IDENTIFIKASI POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA

Download http://jurnal.usu.ac.id/abdimas. Basyuni ... menjaga obyek ekowisata mangrove dengan memperhatikan daya dukung wilayah Desa Lubuk ... Keywo...

0 downloads 522 Views 359KB Size
ABDIMAS TALENTA 1 (1) 2016: 31-38

http://jurnal.usu.ac.id/abdimas

Basyuni, M. et al. Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove …

IDENTIFIKASI POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE DI DESA LUBUK KERTANG, KECAMATAN BRANDAN BARAT, KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA Mohammad Basyuni*, Yuntha Bimantara, Bejo Selamet, Achmad Siddik Thoha Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Medan *email: [email protected]

Abstrak Desa Lubuk Kertang memiliki 638.47 ha hutan mangrove. Sepuluh jenis mangrove ditemukan di Desa Lubuk Kertang Village adalah Avicennia marina, A. lanata, Bruguiera sexangula, Rhizophora apiculata, Ceriops tagal, Xylocarpus granatum, Lumnizera racemosa, Sonneratia caseolaris, Excoearia agallocha dan Acanthus ilicifolius. Indeks kesesuaian ekosistem mangrove untuk kegiatan ekowisata di Desa Lubuk Kertang adalah 36 orang/hari. Terdapat tiga strategi prioritas untuk pengembangan ekowisata di Desa Lubuk Kertang, pertama, meningkatkan pengelolaan ekosistem hutan mangrove melalui kegiatan ekowisata dan interpretasi lingkungan. Kedua, untuk menjaga obyek ekowisata mangrove dengan memperhatikan daya dukung wilayah Desa Lubuk Kertang tersebut. Ketiga, dalam rangka untuk mempromosikan ekowisata mangrove yang masih baru digunakan media internet atau media sosial. Keywords: Ekowisata, Ekosistem hutan mangrove, Wilayah Desa Lubuk Kertang, Analisis SWOT melalui penyelenggaraan kegiatan ekowisata diwilayah pesisir, keberadaan hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem pesisir yang penting, dilindungi sekaligus dikembangkan sebagai atraksi wisata dengan berbagai kegiatan yang menarik. (Mukaryanti dan Saraswati, 2005). Ekosistem mangrove dengan keunikan yang dimilikinya, merupakan sumberdaya alam yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat kunjungan wisata. Penerapan sistem ekowisata di ekosistem mangrove ini merupakan suatu pendekatan dalam pemanfaatan ekosistem tersebut secara lestari. Kegiatan ekowisata adalah alternatif yang efektif untuk menanggulangi permasalahan lingkungan di ekosistem ini seperti tingkat eksploitasi yang berlebihan oleh masyarakat dengan menciptakan alternatif ekonomi bagi masyarakat (Muhaerin, 2008).

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Kekhasan ekosistem mangrove Indonesia yakni memiliki keanekaragaman jenis yang paling tinggi di dunia. Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan dan Papua (Wijayanti, 2011). Suatu upaya pemanfaatan sumberdaya lokal yang optimal adalah dengan mengembangkan pariwisata dengan konsep ekowisata. Wisata yang dilakukan dalam konteks ini memiliki bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya-upaya konservasi, pemberdayaan ekonomi lokal dan saling menghargai perbedaan kultur atau budaya. Pergeseran konsep kepariwisataan dunia ke model ekowisata, disebabkan karena kejenuhan wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata buatan. Sekiranya peluang ini dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menarik wisatawan asing mengunjungi obyek berbasis alam dan budaya penduduk lokal (Satria, 2009). Model ekowisata tersebut menunjukkan bahwa kegiatan ekowisata mengintregasikan kegiatan pariwisata, konservasi, dan pemberdayaan masyarakat lokal, sehingga masyarakat setempat dapat ikut serta menikmati keuntungan dari kegiatan wisata tersebut melalui pengembangan potensipotensi lokal yang dimiliki. Selanjutnya

Tujuan Pengabdian Adapun tujuan pengabdian yang dilakukan yakni sebagai berikut: 1. Mengkaji kondisi kawasan ekosistem mangrove Lubuk Kertang sebagai kawasan ekowisata. 2. Mengkaji potensi wisata kawasan ekosistem mangrove sebagai dasar untuk pengembangan ekowisata mangrove di pesisir Lubuk Kertang, Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. 31

ABDIMAS TALENTA 1 (1) 2016: 31-38

http://jurnal.usu.ac.id/abdimas

Basyuni, M. et al. Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove …

3) 2 x 2 m untuk semai (diameter batang < 2 cm dan tinggi < 1 m).

