ISU-ISU AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK; KONTRIBUSI BAGI

Download JURNAL ILMU EKONOMI (Journal of Economics). FAKULTAS ... Kasus korupsi akuntansi forensik pertama kali di Indonesia ditetapkan oleh Price ...

0 downloads 444 Views 547KB Size
JURNAL ILMU EKONOMI (Journal of Economics) FAKULTAS EKONOMI UNIVERSTAS JEMBER ISSN: 1693-2420

MENGUNGKAP PRAKTEK KECURANGAN (FRAUD) PADA KORPORASI DAN ORGANISAI PUBLIK MELALUI AUDIT FORENSIK Muhammad Miqdad ABSTRACT Forensic auditing is a part of special audit, in which it used to find fraud of financial transaction that it done by corruption player. Fraud audit combine two audit types; that are forensic audit and investigate audit. In other words the fraud audit is to test all aspect audits what considering internal control in term of internal audit patterns. To detect fraud practice, there some indicators of fraud; 1). Financial Statement Fraud, 2). Aset Misappropriation, 3). Corruption. To prevent of fraud practice can be done some ways; 1). Designing reliabity of internal control, 2). Improving corporate (organization) culture through Good Corporate Governance (GCG) principles, 3). Effectiveness internal audit functions. Keywords: Fraud, Forensic auditing, Financial Statement Fraud, Aset Misappropriation,

Corruption. corporate (organization) culture, Corporate Governance Govenance (GCG) principles.

I. LATAR BELAKANG Praktek untuk melakukan kecurangan (fraud) tidak hanya terjadi di dunia Korporasi (private), justru di lingkungan sektor publik (pemerintahan) praktek fraud lebih menonjol dilakukan. Lebih-lebih ketika sistem pengelolaan pemerintahan bersifat sentralisasi. Sejak reformasi bergulir, tuntutan akan transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan daerah (publik) makin kuat. Untuk itu pemerintah pusat menyiapkan berbagai macam perangkat aturan (regulasi), memperkuat struktur kelembagaan di bidang pengawasan keuangan, penanganan korupsi dan langkah-langkah lainnya. Jenis fraud (kecurangan) yang terjadi di setiap negara ada kemungkinan berbeda, hal ini karena praktik fraud antara lain sangat dipengaruhi oleh kondisi hukum di negara yang bersangkutan. Di negara-negara yang sudah maju, dimana penegakan hukum sudah berjalan dengan baik dan kondisi ekonomi masyarakat secara umum sudah cukup mantap, praktik-praktik fraud lebih sedikit modus operasinya. Berbeda dengan negara berkembang ataupun negara-negara yang dikenal sebagai negara koruptor, praktik fraud yang terjadi lebih banyak modusnya. Praktik ini menghalalkan segala cara, penggunaan wewenang/kekuasaan yang salah serta selalu berlindung di balik pembenaran hukum.

