INFO PANGAN DAN GIZI VOLUME XX NO. 1 TAHUN 2011

Download abstrak hasil penelitian bidang pangan dan gizi yang dihimpun melalui beberapa kali ..... untuk diit Vegetarian. ...... Jurnal Kedokteran T...

0 downloads 470 Views 2MB Size
Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011





Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

ISSN 0854-1728 VOLUME XX NO. 1 2011

INFO PANGAN DAN GIZI MEDIA PENYALUR INFORMASI PANGAN DAN GIZI

FORUM KOORDINASI JEJARING INFORMASI PANGAN DAN GIZI Sekretariat: Direktorat Bina Gizi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Jl. HR. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4–9 JAKARTA 12950

KATA PENGANTAR

Buku Info Pangan dan Gizi merupakan media penyalur informasi pangan dan gizi. Informasi diperoleh dari anggota tim forum koordinasi Jejaring Informasi Pangan dan Gizi (JIPG) yang merupakan interaksi jaringan antar pusat informasi yang terkait dalam bidang pangan dan gizi. Informasi yang dipublikasi dalam buku ini adalah abstrak informatif hasil-hasil penelitian termasuk kebijakan pemerintah dan makalah-makalah yang disampaikan dalam seminar atau lokakarya. Publikasi JIPG dalam buku Info Pangan dan Gizi selama ini diperlukan oleh pengguna dari berbagai instansi terkait di daerah termasuk perguruan tinggi. Salah satu kegiatan JIPG adalah mengelola informasi bersama seluruh anggota tim dan membahas kelayakan naskah yang ada untuk dipublikasikan dalam 2 nomor setiap tahunnya. Dalam terbitan Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 tahun 2011 ini berisi abstrak hasil penelitian bidang pangan dan gizi yang dihimpun melalui beberapa kali pertemuan sekretariat JIPG tingkat pusat. Kritik dan saran konstruktif para pembaca untuk penyempurnaan publikasi ini sangat kami harapkan.

Sekretariat JIPG

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

i

SEKRETARIAT JIPG TINGKAT PUSAT

Dr. Handewi Purwati Saliem – Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Kementerian Pertanian Dr. Ikeu Tanziha – Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Ir.Trini Sudiarti, M.Si – Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Yeni Restiani, SSi.Apt – Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan Lindawati Wibowo, MSc – (SEAMEO RECFON/Regional Center for Food and Nutrition)* Luh Ade Ari Wiradnyani, MSc – (Forum Komunikasi Gizi dan Kesehatan/SEAMEO RECFON) *sebelumnya bernama SEAMEO TROPMED Regional Center for Community Nutrition

ii

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

FORUM KOORDINASI JEJARING INFORMASI PANGAN DAN GIZI

Sekretariat: Direktorat Bina Gizi Ditjen Bina Gizi & KIA Jl. HR. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9, Jakarta 12950 Telp. (021) 5277382, 5201590 Ext 8226 Fax: (021) 5210176

E-mail: [email protected]

Website (homepage): http://www.gizi.depkes.go.id

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

iii

KETERANGAN KODE LOKASI DOKUMEN

FPSEKP

: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Kementerian Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 Tel. 0251 – 8325177, 8333964, Fax. 0251 – 8314496, e-mail: [email protected]; [email protected] FFEMAIPB

: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Jl. Lingkar Akademik, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 Tel. 0251 – 8628034, 8621258, Fax. 0251 – 8622276, e-mail: [email protected] BFKMUI

: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Gedung F Lt 2 FKM UI , Kampus UI Pondok Cina Depok Tel./ Fax 021 7863501, e-mail:[email protected] BBPOM

: Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan Jl. Percetakan Negara No.23, Jakarta Pusat, 10560 Tel. 021-42875584 Fax 021 42875780, e-mail:[email protected] BSEAMEO

: SEAMEO RECFON (Regional Center for Food and Nutrition) SEAMEO Building, Kampus Universitas Indonesia Jln Salemba Raya 6 Jakarta Pusat Telp. 021-31930205, 3913932 Fax: 021-3913933 Email: [email protected]; [email protected] iv

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

iii

BFKGK

: SEAMEO-RECFON/FKGK (Forum Komunikasi Gizi dan Kesehatan SEAMEO Building, Kampus Universitas Indonesia Jln Salemba Raya 6 Jakarta Pusat Telp. 021-31930205, 3913932 Fax: 021-3913933 Email: [email protected]; [email protected]

iv

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011



DAFTAR ISI Kata Pengantar ……………………………………………………………….....

i

Sekretariat JIPG Tingkat Pusat .....................................................................

ii

Forum Koordinasi Jejaring Informasi Pangan Dan Gizi .............................

iii

Keterangan Kode Lokasi Dokumen ………………………………………......

iv

Daftar Isi ……………………………………………………………………….....

vi

01 UNICEF, Micronutrient Initiative dan SEAMEO-TROPMED RCCN Universitas Indonesia Survei cakupan suplementasi vitamin A di tiga provinsi dengan cakupan rendah di Indonesia. Laporan Penelitian. ...................................................

1

02 World Food Program dan SEAMEO-TROPMED RCCN Universitas Indonesia. Status kesehatan dan gizi siswa sekolah dasar di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Pulau Nias. Laporan penelitian ........................................

03 World Food Program dan SEAMEO-TROPMED RCCN Universitas Indonesia. Survei lanjutan program perbaikan gizi/NRP oleh World Food Program/ WFP di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam: Fokus pada Siswa Sekolah Dasar. Laporan penelitian. ............................................................................

04 Nirmala, Intan Ria Feeding practices among mothers of children aged 2-5 years old in five villages under Karawang International Industrial City/KIIC Corporate Social Responsibilities/CSR program. Tesis. .........................................................

vi

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

2

3

5

v

05 Basuki, Dian Nurtjahjati Infant feeding practice of HIV-high-risk-mothers in Bandung, West Java. Tesis. ............................................................................................................

06 Andrias, Dini Ririn Food security of households attached to male and female migrant workers: Determinants and impact on nutritional status of the children. Tesis. ......

07 Sahanggamu, Daniel; Drupadi Dillon; Endang Bachtiar Hubungan antara status gizi, respon saliva Immunoglobulin A terhadap bakteri Streptococcus mutans dan karies gigi susu pada anak-anak prasekolah di Indonesia Dalam Prosiding 19th International Congress of Nutrition: Nutrition Security for All. 2009 .....................................................

08 Buanasita, Annas, dkk Health and nutrition assistance program of undernourished child family: Surabaya experiences. Laporan Penelitian ................................................

09 Buanasita, Annas, dkk The updated progress of autonomous level of growth monitoring Post (Posyandu) in urban area of Surabaya, East Java. Laporan Penelitian .....

10 Jawawi Faktor yang berhubungan dengan tinggi badan balita wasting di Kota Surabaya tahun 2010. Skripsi. ....................................................................

11 Siswanti, Arika Diyah. Tingkat ketahanan pangan keluarga dan pola asuh makan terhadap status gizi balita di wilayah Bendul Merisi Jaya, Puskesmas Sidosermo, Kota Surabaya. Skripsi. ...............................................................................

vi

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

6

7

8

9

10

11

12

vii

12 Tantiani, T dan Ahmad Syafiq Perilaku makan menyimpang pada remaja di Jakarta ...............................

13 Zahara, S dan Triyanti Hubungan karakteristik individu, pengetahuan, dan faktor lain dengan kepatuhan Membaca label informasi zat gizi, komposisi dan kadaluarsa pada mahasiswa FKM UI. Skripsi ...............................................................

14 Sari, Fitria Andita Faktor daya beli keluarga terhadap pangan, aktivitas fisik, kebiasaan konsumsi fast Food dan faktor lain hubungannya dengan kejadian obesitas di SD Islam Annajah Jakarta Selatan Tahun 2010.Skripsi. .......................

13

14

15

15 Kusumawijaya, Tb Budi dan Ahmad Syafiq Hubungan perilaku Kadarzi dengan status gizi balita di Kota Depok Tahun 2009 (Analisis data sekunder survei PSG Kadarzi di Kota Depok Tahun 2009). Skripsi .............................................................................................

16 Achadi, Endang dkk. Sekolah Dasar pintu masuk perbaikan pengetahuan, sikap dan perilaku gizi seimbang Masyarakat ..........................................................................

17 Utari, Diah dkk. Efek tempe pada keluhan post menopause ..............................................

16

17

18

18 Arini, Firli Ayu dan HE. Kusdinar Achmad Pengukuran antropometri dan hubungannya dengan” Golden Standard” persen lemak tubuh bioelectrical impedance analysis: studi analisis pada anak sekolah dasar tahun 2010. Thesis .....................................................

viii

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

18

vii

19 Kusharisupeni Peran kelahiran terhadap stunting pada bayi (Sebuah studi prospektif ).

19

20 Susianto Peran formula tempe sebagai sumber vitamin B12 dan implementasinya untuk diit Vegetarian. Ringkasan Disertasi. ...............................................

20

21 Fardiaz, Dedi, dkk Klaim indeks glikemik. ................................................................................

21

22 Restiani, Yeni Pangan fungsional ......................................................................................

23

23 Restiani, Yeni Regulasi terkait klaim terhadap fungsi saluran pencernaan ...................

24

24 Anisyah Tatrazine exposure assessment by using food-frequency method in North Jakarta.Tesis ...............................................................................................

25

Khotimah, Khusnul, dkk Development fumonisin detection method of Indonesian corn-based ...

26 Aitonam, Merry Pengaruh pemberian makanan cair yang diperkaya dengan tempe terhadap respons Glukosa darah penyandang Diabetes Mellitus di RSCM Jakarta. Thesis. ...........................................................................................

viii

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

25

25

26

ix

27 Terati. Studi faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita di Provinsi Sumatera Selatan. Thesis ............................................................

28 Rosha, Bunga Christitha. Analisis determinan status gizi anak 0-23 bulan pada daerah miskin di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tesis ..........................................................

29 Ananda, Astri Dwi. Aktivitas antioksidan dan karakteristik organoleptik minuman fungsional teh hijau (Camellia sinensis) rempah instan. Skripsi ................................

30 Mervina. Formulasi biskuit dengan substitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan Isolat protein kedelai (Glycine max) sebagai makanan potensial untuk anak balita gizi Kurang. Skripsi ........................................

31 Yulianasari, Agnita Indah. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia pada Remaja dan Dewasa di DKI Jakarta. Skripsi ..................................................................

32 Sugianti, Elya. Faktor Risiko Obesitas Sentral pada Orang Dewasa di Sulawesi Utara, Gorontalo, dan DKI Jakarta. Skripsi ...........................................................

33 Annisa, Kartika. Kebiasaan minum, kebutuhan cairan dan kecenderungan dehidrasi siswa sekolah Dasar. Skripsi ................................................................................



Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

28

29

30

31

32

33

34

34 Rakhmawati, Luthfi. Kontribusi makanan di sekolah dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada anak Usia Sekolah Dasar di Kota Bogor. Skripsi. .............................

35 Purnamasari, Tri. Fortifikasi mikrokapsul besi pada permen cokelat untuk mengatasi defisiensi besi pada Remaja putri. Skripsi. ................................................

36

37

36 Isnaharani, Yulan. Pemanfaatan tepung jerami nangka (Artocarpusheterophyllus Lmk.) dalam pembuatan Cookies tinggi serat. Skripsi ..................................

38

37 Astuti, Esa Ghaisani Pengetahuan, sikap dan perilaku gizi seimbang pada anak sekolah dasar swasta dan Negeri di Kota Bogor. Skripsi ..................................

39

38 Dewi, Puspita Formulasi produk serbuk minuman berbahan dasar fruktooligosakarida (FOS) Sebagai Pangan fungsional rendah kalori. Skripsi ...................

40

39 OKTARINA Pengaruh riwayat pemberian ASI, MP-ASI, dan status gizi serta stimulasi psikososial Saat Ini terhadap perkembangan kognitif anak usia prasekolah. Skripsi .......................................................................

40

RASDIYANTI, RAKHMAWATI FEBRINA KOMALASARI Nilai indeks gikemik produk olahan sukun (Artocarpus altilis). Skripsi

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

41

42

xi

41

Soesilo, Indroyono Food for All: New perspective on food availability, accessibility, affordability and safety. .........................................................................

42 Swastika, Dewa Ketut Sadra Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan untuk mengentaskan petani dari kemiskinan. Bahan orasi Profesor riset bidang ekonomi pertanian. ....................................................................................................

43 Rachman, Handewi P.S Aksesibilitas pangan: faktor kunci pencapaian ketahanan pangan di Indonesia. ..................................................................................................

43

45

46

44 Sumarwan, Ujang Perubahan pola konsumsi pangan beras, jagung dan terigu konsumen Indonesia periode 1999-2009 dan implikasinya bagi pengembangan bahan bakar ramah lingkungan berbasis pangan. ..............................

45 Rachmat, R dan S. Lubis Prospek teknologi pembuatan beras bergizi melalui fortifikasi Iodium

47

48

46 Widowati, S. Karakteristik mutu gizi dan diversifikasi pangan berbasis sorgum (Sorghum vulgare) ...............................................................................

49

47 Arnelia, Muljati S, Puspitasari DS. Pencapaian pertumbuhan linear dan status pubertas remaja dengan riwayat gizi buruk pada usia dini. .........................................................

xii

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

49

48

Hermina, Muljati S Profil tinggi badan anak usia baru masuk sekolah (TB-ABS) di beberapa kabupaten/kota di Indonesia:Analisis data Riskesdas 2007

49

Irawati A Inisiasi menyusu dini dan determinannya pada anak balita di Indonesia: Analisis data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan 2007. .....................................................................................................

50 Kartono D, Kumorowulan S, Samsudin M. Bentuk dan penggunaan garam beryodium pada tingkat rumahtangga. .......................................................................................

51

Prihatini S, Jahari AB Kontribusi golongan bahan makanan terhadap konsumsi energi dan protein rumahtangga di Indonesia. ......................................................

52

Rosmalina Y, Ernawati F. Hubungan status zat gizi mikro dengan status gizi pada anak remaja SLTP. ......................................................................................................

53 Briawan D, Hardinsyah. Faktor risiko non-makanan terhadap kejadian anemia pada perempuan usia subur (15-45 tahun) di Indonesia. .............................................

54

Widodo Y, Muljati S, Harahap H Hubungan gangguan gizi anak balita berdasarkan indeks antropometri tunggal dan kombinasi dengan morbiditas dan implikasinya. ............

