana dalam pengertian diatas dilakukan oleh negara demi melindungi hak dan kepentingan masing-masing pribadi orang. Dalam tujuan pemidanaan mengandung beberapa filosofi dari tujuan pemidanaan tersebut, diantaranya terbagi menjadi beberapa teori berikut :

32

` a. Teori Pembalasan Dalam teori pembalasan yang dipopulerkan Hegel, Stahl, Imannuel Kant, Herbert pada abad 18 yaitu ada 2 (dua) Teori Pembalasan : 1) Teori Pembalasan Obyektif: Pidana dijatuhkan dengan tujuan untuk membalas pada perbuatan apa yang dilakukan orang yang bersangkutan.(Prasetyo, 2011:15) 2) Teori pembalasan subyektif: Pidana dijatuhkan ditujukan pada kesalahan pelaku karena tercela. b. Teori Prevensi (Pencegahan) Terbagi menjadi 2 (dua) : 1) Prevensi Umum (Vos) Tujuan pidana adalah untuk mencegah agar orang takut untuk melakukan tindak pidana atau melakukan pelanggaran ketertiban masyarakat. Pemidanaan dijatuhkan untuk menakut-nakuti

masyarakat, dan

pemidanaan adalah suatu yang terpaksa dilakukan.(Chazawi, 2014:162) 2) Prevensi Khusus a) Mencegah pelaku tindak pidana mengulangi lagi perbuatannya. (Maramis, 2013:13) b) Memperbaiki pelaku tindak pidana menjadi manusia yang lebih baik, dilakukan

dengan

cara

33

menjatuhkan

pidana

yang

bersifat

memperbaiki. Pidana ini harus disertai dengan pendidikan terutama pendidikan kedisiplinan dan keahlian.(Chazawi, 2014:165) c) Menyingkirkan pelaku tindak pidana, yaitu untuk pelaku tindak pidana yang tidak dapat diperbaiki lagi maka dapat dipidana dengan hukuman mati dan seumur hidup. Ataudengan kata lain pidana yang dijatuhkan terhadapnya haruslh bersifat membuatnya menjadi tidak berdaya atau bersifat membinasakan.(Chazawi, 2014:165)

5. Jenis-Jenis Pidana KUHP sebagai induk atau sumber utama hukum pidana telah merinci jenisjenis pidana, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 10 KUHP. Menurut Stelsel KUHP, pidana dibedakan menjadi dua kelompok, anatara pidana pokok dengan pidana tambahan. Pidana Pokok terdiri dari: (1) Pidana mati Ketentuan penjatuhan pidana mati dalam KUHP hanya diatur dalam bentuk kejahatan berat saja, misalnya : a. Kejahatan-kejahatan yang mengancam keamanan negara (Pasal 104, 111 ayat 2, 124 ayat 3 jo 129). b. Kejahatan-kejahatan pembunuhan terhadap orang tertentu dan atau

34

dilakukan dengan faktor-faktor pemberat, misalnya 140 ayat 3, 340 KUHP. c. Kejahatan terhadap harta benda yg disertai unsur/faktor yg sangat memberatkan (365 ayat 4, 368 ayat 2). d. Kejahatan-kejahatan pembajakan laut, sungai dan pantai (Pasal 444). e. Eksekusi pidana mati dulu dengan cara digantung (Pasal 11 KUP) telah dihapuskan diganti dengan cara ditembak oleh regu penembak sampai mati (UU No. 2 (PNPS) tahun 1964. (2) Pidana Penjara Pidana penjara diberlakukan bagi subjek hukum : a.

Terhadap tindak pidana yg lebih berat.

b.

Pidana penjara terhadap tindak pidana kejahatan.

c.

Ancamam maksimum pidana penjara 15 tahun, Pidana penjara bisa ditambah menjadi 20 tahun apabila perbuatan tersebut memberatkan (pembarengan pasal 65) dan residivis.

d.

Pelaksanaan pidana denda tidak dapat diganti dengan pelaksanaan pidana penjara.

e.

Pelaksanaan

pidana

penjara

dapat

saja dilakukan di

Lembaga

permasyarakatan di seluruh Indonesia (dapat dipindahkan). f.

Pekerjaan-pekerjaan yang diwajibkan pada narapidana penjara lebih berat.

35

(3) Pidana Kurungan Berbeda dengan pidana penjara pidana kurungan lebih ringan sebagimana ketentuan berikut : a.

Ancaman pidana kurungan hanya terhadap tindak pidana yg ringan.

b.

Pidana kurungan hanya terhadap tindak pidana pelanggaran.

c.

Ancaman pidana kurungan maksimal 1 tahun kecuali residivis ditambah tidak lebih dari 4 bulan lagi.

d.

Pelaksanaan pidana denda dapat diganti dengan pelaksanaan kurungan disebut kurungan pengganti (Pasal 30 ayat 2).

e.

Pidana kurungan dilaksanakan hanya di LAPAS dimana vonis hakim dibacakan/berdasarkan tempat kediaman terdakwa (tidak dapat dipindah), atau apabila ia tidak mempunyai tempat kediaman, pidana kurungan dilaksanakan dimana tempat ia ada pada waktu itu, kecuali ia memohon untuk

menjalani

pidana

ditempat

lain

dan

menteri

kehakiman

mengijinkannya. (Pasal 21 KUHP). f.

Pekerjaan yang diwajibkan pada narapidana kurungan lebih ringan dari narapidana penjara.

g.

Narapidana kurungan dengan biaya sendiri dapat sekedar meringankan nasibnya dalam menjalankan pidananya menurut aturan yang ditetapkan (hak pistole, pasal 23 KUHP).

36

(4) Pidana Denda Termasuk dalam pidana pokok , berikut ketentuan pidana denda : a. Penerapan pidana denda paling sedikit 25 sen (Pasal 30 ayat 1 KUHP) sedangkan maksimum tergantung pada rumusan pidana, misalnya pasal 403 maksimum Rp. 150.000. b. Apabila tidak dibayar dendanya diganti dengan hukuman kurungan (ayat 2). c. Lamanya hukuman kurungan pengganti paling sedikit 1 hari paling lama 6 bulan. Dalam keadaan memberatkan dapat ditambah paling tinggi 8 bulan (Pasal 30 ayat 5, 6 KUHP). d. Pidana denda diterapkan pada pelanggaran sedangkan pada kejahatan dijadikan alternatif (misalnya kata-kata ’atau’). (5) Pidana Tutupan ( ditambahakan berdasarkan UU No.20 tahun 1946) Ditambahkan dalam pasal 10 KUHP melalui UU No. 20 tahun 1946, yang dimaksud sebagaiman tertuang dalam pasal 2 Ayat 1 yang menyatakan bahwa : “Dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan, yang diancam dengan pidana penjara karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati, hakim boleh menjatuhi hukuman tutupan” Ayat 2 menyatakan bahwa : “Pidana tutupan tidak dijatuhkan apabila perbuatan yang merupakan kejahatan itu, cara melakukan perbuatan itu atau akibat dari perbuatan itu adalah

37

sedemikian rupa sehingga hakim berpendapat bahwa pidana penjara lebih tepat”.

Sedangkan dalam pidana tambahan terdiri dari “ (1) Pidana Pencabutan hak-hak tertentu Pasal 35 ayat 1 KUHP mengatur tentang pidana pencabutan hak-hak tertentu : a.

Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu (jabatan publik, seperti Bupati, dll).

b.

Hak menjalankan jabatan dalam Angkatan bersenjata / TNI

c.

Hak memilih dan dipilih yg diadakan berdasarkan aturan2 umum

d.

Hak menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas anak yang bukan anak sendiri

e.

Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri.

f.

Hak menjalankan mata pencaharian.

Lama waktu hakim menjatuhkan pencabutan hak-hak tertentu (Pasal 38 KUHP) : a. Bila pidana pokok yg dijatuhkan hakim berupa pidana mati atau

38

seumur hidup maka lamanya pencabutan hak2 tertentu berlaku seumur hidup. b. Bila pidana pokok yg dijatuhkan hakim berupa pidana penjara sementara atau kurungan, maka lamanya pencabutan hak2 tertentu paling lama 5 tahun dan minimun 2 tahun lebih lama daripada pidana pokoknya. c. Jika pidana pokok yg dijatuhkan adalah pidana denda maka pencabutan hak2 tertentu adalah paling sedikit 2 tahun dan paling lama 5 tahun. (2) Perampasan barang-barang tertentu Perampasan barang sebagai suatu pidana hanya diperkenankan atas barangbarang tertentu saja, tidak diperkenankan untuk semua barang. Pasal 39 KUHP berbunyi , “Barang kepunyaan terhukum yang diperoleh dengan kejahatan (Corpora Delictie) atau dengan sengaja dipakai akan melakukan kejahatan (instrumenta delictie) akan dirampas ”, misalnya uang palsu diperoleh dengan kejahatan, golok, senjata api, dll. Jika bukan milik terhukum tidak boleh dirampas. (3) Pidana Pengumuman Keputusan Hakim a. Pidana pengumuman putusan hakim hanaya dapat dijatuhkandalam hal-hal yang telah ditentukan oleh UU, misalnya terdapat dalam Pasal 128, 206, 361, 377, 395, 405. b. Dalam pidana ini hakim bebas perihal cara melaksanakanpengumuman, misalnya melalui surat kabar, papan pengumuman, radio, televisi dan pembebanan biayanya ditanggung terpidana.

39

c. Pasal

43

KUHP,

“Dalam

hal-hal

yang

hakim

memerintahkan

mengumumkan keputusannya menurut kitab UU umum yg lain, ditentukannya pula cara bagaimana menjalankan perintah itu atas ongkos siterhukum”, misalnya melalui surat kabar dengan ongkos terhukum. d. Maksud pidana ini adalah sebagai usaha preventif agar tidak melakukan perbuatan seperti orang tersebut dan agar berhati-hati bergaul dengan orang tersebut (terhukum). Selain dari Pidana Pokok dan Pidana Tambahan juga terdapat Penjatuhan Pidana dengan Bersyarat yaitu : Pidana dengan bersyarat dalam praktek hukum sering disebut dengan pidana percobaan.Pidana percobaan atau bersyarat adalah suatu sistem penjatuhan pidana oleh hakim yang pelaksanaannya digantungkan pada syarat-syarat tertentu.Artinya pidana yang dijatuhkan oleh hakim itu ditetapkan tidak perlu dijalankan pada terpidana selama syarat-syarat yang ditentukan tidak dilanggarnya.Manfaat penjatuhan pidana dengan bersyarat adalah memperbaiki penjahat tanpa harus memasukkannya ke dalam penjara. Pasal 14a KUHP ditentukan bahwa hakim dapat menetapkan pidana dengan bersyarat dalam putusan pemidanaan apabila : 1) Hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun

40

2) Hakim menjatuhkan pidana kurungan (bukan kurungan pengganti denda maupun kurungan pengganti perampasan barang). Hakim menjatuhkan pidana denda, dengan ketentuan yaitu : a.

Apabila benar-benar ternyata pembayaran denda atau perampasan barang yang ditetapkan dalam keputusan itu menimbulkan keberatan yang sangat bagi terpidana, dan

b. Apabila pelaku tindak pidana yang dijatuhi denda bersyarat itu bukan berupa pelanggaran yang berhubungan dengan pendapatan negara. Dalam penelitian ini penulis hanya akan menjabarkan jenis tindak pidana yang diatur menurut sistem KUHP karena dengan begitu banyaknya pembagian jenis tindak pidana .Untuk yang pertama disebut rechtsdelicten dan yang kedua disebut dengan wetsdelicten (Simons, 1992:138) sebagaimana berikut : a. Kejahatan (misdrijven) yang dimuat dalam buku II KUHP. Kejahatan yang merupakan delik hukum (rechtsdelict):artinya tindak pidana yang bertentangan dgn rasa keadilan meski tdk tertulisdalam UU orang dpt melihat bahwa perbuatan tersebut adalah sbg kejahatandan patut dipidana. b. Pelanggaran (overtredingen) yang dimuat dalam Buku III KUHP.

41

Pelanggaran merupakan: delik UU (wetsdelict) : artinya orang baru menyadari bahwa perbuatannya adalah tindak pidana setelah tahu bahwa hal tersebut tercantum dlm UU.

D. Teori Hukum Pidana Islam 1) Pengertian Hukum Pidana Islam Hukum pidana Islam atau disebut fiqh Jinayah adalah ilmu tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang (jarimah) dan hukumannya (uqubah), yang diambil dari dalil-dali terperinci. (Muslich, 2005: ix).Syari’at Islam merupakan hukum yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, karena syari’at Islam merupakan bagian ibadah kepada Allah SWT. Fiqih jinayah terdiri dari dua kata yaitu fiqih dan jinayah.Pengertian fiqih secara bahasa berasal dari kata faqiha, yang berarti mengerti, paham. Sedangkan secara istilah sesuai yang dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf adalah sebagai berikut :

‫اوىو مجموعة‬.‫الفقو ىو العلم باالحكام الشرعية العملية المكتسب من ادلتها التفصلية‬ .‫االحكام الشرعية العملية المستفادة من ادلتها ا لتفصلية‬

42

“Fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum syara‟ praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.Atau fiqih adalah himpunan hukum-hukum syara‟ yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci”.

Adapun jinayah menurut bahasa adalah :

.‫اكتسبو‬

‫اسم لما يجنية المرء من شروما‬

“Nama bagi hasil perbuatan seseorang yang buruk dan apa yang dia usahakan”. Kata jinayat adalah jama’ dari kata jinayah. Jinayah adalah akar kata (masdar) dan mashdar tidak dapat dijadikan kata jama’ kecuali apabila bertujuan memberi arti bermacam-macam yaitu disengaja, tersalah dan sengaja yang tersalah. Pada dasarnya pengertian dari istilah jinayah mengacu pada hasil perbuatan seseorang yang dilarang. Dikalangan fuqoha’, perkataan jinayah berarti perbuatan yang terlarang menurut syara’, sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah yaitu sebagai berikut :

.‫سواء وقع الفعل علي نفس اومال اوغير ذالك‬. ‫فالجناية اسم لفعل محرم شرعا‬

“Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang syara‟, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta dan lainnya” ( Muslich, 2005: ix)

43

Dalam pengertian sempit Jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan dapat menimbulkan hukuman Had, bukan Ta’zir. Sedangkan pengertian luas Jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dapat mengakibatkan hukuman Had atau Ta’zir ( Al-Mawardi, 1975:219). . Jinayah adalah perbuatan yang diharamkan atau dilarang karena dapat menimbulkan kerugian atau kerusakan agama, jiwa, akal atau harta benda.Kata jinayah berasal dari kata janayajni yang berarti akhaza (mengambil) atau sering pula diartikan kejahatan, pidana atau kriminal.Dalam hukum pidana Islam atau dalam fiqh Jinayah objek pembahasan terbagi menjadi dua yaitu jarimah (tindak pidana) dan uqubah (hukumannya). 2. Pengertian Jarimah Dalam konteks ini pengertian jinayah sama dengan jarimah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Al Mawardi, yaitu :

.‫الجرائم محظورات شرعية زجر اهلل تعالي عنها بحد او تعزير‬

“Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara‟ yang diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta‟zir”.( Al-Mawardi, 1975:219).

