eJournal Administrative Reform, 2017, 5 (1): 133-145 ISSN 2338-7637, ar.mian.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2017
IMPLEMENTASI PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG SURVEYOR BERLISENSI DALAM PENINGKATAN PELAYANAN PENGUKURAN DAN PEMETAAN PADA KANTOR PERTANAHAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Agus Indra Gunawan1, A. Margono2, Iman Surya3. Abstrak Permasalahan yang dirumuskan dalam penulisan ini adalah bagaimana implementasi peraturan kepala BPN RI Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Suveyor Berlisensi Dalam Upaya Peningkatan pengukuran dan pemetaan Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara dan Faktor-faktor apakah yang mendukung dan menghambat implementasi peraturan kepala BPN RI Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Suveyor Berlisensi Dalam Peningkatan pengukuran dan pemetaan Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Nomor 9 tahun 2013 tentang Suveyor Berlisensi dalam upaya peningkatan pelayanan pengukuran dan pemetaan tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara, meliputi beberapa aspek, seperti komunikasi, sumber daya manusia,disposisi dan karakteristik agen pelaksana. Keempat aspek tersebut terlaksana dengan baik dalam rangka Peningkatan Pengukuran dan Pemetaan Pada Kantor Pertanahan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Adapun faktor Penghambat Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara dalam melaksanakan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2013 Tentang Surveyor Berlisensi, antara lain adalah belum adanya regulasi mengenai penempatan wilayah kerja dan belum adanya kontrak kerja sehingga kalau ada tawaran dengan gaji yang lebih besar kemungkinan akan pindah. Faktor pendukung pihak surveyor yang ditujuk Kantor pertanahan memiliki kualifikasi keilmuan yang sesuai dengan tugasnya, serta sarana prasarana untuk pengukuran dan pemetaan tersedia di Badan Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kata Kunci: Implementasi, peraturan, pengukuran dan pemetaan, surveyor berlisensi Abstract The problems outlined in this paper is how the implementation of regulations head BPN No. 9 Year 2013 On Suveyor Licensed in the effort of measuring and mapping In the District Land Office aquatic mammal What factors 1. 2. 3.
Mahasiswa Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fisip UNMUL - Samarinda Dosen Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fisip UNMUL – Samarinda. Dosen Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fisip UNMUL – Samarinda.
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 1, 2017: 133-145
that support and hinder the implementation of regulations head BPN No. 9 Year 2013 About Suveyor Licensed in the effort of measuring and mapping on Land Office Regency. The results showed that the application of the rules the National Land Agency (BPN) No. 9 of 2013 concerning Suveyor Licensed in an effort to improve service measurement and mapping of land at the Land Office Regency, covering several aspects, such as communication, human resources, attitude, characteristics of the implementing agencies . The fourth aspect of performing well in order Improved Measurement and Mapping In the Land Office in Regency. Factors Inhibiting Land Office Kutai regency in implementing the Regulation of the National Land Agency of the Republic of Indonesia Number 9 of 2013 About Surveyor Licensed, among others, is the lack of regulation regarding the placement of the working area and the absence of employment contracts so that if there is an offer with a salary greater possibility will be moved. Factors supporting the surveyor who ditujuk Office has qualified scientific land in accordance with their duties, as well as infrastructure for measuring and mapping are available at the Land Board Regency. Keywords: Implementation, regulation, measurement and mapping, a licensed surveyor Pendahuluan Undang Undang Dasar Tahun 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dasar yang kokoh bagi pelaksanaan pembangunan pertanahan guna terwujudnya tujuan pembinaan hukum pertanahan nasional dan penyelenggaraan administrasi pertanahan guna terwujudnya tujuan pembangunan telah diletakkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang selanjutnya dikenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Dalam Pasal 2 UUPA menjelaskan bahwa bumi (tanah), air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang terdapat di wilayah Republik Indonesia, bukan merupakan milik negara akan tetapi pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara. Dalam hal peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan tersebut memerlukan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, yang pelaksanaannya diselenggarakan melalui pendaftaran tanah yang menurut UUPA ditugaskan kepada Pemerintah sebagai sarana dalam memberikan jaminan kepastian hukum yang dimaksud. Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut ditunjuk oleh pemerintah yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang merupakan lembaga pemerintah non departemen untuk melaksanakannya dengan dasar Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Seiring dengan telah ditetapkannya pembentukan Kementerian Kabinet Kerja periode 134
Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional.... (Agus Indra Gunawan)
tahun 2014-2019 dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, BPN ditingkatkan kewenangannya menjadi Kementerian Agraria dan Tata Ruang berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 yang dikepalai oleh seorang Menteri yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden sekaligus merangkap sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015. Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan, untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar, dan untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Pemegang hak atas tanah yang dimaksud diatas, kepadanya diberikan Sertipikat sebagai tanda bukti Hak Atas Tanah. Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum atas bidang tanah yang akan didaftar maupun yang telah terdaftar salah satunya diberikan melalui kepastian letak yang menunjukkan kepastian obyek bidang tanah terdaftar, termasuk dalam hubungannya mengenai subyek hak dan hubungan hukum antara subyek dan obyek hak. Untuk keperluan dimaksud dilakukan pengumpulan dan pengolahan data fisik melalui kegiatan pengukuran dan pemetaan, meliputi: pembuatan peta dasar pendaftaran, penetapan batas bidang-bidang tanah, pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran, pembuatan daftar tanah, pembuatan surat ukur. Pelaksanaannya di tingkat Kabupaten/Kota merupakan tugas, fungsi dan tanggung jawab Seksi Survei Pengukuran dan Pemetaan pada Kantor Pertanahan. Mengenai pengukuran dan pemetaannya dapat juga dilakukan oleh Direktorat Jenderal Infrastruktur Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dan atau Bidang Survei Pengukuran dan Pemetaan, Kanwil BPN Provinsi menurut kewenangannya berdasarkan luasan. Dalam pelaksanaan pengukuran dan pemetaan yang dibebankan sebagai tanggung jawab Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara sudah tentu membutuhkan sumberdaya tenaga pengukuran dan pemetaan yang memadai dalam jumlah (kuantitas) dan kemampuan teknis (kualitas). Saat ini hanya tersedia 2 orang petugas ukur. Jumlah volume permohonan yang masuk untuk tahun ini terhitung sampai dengan bulan Desember 2016 adalah sebanyak 3131 permohonan (Data berdasarkan Daftar Isian 302 Tahun 2016). Berikut disajikan rekapitulasi jumlah permohonan pengukuran dan pemetaan 3 (tiga) tahun terakhir yang merupakan target pekerjaan seksi survei pengukuran dan pemetaan, kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara. 135
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 1, 2017: 133-145
No 1 2 3
Tabel Jumlah Permohonan Pengukuran dan Pemetaan Tahun Jumlah Pemohon (bidang) 2014 3016 2015 3386 2016 3131
Sumber Data: BPN Kab. Kutai Kartanegara, 2016
Dari tabel yang ada diatas terlihat bahwa volume pekerjaan pada seksi pengukuran dan pemetaan Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara tidak sebanding dengan jumlah pegawai yang ada. Untuk tahun 2014, beban pekerjaan petugas ukur adalah sebanyak 3016 pertahun atau tiap petugas ukur dibebani pekerjaan 6 bidang tanah perhari. Sedangkan untuk tahun 2015, beban pekerjaan petugas ukur adalah sebanyak 3386 pertahun atau tiap petugas ukur dibebani pekerjaan 7 bidang tanah perhari, dan untuk tahun 2016 beban pekerjaan petugas ukur adalah sebanyak 3131 pertahun atau tiap petugas ukur dibebani pekerjaan 6 bidang tanahperhari. Hal ini tentunya menimbulkan tunggakan tiap akhir tahun Anggaran dan menjadi beban pengukuran dan pemetaan di Tahun Anggaran berjalan. Kondisi tersebut diatas yang menjadikan pelayanan pengukuran dan pemetaan menjadi kurang memuaskan terhadap pelayanan masyarakat, terutama dalam pelayanan pengukuran dan pemetaan bagi masyarakat dalam mendapatkan sertifikat hak atas tanahnya sebagai tanda bukti bahwa bidang tanahnya telah terdaftar untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum atas bidang tanah yang dimilikinya. Untuk itu diperlukan adanya penambahan petugas ukur dalam rangka pelayanan masayarakat untuk kegiatan