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

51

51

52

53

54

55

56

xiii

55

Muljati, Sri dkk Kontribusi energi, protein, lemak, karbohidrat, dan serat menurut kelompok bahan makanan yang dikonsumsi pada rumahtangga yang memiliki anggota rumahtangga obesitas. ...................................

xiv Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

57

01 UNICEF, Micronutrient Initiative dan SEAMEOTROPMED RCCN Universitas Indonesia Survei cakupan suplementasi vitamin A di tiga provinsi dengan cakupan rendah di Indonesia. Laporan Penelitian. Jakarta: SEAMEO-TROPMED RCCN Universitas Indonesia, 2007, 154 hlm., tabel., ilus., lamp. Survei bertujuan mengetahui cakupan vitamin A di tiga provinsi terpilih, mengidentifikasi masalah dalam mendapatkan kapsul vitamin A di tingkat masyarakat hingga kabupaten, masalah dalam pelaporan cakupan vitamin A, dan langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan cakupan. Survei dilakukan dengan metode potong lintang di Provinsi Lampung, Kalimantan Barat dan Sulawesi Tenggara. Di tiap provinsi, 5 kabupaten dipilih berdasarkan cakupan program bulan Agustus 2006 (2 kabupaten dengan cakupan tinggi dan 3 kabupaten dengan cakupan rendah). Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu survei rumah tangga (dengan sampel balita usia 659 bulan) serta Health System Assessment/HSA (dengan informan tenaga kesehatan di tingkat provinsi,

kabupaten, puskesmas hingga kader

posyandu). Total sampel 3466 balita. Hasil menunjukkan cakupan vitamin A pada Februari 2007 adalah 80.9 persen (Lampung), 63.1 persen (Sultra), dan 56.7 persen (Kalbar). Bandar Lampung dan Kota Pontianak sebagai ibukota provinsi memiliki cakupan yang paling rendah dibandingkan kabupaten/ kota lain di provinsinya. HSA menunjukkan, tidak ada kegiatan khusus yang dilakukan untuk promosi/sosialisasi program suplementasi vitamin A di ketiga provinsi. Informasi disampaikan secara lisan oleh kader atau bidan kepada para ibu balita pada hari Posyandu sebelumnya. Alasan utama balita tidak mendapat kapsul vitamin A karena ibu tidak mendapat informasi tentang jadwal pemberian kapsul vitamin A. Cakupan terendah ditemui di provinsi dengan tingkat kehadiran ibu di posyandu terendah dan jarang Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011



melakukan penyuluhan gizi saat hari Posyandu. Banyak kapsul vitamin A kadaluarsa karena kurangnya koordinasi antara unit gizi dengan gudang farmasi, serta antara unit gizi di tingkat yang berbeda. Terdapat perbedaan angka cakupan karena perbedaan data sasaran (Puskesmas menggunakan data riil sedangkan provinsi/kabupaten/kota menggunakan data proyeksi). Disarankan Dinkes Kabupaten/Kota dan Provinsi agar melakukan sosialisasi program vitamin A dengan menggunakan biaya yang harus dialokasikan sejak awal. Penyuluhan gizi di Posyandu harus ditingkatkan, salah satunya dengan memberi pembekalan pengetahuan dan ketrampilan pada para kader. Perencanaan kebutuhan kapsul vitamin A sesuai dengan sasaran, sehingga dana yang tersedia dapat digunakan untuk kegiatan lain.(BSEAMEO, Lindawati) Kata kunci: suplementasi vitamin A, cakupan, health system assessment

02 World Food Program dan SEAMEO-TROPMED RCCN Universitas Indonesia. Status kesehatan dan gizi siswa sekolah dasar di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Pulau Nias. Laporan penelitian. Jakarta: SEAMEO-TROPMED RCCN Universitas Indonesia, tahun 2006, 155 hlm., tabel,ilus,lamp. Survei bertujuan menilai status gizi, kesehatan dan tingkat kognitif siswa sekolah dasar (SD) di Aceh dan Nias yang menerima biskuit yang difortifikasi dengan 9 vitamin (A, B1, B2, B6, B12, niasin, asam folat, D dan E) dan 5 mineral (kalsium, besi, seng, selenium, dan yodium). Survei dilakukan dengan metode potong lintang di 60 SD di 8 kabupaten di NAD dan 40 SD di 2 kabupaten di Nias. Total sampel 1920 siswa terdiri dari 1440 siswa di 

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

Aceh dan 480 siswa di Nias. Variabel yang diukur adalah keadaan sosio ekonomi, kondisi kesehatan, status gizi dan kadar hemoglobin. Pemeriksaan infeksi cacing, kadar serum retinol, kadar serum feritin, status malaria, tingkat kognitif, serta asupan makanan dilakukan terhadap 20 persen sampel. Hasil menunjukkan prevalensi underweight, stunting, dan wasting adalah 21.2 persen 27.2 persen dan 7.6 persen (di NAD) dan 22 persen, 36.3 persen dan 2.2 persen (di Nias). Sebanyak 27 persen siswa di NAD dan 27.8 persen di Nias mengalami anemia. Hasil pemeriksaan serum retinol menunjukan 17.2 persen siswa di NAD dan 33 persen siswa di Nias menderita kekurangan vitamin A sub-klinis. Prevalensi malaria dan infeksi cacing sangat tinggi, terutama di Nias (45.7persen dan 74.7persen). Sebanyak 20 persen siswa di NAD dan 40 persen di Nias mempunyai tingkat kognitif rendah. Hasil analisis asupan zat gizi makro dan mikro menunjukkan belum memenuhi AKG Indonesia, terutama asupan energi, besi, seng, kalsium, yodium, asam folat, vitamin A dan E. Kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) di NAD hanya dilaksanakan pada kurang dari 30 persen SD, sedangkan di Nias, tidak ada sekolah yang melaksanakan kegiatan UKS. Program deworming hanya dilakukan di 18 persen SD di NAD dan 20 persen SD di Nias.(BSEAM EO,Lindawati) Kata kunci: siswa sekolah dasar, Aceh dan Nias, status gizi dan kesehatan, tingkat kognitif

03 World Food Program dan SEAMEO-TROPMED RCCN Universitas Indonesia. Survei lanjutan program perbaikan gizi/NRP oleh World Food Program/WFP di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam: Fokus pada Siswa Sekolah Dasar. Laporan penelitian. Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011



Jakarta: SEAMEO-TROPMED RCCN Universitas Indonesia, tahun 2007, 103 hlm., tabel.,ilus.,lamp. Survei bertujuan mengetahui prevalensi defisiensi zat gizi mikro pada siswa sekolah dasar (SD) di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), serta mengetahui tingkat pengetahuan, perilaku dan praktek responden tentang beberapa topik gizi. Survei dilakukan dengan metode potong lintang di 6 kabupaten, melibatkan 518 siswa SD dan 118 guru. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, prevalensi anemia pada anak SD turun dari 29.8 persen menjadi 22.1 persen, dan prevalensi kekurangan vitamin A sub-klinis turun dari 18.8 persen menjadi 12.7 persen. Proporsi siswa yang mengalami sakit dalam 2 minggu terakhir rendah (<5persen). Walaupun menurun secara bermakna dari tahun sebelumnya, angka infeksi cacing cukup tinggi (35,4persen), dimana sebagian besar disebabkan oleh Ascaris. Infeksi Ascaris berhubungan secara bermakna dengan kadar serum retinol subyek. Kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah hanya dilakukan di 49,6 persen SD. Proporsi siswa yang memiliki 3 kali makan utama dan 2 kali makan selingan adalah 56,2 persen. Praktek kebersihan lingkungan belum memadai, dimana sumber air minum sebagian besar adalah sumur tak terlindung (48.4persen) dan 31 persen siswa buang air besar di sungai/kebun/halaman. Praktek mencuci tangan dengan sabun hanya dilakukan oleh <50 persen siswa. Hampir tiga dari empat siswa tidak mengetahui apa itu anemia. Informasi gizi dan kesehatan yang paling sering disampaikan guru adalah tentang makanan bergizi, kebersihan diri dan lingkungan. Penyampaian pesan sebagian besar (70persen) dilakukan tanpa alat peraga. Sebesar 30 persen siswa tidak mengkonsumsi biskuit fortifikasi sesuai petunjuk. Untuk program NRP, guru harus menekankan pada para siswa agar mengkonsumsi biskuit fortifikasi sesuai saran, dan tidak membagi dengan siswa/anggota keluarga lain agar kebutuhan zat gizi mikro mereka terpenuhi. Penggunaan alat peraga sangat dianjurkan agar penyampaian informasi menjadi menarik. (BSEAMEO,Lindawati) Kata kunci: biskuit fortifikasi, zat gizi mikro, siswa SD, Aceh



Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

04 Nirmala, Intan Ria Feeding practices among mothers of children aged 2-5 years old in five villages under Karawang International Industrial City/KIIC Corporate Social Responsibilities/CSR program. Tesis. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. 206 hlm.,bibl.,lamp Studi bertujuan mengetahui praktek pemberian makan oleh ibu balita usia 2-5 tahun, serta faktor yang mendukung dan menghambat praktek tersebut. Studi dilakukan dengan disain potong lintang, dan melibatkan 202 orang ibu sebagai sampel. Variabel utama yang diamati adalah praktek pemberian makan oleh ibu balita dengan menggunakan 5 indikator, yaitu keanekaragaman makanan, frekuensi makan makanan utama dan makanan selingan, metode memasak, tanggap pemberian makan, pemberian makan selama anak sakit dan dalam masa penyembuhan. Hasil menunjukkan secara umum praktek pemberian makan oleh ibu balita relatif kurang, namun 2 indikator yaitu keragaman makanan serta frekuensi makan utama dan selingan termasuk kategori baik. Hasil analisis asupan gizi memperlihatkan sebagian besar balita memiliki asupan gizi <77 persen Angka Kecukupan Gizi (AKG). Tingkat pengetahuan ibu merupakan determinan untuk 3 indikator praktek pemberian makan (keragaman makanan, metode memasak, dan praktek pemberian makan selama anak sakit dan dalam masa penyembuhan). Sedangkan perilaku ibu merupakan determinan untuk 2 indikator lain, yaitu frekuensi makan utama dan selingan serta praktek pemberian makan selama anak sakit dan dalam masa penyembuhan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi praktek pemberian makan oleh ibu adalah terpaparnya ibu dengan berbagai sumber informasi (termasuk Posyandu, pengajian, arisan dan PKK), tinggal bersama dengan keluarga besar, dan rumah tangga dengan jumlah anak lebih dari 3. Mengingat bahwa pemberian makan sangat dipengaruhi oleh interaksi antara ibu dan anak, maka upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011



praktek pemberian makan diharapkan dapat dilakukan dengan metode belajar sambil bermain/edutainment. (BSEAMEO,Lindawati) Kata kunci: praktek pemberian makan, Karawang, pengetahuan dan perilaku ibu

05 Basuki, Dian Nurtjahjati Infant feeding practice of HIV-high-risk-mothers in Bandung, West Java. Tesis Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. 185 hlm.,bibl.,lamp Studi bertujuan mengetahui praktek pemberian makan bayi pada ibu risiko tinggi HIV di Bandung. Studi dilakukan dengan metode pengamatan deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam terhadap 9 orang ibu balita dengan risiko tinggi HIV, 2 orang penyedia fasilitas kesehatan, serta 3 orang pengelola program HIV; serta diskusi kelompok terarah yang melibatkan kader posyandu. Hasil studi menunjukan bahwa pemberian makan bayi oleh para ibu tidak memenuhi kriteria AFASS (acceptable, feasible, affordable, safe, sustainable) yang ditetapkan WHO (2006). Aspek yang mempengaruhi praktik pemberian makanan bayi adalah kelengkapan pesan yang disampaikan para pemangku kepentingan mengenai praktik pemberian makanan bayi bagi ibu risiko tinggi HIV, keberadaan konselor pemberian makan bayi yang terlatih, periode terungkapnya status HIV, kepatuhan ibu terhadap rekomendasi praktek pemberian makan yang diberikan, serta kebiasaan masyarakat setempat. Disarankan agar pemerintah dan pengampu kepentingan lainnya merujuk pada rekomendasi WHO 2009 tentang pemberian makan bayi pada ibu dengan HIV karena lebih mudah diterapkan. Selain itu, disarankan pula adanya pelatihan bagi tenaga pengelola program HIV agar pesan tentang 

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

pilihan pemberian makan bayi bagi ibu risiko tinggi HIV dapat disampaikan dengan lebih bijaksana.(BSEAMEO,Lindawati) Kata kunci: HIV, AFASS, makanan bayi, Bandung

06 Andrias, Dini Ririn Food security of households attached to male and female migrant workers: Determinants and impact on nutritional status of the children. Tesis. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. 175hlm.,bibl.,lamp Penelitian bertujuan membandingkan status ketahanan pangan rumah tangga pada keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pria dan wanita, menilai faktor-faktor penyebab dan dampaknya terhadap status gizi anak. Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang yang dilakukan di Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur. Hasil menunjukkan kerawanan pangan rumah tangga ditemukan sebesar 25.5 persen. Proporsi kerawanan pangan pada keluarga TKI wanita lebih tinggi dibandingkan pada keluarga TKI pria (di mana ibu tinggal di rumah). Salah satu faktor yang berhubungan dengan kerawanan pangan di tingkat rumah tangga adalah remittance (uang kiriman) yang lebih rendah dari nilai median sebesar Rp 1,500,000 per bulan. Pada keluarga TKI pria, juga diketahui memiliki respon pemberian makan anak yang lebih baik, cenderung memilih fasilitas kesehatan formal, melakukan respons yang tepat ketika anak rewel, dan mempunyai pengetahuan mengenai pengasuhan anak yang lebih baik dibandingkan keluarga tenaga kerja wanita. Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan mengenai status gizi anak pada keluarga tenaga kerja Indonesia pria dan wanita. Diperlukan upaya untuk memberikan pendidikan kesehatan dan gizi pada anggota Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011



keluarga selain ibu agar mereka dapat memberikan pengasuhan anak secara memadai. (BSEAMEO, Lindawati) Kata kunci: ketahanan pangan rumah tangga, Tenaga Kerja Indonesia, remittance, pola asuh anak, status gizi

07 Sahanggamu, Daniel; Drupadi Dillon; Endang Bachtiar Hubungan antara status gizi, respon saliva Immunoglobulin A terhadap bakteri Streptococcus mutans dan karies gigi susu pada anak-anak prasekolah di Indonesia Dalam Prosiding 19th International Congress of Nutrition: Nutrition Security for All. 2009 Tujuan penelitian adalah mengamati hubungan antara status gizi dan respon saliva IgA terhadap bakteri Streptococcus mutans dalam hubungannya terhadap karies gigi susu. Desain studi potong lintang melibatkan 313 anak pra-sekolah dipilih secara acak dari 24 sekolah taman kanak-kanak dengan metode simple random sampling. Status gizi ditentukan menurut BB/U, TB/U dan BB/TB, respon saliva IgA terhadap bakteri S.mutans serotipe c dengan metode ELISA, dan karies gigi susu melalui pemeriksaan rongga mulut. Hasil menunjukkan Prevalensi gizi kurang ringan dan sedang 38 persen (BB/U <-1SD), pendek ringan dan sedang 30 persen (TB/U <-1 SD), kurus ringan dan sedang 25 persen (BB/TB<-1 SD). Prevalensi karies gigi susu 64 persen. Status gizi berkorelasi positif dengan respon saliva IgA terhadap bakteri S.mutans serotipe c (P<0.005). Anak-anak pra-sekolah dengan gizi kurang ringan dan sedang atau pendek ringan dan sedang memiliki respon saliva IgA lebih rendah terhadap bakteri S.mutans serotipe c (P<0.01) dan karies gigi susu lebih banyak (P<0.01) dibandingkan dengan anak-anak gizi baik atau tinggi badan normal. Kondisi gizi buruk (OR: 1.75; 95persenCI: 

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

1.07-2.87), pendek (OR: 2.28; 95persenCI: 1.32-3.95) atau kurus (OR:1.87; 95persenCI: 1.05-3.30) merupakan faktor risiko karies gigi susu pada anakanak prasekolah.Tidak ditemukan adanya hubungan antara respon saliva IgA terhadap bakteri S.mutans serotipe c dengan karies gigi susu. Anak-anak pra-sekolah dengan gizi kurang, pendek, atau kurus memiliki risiko lebih besar terhadap karies gigi susu dibandingkan dengan anak-anak dengan status gizi baik. (BSEAMEO,Lindawati) Kata kunci : status gizi, saliva Immunoglobulin A, Streptococcus mutans, karies gigi susu

08 Buanasita, Annas, dkk Health and nutrition assistance program of undernourished child family: Surabaya experiences. Laporan Penelitian Surabaya: Akademi Gizi dan Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2010, 110 hlm., tabel, lamp. Kegiatan bertujuan untuk memberikan tambahan pengetahuan dan bekal praktek gizi dan kesehatan terutama pola asuh yang tepat bagi keluarga balita yang mempunyai salah satu masalah wasting, stunting ataupun underweight dengan atau tanpa gejala klinis Kurang Energi Protein (KEP). Kegiatan ini merupakan ”longitudinal” program pendampingan berbasis masyarakat yang melibatkan 100 petugas pendamping dari D3 atau S1 Gizi dan 20 supervisor dari Akademi Gizi Surabaya. Jumlah balita yang didampingi adalah 2500 balita selama 9 bulan (Februari-Oktober 2010). Sebelumnya pendamping dibekali dengan pelatihan teknis penanganan balita gizi kurang dan buruk di masyarakat selama 2 hari dan setiap bulan diadakan pertemuan rutin dengan supervisor dan pihak Puskesmas dan kader posyandu. Pendampingan dilakukan 3 kali dalam sebulan dengan diskusi, praktek dan observasi tentang praktek pemberian makan, praktek higiene sanitasi, praktek Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011



pembuatan makanan padat gizi, perilaku pencegahan sakit, dan lain-lain yang didasarkan pada buku UNICEF Facts for Life. Pengukuran antropometri dilakukan dengan menimbang Berat Badan dan Tinggi/Panjang Badan balita setiap bulan. Sedangkan untuk praktek pemberian makanan, pola makan, pola asuh dan kondisi serta pencegahan sakit dilakukan dengan wawancara serta observasi saat baseline dan endline. Hasil menunjukkan bahwa pendampingan ini mampu menurunkan prevalensi balita sangat kurus dan BB sangat rendah dari 29 persen dan 43 persen saat baseline menjadi 6.9 persen dan 25 persen saat endline. Selain itu terjadi peningkatan Z-Score BB/TB dari -2,21 menjadi -1,65 (p<0.05). Saat baseline, prevalensi angka diare dan ISPA cukup tinggi yaitu 20 persen dan 60 persen, dan ini bisa ditekan secara signifikan menjadi 7 persen dan 34 persen. Disamping adanya perbaikan pola makan, perbaikan praktik higiene sanitasi dan hidup bersih dan sehat dan pola asuhan ibu yang lebih optimal menyebabkan anak lebih jarang terkena sakit. Namun, prevalensi balita pendek masih cukup tinggi yaitu dari 23 persen menjadi 29 persen saat endline. Masalah ini terkait erat dengan tingkat konsumsi protein dan seng (Zn) pada balita masih rendah (p<0.05). Kegiatan ini cukup efisien untuk menurunkan prevalensi kurus dan sangat kurus serta BB sangat rendah pada balita. Kondisi angka kesakitan balita juga bisa ditekan dengan adanya perbaikan pada pola makan, pola asuh dan praktik hidup bersih dan sehat.(BFKGK, Luh Ade) Kata kunci : pendampingan balita, pola asuh, infeksi.

