INDEKS PERSEPSI KORUPSI INDONESIA 2017 Survei Antara Pelaku Usaha di 12 Kota di Indonesia
Transparency International Indonesia Transparency International Indonesia (TII) merupakan salah satu chapter Transparency International, sebuah jaringan global NGO antikorupsi yang mempromosikan transparansi dan akuntabilitas kepada lembaga-lembaga negara, partai politik, bisnis, dan masyarakat sipil. Bersama lebih dari 100 chapter lainnya, TII berjuang membangun dunia yang bersih dari praktik dan dampak korupsi di seluruh dunia. TII berterima kasih kepada Ahsan Yunus, Andreas Pandiangan, Asrinaldi, Ben Satriatna, Doli Dalimunthe, Encep Endan, Hereyanto, Magdalena Wullur, Rusliansyah, Sigit Nugroho, Tini Anggraeni, dan Wisnu Wibowo atas perannya sebagai koordinator tim peneliti lokal; serta Bernadetta Widyastuti atas perannya sebagai analis data dan Alvin Nicola atas perannya sebagai asisten peneliti. Danish International Development Agency (DANIDA) telah memberikan dukungan berharga untuk terbitnya dokumen ini. Penulis Desain Layout
Wawan Suyatmiko, Sekar Ratnaningtyas Bagus Belo Prayogo
Penerbit Transparency International Indonesia Jl. Amil Raya No.5, RT.01 RW. 04, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta 12510 Telepon Email Website
021-2279 2806, 021-2279 2807
[email protected] http://ti.or.id/
© 2017 Transparency International Indonesia ISBN No. 978-602-72032-5-9 Segala upaya telah dilakukan untuk memastikan keakuratan informasi yang tersaji dalam dokumen ini. Setiap informasi adalah benar per November 2017. Namun demikian, Transparency International Indonesia tidak bertanggung jawab atas konsekuensi penggunaan informasi-informasi ini untuk kepentingan lain atau dalam konteks lain.
INDEKS PERSEPSI KORUPSI INDONESIA 2017
Pengantar
Dalam skor Corruption Perception Index (CPI) yang dirilis Transparency International menunjukkan Indonesia mengalami tren positif. Meski perlahan, peningkatan lima poin dalam rentang waktu lima tahun menunjukkan perlunya sebuah upaya yang lebih kuat lagi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Peningkatan skor CPI yang melambat dikarenakan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi selama ini hanya fokus pada sektor birokrasi saja. Reformasi birokrasi memang berkontribusi terhadap perbaikan integritas layanan publik dan menyumbang kenaikan skor CPI rata-rata 1 poin setiap tahun. Namun strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi di aras nasional masih belum memberikan porsi besar terhadap korupsi politik, korupsi hukum, dan korupsi bisnis. Pemerintah menetapkan indikator utama keberhasilan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) diukur menggunakan CPI dan National Integrity System (NIS). CPI dan NIS merupakan indikator global yang paling sering digunakan untuk menilai keberhasilan upaya pemberantasan korupsi di dunia. Pemberantasan dan pencegahan korupsi dinilai berhasil jika terjadi peningkatan skor pada Corruption Perception Index (CPI) dan National Integrity System (NIS). Kedua indikator tersebut mengukur indikator-indikator yang bersifat nasional. Dalam konteks desentralisasi/otonomi dan Stranas PPK, daerah memiliki kewenangan dan aksi yang bisa berbeda dengan nasional. Untuk itu, perlu menyediakan alat tera dampak implementasi aksi Stranas PPK untuk konteks daerah. Transparency International Indonesia (TI-I) sejak tahun 2004 telah melakukan penelitian dan merilis hasilnya sebagai Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Survei Persepsi Korupsi dilakukan dalam frekuensi dwi-tahunan. Pada tahun 2017 ini survei dilakukan di 12 (dua belas) kota di Indonesia. Tujuan TI-I mengadakan Survei Persepsi Korupsi di 12 kota guna memperoleh gambaran yang komprehensif atas persepsi pelaku usaha dan efektivitas pemberantasan korupsi di daerah yang dapat dibandingkan dengan hasil pada tahun-tahun sebelumnya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi para pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, untuk menera upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi kedepannya.
Dadang Trisasongko Sekretaris Jenderal
Daftar Isi
6
1 PENDAHULUAN
7
2 METODOLOGI
10
3 HASIL SURVEI
10 11 12 14 15 16 17 21 22
24 25 25
26 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50
3.1 Apakah itu Indeks Persepsi Korupsi/ IPK? 3.2 Bagaimana Nilai Indeks Persepsi Korupsi 12 kota 2017 dihitung? 3.3 Hasil Indeks Persepsi Korupsi 2017 3.4 Daya Saing Lokal 3.5 Kemudahan Berusaha 3.6 Integritas Bisnis 3.7 Integritas Layanan Publik 3.8 Sistem Integritas Lokal 3.9 Literasi UU Tipikor dan Stranas PPK
4 PENUTUP Kesimpulan Rekomendasi
LAMPIRAN Infografis Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017 Hasil Survei Persepsi 2017 Kota Jakarta Utara Hasil Survei Persepsi 2017 Kota Pontianak Hasil Survei Persepsi 2017 Kota Pekanbaru Hasil Survei Persepsi 2017 Kota Balikpapan Hasil Survei Persepsi 2017 Kota Banjarmasin Hasil Survei Persepsi 2017 Kota Padang Hasil Survei Persepsi 2017 Kota Manado Hasil Survei Persepsi 2017 Kota Surabaya Hasil Survei Persepsi 2017 Kota Semarang Hasil Survei Persepsi 2017 Kota Bandung Hasil Survei Persepsi 2017 Kota Makassar Hasil Survei Persepsi 2017 Kota Medan
1. Pendahuluan
Praktik korupsi telah terbukti menimbulkan kerugian di banyak bidang dan memperlambat proses pemulihan ekonomi di Indonesia, seperti dampak negatifnya terhadap perbaikan iklim usaha, kebiasaan masyarakat dalam berbisnis dan juga meningkatkan kemiskinan. Berbagai cara telah diusahakan oleh pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah untuk mengurangi praktik suap di kalangan pengusaha dan aparatur pemerintah. Permasalahannya seberapa efektif upaya pemberantasan korupsi khususnya di era otonomi daerah yang telah memberikan keleluasaan terhadap pemerintah daerah, untuk mengurangi praktik korupsi antara pengusaha dan pemerintah. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami kenaikan, meski tidak terlalu optimis. Hal ini terafirmasi dalam laporan Corruption Perception Index (CPI) yang tiap tahun dikeluarkan oleh Transparency International. Pada tahun 2016, menurut Transparency International, Indonesia mendapatkan skor 37 pada rentang 0-100 (0 berarti sangat korup dan 100 berarti sangat bersih). Indonesia menempati posisi 90 dari 176 negara yang disurvei. Respon Pemerintah Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi salah satunya adalah membuat sebuah peta jalan. Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, Presiden Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Stranas PPK Jangka Panjang 2012-2025 dan Stranas PPK Jangka Menengah tahun 2012-2014. Sebagai tindak lanjut atas rumusan strategi tersebut Pemerintah menyusun Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yang diimplementasikan dan dievaluasi setiap tahun. Dalam rencana aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi (Renaksi PPK) tersebut Presiden secara tegas menginstruksikan kepada semua jajaran pemerintahan baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota) untuk mengimplementasikan Stranas PPK. Indikator utama keberhasilan stranas PPK di tingkat nasional diukur menggunakan Corruption Perception Index (CPI) dan National Integrity System (NIS). Penggunaan CPI dan NIS sebagai indikator keberhasilan upaya pemberantasan korupsi dinilai tepat mengingat CPI dan NIS merupakan indikator global yang paling sering digunakan untuk menilai keberhasilan upaya pemberantasan korupsi di dunia. Pada tahun 2017 ini, Transparency International Indonesia kembali melakukan pengukuran Indeks Persepsi Korupsi pada skala nasional yang terdiri dari 12 Kota besar yang disurvei. Secara umum IPK Kota 2017 ini hendak melihat sejauh mana kualitas tata kelola institusi publik dalam memberikan pelayanan publik dan pengetahuannya terhadap risiko korupsi. Selain itu Survei IPK Kota 2017 ini juga bertujuan untuk mengumpulkan data antar waktu dan antar kota yang setidaknya menggambarkan tentang daya saing dan hambatan berusaha; potensi korupsi dan integritas pelayanan publik; potensi suap dan integritas sektor bisnis, penilaian sistem integritas lokal, dan penilaian kinerja perekonomian daerah.
6
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
2. Metodologi Survei Persepsi Korupsi 2017 dilakukan di 12 (dua belas) Kota di Indonesia. Dua belas kota tersebut adalah Kota Pekanbaru (1), Kota Semarang (2), Kota Banjarmasin (3), Kota Pontianak (4), Kota Makassar (5), Kota Manado (6), Kota Medan (7), Kota Padang (8),Kota Bandung (9), Kota Surabaya (10), Kota Jakarta Utara (11), dan Kota Balikpapan (12). Pemilihan 12 Kota survei didasari pertimbangan berikut: Pertama, provinsi dimana kota survei berada memiliki kontribusi terbesar dalam produk domestik bruto nasional. Kedua, kontribusinya produk domestik regional bruto provinsi dimana kota survei berada secara akumulatif mencapai hampir 70 persen produk domestik bruto nasional. Ketiga, 12 kota dipilih mempertimbangkan area persebaran kegiatan ekonomi sesuai metode zonasi atau kawasan. Yakni kawasan Indonesia bagian barat, tengah dan timur. Responden Survei Persepsi Korupsi 2017 adalah pengusaha dan pelaku usaha. Pengusaha dan pelaku usaha yang terpilih sebagai responden dalam survei ini adalah pengusaha dan pelaku usaha yang memiliki pengalaman berinteraksi dengan minimal satu jenis pelayanan publik pusat, vertikal, provinsi, kota, dan/ atau Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah dalam 12 (dua belas) bulan terakhir. Total sampel pengusaha dan pelaku usaha yang terlibat dalam survei ini sebanyak 1.200 responden. Sampel tersebar secara proporsional di 12 Kota tersebut. Alokasi sampel untuk masing-masing strata dilakukan menggunakan metode alokasi sama. Survei menggunakan margin of error sebesar 2,8%. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan stratified random sampling. Kerangka sampel pengusaha yang digunakan bersumber dari Direktori Sensus Ekonomi Nasional 2016, Direktori Survei IPK Kota 2015, dan Direktori Perusahaan di Dinas OPD (terutama Badan Penanaman Modal, Perizinan Terpadu Satu Pintu, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, atau yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya) di masing-masing Kota. Daerah pelaksanaan survei yang memiliki jumlah sampel kurang dari 100, maka kekurangan jumlah sampel dapat dipenuhi menggunakan metode snowball hingga jumlah minimal sampel terpenuhi. Dan jika daerah tersebut sudah maksimal dalam hal jumlah maka untuk memenuhi kuota 1.200 responden akan diambil dari sampel acak kota lainnya, sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan secara baku.
Transparency International Indonesia
Pengambilan data dilakukan oleh enumerator melalui metode wawancara tatap muka dengan pengusaha dengan panduan kuesioner survei. Kemudian enumerator melakukan proses pemasukan data dalam portal online. Pengumpulan data Survei Persepsi Korupsi 2017 dilakukan oleh Transparency International Indonesia dibantu oleh koordinator wilayah survei serentak di 12 (dua belas) kota di Indonesia pada medio Juni hingga Agustus 2017. Sebagai bagian dari proses validasi data survei, tim pemantau lapangan melakukan observasi lapangan dan melakukan audit terhadap 25% (dua puluh persen) data survei. Hasil observasi tim lapangan dan hasil audit survei menentukan kelanjutan proses pengolahan data.
Berdasarkan kuota yang ditetapkan untuk kota yang disurvei, maka diperoleh distribusi sampel dapat dilhat pada tabel berikut: KOTA
RESPONDEN
Balikpapan
105
Semarang
100
Pekanbaru
100
Banjarmasin
100
Pontianak
100
Makassar
102
Medan
100
Padang
107
Bandung
101
Manado
80
Surabaya
101
Jakarta Utara
104
TOTAL
1200
Tabel 1.
Jumlah Responden Survei Persepsi Korupsi 2017 di 12 Kota
7
Dalam teknik pengambilan sampel, perusahaan distratifikasi dalam tiga kategori. Perusahaan masuk dalam kategori kecil jika memiliki jumlah pekerja hingga kurang atau sama dengan 49 pekerja, perusahaan masuk dalam kategori menengah jika memiliki jumlah pekerja antara 50 hingga 99 pekerja, dan perusahaan masuk dalam kategori besar jika memiliki jumlah pekerja di atas 100 pekerja.