3. Mengkaji strategi yang tepat untuk pengembangan ekowisata mangrove di pesisir Lubuk Kertang berdasarkan persepsi wisatawan dan daya dukung lingkungan.

Satuan contoh yang dipakai dalam kegiatan analisis vegetasi di hutan mangrove adalah jalur. Lebar jalur yang dipakai adalah 10 meter dengan arah tegak lurus garis pantai ke arah daratan. Untuk hutan mangrove yang tumbuh di pinggir sungai arah jalur tegak lurus dengan garis sungai. Jika keduanya dipergunakan maka perlu diusahakan agar jalur arah tegak lurus pantai tidak sampai berpotongan dengan jalur arah tegak lurus sungai. Secara umum gambaran umum petak contoh pengamatan vegetasi di lapangan dengan metode jalur, Data yang diambil adalah jenis mangrove yang berada di dalam stasiun pengamatan serta pengamatan visual biota-biota yang berada di stasiun tersebut (Bengen, 2001).

Manfaat Pegabdian Manfaat dari pengabdian ini adalah dapat memberikan informasi dan masukan bagi pengambil keputusan dalam mengelola ekowisata mangrove dengan tetap memperhatikan kondisi kelestarian ekologi dan sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan ekosistem mangrove Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. 2. METODE Waktu dan Tempat Pengabdian Pengabdian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2016 di Dusun Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang terletak pada 04o02’59,73” LU dan 98o18’02,40” BT.

Metode Pengambilan Data Persepsi Masyarakat Pengelola Kawasan Ekowisata dan Persepsi Pengunjung Data dikumpulkan secara langsung di lokasi pengabdian melalui wawancara secara terstruktur dengan jumlah responden 49 orang dari 56 total dari keseluruhan kelompok masyarakat pengelola kawasan ekowisata yang ditentukan dan jumlah responden 92 orang dari 119 orang pengunjung total pertahun ke kawasan ekowisata mangrove desa nagalawan yang ditentukan dengan rumus Slovin (Setiawan, 2007).

Gambar 1. Peta lokasi pengabdian Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam pengabdian ini adalah tali rafia, plastik, karet gelang, pisau, kertas label, ekosistem mangrove yang akan diamati dan kuisioner untuk mendapatkan data primer serta sekunder. Alat-alat yang digunakan dalam pengabdian ini adalah kamera digital, buku tulis, alat tulis, Global Positioning System (GPS), kompas, rol meter kain, tonggak kayu, dan buku panduan identifikasi mangrove di Indonesia.

Keterangan: n = Ukuran Sampel yang dibutuhkan N = Ukuran Populasi e = Margin error yang diperkenankan (5%) Metode pengambilan sampel/responden yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan atau tujuan tertentu. Metode Analisa Data Analisis Potensi Ekosistem Mangrove Data yang dikumpulkan meliputi: data mengenai jenis spesies, jumlah individu, dan diameter pohon. Data-data tersebut kemudian diolah untuk mengetahui kerapatan setiap spesies dan kerapatan total semua spesies dengan menggunakan rumus masing-masing dibawah ini dalam RSNI 3 (2011).