09. Buanasita, Annas, dkk The updated progress of autonomous level of growth monitoring Post (Posyandu) in urban area of Surabaya, East Java. Laporan Penelitian Surabaya: Akademi Gizi dan WAVI ADP Surabaya, 2009, 109 hlm.,tabel.,lamp. Penelitian bertujuan mendapatkan gambaran tingkat kemandirian dan 10 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

kegiatan posyandu terkini di daerah urban Kota Surabaya. Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan desain potong lintang di 3 kecamatan secara purposif yang melibatkan 9 kelurahan dengan jumlah 314 posyandu. Data primer dikumpulkan pada Desember 2008 dengan mewawancarai semua kader posyandu dan observasi tingkat kemandirian posyandu. Hasil menunjukkan tidak ada posyandu yang tergolong strata mandiri, 63,2 persen posyandu strata pratama, sedangkan posyandu madya dan purnama berturut turut sebesar 31,3 persen dan 5,5 persen. Rendahnya tingkat kemandirian posyandu disebabkan kurang tertibnya manajemen posyandu yang meliputi: belum memiliki SK, struktur organisasi, rencana kerja, dan pembagian tugas kader dan masih ada posyandu yang buka tidak rutin, jumlah dan kualitas kader yang kurang maupun pelaksanaan kegiatan 5 meja posyandu yang belum dilengkapi dengan kegiatan penyuluhan. Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat kemandirian posyandu dengan jumlah kader aktif (p=0.00) dan keberhasilan penimbangan (p= 0.036). Disarankan untuk melaksanakan kegiatan penguatan dan pemberdayaan posyandu melalui kegiatan yang berkesinambungan. (BFKGK, Luh Ade) Kata kunci: Kemandirian posyandu, keberhasilan penimbangan

10. Jawawi Faktor yang berhubungan dengan tinggi badan balita wasting di Kota Surabaya tahun 2010. Skripsi. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, 2010, 137hlm, tabel.lamp. Penelitian bertujuan mengetahui faktor yang berhubungan dengan tinggi badan anak umur 1 - 5 tahun wasting di Kota Surabaya. Penelitian bersifat observasional dengan desain potong lintang Sampel sebanyak 75 balita wasting umur 1 – 5 tahun pada Februari-April 2010. Pengumpulan data Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

11

dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner, pengamatan, pengukuran berat badan dan tinggi/panjang badan, serta food recall. Hasil menunjukkan 16,0 persen balita wasting sangat pendek, 32,0 persen pendek dan selebihnya normal. Hasil analisis menunjukkan faktor yang berhubungan dengan tinggi badan balita wasting secara berurutan adalah kejadian penyakit infeksi, tingkat pendapatan keluarga, pendidikan ayah, pemberian kolostrum, personal hygiene, serta frekuensi dan variasi makan anak (p<0,05). Sedangkan faktor yang tidak berhubungan dengan tinggi badan balita wasting antara lain pendidikan ibu, jumlah balita dalam keluarga, jumlah anggota keluarga, kelengkapan imunisasi, pemberian ASI eksklusif dan pola pemberian MP-ASI (p> 0,05). Dapat disimpulkan bahwa masalah tinggi badan pada balita wasting berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi keluarga, penyakit infeksi, kebersihan diri dan lingkungan serta asupan zat gizi. (BFKGK, Luh Ade) Kata Kunci : Tinggi Badan, Kurus, Balita

11. Siswanti, Arika Diyah. Tingkat ketahanan pangan keluarga dan pola asuh makan terhadap status gizi balita di wilayah Bendul Merisi Jaya, Puskesmas Sidosermo, Kota Surabaya. Skripsi. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2010. 98 hal.,lamp. Penelitian bertujuan mengetahui hubungan tingkat ketahanan pangan keluarga, pola asuh makan terhadap status gizi balita di wilayah Bendul Merisi Jaya, Puskesmas Sodosermo, Kota Surabaya. Desain penelitian potong lintang dengan pengambilan sampel secara acak sederhana, dengan sampel sebanyak 50 balita 7-60 bulan. Independent variabel adalah tingkat ketahanan pangan keluarga dan pola asuh makan, dengan dependent variabel adalah status gizi balita. Analisis statistik menggunakan regresi binary logistik. Hasil 12 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat ketahanan pangan keluarga dengan status gizi (p=0.999), sebaliknya pola asuh makan mempunyai hubungan yang bermakna terhadap status gizi (p=0.046). Setiap perubahan pola asuh makan menuju ke arah cukup maka status gizi berubah 1,79 kali ke arah status gizi normal. (BFKGK, Luh Ade) Kata kunci : Tingkat ketahanan pangan keluarga, pola asuh makan, status gizi balita

12. Tantiani, T dan Ahmad Syafiq Perilaku makan menyimpang pada remaja di Jakarta Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia: 2008, 2(6) : (255-262) Tujuan penelitian mengetahui penyebab, mekanisme dan proses terjadinya Perilaku Makan Menyimpang (PMM) dari persepsi perempuan yang ingin terlihat cantik dan menarik yang menderita gangguan PMM. Disain penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan metode pengumpulan data secara kualitatif dan kuantitatif. Jumlah informan sebanyak 3 orang yang mengalami PMM diwawancarai secara mendalam, sementara 397 responden yang belum mengalami PMM diwawancarai dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Pengambilan data bulan Mei – Juni 2007. Wawancara terstruktur menggunakan kuesioner dari Sarafino (1994) dan Stice (2000). Hasil penelitian menunjukkan prevalensi PMM yang terjadi di Jakarta dengan kuesioner Sarafino sebesar 37,3 persen. Prevalensi anoreksia nervosa 11,6 persen dan prevalensi kecenderungan bulimia nervosa 27 persen dengan menggunakan kuesioner Stice. Hasil wawancara mendalam menunjukkan semua informan mempunyai masalah dalam keluarga, terdapat pengaruh

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

13

yang cukup besar dari pola asuh keluarga, memiliki citra tubuh dan konsep diri yang negatif , dan dibesarkan dalam lingkungan tidak mendukung orang gemuk. (BFKM,Trini) Kata kunci : Perilaku makan menyimpang, anoreksia nervosa, bulimia

13. Zahara, S dan Triyanti Hubungan karakteristik individu, pengetahuan, dan faktor lain dengan kepatuhan Membaca label informasi zat gizi, komposisi dan kadaluarsa pada mahasiswa FKM UI. Skripsi Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.2009. 117 hlm; 32 bibl; 9 lamp. Berdasarkan hasil kajian Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di Indonesia hanya 6,7 persen konsumen yang memperhatikan kelengkapan label suatu produk pangan yang dibeli. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan konsumen dalam membaca label informasi zat gizi dan komposisi makanan kemasan serta faktor–faktor yang memengaruhinya. Penelitian menggunakan desain potong lintang melibatkan 215 responden mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Hasil menunjukkan kepatuhan membaca label informasi zat gizi, komposisi dan kadaluarsa berturut turut 39,1 persen 38,9 persen dan 92,1 persen. Analisis bivariat menggunakan uji Kai kuadrat. Hasil penelitian menunjukkan variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan kepatuhan membaca label informasi zat gizi adalah status pekerjaan ayah (p=0,014); label produk pangan (p=0,039); perencana makanan (p=0,036) dan keterpaparan informasi (p=0,003). Variabel yang berhubungan bermakna dengan kepatuhan membaca label komposisi adalah status pekerjaan ayah (p=0,039), dan pembelanja makanan (p=0,006). Disarankan kepada pihak FKM melakukan program pendidikan terintegrasi dalam mata ajaran mengenai label pangan terutama label informasi zat gizi 14 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

dan komposisi dan mahasiswa dapat mengubah sikap dan perilaku tentang pentingnya membaca label pangan sebagai usaha preventif dan promotif dalam kesehatan. (BFKM,Trini). Kata kunci: Label informasi zat gizi, komposisi, kadaluarsa, mahasiswa

14. Sari, Fitria Andita Faktor daya beli keluarga terhadap pangan, aktivitas fisik, kebiasaan konsumsi fast Food dan faktor lain hubungannya dengan kejadian obesitas di SD Islam Annajah Jakarta Selatan Tahun 2010.Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2010; 112. hlm;bibl; tabel; lamp Studi bertujuan untuk mengetahui faktor daya beli keluarga terhadap pangan, aktivitas fisik, kebiasaan konsumsi fast food dan faktor lain yang berhubungan dengan kejadian obesitas pada anak Sekolah Dasar (SD). Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan desain potong lintang. Data diambil bulan April 2010 yang melibatkan 150 responden anak SD kelas 4 dan 5. Data dikumpulkan meliputi obesitas (BMI,CDC 2000), karakteristik anak, karakteristik orang tua, dan aktivitas fisik, asupan zat gizi (food recall) dan kebiasaan makan. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi obesitas sebesar 37,3 persen. Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan uji Kai Kuadrat. Variabel yang berhubungan bermakna

dengan obesitas adalah daya beli keluarga

terhadap pangan (p=0,001),waktu menonton televisi dan bermain game (p=0,020), olahraga (p=0,007), frekuensi konsumsi (fast food p=0,001), frekuensi makanan jajanan (0,036), asupan energi (p=0,001), asupan lemak (p=0,001), asupan protein ( 0,001), dan kebiasaan minum susu (p=0,001). Disarankan sekolah melakukan kerjasama dengan instansi kesehatan agar Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

15

mengadakan pengukuran antropometri pada siswa secara berkala untuk memantau status gizi anak dan merencanakan program pencegahan dan penanggulangan obesitas.(BFKM,Trini) Kata kunci : Obesitas, daya beli keluarga terhadap pangan,aktifitas fisik, fast food

15. Kusumawijaya, Tb Budi dan Ahmad Syafiq Hubungan perilaku Kadarzi dengan status gizi balita di Kota Depok Tahun 2009 (Analisis data sekunder survei PSG Kadarzi di Kota Depok Tahun 2009). Skripsi Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010. 62 hlm., bibl., tabel., ills., lamp Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) dengan status gizi balita di Kota Depok. Penelitian dengan rancangan studi potong lintang melibatkan 1510 keluarga yang memiliki balita. Analisis univariat dan bivariat menggunakan uji Kai kuadrat. Cakupan kadarzi di Kota Depok baru mencapai 12,7 persen. Hasil uji secara keseluruhan gabungan 5 variabel kadarzi dengan status gizi BB/TB menunjukkan tidak ada hubungan bermakna. Ditemukan tidak ada hubungan antara karakteristik keluarga ( pendidikan ibu dan jumlah anggota keluarga) dengan status gizi (BB/TB) demikian juga dengan perilaku kadarzi. Namun hasil uji variabel ASI eksklusif (p =0,003), makan aneka ragam (p=0,000), penggunaan garam beriodium (p = 0,047) dan suplementasi vitamin A (p= 0,013) berhubungan signifikan dengan status gizi (BB/TB). Penimbangan berat badan balita secara teratur tidak menunjukkan hubungan signifikan (p=0,625). Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Depok untuk melakukan sosialisasi secara intensif dengan memanfaatkan media massa lokal maupun 16 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

elektronik. Untuk para Satgas di Kota Depok disarankan perlu melakukan pembinaan Kadarzi sampai ke tingkat Rukun Warga (RW).(BFKM,Trini). Kata kunci : Perilaku , kadarzi, karakteristik keluarga, status gizi BB/ TB

16. Achadi, Endang dkk. Sekolah Dasar pintu masuk perbaikan pengetahuan, sikap dan perilaku gizi seimbang Masyarakat Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional: 2010, 5(1) : (42-48) Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam bidang gizi, yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Melimpahnya Makanan Jadi yang “ tidak sehat” dan dikemas secara menarik, ditambah dengan pengertian salah tentang “4 Sehat 5 Sempurna” sebagai Gizi Seimbang memberikan kontribusi tidak kecil terhadap masalah gizi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendekatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di sekolah terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktek (PSP) anak sekolah tentang Gizi Seimbang. Penelitian dilakukan di dua sekolah di Kota Depok melibatkan 132 anak kelas 4 dan 5 SD. Desain penelitian adalah studi intervensi (before and after) dengan metode pengumpulan data secara kualitatif dan kuantitatif. Sebagian besar siswa dan ibunya ternyata mempunyai pendapat bahwa Gizi Seimbang sama dengan “ 4 Sehat 5 Sempurna” (93,3 persen) turun setelah dilakukan intervensi (46,9 persen). Pengertian ini didapat murid dari apa yang diajarkan oleh guru, sedangkan guru bersumber dari Buku Ajar Ilmu Pengetahuan Alam. Hasil setelah intervensi menunjukkan perbedaan ratarata skor pengetahuan tentang gizi seimbang 7,57 ± 17,6, pengetahuan variasi kelompok makanan 9,41 ± 24,57 dan pengetahuan tentang tabu dan persepsi lain 17,61 ± 23,27. Perbedaan bermakna ditemukan pada sikap gizi seimbang dan perbandingan berbagai jenis makanan masing-masing 5,74 ± 11,98 dan 15,56 ± 23,34. Intervensi KIE telah meningkatkan pengetahuan Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

17

dan sikap, serta sebagian praktek murid dan orang tua. Disimpulkan bahwa pendekatan KIE mempunyai potensi yang baik untuk merubah PSP anak sekolah. Disarankan agar buku ajar guru disesuaikan sehingga materi yang disampaikan kepada murid sekolah berisi pesan yang tepat. (BFKM,Trini) Kata kunci : Gizi Seimbang, anak sekolah, strategi KIE

