JENIS PEKERJAAN DAN TINGKAT PERATAAN PENDAPATAN MASYARAKAT DI DESA SUMBEREJO, KEC. PANDAAN, PASURUAN " Oleh : Kabul Santoso dan C. Geoffrey Swenson2)
Pendahuluan Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) III di Indonesia antara lain bertujuan untuk menaikkan produksi, yang sekaligus diharapkan juga meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja dan perataan pendapatan, dalam usaha mencapai kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat di pedesaan (Bappenas, 1974). Dalam usaha peningkatan produksi dan pendapatan pada berbagai sektor, baik sektor pertanian maupun non pertanian, telah dilakukan berbagai introduksi teknologi-baru. Pada sektor non pertanian, introduksi teknologi baru dilakukan dengan berbagai cara, misalnya melalui penggunaan tenaga mesin, penggunaan sistim perbankan, modernisasi transportasi, telekomunikasi dan berbagai alat pada industri modern lainnya. Usaha peningkatan produksi hasil-hasil pertanian, terutama padi dan palawija, dengan cara menggunakan teknologi baru yang telah dilakukan secara serentak pada negara-negara yang sedang berkembang, khususnya negara-negara Asia Tenggara, telah dikenal dengan sebutan Revolusi Hijau. Tetapi disamping itu berbagai masalah telah timbul dengan adanya penggunaan teknologi baru itu, baik di sektor pertanian maupun non pertanian, yaitu dalam hubungan antara masyarakat industri modern yang bersifat komersial disatu fihak dan industri tradisional dilain fihak. Disektor pertanian ada sementara penulis mengatakan bahwa dengan adanya penggunaan teknologi baru itu disamping menaikkan pendapatan juga menimbulkan disparitas tingkat pendapatan antara petani komersil dengan petani tradisional (Zandstra, 1975). Tetapi hasil penelitian Sujono menunjukkan tidak saja adanya
kenaikkan pendapatan petani padi, tetapi juga perataan pendapatan yang lebih baik dengan adanya introduksi teknologi baru (Sujono, 1976). Hasil analisa King dan Weldon berdasarkan survai Biaya Hidup Susenas dan beberapa hasil penelitian lainnya, menyimpulkan bahwa pola pembagian pendapatan didaerah pedesaan Jawa menunjukkan ketidak merataan relatif lebih besar daripada didaerah perkotaan. Disamping itu juga disimpulkan bahwa pada umumnya pusat-pusat kegiatan ekonomi utama telah memperbesar adanya ketidak merataan pendapatan antara 1963 - 1970 (King dan Weldon, 1976). Berbagai kenyataan diatas telah mengundang suatu penelitian untuk mengukur perataan pendapatan keluarga penduduk pada suatu daerah yang telah mengenal teknologi baru, baik disektor pertanian maupun diluar sektor pertanian. Tujuan penulisan ini adalah : a) untuk menunjukkan beberapa hasil pengukuran tingkat perataan pendapatan pada berbagai kelompok sosial ekonomi masyarakat yang berada di pedesaan, b) mencari faktor-faktor sosial ekonomi yang menentukan pengaruhnya terhadap tingkat pendapatan dari berbagai pekerjaan yang dilakukan oleh beberapa kelompok sosial ekonomi pedesaan, c) membahas berbagai macam kemungkinan kebijaksanaan yang dapat diambil untuk lebih meratakan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat.
Kerangka Pemikiran Berdasar uraian diatas hubungan pengaruh pelaksanaan program REPELITA III tersebut dapat digambarkan dalam bagan dibawah ini : 43
Hubungan Pengaruh Program REPELITA III
Repelita
peningkatan produksi peningkatan pendapatan —> pengenalan perluasan kesempatan kerja teknologi baru
sektor pertanian
sektor pertanian disparitas pendapatan
- pendapatan tinggi (petani komersiil) - pendapatan rendah (petani tradisional) - buruh tani)
- sektor non pertanian
perataan pendapatan
sektor non pertanian
- pendapatan tinggi (industri modern) - pendapatan rendah (industri tradisional) - buruh industri
perataan ? pendapatan
implikasi kebijaksanaan pekerjaan (sumber pendapatan)
petani
- petani tradisional - pengusaha tradisional - pengrajin tradisional
buruh industri
buruh tani
■
■
T Usaha/Program pengendalian Pemerintah
BUUD/ Bimas, Inmas
KIK Candak kulak
telah direalisir (belum intensif)
akan direalisir
Analisa dilakukan terhadap pendapatan rumah tangga, baik dari sumber kegiatan kerja sektor pertanian maupun diluar sektor pertanian. Pekerjaan dalam sektor pertanian dilakukan oleh petani dan buruh tani. Sedangkan pekerjaan dari luar sektor pertanian dilakukan oleh : pedagang, perajin, pengusaha kecil dan buruh industri. Pengukuran pendapatan dilakukan dua kali, yaitu masa 4 bulan pertama (pendapatan bulan Maret, April, Mei dan Juni '76 berdasarkan penelitian lapang bulan Juni '76), dan masa 4 bulan kedua (pendapatan Juli, Agustus, September, Oktober 1976), dengan didahului sensus kecil pada bulan Januari '76. Metode tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa ingatan petani atau masyarakat dipedesaan tidak akan menjangkau masa lebih lama dari satu musim. Untuk menghilangkan pengaruh faktor inflasi tingkat pendapatan masa 4 bulan kedua di "deflate" dengan angka index Laspeyres. Pengukuran tingkat perataan pendapatan dilakukan dengan angka Gini, dimana jika makin mendekati angka 0 berarti makin merata, dan bila makin mendekati angka 1 berarti makin tidak merata. Selain itu struktur pendapatan juga akan digambarkan berdasarkan pembagian contoh dalam "quintile" (lapisan 20% contoh), dimana pada setiap lapisan tersebut akan diuraikan keragaman sumber-sumber pendapatan. Analisa tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan disajikan dengan menggunakan model regresi. Model regresi merupakan satu type analisa yang mempunyai "policy implication" (Swenson, 1976). Untuk itu disusun model-model sebagai berikut : a. Pendapatan petani : YF = f (xi, x2, x3 x9) b. Pendapatan buruh : YL = f (x1 , X2, x3 x6) C. Pendapatan pedagang, pengusaha kecil, perajin : YE = f X2, X3 x) Metode penarikan contoh dilakukan dengan "proportional stratified random sampling" dengan penetapan desa yang dilakukan secara purposive.