pengukuran dan pemetaan di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara. Penambahan petugas ukur melalui penerimaan pegawai Aparatur Sipil Negara untuk saat ini tidak memungkinkan bagi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN karena adanya moratorium penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 02/SPB/M.PANRB/8/2011, Menteri Dalam Negeri Nomor800-632 Tahun 2011, dan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2011 tentang PenundaanSementara Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil yang berlaku hingga saat ini. Untuk mengatasi kurangnya jumlah petugas ukur yang ada di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2013 tentang Surveyor berlisensi untuk memenuhi keterbatasan jumlah petugas pengukuran dan pemetaan yang ada saat ini melalui pemanfaatan semua potensi tenaga pengukuran non pemerintah yang ada di masyarakat dalam rangka Percepatan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia. Dengan terbitnya kebijakan ini diharapkan adanya peningkatan jumlah petugas ukur yang ada dibarengi dengan kualitas di 136
Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional.... (Agus Indra Gunawan)
lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara sehingga dapat melayani masyarakat secara baik dalam hal pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang diajukan untuk mendapatkan sertifikat. Perkembangan zaman yang semakin pesat mengakibatkan tuntutan pemenuhan berbagai kebutuhan masyarakat menjadi semakin meningkat, terutama kepada institusi birokrasi. Keluhan masyarakat terhadap kurangnya kualitas pelayanan merupakan salah satu indikator yang menunjukkan belum memadainya pelayanan yang diberikan oleh aparatur birokrasi. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat tersebut merupakan tantangan bagi birokrasi untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik serta untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Untuk itu, institusi birokrasi perlu menerapkan strategi peningkatan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang menghendaki kualitas pelayanan. Keterbatasan petugas pengukuran dan pemetaan akan berpengaruh banyak terhadap pelaksanaan dan peneyelesaian pekerjaan dimaksud. Hal ini tentunya akan menjadi keluhan masyarakat dalam pelayanan pertanahan akibat lamanya pembuatan sertifikat tanah di Kantor Pertanahan Kabupten Kutai Kartanegara pada khususnya. Proses pembuatan sertifikat yang membutuhkan waktu yang lama, dan ketidakpastian kapan sertifikatnya selesai. Dalam upaya memperjelas hak dan kewajiban tiap warga negara dalam pelayanan publik, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik agar terwujud tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah perlu mempertegas norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas. Dalam ketentuannya peraturan ini mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh perlindungan dan kepastian hukum dalam pelayanan publik. BPN RI sebagai institusi pelaksana pelayanan pertanahan di Indonesia harus mampu mengimbangi dinamika yang terjadi dalam masyarakat sebagai pengguna layanannya. Disamping itu, sudah menjadi tuntutan BPN RI untuk melakukan perbaikan pelayanan pertanahan guna merespon keinginan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut Badan Pertanahan Nasional RI dalam rangka meningkatkan standar pelayanan melalui Kepala BPN RI mengeluarkan peraturan Kepala BPN RI Nomor 9 Tahun 2013 mengenai Surveyor berlisensi yang bertujuan dalam rangka peningkatan pelayanan pada Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara, mengingat luas wilayah dan potensi geografis daerahnya. Peraturan Kepala BPN Nomor 9 tahun 2013 merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Dalam pelaksanaan jenisjenis pelayanan pertanahan harus berpedoman kepada satu aturan baku yaitu standar prosedur pelayanan pertanahan, mulai dari kelengkapan berkas sampai dengan proses pelaksanaan layanan harus berpegang kepada mekanisme dalam standar pelayanan pertanahan. BPN adalah lembaga yang memiliki kewajiban 137
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 1, 2017: 133-145