17. Utari, Diah dkk. Efek tempe pada keluhan post menopause 39 th IVU World Vegetarian Congress 2010, Jakarta (h. 49) Menopause adalah periode kehidupan wanita ketika siklus haidnya berhenti 1 tahun penuh. Perubahan dari reproduktif ke non-reproduktif adalah perubahan utama pada hormon dimana produksi estrogen menurun drastis. Penurunan tidak selalu tiba-tiba dan tidak diharapkan, namun terjadi bertahun-tahun. Walaupun demikian bagi sejumlah wanita tanda dan efek yang terjadi selama masa transisi dapat sangat menganggu aktivitas sehari-hari dan kenyamanan. Tujuan penelitian untuk menganalisis efek dari intervensi tempe (sumber isoflavon) pada keluhan post menopause. Penelitian ini berlangsung di Kota Bogor Bulan Mei-Agustus 2009. Penelitian dilakukan secara random dengan rancangan cross over melibatkan 53 wanita post menopause diberi tempe selama 4 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi tempe mengurangi keluhan post menopause seperti sering buang air kecil, nyeri saat berhubungan, libido menurun, lelah, gangguan tidur dan kekeringan vagina. (BFKM,Trini) Kata kunci: Tempe, postmenopause

18 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

18. Arini, Firli Ayu dan HE. Kusdinar Achmad Pengukuran antropometri dan hubungannya dengan ”Golden Standard” persen lemak tubuh bioelectrical impedance analysis: studi analisis pada anak sekolah dasar tahun 2010. Thesis Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 81 hlm; bibl; tabel; ils; lamp Tujuan penelitian mengetahui hubungan pengukuran lingkar pinggang (LP), indeks massa tubuh (IMT), rasio lingkar pinggang pinggul (RLPP) dan skinfold thickness dengan persen lemak tubuh sebagai “golden standard”. Dalam studi ini dievaluasi rumus prediksi dan Cut off points yang paling tepat digunakan untuk populasi di Indonesia. Penelitian melibatkan 157 anak SD Vianey dan SD Mardiyuana di Jakarta dan Depok. Alat yang digunakan untuk mengukur LP, RLPP adalah pita meter nonelastis. Indeks Massa Tubuh (IMT) diukur dengan meter dan timbangan seca dan caliper Herpenden untuk mengukur skinfold thickness. Studi validasi menggunakan pendekatan kuantitatif dengan disain potong lintang. Rumus prediksi persen lemak tubuh yang memiliki hasil hampir serupa dengan persen lemak tubuh Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) adalah rumus IMT Deurenburg. Hasil penelitian menunjukkan lebih 20 persen anak SD mempunyai status gizi lebih. Ratarata LP, RLPP, persen lemak tubuh dan tricep skinfold lebih tinggi pada anak laki-laki, sedangkan rata-rata IMT, tricep dan subscapular lebih tinggi pada anak perempuan. Semua variabel berhubungan dengan persen lemak tubuh BIA. Hubungan yang paling kuat adalah IMT Z score pada anak perempuan (r= 0,985). Cut off point yang paling baik sensitivitas dan spesivitasnya adalah Cut off point IMT WHO dengan sensitivitas 79,75persen dan spesivitas 91,03 persen. Secara umum sIMT lebih baik dalam mempredeksi persen lemak tubuh. (BFKM,Trini) Kata kunci : Persen lemak tubuh BIA, lingkar pinggang, RL PP, IMT , skinfold thickness, anak SD Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

19

19.

Kusharisupeni Peran kelahiran terhadap stunting pada bayi (Sebuah studi prospektif ). Jurnal Kedokteran Trisakti : 2004, Vol 23 (3) Tujuan penelitian menilai peran status kelahiran terhadap stunting pada bayi. Studi prospektif kohor yang melibatkan 720 bayi pada usia 3 bulan dan 6 bulan di Kecamatan Sliyeg Gabus Wetan, Kabupaten Indramayu. Analisis data menggunakan uji statistik Anova dan Tukey dan analisis multivariat. Hasil penelitian menunjukkan pada umur 3 bulan dan 6 bulan pada bayi lakilaki terdapat perbedaan panjang badan yang bermakna antara kelahiran normal dan Premature Intra Uterin Growth Retardation Low Ponderal Indeks (IUGRLPI) serta Intra Uterin Growth Retardation Adequate Ponderal Index (IUGRAPI). Untuk bayi perempuan terdapat perbedaan panjang badan yang bermakna antara kelompok normal dan prematur. Selain itu, juga terdapat perbedaan panjang badan yang bermakna antara kelompok IUGRAPI dan IUGRLPI. Pada umur 12 bulan, pada bayi laki-laki terdapat perbedaan panjang badan yang bermakna antara kelompok normal dan prematur serta IUGRAPI. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa risiko relatif (RR) growth faltering (GF) lebih besar pada bayi yang telah mengalami GF sebelumnya. Semua kelompok status kelahiran berkontribusi terhadap terjadinya stunting pada umur 12 bulan, tetapi kontribusi terbesar dari kelompok IUGRAPI dan terkecil kelompok normal. (BFKM,Trini) Kata kunci : Stunting, berat lahir, panjang badan, lama gestasi

20 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

20.

Susianto Peran formula tempe sebagai sumber vitamin B12 dan implementasinya untuk diit Vegetarian. Ringkasan Disertasi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2011; 42.hlm; bibl; tabel; lamp. Penelitian bertujuan mempelajari efek konsumsi tempe sebagai sumber vitamin B12 terhadap kadar vitamin B12 serum dan homocystein serum pada kelompok vegetarian. Disain penelitian eksperimental jenis community trial with randomized control and double blind dengan pendekatan kuantitatif. Sampel 118 vegetarian lakto-ovo, 42 subyek ditemukan mengalami defisiensi B12 diterapi dengan fortifikasi vitamin B12 dan dieksklusi dari studi. Cut off point defisiensi vitamin B12 bila lebih kecil dari 156 umol/l dan hyperhomocysteinemia jika kadar homocysteine serum lebih besar dari 12 umol/l. Studi eksperimental dilakukan pada 38 subyek intervensi dengan formula tempe dan 38 subyek kontrol dengan plasebo. Sampel dipilih secara acak sederhana dari anggota Indonesia Vegetarian Society cabang Pekanbaru. Kadar vitamin B 12 diperoleh dengan metode Electrochemilluminecent Immunoassay, homocystein serum dengan metode Microparticle Enzyme Immunoassay. Kadar vitamin B12 formula tempe dianalisis dengan metode microbial assay. Data konsumsi makanan diperoleh dengan food frequency questionnaire dan food recall 2x24 jam. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi defisiensi vitamin B12 pada vegetarian lakto-ovo sebesar 35,6 persen. Kadar rata-rata vitamin B12 formula tempe sebanyak 5,9ug /100 gram dengan nilai perolehan kembali sebesar 84,7 persen. Formula tempe mampu mempertahankan kadar vitamin B12 serum dan homocysteine serum pada tiga bulan setelah intervensi dihentikan. Cut off point kejadian defisiensi vitamin B12 berkisar 4,5-9,5 tahun menjadi vegetarian. Hasil uji statisitik menunjukkan hubungan bermakna (p< 0,05) antara kadar vitamin B12 tempe serum dengan homocysteine serum. Disarankan kepada

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

21

vegetarian mengonsumsi 150 gram tempe yang dikukus atau direbus setiap hari untuk mempertahankan kadar vitamin B12 serum normal. (BFKM,Trini) Kata kunci : Vitamin B12, homocysteine, vegetarian, defisiensi

21. Fardiaz, Dedi, dkk Klaim indeks glikemik. Dalam Prosiding Klaim Indeks Glikemik, Desember 2006 Saat ini telah muncul berbagai jenis pangan yang mencantumkan klaim indeks glikemik rendah yang dimaksudkan untuk pengendalian kadar glukosa darah. Untuk melindungi masyarakat dari produk yang tidak sesuai standar dan klaim yang tidak benar perlu ditetapkan acuan yang dapat digunakan baik oleh produsen maupun pihak pengawas. Indeks Glikemik (IG) adalah nilai yang mencerminkan laju peningkatan kadar glukosa darah setelah mengonsumsi pangan yang mengandung karbohidrat. Semakin tinggi IG maka semakin tinggi kadar glukosa darah setelah pangan dikonsumsi. Kenaikan kadar glukosa darah tidak semata ditentukan oleh IG tetapi juga oleh jumlah karbohidrat yang dikonsumsi (beban glikemik/glycemic load). IG terdiri dari 3 kategori yaitu tinggi (>70), sedang (55-70), dan rendah (<55). Jenis pangan yang diizinkan mencantumkan klaim IG harus memenuhi persyaratan yaitu mengandung karbohidrat tersedia sekurang-kurangnya 40 gram per saji dan jenis karbohidrat tersedia tidak termasuk serat pangan. Pada penentuan IG pangan, subyek adalah penyandang diabetes yang terkendali baik dan subyek normal masing-masing 10 orang. Selanjutnya dikumpulkan data kadar glukosa darah dari semua subyek setelah diberi beban berupa glukosa murni, kemudian diberi bahan makanan yang akan diperiksa IG-nya. IG ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan glukosa

22 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

murni. Klaim IG tidak boleh memuat pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat mencegah, mengobati, menyembuhkan atau pernyataan lain yang semakna untuk penyakit seperti diabetes, obesitas dan penyakit lain, serta mempengaruhi konsumen sehingga mengkonsumsi produk pangan tersebut secara tidak benar. Pada label pangan yang memuat klaim indeks glikemik harus mencantumkan peringatan: “Penyandang diabetes harus berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi”. (BBPOM, Yeni) Kata kunci : Indeks glikemik, klaim, glukosa darah, diabetes

22. Restiani, Yeni Pangan fungsional Majalah Food Review, Vol. V, No.11, September 2010,. Pangan fungsional atau Foods for Spesified of Health Use (FOSHU) pertama kali di gunakan tahun 1980 di Jepang. Di Indonesia, definisi pangan fungsional yaitu pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah dan mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional harus menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan, mempunyai manfaat bagi kesehatan, disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman serta memiliki karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur atau konsistensi dan cita rasa yang dapat diterima konsumen.Komponen fungsional yang telah diizinkan antara lain vitamin, mineral, gula alkohol (poliol), serat pangan, fitosterol dan fitostanol, prebiotik serta probiotik. Komponen pangan fungsional tidak boleh memberikan interaksi yang tidak diinginkan dengan komponen lain.Klaim yang diizinkan digunakan pada produk pangan fungsional meliputi klaim

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

23

kandungan gizi, klaim fungsi gizi dan klaim manfaat terhadap kesehatan. (BBPOM, Yeni) Kata kunci : Pangan fungsional, kesehatan, komponen, klaim

23. Restiani, Yeni Regulasi terkait klaim terhadap fungsi saluran pencernaan Majalah Food Review, Vol. V, No.3, Maret 2010, hlm 56-57. Komponen bahan pangan yang memberi manfaat terhadap fungsi saluran pencernaan, antara lain serat pangan dan probiotik. Serat pangan adalah campuran kompleks komponen tanaman yang tidak dapat dicerna oleh sistem gastro-intestinal bagian atas tubuh manusia, yang meliputi senyawasenyawa yang mempunyai struktur kimia yang unik serta sifat fisik dan fisiologis yang khas. Didalamnya juga terkandung beberapa jenis komponen yang dapat difermentasi oleh mikroflora usus menjadi pro-produk hasil fermentasi seperti gas hidrogen (H2), gas metan (CH4), gas karbondioksida (CO2) serta asam-asam lemak berantai pendek (short chain fatty acid, SCFA) seperti asetat, propionat dan butirat. Serat pangan total terdiri dari serat pangan tidak larut dan serat pangan larut. Serat pangan mempunyai potensi merugikan bagi tubuh, misalnya dalam hal pencernaan protein, lemak dan pati serta penyerapan berbagai jenis vitamin dan mineral. Tetapi sejauh ini tidak ditemukan efek negatif serat pangan bagi tubuh apabila dikonsumsi dalam jumlah yang wajar yaitu 25 g per hari. Klaim Fungsi Gizi yang boleh dicantumkan pada produk pangan untuk serat pangan salah satunya adalah ‘Serat pangan (Psyllium, oats dan inulin) dapat membantu menyehatkan saluran pencernaan’. Menurut FAO dan WHO (2001) probiotik adalah mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat memberi manfaat kesehatan bagi manusia. Klaim Fungsi 24 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

Gizi yang boleh dicantumkan pada label produk pangan adalah ”Probiotik (Lactobacillus kecuali L.bulgaricus dan Bifidobacterium) dapat membantu mempertahankan fungsi saluran cerna.” (BBPOM, Yeni) Kata kunci : Serat pangan, probiotik, saluran pencernaan, Lactobacillus, Bifidobacterium

24. Anisyah Tatrazine exposure assessment by using food-frequency method in North Jakarta.Tesis Bogor: Institut Pertanian Bogor Tujuan penelitian mengkaji paparan tartrazine pada produk pangan yang telah terdaftar di BPOM dengan menggunakan metode food frequency pada responden di Jakarta Utara. Penelitian dilakukan pada 150 responden, yang terdiri dari anak-anak, remaja dan orang dewasa. Hasil penelitian menunjukan seluruh nilai paparan tartrazine tidak melampui nilai Acceptable Daily Intake (ADI) tartrazine. Tingkat paparan rata-rata tartrazine per individu pada seluruh responden adalah 231,24 mcg/kgBB (3,08persen ADI). Rata-rata tertinggi terdapat pada anak-anak karena frekuensi makan dan jumlah konsumsinya lebih tinggi serta memiliki berat badan yang lebih kecil. Terdapat 5 (lima) jenis pangan yang memberi paparan tartrazine tertinggi pada seluruh responden yaitu mi instan, minuman non karbonasi, minuman serbuk, dan biskuit dan snack. Snack adalah salah satu jenis pangan yang dikonsumsi relatif sedikit tapi tingkat paparan tartrazine tinggi. Hal ini menunjukkan paparan tartrazine tidak hanya bergantung pada jumlah konsumsi pangan yang mengandung tartrazine tapi juga kadar tartrazine pada pangan tersebut. (BBPOM, Yeni) Kata kunci : Tartrazine, kajian paparan, mi instan, jakarta utara Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

25

25. Khotimah, Khusnul, dkk Development fumonisin detection method of Indonesian corn-based Pusat Riset Obat dan Makanan, Badan POM, 2009. Tujuan penelitian pengembangan deteksi fumonisin pada produk pangan yang berbahan dasar jagung. Prosedur deteksi fumonisin, khususnya pada produk makanan yang berbahan dasar jagung telah dikembangkan oleh Pusat Riset Obat dan Makanan, Badan POM. Terdapat dua langkah pada penelitian ini, langkah pertama metode validasi High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan langkah kedua deteksi fumonisin pada 7 (tujuh) produk makanan yang berbahan dasar jagung. Deteksi fumonisin terdiri dari persiapan sampel, ekstraksi sampel, pelarutan sampel, membersihkan dengan fumonisin immunoaffinity column dan menggunakan HPLC linear regresion untuk fumonisin B1 (FB1), Y = 82775x-69801, r =0,99 dan fumonisin B2 (FB2), Y = 22281x-45370, r= 0,99. Seluruh produk makanan berbahan dasar jagung yang terkontaminasi oleh fumonisin B1 yaitu 0,1 – 0,8 ppm. Terdapat 5 jenis produk makanan berbahan dasar jagung yang terkontaminasi oleh fumonisin B2 dengan kadar 0,2 – 0,4 ppm. Berdasarkan SNI 7385 : 2009, jumlah maksimum fumonisin yang diizinkan pada produk makanan berbahan dasar jagung adalah 2 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh produk makanan yang berbahan dasar jagung yang dianalisa aman dikonsumsi. (BBPOM, Yeni) Kata kunci : Fumonisin, HPLC, Immunoaffintity coloumn, produk makanan berbahan dasar jagung