Berikut adalah persentase kategori menurut skala usaha dalam Survei Persepsi Korupsi 2017
Grafik 2.
Persentase Sektor Industri
30%
26%
26%
15%
3% Manufaktur
Jasa
Perdagangan
Konstruksi
Keuangan
Dalam Survei Persepsi Korupsi 2017 perusahaan yang disurvei dibedakan dalam lima sektor industri utama. Berdasarkan sektor industri, persentase industri manufaktur ada 30%. Kemudian sektor Jasa dan Perdagangan terdapat 26%. Sektor Konstruksi sebesar 15% dan terakhir adalah sektor Keuangan dengan persentase sebesar 3%.
● 41%
Perusahaan Kecil
● 29%
Perusahaan Menengah
● 30%
Perusahaan Besar
8
Grafik 1.
Persentase Skala Perusahaan
Pada Survei Persepsi Korupsi 2017 ini proporsi perusahaan berdasarkan klasifikasi bisa dikatakan dalam proporsi yang berimbang dimana 30% terdiri atas perusahaan skala besar, 29% perusahaan skala menengah dan 41% perusahaan skala kecil.
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
Grafik 3.
Grafik 4.
Status Badan Usaha
Perusahaan Berdasarkan Komposisi Modal
63.3%
93.0%
15.9%
15.7%
5.1%
PT
Perseroan
CV
UD
Swasta Murni
Menurut jenis badan hukum, perusahaan pada Survei Persepsi Korupsi 2017 dengan status badan usaha “Perseroan Terbatas” mendominasi sebagai responden survei, dengan persentase sebesar 63.3%. Untuk perusahaan dengan kepemilikan “Perseorangan” dan bentuk “CV” terdapat 15.9 dan 15.7%. Sedangkan perusahaan dengan bentuk “UD” terdapat 5.1%.
● 60.1%
Lebih dari 35 tahun
● 39.9%
Kurang dari 35 tahun
Transparency International Indonesia
2.7%
2.0%
1.4%
0.9%
BUMN
Asing
Joint Venture
BUMD
Pada Survei Persepsi Korupsi 2017 ini proporsi perusahaan berdasarkan komposisi modal didominasi dengan kepemilikan modal swasta murni dengan persentase 93.0%. Sedangkan pada skala minor terdapat BUMN, PMA, Joint Venture dan BUMD.
Grafik 5.
Pelaku Usaha Berdasarkan Usia
Dalam Survei Persepsi Korupsi 2017 ini usia responden yang berhasil diwawancara sebanyak 60.1% berusia lebih dari 35 tahun dan 39.9% berusia kurang dari 35 tahun.
9
3. Hasil Survei 3.1 APAKAH ITU INDEKS PERSEPSI KORUPSI/ IPK? Indeks Persepsi Korupsi (IPK) merefleksikan pandangan pelaku usaha dari kota-kota tersurvei. Indeks dibentuk dari hubungan perusahaan (pelaku usaha) dan pemerintah daerah dalam melakukan proses bisnis. Dalam hal ini nilai yang lebih tinggi merupakan indikator bahwa responden memberikan penilaian yang baik, sementara nilai rendah mengindikasikan bahwa responden menilai bahwa di daerahnya praktik korupsi masih tinggi. Dengan demikian, IPK merepresentasikan pemahaman masyarakat tentang tingkat korupsi dan komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi di daerahnya.
Beberapa konsep dan definisi terkait dengan Survei Persepsi Korupsi 2017 adalah sebagai berikut: 1 Korupsi adalah segala bentuk penyalahgunaan wewenang untuk memperoleh manfaat pribadi. Definisi korupsi dalam Survei Persepsi Korupsi 2017 mengacu pada dimensi-dimensi pengukuran korupsi yang ada dalam Corruption Perception Index (CPI). 2 Persepsi adalah penafsiran dan penilaian seseorang terhadap fenomena sosial tertentu. Persepsi tidak hanya dihasilkan melalui penilaian subjektif yang cenderung personal, namun dihasilkan melalui penilaian objektif yang bersumber dari pengalaman langsung atau tidak langsung, dan/atau pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. 3 Daya Saing Lokal adalah kemampuan daerah untuk meningkatkan kapasitas produksi atau pun meningkatkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat di daerah. Penilaian daya saing lokal ini ditujukan untuk menentukan keunggulan kompetitif suatu daerah dibandingkan dengan daerah lain.
10
4 Hambatan Berusaha adalah kekuatan yang dinilai menghambat kemampuan daerah untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Penilaian hambatan berusaha ini ditujukan untuk menilai faktor apa saja yang dinilai problematik saat menjalankan usaha di daerah. 5 Potensi Korupsi adalah kondisi yang memungkinkan tindak pidana korupsi terjadi. Dalam Survei Persepsi Korupsi 2017, potensi korupsi dapat terjadi akibat 5 hal: prevalensi korupsi tinggi, rendahnya akuntabilitas pendanaan publik, tingginya motivasi korupsi, meluasnya sektor terdampak korupsi, dan efektivitas program antikorupsi di daerah. 6 Prevalensi Korupsi adalah sebesar apa atau seberapa sering tindak pidana korupsi dalam bentuk suap-menyuap dan penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi terjadi di tingkat nasional atau lokal; dan/atau terjadi di kalangan pegawai nasional atau lokal. 7 Akuntabilitas Pendanaan Publik adalah mekanisme pertanggungjawaban atas penggunaan dana-dana publik. Seberapa jelas standar prosedur alokasi sumber daya publik, seberapa lazim alokasi non budgeter yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, apakah ada mekanisme rekrutmen pejabat publik yang tidak transparan, apakah ada lembaga pengawas internal yang mengaudit keuangan publik, dan apakah ada independensi pengadilan yang menindak pejabat korup. 8 Motivasi Korupsi adalah dorongan seorang pejabat publik melakukan praktik tindak pidana korupsi. Misalnya, apakah praktik pemberian perlakuan istimewa terjadi, apakah praktik korupsi untuk memberikan donasi politik berlebih, apakah praktik korupsi menciptakan dana off budget untuk partai politik terjadi, praktik korupsi untuk mengamankan proyek pemerintah terjadi, praktik korupsi akibat jual beli pengaruh.
9 Sektor Terdampak Korupsi adalah penilaian terhadap sektor publik apa saja terjerat kasus korupsi. Sektor publik yang dinilai meliputi sektor perizinan, pelayanan dasar, perpajakan, pengadaan, peradilan, kuota perdagangan, kepolisian, perkreditan, bea cukai, lembaga pemeriksa, militer, eksekutif, dan legislatif.
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
10 Efektivitas Program Antikorupsi adalah penilaian terhadap seberapa tingkat keberhasilan upaya pencegahan dan penegakan hukum terhadap pejabat korup terhadap penurunan risiko korupsi.
11 Integritas Publik adalah penilaian terhadap pengalaman interaksi pengusaha dengan praktik suap di lembaga publik baik di tingkat pusat, vertikal, provinsi, kota, ataupun BUMN/BUMD. Proses penilaian integritas publik dilengkapi dengan pengukuran tingkat kesesuaian prosedur layanan dan implementasi layanan, intensitas pelaporan kejadian maladministrasi, dan preferensi seseorang untuk melakukan penyuapan.
14 Risiko Suap Berdasar Lapangan Usaha adalah penilaian terhadap risiko kejadian suap yang dikategorisasikan berdasarkan jenis lapangan usaha yang aktif berusaha di kota tempat pelaksanaan survei. Jenis suap yang diidentifikasi dalam survei ini adalah jenis suap, gratifikasi, uang pelicin, donasi politik, dan suap antar sektor swasta. 15 Sistem Integritas Lokal adalah penilaian terhadap ekspektasi, kapasitas, peran, dan kualitas tata kelola masing-masing aktor kunci dalam pemberantasan korupsi di daerah yang dapat berkontribusi terhadap efektivitas pencegahan dan pemberantasan korupsi di daerah.
12 Potensi Suap adalah penilaian terhadap seberapa besar dampak suap terhadap praktik dari prinsip bisnis yang adil. Secara spesifik potensi pembayaran suap dalam survei ini diidentifikasi melalui seberapa besar persentase kompetisi bisnis yang dimenangkan melalui praktik suap menyuap. 13 Integritas Bisnis adalah penilaian terhadap infrastruktur pencegahan korupsi yang telah dikembangkan atau telah diterapkan oleh pengusaha. Bisnis yang memiliki integritas bisnis dinilai mampu mengurangi risiko korupsi melalui penguatan komitmen perusahaan disertai dengan implementasi pilar-pilar bisnis berintegritas misalnya kepemilikan kode etik, kode perilaku, kebijakan antikorupsi, program antikorupsi konflik kepentingan, pelatihan antikorupsi, dan saluran whistle-blowing system.
16 Pengetahuan Tentang Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) adalah penilaian terhadap kesadaran pengusaha tentang keberadaan UU Tipikor, pemahaman pengusaha tentang klasifikasi jenis korupsi dalam UU Tipikor, dan menilai prevalensi jenis korupsi tersebut. 17 Pengetahuan Tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) adalah penilaian tentang keberadaan Stranas PPK dan Aksi PPK Daerah, serta menilai efektivitas masing-masing strategi dalam Stranas PPK.
3.2 BAGAIMANA NILAI INDEKS PERSEPSI KORUPSI 12 KOTA 2017 DIHITUNG? Dalam survei ini potensi korupsi dikenali dalam 5 (lima) kategori: prevalensi korupsi; akuntabilitas publik; motivasi korupsi; dampak korupsi; dan efektivitas pemberantasan korupsi. Kategori-kategori tersebut dianggap mewakili interaksi korupsi yang terjadi antara pengusaha dan pejabat publik.
Nilai indeks diukur dalam skala 0 sampai dengan 100. Di mana angka 0 merefleksikan paling korup dan 100 dinilai sebagai bebas korupsi.
0-9 Paling Korup
Transparency International Indonesia
10-19
20-29
30-39
40-49
50-59
60-69
70-79
80-89
90-100 Paling Bersi h
11
3.3 HASIL INDEKS PERSEPSI KORUPSI 2017 Grafik 6.
Jakarta Utara
Indeks Persepsi Korupsi 2017 12 Kota di Indonesia
Pontianak
73.9 66.5 65.5
Pekanbaru
64.3
Balikpapan
63.7
Banjarmasin Padang
63.1
Manado
62.8 61.4
Surabaya
58.9
Semarang
57.9
Bandung
Grafik 7.
Perbandingan Skor IPK 2017 dan IPK 2015
terendah dari kota Medan dengan nilai 37.4 poin, dimana para pelaku usaha menilai masih banyak terjadi korupsi. Rerata Indeks Persepsi Korupsi tahun 2017 ini berada pada poin 60.8. Pada rentang 0–100, rerata 60.8 menandakan berada tipis di atas rata-rata.
Jakarta Utara
65.5
42.0 57.0
Padang
63.1
50.0
Manado
61.4 65.0 58.9 60.0
Semarang
Indeks Persepsi Korupsi 2017 bisa diperbandingkan dengan IPK 2015. Di mana perbandingan ini dilakukan dengan menilai besarnya peningkatan atau penurunan Indeks Persepsi Korupsi. Kota dengan pertumbuhan indeks persepsi korupsi tinggi menunjukkan daerah yang bersangkutan memiliki kemajuan yang signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi di daerahnya. Sebaliknya, daerah yang cenderung stagnan/penurunan indeks persepsi korupsinya menunjukkan stagnasi/penurunan dalam upaya pemberantasan korupsi di daerah.
12
57.9
39.0
Makassar Medan
62.8
55.0
Surabaya
Bawah 2015
64.3 63.7 68.0
Banjarmasin
Atas 2017
66.5
58.0
Balikpapan
Bandung
73.9
57.0
Pontianak Pekanbaru
60.8
37.4
Medan
Berdasarkan perhitungan IPK 2017, dapat dilihat bahwa di antara 12 kota yang disurvei, Jakarta Utara memiliki IPK yang paling tinggi dengan nilai 73.9 poin. Hal ini bisa disimpulkan bahwa pelaku usaha di Jakarta Utara menilai komitmen pemerintah daerah dalam memberantas korupsi sangat baik. Sedangkan IPK
Rerata
53.4
Makassar
48.0 37.4
53.4 57.0
Rerata
60.8 Rerata
54.7
Sebagai contoh dalam kota dengan IPK yang memiliki peningkatan skor indeks persepsi korupsi paling besar adalah Kota Pekanbaru dengan skor 42.0 di tahun 2015 dan 65.5 pada tahun 2017. Sementara itu, daerah yang memiliki penurunan skor indeks persepsi korupsi paling drastis adalah Kota Medan dengan skor 57.0 di tahun 2015 dan 37.4 pada tahun 2017.
