INHIBISI EKSTRAK AIR KUMIS KUCING DAN

Download dan ekonomis baik dalam upaya pencegahan maupun penyembuhan hipertensi. Kumis kucing dan tempuyung dikenal sebagai tanaman berkhasiat obat...

0 downloads 441 Views 777KB Size
i

INHIBISI EKSTRAK AIR KUMIS KUCING DAN TEMPUYUNG TERHADAP AKTIVITAS Angiotensin Converting Enzyme SECARA IN VITRO

HAYYIN NUR ROHSELA

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Inhibisi Ekstrak Air Kumis Kucing dan Tempuyung terhadap Aktivitas Angiotensin Converting Enzyme Secara In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014 Hayyin Nur Rohsela NIM G44124013

iv

v

ABSTRAK HAYYIN NUR ROHSELA. Inhibisi Ekstrak Air Kumis Kucing dan Tempuyung terhadap Aktivitas Angiotensin Converting Enzyme secara In Vitro. Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO dan MIN RAHMINIWATI. Angiotensin converting enzyme (ACE) berperan penting dalam pengaturan tekanan darah. ACE bekerja dengan mekanisme konversi dekapeptida inaktif angiotensin I menjadi angiotensin II yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah (hipertensi). Tanaman kumis kucing dan tempuyung dimaserasi menggunakan air dan diperoleh rendemen masing-masing sebesar 11% dan 9%. Kadar flavonoid total kumis kucing dan tempuyung masing-masing adalah 2.33×10-1% dan 1.07×10-1%. Daya inhibisi setiap ekstrak diuji aktivitasnya terhadap ACE dan diperoleh daya inhibisi ekstrak tunggal kumis kucing 69%, tempuyung 40% pada konsentrasi 50 ppm, dan kaptopril 88% pada konsentrasi 25 ppm. Daya inhibisi ekstrak tunggal kumis kucing pada konsentrasi 50 ppm yang cukup tinggi terhadap ACE dapat menjadi inhibitor alami serta berpotensi sebagai antihipertensi. Kata kunci: ACE, antihipertensi, kumis kucing, tempuyung

ABSTRACT HAYYIN NUR ROHSELA. In Vitro Inhibition of Aqueous Extract of Kumis Kucing and Tempuyung toward Angiotensin Converting Enzyme Activity. Supervised by DYAH ISWANTINI PRADONO and MIN RAHMINIWATI. Angiotensin converting enzyme (ACE) plays an important role in the regulation of blood pressure. ACE works by converting inactive decapeptide angiotensin I to angiotensin II which can increase blood pressure (hypertension). Kumis kucing and tempuyung plants were macerate using water and the yield were 11% and 9%, respectively. Total flavonoid content of kumis kucing and tempuyung’s extracts were 2.33×10-1% and 1.07×10-1%, respectively. The ACE inhibitory activity were tested and gave 69% for single extract of 50 ppm kumis kucing, 40% for single extract of 50 ppm tempuyung, and 88% for captopryl (control) at 25 ppm concentration. The inhibition of a single extract kumis kucing at a concentration of 50 ppm can be a natural ACE inhibitors and may is potential as an antihypertensive. Keywords: ACE, antihypertensive, kumis kucing, tempuyung

vi

vii

INHIBISI EKSTRAK AIR KUMIS KUCING DAN TEMPUYUNG TERHADAP AKTIVITAS ACE (Angiotensin Converting Enzyme) SECARA IN VITRO

HAYYIN NUR ROHSELA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

viii

ix

Judul Skripsi : Inhibisi Ekstrak Air Kumis kucing dan Tempuyung terhadap Aktivitas ACE (Angiotensin Converting Enzyme) secara In Vitro Nama : Hayyin Nur Rohsela NIM : G44124013

Disetujui oleh

Prof Dr Dyah Iswantini P, Msc, Agr

Drh Min Rahminiwati, MS, PhD

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

x

xi

PRAKATA Alhamdulillaah, puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Inhibisi Ekstrak Air Kumis kucing dan Tempuyung terhadap Aktivitas ACE (Angiotensin Converting Enzyme) secara In Vitro. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MSc, Agr dan Ibu Drh Min Rahminiwati, MS, PhD selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka yang telah memfasilitasi penelitian juga kepada Ibu Nunuk, Mba Ela, Mba Ina, Mba Wiwi, Mas Endi dan Nio di Pusat Studi Biofarmaka atas bantuannya dalam pemakaian alat dan bahan di laboratorium. Ungkapan terima kasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada Ibu, Ayah serta seluruh keluarga atas segala do’a, nasihat dan dukungan baik secara rohani maupun material. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014 Hayyin Nur Rohsela