44

Macam-macam Jarimah : a. Jarimah hudud adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumannya dalam al-Qur’an dan As-Sunnah(hudud jamaknya hadd, artinya batas). Perbuatan pidana ini adalah kejahatan yang paling berat dalam hukum pidana Islam. Had adalah hukuman yang telah ditentukan dalam nash al-Qur’an atau Sunnah Rasul dan telah pasti macamnya serta menjadi hak Allah, tidak dapat diganti dengan macam hukuman lain atau dibatalkan sama sekali oleh manusia ( Muslich, 2005: x) Jarimah Hudud terbagi menjadi 7 (tujuh) yaitu : 1) Jarimah Zina 2) Jarimah Qadzaf (Menuduh Zina) 3) Jarimah Syurb al-khamr (Minuman Keras) 4) Jarimah Sariqoh (Pencurian) 5) Jarimah Hirabah (Perampokan) 6) Jarimah al-Baghy (Pemberontakan) 7) Jarimah Riddah (Murtad) b. Jarimah ta’zir adalah perbuatan tindak pidana yang bentuk dan ancaman hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya (ta’zir artinya: ajaran atau pelajaran) sehingga dapat dikatakan bahwa

45

Hukum ta’zir menjadi wewenang penguasa untuk menentukannya.(AlMawardi, 1975:236) c. Jarimah Qishash dan Diat adalah perbuatan tindak pidana yang diancam dengan qishash (melakukan pembalasan dengan tindak pidana yang dilakukan) dan diat (denda). Jarimah ini bentuk hukumannya juga telah ditentukan syara’, perbedaan dengan Jarimah Hudud, hukuman qishash dapat dimaafkan atau digugurkan oleh korban atau anggota keluarganya. Jarimah diyat dan qishash berlaku pada 2 tindakan pidana yaitu : 1) Jarimah Pembunuhan 2) Jarimah Penganiayaan Pengertian jinayah yang mengacu pada perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan diancam dengan had atau ta’zir telah mengisyaratkan bahwa larangan-larangan atas perbuatan-perbuatan yang termasuk kategori jinayah adalah berasal dari ketentuan-ketentuan (nash-nash) syara’. Artinya perbuatanperbuatan manusia dapat dikategorikan sebagai jinayah jika perbuatan-perbuatan tersebut diancam hukuman. Karena larangan-larangan tersebut berasal dari syara’, maka laranganlarangan tadi hanya ditujukan kepada orang-orang yang berakal sehat. Hanya orang yang berakal sehat saja yang dapat menerima panggilan (khitab) dan orang yang mampu memahami pembebanan (taklif) dari syara’ tersebut

46

Makhrus Munajat, M.Hum (2004) menyatakan bahwa seseorang dikenai hukum jinayah jika memenuhi dua unsur; yaitu umum dan khusus. Unsur umum terdiri dari : a. Unsur Formal (Ar-Rukn, Al-Syar’i), yaitu adanya nash atau ketentuannya yang menunjukkannya sebagai jarimah, atau dapat juga diartikan adanya ketentuan yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu yang disertai dengan hukuman ancaman atas perbuatan-perbuatan tersebut. Jarimah tidak akan terjadi sebelum dinyatakan dalam nash. Alasan harus ada unsur ini antara lain firman Allah dalam QS. al-Isra`: 15 yang mengajarkan bahwa Allah tidak akan menyiksa hamba-Nya sebelum mengutus utusan-Nya

ِ َ‫َّم ِن ٱىتَ َدى فَِإنَّما يهتَ ِدي لِن‬ ِ ‫أخرى‬ َ ‫فس ِو ۦۖ َوَمن‬ َ َ َ ‫ض َّل فَِإنَّ َما يَض ُّل َعلَ َيها َوَالتَ ِزر َوا ِزَرة ِو‬ َ ‫زر‬ ِ ٥١ ‫ث َر ُسوال‬ َ ‫ين َحتَّى نَ َبع‬ َ ‫َوَما ُكنَّا ُم َع ِّذب‬

“ Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah Allah, maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk keselamatan dirinya sendiri, dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat untuk dirinya sendiri. Dan orang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus Rasul” (Q.S Al-Isra :15 )

47

Ayat ini berisi ketentuan bahwa hukuman akan ditimpakan kepada mereka yang membangkang ajaran Rasul Allah. Khusus untuk jarimah ta’zir, harus ada peraturan dan undang-undang yang telah dibuat oleh penguasa. b. Unsur Material (Al-Rukn, Al-Madzi), yaitu adanya perbuatan melawan hukum yang benar-benar telah dilakukan atau adanya unsur perbuatan yang membentuk jinayah baik melakukan pebuatan yang dilarang, atau melakukan perbuatan yang diharuskan. Hadist Nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah mengajarkan bahwa Allah melewatkan hukuman untuk umat Nabi Muhammad saw atas sesuatu yang masih terkandung dalam hati, selagi ia tidak mengatakan dengan lisan atau mengerjakan dengan nyata. c. Unsur Moral (Al-Rukn, Al-Adabi), yaitu adanya niat pelaku untuk berbuat jarimah. Pelaku kejahatan adalah orang yang dapat menerima khitab artinya pelaku kejahatan tadi adalah mukallaf atau orang yang telah baligh, sehat akal dan ikhtiyar (berkebebasan berbuat).Sehingga mereka dapat dituntut atas kejahatan yang mereka lakukan. Sedang unsur khusus adalah saat seseorang melakukan pidana tertentu,unsur yang hanya terdapat pada pidana tertentu dan antara satu jenis berbeda dengan lainnya, seperti pencurian jika ada barangnya. Sehingga dapat disimpulkan bawa suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai Jinayah, jika

48

perbuatan tersebut mempunyai unsur tadi.Tanpa ketiga unsur tersebut, sesuatu perbuatan tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan jinayah atau pidana. 3. Pengertian Uqubah ( Hukuman) Dalam fiqh Jinayah Islam , sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah ,hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuanketentuan syara. (Muslich, 2005: x). Hukuman atau uqubah diberlakukan dengan syarat yaitu hukuman itu disyariatkan, dikenakan hanya pada pelaku, berlaku pada seluruh orang. Hukuman dari segi pertaliannya dibagi menjadi 4 (empat) macam : a. Hukuman pokok ( Jarimah Hudud) yaitu hukuman yang ditentukan sebagai hak Allah dan tidak dapat digantikan dan dimaafkan, seperti hukuman rajam bagi pezina muhsan dan didera sekaligus diasingkan bagi pezina ghairu muhsan (Muslich, 2005: x) b. Hukuman pengganti yaitu hukuman yang juga telah ditentukan oleh Allah tetapi dapat diganti atau dimaafkan oleh korban atau keluarga korban sebagai bentuk hukumannya Qishash dan diyat seperti membunuh

dihukum

dibunuh,

dan

denda

(Muslich, 2005: x) c. Hukuman tambahan seperti terhalangnya hak mewarisi

49

harta

tertentu.

d. Hukuman pelengkap yang ditentukan oleh qadhi atau Hakim Tujuan hukuman dalam Islam adalah menciptakan ketrentaman Individu dan masyarakat serta mencegah perbuatan yang menimbulkan kerugian sehingga terbentuk moral yang dilandasi agama.

