TEMU ILMIAH IPLBI 2016
Identifikasi Kampung Kreatif sebagai Strategi Kota Tangguh Saraswati T. Wardhani, Stefani N. Sabatini , D. Rachmaniatus , Tamiya M. S Kasman Magister Arsitektur Riset, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.
Abstrak Permasalahan permukiman padat dan tingginya angka pengangguran selalu terjadi di pusat kota di Indonesia. Strategi khusus untuk meningkatkan kelayakan lingkungan tempat tinggal dan keberlangsungan ekonomi penduduknya diperlukan demi mencapai kota yang beker-lanjutan. Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah kampung kreatif dengan kegiatan utama ekonomi wisata kreatif. Konsep wisata kreatif yang ditawarkan adalah wisata budaya dan kerajinan tradisional. Pengembangan potensi kampung tersebut memberikan manfaat berupa ruang kreasi yang lebih luas, kesempatan lapangan kerja, dan kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari tulisan ini adalah memahami proses pembentukan kampung kreatif, faktor-faktor yang dominan berpengaruh, serta konsep perancanaannya. Diketahui bahwa, keberhasilan implementasi wisata kreatif di kampung kota sangat dipengaruhi kondisi sosial-budaya masyarakatnya dan kerjasama antara para pelaku kepentingan (stakeholder). Kata-kunci: kampung kreatif, komunitas kreatif, integrasi stakeholder
Pengantar Peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan teknologi menyebabkan munculnya beragam masalah baru bagi kota-kota di seluruh dunia. Salah satu masalah yang ditimbulkan adalah kekurangan lahan tempat tinggal dan pekerjaan. Akibatnya, tumbuh permukiman padat dan kumuh serta meningkatnya jumlah pengangguran di pusat kota. Salah satu gagasan untuk mengurangi angka pengangguran dan menciptakan tempat tinggal yang sehat adalah kampung kreatif. Tujuan dari pembentukannya kampung-kampung yang kreatif di pusat kota adalah menciptakan citra kota dan menjadikan kota tersebut tangguh. Kampung Kota sebagai Kampung Kreatif Kampung kota serta penduduk di dalamnya merupakan bagian penting dari penciptaan kota yang tangguh. Widjajanti (2013) menyebutkan bahwa kampung kota adalah permukiman yang membentuk karakter suatu kota. Sementara menurut Landry (2008), kawasan (kampung) yang kreatif dapat dengan mudah beradaptasi pada perubahan lingkungan dan bertahan terhadap
segala jenis permasalahan yang menimpanya. Selain itu, masyarakat yang bertempat tinggal di kampung-kampung kota merupakan potensi yang dapat dibina untuk memperkuat citra kota. Hal tersebut sesuai dengan anggapan Lynch (1990) bahwa untuk membentuk suatu citra kota perlu memperhatikan rasa, pengalaman, dan persepsi masyarakat terhadap lingkungannya. Ismurdyawati (2013) menyampaikan bahwa komiditi pada kampung kreatif adalah ide dan kondisi sosial, budaya, serta lingkungan kampung. Kampung Kreatif sebagai Strategi Ekonomi Kota Peran kampung kreatif terhadap ekonomi kota adalah kemandirian penduduk melaksanakan kegiatan kreatif dibidang seni dan wisata. Yoeti dalam Chaerunnisa (2012) menjelaskan kampung kreatif merupakan bagian dari kegiatan wisata yang dapat mempercepat pemerataan pendapatan, meningkatkan kesempatan kerja, penerimaan pajak, meningkatkan pendapatan nasional, meningkatkan nilai tambah produk hasil kebudayaan, memperluasan pasar produk dalam negeri, dan memperkuat posisi neraca pembayaran. Kampung kreatif menjadi kamProsiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | A 015
Identifikasi Kampung Kreatif sebagai Strategi Kota Tangguh