xii

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

BAHAN DAN METODE

2

Alat dan Bahan

2

Langkah Percobaan

3

Ekstraksi Sampel

3

Penentuan Kadar Flavonoid Total

3

Uji Toksisitas Larva Udang

3

Penentuan Daya Inhibisi terhadap ACE

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Ekstraksi

4

Kadar Flavonoid Total

5

Uji Toksisitas Larva Udang

6

Daya Inhibisi terhadap ACE

7

SIMPULAN DAN SARAN

10

DAFTAR PUSTAKA

11

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

23

xiii

DAFTAR GAMBAR 1

Kadar flavonoid total yang terdapat di dalam ekstrak uji

6

2

Nilai LC50 ekstrak tanaman terhadap larva A. Salina

7

3

Uji daya hambat ekstrak tunggal secara in vitro terhadap aktivitas ACE

8

4

Uji daya hambat ekstrak gabungan secara in vitro terhadap aktivitas ACE

10

DAFTAR LAMPIRAN 1

Bagan alir penelitian

16

2

Kurva standar kuersetin

17

3

Kadar flavonoid total ekstrak kumis kucing dan tempuyung

18

4

Nilai LC50 ekstrak kumis kucing dan tempuyung

19

5

Penentuan daya inhibisi ekstrak terhadap ACE

21

1

PENDAHULUAN Angiotensin Converting Enzyme (ACE, peptidil-dipeptida hidrolase EC 3.4.15.1) merupakan suatu metaloenzim yang mengandung Zinc, terletak pada lapisan endotel di dalam pembuluh darah bagian paru-paru dan memegang peranan penting dalam pengaturan tekanan darah (Chaudhary et al. 2013). ACE menjadi salah satu penyebab meningkatnya tekanan darah melalui proses konversi dekapeptida inaktif Angiotensin I menjadi Angiotensin II sebagai bentuk aktifnya (Zeng et al. 2013). Proses konversi oleh ACE yang merupakan eksopeptidase terjadi melalui pelepasan dipeptida pada C-terminal dari Angiotensin I membentuk Angiotensin II sebagai senyawa yang sangat hipertensif (Lin et al. 2014). Dengan terbentuknya Angiotensin II maka akan terjadi penyempitan pembuluh darah yang dapat mengakibatkan hipertensi. Hipertensi termasuk ke dalam penyakit kardiovaskular yang paling umum dan biasanya terjadi pada seseorang dengan kelainan metabolik seperti obesitas, prediabetes dan aterosklerosis. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan bahwa pada tahun 2020 penyakit kardiovaskular akan menjadi penyebab utama kematian dan disabilitas (Iwaniak et al. 2014). Yanti et al. (2010) menyatakan bahwa prevalensi hipertensi yang cukup tinggi dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas juga mengurangi harapan hidup seseorang akibat dari komplikasinya. Mengingat akan hal itu, hipertensi menjadi salah satu dari sekian masalah kesehatan yang serius sehingga memerlukan penanganan secara baik dan berkesinambungan. Konsumsi antihipertensi bagi penderita sebagai bentuk pengobatan hipertensi sangat diperlukan untuk mengontrol tekanan darah. Antihipertensi dapat berupa obat sintetis atau isolat senyawa kimia dari tanaman yang berfungsi sebagai inhibitor ACE. Inhibitor ACE bekerja dengan cara menghambat kinerja ACE sehingga konversi senyawa Angiotensin I menjadi Angiotensin II tidak terjadi. Inhibitor ACE dalam bentuk obat-obatan sintetis seperti captopryl, ala cepryl, dan lisinopryl telah banyak digunakan oleh para penderita hipertensi. Akan tetapi obat-obat tersebut dapat menimbulkan efek samping seperti gejala reaksi hipersensitivitas berupa gatal-gatal dan gejala infeksi saluran pernapasan atas berupa batuk (Zeng et al. 2013). Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penelitian dan pengembangan untuk menemukan inhibitor ACE yang lebih aman, inovatif dan ekonomis baik dalam upaya pencegahan maupun penyembuhan hipertensi. Kumis kucing dan tempuyung dikenal sebagai tanaman berkhasiat obat. Adyana et al. (2013) menyatakan bahwa terdapat senyawaan antihipertensi yang berhasil diisolasi dari daun kumis kucing. Penggunaan ekstrak etanol kumis kucing dan tempuyung sebagai antihipertensi dengan mekanisme penghambatan ACE telah dilakukan oleh Yulinda (2011).Berdasarkan penelitian Yulinda (2011), dihasilkan daya inhibisi ekstrak etanol kumis kucing 50 ppm dan ekstrak etanol tempuyung 14 ppm berturut-turut sebesar 76.98% dan 62.89%. Penelitian mengenai efek farmakologik tempuyung sebagai obat diuretik telah dilakukan oleh Imelda dan Andani (2006). Penelitian tersebut membuktikan bahwa ekstrak etanol tempuyung 300 ppm memiliki efek diuretik sedikit lebih kuat daripada furosemida pada dosis 0.72 ppm. Darusman et al. (2009) telah meneliti tempuyung sebagai salah satu tanaman yang berpotensi sebagai antihipertensi melalui mekanisme penghambatan ACE. Penelitian lain terkait dengan beberapa

2

ekstrak tanaman sebagai inhibitor ACE juga telah dilakukan oleh Ismarani (2011) dalam pembuatan mikroenkapsulasi ekstrak formula pegagan-kumis kucingsambiloto secara in vitro. Pada umumnya, senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai penghambat aktivitas ACE adalah senyawa golongan flavonoid. Beberapa tanaman selain kumis kucing dan tempuyung yang telah diteliti memiliki kandungan senyawa flavonoid dan berfungsi sebagai antihipertensi diantaranya adalah Ailanthus excelsa (Loizzo et al. 2007), Centella asiatica dan Sonchus arvensis (Darusman et al. 2009), Kumis kucing, Pegagan, Sambiloto dan Tempuyung (Yulinda 2011), ekstrak formula Pegagan-Kumis kucing-Sambiloto (Ismarani et al. 2011), Phalerria macrocarpa (Yanti et al. 2010), Hibiscus Sabdariffa (Ojeda et al. 2010), dan Apple peel extract (Balasuriya dan Rupasinghe 2012). Salah satu senyawa golongan flavonoid yang menjadi pendukung terhadap aktivitasnya sebagai inhibitor ACE yaitu senyawaan kuersetin. Kuersetin diketahui mampu menurunkan tekanan darah dengan pendekatan mekanisme inhibisi terhadap enzim ACE (Larson et al. 2012). Senyawa aktif kuersetin menjadi salah satu senyawa flavonoid yang telah diuji antihipertensi secara in vitro (Duarte et al. 2001; Perez-Viscaino et al. 2009). Daya inhibisi ekstrak terhadap ACE diduga berkorelasi positif dengan kadar flavonoidnya. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi daya inhibisi ekstrak air pada daun kumis kucing dan tempuyung terhadap aktivitas ACE secara in vitro dalam potensinya sebagai antihipertensi. Air dipilih sebagai pelarut ekstraksi dikarenakan pada umumnya air selalu digunakan oleh masyarakat sebagai pelarut baik dalam menyeduh maupun merebus obat. Selain itu, air dipertimbangkan sebagai penyari karena alamiah, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, murah dan mudah diperoleh, serta tidak bersifat racun.

BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Febuari sampai Agustus 2014 di Pusat Studi Biofarmaka, Taman Kencana Bogor. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah spektrofotometer ultraviolet-tampak U-2800 (Hitachi, Tokyo, Jepang), penguap putar, oven, pengering vakum, vial uji, alatalat gelas dan inkubator, microplate reader. Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel daun kumis kucing aksesi A dan daun tempuyung manoko B diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro), air laut, larva udang A. Salina, aseton, HCl, AlCl3, etil asetat, akuades, Tween-80, standar kuersetin, asam asetat glasial dalam methanol (5%), heksametilentetraamina (HMT), larutan bufer substrat, larutan enzim, larutan indicator WST.

3

Langkah percobaan Ekstraksi Sampel (Iswantini et al. 2011) Ekstraksi sampel menggunakan simplisia sebanyak ±5 g dengan pelarut air yang digunakan sebanyak 500 ml (3×24 jam) melalui metode maserasi lalu disaring. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan penguap putar hingga diperoleh ekstrak pekat, kemudian dikeringkan dengan pengering vakum dan disimpan pada suhu -20 °C sampai dilakukan analisis. Pada tahap selanjutnya hingga seterusnya ekstrak air ditulis dengan ekstrak.