Akuntansi forensik berperan penting dalam mendukung proses pengadilan. Kasus korupsi akuntansi forensik pertama kali di Indonesia ditetapkan oleh Price Waterhouse Coopers (PWC) sebagai akuntan forensic pada Bank Bali. Memang benar, telah lama berkembang teknik akuntansi forensik. Disiplin ini memfokuskan diri dalam menyelidiki kasus-kasus kejahatan yang melibatkan aspek-aspek finansial yang kompleks. Persis seperti kedokteran forensik yang merupakan aplikasi ilmu kedokteran untuk menemukan bukti-bukti kejahatan, teknik akuntansi forensik pun menerapkan teknik-teknik akuntansi untuk menemukan bukti-bukti finansial yang mendukung tindakan kejahatan. Itulah sebabnya profesi ini punya posisi yang unik untuk mengungkapkan aspek finansial yang berkaitan langsung dengan dugaan keras penyelewengan tersebut. Akuntan forensik dapat mengenali dan melakukan analisis mendalam atas transaksi finansial yang rumit dan canggih yang digunakan oleh pelaku kejahatan untuk menutupi jejak tindakannya. Selain itu, agar berhasil, auditor harus diberi akses seluas-luasnya terhadap data-data dan pihak-pihak yang harus dilibatkan dalam penelusuran transaksi. Keleluasaan akses terhadap informasi ini begitu penting, sehingga—seperti layaknya audit finansial biasa—seorang akuntan tidak dibolehkan menyatakan pendapat positif tentang kewajaran suatu laporan keuangan bila pembatasan itu demikian besarnya. Dalam konteks akuntansi forensik sebagai bagian dari kegiatan audit khusus (special audit), pembatasan akses ini bahkan bisa dikenai tuduhan pemberangusan secara sengaja terhadap tegaknya keadilan (obstruction of justice). Forensic Auditing digunakan agar proses rekonstruksi transaksi kecurangan keuangan ketika diajukan sebagai kasus korupsi di pengadilan, memenuhi persyaratan alat bukti. Audit khusus ini dapat dilakukan sebagai bagian dari proses penyelidikan pidana oleh polisi atau jaksa. Karena itu, hasil audit forensik baru bermanfaat apabila temuannya ditindaklanjuti dengan proses hukum yang tegas oleh polisi atau jaksa. Perlu dicatat bahwa dalam temuan audit tidak akan dinyatakan status benar atau salahnya sesuatu atau serangkaian transaksi menurut hukum. Temuannya hanya akan menyajikan data-data obyektif dan akurat mengenai keseluruhan transaksi yang terjadi, sehingga memudahkan pihak kepolisian atau kejaksaan untuk menentukan apakah transaksi tersebut merupakan bagian dari suatu pelanggaran hukum atau tidak. Di sisi lain, Fraud Auditing digunakan untuk menemukan kecurangan transaksi keuangan yang dilakukan oleh pelaku korupsi. Fraud audit merupakan kombinasi antara aspek audit forensik atau investigasi forensik atau uji menyeluruh semua materi pemeriksaan dengan teknik pengendalian internal dalam tata cara internal audit. II. KASUS-KASUS FRAUD PADA KORPORASI dan ORGANISASI PUBLIK Untuk mengungkap praktek-praktek kecurangan membutuhkan seni, teknik dan skill audit yang khusus karena hal ini menyangkut objektivitas dalam menemukan bukti-bukti keuangan yang mendukung terhadap dugaaan adanya praktek-praktek kecurangan (fraud) keuangan. Untuk memberikan gambaran bagaimana fraud dilakukan, Berikut gambaran kasus-kasus fraud yang pernah terjadi: 1) Kasus Underlying L/C di BNI Kasus fraud di BNI yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp. 1,7 trilyun, menarik untuk dikaji. Kasus ini justru terkuak oleh kecurigaan Kepala Divisi Internasional terhadap kejanggalan prosedur L/C BNI Cabang Kebayoran Baru.