50

BAB III PENERBITAN PERPU NO. 1 TAHUN 2016 ( PERUBAHAN KEDUA ATAS UU. NO 23 TAHUN 2002) TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

A. Latar Belakang Penerbitan Perpu No. 1 Tahun 2016 Tentang Kebiri Meningkatnya kasus kekerasan seksual pada anak semakin tahun semakin meningkat, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat selama tahun 2006 ada 1.124 kasus kekerasan yang dilakukan terhadap anak. Sebanyak 247 kasus di antaranya kekerasan fisik, 426 kekerasan seksual, dan 451 kekerasan psikis, kata Ketua Komnas Anak Seto Mulyadi. (www.kapanlagi.com) Pada tahun 2008 kekerasan fisik terhadap anak yang dilakukan ibu kandung mencapai 9,27 persen atau sebanyak 19 kasus dari 205 kasus yang ada. Sedangkan kekerasan yang dilakukan ayah kandung 5,85 persen atau sebanyak 12 kasus. Ibu tiri (2 kasus atau 0,98 persen), ayah tiri (2 kasus atau 0,98 persen). Dalam sehari Komnas Anak menerima 20 laporan kasus, termasuk kasus anak yang belum terungkap.Jadi pada tahun 2008 masih meningkat lagi kasus kekerasan pada anak menjadi 1.626 kemudian masih tetap naik lagi menjadi 1.891 kasus pada tahun 2009. Dari 1.891 kasus pada tahun

51

2009 ini terdapat 891 kasus kekerasan di lingkungan sekolah, kata Direktur Nasional World Vision Indonesia.( http://www.menegpp.go.id) Kemudian pada tahun 2010 KNPAI terus mencatat peningkatan kasus kekerasan seksual anak, tahun 2010 tercatat 2046 kasus, tahun 2011 tercatat 2426 kasus, tahun 2012 tercatat 2637 kasus dan 2013 tercatat 3339 kasus, urai ketua KNPAI Arist Merdeka Sirait ( Suara Merdeka, 30/5/ 2016) Sedangkan berdasar data yang dihimpun Pusat Data dan Informasi Komnas Anak, Sekjen Komnas Perlindungan Anak dalam kurun waktu 2010-2015 mengatakan jumlah aduan pada 2010 sebanyak 2046, dimana 42 % diantaranya kejahatn seksual, pada tahun 2011 menjadi 2467 kasus, yang 52 % kejahatan seksual, kemudian tahun 2012 ad 2637 aduan yang 62 % kejahatan seksual, pada tahun 2013 meningkat menjadi 2676 , dimana 54 % didominasi kejahatan seksual . Pada tahun 2014 sebanyak 2737 kasus dengan 52 % kejahatan seksual dan pada tahun 2015 terjadi pengaduan yang sangat meningkat ada 2898 kasus dimana 59,30 % kejahatan seksual. Menurut Samsul Ridwan Sekjen Komnas PA data ini diperoleh melalui layanan anak, hotline service, layanan email danfacebook serta surat-menyurat.(m.liputan6.com).Untuk lebih mudah memahami data di atas penulis menyajikan data table sebagai berikut :

52

Tabel 1 Data Peningkatan Kasus Kekerasan Anak Tahun 2010-2015

80% 60%

kekerasan anak lainya

40%

kekerasan seksual anak

20% 0% 2010

2011

2012

2013

2014

2015

Sumber data : Pusat Data dan Informasi KPAI 2016

Tabel 2 Data Peningkatan Pengaduan KPAI 3000 2500 2000 1500

KASUS KEKERASAN ANAK

1000 500 0 2010

2011

2012

2013

2014

2015

Sumber Data : Pusat Data dan Informasi KPAI 2016

53

Dan akhirnya pada tahun 2016 pemerintah menganggap kasus kekerasan seksual sudah dalam keadaan darurat . Kasus Pedofilia atau pelecehan kekerasan seksual terhadap anak

menjadi pemberitaan yang utama. Wacana pemberatan hukuman

terhadap pelaku Pedofilia semakin digencarkan .beberapa kasus yang dialami anak dijadikan contoh keadaan darurat tersebut yaitu kasus perkosaan dan pembunuhan terhadap bocah perempuan Angeline di Denpasar, Bali , kemudian kasus yang dialami Putri Nur Fauziah (9 tahun) yang tewas akibat kekerasan seksual di Kalideres Jakarta Barat . Data Lembaga Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI ) menyebutkan 22 juta anak yang mengalami kekerasan sepanjang 2010-2014, dan 42 % di antaranya merupakan kasus kejahatan seksual (Koran Tempo, 23/10/2015). Kasus yang tak kalah jadi pemberitaan hebat adalah kasus yang menimpa anakanak di Jakarta International School (JIS), Cilandak Jakarta Selatan pada bulan Maret 2014.Selama beberapa tahun anak-anak terbungkam dan hanya pasrah dengan perbuatan para pelaku yang jumlahnya lebih dari 4 orang. Suatu tindakan pedofil yang cukup ekstrim karena dilakukan dengan perencanaan dan kerjasama banyak pelaku termasuk yang melakukan adalah seorang buronan FBI dengan kasus yang sama ,William James Vahey yang merupakan guru di JIS ( Jakarta International Scholl). Vahey panggilannya selama menjadi buronan FBI telah bekerja sebagai guru sekolah internasional di sejumlah negara termasuk di Indonasia.“ Tak diragukan lagi, dia predator seksual paling berbahaya yang pernah ada,” ujar agen FBI, Shauna Dunlap. Parahnya Willam James

54

Vahey mampu lolos dalam perekrutan guru di JIS, padahal dia adalah buronan FBI sebagai predator seksual anak di sejumlah negara.( Majalah Tempo, 2014:96) Tindakan pedofil yang dilakukan Vahey dan tersangka-tersangka lainnya terungkap setelah para orang tua siswa JIS melihat perilaku-perilaku anak-anaknya yang sangat aneh. Salah satu siswa bernama Anthony ( bukan nama sebenarnya) , perilaku berubah, ketika Anthony menjadi pemurung , tak berani tidur sendiri, sering menggigau dan takut ke kamar sendiri selama beberapa bulan sejak menjadi korban pedofil yang dilakukan secara bersama-sama oleh para tersangka. Kemudian siswa lainnya sebut saja Leo , ketika orang tuanya Putri ( nama samaran) juga merasakan hal yang sama terhadap perilaku anaknya , dan terlebih anaknya seering demam , setelah diperiksakan Leo menderita luka bengkak pada anus Leo, dan ada kemungkinan menjadi korban para pelaku. (Majalah Tempo, 2014:96) Dengan pertimbangan bahwa kekerasan seksual terhadap anak semakin meningkat secara signifikan yang mengancam dan membahayakan jiwa anak, merusak kehidupan pribadi dan tumbuh kembang anak, serta mengganggu rasa kenyamanan, ketenteraman, keamanan, dan ketertiban masyarakat, pemerintah memandang sanksi pidana yang dijatuhkan bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak belum memberikan efek jera dan belum mampu mencegah secara komprehensif terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.