Penentuan Kadar Flavonoid Total (BPOM 2004) Ekstrak ditimbang setara dengan 200 mg simplisia lalu dimasukkan ke dalam labu alas bulat. Sistem hidrolisis dilakukan dengan menambahkan 1.0 mL heksametilena tetramina 0.5% (b/v), 20 mL aseton, dan 2 mL larutan HCl 25%, kemudian dipanaskan sampai mendidih selama 30 menit, dan disaring menggunakan kapas. Seluruh filtrat dikumpulkan ke dalam labu takar. Setelah labu mendingin, volume ditepatkan dengan aseton sampai 100 mL dan dikocok hingga tercampur sempurna. Filtrat hasil hidrolisis diambil sebanyak 20 mL, kemudian dimasukkan ke dalam corong pemisah dan ditambahkan akuades sebanyak 20 mL. Setelah itu, ditambahkan 15 mL etil asetat untuk pengocokan pertama dan 10 mL etil asetat untuk pengocokan kedua dan ketiga. Fraksi etil asetat dikumpulkan ke dalam labu ukur 50 mL dan ditambahkan etil asetat sampai tepat 50 mL. Sepuluh mL filtrat yang dihasilkan dipindahkan ke dalam labu takar 25 mL, kemudian ditambahkan 1 mL larutan 2 g AlCl3 dalam 100 mL asam asetat glasial 5% (v/v). Larutan asam asetat glasial 5% (v/v) lalu ditambahkan secukupnya sampai tepat 25 mL. Absorbans diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 425 nm dengan kuersetin sebagai standar.

Uji Toksisitas Larva Udang (Meyer et al.1982) Telur udang A. salina ditetaskan dalam gelas piala yang berisi air laut yang telah disaring. Penetasan dibantu oleh aerasi agar kadar oksigen terlarut dalam air tercukupi sehingga telur udang tersebut menetas menjadi larva. Larutan ekstrak dibuat dengan konsentrasi 2000 ppm, yaitu sebanyak 0.02 g ekstrak dilarutkan dalam 10 mL air laut. Ekstrak yang sukar larut dapat dibantu dengan penambahan Tween-80. Setelah 48 jam, sebanyak 10 ekor larva udang dan 1000 µL air laut dimasukkan ke dalam vial uji. Selanjutnya diikuti dengan penambahan 1000 µL larutan ekstrak sehingga konsentrasi akhir dalam vial adalah 1000 ppm. Penambahan 500 µL larutan ekstrak dan 1500 µL air laut dilakukan untuk konsentrasi 500 ppm, 100 µL larutan ekstrak dan 1900 µL air laut untuk 100 ppm, dan 10 µL larutan ekstrak dan 1990 µL air laut untuk 10 ppm. Setiap konsentrasi dilakukan 3 kali pengulangan.

4

Kontrol dilakukan tanpa penambahan larutan ekstrak. Setelah 24 jam, larva udang yang mati dihitung. Penentuan Daya Inhibisi Terhadap Aktivitas ACE (Lam et al. 2008) Sebanyak 20 μL larutan sampel dimasukkan ke dalam well kemudian ditambahkan 20 μL bufer substrat dan 20 μL larutan enzim. Larutan blangko 1 disiapkan dengan mencampurkan air deionisasi, bufer substrat dan larutan enzim masing-masing sebanyak 20 μL ke dalam well. Larutan blangko 2 disiapkan dengan mencampurkan 40 μL air deionisasi dan 20 μL bufer substrat ke dalam well. Larutan sampel, larutan blangko 1 dan 2 kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama satu jam. Sebanyak 200 μL larutan indikator ditambahkan ke dalam masing-masing larutan sampel, blangko 1 dan blangko 2. Masing-masing larutan diinkubasi kembali pada suhu ruang selama 10 menit. Pengukuran absorbansi dilakukan menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 450 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Proses ekstraksi bertujuan agar terjadi penarikan zat aktif yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut tertentu sehingga zat yang diinginkan dapat terlarut di dalam pelarut tersebut. Sesuai dengan bagan alir penelitian pada Lampiran 1, tanaman kumis kucing aksesi A dan tempuyung manoko B yang diperoleh dari Balitro selanjutnya dibuat ekstrak di Pusat Studi Biofarmaka. Ekstrak tanaman kumis kucing dan tempuyung yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka tersebut dihasilkan melalui proses maserasi menggunakan pelarut air selama 3×24 jam. Air dipilih sebagai pelarut ekstraksi berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Iswantini et al. (2011). Hal ini dimaksudkan untuk melihat toksisitas dan aktivitas tanaman dalam menginhibisi ACE karena pada umumnya air selalu digunakan oleh masyarakat sebagai pelarut baik dalam menyeduh maupun merebus obat. Selain itu, air dipertimbangkan sebagai penyari karena alamiah, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, murah dan mudah diperoleh, serta tidak bersifat racun. Hasil dari ekstraksi disebut ekstrak. Ekstrak dapat mengandung lebih dari satu unsur bergantung pada kondisi dari ekstraksi. Rendemen ekstrak air kumis kucing dan tempuyung masing-masing, yaitu 10.7% dan 8.63%. Kedua ekstrak ini dihasilkan melalui proses maserasi yakni metode ekstraksi suatu komponen dengan merendam contoh dalam pelarut yang sesuai selama waktu tertentu. Pemilihan proses maserasi dengan pelarut air diharapkan dapat mengekstrak senyawa flavonoid yang terdapat di dalam masingmasing tanaman dalam jumlah yang lebih besar. Flavonoid alam biasanya ditemukan dalam bentuk flavonoid-O-glikosida, yaitu suatu kombinasi antara gula dan gugus flavonoid. Mekanisme reaksi ini dapat terjadi sesuai dengan prinsip kelarutan like dissolve like, yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa polar,

5

dan sebaliknya pelarut kurang polar akan melarutkan senyawa yang kurang polar. Selain itu, maserasi cocok digunakan untuk senyawa yang belum diketahui sifatsifatnya, karena dapat menjaga kandungan senyawa dalam sampel yang tidak tahan panas agar tidak rusak, sehingga ekstrak diperoleh dalam jumlah yang besar. Tanaman kumis kucing dan tempuyung yang telah menjadi ekstrak ini selanjutnya diuji toksisitasnya terhadap larva udang, penentuan kadar flavonoid total dan daya inhibisinya terhadap aktivitas ACE secara in vitro. Penentuan kadar flavonoid total bertujuan mengetahui kandungan flavonoid di dalam ekstrak khususnya kuersetin yang diduga berkorelasi positif dengan daya inhibisi terhadap ACE.