Berdasarkan Laporan dari Divisi Internasional yang direlease pada tanggal 7 Agustus 2003, kemudian Direktur Utama BNI menurunkan tim audit khusus untuk mendalami kasus ini. Hasilnya, Laporan tim audit khusus yang direlease pada awal September 2003 membuktikan kebenaran pembobolan uang negara sebesar Rp. 1,7 trilyun. Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah : mengapa tim internal audit tidak dapat menangkap fraud ini ? Sehingga laporan adanya fraud justru di-release oleh Pimpinan Divisi Internasional yang curiga atas penyimpangan prosedur L/C di BNI Cabang Kebayoran Baru ? apakah pada saat itu aktivitas internal audit memang dilumpuhkan oleh oknum manajemen BNI Cabang Kebayoran Baru ? Atau oknum manajemen BNI Cabang Kebayoran Baru sudah mendesain laporan dan aktivitas sehingga tidak tersentuh oleh aktivitas internal audit ? Pimpinan BNI mungkin sudah melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kegagalan internal audit dalam mengungkap fraud. Tetapi bila fraud memang telah didesain oleh oknum manajemen di BNI Cabang Kebayoran Baru, maka salah satu tugas top manajemen BNI adalah menciptakan control environment sehingga aktivitas internal audit bisa berjalan sesuai fungsinya sebagai internal control. Top manajemen harus mendeklarasikan dukungan penuh terhadap aktivitas internal audit keseluruh jajaran departemen di lingkungan BNI. Setelah itu baru menata kembali integritas dan moral petugas auditor, sehingga fungsi internal audit bisa berjalan sebagaimana mestinya. 2). Fraud di Phar Mor Inc. Sejarah mencatat kasus Phar Mor Inc. sebagai kasus fraud yang me-legenda dikalangan auditor keuangan. Eksekutif di Phar Mor secara sengaja melakukan fraud untuk mendapatkan keuntungan financial yang masuk ke saku pribadi individu di jajaran top manajemen perusahaan. Phar Mor Inc, termasuk perusahaan retail terbesar di Amerika Serikat yang dinyatakan bangkrupt pada bulan Agustus 1992 berdasarkan undang-undangan U.S. Bangkruptcy Code. Pada masa puncak kejayaannya, Phar Mor mempunyai 300 outlet besar di hampir seluruh negara bagian dan memperkerjakan 23,000 orang karyawan. Produk yang dijual sangat bervariasi, dari obat-obatan, furniture, electronik, pakaian olah raga hingga videotape. Dalam melakukan fraud, top manajemen Phar Mor membuat 2 laporan ganda. Satu laporan inventory, sedangkan laporan lain adalah laporan bulanan keuangan (monthly financial report). Satu set laporan inventory berisi laporan inventory yang benar (true report), sedangkan satu set laporan lainnya berisi informasi tentang inventory yang di adjustment dan ditujukan untuk auditor use only. Demikian juga dengan laporan bulanan keuangan, laporan keuangan yang benar berisi tentang kerugian yang diderita oleh perusahaan, ditujukan hanya untuk jajaran eksekutif. Laporan lainnya adalah laporan yang telah dimanipulasi sehingga seolaholah perusahaan mendapat keuntungan yang berlimpah. Dalam mempersiapkan laporan-laporan tersebut, manajemen Phar Mor sengaja merekrut staf dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Cooper & Lybrand. Staf-staf tersebut yang kemudian