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
Grafik 8.
Komponen Penyusun IPK
Prevalensi
53.9
Akuntabilitas
Motivasi
60.9
Fungsi Terdampak
57.2
63.2
Instansi Terdampak
61.5
Efektivitas
65.3
Dalam Indeks Persepsi Korupsi 2017, komponen penyusun rerata IPK 12 kota menunjukkan bahwa komponen yang paling mempengaruhi tingginya indeks adalah efektivitas pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh Pemerintah. Sedangkan motivasi korupsi masih ditemukan sebagai salah satu faktor penyebab korupsi.
Blok
Grafik 9.
Persepsi Suap Berdasarkan Lapangan Usaha
Risiko Suap Berdasarkan Lapangan Usaha Kode Indikator
Air Minum
4.1
Perbankan
Kelistrikan
4.0
4.0
Perkebunan
Perikanan
3.5
3.5
Kehutanan
3.5
Jika potensi korupsi diukur sebagai pendekatan atas sisi permintaan korupsi, potensi suap diukur sebagai pendekatan atas sisi penawaran korupsi. Dalam survei ini potensi suap dihitung melalui dua cara: menghitung prevalensi dan jenis suap; menghitung besar biaya suap. Dari skala 0-5 dimana 0 berarti sangat lazim dan 5 berarti tidak lazim, sektor lapangan usaha yang memiliki persepsi suap terendah adalah sektor penyediaan air minum dengan skor 4.1, perbankan dan kelistrikan dengan skor persepsi suap sebesar 4.0. Sementara sektor yang memiliki alokasi suap tertinggi adalah kehutanan, perikanan dan perkebunan dengan skor persepsi suap sebesar 3.5.
Grafik 10.
Bandung
Persentase Nilai Suap per Kota
Manado
10.8% 9.2% 8.6%
Balikpapan
8.2%
Jakarta Utara
6.6%
Banjarmasin
4.4%
Semarang Pekanbaru
3.1%
Pontianak
3.0%
Medan
2.9%
Surabaya
2.7%
Padang
2.0%
Makassar
1.8%
Transparency International Indonesia
13
Perbedaan kapasitas ekonomi antarkota mengakibatkan potensi dampak korupsi dan potensi suap berbeda antar wilayah survei. Daerah dengan potensi korupsi tinggi dan potensi suap tinggi memiliki potensi dampak ekonomi yang tinggi. Sebaliknya, potensi korupsi dan potensi suap rendah memiliki potensi dampak ekonomi yang rendah. Penilaian prevalensi dan jenis suap dilakukan dengan menilai persepsi responden tentang suap, uang pelicin, donasi politik, dan suap antar swasta di kota pelaksanaan survei. Pembedaan keempat jenis suap ini dengan dasar adanya perbedaan tentang gradasi nilai dan intensi pemberian suap. Kota dengan prevalensi tinggi untuk keempat jenis suap tersebut memiliki potensi suap tinggi, sebaliknya kota dengan prevalensi rendah untuk keempat jenis suap tersebut memiliki potensi suap rendah.
Penilaian potensi suap berikutnya diperoleh melalui perhitungan rerata alokasi suap yang dibayarkan oleh perusahaan. Kota dengan rerata alokasi suap terbesar memiliki potensi suap tertinggi, sebaliknya kota dengan alokasi suap rendah memiliki potensi suap yang rendah pula. Berdasarkan nilai suap, kota yang memiliki persentase suap tertinggi adalah Kota Bandung sebesar 10.8% dari total biaya produksi. Sementara itu, kota yang memiliki persentase biaya suap terendah adalah Kota Makassar sebesar 1.8% dari total biaya produksi.
3.4 DAYA SAING LOKAL Daya Saing Lokal adalah kemampuan daerah untuk meningkatkan kapasitas produksi dan juga meningkatkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat di daerah. Komponen daya saing lokal yang dinilai dalam survei ini mencakup efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, inovasi bisnis, kapasitas birokrasi, kapasitas infrastruktur, kematangan sektor bisnis, kesiapan teknologi, ketersedian pasar keuangan, kualitas kesehatan, kualitas pendidikan tinggi, serta kualitas pengendalian inflasi. Penilaian daya saing lokal ini ditujukan untuk menentukan keunggulan kompetitif suatu daerah dibandingkan dengan daerah lain. Grafik 10.
Indeks Daya Saing Lokal 12 Kota
Blok
Daya Saing Lokal Rerata
72.6
72.6
71.3
71.0
70.1
67.2 68.9
67.6
67.2
66.7
65.2
63.3
Diantara kota yang disurvei secara relatif, Kota Banjarmasin menduduki peringkat teratas sebagai kota dengan persepsi daya saing lokal tertinggi dengan nilai 72.6 poin. Sementara Kota Medan menduduki peringkat terbawah kota dengan persepsi daya saing terendah. Pemeringkatan ini didasari atas akumulasi skor masingmasing unsur daya saing di masing-masing kota.
14
Medan
Bandung
Pekanbaru
Balikpapan
Makassar
Semarang
Padang
Pontianak
Manado
Jakarta Utara
Surabaya
Banjarmasin
50.1
Bagian penting dalam meningkatkan kualitas daya saing lokal adalah efektivitas pemberantasan korupsi daerah. Terdapat bukti empirik bahwa persepsi korupsi berhubungan erat dengan daya saing. Kota dengan indeks persepsi korupsi yang tinggi memiliki daya saing yang tinggi pula. Sebaliknya, kota dengan indeks persepsi korupsi rendah memiliki daya saing yang rendah pula.
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
3.5 KEMUDAHAN BERUSAHA Kemudahan berusaha adalah kekuatan yang dinilai mendukung dan/atau menghambat kemampuan daerah untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Aspek kemudahan berusaha yang diukur mencakup akses infrastruktur, akses permodalan, birokrasi, inflasi, banyaknya kriminalitas, tingkat pembebasan lahan, konflik ketenagakerjaan, kondisi stabilitas politik dan tarif pajak. Penilaian kemudahan berusaha ini ditujukan untuk menilai faktor apa saja yang dinilai problematik saat menjalankan usaha di daerah
Grafik 11.
Indeks Kemudahan Berusaha 12 Kota
Blok
Kemudahan Berusaha Rerata
68.1
67.4
66.8
66.0
65.7
65.2
61.8 64.1
63.5
59.8
59.5 54.2
Tidak hanya unsur daya saing lokal, para pelaku usaha juga memberikan penilaian tentang hambatan kemudahan berusaha di masing-masing kota survei. Masing-masing pengusaha diminta untuk memberikan penilaian terhadap unsur penghambat daya saing tersebut. Pengusaha diminta untuk menilai seberapa kuat unsur daya saing tersebut dengan kriteria sebagai berikut 0 jika sangat buruk dan 100 jika sangat baik.
Transparency International Indonesia
Medan
Bandung
Balikpapan
Makassar
Pekanbaru
Pontianak
Padang
Semarang
Manado
Surabaya
Jakarta Utara
Banjarmasin
41.1
Di antara kota yang disurvei, Kota Banjarmasin menduduki peringkat teratas kota dengan persepsi kemudahan berusaha. Sementara Kota Medan menduduki peringkat terbawah kota dengan persepsi kemudahan berusaha terendah. Pemeringkatan ini didasari atas akumulasi skor masing-masing unsur kemudahan berusaha di masing-masing kota.
15
3.6 INTEGRITAS BISNIS Integritas bisnis memiliki relasi yang erat dengan potensi suap. Daerah dengan integritas bisnis yang buruk memiliki potensi suap yang tinggi. Dalam survei ini integritas bisnis dihitung berdasarkan jumlah kompetisi bisnis yang terdistorsi oleh praktik suap. Kota dengan praktik kompetisi bisnis yang terdistorsi suap tertinggi memiliki integritas bisnis yang buruk, sementara kota dengan praktik kompetisi bisnis yang terdistorsi suap terendah memiliki integritas bisnis rendah. Grafik 12.
Persentase Pelaku Usaha Kalah Karena Suap
27.0 25.0 22.0
Rerata
21.2
17.7
18.8 15.0
15.0
14.0
13.0
Jakarta Utara
Banjarmasin
Makassar
Padang
Manado
Surabaya
Balikpapan
Pekanbaru
Bandung
Semarang
Pontianak
9.6
8.8
Medan
22.8
Kota dengan integritas bisnis yang buruk ditandai dengan persentase kompetisi bisnis yang terdistorsi suap tertinggi adalah Kota Pontianak se banyak 27%. Sementara itu, kota yang kompetisi bisnis yang terdistorsi suap terendah adalah Kota Makasar sebanyak 8.8%.
Grafik 13.
Faktor Penghambat Pemberantasan Korupsi 61.5
58.7
57.8
53.9 45.8
Bukan Masalah Penting
16
Dibiarkan
Bukan Masalah Prioritas
Dianggap Sebagai Kebiasaan
Tidak Dipidanakan Dengan Tegas
Terdapat 5 hal yang dinilai pengusaha sebagai jerat korupsi. Akibat keberadaan hal tersebut korupsi masih terus terjadi dan berulang. Kelima hal tersebut adalah korupsi tidak dianggap sebagai fenomena penting (61.5%), korupsi dibiarkan (58.7%), korupsi tidak dianggap sebagai prioritas kebijakan (57.8%), dan korupsi dianggap sebagai kebiasaan (53.9%). Dan yang terakhir korupsi tidak dipidana secara tegas (45.8%).
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
3.7 INTEGRITAS LAYANAN PUBLIK Integritas publik memiliki relasi yang erat dengan potensi korupsi. Daerah dengan integritas publik yang buruk memiliki potensi korupsi yang tinggi. Pada bagian ini ditanyakan tentang risiko pelanggaran integritas publik. Penilaian risiko pelanggaran integritas dilakukan dengan dua indikator. Pertama, menghitung insiden suap di masing-masing instansi publik. Semakin tinggi insiden penyuapan, maka integritas publik akan semakin buruk. Kedua, menghitung probabilitas penyuapan yang merupakan perbandingan antara insiden suap dengan total interaksi layanan publik.
Semakin tinggi probabilitas penyuapan, maka integritas publik akan semakin buruk.
Total Interaksi Layanan
62
Kementerian ESDM
23%
147
33
140
Kementerian Tenaga Kerja
17%
26
16%
Dengan dasar penilaian tentang probabilitas suap dalam 12 (dua belas) bulan terakhir maka instansi pusat yang memiliki risiko pelanggaran integritas layanan publik tertinggi adalah Kementerian ESDM dengan probabilitas suap sebesar 31%, di mana total interaksi layanannya sejumlah 62 interaksi dengan insiden interaksi suap sebesar 19 kejadian. Sementara itu, instansi pusat yang memiliki risiko terendah adalah Kementerian Perdagangan dengan probabilitas suap sebesar 16%, di mana dengan total interaksi layanan sebesar 165 interaksi dan interaksi suapnya sebesar 26 kejadian.
Total Interaksi Layanan Kanwil Ditjen Pengelolaan Kekayaan Negara
72
Kanwil Ditjen Perbendaharaan
64
Interaksi Suap
22% 63
60
22%
12 496
Kanwil Ditjen Pajak Provinsi Universitas/IAIN/Poltekkes
24%
14 289
Pengadilan Tinggi
Probabilitas Suap
17
Kepolisian Daerah
Integritas Layanan Vertikal
22%
24
165
Kementerian Perdagangan
Grafik 15.
28%
7
Kepolisian
Integritas Layanan Publik Pusat
31%
19
31
Kejaksaan Agung
Probabilitas Suap
19
69
Kementerian Agraria dan Tata Ruang
Grafik 14.
Interaksi Suap
149
20% 62
15
13% 10%
Instansi layanan vertikal yang memiliki probabilitas suap tertinggi adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pengelolaan Kekayaan Negara dengan probabilitas suap sebesar 24%, di mana dengan total interaksi layanan sebanyak 72 interaksi dan interaksi suap sebesar 17 kejadian. Sementara itu, instansi vertikal yang memiliki probabilitas suap terendah adalah Universitas/IAIN/Poltekkes dengan probabilitas suap sebesar 10%, di mana dengan total interaksi layanan sebesar 149 interaksi dan interaksi suap sebesar 15 kejadian.
Transparency International Indonesia
17
Total Interaksi Layanan
Interaksi Suap
69
Dinas Pertambangan dan Energi
Probabilitas Suap
24
35%
268
Kepolisian
59
22%
Badan Penanaman Modal dan Promosi Provinsi
141
22
16%
Dinas Lingkungan Hidup
145
22
15%
289
Dinas Perdagangan
323
Perizinan Terpadu Satu Pintu Grafik 16.