Metode Pengamatan Ekosistem mangrove Penentuan lokasi stasiun pengamatan di Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang dilakukan dengan metode purposive sampling. Pada setiap lokasi pengamatan, dibuat petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran: 1) 10 x 10 m untuk tingkat pohon (diameter batang > 10 cm dan tinggi > 1,3 m) 2) 5 x 5 m untuk tingkat pancang (diameter batang 2-10 cm dan tinggi > 1 m) 32

ABDIMAS TALENTA 1 (1) 2016: 31-38

http://jurnal.usu.ac.id/abdimas

Basyuni, M. et al. Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove …

a. Kerapatan Spesies Kerapatan spesies adalah jumlah individu spesies i dalam suatu unit area yang dinyatakan sebagai berikut:

K= Lp = Lt = Wt =

Kerapatan Spesies = ni / A b. Kerapatan Total Kerapatan Total adalah jumlah semua individu mangrove dalam suatu unit area yang dinyatakan sebagai berikut:

Wp =

Kerapatan Total = Σn / A

Adapun potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) adalah seperti yang tertera dalam Tabel 4. Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam1hari, dan ratarata waktu kerja sekitar 8 jam.

Keterangan: Ni : Jumlah total individu dari spesies i Σn : Jumlah total individu seluruh spesies A : Luas area pengambilan contoh Analisis Kesesuaian Kegiatan wisata yang akan dikembangkan harus disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai objek wisata yang akan dikembangkan. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata mangrove adalah (Yulianda, 2007): IKW =

Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengelolaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).

 Ni    100%  max 

  N

Keterangan: IKW = Indeks kesesuaian ekosistem untuk wisata mangrove (Sesuai: 83% 100%, Sesuai Bersyarat: 50% - <83%, Tidak Sesuai: <50) Ni = Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor). Nmaks = Nilai maksimum dari kategori wisata mangrove (39).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Masyarakat Pemanfaat Ekosistem Mangrove Jumlah respoden adalah 49 orang, terdiri dari 28 orang laki-laki dan 21 orang perempuan. Sebagian besar usia masyarakat berkisar antara usia 37-46 tahun sebesar 37,54%. Kisaran usia 17-26 tahun adalah 5,22%, usia 27-36 adalah 33,61%, usia 47-56 tahun masing-masing adalah 15,22%, dan usia >56 tahun adalah 8,41%. Secara umum pendidikan masyarakat belum memadai karena masyarakat yang berpendidikan SD sebanyak 46,65%, SMP 34,82%, SMA 17,31% dan yang berpendidikan diploma 1,22%. Tidak ditemukan masyarakat yang tidak pernah sekolah. Berdasarkan karakteristik pekerjaan, wiraswasta sebanyak 8,62 %, Petani 39,15%, Nelayan 48,85%, dan lain lain 3,38%. Sebagian besar masyarakat pemanfaat ekosistem mangrove di Desa Lubuk Kertang tidak menjadikan pemanfaatannya sebagai pekerjaan utama karena hanya 16,15% tetapi

Analisis Daya Dukung Analisa daya dukung ditujukan untuk pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Metode untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata alam adalah dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan DDK dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut (Yulianda, 2007): DDK = K 

Lp Lt



Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (orang). Panjang area yang dapat dimanfaatkan (m). Unit area untuk kategori tertentu (m). Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari (jam/hari). Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu (jam/hari).

Wp Wt

Keterangan: DDK = Daya Dukung Kawasan (orang/hari).

33

ABDIMAS TALENTA 1 (1) 2016: 31-38

http://jurnal.usu.ac.id/abdimas

Basyuni, M. et al. Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove …

sebagai pekerjaan tambahan yakni sebesar 83,85%. Karateristik tingkat pendapatan masyarakat untuk memanfaatkan ekosistem mangrove yakni memiliki penghasilan sebesar < Rp.500.000/bln adalah sebanyak 20 orang, penghasilan sebesar Rp.500.000 – Rp. 2.000.000/bln adalah sebanyak 25 orang, dan sebesar Rp. 2.000.000 – Rp. 4.000.000/bln adalah sebanyak 4 orang. Tidak ditemukan masyarakat yang memiliki penghasilan > Rp. 4.000.000.