dipromosikan menjadi Vice President bidang financial dan kontroler, yang dikemudian hari ternyata terbukti turut terlibat aktif dalam fraud tersebut. Dalam kasus Phar Mor, salah satu syarat agar internal audit bisa berfungsi, yaitu fungsi control environment telah diberangus. Control environment sangat ditentukan oleh attituted dari manajemen. Idealnya, manajemen harus mendukung penuh aktivitas internal audit dan mendeklarasikan dukungan itu kesemua jajaran operasional perusahaan. Top manajemen Phar Mor, tidak menunjukkan attitude yang baik. Manajemen kemudian malah merekrut staf auditor dari KAP Cooper & Librand untuk turut dimainkan dalam fraud. Langkah ini bukan tanpa perencanaan matang. Staf mantan auditor kemudian dipromosikan menduduki jabatan penting, tetapi dengan imbalan harus membuat laporan-laporan keuangan ganda. Sejauh ini manajemen Phar Mor telah membuktikan tentang teori : The Fraud Triangle. Yaitu teori yang menerangkan tentang penyebab fraud terjadi. Menurut teori ini, penyebab fraud terjadi akibat 3 hal : Insentive/Pressure, Opportunity dan Rationalization/Attitude. Insentive/Pressure adalah ketika manajemen atau karyawan mendapat insentive atau justru mendapat tekanan (presure) sehingga mereka “commited” untuk melakukan fraud. Opportunity adalah peluang terjadinya fraud akibat lemahnya atau tidak efektivenya control sehingga membuka peluang terjadinya fraud. Sedangkan Rationalization/Attitude menjelaskan teori yang menyatakan bahwa fraud terjadi karena kondisi nilai-nilai etika lokal yang membolehkan terjadinya fraud. Dalam kasus Phar Mor, setidak-tidaknya top manajemen telah membuktikan satu dari tiga penyusun triangle, yaitu : top manajemen telah melakukan Insentive/Pressure. 3) Gambaran Hasil Audit BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dan Penggunaan Dana Perimbangan (DP) Dalam laporannya yang dimuat harian Republika tanggal 11 Oktober 2007, Ketua Badan Pemerika Keuangan (BPK), Anwar Nasution mengungkapkan, dari 362 laporan keuangan pemerinah daerah (pemda) yang diaudit BPK, menyimpulkan bahwa: a) Hanya 3 (tiga)laporan keuangan atau kurang dari satu persen yang mendapatkan opini „wajar tanpa pengecualian‟. Opini seperti ini merupakan opini bahwa laporan keuangan tersebut telah sesuai dengan standar yang ditetapkan. b) Sebanyak 284 laporan keuangan memperoleh „wajar dengan pengecualian‟, , ini dapat diartikan ada perkiraan (akun-akun) tertentu yang tidak didukung oleh bukti akuntansi yang cukup c) 19 laporan keuangan „tidak wajar‟, dan d) 56 laporan keuangan „disclaimer‟. Anggaran Dana Perimbangan (DP) tahun 2006 sebesar Rp. 217 Triliun dengan realisasi penyaluran sebesar Rp.222 Triliun (sekitar 102%), terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) Rp. 146 Triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp. 11 Triliun, Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp. 65 Triliun. Untuk tahun 2007 Dana Perimbangan sebesar Rp. 250 Triliun dan realisasi sampai dengan semester I tahun 2007 sebesar Rp. 106 Tirliun (atau sekitar 43%). Hasil pemeriksaan BPK terhadap penggunaan anggaran tersebut

adalah pengelolaan keuangan daerah belum tertib, belum efektif, belum efisien, belum transparan dan belum akuntabel. Hal ini dapat dimaknai bahwa pengelolaan keuangan daerah diduga ada kegiatan-kegiatan yang mengarah pada praktek fraud.

III. MEMAHAMI LEBIH JAUH TENTANG AUDIT FORENSIK Dalam terminologi akuntansi istilah Audit didefinisikan sebagai suatu proses sistimatik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (intersted parties), (Mulyadi, 2002). Dalam dunia praktis, pelaksanaan audit laporan keuangan terbagi dalam dua (2) kategori yaitu 1). Audit umum (general audit) adalah untuk menilai kewajaran atas laporan keuangan sesuai Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), dan 2). Pemeriksaaan khusus (special audit), pemeriksaan terbatas atas akun-akun tertentu sesuai dengan permintaan klien, dalam audit ini tidak ada pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Untuk mengungkapkan praktek kecurangan yang dapat merugikan negara atau korporasi seharusnya dilakukan audit forensik, yang merupakan bagian dari audit khusus (special audit). Audit Forensik adalah suatu ilmu akuntansi yang digunakan untuk menyelidiki kemungkinan adanya kecurangan, terutama terhadap perusahaan-perusahaan yang mati secara misterius (tidak wajar) atau untuk mengungkap kecurangan dan penyelewengan yang melanggar hukum yang berlaku (Majalah Akuntansi Nomor 10 tahun 1988). Audit Forensik merupakan audit khusus yang digunakan untuk menemukan kecurangan keuangan (finansial) pada perusahaan. Auditor forensik dituntut mampu melihat keluar dan menelusuri hingga dibalik angka-angka yang tampak, serta dapat mengaitkan dengan situasi bisnis yang sedang berkembang agar bisa mengungkapkan informasi yang akurat, obyektif serta dapat menemukan adanya penyimpangan. Pekerjaan audit forensik dapat diuraikan sebagai berikut : a Fraud Auditor Fraud auditor berperan untuk mencegah dan mengoreksi kecurangankecurangan dalam dunia bisnis pada umumnya. Keahlian seorang fraud auditor dapat dikembangkan antara lainuntuk mengevaluasi laporan keuangan karena adanya window dressing yang dapat menyesatkan para investor dalam mengambil keputusan. b Expert Witness (Saksi Ahli) Dalam hal ini, auditor memberikan keterangan sesuai dengan keahliannya jika diminta oleh penyidik dengan harapan dapat memperjelas perkara pidana khusus yang sedang ditangani oleh penyidik. c Konsultan Litigasi Peran auditor forensik sebagai konsultan litigasi terbatas pada pemberian nasehat dan konsultasi pada pengacara. Saat ini sudah mulai ada kesadaran global untuk memerangi korupsi di segala bidang dengan menggunakan banyak cara dan formulasi-formulasi, akan tetapi