Badan Penanaman Modal dan Promosi Provinsi
38 42
Dinas Pertambangan dan Energi
Interaksi Suap
69
88
519
62
403
Dinas Ketenagakerjaan
9%
Instansi layanan Kota yang memiliki probabilitas suap tertinggi adalah Dinas Pertambangan dengan probabilitas suap sebesar 32%, di mana dengan total interaksi layanan sebanyak 69 interaksi dan interaksi suap sebesar 22 kejadian. Sementara itu, instansi layanan kota yang memiliki probabilitas suap terendah adalah Dinas Ketenagakerjaan dengan probabilitas suap sebesar 9%, di mana total interaksi layanan sebesar 403 interaksi dengan interaksi suap sebesar 37 kejadian.
Interaksi Suap
PELNI
69
8
Kereta Api Indonesia
70
8
116
Pelindo I/II/III/IV
Probabilitas Suap
12% 11%
772
PLN
83 12
621
11% 10%
746
BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan
18
13% 12%
37
Total Interaksi Layanan
Integritas Layanan BUMN/ BUMD
20%
691
Dinas Perdagangan
Grafik 18.
21%
41
Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu
Telkom
32% 37
205
Dinas Tata Ruang dan Bangunan
Probabilitas Suap
22 176
Dinas Perhubungan
Integritas Layanan Kota
13
Instansi layanan Provinsi yang memiliki probabilitas suap tertinggi adalah Dinas Pertambangan dengan probabilitas suap sebesar 35%, di mana dengan total interaksi layanan sebanyak 69 interaksi dan interaksi suap sebesar 24 kejadian. Sementara itu, instansi Provinsi yang memiliki probabilitas suap terendah adalah Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Dinas Perdagangan dengan probabilitas suap sebesar 13%, di mana dengan total interaksi layanan di PTSP sebesar 323 interaksi dengan interaksi suap sebesar 42 kejadian. Sedangkan total interaksi layanan di Dinas Perdagangan sebesar 289 kejadian dengan interaksi suap sebesar 38 kejadian.
Total Interaksi Layanan
Grafik 17.
13%
74 57
10% 9%
Instansi layanan BUMN/BUMD yang memiliki probabilitas suap tertinggi adalah PT Pelni dengan probabilitas suap sebesar 12%, di mana dengan total interaksi layanan sebanyak 69 interaksi dan interaksi suap sebesar 8 kejadian. Sementara itu, instansi layanan BUMN/BUMD yang memiliki probabilitas suap terendah adalah PT Telkom dengan probabilitas suap sebesar 9%, di mana total interaksi layanan sebesar 621 interaksi dengan interaksi suap sebesar 57 kejadian.
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
Total Interaksi Layanan
257
Asosiasi Pengusaha Indonesia Lembaga Pengembangan dan Konsultasi Nasional
Integritas Asosiasi Pengusaha
Grafik 20.
Persentase Penggunaan Pihak Ketiga dalam Interaksi dengan Layanan Publik
Probabilitas Suap
26
177
10%
20
142
Asosiasi Lembaga Sertifikasi Indonesia Grafik 19.
Interaksi Suap
11% 32
23%
Maraknya pertumbuhan organisasi profesi di kalangan pengusaha tentu saja memberikan peluang bagi situasi korupsi. Asosiasi pengusaha yang memiliki probabilitas penyuapan tertinggi adalah Asosiasi Lembaga pemberi jasa sertifikasi dengan probabilitas suap sebesar 23%, Lembaga pengembangan dengan probabilitas suap sebesar 11%, dan Asosiasi pengusaha dengan probabilitas suap sebesar 10%.
300%
250%
200%
150%
100%
● Layanan BUMN/D ● Layanan Kota
50%
● Layanan Provinsi ● Layanan Vertikal
Lainnya
Calo
Biro Jasa
Notaris
Keluarga
0% Anak Perusahaan
● Layanan Pusat
Sementara itu pada Survei Persepsi Korupsi 2017 ini dikembangkan satu buah pertanyaan tentang pemanfaatan jasa pihak ketiga saat pelaku usaha berinteraksi dengan layanan publik. Transparency International Indonesia
19
JENIS
LAYANAN PUSAT
LAYANAN VERTIKAL
LAYANAN PROVINSI
LAYANAN KOTA
LAYANAN BUMN/D
Anak perusahaan
23%
20%
23%
19%
17%
Keluarga
2%
2%
3%
9%
15%
Notaris
15%
8%
2%
2%
1%
Biro jasa
45%
54%
58%
46%
48%
Calo
0%
2%
3%
7%
3%
Lainnya
16%
14%
10%
16%
16%
Pemanfaatan pihak ketiga paling besar adalah saat responden mengakses layanan publik di tingkat Provinsi, di mana 58% menggunakan Biro Jasa untuk mengakses layanan tersebut.
Grafik 21.
Calo
Alasan Penggunaan Pihak Ketiga
10%
11%
29%
25%
5%
Biro Jasa
14%
25%
22%
17%
2%
Notaris
23%
46%
15%
15%
Keluarga
37%
10%
22%
31%
Anak Perusahaan
46%
5% 2% 19%
● Tidak Ada Waktu
● Takut Dipersulit
● Tidak Tahu Prosedur
● Tidak Buang-buang Waktu
28%
● Lainnya
Ketika responden ditanyakan lebih jauh tentang alasan menggunakan jasa pihak ketiga sebagian besar (46%) menyatakan karena tidak ada waktu dan tidak tahu prosedur. Hanya sebagian kecil (2%) yang menjawab takut dipersulit. 20
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
3.8 SISTEM INTEGRITAS LOKAL Korupsi dinilai terjadi secara sistemik, sehingga perlu pendekatan sistemik pula upaya pemberantasan korupsi. pemetaan sistematik perlu buat untuk mengetahui pilar mana yang diharapkan dapat berkontribusi besar dalam upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, perlu juga mengevaluasi pilar mana yang paling memiliki peran, kapasitas, dan tata kelola dalam pemberantasan korupsi. Semakin tinggi gap antara ekspektasi dan peran-kapasitas-tata kelola, semakin lemah sistem integritas lokal. Sebaliknya, semakin rendah gap antara ekspektasi dan peran-kapasitas-tata kelola, semakin kuat sistem integritas lokal.
Pilar-pilar sistem integritas lokal yang dinilai dalam survei ini terdiri dari Kepala Daerah, DPRD, Partai Politik, Pelayanan Publik, Pengadaan Publik, Pengadilan, Badan Pemeriksa Keuangan, Ombudsman, Media, Organisasi Masyarakat Sipil, Lembaga Antikorupsi Bisnis, Pemerintah Pusat.
Grafik 22.
Lembaga Antikorupsi
Sistem Integritas Lokal
Badan Pemeriksa Keuangan
3.6
4.5
3.5
4.5
Media
3.4
Pemerintah Pusat
3.4
4.5
Kepala Daerah
3.4
4.5
Ombudsman
3.4
Pengadilan
3.3
Pelayanan Publik
3.3
Bisnis
3.3
Pengadaan Publik
3.2
Organisasi Masyarakat Sipil
3.2
DPRD
4.3
4.2
4.5
4.3
4.1
4.3
4.1
3.0
4.3
Realita Ekspektasi
Partai Politik
Dalam hal ekspektasi, Lembaga Antikorupsi merupakan lembaga yang dinilai paling penting dalam mencegah dan memberantas korupsi. Sedangkan Pemerintah Pusat, Kepala Daerah dan Pengadilan juga dianggap sebagai pilar sistem integritas yang mampu menurunkan risiko korupsi. Kombinasi antar pilar yang dimiliki oleh kepala daerah maupun pemerintah pusat membuka harapan yang besar bagi upaya pemberantasan korupsi di daerah.
Transparency International Indonesia
2.8
4.0
Di lain sisi dari aspek kemampuan, peran, dan tata kelola sistem integritas lokal, Lembaga Antikorupsi dipercaya oleh responden memiliki mempunyai kompetensi yang sangat signifikan. Sedangkan Partai Politik dianggap mempunyai kemampuan, peran dan tata kelola pencegahan dan pemberantasan korupsi yang rendah.
21
3.9 LITERASI UU TIPIKOR DAN STRANAS PPK Keberadaan UU Tipikor dan Stranas PPK dipandang penting oleh sejumlah kalangan. Sejumlah aksi dan terobosan yang sudah dilakukan oleh berbagai pihak dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi bisa dikatakan sebagai sebuah capaian yang menjadi tolok ukur dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Terkait dengan tingkat pengetahuan pelaku usaha terhadap instrumen pencegahan dan pemberantasan korupsi, Survei Persepsi Korupsi 2017 ini juga menanyakan perihal literasi responden terhadap pranata kebijakan antikorupsi tersebut. Grafik 23.
Persentase Pelaku Usaha yang Tahu UU Tipikor
51.9
Surabaya
51.6
Manado
51.1
Semarang
49.9
Jakarta Utara
49.2
Makassar
47.6
Pekanbaru
46.5
Bandung
45.6
Pontianak Medan
42.9
Banjarmasin
42.7
Padang
42.6
Balikpapan
38.7
Rerata
46.7
Kota Surabaya merupakan kota dengan tingkat pengetahuan pelaku usaha mengenai UU Tipikor terbesar secara persentase. Di mana 51.9% pelaku usaha di Kota Surabaya mengaku mengetahui UU Tipikor. Sedangkan Kota Balikpapan dinilai dengan persentase terkecil dalam hal tingkat literasi pelaku usaha terhadap UU Tipikor yakni 38.7%.
22
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
Grafik 24.
Persentase Pelaku Usaha yang Tahu Stranas PPK
60.0
Banjarmasin
51.3
Manado
44.1
Makassar
41.9
Balikpapan
39.0
Semarang
36.5
Padang
32.0
Pontianak
31.7
Surabaya
26.9
Jakarta Utara
23.8
Bandung
23.0
Medan Pekanbaru
Rerata
3.0
34.4
Kota Banjarmasin merupakan kota dengan tingkat pengetahuan pelaku usaha mengenai Stranas PPK terbesar secara persentase. Di mana 60.0% pelaku usaha di Kota Banjarmasin mengaku mengetahui Stranas PPK. Sedangkan Kota Pekanbaru dinilai dengan persentase terkecil dalam hal tingkat literasi pelaku usaha terhadap Stranas PPK yakni 3.0%.
Grafik 25.
Persentase Pelaku Usaha yang Tahu Aksi PPK Daerah
48.6
Padang
44.0
Banjarmasin
43.0
Semarang
41.4
Balikpapan
38.6
Surabaya
33.0
Pontianak
31.7
Manado
28.0
Makassar
26.3
Jakarta Utara
19.2
Bandung
18.0
Medan Pekanbaru
1.0
Rerata
31.1
Kota Padang merupakan kota dengan tingkat pengetahuan pelaku usaha mengenai Aksi Daerah PPK terbesar secara persentase. Di mana 48.6% pelaku usaha di Kota Padang mengaku mengetahui Aksi daerah PPK. Sedangkan Kota Pekanbaru dinilai dengan persentase terkecil dalam hal tingkat literasi pelaku usaha terhadap UU Tipikor yakni 1.0%.
Transparency International Indonesia
23
4. Penutup Persepsi secara definisi adalah kenyataan yang dipercaya (perceived reality) yang dibangun berdasarkan informasi yang dikumpulkan dan diinterpretasi dengan menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki masing-masing individu. Dengan memakai kerangka pemikiran seperti ini, maka Indeks Persepsi Korupsi 2017 harus dimaknai sebagai gambaran tingkat korupsi di 12 kota di Indonesia, berdasarkan persepsi 1200 responden yang berasal dari pelaku usaha. Nilai IPK yang berkisar antara 0 sampai dengan 100 ini lebih jauh bisa dilihat sebagai penggambaran interaksi dan tingkat perilaku suap yang terjadi di masyarakat, baik dalam pelayanan publik maupun hubungan bisnis dengan institusi publik. Gambaran tersebut kemudian dibandingkan dengan persepsi masyarakat mengenai komitmen pemerintah daerah dalam usaha pemberantasan korupsi. Boleh dikatakan Indeks Persepsi Korupsi 2017 hendak membuktikan bahwa persepsi korupsi tidak kehilangan kemampuannya untuk mengukur korupsi secara akurat. Persepsi korupsi memiliki keeratan dengan indikator pengukuran korupsi lain baik yang berupa insiden korupsi, probabilitas korupsi, dan alokasi biaya suap. Melalui survei ini diperoleh gambaran juga bahwa korupsi tidak hanya masalah bagi kemudahan berusaha, mendistorsi daya saing lokal, menurunkan integritas publik, dan menurunkan integritas bisnis. Korupsi secara jelas dan terang mengganggu program pemerintah yang sedang gencar dengan berbagai insentif ekonomi dan investasi melalui paket kebijakan ekonomi. Selain paket kebijakan ekonomi seharusnya Pemerintah juga memberikan jaminan terhadap paket kebijakan penurunan risiko korupsi.