penjual hasil tangkapan nelayan (2,8%), dan lain–lain (5,17%). Karakteristik Pengunjung Responden untuk pengunjung yang diwawancarai adalah sebanyak 92 orang. Pengunjung terdiri atas 47 laki-laki dan 45 perempuan. Karakteristik usia pengunjung didominasi oleh kisaran usia 17-26 tahun sebanyak 83,76%. Pengunjung yang memiliki usia 27-36 tahun sebanyak 9,35%, usia 37-46 tahun sebanyak 3,42%, usia 47-56 tahun sebanyak 2,32% dan di atas 56 tahun sebanyak 1,15%. Karakteristik tingkat pendidikan pengunjung sangat bervariasi, mulai dari yang tidak pernah sekolah (1,19%) sampai dengan tingkat S1 (20,63%). Tingkat pendidikan pengunjung yang paling banyak adalah tingkat SMA sebanyak 78,18 %. Rata-rata pendapatan pengunjung yang paling banyak didapatkan adalah kurang dari Rp. 500.000 sebanyak 60,22 %, Rp. 500.000 – 2.000.000 per bulannya (22,67%). Pengunjung yang mempunyai penghasilan Rp. 2.000.000 – Rp. 4.000.000 sebanyak 15,10 % dan pengunjung dengan penghasilan diatas Rp. 4.000.000 sebanyak 2,01%. Pengunjung yang datang ke kawasan Ekowisata Lubuk Kertang Dusun Paluh Tabuhan ini mengatakan mengetahui informasi tentang tempat wisata mangrove ini 90,84 % dari teman ataupun keluarga yang sudah berkunjung ketempat ini sebelumnya, sebesar 9,16 % mendapat informasi dari pameran wisata. Pengunjung sebagian besar berasal dari dalam Kabupaten Langkat (78,37%). Pengunjung yang datang dari luar Kabupaten Langkat tetapi masih berada di dalam Provinsi Sumatera utara sebanyak 19,59% dan yang datang dari luar Provinsi Sumatera Utara adalah sebanyak 2,04%. Sebagian besar pengunjung mengunjungi Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang dengan teman (49,74%), dengan rombongan (27,75%), dengan keluarga (21,38%), dan hanya sendiri (1,13%). Sebagian besar pengunjung (39,92%) pernah mengunjungi tempat wisata mangrove ini sebelumnya bersama teman, keluarga maupun rombongan lainnya, dan sisanya belum pernah sama sekali ke tempat ini sebelumnya atau dengan kata lain baru pertama kalinya mengunjungi tempat ini. Alasan pengunjung mengatakan mengapa baru pertama kali ketempat ini dikarenakan 77,67% belum mendapatkan informasi sama sekali tentang tempat wisata ini, 13,91% mengatakan belum ada waktu untuk mengunjungi tempat ini, 7,76% dikarenakan lokasi wisata mangrove yang jauh, dan sisanya 0,66% tidak tertarik untuk

Kegiatan Pemanfaatan Ekosistem Mangrove oleh Masyarakat Masyarakat sebagian besar melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan mangrove Lubuk Kertang berupa pengolahan hasil buah dan daun mangrove sebesar 20,35%. Sisanya ada yang melakukan penangkapan udang, kerang, dll sebesar 56,77% yang melakukan pemanfaatan dengan menangkap ikan sebesar 13,26% dan menangkap kepiting sebesar 9,62%. Alasan masyarakat melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan ini sangat beragam, misalnya untuk kepentingan komersial (16,25%), untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari (48,17%) dan alasan masyarakat yang paling banyak adalah untuk kegiatan wisata (35,58%) untuk kegiatan wisata. Pemahaman dan Persepsi Masyarakat Pemahaman masyarakat terhadap ekosistem mangrove cukup sedang sebesar 61,54%. Sebagian besar masyarakat yang sudah mengetahui pengertian ekosistem mangrove secara umum dan fungsinya sebesar 24,66%. Namun ditemukan beberapa masyarakat yang sama sekali belum mengetahui tentang ekosistem ini yakni sebesar 13,8%. Lebih dari 50% masyarakat Lubuk Kertang belum mengenal istilah ekowisata. Masyarakat sebagian besar mengatakan bahwa kondisi mangrove di Lubuk Kertang berada dalam keadaan baik (53,84%). Adapula beberapa yang mengatakan kondisi mangrove berada dalam keadaan buruk (46,16%). Keterlibatan Masyarakat Dari hasil kuisioner, hampir seluruh masyarakat (75%) terlibat dalam kegiatan ekowisata. Masyarakat yang telah terlibat dalam kegiatan ekowisata ini sebagian besar ada yang menjadi pengelola kawasan wisata (38,46%), penjual/pengelola hasil daun dan buah mangrove (14,61%), pemandu wisatawan (12,46%), penjaga kantin (1,5%),