Kadar Flavonoid Total Menurut Harborne (1987), sekitar 2% dari seluruh karbon yang disintesis oleh tumbuhan (1x109ton/tahun) diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya sehingga flavonoid dikategorikan sebagai golongan senyawa fenol terbesar yang terdapat di alam. Penentuan kadar flavonoid total dalam penelitian ini bertujuan mengetahui jumlah kadar flavonoid khususnya kuersetin di dalam ekstrak yang disebut-sebut sebagai senyawa aktif yang ditemukan di dalam tanaman obat dan bersifat farmakologik. Berbagai fungsi penting senyawa flavonoid untuk kesehatan juga telah dikemukakan oleh Hodgson et al. (2006) antara lain menurunkan risiko serangan penyakit kardiovaskuler, tekanan darah, aterosklerosis, dan sebagai antioksidan. Pada penelitian ini penetapan kadar flavonoid total dilakukan dengan menggunakan metode kolorimetrik dengan AlCl3 sebagai pereaksi kromogenik yang digunakan pada bagian akhir dari tahapan analisis (BPOM 2004). Flavonoid dalam tumbuhan sebagian besar terdapat dalam bentuk glikosida. Hidrolisis dimaksudkan agar ikatan antara gula dan aglikon yang terdapat dalam senyawa dapat terlepas dari ikatannya. Sistem hidrolisis yang digunakan terdiri atas larutan 0,5%b/v heksametilentetramina, aseton, dan larutan HCl 25% dalam air kemudian direfluks (dilakukan pemanasan sampai mendidih). Hasil hidrolisis diekstraksi dengan etil asetat sehingga diperoleh fraksi etilasetat untuk direaksikan dengan pereaksi AlCl3 sebagai pengompleks dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm. Kadar flavonoid total dihitung dengan menggunakan bahan standar kuersetin. Kurva standar kuersetin disajikan pada Lampiran 2. Serapan maksimum flavonoid terhidrolisis yang telah direaksikan dengan AlCl3 selama 30 menit berada pada rentang 420 – 430 nm (Soares et al. 2003). Berdasarkan metode analisis ini, diketahui bahwa golongan flavon dan flavonol merupakan golongan flavonoid yang terukur dan diduga terdapat pada ekstrak. Hal ini karena pada analisis flavonoid total, hanya kedua kelompok inilah yang dapat membentuk kompleks stabil dengan AlCl3 pada gugus keto C-4 dan C-3 atau C-5 dari gugus hidroksil yang dimiliki (Chang et al. 2002). Gambar 1 memperlihatkan hasil pengukuran kadar flavonoid total kumis kucing dan tempuyung. Absorbans dan perhitungan kadar flavonoid total dari masing-masing ekstrak terdapat pada Lampiran 3.

6

Gambar 1 Kadar flavonoid total yang terdapat di dalam ekstrak uji Kadar flavonoid total yang ditampilkan pada Gambar 1 menunjukkan bahwa baik pada tanaman kumis kucing maupun tanaman tempuyung memiliki kadar flavonoid <1% sehingga senyawa flavonoid yang terdapat pada kedua tanaman tersebut dikategorikan sebagai konstituen minor (Rohaeti et al. 2011). Walaupun demikian, kadar flavonoid pada kedua ekstrak tanaman diduga berkorelasi positif dengan daya inhibisinya terhadap ACE. Flavonoid termasuk ke dalam metabolit sekunder yang diidentifikasi sebagai senyawa yang efektif sebagai inhibitor ACE alami (Balasuriya dan Rupasinghe 2011).

Uji Toksisitas terhadap Larva Udang Pada umumnya, suatu bahan alam yang akan digunakan untuk tujuan pengobatan perlu diuji toksisitasnya (LC50). LC50 (Letha1 Concentration50) merupakan konsentrasi ekstrak uji yang mampu menyebabkan kematian larva udang sejumlah 50% setelah masa inkubasi selama 24 jam. Pada penelitian ini, uji toksisitas ekstrak tanaman kumis kucing dan tempuyung dilakukan dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) pada larva udang Artemia Salina (A. Salina). Larva udang A. Salina yang digunakan berumur 48 jam karena pada kondisi ini dinding sel larva masih lunak, sehingga jika terjadi perubahan lingkungan pada air laut yang mengandung suatu senyawa metabolit sekunder dari tumbuhan, akan diserap secara difusi dalam jumlah yang cukup besar melalui kulit. Proses difusi yang terjadi dapat menimbulkan efek sistemik bagi larva udang tersebut. Metode BSLT dilakukan pada tahap uji penelitian karena termasuk pada metode penapisan farmakologi awal yang cepat, mudah, relatif tidak mahal, cukup reprodusibel, juga tidak membutuhkan spesialisasi tertentu dalam pelaksanaannya. Lisdawati et al. (2006) pada penelitiannya menyatakan salah satu alasan digunakannya metode ini yaitu data yang dihasilkan telah teruji dengan tingkat kepercayaan 95% untuk mengamati toksisitas dari ekstrak suatu tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap tingkat mortalitas larva udang. Jumlah larva udang yang mati akibat pengaruh ekstrak ditunjukkan pada Lampiran 4.

7

Nilai LC50 hasil analisis dengan metode Probit Quant ditampilkan pada Gambar 2 dan juga terdapat pada Lampiran 4.

Gambar 2 Nilai LC50 ekstrak tanaman terhadap larva A. Salina Berdasarkan uji toksisitas ini, potensi bioaktivitas serta toksisitas dari masing-masing sampel dapat diketahui sehingga konsentrasi ekstrak yang aman untuk pengujian pun dapat ditentukan. Dosis standar yang digunakan pada penelitian ini yaitu 0, 10, 100, 500, dan 1000 ppm. Apabila nilai LC50 kurang dari 1000 ppm maka hal tersebut menunjukkan bahwa suatu ekstrak tanaman memiliki bioaktifitas yang sifatnya toksik. Sebaliknya, jika nilai LC50 lebih dari 1000 ppm maka dikategorikan sebagai tanaman dengan bioaktifitas non-toksik (Meyer et al. 1982). Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa kedua ekstrak air daun kumis kucing aksesi A dan daun tempuyung manoko B yang diuji masing-masing menghasilkan LC50 lebih dari 1000 ppm yaitu 1.79x103 ppm dan 1.66x103ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kedua tanaman tersebut memiliki bioaktivitas yang relatif rendah karena untuk mematikan 50% populasi larva udang diperlukan konsentrasi ekstrak diatas 1000 ppm. Di sisi lain, kedua ekstrak tanaman tersebut diharapkan tidak akan memberikan efek toksik terhadap tubuh walaupun dikonsumsi secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Apabila suatu ekstrak memiliki potensi bioaktif yang tinggi, belum tentu mempunyai daya inhibisi yang paling tinggi karena nilai LC50 ini hanya digunakan sebagai batas konsentrasi tertinggi pada penentuan ragam konsentrasi ekstrak dalam uji enzimatik sehingga formulasi obat akan lebih aman jika konsentrasi yang dibuat dibawah LC50 (Iswantini et al. 2010).