korupsi masih tetap ada. Salah satu yang menjadi rintangan karena korupsi selalu terkait dengan kekuasaan sehingga sulit untuk melakukan proses hukum atas tindakan korupsi tersebut. Akuntansi forensik mengarahkan untuk menyediakan informasi keuangan dan akuntansi untuk tujuan yang sah. Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang akuntan forensik mestinya tidak hanya memiliki keahlian akuntansi tetapi juga keterampilan dalam hukum, teknik investigative, hubungan antar personal dan ketrampilan komunikasi, sehingga tidak hanya terampil dalam akuntansi keuangan (Bologna, 1995). Akuntansi forensik saat ini sudah mulai digunakan secara luas di beberapa negara di dunia, Amerika Serikat dan Kanada adalah dua negara pionernya. Di Indonesia sendiri akuntansi forensik mulai digunakan saat reformasi tahun 1998 sebagai akibat krisis keuangan yang terjadi di Asia dan menyebabkan korupsi mulai merajalela. KPK bukanlah pelopor pertama penggunaan akuntansi forensik di Indonesia. Publikasi dan implementasi akuntansi forensik pertama di Indonesia adalah Price Waterhouse Cooper saat menjadi akuntan forensik di Bank Bali. Hingga saat ini akuntansi forensik di Indonesia berkembang pesat melalui KPK sebagai upaya untuk memberantas korupsi yang terjadi di Indonesia sendiri. Sebagaimana diketahui Indonesia adalah salah satu negara berkembang di dunia yang memiliki reputasi buruk dalam hal korupsi. IV. PENDETEKSIAN FRAUD

Association of Certified Fraud Examinations (ACFE) telah mengkategorikan fraud ke dalam tiga kelompok dan tindakan pendeteksian fraud bedasarkan tiga kelompok kecurangan tersebut adalah: 1) Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud). Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi melalui analisis laporan sebagai berikut: a) Analisis Vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas dengan menggambarkannya dalam persentase. Sebagai contoh di dalam suatu laporan tentang kenaikan hutang atau penurunan hutang terkadang bisa menjadi salah satu dasar adanya audit fraud audit. b) Analisis Rasio, yaitu alat untuk mnegukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan keuangan. Contohnya current ratio, adanya tindak pidana penggelapan uang atau pencurian kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut. c) Analisis Horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis persentasepersentase perubahan item-item laporan keuangan selama beberapa periode laporan. 2)