34

ABDIMAS TALENTA 1 (1) 2016: 31-38

http://jurnal.usu.ac.id/abdimas

Basyuni, M. et al. Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove …

mengunjungi tempat Ekowisata Mangrove Desa Lubuk Kertang, Dusun Paluh Tabuhan.

Tabel 1. Komposisi jenis mangrove didapatkan Stasiun No Nama Spesies I II Api-api 1 √ (Avicennia lanata) Mata Buaya 2 √ (Bruguiera sexangula) Bakau Minyak 3 √ √ (Rhizophora apiculata) Perepat 4 √ (Sonneratia caseolaris) Tengar 5 √ √ (Ceriops tagal) Teruntum 6 √ (Lumnitzera racemosa) Cingam 7 (Scyphiphora √ hydrophyllacea) Buta-buta 8 √ (Excoecaria agallocha) Nyirih 9 √ (Xylocarpus granatum) Jeruju 10 (Acanthus ilicifolius)

Pemahaman dan Persepsi Pengunjung Secara umum pemahaman pengunjung tentang ekosistem mangrove dan ekowisata masih sangat rendah. Pengunjung Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang sebagian besar mengatakan kondisi mangrove di pesisir ini masih dalam keadaan baik, beberapa mengatakan sedang dan sedikit sekali pengunjung yang mengatakan kondisi mangrove diwilayah ini dalam keadaan buruk. Sarana dan prasarana adalah salah satu kunci utama yang akan mendukung keberhasilan pengembangan di suatu kawasan. Lebih dari 50% masyarakat mengungkapkan bahwa sarana dan prasarana yang mencakup listrik, air bersih, aula, transportasi di sekitar kawasan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang sudah memadai dengan kualitas sedang. Sebagian besar pengunjung mengatakan bahwa jasa yang diberikan masyarakat pengelola ke pengunjung yang datang ke kawasan pesisir Lubuk Kertang mengatakan 74,18% sedang. Sebesar 25,11% dari pengunjung mengatakan layanan jasa yang diberikan baik. Pengunjung yang berpendapat bahwa layanan jasa yang diberikan masyarakat pengelola ke pengunjung buruk adalah sebesar 0,71%. Sebagian besar pengunjung (87,84%) mengatakan bahwa di kawasan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang tidak ditemukan pendidikan yang bersifat lingkungan dan sisanya sekitar 12,16 % menagatakan dikawasan ini ditemukan pendidikan yang bersifat lingkungan baik dari pamflet nama pohon yang diletakkan dipohon maupun pemberitahuan secara lisan dari pengelola kawasan wisata. Persepsi masyarakat terhadap kondisi mangrove dikatakan baik oleh pengunjung karena pengunjung menilainya secara visual.

yang III √ √ √

Kesesuaian Ekologis Untuk Kegiatan Ekowisata Kesesuaian ekologis untuk kegiatan ekowisata dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Kesesuaian Ekologis No Lokasi 1

Stasiun I

2

Stasiun II

3

Stasiun III

Kategori Sesuai Bersyarat Sesuai Bersyarat Sesuai Bersyarat

Daya Dukung Kawasan Untuk Kegiatan Ekowisata Daya dukung kawasan mangrove dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Daya dukung Kawasan Mangrove. DDK Total No Lokasi Track (Org/hari) (Org/hari) 1 5 1 Daratan 17 2 12 1 3 2 Perairan 2 1 5 3 1

Keinginan Pengunjung Berwisata Mangrove Sekitar 79,85% pengunjung mengatakan bersedia datang untuk berwisata mangrove, sekitar 19,91 % mengatakan tidak tahu dan sisanya sekitar 0,24 % mengatakan tidak bersedia datang lagi untuk berwisata mangrove.