55

Pemerintah memandang perlu segera mengubah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Atas dasar pertimbangan itu, Presiden Joko Widodo pada 26 Mei 2016 telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. B. Perpu No. 1 Tahun 2016 (Perubahan kedua UU No. 23 Tahun 2002) Seiring dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan anak, negara saat ini telah melakukan perubahan-perubahan peraturan ke 4 (empat) kalinya sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia .Peraturan perlindungan anak dibuat berdasar pertimbangan bahwa negara menjamin kesejahteraan tiap warga negara, melindngi anak yang merupakan generasi dan potensi penerus cita-cita perjuangan bangsa sehingga anak terpenuhi hak-haknya serta dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun social tanpa diskriminasi. Perubahan yang dilakukan akhir-akhir ini dalam peraturan perlindungan anak disebabkan meningkatnya kasus kejahatan terhadap anak, baik eksploitasi tenaga anak, tindakan kekerasan terhadap anak, pencabulan terhadap anak bahkan yang paling menggemparkan dan membuat negara memberlakukan keadaan darurat kekerasan

56

seksual anak adalah kasus kejahatan pedofil yang mengakibatkan anak sebagai korban menderita luka berat dan tewas. Perubahan-perubahan peraturan tentang perlindungan anak terhadap kekerasan seksual yang dilakukan oleh Negara diantaranya adalah sebagai berikut : 1) KUHP ( Kitab Undang-Undang Hukum PIdana) Pasal 287 (ayat 1) KUHP “Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalu umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam denagn pidana penjara paling lama sembilan tahun.” Pasal 290 Ayat (2) KUHP Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : “Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin.” Pasal 294 Ayat (1) KUHP “Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya,tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya dianya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.” Pasal 295 Ayat (1) KUHP “diancam: i. Dengan pidana penjara paling lama lima tahun barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya,anak tirinya,anak angkatnya atau anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang

57

pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur dengan orang lain.” ii. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun, barang siapa dengan sengaja menghubungkn atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir 1 diatas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya demikian,dengan orang lain.”

2) Undang-Undang No.23 tahun 2002 Pasal 81 (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasanmemaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidanadengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahundan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujukanak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Pasal 82 “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan ataumembiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (limabelas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tigaratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)”.

3) UU No.35 tahun 2004 Pasal 81 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, sehingga berbunyi:

58

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D (setiap orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain; (3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 82 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E (setiap orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 4. Perpu No 1 Tahun 2016 ( Perpu Kebiri ) Dalam Perpu ini diatur mengenai pidana pemberatan, pidana tambahan, dan tindakan lain bagi pelaku. Pemerintah menyatakan pemberatan pidana berupa tambahan pidana sepertiga (1/3) dari ancaman penjara paling singkat 10

59

tahun dan paling lama 20 tahun.Pemberatan pidana berupa pidana tambahan dikenakan kepada pelaku yang mempunyai hubungan keluarga, baik dari orang tua, saudara kandung, atau urang yang bekerja yang selayaknya mendidik dan mengasuh anak, tindakan pemberatan juga diancamkan kepapada pelaku yang melakukan kekerasan seksual pada anak yang dilakukan secara bersama-sama. Selain itu, ancaman hukuman seumur hidup dan hukuman mati pun masuk ke pemberatan pidana. Sedangkan untuk tambahan pidana alternatif yang diatur ialah pengumuman identitas pelaku, kebiri kimia, dan pemasangan alat deteksi elektronik. Presiden selaku pemerintah mengatakan penambahan pasal itu akan memberi

ruang

bagi

hakim

untuk

memutuskan

hukuman

seberat-

beratnya.sehingga menimbulkan efek jera terhadap pelaku. Perubahan yang dilakukan dalam Perpu ini adalah : Pasal 81 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, sehingga berbunyi: 1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D (setiap orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); 2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain; 3. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga,

60

4.

5.

6.

7. 8. 9.

pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersamasama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1); Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D; Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun; Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku; Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan pendeteksi elektronik; Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan; Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak. Selain itu, di antara Pasal 81 dan Pasal 82 disisipkan 1 (satu) pasal

yakni Pasal 81A yang berbunyi sebagai berikut: (1)Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) (dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok; (2)Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan; (3)Pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi; (4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

61

Selain itu ketentuan Pasal 82 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E (setiap orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); 2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersamasama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1); 3. Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E; 4. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1); 5. Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku; 6. Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik; 7. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan; 8. Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak. Di antara Pasal 82 dan Pasal 83, menurut Perpu ini, disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 82A yang berbunyi sebagai berikut: 1.

Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (6) (dilaksanakan selama dan/atau setelah terpidana menjalani pidana pokok;

62

2.

3.

Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan; Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Untuk memudahkan dalam memahami letak perubahan peraturan-peraturan di atas penulis menyajikan tabel yang memuat KUHP, UU No.23 tahun 2002, UU No.34 tahun 2014, dan Perpu No.1 tahun 2016 sebagai berikut pada lembar berikutnya :

63

64

3

2

No 1

Tabel 3 Perbandingan UU Peraturan Perlindungan Anak Pidana KUHP UU No.23 Tahun 2002 UU No. 35 Tahun 2014 Perpu No.1 Tahun 2016 Pidana pokok *Memaksa anak *Memaksa anak bersetubuh * Memaksa anak bersetubuh * Memaksa anak bersetubuh bersetubuh pidana pidana penjara maximal 15 pidana penjara maximal 15 diancam hukuman mati, penjara maksimal tahun , minimal 3 tahun tahun, minimal 3 tahun seumur hidup, penjara 9 tahun (pasal 287) (pasal 81) (pasal 81) maximal 20 tahun *Dalam hal korban luka berat *Dalam hal korban luka berat minimal 10 tahun (jika korban penjara maksimal 5 tahun penjara maksimal 5 tahun luka berat,atau korban tewas ) *Dalam hal korban tewas *Dalam hal korban tewas (pasal 81 ayat 5) penjara maximal 10 tahun penjara maximal 15 tahun * Memaksa anak bersetubuh (pasal 80) (pasal 80 ayat 2 dan 3) penjara maximal 15 tahun minimal 5 tahun (pasal 81 ayat 1) *Berbuat cabul pidana *Berbuat cabul penjara *Berbuat cabul penjara *Berbuat cabul penjara penjara maksimal 7 maximal 15 tahun maximal 15 tahun maksimal 15 tahun tahun minimal 3 tahun minimal 5 tahun minimal 5 tahun (pasal 82) (pasal 82 ayat 1) (pasal 82 ayat 1) Denda *maksimal Rp. 300.000.000,- *maksimal Rp. 5.000.000.000,-*maksimal Rp. 5.000.000.000,minimal Rp.60.000.000,(pasal 81 dan pasal 82) (pasal 81 dan 82) ( pasal 81 dan 82 ayat 1) Pemberatan pidana *diancamkan kepada *diancamkan kepada *diancamkan kepada * diancamkan kepada pelaku 1/3 dari pidana pelakunya Orang tua pelakunya orang tuanya pelakunya Orang tuanya, orang tuanya,saudaranya, pokok kandung,tiri,dan orang (pasal 80 ayat 4) wali pengasuh anak, pendidik, orang yang layaknya yang bertugas dan pendidik menangani perlindungan ank mengawasinya (pasal 80 ayat 4 dan pasal 81 (pasal 81 ayat 3 dan pasal 82 (pasal 295 ayat 1) ayat 3, dan pasal 82 ayat 2) ayat 2) *diancamkan pelaku yang pernah melakukan pidana yang sama (pasal 81 ayat 4 dan pasal 82 ayat 3) *menimbulkan luka berat, penyakit, korban tewas ( pasal 81 ayat 5 dan 82 ayat 4)

Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Pedofilia

A. Pandangan Islam

pengertian bentuk

bahwa tindakan

yang menjadi objek syahwatnya adalah demikian

Islam

tindakan ini sebagai

Sebagaimana pedofilia adalah suatu penyimpangan

anak-anak.Dengan juga mengkategorikan suatu bentuk pidana (zina)

yang

Pidana Tindakan 5

masyarakat.Karena

Pidana Pidana Tambahan

utuhnya

No 4

berdampak akhlak,

sangat

korbannya.Tindakan

pedofilia rusaknya

seks

penyaluran

seks

merugikan

Islam Terhadap

Terhadap Pedofilia

KUHP

pelanggaran

Perpu No.1 Tahun 2016 *Pengumuman identitas pelaku ( pasal 81 ayat 6 dan 82 ayat 5) *Tindakan Rehabilitasi bagi pelaku pencabulan (pasal 82 ayat 6 ) * Tindakan Kebiri Kimiawi bagi pelaku memaksa bersetubuh (pasal 81 ayat 7) * pemasangan alat pendeteksi elektronik pasca pidana pokok ( pasal 81 ayat 7 dan 82 ayat 6)

Tinjauan Hukum

Tabel 3 Perbandingan UU Peraturan Perlindungan Anak UU No. 35 Tahun 2014 UU No.23 Tahun 2002

BAB IV

pada

agama, jasmani dan ketentraman besarnya bahaya yang

65

ditimbulkan oleh perbuatan zina yang dalam hal ini tindakan pedofilia, syariat Islam melarang dan mengancamnya dengan hukuman yang berat. Penulis dalam hal ini mengkategorikan pedofilia termasuk dalam jarimah zina karena terdapat unsur-unsur yang memenuhiyaitu : 1.