Aset Misappropriation (Penyalahgunaan aset) Teknik untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan kategori ini sangat banyak variasinya. Namun, pemahaman yang tepat atas pengendalian intern yang baik dalam pos-pos tersebut akan sangat membantu dalam melaksanakan pendeteksian kecurangan. Dengan demikian, terdapat banyak sekali teknik yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi setiap kasus penyalahgunaan aset. Masing-masing jenis kecurangan dapat dideteksi melalui beberapa teknik yang berbeda. Misalnya,

untuk mendeteksi kecurangan dalam pembelian ada beberapa metode deteksi yang dapat digunakan. Metode-metode tersebut akan sangat efektif bila digunakan secara kombinasi gabungan, setiap metode deteksi akan menunjukkan anomalies/gejala penyimpangan yang dapat diinvestigasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya kecurangan. Selain itu, metode-metode tersebut akan menunjukkan kelemahankelemahan dalam pengendalian intern dan mengingatkan/memberi peringatan pada auditor akan adanya potensi terjadinya kecurangan di masa mendatang. Beberapa teknik untuk mendeteksi adanya penyalahgunaan aset antara lain: a) Analytical review. Suatu review atas berbagai akun yang mungkin menunjukkan ketidak biasaan atau kegiatan-kegiatan yang tidak diharapkan. Sebagai contoh adalah perbandingan antara pembelian barang persediaan dengan penjualan bersihnya yang dapat mengindikasikan adanya pembelian yang terlalu tinggi atau terlalu rendah biala dibandingkan dengan tingkat penjualannya. Metode analitis lainnya adalah perbandingan pembelian persediaan bahan baku dengan tahun sekarang yang mungkin mengindikasikan adanya kecurangan overbilling scheme atau kecurangan pembelian ganda. b) Statistical Sampling. Seperti persediaan, dokumen dasar pembelian dapat diuji secara sampling untuk menentukan ketidakbiasaan (irregularities). Metode deteksi ini akan efektif jika ada kecurigaan terhadap satu attributnya, misalnya pemasok fiktif. Suatu daftar alamat PO BOX akan mengungkapkan adanya pemasok fiktif c) Vendor atau outsider complaints. Komplain / keluhan dari konsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat deteksi yang baik yang dapat mengarahkan auditor untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. d) Site-visit Observation. Observasi ke lokasi biasanya dapat mengungkapkan ada tidaknya pengendalian intern di lokasi-lokasi tersebut. Observasi terhadap bagaimana transaksi akuntansi dilaksanakan terkadang akan memberi peringatan pada CFE akan adanya daerah-daerah yang mempunyai potensi bermasalah. 3)

Corruption (korupsi) Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan komplain ke perusahaan. Atas sangkaan terjadinya kecurangan ini kemudian dilakukan analisis terhadap tersangka atau transaksinya. Pendeteksian atas kecurangan ini dapat dilihat dari karakteristik (Red flag) si penerima maupun si pemberi. V. PENCEGAHAN FRAUD Sebelum terjadi fraud ada beberapa tindakan pencegahan yang bisa dilakukan oleh seorang auditor intern. Tindakan pencegahan itu antara lain: 1) Membangun struktur pengendalian internal yang baik. Agar tujuan top management dapat dicapai, keamanan harta perusahaan terjamin dan kegiatan operasi bisa dijalankan secara efektif dan efisien, manajemen

perlu mengadakan struktur pengendalian intern yang baik dan efektif mencegah kecurangan. Struktur pengendalian intern itu terdiri dari 5 komponen antara lain: a) Lingkungan pengendalian. b) Penaksiran Risiko. c) Standar pengendalian. d) Informasi dan Komunikasi. e) Monitoring (pemantauan). 2)

Mengefektifkan aktivitas pengendalian. Cara untuk mengefektifkan aktivitas pengendalian adalah: a) Review Kinerja. b) Pengolahan infromasi c) Pengendalian fisik. d) Pemisahan tugas