Strategi Pengembangan Ekowisata 1. Faktor-Faktor Internal (IFAS) a. Kekuatan (Strengths) 1. Potensi alam yang mendukung untuk dilakukan kegiatan ekowisata. 2. Sarana dan Prasarana yang cukup memadai.

Potensi Sumberdaya Mangrove Komposisi jenis mangrove yang didapatkan pada setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 1.

35

ABDIMAS TALENTA 1 (1) 2016: 31-38

http://jurnal.usu.ac.id/abdimas

Basyuni, M. et al. Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove …

3. Keberadaan kelompok masyarakat sebagai pengelola sumberdaya mangrove.

pentingnya menjaga lingkungan pesisir, terkhusus ekosistem mangrove. 7. Meningkatkan peran PEMDES setempat dalam partisipasinya mendukung pengelolaan obyek wisata mangrove lebih lanjut. 8. Meningkatkan kesadaran masyarakat sekitar & penginjung untuk mau merehabilitasi ekosistem mangrove yang rusak dan kritis. 9. Diadakannya pelatihan tambahan kepada kelompok masyarakat pengelola kawasan supaya masyarakat pengelola kawasan wisata bisa berbagi tentang pendidikan lingkungan kepada wisatawan. Dari delapan alternatif strategi diperoleh tiga prioritas utama kegiatan untuk pengelolaan ekowisata mangrove di Lubuk Kertang. Strategi-strategi tersebut adalah: Pertama, meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata Menurut Dahuri (1996), alternatif pemanfaatan hutan mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem mangrove meliputi: pengabdian ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan rekreasi terbatas/ ekoturisme (limited recreation/ecotourism). Ekowisata (Ecotourism, green tourism atau alternative tourism), merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan (Yulianda, 2007). Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengelolaan kawasan wisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya dan mengikut sertakan masyarakat lokal. Kedua, menjaga obyek wisata mangrove dengan tetap memperhatikan daya dukung kawasan. Banyak cara dapat dilakukan dalam menjaga obyek wisata dengan memperhatikan daya dukung kawasan, salah satunya tidak membuang sampah sembarangan pada kawasan mangrove maupun membatasi setiap pengunjung yang datang tidak melebihi kemampuan daya dukung kawasan suatu wisata, karena dapat mengakibatkan mangrove dikawasan tersebut rusak dan otomatis dengan rusaknya mangrove maka tempat wisata mangrove akan rusak baik secara langsung maupun perlahan dan ini otomatis akan mengurangi minat pengunjung yang akan berkunjung lagi ke tempat wisata mangrove ini. Ketiga, memberikan promosi baik lewat internet maupun media lainnya untuk menarik minat wisatawan berwisata mangrove. Dari hasil kuisioner yang didapat dari pengunjung, masih banyak yang belum tahu adanya tempat wisata mangrove, masih

b. Kelemahan (Weakness) 1. Rendahnya pemahaman masyarakat dan pengunjung tentang sumberdaya dan ekosistem mangrove dan juga ekowisata. 2. Kurangnya dukungan dari pemerintah desa setempat. 3. Kurangnya informasi/promosi tentang adanya wisata mangrove di desa Lubuk Kertang. 2. Faktor-Faktor Eksternal (EFAS) a. Peluang (Opportunities) 1. Tingginya minat wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata mangrove. 2. Lokasi tempat wisata yang strategis. 3. Menghasilkan produk unggulan hasil dari sumberdaya mangrove dan satu – satunya di Sumatera Utara. b. Ancaman (Threats) 1. Persaingan dengan obyek wisata yang lain. 2. Dampak negatif dari aktifitas wisata (sampah, potensi buangan limbah, kegiatan yang merusak ekosistem mangrove, dll). 3. Konflik kepentingan. Matriks SWOT Alternatif Strategi Berdasarkan analisis yang mempertimbangkan kepentingan faktor-faktor eksternal dan internal serta keterkaitan antar faktor-faktornya (analisis SWOT) maka diperoleh alternatif strategi kegiatan ekowisata mangrove di sekitar kawasan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang sebagai berikut: 1. Meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata 2. Menjaga obyek wisata mangrovc dengan tetap memperhatikan daya dukung kawasan. 3. Memberikan promosi baik lewat internet maupun media lainnya untuk menarik minat wisatawan berwisata mangrove. 4. Meningkatkan dan mempromosikan usaha hasil pengolahan produk dari mangrove kepada wisatawan. 5. Memberikan pendidikan lingkungan/konservasi kepada setiap wisatawan dengan cara menjaga kebersihan di tempat wisata, dll. 6. Meningkatnya partisipasi dari pemerintah setempat dalam penyelesaian konflik kepentingan yang terjadi antara kelompok masyarakat pengelola dengan beberapa masyarakat sekitar yang belum sadar akan