pung dengan daya tarik tersendiri mampu menarik wisatawan dibanding dengan konsep permukiman lainnya. Jenis kegiatan ekonomi yang ditawarkan kampung kreatif adalah wisata kreatif. Kegiatan wisata tersebut melibatkan komunitas lokal (masyarakat kampung) dalam pelaksanaannya. Wisata kreatif menyokong dan mendorong kampung untuk berkembang dengan cepat menjadi kampung kreatif. Pengembangan wisata kreatif dapat memberikan keuntungan berupa sumber baru untuk aktivitas wisata, mendorong tumbuhnya atmosfer pembangunan berkelan-jutan, dan sebagai alat pengembangan bisnis (produsen kerajinan dan usaha kecil menengah). Komunitas Kreatif sebagai Pembentuk Kampung Kreatif Florida (2002) pada artikel The Washington Monthly menyebutkan salah satu pembentuk kota yang kreatif adalah adanya komunitas kreatif. Komunitas diperlukan untuk membantu menguatkan serta membentuk ruang yang kreatif. Komunitas kreatif kemudian dideskripsikan sebagai sekumpulan individu yang mengharapkan suatu tempat untuk dapat menerima keberagaman dan terbuka terhadap gagasan-gagasan baru (Widiastuti, 2015). Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan peran aktif antara pelaku wisata kreatif yakni penggagas dan masyarakat kampung. Kampung kreatif merupakan strategi yang di kembangkan pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kualitas lingkungan dan hidup masyarakat perkotaan. Beberapa kampung kreatif dapat ditemukan di kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, Surabaya, Solo, Bali, dan Yogyakarta. Konsep yang digunakan pun beragam yakni kampung wisata, kampung seni dan budaya, kampung musik, kampung cyber, kampung industri, dan beberapa konsep lainnya yang dibuat menyesuaikan potensi masalah atau konteks masing-masing kampung. Konsep krea-tif yang akan dibahas pada tulisan ini adalah kampung wisata. Kasus kampung kreatif yang dipilih adalah Kampung Wisata Dago Pojok di Kota Bandung dan Kampung Wisata Batik Kau-man di Kota Solo. B 016 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memahami proses pembentukan kampung kreatif, faktor-faktor yang dominan berpengaruh, serta konsep pembentukannya. Metode Penelitian ini menggunakan metode kualitatif (Creswell, 2008) dan bersifat deskriptif (Groat & Wang, 2002). Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian di Kampung Dago Pojok, Kota Bandung dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan awal adalah observasi awal yakni untuk melihat dan mengenal kondisi lapangan serta kegiatan penduduknya. Tahapan kedua adalah wawancara tokoh-tokoh kampung dan komunitas kreatif. Tahapan ketiga adalah pengumpulan data atau arsip dari internet seperti foto, video, dan berita terkait kegiatan wisata di Kampung Dago Pojok dari tahun ke tahun. Sementara, pengumpulan data di Kampung Batik Kauman, Kota Solo dilakukan melalui pengkajian terhadap penelitian-penelitian sebelumnya dan arsip dari Komunitas Kreatif Solo atau Solo Creative Community Network (SCCN). Metode Analisis Data Analisis data pada penelitian ini menggunakan beberapa dua metode yakni content analysis dan deskriptif. Metode content analysis atau analisis isi berguna untuk membandingkan kajian teori terkait kampung kreatif dan kota tangguh serta kondisi data dari dua obyek penelitian. Metode kualitatif digunakan karena penelitian bermaksud mengungkap pemahaman terhadap suatu permasalahan sosial yang ditulis secara rinci (Creswell, 2008). Sementara sifat deskriptif digunakan untuk membantu penulis menggambarkan secara faktual hubungan antar instrument yang diteliti. atau yang pernah dilakukan sebelumnya (Creswell, 2008). Dalam hal ini, analisis ini dilakukan untuk mengetahui kriteria-kriteria yang digunakan untuk menilai kota yang baik berdasarkan yang sudah dilakukan sebelumnya.