Struktur pendapatan dan tingkat perataan pendapatan pada berbagai kegiatan kerja Beberapa hasil perhitungan tingkat perataan pendapatan dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini.
Tabel 1. Struktur pendapatan dari sektor pertanian dan sektor kegiatan campuran dari 125 rumah tangga di desa Sumberejo, Kec. Pandaan, Pasuruan 1976 % dari total pendapatan 125 RT Sektor kombinasi Sektor kerja pertanian Maret-Oktober Maret-Oktober
Tingkat-tingkat pendapatan Tertinggi Tertinggi
5% 10%
11.80 21.08
12.07 20.97
Tertinggi Kedua Ketiga Keempat Terendah
20% 20% 20% 20% 20%
36.71 25.02 18.34 13.15 6.74
35.74 23.64 18.34 14.12 8.16 .275
.297
Angka Gini
Pada Tabel 1 terbaca bahwa angka gini pada pola kegiatan kombinasi kerja lebih baik daripada angka gini pada sektor pertanian saja. Tetapi baik pada sektor pertanian maupun kegiatan kombinasi kerja angka gini perataan pendapatan masa Juli-Oktober 1976 menunjukkan tingkat yang kurang merata apabila dibandingkan dengan masa Maret - Juni. Misalnya, sektor pertanian dari .372 telah naik menjadi .493; dan sektor kegiatan kombinasi kerja dari .336 naik ke .363. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya serangan hama wereng didaerah tersebut pada masa terakhir. Namun kegiatan kerja keseluruhan desa menunjukkan kecenderungan kebalikannya, yaitu angka -gini tingkat perataan pendapatan masa
Tabel 2. Struktur pendapatan kegiatan kerja keselurhan dari 170 rumah tangga di desa Sumberejo Kec. Pandaan, Pasuruan, 1976 Persentase pendapatan Tingkat-tingkat Pendapatan
MaretJuni
JulyOktober
MaretOktober
Tertinggi Tertinggi
20% 20%
14.57 24.62
13.33 22.39
12.20 20.77
Tertinggi Kedua Ketiga Keempat Terendah
20% 20% 20% 20% 20%
40.30 23.43 16.99 12.22 7.06
39.26 24.58 17.52 11.84 6.80
35.47 23.39 18.14 14.26 8.80
Angka Gini
.336
.292
.215
45
Tabel 3. Jenis sumber pendapatan pada tiap tingkat 20%, di Sumberejo, Kec. Pandaan, Pasuruan, Maret - Oktober 1976 Lapisan pendapatan (%) Jenis Sumber pendapatan
Tertinggi 20%
1. Buruh Tani 2. Buruh Tani dan Buruh industri 3. Buruh industri 4. Petani dan Buruh tani 5. Pedagang kecil dan pekerja perajin 6. Petani 7. Petani dan Buruh industri 8. Pengusaha kecil 9. Petani + pedagang kecil + Perajin 10. Pedagang kecil, Perajin dan Pengusaha kecil Total
-
Ketiga 20%
Keempat 20%
Terendah 20%
2.55
33.24
2.77
8.92
13.48
5.77
17.57
24.54
19.09
10.34
8.36
21.25
11.94
12.72
2.59
6.25 34.55
3.28 25.43
3.27
8.60
19.94
10.36 7.38
61.80
18.77
15.29
8.91
3.74
2.51
8.74
2.84
2.68
-
5.12
14.72
8.65
6.40
-
9.04
2.84
2.92
5.85
100.00
100.00
100.00
100.00
Juli - Oktober menunjukkan angka yang lebih baik (.292), dibandingkan dengan keadaan Maret Juni (.336), seperti terlihat pada Tabel 2. Ini mungkin disebabkan makin pentingnya kegiatan kerja diluar sektor pertanian, sebagai sumber pendapatan didesa tersebut. Keterangan mengenai berbagai jenis sumber pendapatan ditunjukkan oleh Tabel 3, yang disajikan menurut tiap lapisan 20% dari contoh. Pada lapisan pendapatan 20% tertinggi (sumber pendapatan tertinggi) sumber pendapatan terbesar berasal dari kegiatan kombinasi kerja petani dan buruh industri (61.80%). Sumber pendapatan terendah pada lapisan ini berasal dari buruh tani (33.24 persen). Disamping itu dari Tabel 3 diatas juga dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa golongan pendapatan rendah banyak berada pada sektor buruh, sedangkan golongan pendapatan tinggi dijumpai pada pemilik modal. Beberapa informasi tentang jam kerja dan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 4.