24
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
KESIMPULAN
REKOMENDASI
Hasil survei IPK 2017 menunjukkan bahwa tingkat korupsi pada level kota mempunyai rerata 60.8. Dalam skala 0–100, skor IPK 2017 menandakan di atas ratarata. Jika dibandingkan dengan IPK 2015, di mana rerata saat itu adalah 54.6, maka bisa dikatakan terjadi peningkatan skor yang artinya terjadi perbaikan dalam hal interaksi pelaku usaha dengan pemerintah.
Berdasarkan temuan-temuan dalam survei ini, TIIndonesia menyarankan agar para pihak, baik pelaku usaha dan pemerintah sebagai penyedia layanan publik seudah selayaknya mempunyai pemahaman yang sama akan bahaya korupsi dan besar kerugian yang diakibatkan oleh korupsi.
Adanya tren positif dari skor IPK 2017 untuk Kota Jakarta Utara dengan skor tertinggi 73.9 menunjukkan adanya pergeseran persepsi pelaku usaha dalam menilai layanan publik terkait. Di sisi lain, IPK 2017 menunjukkan adanya beberapa kota yang masih perlu usaha keras untuk memberantas korupsi. Dalam kaitannya antara persepsi korupsi, daya saing dan faktor penghambat kemudahan berusaha, menunjukkan korelasi positif. Di mana kota dengan Indeks Persepsi Korupsi yang tinggi maka tingkat daya saing dan kemudahan berusahanya juga relatif lebih baik. Sebaliknya, kota dengan persepsi korupsi buruk maka daya saing dan kemudahan berusahanya juga akan buruk. Salah satu temuan yang juga perlu untuk dikemukakan adalah terkait masih banyaknya pelaku usaha yang menganggap korupsi bukanlah hal yang penting. Hal ini membuktikan bahwa korupsi masih dianggap sebagai bentuk permisivitas bagi sebagian kalangan pelaku usaha. Dalam IPK 2017 ini bisa dijelaskan bahwa hampir 2 dari 10 pelaku usaha pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap. Hal ini tentunya menjadi peringatan bagi semua pihak untuk berusaha lebih keras lagi dalam mencegah dan memberantas korupsi. Terkait dengan sektor publik terdampak korupsi, persepsi publik tentang lembaga publik terkorup belum menunjukkan perubahan signifikan. Kementerian yang strategis, dinas-dinas yang berada di kota-kota, kepolisian, dan peradilan masih dipersepsikan korup oleh responden. Hal ini diperkuat dengan probabilitas penyuapan terhadap instansi tersebut masih tinggi dalam satu tahun terakhir.
Transparency International Indonesia
Oleh karena itu, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil perlu berperan aktif dalam upaya melawan korupsi di Indonesia dengan cara: Pertama, Pemerintah perlu mempertegas kebijakan antikorupsi sebagai faktor prasyarat yang mutlak dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Khususnya Pemerintah kota bisa berbenah dan menggunakan hasil survei sebagai acuan dalam menentukan kebijakan pemberantasan korupsi pada skala lokal. Sejalan dengan hal tersebut Institusi publik seperti Kementerian dan Dinas, aparat penegak hukum dan juga Dewan Perwakilan Rakyat pada semua jenjang juga berbenah diri memperbaiki sistemnya untuk mengurangi kecenderungan terjadi korupsi. Kedua, pelaku usaha seharusnya memiliki kebijakan dan sistem antikorupsi dalam perusahaannya agar terhindar dari risiko korupsi dan juga kehilangan reputasi baiknya. Ketiga, masyarakat sipil perlu melakukan pemantauan terhadap program antikorupsi antara pemerintah dan swasta sebagai sebagai dasar penilaian akuntabilitas publik secara aktif dan konstruktif.
25
26
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
Transparency International Indonesia
27
HASIL SURVEI PERSEPSI 2017 KOTA JAKARTA UTARA
Skor IPK
73.9
KOMPONEN PENYUSUN
Prevalensi
Akuntabilitas
75.1
Motivasi
74.4
71.3
Indeks Daya Saing Lokal
1 10% pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap 2 Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Jakarta Utara sebesar 8.2% dari total biaya produksi 3 Instansi terdampak korupsi 73.1
74.0
74.8
75.9
76.3
76.5
Sektor Terdampak
72.4
75.3
Instansi Terdampak
73.2
Indeks Kemudahan Berusaha
Efektivitas
71.0
67.4
5 Persepsi suap pada sektor lapangan usaha
Pertanian
Kehutanan
Pertambangan
3.0
3.1
3.1
Perumahan
Perkebunan
Migas
3.2
3.4
3.4
Konstruksi
Jasa-jasa
Transportasi
3.4
3.4
3.4
Perikanan
Industri
Perdagangan
3.4
3.5
3.6
Hotel/Resto
Telekomunikasi
Kelistrikan
3.6
3.6
3.6
Air Minum
Farmasi
Perbankan
3.7
3.8
3.9
78.3
Militer
Instansi Pengawas dan Pemeriksa
Eksekutif
Bea Cukai
Legislatif
Kepolisian
Perkreditan
Peradilan
56.9
4 Sektor terdampak korupsi 75.8
76.0
76.2
75.2
Paling Korup 0
28
100 Paling Bersih
Perpajakan
Perizinan
Pelayanan Dasar
Penerbitan Kuota Perdagangan
Pengadaan
73.7
Sangat Lazim 0
5 Tidak Lazim
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
6 Integritas Layanan Kota Jakarta Utara Total Interaksi Layanan
Interaksi Suap
14
Dinas Tata Ruang & Bangunan
3
Badan Penanaman Modal dan Promosi Dinas Perhubungan
21%
28
4
30
4 73
Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu
13% 8%
2
7%
69
Dinas Perdagangan
4
38
Dinas Ketenagakerjaan
14%
6
28
Dinas Pekerjaan Umum
6%
2
21
Dinas Pendapatan Daerah
Probabilitas Suap
5%
1 45
Dinas Perindustrian
56
Kepolisian
5% 2
4%
2
4%
Dinas Pertambangan & Energi
7
0
0%
Dinas Koperasi dan UKM
6
0
0%
Dalam interaksi layanan publik tingkat kota dengan bantuan pihak ketiga, pelaku usaha paling sering menggunakan biro jasa, dengan alasan tidak ada waktu.
8 Faktor penghambat pemberantasan korupsi
3.6
4.3
Pengadilan
3.4
4.1
Pemerintah Pusat
3.4
4.2
Kepala Daerah
3.4
4.1
Media
3.3
Organisasi Masyarakat Sipil
3.3
Pelayanan Publik
3.3
Bisnis
3.2
Pengadaan Publik
3.2
Ombudsman
3.2
DPRD
3.2
4.0
72.5
71.3
70.8 57.1
Dianggap Sebagai Kebiasaan
Badan Pemeriksa Keuangan
74.6
Tidak Menjadi Prioritas Kebijakan
4.3
Tidak Dipidana dengan Tegas
3.6
Bukan Masalah Penting
Lembaga Antikorupsi
Dibiarkan
7 Pilar Sistem Integritas Lokal
3.7 4.0 3.7 3.9 3.6 3.9
9 8 dari 10 pelaku usaha tahu adanya UU Tipikor 10 3 dari 10 pelaku usaha tahu mengenai Stranas PPK dan Aksi PPK daerah
DEMOGRAFI DAN KETERANGAN SURVEI Total responden: 104 pelaku usaha Persebaran skala perusahaan
3.0
Partai Politik
3.6
Besar 53%
Menengah 26%
Kecil 21%
Persebaran sektor industri Realita
Transparency International Indonesia
Ekspektasi
Manufaktur 36%
Perdagangan 30%
Jasa 29%
Konstruksi 6%
Keuangan 0%
29
HASIL SURVEI PERSEPSI 2017 KOTA PONTIANAK
Skor IPK
66.5
KOMPONEN PENYUSUN
Prevalensi
Akuntabilitas
65.7
Motivasi
64.4
70.1
Indeks Daya Saing Lokal
1 27% pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap 2 Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Pontianak sebesar 3% dari total biaya produksi. 3 Instansi terdampak korupsi 65.4
66.0
68.7
66.8
69.8
71.8
Sektor Terdampak
64.5
69.2
Instansi Terdampak
67.8
Indeks Kemudahan Berusaha
Efektivitas
67.4
64.1
5 Persepsi suap pada sektor lapangan usaha
Konstruksi
Kehutanan
Migas
3.1
3.3
3.3
Industri
Jasa-jasa
Farmasi
3.5
3.6
3.6
Perdagangan
Pertambangan
Perkebunan
3.7
3.8
3.8
Transportasi
Hotel/Resto
Perikanan
3.9
3.9
4.0
Telekomunikasi
Perbankan
Kelistrikan
4.0
4.0
4.0
Perumahan
Air Minum
Pertanian
4.1
4.1
4.3
72.8
Militer
Perkreditan
Instansi Pengawas dan Pemeriksa
Bea Cukai
Kepolisian
Peradilan
Eksekutif
Legislatif
61.4
4 Sektor terdampak korupsi 69.8
70.2
71.2
67.4
Paling Korup 0
30
100 Paling Bersih
Perpajakan
Pelayanan Dasar
Perizinan
Pengadaan
Penerbitan Kuota Perdagangan
67.2
Sangat Lazim 0
5 Tidak Lazim
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
6 Integritas Layanan Kota Pontianak Total Interaksi Layanan
Interaksi Suap
25
Badan Penanaman Modal dan Promosi
2
30
Dinas Pendapatan Daerah
8%
2
7%
49
Dinas Perdagangan
3
44
Kepolisian
61
20 12
Dinas Perhubungan
7
Dinas Pertambangan & Energi
13
Dinas Tata Ruang & Bangunan
3%
1
14
Dinas Pekerjaan Umum
3% 2
32
Dinas Koperasi dan UKM
5%
1
Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu Dinas Ketenagakerjaan
6%
2
29
Dinas Perindustrian
Probabilitas Suap
3%
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
Dalam interaksi layanan publik tingkat kota dengan bantuan pihak ketiga, pelaku usaha paling sering menggunakan biro jasa, dengan alasan tidak ada waktu.
7 Pilar Sistem Integritas Lokal
8 Faktor penghambat pemberantasan korupsi
3.6
Pemerintah Pusat
3.6
Kepala Daerah
3.6
Organisasi Masyarakat Sipil
3.6
Ombudsman
3.6
Badan Pemeriksa Keuangan
3.5
Bisnis
3.5
Pengadilan
3.4
Pengadaan Publik
3.4 3.3
DPRD
70.6
68.8 54.0
4.3 4.4 4.6 4.5 4.1
Tidak Dipidana dengan Tegas
Pelayanan Publik
71.2
Dianggap Sebagai Kebiasaan
3.6
78.0
Tidak Menjadi Prioritas Kebijakan
Media
4.5
Dibiarkan
3.7
Bukan Masalah Penting
Lembaga Antikorupsi
4.2 4.7 4.0 4.7 4.4 4.3
9 4 dari 10 pelaku usaha tahu adanya UU Tipikor 10 3 dari 10 pelaku usaha tahu mengenai Stranas PPK dan Aksi PPK daerah
DEMOGRAFI DAN KETERANGAN SURVEI Total responden: 100 pelaku usaha Persebaran skala perusahaan
3.2
Partai Politik
4.0
Besar 29%
Menengah 34%
Kecil 37%
Persebaran sektor industri Realita
Transparency International Indonesia
Ekspektasi
Manufaktur 21%
Perdagangan 40%
Jasa 29%
Konstruksi 7%
Keuangan 3%
31
HASIL SURVEI PERSEPSI 2017 KOTA PEKANBARU
Skor IPK
65.5
KOMPONEN PENYUSUN
Prevalensi
Akuntabilitas
65.6
Motivasi
65.2
65.2
Indeks Daya Saing Lokal
1 22% pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap 2 Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Pekanbaru sebesar 3.1% dari total biaya produksi. 3 Instansi terdampak korupsi
66.0
66.8
67.2
67.6
Militer
Perkreditan
Bea Cukai
Legislatif
Instansi Pengawas dan Pemeriksa
Eksekutif
4 Sektor terdampak korupsi
64.6
Paling Korup 0
32
65.4
100 Paling Bersih
Penerbitan Kuota Perdagangan
Perpajakan
Pelayanan Dasar
62.4
Pengadaan
Perizinan
62.2
64.8
63.9
Instansi Terdampak
65.9
Indeks Kemudahan Berusaha
Efektivitas
70.6
63.5
5 Persepsi suap pada sektor lapangan usaha
Perkebunan
Pertambangan
Kehutanan
3.0
3.1
3.2
Farmasi
Pertanian
Perikanan
3.3
3.4
3.4
Hotel/Resto
Perdagangan
Telekomunikasi
3.5
3.5
3.6
Jasa-jasa
Perumahan
Kelistrikan
3.6
3.6
3.6
Industri
Konstruksi
Migas
3.6
3.6
3.7
Transportasi
Perbankan
Air Minum
3.7
3.8
3.8
67.6
63.2
Kepolisian
Peradilan
62.4
66.4
Sektor Terdampak
64.8
Sangat Lazim 0
5 Tidak Lazim
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
6 Integritas Layanan Kota Pekanbaru Total Interaksi Layanan
Interaksi Suap
20
Badan Penanaman Modal dan Promosi
7
19
Dinas Pendapatan Daerah
Probabilitas Suap
35%
6
32%
Dinas Perhubungan
10
3
30%
Dinas Perindustrian
10
3
30%
7
Dinas Pertambangan & Energi
2 22
Dinas Tata Ruang & Bangunan
6
12
Dinas Ketenagakerjaan
29% 27%
3
25%
Dinas Pekerjaan Umum
20
5
25%
Dinas Perdagangan
20
5
25%
23
Dinas Koperasi dan UKM
5
22% 14
66
Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu
20
Kepolisian
21%
4
20%
Dalam interaksi layanan publik tingkat kota dengan bantuan pihak ketiga, pelaku usaha paling sering menggunakan biro jasa, dengan alasan tidak ada waktu.