Persetubuhan yang diharamkan )‫المحرم‬

‫(الوطء‬

2.

Adanya kesengajaan melawan hukum )‫الجناءى‬

‫(تعمد الوطء أوالقصر‬

Yang dimaksud persetubuhan yang diharamkan pada pedofil karena pelaku melakukan persetubuhan yang bukan pada miliknya sendiri (dalam ikatan perkawinan) atau dengan kata lain melakukan persetubuhan di luar ikatan perkawinan. (Muslich 2005: 8) .Dan yang dimaksud unsur kesengajaan melawan hukum adalah karena pelaku melakukan perbuatan itu padahal ia tahu bahwa korban yang disetubuhinya adalah haram baginya.(Muslich 2005: 25) Mengenai

hukuman

yang

harus

diterapkan

pada

pelaku

penulis

mengkategorikan pedofilia menjadi dua berdasar jenis kelamin korban yaitu : 1. Pedofilia Homoseks atau Lesbian Pedofilia yang bersifat homoseks atau lesbian adalah tindakan pedofil di mana korban berjenis kelamin sama dengan pelaku. Homoseks berarti hubungan seks dengan pasangan sejenis, pria dengan pria.Sedangkan lesbian adalah hubungan seks dengan pasangan sejenis sesama wanita.( Kamus Besar Bahasa Indonesia).

66

Dalam pandangan Islam perilaku seks yang menyimpang ini disebut al-liwath, walaupun secara konsep Islam al-liwath adalah perilaku homoseks yang pelakunya sama-sama telah dewasa atau baligh. Sedangkan dalam pedofilia homoseks yang bertindak sebagai pelaku adalah laki-laki dewasa dan korbannya anak laki-laki.. Islam sangat tegas melarang tindakan al-liwath , bahkan perbuatan ini tergolong jarimah yang lebih keji daripada zina. Perbuatan ini sangat bertentangan dengan akhlak sekaligus fitrah manusia. (Muslich, 2005:10) Oleh karena pelakunya telah dewasa sedang korban adalah anak-anak, maka yang dapat dihukumi secara syara’ adalah pelaku .Mengenai hukuman bagi pelaku pedofilia homoseksual atau lesbian ini terdapat perbedaan pendapat. Menurut Syafi’iyah, Hanabilah dan Malikiyah dalam satu riwayat hukuman homoseksual sama dengan hukuman had zina yaitu hukuman rajam dilempari batu sampai mati bagi pelakunya yang sudah menikah (muhsan) dan belum menikah (ghairu muhsan). (Muslich, 2005:13) Dasar dari pendapat di atas adalah :

ِ ‫“من وج ْدتُموه ي عمل عمل قَ وم لُو ٍط فَاقْت لُوا الْ َف‬ ”‫اع َل َو ال َْم ْفعُ ْو َل بِ ِو‬ ُْ ْ َ ْ َ ََ ُ َ َْ ُ ُْ َ َ ْ َ Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasullullah bersabda : “Barangsiapa (diantara kamu sekalian) menemukan sesorang yang melakukan perbuatan yang dikerjakan kaum Luth (homoseks), maka bunuhlah dia „yang di atas

67

dan di bawah, dalam riwayat lain dikatakan “Bunuhlah si pelaku dan yang melayani” (Diriwayatkan oleh lima ahli hadits kecuali Nasa’i) Dan juga dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahuanhu menjelasakan bahwa Rasullullah bersabda :

‫ وإذاأتت المر أَة المر أَة فهما زانيتا ن‬, ‫اذااتى الر خل ار خل فهما زانيا ن‬ “Apabila laki-laki melakukan hubungan intim dengan laki-laki (homoseksual), maka keduanya adlah pezina, dan apabila perempuan melakukan hubungan intim dengan perempuan (lesbian) maka keduanya adalah pezina.”( H.R oleh Baihaqi) Akan tetapi dalam riwayat lain, menurut syafi’iyah , hukuman homoseksual sama dengan hukuman had zina, apabila belum menikah hukumannya dicambuk 100

kali ditambah pengasingan 1 tahun dan bagi yang sudah menikah dirajam sampai mati. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Sa’id ibn Al-Musayyab,’Atha ibn Abi Rabah, Hasan Bishri, Qatadah, An-Nakhai, Ats-Tsauri, Al-Auzai, dan Imam Yahya. (Muslich, 2005:14) Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah hukuman had zina tidak dapat dikenakan bagi pelaku liwath. Alasannya wathi pada qubul disebut zina sedang wathi pada dubur disebut liwath. Dengan demikian perbedaan nama menunjukkan perbedaan arti. Andaikata liwath ini dianggap sebagai zina tentunya para sahabat

68

tidak akan berselisih mengenai masalah ini. Sehingga imam Abu Hanifah berpendapat liwath tidak dianggap sebagai zina, tetapi perbuatan maksiat yang diancam dengan hukuman ta’zir.(Muslich, 2005:15) Sehingga berdasar uraian di atas bahwa sebagian besar pendapat Imam Madzabmenjatuhi hukuman bagi pelaku homoseksual adalah hukuman mati , baik dilakukan dengan hukuman had atau ta’zir. 2. Pedofilia Heteroseks Dalam hal pengertian pedofilia heteroseks yang dimaksud adalah pelaku dan korban berlainan jenis kelamin, bisa jadi pelaku adalah seorang pria dewasa dan korban adalah anak perempuan demikian juga sebaliknya dimungkinkan pelaku adalah perempuan dewasa dan korbannya adalah anak laki-laki. Dengan demikian tindakan pedofil heteroseks dapat di hukumi sebagai jarimah zina .Mengenai hukuman tindakan jarimah ini penulis menggolongkan pada pelaku dengan 2 kategori yaitu muhsan dan ghairu muhsan : a. Bagi pelaku yang Muhsan (sudah menikah) maka hukumannya adalah dirajam sebagaimana ketentuan hukum had b. Sedangkan bagi pelaku ghairu muhsan (belum menikah) maka hukumannya adalah hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan. Dasar dari hukuman di atas adalah sebagaimana Al-Quran dan hadits Rasullullah saw.:

69

Firman Allah SWT Q.S An-Nuur ayat (2)

