INSOMNIA PADA HIV DAN PENATALAKSANAANNYA

Download Seperti infeksi HIV, insomnia (sulit tidur) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang bermakna. Biaya ekonomis ... Waktu tertentu untuk t...

0 downloads 468 Views 37KB Size
Insomnia pada HIV dan Penatalaksanaannya Pandangan Seorang Dokter Oleh Zishan Samiuddin, MD, Baylor College of Medicine Artikel ini adalah ikhtisar praktis, tepat dan ringkas dari pengalaman saya selama tujuh setengah tahun dalam mengobati lingkup luas dari masalah tidur dalam kelompok heterogen orang yang terinfeksi HIV di Thomas Street Clinic (TSC) di Houston, AS. TSC adalah klinik yang berbasis pada masyarakat yang memberikan perawatan kesehatan primer kepada komunitas miskin dengan HIV/AIDS.

Pendahuluan Seperti infeksi HIV, insomnia (sulit tidur) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang bermakna. Biaya ekonomis, manusia dan sosial dari insomnia mempengaruhi penggunaan perawatan kesehatan, mutu hidup, hubungan dan produktivitas. Rosekind memperkirakan bahwa meskipun 95% masyarakat AS kadang-kadang mengalami insomnia, hanya sepertiga hingga separo dari orang ini mencari pertolongan medis dan jarang melaporkan insomnia sebagai keluhan utama. Lebih jauh, rata-rata 14 tahun berlalu sebelum mereka datang untuk pengobatan. Rintangan ini semakin besar bila juga ada HIV dan masalah terkait, seperti yang ditunjukkan oleh Rubinstein dan Selwyn. Mereka menggolongkan 73% dari 115 pasiennya mengalami gangguan tidur. Insomnia meningkat hingga 86% pada pengguna narkoba dan menjadi 100% pada orang dengan kerusakan kognitif. Dengan tidak dilaporkannya kesulitan tidur yang dialami pasien dokter hanya menemukan insomnia pada 33% dari catatan medis pasien tersebut. Prenzlauer dkk., menghubungkan tidur dengan tahap dan tanda penyakit HIV dan dengan unsur psikososial pada 68 pasien. Lima puluh pasien (79%) mengalami gangguan tidur. Kecenderungan kadar mikroglobulin beta 2 yang lebih tinggi dalam kelompok ini mungkin menjadi penunjuk awal dari laju penyakit. Tidur tidak hanya menghilangkan keletihan. Tidur juga merupakan keadaan istirahat dari fungsi yang disadari meskipun fungsi yang tidak disadari yang sangat penting tetap berlangsung. Keadaan tidak aktif ini penting untuk mengurangi tenaga yang dibutuhkan otak dan untuk memberikan cukup istirahat pada otak bagian depan. Kekurangan tidur jangka panjang dan pendek menyebabkan gangguan pada pikiran, bicara, daya ingat, konsentrasi, dan pertimbangan. Sifat lekas marah meningkat dan waktu untuk bereaksi menurun. Paranoia dan halusinasi pandangan, taktil dan pendengaran sering kali akibat dari kekurangan tidur jangka panjang. Adalah mudah untuk memperhitungkan dampak dari gejala ini pada produktivitas obyektif, mutu hidup subjektif, dan hubungan satu sama lain. Survei Gallup memperkirakan bahwa masalah tidur menelan biaya 30 miliar dolar AS setiap tahun pada sistem perawatan kesehatan di AS.

Diagnosis Karena masalah tidur kurang dilaporkan, kurang didiagnosis, mahal dan terbukti menimbulkan dampak negatif pada jiwa pasien, penting agar kita memiliki cukup pengetahuan tentang gangguan tidur terkait HIV/AIDS yang umumnya dihadapi. Gejala insomnia dapat diakibatkan berbagai penyakit medis, psikiatri atau neurologi. Riwayat tidur yang cermat biasanya cukup untuk mendiagnosis sebagian besar penyebab. Kadang-kadang saya harus merujuk pasien ke laboratorium tidur bukan hanya untuk memperoleh diagnosis tetapi juga untuk intervensi seperti mesin continuous positive airway pressure (CPAP). Riwayat tidur harus mencakup pertimbangan berikut ini: • Apakah insomnia yang dialami bersifat di awal, di tengah atau di akhir (maksudnya apakah pasien mempunyai masalah pada saat akan tidur, tidak bisa tetap tidur atau terbangun lebih awal daripada yang dia inginkan?) • Waktu tertentu untuk tidur dan bangun, apakah ada perubahan baru dalam jadwal ini, dan perbedaan antara hari kerja dan akhir pekan. • Mutu subjektif dan jumlah waktu tidur pribadi yang ideal. Seberapa sering terjadi gangguan tidur? • Mengantuk di siang hari dan tertidur waktu siang, dan juga waktu tidur siang tersebut.