7 Pilar Sistem Integritas Lokal
8 Faktor penghambat pemberantasan korupsi 45.6
Ombudsman
3.4
4.2
Pengadilan
3.4
4.3
Lembaga Antikorupsi
3.4
4.3
Badan Pemeriksa Keuangan
3.4
4.3
Kepala Daerah
3.4
Pemerintah Pusat
3.4
Pengadaan Publik
3.4
Organisasi Masyarakat Sipil
3.4
Media
3.3
Pelayanan Publik
3.3
Bisnis
3.3
Partai Politik
3.3
4.2
DPRD
3.3
4.2
45.2
45.2
44.0
Tidak Dipidana dengan Tegas
Dibiarkan
Bukan Masalah Penting
4.3
Tidak Menjadi Prioritas Kebijakan
4.6
Dianggap Sebagai Kebiasaan
38.6
4.2 4.0 3.9 4.1 3.8
9 4 dari 10 pelaku usaha tahu adanya UU Tipikor 10 0 dari 10 pelaku usaha tahu mengenai Stranas PPK
DEMOGRAFI DAN KETERANGAN SURVEI Total responden: 100 pelaku usaha Persebaran skala perusahaan Besar 30%
Menengah 48%
Kecil 22%
Persebaran sektor industri Realita
Transparency International Indonesia
Ekspektasi
Manufaktur 47%
Perdagangan 11%
Jasa 8%
Konstruksi 33%
Keuangan 1%
33
HASIL SURVEI PERSEPSI 2017 KOTA BALIKPAPAN
Skor IPK
64.3
KOMPONEN PENYUSUN
Prevalensi
Akuntabilitas
61.5
Motivasi
61.8
66.7
Indeks Daya Saing Lokal
1 21% pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap 2 Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Balikpapan sebesar 8.6% dari total biaya produksi. 3 Instansi terdampak korupsi
4 Sektor terdampak korupsi
64.6
65.4
63.9
Instansi Terdampak
70.1
Indeks Kemudahan Berusaha
Efektivitas
77.1
59.5
5 Persepsi suap pada sektor lapangan usaha
Perikanan
Kehutanan
Perkebunan
2.8
2.9
2.9
Migas
Hotel/Resto
Pertambangan
3.0
3.0
3.1
Pertanian
Industri
Perumahan
3.1
3.2
3.2
Farmasi
Konstruksi
Transportasi
3.3
3.4
3.6
Perbankan
Telekomunikasi
Perdagangan
3.7
3.7
3.9
Jasa-jasa
Kelistrikan
Air Minum
3.9
4.0
4.2
76.8
Militer
73.3
Instansi Pengawas dan Pemeriksa
Peradilan
73.1
Kepolisian
72.8
68.8
Bea Cukai
68.7
Perkreditan
Eksekutif
Legislatif
61.2
66.1
Sektor Terdampak
56.8
65.5
62.9
Paling Korup 0
34
100 Paling Bersih
Pelayanan Dasar
Penerbitan Kuota Perdagangan
Perpajakan
Pengadaan
Perizinan
61.0
Sangat Lazim 0
5 Tidak Lazim
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
6 Integritas Layanan Kota Balikpapan Total Interaksi Layanan
Interaksi Suap
20
Dinas Pertambangan & Energi
15
22
Dinas Tata Ruang & Bangunan
Dinas Perhubungan
20
Dinas Koperasi dan UKM
19
67%
10
63%
11
55%
10
53%
29
Dinas Pendapatan Daerah
15
35
Kepolisian
51%
14
33
Dinas Perdagangan
52% 18
30
Dinas Pekerjaan Umum
68%
12
16
Dinas Perindustrian
75%
15
18
Badan Penanaman Modal dan Promosi
Probabilitas Suap
10 48
Dinas Ketenagakerjaan
30%
10 64
Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu
47%
21% 17%
11
Dalam interaksi layanan publik tingkat kota dengan bantuan pihak ketiga, pelaku usaha paling sering menggunakan keluarga, dengan alasan tidak buang-buang waktu. 8 Faktor penghambat pemberantasan korupsi 3.8
Lembaga Antikorupsi
3.8
Media
3.8
4.2
3.7
4.2
Ombudsman
3.6
4.1
Pelayanan Publik
3.6
4.2
62.9
58.9
58.7
55.2
53.3
Bisnis
3.5
Organisasi Masyarakat Sipil
3.5
4.2
Pengadaan Publik
3.5
4.1
Kepala Daerah
3.4
4.1
Partai Politik
3.4
4.1
DPRD
3.4
Dibiarkan
Tidak Menjadi Prioritas Kebijakan
4.4
Bukan Masalah Penting
Pengadilan
4.3
Tidak Dipidana dengan Tegas
Badan Pemeriksa Keuangan
Dianggap Sebagai Kebiasaan
7 Pilar Sistem Integritas Lokal
4.0
4.3
9 6 dari 10 pelaku usaha tahu adanya UU Tipikor 10 4 dari 10 pelaku usaha tahu mengenai Stranas PPK
DEMOGRAFI DAN KETERANGAN SURVEI Total responden: 105 pelaku usaha Persebaran skala perusahaan
3.3
Pemerintah Pusat
4.2
Besar 40%
Menengah 33%
Kecil 27%
Persebaran sektor industri Realita
Transparency International Indonesia
Ekspektasi
Manufaktur 3%
Perdagangan 32%
Jasa 43%
Konstruksi 17%
Keuangan 5%
35
HASIL SURVEI PERSEPSI 2017 KOTA BANJARMASIN
Skor IPK
63.7
KOMPONEN PENYUSUN
Prevalensi
Akuntabilitas
61.6
Motivasi
64.6
72.6
Indeks Daya Saing Lokal
1 13% pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap 2 Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Banjarmasin sebesar 6.6% dari total biaya produksi. 3 Instansi terdampak korupsi
62.8
63.0
Peradilan
Perkreditan
65.6 63.4
65.8
64.3
Instansi Terdampak
64.1
Indeks Kemudahan Berusaha
Efektivitas
66.7
68.1
5 Persepsi suap pada sektor lapangan usaha
Pertambangan
Industri
Perikanan
3.4
3.6
3.7
Kehutanan
Pertanian
Konstruksi
3.8
3.8
3.8
Perdagangan
Perumahan
Perkebunan
3.9
4.0
4.0
Air Minum
Hotel/Resto
Transportasi
4.1
4.1
4.1
Jasa-jasa
Migas
Farmasi
4.2
4.3
4.3
Perbankan
Kelistrikan
Telekomunikasi
4.4
4.4
4.4
65.8
64.2
Militer
Eksekutif
Instansi Pengawas dan Pemeriksa
Legislatif
Bea Cukai
61.8
Kepolisian
Sektor Terdampak
63.6
4 Sektor terdampak korupsi 65.8 65.0 64.2
Paling Korup 0
36
100 Paling Bersih
Penerbitan Kuota Perdagangan
Perpajakan
Pelayanan Dasar
63.4
Pengadaan
Perizinan
63.0
Sangat Lazim 0
5 Tidak Lazim
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
6 Integritas Layanan Kota Banjarmasin Total Interaksi Layanan
Interaksi Suap
15
Dinas Perhubungan
5
24
Badan Penanaman Modal dan Promosi
14% 3
14%
49
Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu
6
18
Dinas Tata Ruang & Bangunan
11%
37
4
28
Dinas Perdagangan
11%
2
18
8%
1
3
Dinas Pertambangan & Energi
11%
3
25
Dinas Pendapatan Daerah
12%
2
Dinas Ketenagakerjaan
Dinas Koperasi dan UKM
17%
2 21
Kepolisian
25%
4
14
Dinas Perindustrian
33%
5
20
Dinas Pekerjaan Umum
Probabilitas Suap
6%
0
0%
Dalam interaksi layanan publik tingkat kota dengan bantuan pihak ketiga, pelaku usaha paling sering menggunakan anak perusahaan, dengan alasan tidak ada waktu. 7 Pilar Sistem Integritas Lokal
8 Faktor penghambat pemberantasan korupsi 4.8
3.7
4.8
3.6
4.6
3.5
Organisasi Masyarakat Sipil
3.5
Kepala Daerah
3.5
4.6
Pelayanan Publik
3.5
4.6
Pengadilan
3.5
4.5 4.3
4.8
3.4
4.4
3.3
DPRD
Bisnis
3.2
Partai Politik
3.2
51.0
4.5
Ombudsman
Pengadaan Publik
55.6
4.5 3.9
Tidak Dipidana dengan Tegas
Pemerintah Pusat
57.8
Dianggap Sebagai Kebiasaan
3.6
60.4
Tidak Menjadi Prioritas Kebijakan
Media
62.0
Dibiarkan
Badan Pemeriksa Keuangan
3.7
Bukan Masalah Penting
Lembaga Antikorupsi
9 7 dari 10 pelaku usaha tahu adanya UU Tipikor 10 6 dari 10 pelaku usaha tahu mengenai Stranas PPK
DEMOGRAFI DAN KETERANGAN SURVEI Total responden: 100 pelaku usaha Persebaran skala perusahaan
4.1
Besar 25%
Menengah 49%
Kecil 26%
Persebaran sektor industri Realita
Transparency International Indonesia
Ekspektasi
Manufaktur 16%
Perdagangan 17%
Jasa 43%
Konstruksi 15%
Keuangan 9%
37
HASIL SURVEI PERSEPSI 2017 KOTA PADANG
Skor IPK
63.1
KOMPONEN PENYUSUN
Prevalensi
Akuntabilitas
60
Motivasi
64.9
68.9
Indeks Daya Saing Lokal
1 15% pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap 2 Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Padang sebesar 2% dari total biaya produksi. 3 Instansi terdampak korupsi
4 Sektor terdampak korupsi 69.2
67.5
Instansi Terdampak
62.7
Indeks Kemudahan Berusaha
Efektivitas
68.5
65.2
5 Persepsi suap pada sektor lapangan usaha
Industri
Perkebunan
Kehutanan
4.0
4.1
4.1
Perdagangan
Konstruksi
Migas
4.1
4.2
4.2
Perumahan
Hotel/Resto
Kelistrikan
4.2
4.3
4.3
Pertambangan
Pertanian
Air Minum
4.3
4.3
4.4
Jasa-jasa
Farmasi
Perikanan
4.4
4.5
4.5
Telekomunikasi
Transportasi
Perbankan
4.5
4.5
4.6
72.3
Militer
70.3
Perkreditan
66.4
Instansi Pengawas dan Pemeriksa
Bea Cukai
64.5
Peradilan
56.6
Eksekutif
56.4
Kepolisian
Legislatif
52.9
62.2
Sektor Terdampak
59.9
69.3
67.7
Paling Korup 0
38
100 Paling Bersih
Penerbitan Kuota Perdagangan
Perpajakan
Pelayanan Dasar
65.8
Pengadaan
Perizinan
65.6
Sangat Lazim 0
5 Tidak Lazim
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
6 Integritas Layanan Kota Padang Total Interaksi Layanan
Interaksi Suap
9
Dinas Pertambangan & Energi
1
12
Dinas Perhubungan
11%
1 34
Dinas Perindustrian
8% 2
20
Dinas Pekerjaan Umum
Probabilitas Suap
6%
1
5%
Dinas Pendapatan Daerah
25
1
4%
Kepolisian
26
1
4%
30
Dinas Ketenagakerjaan
1 52
Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu
54
Dinas Perdagangan
22
Badan Penanaman Modal dan Promosi
3%
1
2%
1
2%
0
0%
Dinas Koperasi dan UKM
20
0
0%
Dinas Tata Ruang & Bangunan
19
0
0%
Dalam interaksi layanan publik tingkat kota dengan bantuan pihak ketiga, pelaku usaha paling sering menggunakan keluarga, dengan alasan tidak tahu prosedur.