Saraswati T. Wardhani
Analisis dan Interpretasi Kampung Wisata Dago Pojok Konsep umum pembentukan kampung kreatif di Dago Pojok adalah mengubah kampung yang semula kumuh menjadi kampung wisata untuk memperbaiki serta meningkatkan kualitas hidup. Permasalahan yang ditemui pada Kampung dago Pojok sebelum dibina adalah rawan kriminalitas, kurang eratnya tali kekeluargaan antar warga, tingkat ekonomi rendah, dan lingkungan tempat tinggal yang belum sehat. Sementara potensi pada kampung ini adalah semangat warga untuk meningkatkan kualitas hidup mereka, adanya pelaku seni Sunda, banyak anak-anak yang tertarik untuk belajar kesenian dan pengetahuan umum. Hal penting yang dipelajari dari pembentukan dan pengembangan kampung wisata di Dago Pojok adalah peran aktif para pelaku (stakeholder). Para pelaku yang terlibat di dalam pengembangan kampung wisata Dago Pojok terbagi menjadi tiga kategori yakni, pelaku utama, pelaku pendukung, dan pelaku kepen-tingan kunci (Crosby, 1992). Pelaku utama adalah warga Kampung Dago Pojok yakni pelaku sebagai penerima dampak positif ataupun negatif dari suatu kegiatan kreatif. Pelaku pendukung kegiatan wisata kreatif yakni Rahmat Jabaril, Komunitas Taboo, BCCF, Komunitas kreatif, dan sukarelawan. Pelaku pendukung adalah pelaku yang berperan sebagai perantara dalam membantu proses penyampaian kegiatan. Mereka dapat digolongkan atas pihak penyandang dana, pelaksana, pengawas, serta organisasi advokasi seperti organisasi pemerintahan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan pihak swasta. Pada beberapa kegiatan, pelaku pendukung dapat merupakan perorangan atau kelompok kunci yang memiliki kepentingan baik formal maupun informal. Sementara pelaku kepentingan kunci adalah pelaku yang memiliki pengaruh kuat atau penting yakni Pemerintah Kota Bandung dan donator. Pengaruh tersebut dapat berkaitan dengan masalah, kebutuhan, dan perhatian terhadap kelancaran kegiatan wisata kreatif di Dago Pojok. Kegiatan terkait pengembangan wisata yang diselenggarakan di Dago Pojok bersifat fisik dan nonfisik. Kegiatan fisik adalah penataan
koridor jalan dan gang sebagai ruang kreatif masyarakat seperti mural, penyediaan akomodasi wisata seperti penginapan dan warung makan. Kegiatan yang termasuk nonfisik yakni pelatihan seni tari, pencak silat, dan melukis, kegiatan edukasi oleh Komunitas Taboo, pengelolaan akomodasi wisata, kegiatan wisata mingguan open trip, dan festival seni tahunan. Kampung Wisata Batik Kauman Kampung Kauman terbentuk dari kebiasaan dan kesadaran masyarakat setempat untuk melestarikan budaya batik. Sebelum tahun 2006, masyarakat kampung Kauman bergerak di sektor batik secara individu hingga akhirnya dibentuk paguyuban dengan tujuan memperhatikan serta menjaga kesejahteraan masyarakat. Tugas utama paguyuban ini adalah mengkoordinasikan kegiatan perdagangan dan kegiatan budaya, menyediakan tempat untuk masyarakatnya berkreasi, serta meningkatkan potensi kampung. Sistem kelembagaan yang jelas pada paguyuban, membuat kampung ini secara mandiri mampu tumbuh dan berkembang. Keberlanjutan program kegiatan wisata kreatif di kampung ini, kini menjadi isu penting yang dilindungi dan didukung Solo Creative Community Network (SCCN). Pemerintah daerah Kota Solo bersama Kementerian Perindustrian kemudian mendukung kegiatan wisata dengan melakukan promosi dan menyelenggarakan pameran batik (Nugraheni, 2009). Kampung wisata Batik Kauman saat ini memiliki industri rumah tangga yang menjadi produsen tetap bagi pembeli nusantara langganan dan pembeli atau wisatawan mancanegara dari Jepang, Eropa, Asia Tenggara dan Amerika Serikat. Karakter pelayanan rumah indsutri di kampung ini adalah kegiatan transaksi dilakukan bersamaan dengan kegiatan tour wisatawan di rumah produksi tempat berlangsungnya kegiatan membatik. Selain itu, beragam fasilitas pendukung kegiatan wisata tersedia di kampung ini sehingga memberikan kemudahan dan Kenyamanan bagi wisatawan untuk berkegiatan. Berdasarkan analisa karakter kegiatan kedua kampung tersebut diperoleh informasi bahwa konsep kampung kreatif pada diterapkan pada Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | B 017
Identifikasi Kampung Kreatif sebagai Strategi Kota Tangguh
dua permukiman dengan karakter yang berbeda. Gagasan kreatif disesuaikan dengan karakter lingkungan dan kemampuan penduduknya karena kedepannya mereka yang akan menjalankan kegiatan kreatif secara mandiri. Kegiatan ekonomi di dalam kampung dilakukan secara terintegrasi dan berkelompok. Peran aktif seluruh penduduk mempengaruhi keberlangsungan dan perkembangan kegiatan kreatif di dalam kampung.
dan perlu pengkajian awal untuk mengetahui kesesuai kampung untuk dibina. Pada akhirnya BCCF memiliki harapan ke depan agar suatu saat ruang-ruang tersebut dapat menjadi pengikat simpul-simpul kreativitas dan kola-borasi individu, komunitas, maupun organisasi yang memiliki semangat kreatif yang tak pernah lekang oleh masa. Demi nama Bandung, sebuah kota yang selalu haus akan perubahan (Bandung Creative City Forum, 2015).