26 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

26. Aitonam, Merry Pengaruh pemberian makanan cair yang diperkaya dengan tempe terhadap respons Glukosa darah penyandang Diabetes Mellitus di RSCM Jakarta. Thesis. Bogor: Program Pascasarjana, Program Studi Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, 2011. 66 hlm., tabel., ilus., lamp. Tujuan penelitian adalah: 1) mengembangkan formula Makanan Cair Diabetes Mellitus (MCDM) yang diperkaya tempe; 2) mempelajari sifat fisiko kimia dan mikrobiologi MCDM; 3) mempelajari mutu indrawi dan tingkat penerimaan terhadap MCDM; dan 4) mengukur respons glikemik MCDM. Desain penelitian adalah eksperimental murni, dengan sampel 20 orang yang terdiri dari 10 orang penyandang Diabetes Mellitus (DM) dan 10 orang non DM. Penelitian yang dilaksanakan pada Oktober-Desember 2010 ini terdiri dari lima tahap: yaitu 1) formulasi makanan cair DM; 2) pengujian sifat organoleptik makanan cair DM; 3) pengujian sifak fisik dan kimia makanan cair DM; 4) pengujian mikrobiologi makanan cair DM; dan 5) pengujian respons glukosa darah pada penyandang DM yang diberi makanan cair DM dan pengukuran nilai indeks glikemik berdasarkan metode Miller (1996). Hasil uji sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata (p>0,05) dari tingkat kesukaan panelis terhadap mutu warna, aroma, rasa asin, rasa pahit, kekentalan, dan penerimaan umum terhadap keempat formula makanan cair yang diujikan. Kriteria yang dipakai dalam pemilihan produk terbaik adalah rerata tingkat kesukaan panelis, persentase penerimaan panelis pada masing-masing parameter organoleptik (warna, aroma, rasa asin, rasa manis, rasa pahit, kekentalan, dan penerimaan umum) dengan uji hedonik dan uji sidik ragam. Produk yang terpilih sebagai sampel adalah formula F3 (100 gram tempe dalam 1000 kkal /1000ml MCDM dengan tingkat kemanisan 40 mg sukralosa dalam 1000 kkal/1000ml MCDM). Rerata kadar glukosa darah responden DM pada saat puasa dan setelah pemberian glukosa murni serta makanan cair yang diteliti meningkat cepat sekali pada menit ke-60, Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

27

yaitu sebesar 156,96persen dari 87,78 menjadi 225,56 mg/dl, selanjutnya menurun dan pada menit ke-120 atau 2 jam setelah pemberian glukosa dengan rerata kadar glukosa darah 181,78 mg/dl. Rerata kadar glukosa darah responden non DM pada saat puasa dan setelah pemberian glukosa murni serta makanan cair yang diteliti meningkat cepat sekali pada menit ke-45, yaitu sebesar 72,3 persen dari 79,2 menjadi 136,5 mg/dL, selanjutnya mulai menurun dan pada menit ke-120 atau 2 jam setelah pemberian glukosa dengan rerata kadar glukosa darah 109,2 mg/dL. Indeks glikemik makanan cair pada sampel non DM untuk MCDM yang diperkaya dengan tempe, makanan cair komersial dan makanan cair blenderized berturut-turut adalah 40,06persen; 23,28persen dan 16,63persen, sementara pada sampel DM berturut-turut adalah 46,49persen; 44,76persen dan 19,74persen. Angka– angka ini tergolong dalam kategori indeks rendah, dengan demikian MCDM yang diujikan dalam penelitian ini tergolong dalam kategori indeks glikemik rendah. Implikasi dari penelitian ini adalah pembuatan makanan cair untuk penyandang DM dengan indeks glikemik rendah dapat dilakukan di tingkat rumah tangga. (BDBG, Gals) Kata Kunci: Diabetes Mellitus, makanan cair, respon glukosa darah, indeks glikemik

27. Terati. Studi faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita di Provinsi Sumatera Selatan. Thesis Bogor: Program Pascasarjana, Program Studi Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, 2010. 85 hlm., tabel., ilus., lamp. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh (determinan) terhadap stunting anak balita di Propinsi Sumatera Selatan. Data merupakan data sekunder yang diambil dari Riskesdas tahun 2007. Disain 28 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

penelitian Riskesdas tahun 2007 adalah cross-sectional, jumlah sampel 2048 orang dengan kriteria inklusi anak balita umur 6-59 bulan dan berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Status gizi diukur dengan menggunakan indikator tinggi badan menurut umur (TB/U) sebagai variabel dependen. Karakteristik anak balita (umur dan jenis kelamin), karakteristik sosial ekonomi keluarga ( tingkat pendidikan orang tua, status pekerjaan orang tua, jumlah anggota keluarga, jumlah anak balita, status ekonomi/pengeluaran), asupan zat gizi baduta, penyakit infeksi, sanitasi lingkungan, akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pemantauan pertumbuhan sebagai variabel independen. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan program software SPSS for windows versi 16.0 tahun 2007. Penentuan nilai z-score berdasarkan TB/U menggunakan software anthro WHO versi 3.0.1 tahun 2009. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunting (<-2 SD TB/U) sebesar 44.2persen. Berdasarkan uji statistik menggunakan chi square, menunjukkan bahwa pendidikan ibu, pendidikan ayah, sanitasi lingkungan dan pemantauan pertumbuhan mempunyai hubungan secara bermakna dengan stunting pada anak balita. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian stunting adalah pemantauan pertumbuhan anak balita. Disarankan perlu ditingkatkan kembali kegiatan di posyandu (pemantauan pertumbuhan) anak balita sehingga bisa mendeteksi dini penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenali faktor risiko pada anak balita (FFEMAIPB-Tanziha). Kata kunci: Determinan, stunting, balita

28. Rosha, Bunga Christitha. Analisis determinan status gizi anak 0-23 bulan pada daerah miskin di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tesis Bogor: Program Pascasarjana, Program Studi Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, 2010. 111 hlm., tabel., ilus., lamp. Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

29

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis determinan stunting pada anak 0-23 bulan di daerah miskin di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan data Riskesdas 2007 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Sampel yang dipilih adalah anak usia 0-23 bulan yang berasal dari 40 kabupaten kota kabupaten/kota dengan kategori miskin di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jumlah sampel sebanyak 932 rumahtangga. Stunting diukur berdasarkan indeks TB/U. Uji statistik yang digunakan dalam analisis bivariat ini adalah chi square, yaitu untuk menguji kemaknaan hubungan atau perbedaan dengan tingkat kepercayaan 95persen, dengan kriteria nilai p< 0,05. Untuk menarik kesimpulan akhir penelitian dilakukan analisis regresi logistik binary. Melalui analisis regresi logistik akan dihitung odd ratio (OR) yaitu untuk memperkirakan besarnya risiko stunting yang disebabkan oleh faktor risiko. Hasil penelitian menunjukkan kejadian stunting 28,8 persen. Prevalensi stunting pada usia > 6 bulan lebih tinggi dibandingkan usia < 6 bulan. Analisis statistik mengunakan chi square menujukkan faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan stunting adalah wilayah tempat tinggal dan pendidikan ibu. Analisis regresi logistik menunjukkan faktor determinan stunting adalah wilayah tempat tinggal dan pendidikan ibu. Upaya untuk menanggulangi permasalah stunting, antara lain adalah peningkatan pendidikan ibu, meningkatkan akses informasi mengenai gizi dan kesehatan, peningkatan sanitasi kebersihan, dan perbaikan ekonomi keluarga (FFEMAIPB-Tanziha). Kata kunci : Stunting, determinan, wilayah miskin

29. Ananda, Astri Dwi. Aktivitas antioksidan dan karakteristik organoleptik minuman fungsional teh hijau (Camellia sinensis) rempah instan. Skripsi Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2009. 60 hlm., tabel., ilus., lamp. 30 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

Tujuan penelitian adalah mempelajari pembuatan produk minuman teh hijau (Camellia sinensis) rempah instan yang ditambahkan ekstrak rempah (jahe dan asam jawa) untuk meningkatkan cita rasa dan aktivitas antioksidannya. Penelitian terbagi ke dalam dua tahap. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk persiapan bahan-bahan dalam pembuatan formula minuman teh hijau rempah instan. Penelitian lanjutan bertujuan untuk mengkaji pengaruh formula (proporsi ekstrak teh hijau:jahe:asam jawa) terhadap kadar air dan rendemen dari masing-masing bahan dasar minuman (ekstrak teh hijau, jahe dan asam jawa), total padatan terlarut, aktivitas antioksidan dengan metode 1,1-diphenyl-2-picryl hydrazil (DPPH). Analisis dilakukan dengan uji ragam menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan tiga kali ulangan. Faktor tersebut adalah formula minuman. Pengolahan menunjukan bahan perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap aktivitas antioksidan minuman maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH terlihat bahwa formula 15:4:1 (teh hijau:jahe:asamjawa) dengan takaran saji 3 gr/100 ml air memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan formula lainnya. Formula 15:4:1 (b/b) yang memiliki prosporsi ekstrak jahe lebih banyak dibandingkan dengan asam jawa menunjukan bahwa aktivitas antioksidannya lebih tinggi secara nyata daripada dua formula lainnya, yaitu 15:1:4 dan 15:2.5:2.5 (b/b) ( = 0.05). (FFEMAIPB-Tanziha) Kata kunci : Antioksidan, Minuman Fungsional, Teh Hijau (Camellia sinensis)

30. Mervina. Formulasi biskuit dengan substitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan Isolat protein kedelai (Glycine max) sebagai makanan potensial untuk anak balita gizi Kurang. Skripsi Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2009. 61 hlm., tabel., ilus., lamp. Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

31

Tujuan penelitian adalah melakukan formulasi biskuit dengan substitusi tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai sebagai pangan tinggi protein bagi anak-anak. Penambahan isolat protein kedelai selain sebagai penambah kandungan protein juga untuk memperbaiki tekstur biskuit. Penelitian dibagi menjadi dua tahap. Pembuatan tepung ikan lele dumbo dilakukan pada penelitian pendahuluan, sedangkan formulasi biskuit menggunakan tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai dilakukan pada penelitian utama. Formula diujikan kembali kepada anak balita gizi kurang dan ibu balita untuk mengetahui kesukaan dari balita dan ibu balita. Setelah itu formula dianalisis sifat fisik dan sifat kimianya serta dihitung kontribusinya terhadap AKG balita. Hasil uji organoleptik oleh panelis balita dan ibu balita terhadap biskuit menunjukkan daya terima yang baik. Hasil analisis biskuit mengandung kadar air 4.13persen (bk), kadar abu 2.52persen (bk), kadar protein 19.55persen (bk), kadar lemak 21.99persen (bk) dan kadar karbohidrat 55.94persen (bk). Daya cerna protein biskuit adalah sebesar 89.34persen. Berdasarkan analisis kontribusi zat gizinya dalam 50 gr biskuit memberikan 240 kkal energi, 9.8 gram protein, 26.9 gram karbohidrat dan 10.6 gram lemak. (FFEMAIPBTanziha) Kata kunci : Biskuit, Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus), Makanan Potensial

31. Yulianasari, Agnita Indah. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia pada Remaja dan Dewasa di DKI Jakarta. Skripsi Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2009. 55 hlm., tabel., ilus., lamp. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada kelompok remaja dan dewasa di DKI Jakarta. Penelitian 32 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

lakukan dengan mengolah data RISKESDAS 2007. Umur sampel dibagi menjadi 2 kelompok yakni remaja (10-19 tahun) dan dewasa ( 20-59 tahun). Total sampel 767, terdiri dari 140 sampel remaja dan 627 sampel dewasa. Data terdiri dari data Kesehatan Masyarakat (Kesmas) dan biomedis. Data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS dengan analisis univariat, bivariat (Chi Square dan korelasi Spearman), dan regresi logistik. Hasil analisis regresi logistik diperoleh bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada kelompok dewasa adalah perilaku mengkonsumsi minuman berkafein (kopi, kratingdaeng, coca-cola). Namun perilaku mengkonsumsi minuman berkafein bukan merupakan faktor risiko, melainkan faktor protektif terjadinya anemia pada kelompok remaja (OR 0.354), artinya remaja yang sering mengkonsumsi minuman berkafein (kopi, dll) memiliki peluang terkena anemia sebesar 64.6 persen lebih rendah dibandingkan remaja yang jarang mengkonsumsi minuman berkafein. Hasil analisis regresi logistik diperoleh bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada kelompok dewasa adalah jenis kelamin dan status gizi gemuk. Jenis kelamin merupakan faktor risiko kejadian anemia (OR 2.332), artinya wanita memiliki risiko terkena anemia 2.33 kali lebih besar dibandingkan pria. Selanjutnya status gizi gemuk merupakan faktor protektif kejadian anemia pada kelompok dewasa (OR 0.504), artinya kelompok dewasa berstatus gizi gemuk memiliki peluang terkena anemia sebesar 49.6 persen lebih rendah dibandingkan kelompok dewasa berstatus gizi normal. Disarankan agar tidak terjadi anemi baik pada remaja maupun dewasa, maka sebaiknya mengurangi minuman bersoda. (FFEMAIPB-Tanziha) Kata kunci : Anemia, remaja, dewasa, faktor protektif, faktor risiko

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

33

32. Sugianti, Elya. Faktor Risiko Obesitas Sentral pada Orang Dewasa di Sulawesi Utara, Gorontalo, dan DKI Jakarta. Skripsi Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2009. 81 hlm., tabel., ilus., lamp. Tujuan penelitian menganalisis faktor-faktor risiko obesitas sentral pada orang dewasa di Sulawesi Utara, Gorontalo dan DKI Jakarta. Penelitian menggunakan data Riskesdas 2007. Total 26.561 sampel, dengan rincian: Sulawesi Utara 8.885 sampel, Gorontalo 5.871 sampel, dan DKI Jakarta 11.805 sampel. Regresi Logistik digunakan untuk analisis faktor risiko obesitas sentral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko obesitas sentral di Sulawesi Utara adalah umur 35-54 tahun (OR=1.9), umur ≥55 tahun (OR=2.1), perempuan (OR=4.3), berstatus kawin (OR=3.2), berstatus cerai (OR=2.4), tamat SMA/PT (OR=1.4), ibu rumah tangga, TNI/POLRI/ PNS, pegawai BUMN/swasta, dan tinggal di perkotaan masing-masing OR=1.5, wiraswasta/pedagang/jasa (OR=1.7), dan tidak beraktivitas fisik berat (OR=1.2). Faktor risiko obesitas sentral di Gorontalo adalah umur 35-54 tahun (OR=2.3), umur ≥ 55 tahun (OR=2.8), perempuan (OR=7.1), berstatus kawin (OR=3.1), berstatus cerai (OR=2.4), tamat SD/SMP (OR=1.3), ibu rumah tangga (OR=1.7), wiraswasta/pedagang/jasa (OR=2.6), TNI/POLRI/PNS (OR=1.9), pengeluaran per kapita kuintil ke-2 (OR=1.6), kuintil ke-3 (OR=1.6), kuintil ke-4 (OR=2.0), kuintil ke-5 (OR=2.3), tinggal di perkotaan (OR=1.3), tidak beraktivitas fisik berat (OR=1.3), dan kondisi mental emosional terganggu (OR=1.2). Faktor risiko obesitas sentral di DKI Jakarta adalah umur 35-54 tahun (OR=2.3), umur ≥ 55 tahun (OR=2.7), perempuan (OR=4.2), bersatus kawin (OR=2.6), berstatus cerai (OR=2.2), ibu rumah tangga (OR=1.4), pegawai BUMN/swasta (OR=1.3), wiraswasta/ pedagang/jasa (OR=1.3), pengeluaran per kapita kuintil ke-5 (OR=1.2), pernah merokok (OR=1.3), konsumsi makanan berlemak (OR=1.2), dan kondisi mental emosional terganggu (OR=1.1). Untuk mencegah obesitas 34 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

sentral sebaiknya melaksanakan pola hidup sehat, seperti melakukan aktivitas fisik berat serta menghindari konsumsi makanan berlemak terlalu sering, kebiasaan merokok dan stres. (FFEMAIPB-Tanziha) Kata kunci : Obesitas Sentral, Orang Dewasa, faktor risiko