7 Pilar Sistem Integritas Lokal
8 Faktor penghambat pemberantasan korupsi
Lembaga Antikorupsi
3.8
4.7
Badan Pemeriksa Keuangan
3.8
4.7
63.6
61.3
59.6
57.8 49.3
Kepala Daerah
3.5
4.7
Pengadilan
3.5
4.7
Pengadaan Publik
3.5
Pelayanan Publik
3.4
Bisnis
3.4
Pemerintah Pusat
3.4
Organisasi Masyarakat Sipil
3.3
4.5 4.6 4.4 4.7 4.3
3.1
DPRD
Tidak Dipidana dengan Tegas
4.5
Dianggap Sebagai Kebiasaan
3.6
Dibiarkan
Media
4.6
Tidak Menjadi Prioritas Kebijakan
3.6
Bukan Masalah Penting
Ombudsman
4.6
9 5 dari 10 pelaku usaha tahu adanya UU Tipikor 10 4 dari 10 pelaku usaha tahu mengenai Stranas PPK
DEMOGRAFI DAN KETERANGAN SURVEI Total responden: 107 pelaku usaha Persebaran skala perusahaan
Partai Politik
2.8
4.3
Besar 17%
Menengah 9%
Kecil 74%
Persebaran sektor industri Realita
Transparency International Indonesia
Ekspektasi
Manufaktur 51%
Perdagangan 21%
Jasa 9%
Konstruksi 12%
Keuangan 6%
39
HASIL SURVEI PERSEPSI 2017 KOTA MANADO
Skor IPK
62.8
KOMPONEN PENYUSUN
Prevalensi
57.8
Akuntabilitas
Motivasi
64.6
71.0
Indeks Daya Saing Lokal
1 15% pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap 2 Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Manado sebesar 9.2% dari total biaya produksi. 3 Instansi terdampak korupsi 70.4
70.9
71.2
40
Perkreditan
Bea Cukai
Militer
Instansi Pengawas dan Pemeriksa
100 Paling Bersih
77.8
Perpajakan
72.3
Pelayanan Dasar
69.5
Perizinan
Penerbitan Kuota Perdagangan
Pengadaan Paling Korup 0
68.6
Instansi Terdampak
65.1
Indeks Kemudahan Berusaha
Efektivitas
65
66.0
5 Persepsi suap pada sektor lapangan usaha
Pertambangan
Migas
Perikanan
3.6
3.9
3.9
Kehutanan
Jasa-jasa
Pertanian
3.9
3.9
3.9
Konstruksi
Perkebunan
Air Minum
4.0
4.0
4.0
Farmasi
Industri
Perumahan
4.1
4.2
4.2
Transportasi
Kelistrikan
Hotel/Resto
4.2
4.2
4.3
Perdagangan
Telekomunikasi
Perbankan
4.3
4.5
4.8
74.0
4 Sektor terdampak korupsi
66.1
70.8
60.8
Eksekutif
59.8
Peradilan
Kepolisian
Legislatif
54.2
59.5
Sektor Terdampak
55.7
Sangat Lazim 0
5 Tidak Lazim
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
6 Integritas Layanan Kota Manado Total Interaksi Layanan
Interaksi Suap
6
Badan Penanaman Modal dan Promosi
2 13
Dinas Perhubungan
33 4
31
72
Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu
18
20
Dinas Tata Ruang & Bangunan
20
54
10
17
50
9
2
14
9
1
1
Dinas Pertambangan & Energi
10
1 22
Dinas Perindustrian
13 5
11
Dinas Perdagangan
18
4
Dinas Ketenagakerjaan Dinas Pekerjaan Umum
19
3 30
Kepolisian
25
4
Dinas Pendapatan Daerah Dinas Koperasi dan UKM
Probabilitas Suap
7
0
0
Dalam interaksi layanan publik tingkat kota dengan bantuan pihak ketiga, pelaku usaha paling sering menggunakan biro jasa, dengan alasan tidak buang-buang waktu. 7 Pilar Sistem Integritas Lokal
8 Faktor penghambat pemberantasan korupsi 3.7
4.7
Lembaga Antikorupsi
3.6
4.7
Badan Pemeriksa Keuangan
3.6
Ombudsman
80.0
75.0
73.5 63.8
Bisnis
3.4
4.7 4.6
Pengadaan Publik
3.3
4.7
Media
3.3
4.7
3.2
Pengadilan Organisasi Masyarakat Sipil
DPRD
4.7
3.0
4.4
2.6
Tidak Dipidana dengan Tegas
3.4
Dianggap Sebagai Kebiasaan
Pelayanan Publik
4.8
Tidak Menjadi Prioritas Kebijakan
3.4
Dibiarkan
Kepala Daerah
4.7
Bukan Masalah Penting
3.5
Pemerintah Pusat
38.8
4.8
4.6
9 8 dari 10 pelaku usaha tahu adanya UU Tipikor 10 5 dari 10 pelaku usaha tahu mengenai Stranas PPK
DEMOGRAFI DAN KETERANGAN SURVEI Total responden: 80 pelaku usaha Persebaran skala perusahaan
Partai Politik
2.4
4.4
Besar 39%
Menengah 20%
Kecil 41%
Persebaran sektor industri Realita
Transparency International Indonesia
Ekspektasi
Manufaktur 5%
Perdagangan 29%
Jasa 45%
Konstruksi 14%
Keuangan 8%
41
HASIL SURVEI PERSEPSI 2017 KOTA SURABAYA
Skor IPK
61.4
KOMPONEN PENYUSUN
Prevalensi
61.1
Akuntabilitas
Motivasi
63.8
72.6
Indeks Daya Saing Lokal
1 19% pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap 2 Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Surabaya sebesar 2.7% dari total biaya produksi. 3 Instansi terdampak korupsi
4 Sektor terdampak korupsi
Paling Korup 0
42
100 Paling Bersih
68.5
Perizinan
68.1
Pelayanan Dasar
67.9
Perpajakan
Pengadaan
Penerbitan Kuota Perdagangan
62.2
63.4
66.0
Instansi Terdampak
60.6
Indeks Kemudahan Berusaha
Efektivitas
64.4
66.8
5 Persepsi suap pada sektor lapangan usaha
Perikanan
Pertanian
Perkebunan
2.2
2.8
3.0
Kehutanan
Migas
Farmasi
3.4
3.6
3.7
Perumahan
Pertambangan
Hotel/Resto
3.9
3.9
4.1
Konstruksi
Industri
Jasa-jasa
4.3
4.3
4.4
Transportasi
Perdagangan
Perbankan
4.4
4.4
4.5
Air Minum
Kelistrikan
Telekomunikasi
4.6
4.6
4.7
67.1
Militer
65.5
Perkreditan
Instansi Pengawas dan Pemeriksa
62.4
Eksekutif
61.4
59.2
Bea Cukai
57.2
Legislatif
56.2
Peradilan
Kepolisian
56.0
Sektor Terdampak
54.8
Sangat Lazim 0
5 Tidak Lazim
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
6 Integritas Layanan Kota Surabaya Total Interaksi Layanan
Interaksi Suap
24
Dinas Pendapatan Daerah
1
Dinas Perdagangan
64
Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu
63 10
Badan Penanaman Modal dan Promosi
40
Dinas Ketenagakerjaan
3
Dinas Koperasi dan UKM
34
Dinas Pekerjaan Umum
9
Dinas Perhubungan
33
Dinas Perindustrian
2
Dinas Pertambangan & Energi
20
Dinas Tata Ruang & Bangunan
5
Kepolisian
Probabilitas Suap
4% 2
3%
1
2%
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
Dalam interaksi layanan publik tingkat kota dengan bantuan pihak ketiga, pelaku usaha paling sering menggunakan calo, dengan alasan takut dipersulit.
8 Faktor penghambat pemberantasan korupsi 4.4
4.7
Badan Pemeriksa Keuangan
4.0
4.6
3.9
4.3 4.2
3.8
Pengadaan Publik
Pengadilan
3.7
Ombudsman
3.7 3.6
Bisnis Organisasi Masyarakat Sipil
3.3
DPRD
3.2
Partai Politik
3.2
Dianggap Sebagai Kebiasaan
4.6
Pelayanan Publik
39.0 28.5
Tidak Menjadi Prioritas Kebijakan
4.0
3.9
41.6
Bukan Masalah Penting
Pemerintah Pusat
Media
42.0
4.7
4.1
Lembaga Antikorupsi
43.4
Dibiarkan
Kepala Daerah
Tidak Dipidana dengan Tegas
7 Pilar Sistem Integritas Lokal
4.1 4.6 4.0 3.9 3.7 4.1
9 6 dari 10 pelaku usaha tahu adanya UU Tipikor 10 3 dari 10 pelaku usaha tahu mengenai Stranas PPK
DEMOGRAFI DAN KETERANGAN SURVEI Total responden: 101 pelaku usaha Persebaran skala perusahaan
3.8
Besar 13%
Menengah 28%
Kecil 59%
Persebaran sektor industri Realita
Transparency International Indonesia
Ekspektasi
Manufaktur 25%
Perdagangan 18%
Jasa 17%
Konstruksi 40%
Keuangan 1%
43
HASIL SURVEI PERSEPSI 2017 KOTA SEMARANG
Skor IPK
58.9
KOMPONEN PENYUSUN
Prevalensi
Akuntabilitas
58.8
Motivasi
58.4
67.6
Indeks Daya Saing Lokal
1 25% pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap 2 Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Semarang sebesar 4.4% dari total biaya produksi. 3 Instansi terdampak korupsi
4 Sektor terdampak korupsi
Paling Korup 0
44
100 Paling Bersih
61.0
Pelayanan Dasar
59.8
Perpajakan
59.4
Pengadaan
59.4
Penerbitan Kuota Perdagangan
Perizinan
58.0
59.5
Instansi Terdampak
59.3
Indeks Kemudahan Berusaha
Efektivitas
62.9
65.7
5 Persepsi suap pada sektor lapangan usaha
Kehutanan
Perkebunan
Migas
3.2
3.5
3.5
Telekomunikasi
Jasa-jasa
Perikanan
3.5
3.6
3.6
Perdagangan
Pertanian
Hotel/Resto
3.6
3.6
3.6
Industri
Konstruksi
Perbankan
3.7
3.8
3.8
Kelistrikan
Air Minum
Farmasi
3.9
3.9
3.9
Transportasi
Pertambangan
Perumahan
3.9
4.1
4.1
64.4
Militer
62.4
Eksekutif
62.2
Perkreditan
58.6
Legislatif
58.4
Instansi Pengawas dan Pemeriksa
58.4
Bea Cukai
56.8
Peradilan
Kepolisian
53.6
Sektor Terdampak
56.8
Sangat Lazim 0
5 Tidak Lazim
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
6 Integritas Layanan Kota Semarang Total Interaksi Layanan
Interaksi Suap
21
Dinas Tata Ruang & Bangunan
5
24%
69
Kepolisian
7
21
Dinas Pekerjaan Umum
10%
80
6
28 71
49
Dinas Koperasi dan UKM
56
Dinas Perindustrian
21 6
4%
2
38
Dinas Pendapatan Daerah
7% 3
49
Dinas Ketenagakerjaan
Dinas Pertambangan & Energi
8%
2
Dinas Perdagangan
Dinas Perhubungan
10%
2
Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu Badan Penanaman Modal dan Promosi
Probabilitas Suap
4%
1
3%
1
2%
1
2%
0
0%
0
0%
Dalam interaksi layanan publik tingkat kota dengan bantuan pihak ketiga, pelaku usaha paling sering menggunakan biro jasa, dengan alasan tidak buang-buang waktu. 7 Pilar Sistem Integritas Lokal
8 Faktor penghambat pemberantasan korupsi 3.7
Bisnis
3.3
Badan Pemeriksa Keuangan
3.3
Pelayanan Publik
3.3
Kepala Daerah
3.3
Pengadaan Publik
3.2
Organisasi Masyarakat Sipil
3.2
Pengadilan
3.2
4.5 4.2 4.1 4.4 4.2 4.4 4.1 4.0 4.4
2.8
DPRD
63.4
4.4
3.4
Ombudsman
66.0
Tidak Dipidana dengan Tegas
3.5
72.8
Dianggap Sebagai Kebiasaan
Pemerintah Pusat
73.2
Tidak Menjadi Prioritas Kebijakan
3.5
76.8
Dibiarkan
Media
4.5
Bukan Masalah Penting
Lembaga Antikorupsi
4.1