3) Meningkatkan kultur organisasi melalui implementasi prinsip-prinsip dasar Corporate Governance Govenance (GCG) yaitu: a) Keadilan (fairness). Artinya melindungi pemegang saham minoritas dan stakeholders lainnya dari rekayasa transaksi yang bertentangan dengan pertauran yang berlaku. b) Transparansi. Keterbukaan bagi stakeholders yang terkait untuk memahami proses suatu pengambilan keputusan/pengelolaan suatu perusahaan. Perusahaan juga wajib mengungkapkan informasi material kepada pemegang saham dan pemerintah secara benar, akurat dan tepat waktu. c) Akuntabilitas. Menciptakan sistem pengawasan yang efektif didasarkan atas distribusi dan keseimbangan kekuasaan antar anggota direksi, komisaris, pemegang saham dan pengawas. d) Tanggung jawab. Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan ketentuan/peraturan yang berlaku termasuk tanggap terhadap lingkungan di mana perusahaan berada. e) Moralitas. Manajemen dan seluruh individu dalam perusahaan wajib menjunjung tinggi moralitas, di dalam prinsip ini terkandung unsur-unsur kejujuran, kepekaan sosial dan tanggug jawab individu. f) Kehandalan. Pihak manajemen/pengelola perusahaan dituntut untuk memiliki kompetensi dan profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan. g) Komitmen. Pihak manajemen/pengelola perusahaan dituntut untuk memiliki komitmen penuh untuk selalu meningkatkan nilai perusahaan , dan bekerja untuk mengoptimalkan nilai pemegang sahamnnya ( duty of loyalty ) serta menurunkan risiko perusahaan. 4)

Mengefektifkan fungsi internal audit. Auditor harus menggunakan kemahirannya dengan sekasama sehingga diharapkan mampu mencegah terjadinya kecurangan.

VI. PENUTUP

Upaya untuk memberantas korupsi, kecurangan terutama terhadap perusahaanperusahaan yang mati secara misterius (tidak wajar) atau untuk mengungkap kecurangan, penyelewengan yang melanggar hukum yang berlaku (pada organisasi publik ataupun swasta) dan sebagai kelengkapan untuk proses hukum dapat dilakukan dengan forensic auditing. Forensic Auditing merupakan bagian dari audit khusus (special audit) digunakan agar proses rekonstruksi transaksi kecurangan keuangan ketika diajukan sebagai kasus korupsi di pengadilan, memenuhi persyaratan alat bukti. Fraud Auditing digunakan untuk menemukan kecurangan transaksi keuangan yang dilakukan oleh pelaku korupsi. Fraud audit merupakan kombinasi antara aspek audit forensik atau investigasi forensik atau uji menyeluruh semua materi pemeriksaan dengan teknik pengendalian internal dalam tata cara internal audit. Tindakan pendeteksian fraud bedasarkan tiga kelompok kecurangan; 1). Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud), 2). Aset Misappropriation (Penyalahgunaan aset), 3). Corruption (korupsi) Untuk mencegah tindakan fraud dapat dilakukan beberapa cara; 1) membangun struktur pengendalian internal yang baik 2). Meningkatkan kultur organisasi melalui implementasi prinsip-prinsip dasar Corporate Governance Govenance (GCG), 3) mengefektifkan fungsi internal audit.

DAFTAR PUSTAKA Bastian, Indra, dan Soepriyanto., Gatot, Sistem Akuntansi Sektor Publik; Konsep untuk Pemerintah Daerah, Penerbit Salemba Empat, 2004 Jones., Rowan, dan Pendlebury., Maurice, Public Accounting Sector, Pitman Publishing, London, 1996. Karni, Soejono, Auditing : Audit Khusus & Audit Forensik Dalam Praktik. Jakarta : LPFE Universitas Indonesia, 2000. Mulyadi, Auditing, Edisi ke Enam, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2002. Sawyer, Lawrence B., et al. Sawyer’s Internal Auditing, The practice of Modem Internal Auditing, 5th edition . Jakarta : Salemba Empat, 2003. Widjaja Tunggal, Amin. Pemeriksaan Kecurangan (Fraud Auditing). Jakarta : Rineka Cipta, 1992. .________ www.kompas.co.id __________ www.bpk.go.id ___________ www.krakatau-it.co.id