36

ABDIMAS TALENTA 1 (1) 2016: 31-38

http://jurnal.usu.ac.id/abdimas

Basyuni, M. et al. Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove …

banyak yang baru pertama kali untuk datang mengunjungi tempat wisata mangrove ini dan belum pernah mengetahui bahwa mangrove dapat diolah menjadi makanan dan minuman yang dapat dikonsumsi. Oleh karena itu, perlu dilakukan promosi baik melalui internet maupun pamplet di pinggir jalan besar menuju tempat wisata mangrove ini sehingga dapat menarik banyak wisatawan untuk mengunjugi dan melakukan wisata mangrove.

Kegiatan pengabdian ini dibiayai oleh Skim Pengabdian Berbasis Penelitian NonPNBP 2016 dari Universitas Sumatera Utara. 5. REFERENSI Bahar, A. 2004. Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove untuk Pengembangan Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Bato, M., Yulianda, F. dan Achmad Fahruddin. 2013. Kajian manfaat kawasan konservasi perairan bagi pengembangan ekowisata bahari, Studi kasus di kawasan konservasi perairan Nusa Penida, Bali. Depik 2 (2):104-113.ISSN 2089-7790. Bengen, G. dan L. Adrianto. 1998. Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove. Makalah Lokakarya Jaringan Kerja Pelestarian Mangrove. Bogor: PKSPL. Institut Pertanian Bogor. Bogor. hal 21. Bengen, D. G. 2001. Ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut serta pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan. Prosiding pelatihan pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Bogor, 29 Oktober – 3 November 2001. Bengen, D. G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dahuri, R. 1996. Pengembangan Rencana Pengelolaan Pemanfaatan Berganda Hutan Mangrove di Sumatera. PPLH. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Dedi, S. 2007. Ekofisiologi dan Zonasi. http://web.ipb.ac.id. Diakses pada tanggal 13 Mei 2014. FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980– 2005. Forest Resources Assessment Working Paper No. 153. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome. Honey, M. 1999. Ecotourism and Sustainable Development. Who owns Paradise? Island Press. Washington D.C. Mangindaan, P., Wantesan, A., Stephanus V. dan Mandagi. 2012. Analisis potensi sumberdaya mangrove di Desa Sarawet, Sulawesi Utara, sebagai kawasan ekowisata. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis VIII (2): 44-51.

4. KESIMPULAN Kesimpulan Kondisi kawasan dari hasil pengamatan mangrove di 3 stasiun diperoleh 10 jenis mangrove yang terdiri dari Api-api (Avicennia lanata), Mata Buaya (Bruguiera sexangula), Perepat (Sonneratia caseolaris), Cingam (Scyphiphora hydrophyllacea), Tengar (Ceriops tagal), Teruntum (Lumnitzera racemosa), Bakau Minyak (Rhizophora apiculata), Nyirih (Xylocarpus granatum), Buta-buta (Excoecaria agallocha), Jeruju (Acanthus ilicifolius). Potensi wisata di kawasan ekosistem mangrove di Desa Lubuk Kertang, Dusun Paluh Tabuhan adalah menghasilkan produk unggulan hasil dari sumberdaya mangrove dan satu – satunya di Langkat dan bahkan mengimbangi ekowisata mangrove di Lubuk Kertang, serta keberadaan kelompok tani Bakau Mas dan Tani Abadi Mangrove sebagai pengelola sumberdaya mangrove di kawasan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang Dusun Paluh Tabuhan. Strategi alternatif pengelolaan ekowisata mangrove yang diprioritaskan di kawasan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang adalah meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata, menjaga obyek wisata mangrove dengan tetap memperhatikan daya dukung kawasan dan memberikan promosi baik lewat internet maupun media lainnya untuk menarik minat wisatawan berwisata mangrove.