untuk memberikan layanan publik di bidang pertanahan, sesuai dengan amanat UUPA. Setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria. Kebijakan dan Implementasi Kebijakan Menurut Budi Winarno (2007 : 15), istilah kebijakan (policy term) mungkin digunakan secara luas seperti pada “kebijakan luar negeri Indonesia”, “kebijakan ekonomi Jepang”, dan atau mungkin juga dipakai untuk menjadi sesuatu yang lebih khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang debirokartisasi dan deregulasi. Namun baik Solihin Abdul Wahab maupun Budi Winarno sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaanya sering dipertukarkan dengan istilah lain seperti tujuan (goals) program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan grand design (Suharno :2009 : 11). Irfan Islamy sebagaimana dikutip Suandi (2010: 12) kebijakan harus dibedakan dengan kebijaksanaan. Policy diterjemahkan dengan kebijakan yang berbeda artinya dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan memerlukan pertimbangan pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada didalamnya. James E Anderson sebagaimana dikutip Islamy (2009: 17) mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “ a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern” (Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu). Implementasi kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Riant Nugroho bahwa implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuan, tidak lebih dan tidak kurang. Tujuan kebijakan adalah melakukan intervensi terhadap permasalahan publik dan implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan intervensi itu sendiri. Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi, maka tidak akan banyak berarti. Berikut disampaikan beberapa pengertian implementasi menurut para ahli. Menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier (1983; 61) sebagaimana yang dikutip dalam buku Leo Agustino (2006;139), yaitu : “Pelaksanaan (implementasi) kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintahperintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin dibatasi, menyebutkan secara tegas tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”. Implementasi kebijakan dalam pemerintah yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik 138
Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional.... (Agus Indra Gunawan)
bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi dari sisi lain merupakan fenomena yang kompleks, munkin dapat dipahami sebagai proses, keluaran (out put) maupun sebagai hasil. Sementara itu menurut pendapat Van Mater dan Van Horen dalam Winarno (2005), proses implementasi sebagai “those actions by public or private individuals (orgroups) that are directed at the achievement of objectives set forthe in prior decisions” (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individuindividu/pejabat-pejabat/ kelompok - kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan –tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan), grindle dalam abdul Wahab (2005), implementasi kebijakan (policy implementation) merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan. Implementasi bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saran-saran birokrasi, melalui lebih dari itu, termasuk masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jau lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. Pengukuran dan pemetaan Pengukuran dan pemetaan adalah program prioritas dari BPN yang merupakan kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa keadilan yang diperlukan dalam memperoleh sertifikat. Hal ini dibangun dan dikembangkan untuk menjalankan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945, Undang-Undang Pokok Agraria, serta seluruh peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan dan keagrariaan. Pengukuran dan pemetaan tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Surveyor Berlisensi dalam Peningkatan Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Pada Kantor Pertanahan di Kabupaten Kutai Kartanegara Komunikasi Dalam rangka melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Kantor Pertanahan Nasional di Kabupaten Kutai Kartanegara komunikasi dalam rangka koordinasi, pembinaan, dan pengawasan terhadap pengukuran, dan pemetaan; hak tanah dan pendaftaran tanah; pengaturan dan penataan pertanahan; pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat; serta pengkajian dan penanganan sengketa dan 139
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 1, 2017: 133-145