33. Annisa, Kartika. Kebiasaan minum, kebutuhan cairan dan kecenderungan dehidrasi siswa sekolah Dasar. Skripsi Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2009. 73 hlm., tabel., ilus., lamp. Tujuan penelitian mengetahui kebiasaan minum dan kebutuhan cairan serta status hidrasi pada siswa SD Polisi 4 Bogor. Desain penelitian potong lintang melalui wawancara serta pengisian lembar recall dan Food Frequency Questionaire (FFQ). Lokasi penelitian dipilih secara purposive. Total sampel sebanyak 86 siswa yang terdiri dari siswa kelas 4 dan 5 dengan kriteria sehat (tidak sedang menderita penyakit diare, ginjal, demam berdarah, serta radang tenggorokan). Jenis data yang dikumpulkan berupa karakteristik sampel, karakteristik sosial ekonomi keluarga. Data kebiasaan minum sampel diperoleh dari FFQ. Data intake cairan merupakan total intake cairan dari makanan dan minuman. Kecenderungan dehidrasi dilihat dari tandatanda dehidrasi antara lain haus, lelah, kulit kering, mulut dan tenggorokan kering. Hubungan antara tingkat konsumsi cairan dengan kecenderungan dehidrasi dianalisis menggunakan Uji Chi Square, hubungan antara intake energi dengan persentase tingkat konsumsi cairan dianalisis menggunakan Uji Korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata intake cairan dari makanan adalah 492,4 ± 162,0 ml per hari dan rata-rata intake cairan dari minuman adalah 1791,0 ± 452,5 ml per hari. Rata-rata intake cairan Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

35

yang berasal dari makanan dan minuman adalah 2283,4 ± 468,1 ml. Ratarata kebutuhan cairan sampel adalah 1881,3 ± 248,5 ml per hari dengan tingkat konsumsi cairan 123,4 persen. Berdasarkan tanda-tanda dehidrasi, sebesar 62,8persen sampel mengalami dehidrasi ringan dan 32,6persen sampel tidak mengalami dehidrasi. Hasil Uji Chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan (p>0,05) antara tingkat konsumsi cairan dengan kecenderungan dehidrasi. Hasil Uji Korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan signifikan positif antara intake energi dengan tingkat konsumsi cairan. Disarankan agar sejak dini anak-anak diberikan pendidikan mengenai pentingnya minum, untuk mencegah kejadian dehidrasi serta menurunnya produktivitas. (FFEMAIPB-Tanziha) Kata kunci : Kebutuhan Cairan, Dehidrasi, Siswa Sekolah Dasar

34. Rakhmawati, Luthfi. Kontribusi makanan di sekolah dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada anak Usia Sekolah Dasar di Kota Bogor. Skripsi Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2009. 59 hlm., tabel., ilus., lamp. Tujuan penelitian menganalisis kontribusi makanan di sekolah dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada anak usia Sekolah Dasar di Kota Bogor. Desain penelitian adalah potong lintang yang dilaksanakan pada bulan April-Juni 2009. Sampel diambil secara acak sebanyak 33 orang dari SD dengan penyelenggaraan makan (SD PM) dan tanpa penyelenggaraan makan (SD Non PM). Data yang dikumpulkan berupa data karakteristik sampel dan konsumsi pangan. Untuk menganalisis perbedaan konsumsi, kontribusi, serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dilakukan uji beda T-test (Independent Sample T-test). Tingkat kecukupan

36 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

energi lebih tinggi pada kelompok sampel PM dibandingkan sampel Non PM (p<0,05persen). Namun tidak terdapat perbedaan tingkat kecukupan protein. Lebih dari separuh sampel Non PM mengalami defisit energi tingkat berat. Masih terdapat kelompok sampel PM dan Non PM mengalami defisit protein tingkat berat. Kontribusi energi, protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral di sekolah lebih tinggi pada sampel PM dibandingkan sampel Non PM. Sebaliknya rata-rata kontribusi energi dan zat gizi lainnya di rumah lebih rendah pada sampel PM dibandingkan sampel Non PM. Terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) pada kedua kelompok sampel dalam hal kontribusi energi, protein, karbohidrat, lemak, vitamin A, vitamin C, fosfor dan zat besi. Jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh kelompok sampel PM lebih beragam dan banyak dibandingkan sampel Non PM. Disarankan agar anak diberikan pendidikan gizi seimbang, untuk meningkatkan jumlah dan keragaman asupan makanan. (FFEMAIPB-Tanziha) Kata kunci : Makanan di Sekolah, Kecukupan Energi, Anak Sekolah Dasar

35. Purnamasari, Tri. Fortifikasi mikrokapsul besi pada permen cokelat untuk mengatasi defisiensi besi pada Remaja putri. Skripsi Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2009. 72 hlm., tabel., ilus., lamp. Tujuan penelitian menghasilkan permen cokelat yang memiliki kandungan tinggi zat besi dan dapat digunakan sebagai makanan sumber zat besi untuk remaja putri. Penelitian tahap pertama membuat mikrokapsul besi dengan metode Spray Drying serta analisis kadar besi dan rendemen tepung mikrokapsul yang dihasilkan. Tahap kedua menyusun formula permen cokelat fortifikasi mikrokapsul besi, uji organoleptik dan analisis sifat fisikokimia permen cokelat fortifikasi mikrokapsul besi terpilih yang meliputi aktivitas air, Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

37

kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat dan kadar besi. Formulasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah mikrokapsul besi ke dalam adonan permen cokelat. Batas minimal penambahan agar memenuhi klaim sumber zat besi adalah permen mengandung zat besi ≥ 15persen AKG besi (3,9 mg Fe) per takaran saji. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor, yakni mikrokapsul besi dengan 4 taraf penambahan, yakni 0 mg (0persen AKG); 1,3 mg (5persen AKG); 2,6 mg (10persen AKG) dan 5,2 mg (20persen AKG) pada setiap satu buah permen. Hasil uji hedonik untuk parameter warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan umum menunjukkan bahwa penambahan mikrokapsul besi tidak berpengaruh nyata terhadap penerimaan panelis. Berdasarkan hasil uji organoleptik dari parameter warna, aroma, rasa dan tekstur beserta kandungan besi, permen tersebut diterima panelis. Dalam satu buah permen dengan berat 5 g, mengandung zat besi sebesar 2,41 mg Fe. Dengan mengonsumsi dua buah permen ini maka akan memberikan kontribusi terhadap kecukupan zat besi sebesar 18,54persen AKG atau 4,82 mg Fe. (FFEMAIPB-Tanziha) Kata kunci : Fortifikasi, Mikrokapsul Besi, Permen Cokelat, Defisiensi Besi

36. Isnaharani, Yulan. Pemanfaatan tepung jerami nangka (Artocarpusheterophyllus Lmk.) dalam pembuatan Cookies tinggi serat. Skripsi Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2009. 61 hlm., tabel., ilus., lamp. Tujuan penelitian mempelajari pemanfaatan tepung jerami nangka dalam pembuatan cookies tinggi serat. Penelitian dilaksanakan Juni-September 2009. Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies tepung jerami nangka. Penelitian lanjutan meliputi uji 38 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

organoleptik dan analisis sifat kimia cookies yang terdiri dari kadar air, kadar abu, protein, lemak, karbohidrat by difference, serta serat makanan. Analisis data sifat kimia cookies dilakukan dengan sidik ragam (ANOVA). Hasil uji mutu hedonik menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh nyata terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur cookies (p<0,05). Semakin banyak penambahan tepung jerami nangka, maka warna cookies semakin gelap, aroma nangka pada cookies semakin harum, rasa cookies semakin tidak enak, serta teksturnya semakin keras. Hasil uji hedonik untuk parameter warna, rasa, dan tekstur menunjukkan bahwa penambahan tepung jerami nangka berpengaruh nyata terhadap penerimaan panelis (p<0,05). Semakin banyak penambahan tepung jerami nangka cenderung menurunkan penerimaannya. Kisaran hasil uji kimia pada cookies antara lain kadar air 2,30persen-3,51persen (bb); kadar abu 2,31persen-2,43persen (bk); kadar protein 6,82persen-7,84persen (bk); kadar lemak 28,83persen30,62persen (bk); kadar karbohidrat 59,33persen-65,24persen (bk); kadar serat larut air 1,83persen-5,38persen (bk); kadar serat tidak larut air 0,99persen-7,34persen (bk); serta kadar serat makanan total 2,83persen12,72persen (bk). Penambahan tepung jerami nangka berpengaruh nyata pada kadar protein, kadar serat larut air, kadar serat tidak larut air, serta kadar serat makanan total (p<0,05). Minimal tepung jerami nangka yang dapat ditambahkan ke dalam cookies untuk memenuhi syarat produk tinggi serat adalah 12,22 gram. (FFEMAIPB-Tanziha) Kata kunci : Tepung Jerami Nangka, Cookies, Serat

37. Astuti, Esa Ghaisani Pengetahuan, sikap dan perilaku gizi seimbang pada anak sekolah dasar swasta dan Negeri di Kota Bogor. Skripsi Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2010. 79 hlm., tabel., ilus., lamp. Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

39

Tujuan penelitian mengkaji pengetahuan, sikap dan perilaku gizi seimbang pada anak sekolah dasar (SD) swasta dan negeri di Kota Bogor. Desain penelitian potong lintang. Sebanyak 2 SD Swasta dan 2 SD Negeri diambil sebagai lokasi penelitian yang diambil secara purposif berdasarkan rata-rata tingkat pendidikan orang tua, dengan total sampel sebanyak 446 orang. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data yang telah didapatkan melalui kuesioner diolah secara deskriptif dan dianalisis secara inferensial. Hubungan antar variabel pengetahuan, sikap dan perilaku gizi dianalisis menggunakan uji korelasi Pearson dan korelasi Spearman. Sedangkan untuk menguji perbedaan variabel yang dianalisis pada kedua kategori sekolah digunakan uji beda (Independent Sample t-Test). Hasil penelitian menunjukkan sebaran sampel berusia antara 8-11 tahun. Ratarata skor pengetahuan gizi sampel SD swasta (77.68±8.30) sedikit lebih kecil daripada sampel SD negeri (79.05±8.51), namun tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara keduanya. Pemahaman gizi yang kurang adalah arti dari gambar piramida makanan, serta peran ubi dan kentang sebagai pengganti nasi. Terdapat hubungan nyata antara pengetahuan dan perilaku gizi (r=0,223; p<0,01) pada sampel SD swasta. Terdapat hubungan positif nyata antara pengetahuan dan sikap gizi (r=0.246; p<0.01); sikap dan perilaku gizi (r=0.266; p<0.01); pengetahuan dan perilaku gizi (r=0.172; p<0.05) pada sampel SD negeri. Pengetahuan (r=0.115; p<0.05), sikap (r=0.172; p<0.01) maupun perilaku gizi (r=0.126; p<0.05) sampel memiliki hubungan positif nyata dengan tingkat pendidikan ibu. Disarankan pihak sekolah memperkuat materi terkait gizi dalam pembelajaran, terutama materi pengertian dan logo gizi seimbang; alasan anak menjadi gemuk; serta sumber dan fungsi berbagai jenis golongan makanan. (FFEMAIPB-Tanziha) Kata kunci: Gizi seimbang, pengetahuan, sikap dan perilaku gizi

40 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

38. Dewi, Puspita Formulasi produk serbuk minuman berbahan dasar fruktooligosakarida (FOS) Sebagai Pangan fungsional rendah kalori. Skripsi Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2010. 84 hlm., tabel., ilus., lamp. Tujuan penelitian membuat produk serbuk minuman berbahan dasar Fruktooligosakarida (FOS) sebagai pangan fungsional rendah kalori. Formula yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran antara serbuk Orafti P95 (mengandung 95persen FOS), sukralosa, flavor powder, stabilizer, dan garam. Proses pencampuran dilakukan dengan menggunakan metode pencampuran kering. Penetapan jumlah FOS per takaran saji adalah 10 gram. Rancangan percobaan yang digunakan untuk ketiga tahapan uji organoleptik adalah rancangan acak lengkap dengan satu faktor perlakuan pada setiap tahap, yaitu sukralosa (tahap 1), stabilizer (tahap 2), dan flavor powder (tahap 3). Hasil penelitian menunjukkan formula yang terbaik berdasarkan daya terima panelis adalah produk dengan komposisi 10,53 g serbuk Orafti P95, 5persen sukralosa, 0,005persen xanthan gum (stabilizer), 0,5persen apel/0,25persen anggur/0,25persen melon/0,25persen coklat/0,5persen cappuccino (flavor powder), dan 0,001persen garam. Hasil analisis sifat fisik menunjukkan viskositas produk serbuk minuman berbahan dasar FOS memiliki rata-rata sebesar 3,83 cp (encer) dan kelarutan produk serbuk minuman berbahan dasar FOS mempunyai rata-rata sebesar 98,96persen (sangat larut). Hasil analisis sifat kimia per takaran saji (10 gr) menunjukkan derajat keasaman (pH) (6,39), kadar air (2,00persen), kadar abu (1,98persen), kalsium ( 3,08 mg), kalium (3,16 mg), seng (0,15 mg), magnesium (0,02 mg), fosfor (3,67 mg), kadar serat pangan total (0,04 g), kadar total gula (10,32 g), dan kadar kalori (39 kkal). (FFEMAIPB-Tanziha) Kata kunci: Minuman bubuk, fructooligosaccharides, pangan fungsional, rendah kalori

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

41

39. OKTARINA Pengaruh riwayat pemberian ASI, MP-ASI, dan status gizi serta stimulasi psikososial Saat Ini terhadap perkembangan kognitif anak usia prasekolah. Skripsi Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2010. 87 hlm., tabel., ilus., lamp. Penelitian bertujuan menganalisis pengaruh riwayat pemberian ASI, MP-ASI dan status gizi serta stimulasi psikososial saat ini terhadap perkembangan kognitif anak usia prasekolah. Desain penelitian potong lintang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2010 di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Kriteria inklusi sampel adalah balita yang berumur 3-5 tahun yang masih memiliki ibu dan sedang tinggal bersama ibunya, serta memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS) sejak bayi sampai usia 2 tahun pertama. Penarikan sampel menggunakan rumus Slovin dengan nilai galat 0,1 sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 59 balita. Data yang digunakan meliputi karakteristik keluarga, karakteristik anak, pengetahuan gizi ibu, riwayat pemberian ASI dan MP-ASI, serta pola asuh makan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan gizi ibu berada dalam kategori baik (49,2persen) dan sedang (33,9persen), sedangkan untuk pola asuh makan dan stimulasi psikososial sebagian besar berada pada kategori sedang. Tingkat perkembangan kognitif sampel berada pada komposisi tinggi, sedang dan rendah masing-masing sebesar 30,5 persen, 49,2 persen, 20,3 persen. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson menunjukkan pendidikan ibu dan pendapatan perkapita keluarga, stimulasi psikososial dan pengetahusan gizi ibu memiliki hubungan signifikan dengan perkembangan kognitif anak. Variabel status gizi, baik status gizi menurut BBU pada saat usia 12 bulan dan 18 bulan maupun saat usia prasekolah diketahui samasama memiliki hubungan yang signifikan dan positif dengan perkembangan kognitif anak. Variabel riwayat pemberian ASI dan MP-ASI yang memiliki hubungan signifikan dan positif terhadap perkembangan kognitif. Disarankan 42 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

agar ibu ataupun pengasuh lebih memperhatikan keadaan gizi anak saat dua tahun pertama, memperhatikan kualitas pemberian ASI dan MP-ASI, serta dibutuhkan adanya penyuluhan dan pelatihan terkait pentingnya pengasuhan, baik pola asuh gizi dan stimulasi psikososial yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan. (FFEMAIPB-Tanziha) Kata kunci : ASI, MP-ASI, status gizi, stimulasi psikososial, perkembangan kognitif anak.