Daya Hambat In Vitro Ekstrak terhadap Aktivitas ACE Penelitian uji inhibisi ACE ini dilakukan secara in vitro terhadap ekstrak tanaman kumis kucing dan tempuyung mengikuti metode yang tertera pada Lam et al. (2008). Angiotensin-converting enzyme (ACE) merupakan salah satu elemen kunci yang berkaitan dengan tekanan darah. ACE mengkonversi angiotensin-I menjadi angiotensin-II (sebuah vasokonstriktor kuat) dalam sistem renninangiotensin, dan sebagai kontribusinya akan terjadi peningkatan tekanan darah melalui penonaktifan bradikinin (suatu peptida antihipertensi yang kuat). Pada

8

penelitian ini, konsentrasi kedua ekstrak masing-masing adalah 50, 100 dan 150 ppm yang digunakan untuk diuji daya hambatnya terhadap ACE secara in vitro. Konsentrasi ini berada di bawah nilai LC50. Penyesuaian konsentrasi ini bertujuan mengetahui daya hambat aktivitas enzim pada keadaan yang diharapkan aman bagi tubuh serta tidak menimbulkan efek toksik. Pengujian ACE dilakukan menggunakan kontrol negatif (blangko) yaitu tanpa penambahan ekstrak dan kontrol positif yaitu kaptopril. Kaptopril dikenal sebagai inhibitor yang sangat kuat terhadap ACE sehingga banyak digunakan oleh masyarakat untuk dijadikan obat dalam menanggulangi penyakit hipertensi. Kaptopril memiliki afinitas yang tinggi terhadap ACE dan berkompetisi dengan angiotensin I, sebagai substrat alami, untuk mencegah terjadinya angiotensin II. Nilai konsentrasi kaptopril yang digunakan yaitu sebesar 25 ppm. Adanya kontrol positif ini bertujuan untuk membandingkan potensi antara kedua ekstrak dengan kaptopril dalam menghambat kinerja ACE sehingga dapat diketahui seberapa besar potensi dan efektifitas ekstrak yang diuji dalam menginhibisi ACE. Dengan demikian, setelah daya hambat masing-masing ekstrak diketahui diharapkan dapat memberikan informasi apakah kedua ekstrak uji dapat menjadi bentuk perawatan alternatif sebagai antihipertensi. Hasil pengukuran daya inhibisi ragam konsentrasi ekstrak tunggal dan gabungan tanaman kumis kucing dan tempuyung serta kaptopril terdapat pada Lampiran 5 dan disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Uji daya hambat ekstrak tunggal secara in vitro terhadap aktivitas ACE Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa ekstrak tempuyung pada konsentrasi 150 ppm menghasilkan nilai negatif sebesar -9.26%. Daya inhibisi ACE yang bernilai negatif tidak berarti tanaman tersebut tidak bekerja sebagai obat antihipertensi, akan tetapi ada kemungkinan dapat bekerja melalui mekanisme reaksi hipotensi yang lain seperti proses antagonis pada penghambatan reseptor beta dan kalsium (Salah et al. 2001). Daya inhibisi bernilai negatif juga dapat diduga karena ekstrak yang digunakan masih berupa ekstrak kasar yang merupakan gabungan dari beberapa golongan senyawa. Aktivitas yang berbeda dari komponen penyusun ekstrak kasar bisa bersifat antagonis satu sama lain

9 dalam menghambat aktivitas ACE pada konsentrasi tertentu (Iswantini et al. 2011). Daya inhibisi ekstrak yang cenderung mengalami penurunan menunjukkan ekstrak tersebut berkurang sifat inhibitornya dan ada kemungkinan bersifat aktivator. Nilai negatif juga dapat disebabkan oleh ketidakstabilan enzim, karena faktor lingkungan termasuk suhu dan kelembapan udara memiliki pengaruh terhadap kinerja enzim. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa daya inhibisi ekstrak kumis kucing (69.20%) lebih besar daripada ekstrak tempuyung (39.67%) pada konsentrasi yang sama yaitu 50 ppm. Dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak juga memberikan hasil yang sama, yaitu daya inhibisi ekstrak kumis kucing lebih kuat dibandingkan ekstrak tempuyung walaupun masih lebih rendah daripada kaptopril. Akan tetapi, daya inhibisi ekstrak kumis kucing terhadap ACE pada konsentrasi 50 ppm tersebut masih lebih tinggi daripada daya inhibisi ekstrak metanol seledri. Ekstrak metanol seledri memiliki daya inhibisi terhadap ACE sekitar 52.14% pada konsentrasi 800 ppm (Umamaheswari et al. 2012). Perbedaan daya hambat tersebut diduga karena kandungan dan jumlah senyawa flavonoid yang tidak sama. Kebanyakan penelitian telah menunjukkan ekstrak tanaman yang kaya akan fitokimia ditemukan efektif dalam penghambatan ACE (Balasuriya dan Rupasinghe 2011). Selain itu, Iswantini et al (2011) juga mengemukakan bahwa jumlah kandungan senyawa metabolit sekunder yang lebih banyak dimiliki oleh ekstrak berpengaruh terhadap peningkatan daya inhibisinya. Penelitian lain yang lebih spesifik menyatakan bahwa senyawa bioaktif flavonoid yang telah diteliti dapat mencegah terjadinya hipertensi melalui pendekatan terhadap aktivitas ACE adalah flavan-3-ol dan prosianidin (Goretta et al. 2003) serta kuersetin (Duarte et al. 2001). Ekstrak kumis kucing 50 ppm juga memiliki daya inhibisi terhadap ACE yang lebih kuat daripada ekstrak etanol kulit apel (64.5%) 100 ppm (Balasuriya et al. 2012), ekstrak air bunga rosella (31.45%) 50 ppm (Ojeda et al. 2010), dan ekstrak air jamur Heterobasidion linzhiense dan Phellinus conchatus masing-masing sebesar 57.64% dan 52.39% (Hai Bang et al. 2014). Daya inhibisi ekstrak kumis kucing dan tempuyung dengan konsentrasi 50 ppm pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya memiliki perbedaan. Ekstrak kumis kucing 50 ppm dapat menghambat aktivitas ACE hingga 76.98% (Iswantini et al. 2010). Penelitian Yulinda (2011) menghasilkan daya inhibisi tempuyung pada konsentrasi tersebut bernilai negatif. Perbedaan metode uji inhibisi, substrat, dan waktu inkubasi akan sangat mempengaruhi nilai daya inhibisi yang diperoleh dari setiap percobaan. Selain itu, walaupun menggunakan tanaman yang sama akan tetapi hasilnya juga dapat berbeda karena bergantung pada spesies tanaman, lingkungan dan kondisi tempat tanaman tersebut tumbuh. Kombinasi ekstrak tanaman kumis kucing dan tempuyung dengan perbandingan konsentrasi tertentu juga diujikan untuk mengetahui daya hambatnya terhadap ACE dalam kondisi ekstrak gabungan. Dengan adanya penggabungan ekstrak tunggal ini diharapkan didapatkan persen inhibisi yang lebih tinggi serta dapat diketahui formulasi obat yang lebih efisien jika diaplikasikan dalam skala yang lebih besar semisal industri. Ekstrak gabungan kumis kucing dan tempuyung (K-T) dibuat dengan tiga perbandingan konsentrasi yaitu K-T 1:1, K-T 1:2 dan K-T 2:1. Dari ketiganya, diperoleh kombinasi ekstrak K-T 1:1 yang memiliki daya inhibisi terbesar. Akan tetapi, perolehan nilai inhibisi tidak memperlihatkan hasil yang lebih tinggi atau tidak lebih baik jika