konflik pertanahan. Dalam rangka implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Nomor 9 tahun 2013 tentang surveyor berlisensi, Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara melaksanakan koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait lingkup pengukuran dan pemetaan; serta melaksanakan komunikasi yang baik dalam rangka pengawasan dan pengendalian lingkup pengukuran dan pemetaan. Selain dari itu juga melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup pengukuran dan pemetaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Sumberdaya Manusia Sikap penerimaan atau penolakan dari pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan diimplementasikan adalah kebijakan “dari atas” (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu) menyentuh kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang dihadapi termasuk dalam hal pengukuran dan pemetaan tanah yang diajukan oleh masyarakat. Peningkatan pelayanan publik khususnya pada pengukuran dan pemetaan untuk pensertipikatan tanah, Badan Pertanahan perlu melakukan pemikiran dan penataan ulang sumberdaya manusia yang ada dalam tubuh Kantor Pertanahan khsusnya di Kabupaten Kutai Kartanegara. Dengan melaksanakan pelayanan publik yang baik akan menimbulkan dampak yang positif bagi masyarakat, maka diperlukan kualitas pelayanan sumberdaya aparatur yang profesional, dimana pada aspek perilaku peraturan tentang penyiapan sumberdaya aparatur yang profesional perlu semangat yang akan menjadi akuntabilitas mereka. “Dengan pelayanan yang baik dan memuaskan akan berdampak positif pada masyarakat antara lain masyarakat menghargai pada korps pegawai, masyarakat patuh pada peraturan layanan, masyarakat pada korp pegawai, ada kegairahan usaha dalam masyarakat, ada peningkatan dan pengembangan dalam masyarakat menuju segera tercapainya masyarakat adil dan makmur berlandaskan Pancasila” (Moenir, 2002:47). Karakteristik Pelaksana Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Karakteristik Pelaksana adalah suatu prosedur atau pola yang mengatur jalannya pekerjaan didalam pelaksanaan suatu program. Adapun karakteristik pelaksana yang dimaksud adalah adanya prosedur yang mengatur tata aliran pekerjaan dan pelaksanaan suatu program. Selain itu kadangkala dalam pelaksanaan suatu program terdapat penyebaran tanggung jawab diantara beberapa unit pelaksana, sehingga dalam pelaksanaannya dibutuhkan adanya koordinasi.
140
Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional.... (Agus Indra Gunawan)
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang demokratis dan persuasif. Struktur dari sebuah birokrasi adalah karakteristik, norma-norma dan polapola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Kebijakan yang kompleks membutuhkan kerjasama banyak orang. Unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam implementasi kebijakan diantaranya tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan-keputusan sub unit dan proses-proses dalam badan pelaksana. Karakteristik badan pelaksana Implementasi pelaksanaan pelayanan pertimbangan teknis dalam ini jajaran Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia mempunyai struktur birokrasi, karakteristik-karakteristik, norma-norma dan koordinasi yang baik, potensial serta nyata dalam menjalankan kebijakan pelaksanaan pelayanan pertimbangan teknis, khususnya di Kantor Pertanahan Kabupaten Kabupaten Kutai Kartanegara. Pendekatan dalam implementasi kebijakan pelaksanaan pelayanan pengukuran pemetaan adalah pendekatan secara top-down, yaitu pendekatan secara satu pihak dari atas ke bawah. Dalam proses implementasi peranan pemerintah sangat besar. Pada pendekatan ini asumsi yang terjadi adalah para pembuat keputusan merupakan aktor kunci dalam keberhasilan implementasi, sedangkan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses implementasi dianggap menghambat. Ini menjadikan para pembuat keputusan meremehkan inisiatif strategi yang berasal dari level birokrasi rendah maupun subsistem-subsistem kebijaksanaan yang lain. Pencapaian hasil dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan tidak terlepas dari karakteristik badan-badan administratif pelaksana yang sangat berkaitan dengan struktur organisasi yang diartikan sebagai susunan komponen (unit-unit) kerja dalam organisasi yang menunjukkan adanya pembagian kerja, serta adanya kejelasan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan yang berbeda-beda diintegrasikan atau dikoordinasikan. Selain itu struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan. Karakteristik pelaksana memiliki pengaruh yang paling menentukan terhadap implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu sendiri. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah dibuat Standard Operating Procedures (SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan. Aspek kedua adalah struktur birokrasi, struktur birokrasi 141
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 1, 2017: 133-145
yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel. Struktur birokrasi sebagai pelaksana suatu kebijakan juga merupakan bagian yang memegang peran penting dalam pelaksanaan kebijakan. Struktur birokrasi menggambarkan garis komando, arah hubungan serta pola koordinasi antar unit kerja dalam sebuah organisasi. Aspek penting dalam struktur birokrasi adalah adanya Standard Operating Procedures (SOP) atau prosedur standar pelaksanaan dan fragmentasi atau pola hubungan kerja antar bagian dalam organisasi. Ketersediaan aturan yang jelas mengenai wewenang dan tanggungjawab masing-masing pelaksana kebijakan. Pelaksana kebijakan mungkin telah mengetahui apa yang harus dilakukan dan telah memiliki keinginan yang kuat dan sumber daya yang mencukupi, namun mereka masih akan terhalang dalam mengimplementasikan kebijakan oleh struktur organisasi dimana mereka bekerja. Struktur organisasi menentukan tingkat keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Struktur organisasi yang kompleks akan menyulitkan koordinasi antar anggota organisasi tersebut. Menurut Agustino (2014; 143) pusat perhatian pada agen pelaksanaan meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan. Dari hasil observasi dapat diketahui bahwa tingkat efektifitas struktur birokrasi dalam implementasi pelaksanaan pelayanan pengukuran dan pemetaan tanah yang diajukan oleh masyarakat di Kabupaten Kutai Kartanegara sudah berjalan dengan baik. Ini berarti ide atau masukan terhadap evaluasi strategi yang diberikan atau diaspirasikan oleh pegawai atau staf terkadang sudah dapat diimplementasikan dan dilakukan secara maksimal. BPN Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai sebuah kantor pelayanan publik berusaha untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Usaha untuk meningkatkan pelayanan dengan cara mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan programprogram pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Isu mengenai layanan cenderung semakin menjadi penting dalam pelayanan, menjelaskan kinerja organisasi pelayaan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. dalam rangka pelayanan pengukuran dan 142
Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional.... (Agus Indra Gunawan)
pemetaan tanah, Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara sudah melakukan berbagai upaya terkait target dalam pelayanan untuk mengoptimalkan kedisplinan pegawai dengan standarisasi SDM serta menunjuk pihak ketiga yang memiliki lisensi dalam pengukuran dan pemetaan. Dalam operasionalnya Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Kutai Kartanegara juga harus mampu menanggapi keluhan, tuntutan, kebutuhan masyarakat sehingga penanganan permasalahan dalam pengukuran dan pemetaan atas tanah dapat berjalan sebagaimana yang telah direncanakan sehingga masyarakat tidak menemui kendala dalam pengukuran dan pemetaan hak atas tanah mereka. Faktor Penghambat Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara dalam melaksanakan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2013 Tentang Surveyor Berlisensi Dalam Peningkatan Pengukuran dan Pemetaan Pada Kantor Badan Pertanahan di Kabupaten Kutai Kartanegara, dapat disimpulkan: 1. Belum adanya regulasi dari Badan Pertanahan Nasional mengenai penempatan wilayah kerja surveyor berlisensi. 2. Belum adanya kontrak kerja mengenai masa kerja sehingga kalau ada tawaran dari pihak lain dengan gaji yang tinggi ada kemungkinan pindah kerja. 3. Ketidaksesuaian penempatan dengan latar belakang pendidikan, akan berdampak pada kegiatan pelayanan. Faktor Pendukung Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara dalam melaksanakan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2013 adalah Pertama, Tenaga dari Kantor Pertanahan yang memiliki kualifikasi keilmuan, serta sarana prasarana serta alat untuk pengukuran dan pemetaan tersedia di Badan Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kegiatan penyuluhan pertanahan, dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara yang secara langsung dilayani oleh Petugas dari Kantor Pertanahan. Kedua, terdapat website BPN di www.Badan Pertanahan Nasional.co.id yang dapat di gunakan untuk complain terhadap Pejabat BPN yang berani menarik pungutan liar diluar Pendapatan negara bukan pajak dan biaya layanan yang ditetapkan oleh peraturan BPN lain. Upaya BPN Untuk Meningkatkan Pelayanan Pertanahan, antara lain adalah perbaikan lingkungan kerja dengan mengfungsikan loket pelayanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BPN RI nomor 3 tahun 2010, perbaikan Sistem Administrasi, dangan cara peraturan tersebut harus dijabarkan sesuai dengan kondisi Kantor Pertanahan. Perbaikan Sikap Petugas Layanan, dengan menerapkan prinsip pelayanan first in first out. Pencegahan Korupsi, upaya pencegahan korupsi yang paling sederhana adalah mengingatkan semua pelaksana tentang tindak pidana korupsi adalah dengan memasang poster.