40 RASDIYANTI, RAKHMAWATI FEBRINA KOMALASARI Nilai indeks gikemik produk olahan sukun (Artocarpus altilis). Skripsi Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2010. 47 hlm., tabel., ilus., lamp. Penelitian bertujuan mempelajari nilai indeks glikemik dari 4 jenis produk olahan sukun (Artocarpus altilis) terdiri atas sukun goreng, sukun kukus, sukun rebus, dan kukis sukun. Penelitian dilaksanakan pada bulan JuliSeptember 2010 di Kampus IPB Darmaga Bogor. Sukun yang dijadikan bahan penelitian diperoleh dari perkebunan rakyat sukun Gebog di Kudus, Jawa Tengah. Sukun yang digunakan pada penelitian ini memiliki umur panen 2.5-3 bulan (agak matang). Penelitian dilakukan dalam enam tahapan, yaitu (1) tahap pemilihan sampel dan persiapan, (2) pengolahan sukun. (3) analisis zat gizi, (4) pengukuran derajat gelatinisasi, (5) pemilihan dan persiapan sampel (6 orang subjek penelitian), dan (6) pengukuran nilai indeks glikemik sukun goreng, sukun kukus, sukun rebus, dan kukis sukun. Pengukuran respon glukosa darah dilaksanakan setelah mendapatkan ijin dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, yaitu Ethical Approval Nomor: LB.03.04/ KE/ 4914/ 2010, tanggal

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

43

14 Juni 2010. Pengaruh pengolahan terhadap nilai indeks glikemik dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (one way anova) dengan software SPSS. Hasil pengukuran indeks glikemik menunjukkan bahwa tiap produk olahan sukun dengan proses pengolahan yang berbeda memiliki respon glikemik yang berbeda pula. Produk olahan kukis sukun (80), sukun goreng (82), sukun rebus (85), dan sukun kukus (89) berada pada kategori pangan dengan nilai indeks glikemik yang tinggi (>70). Hasil analisis sidik ragam terhadap data nilai indeks glikemik empat pangan uji menunjukkan bahwa pengolahan sukun yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan respon glikemik secara nyata (p>0.05). Melihat nilai indeks glikemik sukun goreng, sukun kukus, sukun rebus, dan kukis sukun termasuk ke dalam kategori indeks glikemik tinggi, sehingga tidak direkomendasikan untuk diabetesi sebagai pangan utama. (FFEMAIPB-Tanziha) Kata kunci : Sukun, indeks glikemik.

41 Soesilo, Indroyono Food for All: New perspective on food availability, accessibility, affordability and safety. Speech for Candidate FAO Director General 2012-2014 from Indonesia, 2011 Untuk memantapkan ketahanan pangan global, dalam lima tahun ke depan dunia dihadapkan pada tantangan: (1) mencukupi kebutuhan pangan 925 juta penduduk yang masih hidup dalam kelaparan dan kurang gizi, (2) sumber daya pangan, energi dan air yang makin langka, (3) masalah perubahan iklim, dan (4) pentingnya kepemimpinan dengan managemen baru yang “fresh”. Untuk itu dibutuhkan perspektif baru dalam mewujudkan ketahanan pangan global yaitu; (1) dari sisi ketersediaan pangan, dibutuhkan penguatan

44 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

kerjasama dalam skema komplementaritas dari negara-negara anggota FAO dalam peningkatan produksi pangan dan menjamin ketersediaan pangan di masing-masing Negara, termasuk upaya dalam optimasi pemanfaatan sumberdaya lokal masing-masing negara terkait adaptasi dan mitigasi menghadapi perubahan iklim; (2) dari sisi aksesibilitas (accessibility), keterjangkauan (affordability) dan keamanan pangan dibutuhkan akses pangan yang terintegrasi secara domestik dan keterkaitan di level global, perdagangan pangan yang bebas, adil dan berimbang, investasi pada pembangunan sumberdaya manusia dan penguatan kapasitas kelembagaan serta transfer teknologi dan penguatan tiga pilar penghapusan kemiskinan yaitu: a) program bantuan langsung berupa bantuan pangan, kesehatan dan pendidikan, b) pemberdayaan masyarakat, dan c) bantuan permodalan untuk usaha skala kecil. Pengurangan jumlah penduduk miskin merupakan upaya untuk menjamin keterjangkauan penduduk terhadap pangan dan menghapus kelaparan. (FPSEKP-Handewi). Kata kunci: Ketahanan pangan, ketersediaan keterjangkauan dan keamanan pangan

pangan, aksesibiltas,

42 Swastika, Dewa Ketut Sadra Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan untuk mengentaskan petani dari kemiskinan. Bahan orasi Profesor riset bidang ekonomi pertanian. LIPI dan Kementerian Pertanian, 2010, 50 hml.blbl,lamp Penerapan program ketahanan pangan selama dekade terakhir belum berhasil meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya, sehingga belum mampu keluar dari perangkap kemiskinan. Untuk itu strategi yang prospektif adalah membangun kemandirian dan kedaulatan pangan dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang ditopang oleh industri berbasis

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

45

pertanian, skim kredit lunak dan pembangunan infrastruktur di perdesaan. Kehadiran industri pertanian di perdesaan akan menciptakan pasar produk pertanian dan lapangan kerja. Kebijakan operasional yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan strategi tersebut adalah: (1) peningkatan produksi melalui pemanfaatan secara optimal sumber pertumbuhan produksi, (2) pemanfaatan keragaman sumberdaya hayati dan agro-ekosistem untuk memproduksi berbagai komoditas unggulan daerah, (3) mengurangi ketergantungan pada sumberdaya eksternal, (4) membangun sistem pertanian korporasi dan kemitraan petani dengan perusahaan industri pertanian, (5) pengurangan konsumsi beras dengan diversifikasi pangan dan pengurangan jumlah penduduk melalui program KB, dan (6) perlindungan petani melalui kredit lunak, subsidi input dan kebijakan harga. Mengingat faktor utama penyebab kemiskinan petani adalah sempitnya lahan usaha tani, maka realisasi penyediaan lahan abadi 15 juta hektar disertai dengan reforma agraria merupakan langkah strategis untuk menyeimbangkan distribusi penguasaan lahan. (FPSEKP-Handewi). Kata kunci: Kemandirian pangan, kedaulatan pangan, pengentasan kemiskinan petani

43 Rachman, Handewi P.S Aksesibilitas pangan: faktor kunci pencapaian ketahanan pangan di Indonesia. Majalah Pangan , 2010, 19 (2): 147-156. Tulisan bertujuan untuk membahas pentingnya aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan sebagai faktor kunci untuk mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. Analisis didasarkan pada telaahan studi pustaka dengan menggunakan data sekunder sebagai sumber informasi. Dalam perspektif sistem ekonomi pangan, ketahanan pangan memiliki tiga pilar utama yaitu 46 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

sub sistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Pentingnya aksesibiltas rumah tangga terhadap pangan dalam pencapaian ketahanan pangan di Indonesia didasarkan pada pertimbangan berikut: (1) Ketahanan dan ketersediaan pangan di tingkat nasional, regional, dan wilayah merupakan syarat keharusan, tetapi itu saja tidak cukup, (2) Terjaminnya ketahanan pangan tingkat rumahtangga merupakan syarat kecukupan bagi tercapainya ketahanan pangan lokal, regional, nasional, dan global, (3) Bukti empiris menunjukkan bahwa di wilayah tahan pangan dan terjamin masih ditemukan proporsi rumah tangga rawan pangan yang cukup tinggi (20 – 30persen), dan (4) Kasus rawan pangan dan kejadian gizi buruk di berbagai daerah pada kondisi ketersediaan pangan nasional (dan wilayah) cukup baik. Kebijakan untuk meningkatan aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan bertujuan untuk: (1) meningkatkan akses rumah tangga terhadap pangan dalam jumlah, kualitas, merata dan terjangkau, dan (2) meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga melalui keanekaragaman konsumsi pangan yang bergizi seimbang. (FPSEKP-Handewi). Kata kunci: Ketahanan pangan, akses rumahtangga terhadap pangan

44 Sumarwan, Ujang Perubahan pola konsumsi pangan beras, jagung dan terigu konsumen Indonesia periode 1999-2009 dan implikasinya bagi pengembangan bahan bakar ramah lingkungan berbasis pangan. Majalah Pangan, 2010, 19(2) : 157-168. Tulisan bertujuan membahas perubahan pola konsumsi beberapa pangan pokok konsumen Indonesia selama kurun waktu 1999-2009 dan implikasinya bagi pengembangan bahan bakar ramah lingkungan berbasis pangan. Selama periode tersebut konsumsi energi yang berasal dari padi-padian menurun, namun konsumsi yang berasal dari makanan jadi mengalami kenaikan. Konsumsi beras dan jagung rata-rata per minggu mengalami Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

47

penurunan namun terjadi kenaikan konsumsi tepung beras dan terigu. Walaupun konsumsi beras per kapita mengalami penurunan, namun produksi padi selama periode 10 tahun tersebut mengalami kenaikan. Konsumsi beras sangat rendah pada konsumen dengan golongan pengeluaran rendah namun meningkat pada konsumen dengan golongan pengeluaran menengah, dan menurun pada golongan pengeluaran tinggi. Konsumsi jagung sangat tinggi pada konsumen golongan pengeluaran rendah dan terus menurun dengan semakin meningkatnya pendapatan. Hal berlawanan untuk konsumsi terigu, tingkat konsumsi terigu meningkatnya dengan semakin tingginya golongan pengeluaran. Terjadinya penurunan konsumsi jagung tidak berdampak pada produksi jagung selama 10 tahun terakhir. Produksi jagung selama periode analisis meningkat 85persen akibat meningkatnya luas panen dan produktivitas lahan. Selain untuk pangan, tanaman jagung dibutuhkan untuk pakan ternak dan bahan baku energi ramah lingkungan. (FPSEKPHandewi). Kata kunci: Pola konsumsi, energi, beras, jagung, tepung beras, terigu

45 Rachmat, R dan S. Lubis Prospek teknologi pembuatan beras bergizi melalui fortifikasi Iodium Majalah Pangan, 2010,19(3): 265 -274. Dalam upaya penanggulangan gangguan kesehatan akibat kekurangan Iodium (GAKI), peningkatan mutu gizi beras merupakan salah satu terobosan yang dapat ditempuh terutama untuk memperbaiki gizi masyarakat di daerah endemik Iodium. Penerapan teknologi fortifikasi Iodium pada beras sangat prospektif untuk dikembangkan karena beras dikonsumsi oleh lebih dari 90persen penduduk Indonesia. Teknologi fortifikasi beras dilakukan dengan prinsip memanfaatkan sifat Iodium yang mudah terikat dengan amilosa sebagai unsur utama beras. Iodium sebagai fortifikan dalam bentuk larutan 48 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

dengan penambahan bahan pengikat dikabutkan dengan alat pengkabut yang digandengkan pada alat penyosoh beras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fortifikasi Iodium pada beras dengan menggunakan bahan pengikat dekstrosa dan natrium bikarbonat tidak berpengaruh terhadap kualitas beras. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa fortifikasi Iodium sebesar 1 ppm pada beras menunjukkan bahwa rasa nasi dari beras dengan fortifikan Iodit maupun Iodat tanpa pengikat tidak berbeda nyata dengan kontrol dan disukai ≥ 60 persen panelis. Sedangkan dari segi aroma tidak berbeda nyata dengan kontrol dan menunjukkan penampilan permukaan terlihat bersih dan cemerlang. Dari mutu fisik beras, umumnya beras beriodium dapat diklasifikasikan pada standar mutu II karena beras kepala di atas 80 persen dan beras patah paling tinggi 19,41 persen. (FPSEKP-Handewi). Kata kunci: Beras beriodium, GAKI, fortifikasi, iodat dan iodit

46 Widowati, S. Karakteristik mutu gizi dan diversifikasi pangan berbasis sorgum (Sorghum vulgare) Majalah Pangan, 2010, 19(4): 373- 382. Sorgum merupakan bahan pangan pokok penduduk di Negara semi tropis seperti di Afrika maupun Asia. Konsumen sorgum sering diindentikkan dengan masyarakat marginal, padahal komoditas ini memiliki keunggulan komparatif mutu gizi terhadap serealia lainnya. Sebagai pangan pokok, sorgum tidak hanya menyumbang energi, tetapi juga protein, vitamin dan mineral. Sorgum mengandung karbohidrat (±70persen), protein (8–12persen), setara dengan terigu, atau lebih tinggi dibanding dengan beras (6-10persen), sedangkan lemak (2-6persen) lebih tinggi dari beras (0.5–1.5persen) dan terigu (2persen). Sorgum juga mengandung berbagai mineral esensial seperti P, Mg, Ca, Fe, Zn, Cu, Mn, Mo dan Cr. Sorgum sosoh Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

49

(beras sorgum) dapat dikonsumsi sebagai layaknya nasi maupun aneka produk bentuk butiran (brondong/pop sorgum, rengginang, tape, wajik). Tepung sorgum dapat digunakan sebagai substitusi tepung beras dan terigu untuk diolah menjadi aneka pangan tradisional, cake dan cookies. Saat ini sudah dikembangkan produk sorgum instan (nasi sorgum instan, bubur dan sereal sarapan). Pengembangan sorgum dapat meningkatkan ketersediaan pangan dan sebagai upaya mengantisipasi kerawanan pangan. (FPSEKPHandewi). Kata kunci: Sorgum, komposisi gizi.

47 Arnelia, Muljati S, Puspitasari DS. Pencapaian pertumbuhan linear dan status pubertas remaja dengan riwayat gizi buruk pada usia dini. Penelitian Gizi dan Makanan 2010; 33(1): 72-82. Penelitian bertujuan menganalisis pencapaian pertumbuhan linear dan status pubertas remaja gizi buruk dan pendek (stunting) ketika berusia < 3 tahun. Desain penelitian potong-lintang dengan sampel anak remaja berumur 10-17 tahun, yang pernah mengikuti pemulihan gizi buruk di Klinik Gizi Puslitbang Gizi dan Makanan tahun 1987-1994, sebagai kelompok kasus (93 anak). Adapun kelompok pembanding (186 anak) adalah remaja bergizi-baik dan sehat yang berusia dan berjenis kelamin sebanding dari wilayah tinggal yang sama. Data yang dikumpulkan meliputi status gizi, status kesehatan dan pubertas serta status sosial-ekonomi. Data dianalisis untuk menentukan pencapaian pertumbuhan linear sampel dan menguji sampel secara berpasangan. Hasil analisis menunjukkan, catch-up pertumbuhan terjadi pada 32,3 persen remaja laki-laki dan 23,4 persen remaja perempuan. Rata-rata Z-score TB/U adalah -2,32 ± 0,8 dibandingkan dengan -1,18 ± 0,59 pada kelompok pembanding. Ada perbedaan nyata pada Z-score TB/U dibandingkan dengan saat berusia 50 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

< 3 tahun dan ini terdapat pada semua kelompok umur. Tidak ada perbedaan pencapaian pertumbuhan linear remaja berdasarkan tingkat stunting pada usia < 3 tahun. Tidak ada perbedaan TB/U ibu sampel (p > 0,05). Umur haid pertama (menarche) pada sampel remaja perempuan adalah 13,03 ± 1,25 tahun, sedangkan pada kelompok pembanding adalah 12,55 ± 1,10 tahun (p > 0,05). Untuk remaja laki-laki, “mimpi-basah” pertama terjadi pada umur 14,02 ± 1,19 tahun, sedangkan pada kelompok pembanding terjadi pada umur 13,63 ± 1,77 tahun. Penelitian menyimpulkan, catch-up pertumbuhan linear ditemukan pada 32,3 persen remaja laki-laki dan 23,4 persen remaja perempuan. Tidak ada perbedaan pencapaian pertumbuhan linear remaja berdasarkan tingkat stunting pada usia < 3 tahun. (FPTTEK, Nurfi) Kata kunci: Gizi buruk, pendek (stunting), pertumbuhan linear, remaja, pubertas