10 10 dibandingkan dengan ekstrak tunggal bahkan persen inhibisinya berada jauh di bawah kaptopril 25 ppm. Kaptopril sebagai inhibitor ACE sintetis masih memiliki daya inhibisi tertinggi. Hasil pengukuran daya inhibisi ragam konsentrasi ekstrak gabungan tanaman kumis kucing dan tempuyung terdapat pada Lampiran 6 dan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Uji daya hambat ekstrak gabungan secara in vitro terhadap aktivitas ACE Berdasarkan hal tersebut, maka dari keseluruhan uji daya hambat terhadap aktivitas ACE, ekstrak tunggal kumis kucing 50 ppm kemungkinan dapat menjadi alternatif sebagai inhibitor ACE akan tetapi kurang efektif untuk ekstrak tempuyung dan ekstrak gabungan. Daya inhibisi terhadap ACE yang cenderung menurun pada konsentrasi ekstrak kumis kucing >50ppm memungkinkan ekstrak tersebut bersifat sebagai aktivator dan semakin berkurang sifat inhibitornya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kumis kucing dapat bersifat sebagai inhibitor alami ACE dan berpotensi sebagai antihipertensi pada konsentrasi 50 ppm.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Rendemen ekstrak kumis kucing lebih besar bila dibandingkan dengan tempuyung. Berdasarkan hasil uji toksisitas dengan metode BSLT, nilai LC50 kedua ekstrak berada di atas 1000 ppm sehingga dapat dikategorikan bersifat tidak toksik. Berdasarkan uji kadar flavonoid total, diperoleh kadar flavonoid total kumis kucing dan tempuyung sebesar 2.33x10-1% dan 1.07x10-1%. Daya hambat ekstrak kumis kucing terhadap ACE lebih kuat dibandingkan tempuyung. Ekstrak kumis kucing dan tempuyung berpotensi menghambat aktivitas ACE secara in vitro pada konsentrasi 50 ppm walaupun pada tempuyung potensi penghambatan tersebut rendah dan daya inhibisi keduanya berada di bawah kaptopril 25 ppm sebagai kontrol positif. Ekstrak tunggal kumis kucing 50 ppm memiliki daya inhibisi terbesar dibandingkan tempuyung pada konsentrasi yang sama. Ekstrak

11 gabungan kumis kucing dan tempuyung tidak menghasilkan daya inhibisi yang baik. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekstrak kumis kucing dapat menjadi inhibitor alami ACE dan berpotensi sebagai antihipertensi pada konsentrasi 50 ppm.

Saran Uji kinetika inhibisi ekstrak terhadap ACE perlu dilakukan sehingga mekanisme inhibisi ekstrak terhadap ACE dapat diketahui.

DAFTAR PUSTAKA Adnyana IK, Setiawan F, Insanu M. 2013. From ethnopharmacology to clinical study of Orthosiphon stamineus Benth. Int J Pharm Pharm Sci. 5(3):6673. Balasuriya N, Rupasinghe HP. 2011. Plant flavonoids as angiotensin converting enzyme inhibitors in regulation of hypertension. Functional Foods in Health and Disease. 5:172-188. Balasuriya N, Rupasinghe HP. 2012. Antihypertensive properties of flavonoidrich apple peel extract. Food Chemistry.135:2320–2325. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2004. Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia vol. 1. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Chang CC, Yang MH, Wen H M, and Chern JC. 2002. Estimation of Total Flavonoid Content in Propolis by Two Complementary Colorimetric Methods. J Food Drug Anal. 10:178-182. Chaudary SK, Mukhrejee PK, Maiti N, De AK, Badhra S, Saha BP. 2013. Evaluation of Angiotensin Converting Enzyme and antioxidant activity of Piper Longum. Indian Journal of Traditional Knowledge. 12(3):478482. Darusman LK, Iswantini D, Indariani S. 2009. Formulasi dan mikroenkapsulasi ekstrak pegagan (Centella asiatica) dan tempuyung (Sonchus arvensis) sebagai antihipertensi: Daya inhibisinya terhadap angiotensin I converting enzyme (ACE) secara in vitro [laporan penelitian]. Bogor: Pusat Studi Biofarmaka. Duarte J, Palencia RP, Varfas F, Ocete MA, Viscaino FP, Zarzuelo A, Tamargo J. 2001.Antihypertensive effects of the flavonoid quercetin in spontaneously hypertensive rats. Brit J Pharmacol.133:177-124. Goretta LA, Ottaviani JI, Keen CL, Fraga CG. 2003. Inhibition of angiotensin converting enzyme (ACE) activity by flavan-3-ols and procyanidin. FEBS Lett. 555:597-600. Hai Bang T, Suhara H, Doi K, Ishikawa, Fukami K, Parajuli GP, Katakura Y, Yamashita S, Watanabe K, Adhikari MK et al. 2014. Wild Mushrooms in Nepal: Some Potential Candidates as Antioxidant and ACE-Inhibition Sources. Evidence-Based Complementary Alternate Medicine. 2014: 1-11.