Dokumen ini didownload dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/

Insomnia pada HIV dan Penatalaksanaannya

• Penggunaan narkoba dan alkohol. Penting untuk mempertimbangkan gejala putus alkohol dan obat penenang sebagai penyebab insomnia. Tanyakan tentang penggunaan kafein. Jangan lupa untuk memasukkan kebiasaan mengkonsumsi minuman kola. • Kebersihan tidur: kebiasaan makan, kenyamanan kamar tidur atau lingkungan tidur, suhu, kebisingan, dan stres. • Masalah medis (termasuk masalah rasa sakit dan jiwa) dan bagaimana masalah ini dulu diobati. • Pemeriksaan fisik lengkap. Ini dapat menjadi tuntunan bermanfaat kepada pemeriksaan laboratorium yang dapat menghasilkan informasi berharga mengenai keadaan endokrin, kardiovaskular, neurologi dan pernapasan yang menyebabkan insomnia. Namun, pembahasan lengkap mengenai penyebab ini di luar dari makalah ini.

Penatalaksanaan Nonfarmakologi Peribahasa India kuno menyarankan, “Satu jenis tongkat tidak dapat digunakan untuk mengumpulkan semua domba.” Meskipun terjemahan tersebut menghilangkan suatu makna, peribahasa ini sangat tepat dengan pembahasan saat ini dalam arti satu pendekatan tidak dapat memperbaiki semua masalah pasien. Pilihan nonfarmakologi tetap merupakan cara utama untuk mengatasi faktor psikologis yang mengganggu tidur. Termasuk pendekatan berikut ini: A. Perilaku • Kebersihan tidur: menekankan kebiasaan, dan unsur lingkungan dan fisiologis yang menyababkan tidur mendengkur. • Pengendalian rangsangan: membatasi perilaku yang bertentangan dengan tidur yang mungkin menjadi berhubungan dengan tempat tidur. • Batasan tidur: membatasi waktu di tempat tidur dan menyebabkan kekurangan tidur ringan yang mengarah kepada peningkatan efisiensi tidur. • Latihan relaksasi: menggunakan biofeedback, pengendoran otot yang progresif, latihan autogenik dan gambaran terkendali untuk mencapai keadaan relaksasi yang bertentangan dengan insomnia (Autogenik: berhubungan dengan teknik relaksasi seperti biofeedback atau meditasi dalam usaha untuk mengatur sifat fisiologis (tekanan darah, detak jantung, dll.)). B. Psikologis • Tujuan yang berlawanan: memerintahkan pasien untuk berkonsentrasi agar tetap sadar (tidak tidur) sehingga mengurangi upaya sia-sia untuk tertidur. • Terapi kognitif: memeriksa anggapan dan keyakinan yang salah mengenai insomnia dan memberikan pilihan yang lebih masuk akal. • Psikoterapi Untuk meringkas dengan istilah praktis, yang harus dan yang tidak boleh dilakukan yang sebaiknya dibahas dengan pasien mencakup beberapa pokok berikut ini. Harus Dilakukan: • tidur dengan cukup agar terasa segar • bangun setiap hari pada waktu yang sama • berolahraga setiap hari • hindari bising dan suhu yang terlalu tinggi atau rendah Jangan Dilakukan: • • • • • •

tidur dengan perut lapar memakai obat tidur setiap hari minum minuman berkafein atau beralkohol sebelum tidur merokok sebelum tidur mencoba lebih kuat untuk tidur jika Anda tidak dapat tidur setelah waktu yang cukup lama tidur siang