Saran Perlu diadakannya pengabdian lebih lanjut tentang wisata mangrove baik dari analisa keanekaragaman biota maupun kerusakan mangrove lebih lanjut di kawasan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang. Perlu diadakan analisa vegetasi lebih lanjut secara keseluruhan di kawasan ekosistem mangrove di Desa Lubuk Kertang. UCAPAN TERIMA KASIH

37

ABDIMAS TALENTA 1 (1) 2016: 31-38

http://jurnal.usu.ac.id/abdimas

Basyuni, M. et al. Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove …

Muhaerin, M. 2008. Kajian Sumberdaya Ekosistem Mangrove Untuk Pengelolaan Ekowisata di Estuari Perancak, Jembrana, Bali. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mukaryanti dan Saraswati A., 2005. Pengembangan ekowisata sebagai pendekatan pengelolaan sumberdaya pesisir berkelanjutan. Kasus Desa Blendung - Kabupaten Pemalang. Jurnal Teknik Lingkungan P3TL-BPPT 6 (2): 391 - 396. Muttaqin, T., Purwanto, R.H., dan Siti N.R., 2011. Kajian potensi dan strategi pengembangan ekowisata di cagar alam Pulau Sempu Kabupaten Malang Provinsi Jawa timur. GAMMA 6 (2):152-161. Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Noor, Y.R., Khazali, M., dan Suryadiputra, I.N.N., 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia.Wetlans International Indonesia Programme. Bogor. Nugrahanti, I. M. dan Ardi, M.T. 2012. Pengembangan permukiman nelayan berbasis ekowisata di Pantai Timur Surabaya. Jurnal Teknik Pomits 1 (1): 1-5. Rangkuti, F. 2003. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis-Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21. Cetakan ke 10. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Rumapea, M. 2005. Pengaruh keberadaan hutan bakau (mangrove) terhadap usaha produksi arang dan perekonomian daerah di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Wahana Hijau 1 (2):60-68. Satria, D. 2009. Strategi pengembangan ekowisata berbasis ekonomi lokal dalam rangka program pengentasan kemiskinan di wilayah Kabupaten Malang. Journal of

Indonesian Applied Economics 3(1):37-47. Sawitri, R., Bismark, M. dan Endang K. 2013. Ekosistem mangrove sebagaiobyek wisata alam di kawasan konservasi mangrove dan Bekantan di Kota Tarakan. Jurnal Pengabdian Hutan dan Konservasi Alam 10 (3):297-314. Setiawan, 2007. Penentuan Ukuran Sampel Memakai Rumus Slovin dan Tabel Krejcie-morgan: Telaah Konsep dan Aplikasinya. Skripsi. Universitas Padjajaran. Bandung. Simanjuntak, Y. M. N. 2009. Analisis Nilai Ekonomi dan Sosial EkowisataTangkahan (Studi Kasus di Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Supardjo, M. N. 2008. Identifikasi Mangrove di Segoro Anak Selatan, Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi, Jawa Timur. Jurnal Saintek Perikanan 3 (2):9-15. Suratmo, G. 1990. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. The Ecoutorism Society. 1999. Ekotourisme. Petunjuk untuk Perencana dan Pengelola. Megan Epplerwood (USAID). Jakarta. Wiharyanto, D. dan Asbar L. 2010. Kajian pengelolaan hutan mangrove dikawasan konservasi Desa Mamburungan Kota Tarakan Kalimantan Timur. Media Sains 2(1): 10-17. Wijayanti, T., 2011. Konservasi hutan mangrove sebagai wisata pendidikan. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan 1:15 25. Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah Seminar Sains 21 Februari 2007. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK. IPB.

38