ِ ‫الزانِي فَاجلِ ُدوا ُكل ّّو‬ ‫ْخ ْذ ُك ْم بِ ِه َما َرأْفَةٌ فِي ِدي ِن اللَّ ِو إِ ْن ُك ْنتُ ْم‬ َّ ‫الزانِيَةُ َو‬ َّ ُ ‫اح ٍد ِم ْن ُه َما ِمائَةَ َج ْل َد ٍة َوالتَأ‬ ْ َ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ ِِ )٢(‫ين‬ َ ‫تُ ْؤمنُو َن باللو َوالْيَ ْوم اآلخ ِر َولْيَ ْش َه ْد َع َذابَ ُه َما طَائ َفةٌ م َن ال ُْم ْؤمن‬ Artinya : “perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiaptiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” Hadis Rasullullah SAW

‫ جلد مائة ونفي سنة والثيبب الثيب‬,‫حذوا عني حذوا عني قد جعل اهلل لهن سبيال البكر بالبكر‬ ‫جلد مائة والرجم‬ Artinya : “Ambillah dariku! Ambillah dariku! Sungguh Allah telah memberi jalan kepada mereka.jejaka yang berzina dengan gadis dijilid seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Dan orang yang telah menikah melakukan zina didera seratus kali dan dirajam. (H.R. Muslim dari’ Ubadah bin Samit:3199)

B. Pandangan Syariah Islam Menjatuhkan Hukuman Kebiri Bagi Pedofilia Pandangan syariah Islam khususnya hukum jinayah Islam telah memberi ketentuan-ketentuan syara yang mengatur tindakan pelanggaran dan hukumannya. Adanya hukuman had, diyat, qishas, dan ta‟zir telah mempertegas hukuman-hukuman bagi para pelaku tindak pidana. Walaupun hukuman ta’zir adalah suatu bentuk hukuman

70

yang dapat ditempuh oleh pemerintah dalam hal mengadili seorang pelaku pidana yang di mana kadar dan bentuk hukumannya belum ditentukan oleh Syara. Jinayah Islam tetap memberikan rambu-rambu agar hukuman ta‟zir yang ditempuh pemerintah tidak keluar dari batasan syara.Sebagaimana dalam hal ini adalah pemerintah Indonesia pada bulan Mei tahun 2016 menerbitkan peraturan yang berisi hukuman kebiri bagi pelaku tindak pidana pedofilia.Padahal secara tegas dalam beberapa riwayat hadits shahih tindakan pengebirian pada manusia sangat dilarang oleh Rasullullah SAW. Adapun hukuman kebiri yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengadili pelaku pedofilia, hal itu sangat bertentangan dengan fiqh Jinayah Islam.Sedangkan dalam hal inisesuai ketentuan Islam ,penulis mengemukakan tinjauan hukuman kebiri sebagai suatu bentuk hukuman pada pelaku pedofil adalah sebagai berikut : 1. Hukuman kebiri bertentangan dengan Hadits

Dalil haramnya kebiri pada manusia adalah hadits-hadits sahih yang dengan jelas menunjukkan larangan Rasulullah SAW terhadap kebiri. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash RA, dia berkata :

‫ ولو أذن لو الختصينا‬،‫رد رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم على عثمان بن مظعون التبتل‬ ”Rasulullah SAW telah menolak Utsman bin Mazh‟un RA untuk melakukan tabattul (meninggalkan kenikmatan duniawi demi ibadah semata). Kalau sekiranya Rasulullah SAW mengizinkan Utsman bin Mazh‟un untuk melakukan tabattul, niscaya kami sudah melakukan pengebirian.” (HR Bukhari no 5073; Muslim no 3390).

71

Dari Ibnu Mas’ud RA, dia berkata ;

‫ أال نختصي فنهانا عن ذلك‬:‫ فقلنا‬،‫كنا نغزو مع النبي صلى اهلل عليو وسلم وليس معنا نساء‬ ”Dahulu kami pernah berperang bersama Nabi SAW sedang kami tidak bersama isteri-isteri.Lalu kami berkata (kepada Nabi SAW),‟Bolehkah kami melakukan pengebirian?‟Maka Nabi SAW melarang yang demikian itu.”(HR Bukhari no 4615; Muslim no 1404; Ahmad no 3650; Ibnu Hibban no 4141). 2. Dalam konsep Islam pelaku pedofil digolongkan dalam tindakan jarimah zina dan liwath tergantung jenis kelamin pelaku dan korban pedofilnya. Hukumannya juga sudah ditentukan antara hukum had rajam atau hukuman cambuk dan pengasingan. Sehingga ketentuan hukum ini selain bertentangan dengan hadits juga dianggap mengadakan peraturan di luar syariah Islam. Firman Allah SWT :

ِ ‫ضى اللَّوُ ورسولُوُ أَمراً أَ ْن ي ُكو َن لَهم ال‬ ِ ‫ْخيَ َرةُ ِم ْن أ َْم ِرِى ْم َوَم ْن يَ ْع‬ ِ َ َ‫َوَما َكا َن لِ ُم ْؤِم ٍن َوال ُم ْؤِمنَ ٍة إِذَا ق‬ ْ ُ ََ َ ُْ ً‫ضالالً ُمبِينا‬ َ ‫ض َّل‬ َ ‫اللَّوَ َوَر ُسولَوُ فَ َق ْد‬ “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akanada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS Al Ahzab [33]: 36). Ayat tersebut dengan jelas melarang muslim untuk membuat suatu ketentuan baru apabila sudah ada ketentuan hukum yang tertentu dari Syariah Islam. Maka dari itu haram hukumnya menerapkan hukum kebiri untuk pelaku pedofilia, karena Syariah Islam sudah menetapkan rincian hukuman tertentu bagi pelaku pedofilia. 3. Dalam hal metode kebiri yang digunakan adalah metode injeksi kedua, yakni yang diinjeksikan adalah hormon estrogen atau anti-androgen, hukumnya haram , karena mengakibatkan laki-laki yang dikebiri memiliki ciri-ciri fisik seperti perempuan. Padahal Islam telah mengharamkan laki-laki menyerupai perempuan atau sebaliknya perempuan menyerupai laki-laki. Dalil keharamannya adalah hadis riwayat Ibnu Abbas RA bahwa :

72

‫ والمتشبهات من النساء با‬،‫لعن رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم المتشبهين من الرجال بالنساء‬ ‫لرجال‬ ”Rasulullah SAW telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan melaknat wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR Bukhari, no 5546). Hadis ini mengharamkan perbuatan laki-laki menyerupai wanita atau perbuatan wanita menyerupai laki-laki. Maka, metode kebiri dengan cara injeksi hormon estrogen kepada laki-laki pelaku pedofilia haram hukummya, karena menjadi perantaraan atau wasilah bagi laki-laki itu untuk menyerupai lawan jenisnya (perempuan).

BAB V PENUTUP

Dari uraian yang dikemukakan di atas maka akhirnya penulis menyampaikan kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut : A. Kesimpulan 1. Pedofilia adalah suatu tindakan kekerasan terhadap anak yang berorientasi pada penyimpangan kepuasan seksual, tindakan ini dilakukan orang dewasa

73

terhadap anak-anak sebagai korban.