48 Hermina, Muljati S Profil tinggi badan anak usia baru masuk sekolah (TB-ABS) di beberapa kabupaten/kota di Indonesia: Analisis data Riskesdas 2007. Penelitian Gizi dan Makanan 2010; 33(1): 42-50. Penelitian bertujuan menganalisis tinggi badan (TB) anak baru masuk sekolah dasar (SD) di perdesaan dan perkotaan Indonesia dengan data Riskesdas 2007. Unit analisis adalah rumahtangga yang memiliki anak-anak baru masuk SD (6-7 tahun). Data antropometri (TB, umur, dan jenis kelamin) dianalisis dengan software WHO AnthroPlus 2007. Variabel lainnya adalah status sosial-ekonomi, pekerjaan kepala keluarga, tempat tinggal (desa atau kota) dan pengeluaran per-kapita (kuintil). Hasil analisis menunjukkan, prevalensi pendek (stunting) sebesar 28,4 persen. Tidak ada perbedaan yang nyata antara TB anak laki-laki dan perempuan. Namun, TB anak-anak di perdesaan dan perkotaan berbeda secara bermakna. Lebih banyak murid Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

51

pendek ditemukan di wilayah perdesaan daripada di perkotaan. Tidak ada hubungan nyata antara status sosial-ekonomi rumahtangga dan TB anakanak. (FPTTEK, Nurfi) Kata kunci: Tinggi badan, pendek (stunting), anak baru masuk SD, sosialekonomi

49 Irawati A Inisiasi menyusu dini dan determinannya pada anak balita di Indonesia: Analisis data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan 2007. Penelitian Gizi dan Makanan 2010; 33(1): 1-13. Penelitian bertujuan menilai determinan inisiasi menyusu dini (IMD) dalam sejam sesudah bayi lahir dengan menganalisis data Survei Demografi dan Kesehatan (Demographic and Health Survey [DHS]) 2007, menggunakan multiple regression logistic. Hasil menunjukkan, proporsi IMD dalam sejam setelah bayi lahir adalah 45,6 persen pada bayi berumur 0-11 bulan, dan 45,9 persen pada bayi berumur 12-23 bulan. Proporsi IMD dalam sejam sesudah bayi lahir di wilayah perdesaan (44,7persen) lebih rendah daripada di wilayah perkotaan (46,6persen). Di wilayah perkotaan, paritas merupakan faktor penentu IMD, yang dikontrol dengan jenis kelamin bayi, berat badan bayi, umur ibu, status pekerjaan, jenjang pendidikan, serta perawatan persalinan dan kehamilan. Di wilayah perdesaan, perawatan kehamilan merupakan faktor penentu IMD, yang dikontrol dengan jenis kelamin bayi, berat badan bayi, umur ibu, paritas, status pekerjaan, jenjang pendidikan, dan perawatan persalinan. (FPTTEK, Nurfi) Kata kunci: Inisiasi menyusu dini (IMD), paritas, perawatan kehamilan

52 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

50

Kartono D, Kumorowulan S, Samsudin M. Bentuk dan penggunaan garam beryodium pada tingkat rumahtangga. Penelitian Gizi dan Makanan 2010; 33(1): 51-58. Penelitian bertujuan mempelajari bentuk dan penggunaan garam beryodium pada tingkat rumahtangga dengan menganalisis data Survei Garam Beryodium 2007. Sampel garam diambil dari rumahtangga di 30 kabupaten/ kota terpilih. Ke-30 kabupaten/kota dipilih secara acak berdasarkan hasil Survei Garam Beryodium 2005. Kandungan yodium dalam garam ditentukan dengan menggunakan metode titrasi. Bentuk garam yang digunakan rumahtangga juga diamati. Hasil analisis menunjukkan, 20,8 persen garam yang digunakan rumahtangga berbentuk garam bata, 35,8 persen berbentuk garam curai, dan 43,4 persen berbentuk garam meja. Di wilayah perkotaan ditemukan, 33,3 persen rumahtangga mengonsumsi garam curai, 18,9 persen garam bata, dan 47,8 persen garam meja. Sementara di wilayah perdesaan, 37,1 persen rumahtangga mengonsumsi garam curai, 21,9 persen garam bata, dan 41 persen garam meja. Kandungan yodium terendah (15,9 ppm) terdapat dalam garam curai, diikuti dengan garam bata (18,0 ppm), sedangkan kandungan yodium tertinggi terdapat dalam garam meja (28,3 ppm). Dengan menggunakan metode titrasi, 7,8 persen sampel garam mengandung yodium kurang dari 5 ppm, dan hanya 24,5 persen garam mengandung yodium di atas 30 ppm. Sebanyak 14,2 persen sampel garam mengandung yodium 5,0-9,9 ppm, 27,8 persen mengandung yodium 10,0-19,9 ppm, dan 25,7 persen mengandung yodium 20,0-29,9 ppm. Hanya 0,2 persen garam tidak beryodium, dan 1,1 persen garam mengandung yodium lebih dari 80 ppm. Pemantauan dan evaluasi yodisasi garam dalam rangka penanggulangan masalah kekurangan yodium perlu dilakukan secara berkesinambungan. (FPTTEK, Nurfi) Kata kunci: Garam beryodium, bentuk garam, penggunaan garam, rumahtangga Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

53

51 Prihatini S, Jahari AB Kontribusi golongan bahan makanan terhadap konsumsi energi dan protein rumahtangga di Indonesia. Penelitian Gizi dan Makanan 2010; 33(1): 30-41. Penelitian bertujuan mempelajari kontribusi kelompok makanan terhadap konsumsi energi dan protein rumahtangga di Indonesia dengan menganalisis secara deskriptif data konsumsi makanan 173.471 sampel rumahtangga dari data Riskesdas 2007, menggunakan software Nutrisoft. Bahan makanan dikategorikan menjadi 8 kelompok, yakni: padi-padian, jagung, makanan hewani, kacang-kacangan, biji-bijian, sayuran dan buah, serta minyak/lemak dan gula. Setiap kelompok bahan makanan dihitung kontribusinya terhadap konsumsi energi dan protein rumahtangga. Hasil analisis menunjukkan, pada tingkat nasional, padi-padian memberikan kontribusi energi paling tinggi (67,2persen) dari konsumsi energi rumahtangga, kecuali Provinsi Papua, di mana kontribusi energi dari padi-padian sama dengan jagung, yaitu masingmasing 40 persen. Padi-padian juga memberikan kontribusi tertinggi, yakni 44,7 persen dari konsumsi protein rumahtangga. Di perkotaan, kontribusi padipadian adalah 63,2 persen dari konsumsi energi rumahtangga, sedangkan di perdesaan kontribusinya 68,6 persen. Di perkotaan, kontribusi padipadian adalah 40 persen dari konsumsi protein rumahtangga, sedangkan di perdesaan kontribusinya adalah 46 persen. Protein dari makanan hewani hanya memberikan kontribusi 38,7 persen dan protein dari kacang-kacangan memberikan kontribusi 4,3 persen. (FPTTEK, Nurfi) Kata kunci: rumahtangga

Bahan

makanan,

kontribusi

54 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

konsumsi

energi

protein,

52 Rosmalina Y, Ernawati F. Hubungan status zat gizi mikro dengan status gizi pada anak remaja SLTP. Penelitian Gizi dan Makanan 2010; 33(1): 14-22. Penelitian bertujuan menganalisis korelasi antara status zat gizi mikro dan status gizi di antara murid SLTP dengan desain potong-lintang. Sebanyak 300 murid SLTP kelas 1-2 laki-laki dan perempuan berumur 11-15 tahun di Kabupaten Bogor diambil sebagai sampel dengan kriteria sehat fisik dan klinis, tidak sedang haid, serta bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Data karakteristik sampel dikumpulkan dengan instrumen kuesioner; data antropometri BB dengan timbangan digital merek SECA berketelitian 0,1 kg dan TB dengan Microtois berketelitian 0,1 cm; data klinis dengan metode anamnesis dan pemeriksaan klinis oleh dokter; data biokimia Hb dengan metode cyanmethemoglobin, vitamin A dengan instrumen HPLC, zat seng dengan instrumen AAS); serta data konsumsi makanan dengan metode recall makanan 2x24 jam. Hasil menunjukkan, 27,6 persen murid SLTP tergolong pendek (stunting), 6,7 persen sangat pendek, dan 14,7 persen kurus. Penelitian juga menemukan, sekitar 37 persen anemia, 30 persen kekurangan vitamin A, dan 41 persen kekurangan zat seng (zinc). Ratarata asupan zat besi, vitamin A, dan zat seng berturut-turut adalah 40, 50, dan 40 persen, sedangkan rata-rata asupan energi dan protein adalah 60 persen dari Angka Kecukupan Energi dan Protein yang dianjurkan. Penelitian menyimpulkan, tidak ada korelasi antara status zat gizi mikro dan status gizi pada murid SLTP (berdasarkan standar TB menurut umur). Mengingat persentase murid SLTP yang termasuk kategori kurus, anemia, dan kurang zat seng masih cukup tinggi, perlu dilakukan suplementasi terpadu zat gizi makro dan mikro. (FPTTEK, Nurfi) Kata kunci: Status zat gizi mikro, status gizi, status zat seng (zinc), SLTP

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

55

53 Briawan D, Hardinsyah. Faktor risiko non-makanan terhadap kejadian anemia pada perempuan usia subur (15-45 tahun) di Indonesia. Penelitian Gizi dan Makanan 2010; 33(2): 102-9. Penelitian bertujuan menganalisis perbedaan karakteristik antara kelompok anemia dan non-anemia, serta faktor risiko non-makanan terhadap anemia defisiensi-besi pada kelompok perempuan usia subur (PUS) dengan menggunakan data Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001. Sebanyak 4.893 sampel dari 13.000 sampel dengan kriteria PUS berusia 15-45 tahun dan diukur kadar hemoglobin (Hb). Analisis faktor risiko anemia menggunakan regresi logistik. Hasil analisis menunjukkan, rata-rata Hb, indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang, lingkar pinggul, dan tingkat pendidikan lebih rendah pada perempuan anemia dibandingkan dengan non-anemia defisiensi-besi (p<0,01). Indikator lain seperti umur, tinggi badan, rasio lingkar pinggang/ pinggul, pendapatan, aktivitas fisik, status merokok, kebiasaan minum minuman beralkohol, dan status perkawinan tidak berbeda di antara kedua kelompok. Status perkawinan, tingkat pendidikan, IMT, dan tekanan darah diastol berhubungan nyata dengan kejadian anemia defisiensi-besi (p<0,01). Analisis regresi logistik menunjukkan, kelompok PUS dengan IMT > 18,5 cenderung tidak anemia (OR=0,6) dibandingkan kelompok dengan IMT < 18,5 (p=0,00). Kelompok PUS dengan IMT < 25,0 berpeluang untuk menjadi anemia sebesar 1,3 dibandingkan dengan PUS > 25,0 (p=0,01). Penelitian menyimpulkan, ukuran antropometri berhubungan dengan risiko terjadinya anemia defisiensi-besi. PUS dengan IMT tinggi cenderung tidak anemia defisiensi-besi. (FPTTEK, Nurfi) Kata kunci: Anemia defisiensi-besi, perempuan usia subur, faktor risiko, indeks massa tubuh

56 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

54 Widodo Y, Muljati S, Harahap H Hubungan gangguan gizi anak balita berdasarkan indeks antropometri tunggal dan kombinasi dengan morbiditas dan implikasinya. Penelitian Gizi dan Makanan 2010; 33(1): 83-92. Penelitian bertujuan menganalisis hubungan antara prevalensi kurang gizi pada anak balita dan morbiditas dengan menggunakan indeks antropometri tunggal dan kombinasi. Analisis dilakukan terhadap data Riskesdas 2007 dengan software WHO Anthro 2009 dan uji statistik X2. Hasil menunjukkan, prevalensi gangguan gizi berat (Z-score < -3 SD) berdasarkan indeks antropometri tunggal untuk underweight (BB menurut umur), stunting (TB menurut umur), dan wasting (BB menurut TB) berturut-turut adalah 4,8 persen; 18,8 persen; dan 6,2 persen. Namun, berdasarkan indeks kombinasi, prevalensi gangguan gizi berat adalah 25,5 persen. Gangguan gizi total (Zscore <-2 SD) berdasarkan indeks antropometri tunggal untuk underweight, stunting, dan wasting berturut-turut adalah 19 persen; 37 persen; dan 14,4 persen. Adapun berdasarkan indeks kombinasi prevalensi gangguan gizi total adalah 50,1 persen. Risiko infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), diare, dan campak lebih tinggi (OR: 1,1-1,4) pada anak-anak balita dengan indeks kombinasi dibandingkan dengan indeks antropometri tunggal. Penelitian menyimpulkan, analisis terhadap indeks antropometri kombinasi dapat lebih menjelaskan tingkat keparahan gangguan gizi pada anakanak balita. Berdasarkan indeks antropometri kombinasi, satu dari empat anak balita tergolong kategori gangguan gizi berat dan satu dari dua anak tergolong kategori gangguan gizi. Morbiditas lebih tinggi pada anak-anak balita dengan indeks antropometri kombinasi dibandingkan dengan indeks antropometri tunggal. Penyusunan program intervensi pada balita yang mengalami gangguan gizi seyogyanya dilakukan berdasarkan analisis indeks Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

57

antropometri kombinasi serta mempertimbangkan faktor kerentanan terhadap penyakit infeksi dan gangguan gizi yang bersifat akut. (FPTTEK, Nurfi) Kata kunci: Indeks komposit, antropometri, prevalensi gangguan gizi berat

55 Muljati, Sri dkk Kontribusi energi, protein, lemak, karbohidrat, dan serat menurut kelompok bahan makanan yang dikonsumsi pada rumahtangga yang memiliki anggota rumahtangga obesitas. Penelitian Gizi dan Makanan 2010; 33(1): 59-71. Penelitian bertujuan mempelajari kontribusi energi, protein, karbohidrat, lemak, dan serat dari makanan yang dikonsumsi oleh anggota rumahtangga dengan dan tanpa masalah obesitas dengan menggunakan data Riskesdas 2007. Hasil analisis menunjukkan, rumahtangga dengan masalah obesitas memiliki kontribusi lebih tinggi untuk energi, protein, karbohidrat, lemak, dan serat dari makanan hewani dan gula; energi, karbohidrat, dan lemak dari minyak; lemak dari sayuran dan buah; energi dan lemak dari kelompok bijibijian sumber minyak dibandingkan dengan rumahtangga tanpa obesitas. Beras merupakan kelompok makanan utama yang memberikan kontribusi terbesar untuk energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat terhadap asupan makanan harian, baik pada rumahtangga dengan dan tanpa masalah obesitas. Penelitian menyimpulkan, kontribusi energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat dari kelompok padi-padian lebih tinggi pada rumahtangga tanpa masalah obesitas. Jumlah total energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat dari kelompok makanan hewani, kacang-kacangan, dan minyak lebih tinggi pada rumahtangga bermasalah obesitas. (FPTTEK, Nurfi) Kata kunci: Obesitas, konsumsi energi, konsumsi zat gizi

58 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

LEMBAR SARAN Dalam rangka meningkatkan mutu terbitan info pangan dan gizi, mohon saran konstruktif dari pembaca dalam hal : 1. Sampul depan dan belakang (warna, gambar, logo dan tulisan) 2. Tata letak/lay-out 3. Kemudahan penelusuran informasi sari karangan (abstrak) 4. Topik bahasan (menarik, ilmiah, terkini, relevansi, informatif, manfaat dll) 5. Kemudahan bahasa penulisan untuk dipahami 6. Ukuran buku (besaran buku dan jumlah halaman) 7. Usulan topik bahasan pada edisi mendatang

Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011

59

60 Info Pangan dan Gizi Volume XX No. 1 Tahun 2011