Komunitas Kreatif sebagai Penyelenggara Kampung Kreatif
Berbeda dengan BCCF, Solo Creative Community Network (SCCN) lahir dari inisiasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf) melalui Dinas Pariwisata Kota Solo. Tujuan awal pembentukan SCCN adalah untuk mengajukan proposal ke UNESCO Creative City Network (UCCN). SCCN berperan sebagai narator dan fasilitator serta kolaborator pada organisasi UCCN. SCCN bertugas memfasilitasi dan mengintegrasikan kegiatan kreatif serta bekerja sama untuk mengembangkan ekonomi kreatif di Solo dan Solo Raya. Susunan kelembagaan SCCN serupa BCCF yakni terdiri dari akademisi, praktisi, komunitas, dan perwakilan masyarakat Solo. Tema yang diangkat Solo sebagai kota kreatif adalah berbasis ekokultural. SCCN didukung penuh oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpor).
Hal menarik dari keberhasilan kedua kampung kreatif tersebut adalah adanya komunitas kreatif yang bertanggungjawab untuk menaungi dan membina penduduk setempat. Komunitas kreatif yang dimaksud ialah Bandung Creative Community Forum (BCCF) dan Solo Creative Community Network (SCCN). Latar belakang berdirinya komunitas menjadi perbedaan besar BCCF dan SCCN. BCCF merupakan organisasi yang berdasar pada kegiatan sukarelawan. Perkumpulan ini didirikan oleh beragam lintas komunitas kreatif di Kota Bandung yang memiliki harapan dan tujuan sama. Tujuan dari BCCF adalah memberikan manfaat bagi masyarakat dan komunitas kreatif di kota Bandung. Tema besar yang dibawa Kota Bandung sebagai kota kreatif adalah Design. Secara khusus, BCCF bertujuan memberikan pendidikan berbasis kreativitas, membuat perencanaan, serta melakukan perbaikan infrastruktur kota sehingga mampu mendukung pengembangan ekonomi kreatif dan menciptakan wirausaha-wirausaha kreatif. BCCF kedepannya kemudian turut memberikan gagasan dalam pengembangan strategi branding dan membangun network yang seluas-luasnya demi mencapai visi kota Bandung sebagai kota kreatif secara global. Salah satu program BCCF adalah membentuk kampung-kampung berkualitas rendah di Kota Bandung menjadi kampung kreatif. Tujuannya adalah menciptakan ruang bagi masyarakat untuk melakukan hal dan menghasilkan produk kreatif. Belum semua kampung di Kota Bandung dibina oleh BCCF karena keterbatasan tenaga B 018 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Pembelajaran penting dari analisa dua kampung kreatif di kota besar Indonesia adalah peran aktif pemerintah daerah untuk mengajak dan membina warga untuk bersama-sama meningkatkan kualitas hidup bersama. Hasil yang dapat dinikmati dari kegiatan keratif adalah seluruh kelas masyarakat perkotaan dan tentunya akan berdaampak peningkatan perbaikan sosial dan ekonomi Kota itu sendiri. Pada awal pembinaan, warga kampung memang tergantung pada bantuan pemerintah dan komunitas terkait tetapi setelah pelatihan selesai dilakukan dan warga telah terbiasa melakukan kegiatan kreatif, kedepannya warga kampung menjadi mandiri yang dapat bertahan dan mudah beradaptasi pada perubahan kegiatan ekonomi kota/negara. Warga yang terbiasa bertin-
Saraswati T. Wardhani
dak kreatif menjadi warga yang tangguh terhadap ancaman ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan sehingga mampu membentuk kota dan negara tangguh (Solo Creative Community Network, 2015). Berdasarkan tinjauan karakter kedua komunitas tersebut, dapat diketahui bila komunitas kreatif dapat terbentuk dari beragam individu dan instasi. Namun, kedua komunitas ini memiliki kelembagaan dan kontrak pembinaan yang jelas sehingga kampung kreatif dapat berkembang hingga penduduknya mampu menjalankan kegiatan wisata secara mandiri. Proses pemilihan, perencanaan, dan pembinaan pada kedua kampung kreatif dilakukan dengan pola yang sama yakni sebagai berikut:
Gambar 1. Modifikasi Skema Integrasi antar Stakeholder
Crosby
tentang
Kesimpulan Kampung kreatif dapat menjadi strategi pembangunan kota tangguh dengan berbasis komunitas dan adanya sistem pengelolaan yang terpadu antara semua pelaku kepentingan. Ketangguhan suatu kota berkaitan dengan kemampuan penduduk untuk mengantisipasi dan ikut serta dalam menanggulangi permasalahan yang muncul. Wujud dari ketangguhan suatu