–2–

Insomnia pada HIV dan Penatalaksanaannya

Penatalaksanaan Farmakologi Kelompok obat yang sering dipakai di TSC antara lain benzodiazepin, antidepresan penenang, imidazopiridin dan obat bebas. Banyak obat yang disebutkan di bawah tersedia baik sebagai obat generik maupun bermerek. Prinsip-prinsip pengobatan insomnia digambarkan oleh contoh kasus berikut ini yang merupakan gabungan dari pasien-pasien yang terinfeksi HIV yang umumnya ditemui di TSC. Andrew adalah pria berusia 32 tahun yang tidak mempunyai gejala psikologi/kejiwaan pada saat ini atau sebelumnya. Ia menyangkal menyalahgunakan zat dan mengeluh sulit tidur. Setelah ia tidur, ia mampu tetap tertidur hingga bangun di pagi hari. Ia merasa lelah waktu bangun tidur karena ia tidak dapat tidur lebih dari tiga jam sebelum akhirnya bangun untuk melakukan kegiatannya sehari-hari. Andrew adalah calon ideal untuk pemakaian jangka pendek zolpidem, sebuah imidazopiridin yang bekerja singkat dan bersifat laten sebentar dan tidak memiliki efek samping setelah dipakai. Ia juga akan memperoleh manfaat dari pembatasan tidur (ia disarankan turun dari tempat tidur jika ia tidak bisa tidur setelah lebih dari 30 menit). Ia juga diminta memindahkan TV dari kamar tidurnya, sehingga kamar tidurnya sekarang menjadi tempat untuk istirahat dan tidur. Belle, pecandu alkohol dalam pemulihan saat ini tinggal di lingkungan rawat inap, mengeluhkan tidur yang tidak tenang dan nyaman. Ia menyangkal gejala neurovegetatif (terjadi secara tidak sengaja atau otomatis) lain apa pun dari depresi atau kegelisahan tetapi khawatir tidak bisa tetap sadar jika insomnia berlanjut. Belle merasakan manfaat dari antidepresan penenang seperti trazodon. Bukanlah hal yang kontraindikasi bagi pecandu dalam pemulihan, untuk ditingkatkan kadarnya hingga batas toleransi dan tidak menimbulkan risiko priapisme (ereksi penis yang tidak wajar, terus-menerus dan biasanya menyakitkan yang tidak disebabkan oleh nafsu seksual) yang pasti tidak berlaku pada wanita. Selama masa psikoterapinya, Belle terus-menerus diyakinkan bahwa tipe insomnianya lambat laun akan membaik, selama ia menjauhi alkohol. Cassidy adalah pasien diabetes yang diobati pada masa yang berbeda dengan AZT dan d4T. Ia mengeluh tidak dapat tidur karena kesemutan dan mati rasa pada kaki dan tangannya (neuropati periferal). Cassidy mendapat resep antidepresan penenang, amitriptilin, yang mempunyai dampak analgesik bermakna yang membantu mengatasi neuropati yang diakibatkan diabetes dan obat antiretroviral. Dexter mempunyai masalah tidur sejak ia mendapat 3TC. Ia kesulitan untuk memulai dan mempertahankan tidur. Ada riwayat penyalahgunaan kokain beberapa waktu sebelumnya, tetapi Dexter telah menyerahkan hidupnya kepada Tuhan dan berhenti menggunakan kokain sejak didiagnosis AIDS beberapa tahun lalu. Diputuskan aman untuk meresepkan benzodiazepin yang kerjanya lama untuk Dexter. Ia diresepkan klonazepam. Keikutsertaannya terus-menerus dalam kelompok 12 langkah sangat dianjurkan. Risiko penyalahgunaan dan ketergantungan klonazepam dibahas, terutama kemungkinan pemakaian jangka panjangnya merupakan kemungkinan bermakna dengan adanya etiologi insomnia. Penghentian sementara penggunaan obat juga dianjurkan untuk mengurangi kemungkinan munculnya toleransi terhadap dampak obat tersebut. Eduardo melaporkan tidurnya terganggu oleh diare yang menyakitkan. Dengan menyedihkan ia menggambarkan bahwa ia harus bangun lebih dari enam kali setiap malam untuk ke kamar kecil dan sering kali tidak dapat mencapai kamar kecil pada waktunya. Pengobatan untuk gejala tersebut masih berjalan tetapi sementara itu mutu hidupnya sangat terpengaruh. Pada pembahasan dengan dokter penyakit menularnya, tidak ada kontraindikasi dengan pengobatan untuk diare. Opioid yang kerjanya lama diresepkan untuk Eduardo untuk mengobati rasa sakit dan juga untuk mengentalkan diare. Konsultasi dilakukan dengan ahli diet terdaftar untuk membahas apakah perubahan diet mungkin untuk disarankan. Fenella mengeluhkan kesulitan tidur semalam penuh. Ia merasa lelah di siang hari tetapi ia tidak bisa beristirahat, karena gelisah dan cemas. Ia kehilangan perhatian sama sekali terhadap kegiatannya seharihari dan kehilangan 4kg berat badan pada bulan lalu karena “makanan tidak terasa enak.” Ia memutuskan datang ke klinik karena ia merasa bahwa satu malam istirahat yang cukup akan membantunya mengatasi semua kemerosotan yang ia gambarkan begitu jelas. Sulit meyakinkan Fenella bahwa masalah tidurnya berhubungan dengan depresinya. Namun, ia setuju untuk memakai obat antidepresan hanya jika itu akan membantunya tidur. Setelah diyakinkan bahwa mirtazepin (Remeron), sebuah antidepresan penenang,