Menurut kacamata medis, pedofilia

didefinisikan sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (dengan usia 16 atau lebih tua) biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau eksklusif pada anak prapuber. Korban pedofilia biasanya akan mengalami banyak penderitaan dari tindakan itu. Penderitaaan yang dialami anak sebagai korban , secara fisik anak akan mengalami rasa sakit pada bagian vital tubuh (anus dan alat kelamin) kemudian akan disertai demam serta efek penularan penyakit berbahaya seperti HIV dan AIDS. Kemudian secara mental anak akan merasa takut, terkucil, serta trauma terhadap lingkungan di sekitarnya akibat kekerasan seksual yang dilakukan padanya. Efek yang paling berat dari tindakan ini adalah korban

mempunyai kemungkinan akan berubah menjadi pelaku

pedofil berikutnya, bahkan kemunkinan bunuh diri bisa dilakukan apabila si korban tidak dapat menanggung beban mental yang dialami. 2. Tindakan pedofil dalam Islam dikategorikan pada tindakan pidana (jarimah) zina. Tindakan ini dikategorikan dalam perzinaan karena tindakan ini merupakan penyimpangan seksual dan dilakukan di luar ketentuan syariat yaitu pernikahan. Tindakan pedofil dalam Islam dapat dihukumi dangan hukuman had dan ta’zir tergantung dari status pelaku dan korban. Hukuman dibedakan antara pelaku yang sudah menikah (muhsan) dan belum menikah

74

(ghairu muhsan) dan juga antara jenis kelamin masing-masing korban dan pelaku. Pelaku dapat dikenai hukuman rajam, cambuk disertai pengasingan, atau hukuman ta’zir yang ditentukan oleh pemerintah tanpa menyalahi ketentuan syariat Islam. 3. Penetapan hukuman kebiri bagi pelaku pedofilia yang tertuang dalam Perpu No.1 Tahun 2016 merupakan pemberlakuan hukuman yang bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum Islam terutama dalam Fiqh Jinayah. Secara tegas pengebirian pada manusia telah dilarang oleh Islam, hal itu terinci melalui hadits-hadits shahih yang disebutkan di atas. Walaupun pengebirian dilakukan dengan metode modern yaitu dengan suntikan hormone kebiri, hal itu tidak mengurangi haramnya tindakan kebiri dalam sudut pandang hukum Islam.Justru dengan melakukan kebiri kimiawi menambah kesalahan yang dilakukan pemerintah karena memaksakan seseorang untuk disuntik dengan hormon yang tidak sesuai dengan kodratnya laki-laki dan perempuan.

B. SARAN 1. Dengan meningkatnya kasus kejahatan seksual dan kasus kekerasan anak di Indonesia terutama tindakan pedofil, sebaiknya kita semakin waspada terhadap ancaman tindakan tersebut yang bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Dimulai dari diri kita dan keluarga kita masing-masing untuk

75

mencegah tindakan tersebut terjadi maka diperlukanpembinaan mental pribadi dengan caramenjalin komunikasi yang baik dalam keluarga dan masyarakat, serta pembekalan ilmu aqidah dan akhlak Islam. Kegiatankegiatan positif itu setidaknya akanmenjadi solusi awal terhadap ancaman tindakan tersebut. 2. Pemberlakuan Perpu No.1 tahun 2016 tentang hukuman kebiri bagi pelaku pedofilia hendaknya dikaji ulang oleh pemerintah. Walaupun dengan alasan hukuman itu akan memberikan efek jera bagi pelakunya, namun hukuman yang diberlakukan sebaiknya mempertimbangkan norma agama yang dalam hal ini ketentuan-ketentuan syariat agama Islam. Pemerintah sebaiknya melibatkan ulama-ulama dalam setiap pengambilan keputasan yang menyangkut perundang-undangan.

76

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Al-Asqalani., ibnu Hajar .Kitab Fathul Bari. : Maktabah Tawfikia Kamus Besar Bahasa Indonesia Kamus Inggris-Indonesia Muhammad, Abdullah. 2010. Shahih Al-Bukhari Jilid 4. Jakarta : Pustaka as-Sunnah Syaibah,Abdul Qadir. 2012. Syarah Bulughul Maram 6. Jakarta : Darul Haq Indrati, Maria Farida. 2007. Ilmu Perundang-Undangan, Jenis, Fungsi, Materi Muatan. Yogyakarta: Kanisius. Sjarif, Amiroeddin. 1997. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Rineka Cipta Al-Mawardi , Abu Al-Hasan Ali.1996 . Kitab Al-Ahkam As-Shultaniyah.Beirut : Dar AlFikr. Al-Mawardi , Abu Al-Hasan Ali.1975 . Kitab Al-Ahkam As-Shultaniyah. Mustafa Al-Baby Al-Halaby, Mesir : Dar Al-Fikr.

Mathrudi, Adil .tanpa tahun .Al Ahkam Al Fiqhiyyah Al Muta‟alliqah bi Al Syahawaat, . Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

Asikin, Zainal. 2012. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Chazawi, Adami. 2004. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Marpaung, Leden. 1996. Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya. Jakarta: Sinar Grafika. Prasetyo, Teguh. 2011. Hukum Pidana. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Maramis, Frans. 2013. Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Tihami, Sahrani, dan Sohari. 2009. Fikih Munakahat. Jakarta: Rajawali Pers. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. . Jakarta: Pustaka Mahardika. Hikmat, Mahi. 2011. Metode Penelitian Dalam Perspekyif Ilmu Komunikasi dan Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu Munajat,Makhrus. 2004. Dekonstruksi Hukum Pidana Islam.Jogjakarta : Logung Pustaka.

Faizin Abdul, 2010. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual (Studi Kasus di Polres Salatiga Tahun 2004-2006).Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Syariah STAIN Salatiga. Harahap, Lukman Hakim, 2014. Studi Tentang Proses Penyidikan Kasus Pedofilia Di Yogyakarta.Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Yogyakarta). Munnim, Ngabdul, 2015. Studi Terhadap Sanksi Kebiri Sebagai Alternatif Hukuman Bagi Pelaku Tindak Pidana Pedofilia. Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Yogyakarta). Suara Merdeka. 30 Mei 2016. Indonesia Darurat Kekerasan Anak, hal.23. Koran Tempo.26 Mei 2016. Jokowi Terbitkan Perpu Kebiri: Inilah Isi Lengkapnya. Muslich, Ahmad Wardi. 2005. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika Majalah Tempo. 5-11 Mei 2014.Teror Pedofil di Sekolah hal, 93-96. Syarifudin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Prenada Media. Koran Tempo.23 Oktober 2015.Ide Hukuman Kebiri bagi Pedofilia. Hal 5 Jawa Pos,16 Januari 2010.Babeh Sang Pedofil Sadis. Hal. 5 www.wikipedia.org .Kebiri .diakses tanggal 30 Agustus 2016 pukul 09.33 WIB.

www.idkita.or.id. Sejarah Kebiri. Diakses tanggal 2 Oktober 2016 pukul 21.00 WIB. Jawa Pos ,22 Oktober 2015.Pro-Kontra Hukuman Kebiri dalam Perspektif Islam.hal 7 Dewi, Bestari Kumala. 26 Mei 2016. Beranda Kesehatan. Ini Efek Hukuman Kebiri Kimiawi Dalam Tubuh.( Online), (www.nationalgeographic.co.id, diakses 20 Agustus 2016)

al-Jawi, Shidiq. 2015. Pro-Kontra Hukuman Kebiri Dalam Perspektif Islam.Makalah disampaikan dalam Halqah Syahriyyah, di DPC HTI Kraton, Yogyakarta, hari Ahad 25 Oktober http://www.menegpp.go.id: .Kekerasan Terhadap Anak. Diakses tanggal 30 Agustus 2016 http;//growup-clinic.com:Dampak Kekerasan Seksual Pada Anak. diakses tanggal 30 Agustus 2016 pukul 09.33 WIB. m.liputan6.com. 22 Desember 2015 :Komnas PA 2015, Kekerasan Anak Tertinggi selama 5 Tahun Terakhir. Diakses tanggal 31 Agustus 2016 pukul 09.30 WIB www.terapipsikologi.com. Dampak Buruk Pedhofilia Terhadap Anak. Diakses tanggal 10 September 2016. www.ubaya.ac.id. Pedofilia Dari Masa ke Masa.Diakses tanggal 2 Oktober 2016