kota dapat berupa perubahan tata guna lahan namun tetap memfokuskan pada kemam-puan penduduknya untuk beradaptasi pada perubahan yang terjadi (Walker dkk, 2004). Perbaikan dan pengembangan infrastruktur tidak akan berfungsi baik bila individu yang menggunakan tidak mampu untuk memanfaatkan infrastruktur dengan efektif. Guna memperoleh individu yang dapat berkarya maka diperlukan pembinaan kreatif bagi masyarakat kampung. Pembinaan dapat dilakukan dengan berbagai cara yakni swadaya oleh masyarakat kampung, oleh komunitas, atau langsung oleh pemerintah daerah. Tetapi, untuk membentuk kampung kreatif yang berkelanjutan diperlukan sistem pelaku kepentingan (stakeholder) yang jelas dan terpadu. Proses pembinaan dapat dibedakan berdasarkan kategori pelaku kepentingan. Pelaku pendukung bertugas melakukan advokasi, pembinaan, pendampingan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan kreatif oleh masyarakat di kampung. Pelaku kepentingan kunci bertugas mendukung kegiatan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan serta memberikan sokongan dana pengembangan. Kegiatan berbasis komunitas lokal dan sistem pembinaan yang terpadu dapat menjaga keberlanjutan kampung kreatif. Meskipun kampung Dago Pojok dan kampung Batik Kauman mengembangkan program kegiatan wisata kreatif yang berbeda namun kedua kampung tersebut sama-sama dapat bertahan dari ketidakstabilan ekonomi. Kedua kampung tersebut terbentuk dari keunikan karakter dan peran aktif masyarakat lokalnya. Sehingga, pilar utama dari pelaksanaan kampung kreatif adalah karakteristik kawasan dan penduduknya. Adanya keselarasan antara komunitas dengan lingkungannya menciptakan rasa keterikatan akan tempat. Rasa tersebut yang kemudian membuat kampung kreatif menjadi berkelanjutan. Kemampuan kampung-kampung kota untuk bertahan dan bertindak kreatif terhadap masalah ekonomi di Indonesia merupakan salah satu pembentuk utama elemen kota yang tangguh.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | B 019
Identifikasi Kampung Kreatif sebagai Strategi Kota Tangguh
Daftar Pustaka _________. (2015). Kampung Wisata Batik Kauman. http://www.jalansolo.com/belanja/kampung-wisatabatik-kauman-solo/#content. Diakses 05-12-2015. Bandung Creative Community Forum. (2015). Tentang Bandung Creative Community Forum. https://bandungcreativecityforum.wordpress.com/ab out/. Diakses tanggal 09-12-2015. Chairunnisa, Desy. (2012). Perencanaan Kampung
Wisata Dago Pojok Sebagai Wisata Kreatif Berbasis Komunitas Lokal di Kota Bandung. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Creswell, J.W. (2008). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications, Inc. Florida, Richard. (2002). The Rise of the Creative Class. The Washington Monthly May 2002. http://scholar.harvard.edu/files/glaeser/files/book_r eview_of_richard_floridas_the_rise_of_the_creative_ class.pdf. diunduh tanggal 09-12-2015. Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc. Landry, Charles. 2008. The Creative City: A Toolkit of Urban Innovators. London: Earthscan. Lynch, Kevin A. (1990). The Image of the City. Massachusetts: The MIT Press. Nugraheni, Yuli. (2009). Peran Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Dalam Promosi Batik. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Surakarta (Solo): Universitas Sebelas Maret. Solo Creative Community Network. (2015). Tentang SCCN. http://www.sccn.or.id/about-sccn.html. Diakses tanggal 09-12-2015. Walker, B., Holling, C. S., Carpenter, S. R., dan Kinzig, A. (2004). Resilience, Adaptability, and Transformability in Social-ecological Systems. Ecology and Society Journal, 9, 5. Widjajanti, Wiwik W. (2013). Menciptakan Kampung
Kota sebagai Hunian yang Ramah dalam Konteks Urban di Surabaya. Jurnal Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya, 4.
B 020 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016