–3–

Insomnia pada HIV dan Penatalaksanaannya

akan membantunya tidur dan juga mengobati depresinya, ia setuju untuk mencobanya. Ia dirujuk untuk terapi kognitif sebagai tambahan untuk mengobati gangguan tidurnya serta depresinya. Gustavo memakai kombinasi indinavir, 3TC, dan d4T. Ia memang pria yang cukup besar, dan berat badannya bertambah waktu memakai rejimen ini dan sekarang berat badannya hampir 140kg. Ia dirujuk karena mutu tidur malamnya buruk, dan ini tidak bereaksi terhadap temazepam (Restoril) pada dosis 60mg. Gustavo mampu menunjukkan waktu mulai terjadi gangguan tidurnya yang secara bertahap adalah waktu ia mulai bertambah berat badannya. Ia juga mengaku mendengkur dengan keras, yang kadangkadang membangunkannya dalam keadaan hampir panik. Ia didiagnosis sementara apnea tidur, temazepam dihentikan dan rejimen untuk menurunkan berat badan disusun. Gustavo juga dikirim ke laboratorium tidur untuk dicocokkan dengan perlengkapan C-PAP jika dibutuhkan. Saya mengkaji contoh-contoh kasus ini sebagai stereotip pasien yang saya obati. Riwayat jarang begitu jelas. Saya dengan sengaja menghilangkan rincian tentang strategi dosis dan perawatan seterusnya agar ringkas dan jelas. Pedoman umum yang ingin saya tekankan untuk pengobatan insomnia secara farmakologi, terutama dengan zat yang diawasi, dapat diringkas sebagai berikut: Resepkan • untuk insomnia sementara karena perubahan keadaan tidur • untuk insomnia jangka pendek yang terkait stres selama satu atau dua minggu • untuk insomnia kronis yang hilang timbul Jangan resepkan • tanpa diagnosis yang tepat • untuk jangka waktu lama, kecuali dalam keadaan tertentu seperti bila penyebab utama insomnia tidak mungkin dipecahkan (misalnya insomnia yang disebabkan obat, rasa sakit yang menahun, dll.) • tanpa penyesuaian dosis yang tepat dan peninjauan ulang secara berkala untuk menjamin pengubahan rejimen HAART tidak menyebabkan kontraindikasi yang baru • untuk pasien yang terus menyalahgunakan alkohol atau narkoba

Kesimpulan Insomnia bersifat umum dalam HIV/AIDS, dan sering tidak terdiagnosis serta tidak diobati. Untuk diobati, insomnia harus didiagnosis. Kombinasi pendekatan perilaku dan psikologi sangat efektif dalam menatalaksanakan keluhan insomnia. Mengobati insomnia sama-sama dapat bermanfaat bagi pasien dan dokter. Sumber: Research Initiative Treatment Action (RITA!), Desember 2000 URL: http://www.aegis.org/pubs/rita/2000/RI001202.html Diterjemahkan oleh WartaAIDS, diterbitkan oleh Yayasan Spiritia

–4–