9 6 dari 10 pelaku usaha tahu adanya UU Tipikor 10 4 dari 10 pelaku usaha tahu mengenai Stranas PPK
DEMOGRAFI DAN KETERANGAN SURVEI Total responden: 100 pelaku usaha Persebaran skala perusahaan
Partai Politik
2.6
3.6
Besar 42%
Menengah 38%
Kecil 20%
Persebaran sektor industri Realita
Transparency International Indonesia
Ekspektasi
Manufaktur 19%
Perdagangan 28%
Jasa 44%
Konstruksi 7%
Keuangan 2%
45
HASIL SURVEI PERSEPSI 2017 KOTA BANDUNG
Skor IPK
57.9
KOMPONEN PENYUSUN
Prevalensi
Akuntabilitas
60.7
Motivasi
56.4
63.3
Indeks Daya Saing Lokal
1 23% pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap 2 Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Bandung sebesar 10.8% dari total biaya produksi. 3 Instansi terdampak korupsi
4 Sektor terdampak korupsi
Paling Korup 0
46
100 Paling Bersih
61.4
Penerbitan Kuota Perdagangan
60.8
Perpajakan
59.6
Pelayanan Dasar
Pengadaan
Perizinan
56.6
59.4
59.6
Instansi Terdampak
54.6
Indeks Kemudahan Berusaha
Efektivitas
67.1
54.2
5 Persepsi suap pada sektor lapangan usaha
Konstruksi
Jasa-jasa
Perumahan
2.7
2.9
3.0
Perdagangan
Transportasi
Hotel/Resto
3.2
3.2
3.2
Industri
Pertanian
Telekomunikasi
3.3
3.3
3.3
Farmasi
Perbankan
Kelistrikan
3.4
3.5
3.5
Air Minum
Perkebunan
Kehutanan
3.6
3.8
4.0
Migas
Pertambangan
4.8
4.8
58.6
Perkreditan
55.6
Bea Cukai
55.4
Instansi Pengawas dan Pemeriksa
54.3
Militer
53.9
Peradilan
53.9
Eksekutif
53.7
Legislatif
Kepolisian
51.5
Sektor Terdampak
55.7
Sangat Lazim 0
5 Tidak Lazim
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
6 Integritas Layanan Kota Bandung Total Interaksi Layanan
Interaksi Suap
1
Dinas Pertambangan & Energi
Probabilitas Suap
1
100%
42
Dinas Perdagangan
10
17
Kepolisian
4
24%
41
Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu
9
6
Dinas Pekerjaan Umum
13
20 16
Badan Penanaman Modal dan Promosi
14%
1
Dinas Pendapatan Daerah
8 3
Dinas Perhubungan
15%
1 10
Dinas Koperasi dan UKM
17% 2
7
Dinas Perindustrian
22%
1
Dinas Ketenagakerjaan Dinas Tata Ruang & Bangunan
24%
10% 5%
1 0
0%
0
0%
0
0%
Dalam interaksi layanan publik tingkat kota dengan bantuan pihak ketiga, pelaku usaha paling sering menggunakan biro jasa, dengan alasan tidak buang-buang waktu. 7 Pilar Sistem Integritas Lokal
8 Faktor penghambat pemberantasan korupsi
Kepala Daerah
3.3
Lembaga Antikorupsi
3.3
4.3
Bisnis
3.1
Pengadaan Publik
3.1
4.0
Pelayanan Publik
3.1
4.0
Ombudsman
3.0
DPRD
3.0
Organisasi Masyarakat Sipil
2.9
4.4 3.7
4.4 3.7 4.1 3.6
Tidak Dipidana dengan Tegas
4.4
3.1
3.0
30.7
4.2
Badan Pemeriksa Keuangan
Pengadilan
40.6
Dianggap Sebagai Kebiasaan
3.2
43.4
Tidak Menjadi Prioritas Kebijakan
Pemerintah Pusat
44.8
Dibiarkan
3.2
47.5
Bukan Masalah Penting
Media
4.4
9 4 dari 10 pelaku usaha tahu adanya UU Tipikor 10 2 dari 10 pelaku usaha tahu mengenai Stranas PPK
DEMOGRAFI DAN KETERANGAN SURVEI Total responden: 101 pelaku usaha Persebaran skala perusahaan
Partai Politik
2.7
3.7
Besar 9%
Menengah 7%
Kecil 84%
Persebaran sektor industri Realita
Transparency International Indonesia
Ekspektasi
Manufaktur 44%
Perdagangan 48%
Jasa 6%
Konstruksi 3%
Keuangan 0%
47
HASIL SURVEI PERSEPSI 2017 KOTA MAKASSAR
Skor IPK
53.4
KOMPONEN PENYUSUN
Prevalensi
Akuntabilitas
51.4
Motivasi
54.4
67.2
Indeks Daya Saing Lokal
Sektor Terdampak
45.9
1 9% pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap 2 Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Makassar sebesar 1.8% dari total biaya produksi. 3 Instansi terdampak korupsi
57.0
Instansi Terdampak
54.8
Indeks Kemudahan Berusaha
Efektivitas
62.4
59.8
5 Persepsi suap pada sektor lapangan usaha
Pertambangan
Konstruksi
Industri
3.4
3.5
3.7
Perumahan
Migas
Kehutanan
3.7
3.8
3.8
Perdagangan
Perikanan
Hotel/Resto
3.9
4.0
4.0
Perbankan
Perkebunan
Pertanian
4.0
4.0
4.0
Jasa-jasa
Farmasi
Transportasi
4.1
4.1
4.1
Kelistrikan
Telekomunikasi
Air Minum
4.1
4.2
4.4
72.2
Militer
60.0
Perkreditan
Instansi Pengawas dan Pemeriksa
57.5
Bea Cukai
52.2
Eksekutif
49.0
Peradilan
Kepolisian
Legislatif
42.9
46.3
58.2
4 Sektor terdampak korupsi
Paling Korup 0
48
100 Paling Bersih
59.0
Perpajakan
59.0
Penerbitan Kuota Perdagangan
56.7
Pelayanan Dasar
Perizinan
Pengadaan
54.7
55.7
Sangat Lazim 0
5 Tidak Lazim
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
6 Integritas Layanan Kota Makassar Total Interaksi Layanan
Interaksi Suap
3
Dinas Pertambangan & Energi
Probabilitas Suap
1
33%
30
Kepolisian
10
20
Dinas Perhubungan
33%
6
30%
Dinas Koperasi dan UKM
8
2
25%
Dinas Pekerjaan Umum
8
2
25%
37
Dinas Pendapatan Daerah
9 43
Dinas Perdagangan
8
25
Dinas Perindustrian
16%
44 3 33
13% 4
17
Dinas Tata Ruang & Bangunan
16%
7
24
Dinas Ketenagakerjaan
19%
4
Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu Badan Penanaman Modal dan Promosi
24%
12%
2
12%
Dalam interaksi layanan publik tingkat kota dengan bantuan pihak ketiga, pelaku usaha paling sering menggunakan calo, dengan alasan tidak buang-buang waktu. 7 Pilar Sistem Integritas Lokal
8 Faktor penghambat pemberantasan korupsi 4.0
Badan Pemeriksa Keuangan
4.5
3.5
Ombudsman
3.5
Kepala Daerah
3.4
Bisnis
3.4
Organisasi Masyarakat Sipil
3.4 3.2
Pelayanan Publik
4.8 4.8 4.4 4.7 4.2 4.3 4.4
3.1
Pengadaan Publik
4.4
2.9
DPRD
43.1
4.8
3.6
Pengadilan
62.0
Tidak Dipidana dengan Tegas
3.8
62.7
Dianggap Sebagai Kebiasaan
Pemerintah Pusat
62.9
Dibiarkan
3.8
69.4
Tidak Menjadi Prioritas Kebijakan
Media
4.8
Bukan Masalah Penting
Lembaga Antikorupsi
4.5
9 6 dari 10 pelaku usaha tahu adanya UU Tipikor 10 4 dari 10 pelaku usaha tahu mengenai Stranas PPK
DEMOGRAFI DAN KETERANGAN SURVEI Total responden: 102 pelaku usaha Persebaran skala perusahaan
Partai Politik
2.7
4.1
Besar 32%
Menengah 19%
Kecil 49%
Persebaran sektor industri Realita
Transparency International Indonesia
Ekspektasi
Manufaktur 40%
Perdagangan 28%
Jasa 16%
Konstruksi 14%
Keuangan 2%
49
HASIL SURVEI PERSEPSI 2017 KOTA MEDAN
Skor IPK
37.4
KOMPONEN PENYUSUN
Prevalensi
Akuntabilitas
32.6
Motivasi
37.7
50.1
Indeks Daya Saing Lokal
Sektor Terdampak
35.1
1 14% pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap 2 Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Medan sebesar 2.9% dari total biaya produksi. 3 Instansi terdampak korupsi
41.2
Instansi Terdampak
39.6
Indeks Kemudahan Berusaha
Efektivitas
40.8
41.1
5 Persepsi suap pada sektor lapangan usaha
Pertambangan
Kehutanan
Pertanian
2.8
2.9
3.0
Transportasi
Konstruksi
Jasa-jasa
3.1
3.1
3.1
Migas
Perbankan
Perkebunan
3.1
3.1
3.2
Perdagangan
Industri
Perumahan
3.2
3.4
3.4
Perikanan
Kelistrikan
Telekomunikasi
3.4
3.4
3.5
Hotel/Resto
Air Minum
Farmasi
3.7
3.8
3.9
53.2
Militer
45.2
Perkreditan
Bea Cukai
Instansi Pengawas dan Pemeriksa
40.4
34.4
Legislatif
34.2
Eksekutif
33.4
Peradilan
Kepolisian
33.2
43.0
4 Sektor terdampak korupsi
Paling Korup 0
50
100 Paling Bersih
45.5
Penerbitan Kuota Perdagangan
Pengadaan
42.0
Perpajakan
40.4
Pelayanan Dasar
Perizinan
35.0
43.0
Sangat Lazim 0
5 Tidak Lazim
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
6 Integritas Layanan Kota Medan Total Interaksi Layanan
Interaksi Suap
4
Dinas Pertambangan & Energi
Probabilitas Suap
2
50%
24
Dinas Perdagangan
11
20
Dinas Perindustrian
9
21
Dinas Koperasi dan UKM
27%
26
7
12
27% 25%
3
10
Badan Penanaman Modal dan Promosi
28%
3
Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu Dinas Tata Ruang & Bangunan
30%
5
11
Dinas Perhubungan
43%
8
18
Dinas Pendapatan Daerah
45%
9 27
Kepolisian
46%
2 17
Dinas Pekerjaan Umum
3 21
Dinas Ketenagakerjaan
20% 18%
3
14%
Dalam interaksi layanan publik tingkat kota dengan bantuan pihak ketiga, pelaku usaha paling sering menggunakan keluarga, dengan alasan tidak tahu prosedur.
7 Pilar Sistem Integritas Lokal
8 Faktor penghambat pemberantasan korupsi
2.5
4.8
2.3
2.2
Ombudsman
2.1
Pemerintah Pusat
2.1
Badan Pemeriksa Keuangan
2.1
27.2
4.4 4.6 4.4 4.4 4.8 4.6
Pelayanan Publik
2.0
4.5
Pengadaan Publik
2.0
4.5
Pengadilan
1.9
4.7
Kepala Daerah
1.8
4.7
DPRD
1.7
Partai Politik
1.7
Tidak Dipidana dengan Tegas
Organisasi Masyarakat Sipil
34.8
Dianggap Sebagai Kebiasaan
2.2
35.2
Tidak Menjadi Prioritas Kebijakan
Media
37.4
Dibiarkan
Bisnis
38.2
Bukan Masalah Penting
Lembaga Antikorupsi
4.6
9 6 dari 10 pelaku usaha tahu adanya UU Tipikor 10 2 dari 10 pelaku usaha tahu mengenai Stranas PPK
DEMOGRAFI DAN KETERANGAN SURVEI Total responden: 100 pelaku usaha Persebaran skala perusahaan
4.4
Besar 29%
Menengah 33%
Kecil 38%
Persebaran sektor industri Realita
Transparency International Indonesia
Ekspektasi
Manufaktur 49%
Perdagangan 9%
Jasa 31%
Konstruksi 11%
Keuangan 0%
51
021-2279 2806 021-2279 2807
[email protected] Transparency International Indonesia @TIIndonesia ti.or.id