143
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 1, 2017: 133-145
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana yang dikemukakan pada bab sebelumnya, maka penulis akan menarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1. Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Nomor 9 tahun 2013 tentang Suveyor Berlisensi dalam upaya peningkatan pelayanan pengukuran dan pemetaantanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara, meliputi beberapa aspek, yaitu : a. Komunikasi dalam implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Nomor 9 tahun 2013 tentang Suveyor Berlisensi di Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara sudah berjalan , Hal ini terlihat dari koordinasi dan pengawasan yang dilakukan terhadap pihak suveyor. b. Sumberdaya manusia yang terampil merupakan hal yang sangat penting agar pelaksanaan program lebih efisien dan efektif dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Hambatan yang dihadapi bukan karena jumlah pelaksana yang tidak memadai, tetapi lebih pada kurangnya kualitas sumber daya manusia sebagai pelaksana. c. Disposisi dalam implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Nomor 9 tahun 2013 tentang Suveyor Berlisensi di Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara sudah berjalan dengan pendelegasian pekerjaan dari kepala seksi survei pengukuran dan pemetaan kepada surveyor berlisensi. d. Karakteristik agen pelaksana dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara dalam Implementasi kebijakan agar mencapai keberhasilan maksimal harus diidentifikasikan dan diketahui yang mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, semua itu akan mempengaruhi implementasi suatu program kebijakan yang telah ditentukan. 2. Faktor Penghambat Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara dalam melaksanakan Peraturan Kepala Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2013 Tentang Surveyor Berlisensi, dikarenakan belum adanya regulasi dari BPN mengenai penempatan wilayah kerja bagi surveyor berlisensi sehingga bisa berpindah ketempat lain dengan tawaran yang lebih (ex Perusahaan) disebabkan surveyor berliseni cendrung memilih tempat tugas dikota besar atau tempat lain yang gajinya lebih besar. 3. Faktor pendukung pihak surveyor yang ditujuk Kantor pertanahan memiliki kualifikasi keilmuan yang sesuai dengan tugasnya, serta sarana prasarana untuk pengukuran dan pemetaan tersedia di Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara dan koordinasi yang baik antara seksi survey dengan surveyor berlisensi.
144
Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional.... (Agus Indra Gunawan)
Saran-saran Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Untuk menjaga hubungan baik antara Kantor Pertanahan dengan pihak surveyor berlisensi hendaknya pimpinan menjalin komunikasi secara intensif dalam rangka membicarakan hal-hal terkait dengan pelaksanaan pengukuran dan pemetaan, sehingga kedepannya pelayanan pengukuran dan pemetaan berjalan dengan baik. 2. Kantor Pertanahan di Kabupaten Kutai Kartanegara sebaiknya selalu meningkatkan kinerjanya menjadi lebih baik lagi. Meskipun selama ini Kantor Pertanahan di Kabupaten Kutai Kartanegara sudah menanggapi dengan baik berbagai keluhan yang ada, diharapkan selanjutnya untuk berupaya lebih baik lagi agar dapat meminimalisir keluhan yang dialami pemohon. Perlu juga adanya rapat evaluasi kinerja yang intensif yang bertujuan mengevaluasi kinerja pegawai. 3. Hendaknya Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Timur menambah lagi surveyor berlisensi untuk memenuhi kuota agar dalam pengukuran dan pemetaan dapat teratasi. Daftar Pustaka Anonim. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 ______. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Dan Pengaturan Pertanahan ______.Peraturan Menteri pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 20 Tahun 2006, Tentang Penyusunan Standar Pelayanan Publik ______.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria ______.Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Badan Pertanahan Nasional. 2005. Buletin Pertanahan Nasional. Edisi ke II. Jakarta: Badan Pertanahan Nasional. Harsono, Boedi. 2005. Hukum Agraria Indonesia. Djambatan: Jakarta. Islamy, M. Irfan, 2008, Perinsip-Perinsip Perumusan Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta. Kurniawan, Agus. 2005. Trasformasi Pelayanan Publik. Pembaruan: Yogyakarta,. Moenir, A.S. 2005. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Bumi Aksara: Jakarta. Winarno, Budi. 2007. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Pressindo: Yogyakarta.
145