12 12 Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Cara Menganalisis Tanaman. Terjemahan K. Padmawinata & I Sudiro. Bandung: ITB. Hodgson JM, Kevin DC. 2006. Review Dietary flavonoids: effects on endothelial function and blood pressure. J Sci Food Agric. 86:2492-2498. Imelda ER, Andani. 2006. Perbandingan efek diuretika serta kadar natrium dalam darah antara pemberian ekstrak etanol daun tempuyung (Sonchus arvensis Linn) dengan furosemida. J Sains Teknol Farm. 11:76-8. Iswantini D, Darusman LK, Hidayat R. 2009. Indonesian Sidaguri (Sida rhombifiolia L.) as antigout and inhibition kinetics of flavonoids crude extract no the activity of xanthine oxidase. J Biological Science 9(5): 504508. Iswantini D, Trisilawati O, Raminiwati M, Susanto S. 2010. Formula antihipertensi (>60%kaptopril) dari bahan aktif flavonoid pegagan, tempuyung, kumis kucing dan sambiloto serta budidaya untuk meningkatkan kandungan flavonoid (>1,5%). Ringkasan Eksklusif Hasilhasil penelitian. Iswantini D, Ismarani, Darusman LK. 2011. Mikroenkapsulasi ekstrak pegagan, kumis kucing, sambiloto, dan tempuyung sebagai inhibitor angiotensin I converting enzyme secara in vitro. J Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. 3(1):11-24. Iwaniak A, Minkiewicz P, Darewicz M. 2014. Food-Originating ACE Inhibitors, Including Antihypertensive Peptides, as Preventive Food Components in Blood Pressure Reduction. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. 13:114-134. Lam LH, Shimamura T, Manabe S, Ishiyama M, Ukeda H. 2008. Assay of Angiotensin I-converting Enzyme-inhibiting Activity Based on the Detection of 3-Hydroxybutyrate with Water-soluble Tetrazolium Salt. Analytical Sciences. 24:1057-1060. Larson AJ. Symons D, Jalili T. 2012. Therapeutic Potential of Quercetin to Decrease Blood Pressure: Review of Efficacy and Mechanisms. American Society for Nutrition. Adv. Nutr. 3:39–46. Lin YS, Lu YL, Wang GJ, Liang HJ, Hou WC. 2014. Vasorelaxing and antihypertensive activities of synthesized peptides derived from computeraided simulation of pepsin hydrolysis of yam dioscorin. Botanical Studies. 55(49):1-7. Lisdawati V, Wiryowidagdo S, Kardono LB. 2006. Brine shrimp lethality test (BSLT) dari berbagai fraksi ekstrak daging buah dan kulit biji mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Bul. Penel. Kesehatan. 34(3):111-118. Loizzo MR, Said A, Tundis R, Rashed K, Antonio G, Statti, Hufner A, Menichini F. 2007. Inhibition of Angiotensin Converting Enzyme (ACE) by Flavonoids isolated from Ailanthus excelsa (Roxb) (Simaroubaceae). Phyotheraphy Research. 21:32-36. Meyer BN et al. 1982. Brine shrimp: A convenient general bioassay for active plant constituents. Planta Med. 45:31-34. Ojeda D, Ferrer EJ, Zamilpa A, Arellano AH, Tortoriello J, Alvarez L. 2010. Inhibition of angiotensin convertin enzyme (ACE) activity by the anthocyanins delphinidin- and cyanidin-3-O-sambubiosides from Hibiscus sabdariffa.Journal of Ethnopharmacology. 127:7–10.

13 Perez-Vizcaino F, Duarte J, Jimenez R, Santos-Buelga C, Osuna A. 2009. Antihypertensive effects of the flavonoid quercetin.Pharm Rep. 61:67-75. Rohaeti E, Heryanto R, Rafi M, Wahyuningrum A, Darusman LK. Prediksi kadar flavonoid total tempuyung (Sonchus arvensis L.) menggunakan kombinasi spektroskopi IR dengan regresi kuadrat terkecil parsial. Jurnal Kimia. 5 (2):101-108. Salah AM, Dongmo AB, Kamanyi A, Bopelet M, Wagner A. 2001. AngiotensinConventing Enzyme-Inhibitory Effect by Ruellia praetermissa. Pharmaceutical Biology. 39(1):16-19. Soares LA, Valquiria LB, George GO, Pedro RP. 2003. Total Flavonoid Determination for the Quality Control of Aqueous Extractives from Phillanthus niruri L. Lat. Am. J. Pharm. 22(3):203 –7. Umamaheswari M, Ajith MP, Asokkumar K, Sivashanmugam T, Subhadradevi V, Jagannath P, Madeswaran A. 2012. In vitro angiotensin converting enzyme inhibitory and antioxidant activities of seed extract of Apium graveolens Linn. Annals of Biological Research. 3(3): 1274-1282. Yanti Ar, Widayanti, Ringoringo VS. 2010. Uji efek antihipertensi ekstrak etanol daging buah mahkota dewa pada tikus putih jantan. Jurnal Bahan Alam Indonesia. 7(2):63-67. Yulinda L. 2011. Inhibisi ekstrak etanol kumis kucing, pegagan, sambiloto, dan tempuyung terhadap aktivitas enzim pengubah angiotensin I secara in vitro [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor. Zeng Y, Wang N, Qia W. 2013. Production of Angiotensin I Converting Enzyme Inhibitory Peptides from Peanut Meal Fermented with Lactic Acid Bacteria and Facilitated with Protease. Advance Journal of Food Science and Technology. 5(9): 1198-1203.

14

LAMPIRAN

16

Lampiran 1 Bagan Alir Penelitian Kumis kucing Aksesi A dan Tempuyung manoko B (Balitro) Ekstraksi (Maserasi 3x24 Jam) Diperoleh ekstrak (Pusat Studi Biofarmaka)

Penetapan Kadar Flavonoid Total

Sistem hidrolisis: 1.0 mL HMT 0.5% (b/v), 20 mL aseton, dan 2 mL larutan HCl 25%, dipanaskan ±30 menit Filtrat disaring ke Labu takar 100 mL ditepatkan dengan aseton 20 mL filtrat + 20 mL akuades dan 15 mL etil asetat (EA) ke dalam corong pemisah Fraksi EA + 1 mL AlCl3 dalam CH3COOH 5% Absorbans diukur pada panjang gelombang 425 nm (kuersetin sebagai standar)

Uji Toksisitas Larva Udang Metode BSLT

Penetasan telur A. Salina menggunakan aerator selama 48 jam

Pembuatan ekstrak 2000 ppm: 0.05 mg ekstrak + 25 mL air laut Ekstrak 2000 ppm diencerkan menjadi 1000 ppm, 500 ppm, 100 ppm dan 10 ppm

Diuji toksisitasnya terhadap 10 larva udang A. Salina dan diinkubasi selama 24 jam Dihitung ∑ larva yang mati

Uji Daya Inhibisi terhadap ACE

20 μl sampel + 20 μl buffer substrat dan 20 μl larutan enzim Dibuat larutan blangko 1: Air deionisasi +buffer substrat dan larutan enzim masingmasing 20 μl Dibuat larutan blangko 2: 40 μl air deionisasi +20 μl buffer substrat Larutan sampel+ larutan blangko 1 dan 2 diinkubasi pada suhu 37oC, 1 Jam Ditambah larutan Indikator, diinkubasi 10 menit, Absorbansi diukur pada λ 450 nm

17

Lampiran 2 Kurva standar kuersetin Konsentrasi kuersetin (ppm) 0.5

Absorbans (λ= 425.0) 0.015

1.0

0.033

5.0

0.183

10.0

0.360

15.0

0.539

18

Lampiran 3 Kadar flavonoid total kumis kucing dan tempuyung

0.052

[Flavonoid] (ppm) 1.4875

Kadar Flavonoid x 10-1(%) 2.32

2

0.050

1.4321

2.23

3

0.055

1.5706

2.45

Sampel

Ulangan

Absorbans

Kumis

1

kucing

Rerata

2.33

Tempuyung

1

0.030

0.8781

1.12

2

0.030

0.8781

1.12

3

0.026

0.7673

0.98

Rerata

1.07

[Kadar flavonoid] = 1.4875

x

x

x 25 mL x

x x 100% = 0.2321%

0.2003 g

19

Lampiran 4 Nilai LC50 ekstrak kumis kucing dan tempuyung Nilai LC50 ekstrak kumis kucing terhadap larva A. Salina

Konsentrasi (ppm) 0

10

100

500

1000

Ulangan

∑ larva mati

Total larva

Konversi %Mortalitas probit

1

0

0

-

2

0

0

-

3

0

0

-

1

1

10

3.72

2

1

10

3.72

3

1

10

3.72

1

3

30

4.48

2

2

20

4.16

3

1

10

3.72

1

3

30

4.48

2

3

30

4.48

3

2

20

4.16

1

4

40

4.75

2

3

30

4.48

3

3

30

4.48

10

LC50 x103 (ppm)

1.79

20

Lanjutan lampiran 4 Nilai LC50 ekstrak tempuyung terhadap larva A. Salina

Konsentrasi (ppm) 0

10

100

500

1000

Ulangan

∑ larva mati

Total larva

Konversi %Mortalitas probit

1

0

0

-

2

0

0

-

3

0

0

-

1

0

0

-

2

0

0

-

3

0

0

-

1

1

10

3.72

2

1

10

3.72

3

1

10

3.72

1

2

20

4.16

2

1

10

3.72

3

2

20

4.16

1

3

30

4.48

2

3

30

4.48

3

3

30

4.48

10

LC50 x103 (ppm)

1.66

21

Lampiran 5 Penentuan daya inhibisi ekstrak terhadap ACE Daya inhibisi tunggal sampel terhadap ACE Kaptopril

Blangko 1

Blangko 2

Ulangan 1

0.2930

0.0500

0.0800

Ulangan 2

0.2770

0.0520

0.0740

Ulangan 3

0.3000

0.0550

0.0860

Rerata

0.2900

0.0523

0.0800

-

-

88.34

Inhibisi (%)

(25 ppm)

Blangko 1 = Akuabides + buffer + enzim + indikator Blangko 2 = Akuabides + buffer + indikator

Daya inhibisi ekstrak kumis kucing Konsentrasi

Ulangan 1

Ulangan 2

Rerata

%Inhibisi

50

0.1890

0.0620

0.1255

69.20

100

0.2340

0.2160

0.2250

27.35

150

0.2000

0.1900

0.1950

39.97

(ppm)

Daya inhibisi ekstrak tempuyung Konsentrasi

Ulangan 1

Ulangan 2

Ulangan 3

Rerata

%Inhibisi

50

0.1520

0.2140

0.2210

0.1957

39.67

100

0.2500

0.2950

0.2940

0.2797

4.33

150

0.3440

0.3090

0.2830

0.3120

-9.26

(ppm)

22

Lanjutan lampiran 5 Daya inhibisi ekstrak gabungan Perbandingan

Kumis kucing : Tempuyung Ulangan 1

Ulangan 2

Ulangan 3

Rerata

%Inhibisi

1:1

0.1850

0.2280

0.2520

0.2217

28.73

1:2

0.2930

0.2330

0.2370

0.2543

15.02

2:1

0.2420

0.2250

0.2790

0.2487

17.37

%Inhibisi = [(A. blangko 1 – A. sampel) / (A. blangko 1 – A. blangko 2)] x100 = [(0.2900-0.1255) / (0.2900-0.0523)] x 100 = 69.20%

Keterangan : A. blangko = Absorbans blangko A. sampel = Absorbans sampel

23

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 18 Oktober 1990 dari Ayah Muchtar Aziz dan Ibu Fifih Shofiyah. Anak keempat dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Bandung pada tahun 2008 dan pada tahun yang sama, lulus seleksi masuk Akademi Kimia Analisis Bogor (AKA). Setelah lulus dari AKA pada tahun 2011, bekerja sebagai staf pengajar di Lembaga Percepatan Belajar SIMPLE Bogor. Pada tahun 2012 melanjutkan kembali pendidikan di Institut Pertanian Bogor Program Alih Jenis Program Studi Kimia. Selama perkuliahan di AKA penulis pernah mengikuti kegiatan Pelatihan Pengantar Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001), Pelatihan Pengantar Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001:2001) dan Praktik Kerja Lapangan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Pengujian Mutu Barang Ciracas-Jakarta Timur.