46
Kedua 20%
100.00
Pada tabel 4 diatas terbaca bahwa rata-rata pendapatan rumah tangga yang tertinggi berada pada kegiatan kerja Petani dan Buruh Industri (Rp. 23 702,-), sedangkan yang terendah adalah Buruh tani (Rp. 6 167,-). Namun jika dihitung rata-rata pendapatan pekerja, pendapatan tertinggi adalah pada pengusaha kecil (Rp. 399.20), sedangkan yang terkecil tetap pada Buruh Tani (Rp. 108.20). Adanya perbedaan antara rata-rata pendapatan dalam rumah tangga dan tenaga kerja ini adalah akibat perbedaan rata-rata jumlah tenaga kerja pada tiap kegiatan kerja. Rata-rata jumlah tenaga kerja dalam rumah tangga yang tertinggi adalah pada Petani dan Buruh industri (3.1 TK), sedangkan yang terendah berada pada Pedagang kecil dan Pekerja Perajin (1.8 TK). Dan angka-angka ini dapat dikatakan bahwa tingkat pendapatan tidak ditentukan oleh banyak sedikitnya jumlah tenaga kerja yang ada pada tiap rumah tangga itu, melainkan ditentukan oleh jenis pekerjaannya. Hal ini akan lebih jelas lagi apabila dilihat dari jumlah jam kerja.
Tabel 4. Rata-rata jumlah tenaga kerja, jam kerja dan pendapatan dalam 10 kelompok sosial-ekonomi rumah tangga di Sumberejo, Kec. Pandaan, Pasuruan, MaretOktober '76 Kelompok-kelompok Sosial ekonomi RT
1. Buruh tani 2. Buruh tani + Buruh industri 3. Buruh industri
Rata-rata rumah tangga
Rata-rata tiap orang
TK (orang)
JK (lam)
Pendapatan (Rp•)
JK
Pendapatan (Rp./Or/hr)
1.9
6
6 167.-
3.16
108.20
2.3 1.7
10.3
10 395.-
4.48
150.65
10.4
12 050.-
6.12
236.28
2.6
4.4
15 694.-
1.69
201.21
4. Petani dan Buruh tarsi
5. Pedagang kecil dan pekerja Perajin 6. Petani 7. Petani dan Buruh industri 8. Pengusaha kecil 9. Petani + Pedagang kecil + Perajin 10. Pedagang kecil Perajin dan Pengusaha kecil
1.8
8.4
15 312.-
4.67
283.55
2.8
3
16 398.-
1.07
195.11
3.1 1.5
9.2 8.1
23 702.17 964.-
2.97 5.4
254.86 399.20
2.7
10.6
18 141.-
3.93
223.97
2.6
8
21 010.-
6.92
269.36
Rata-rata jam kerja dalam rumah tangga yang tertinggi berada pada petani dan pedagang kecil/perajin (10.6 jam/hari). Sedangkan ratarata jam kerja terendah berada pada rumah tangga petani (3 jam/hari). Rata-rata jam kerja pada tiap pekerja yang tertinggi adalah pada pedagang kecil, perajin dan pengusaha kecil (6.92 jam /hari/pekerja), namun jam kerja yang terendah terlihat pada golongan petani (1.07 jam/ hari/pekerja). Dari Tabel 4 tersebut juga terlihat bahwa beberapa kegiatan kerja ternyata mengalami kerja kurang (underemployed), dengan sedikitnya waktu kerja per orang, yaitu dari golongan petani, petani dan buruh tani, buruh tani, petani dan pedagang kecil, pengrajin dan lain-lain. Mungkin dapat pula disimpulkan bahwa didesa ini masih banyak terdapat pengangguran yang tidak kentara. Dari angka-angka Tabel 5 ternyata bahwa sumber pendapatan terbesar berasal dari sektor pertanian, yaitu 55.75% (Petani dan Buruh tani). Tetapi golongan buruh (buruh tani dan buruh industri) yang merupakan golongan pendapatan rendah, bagian pendapatannya cukup besar juga (39.94%).
Tabel 5. Sumber-sumber pendapatan utama masyarakat desa Sumberejo, Kec. Pandaan, Pasuruan untuk 170 rumah tangga, 1976 Jenis pekerjaan 1. 2. 3. 4. 5.
Petani Buruh industri Buruh tani Pengusaha kecil Pedagang kecil/perajin
Total
sumber pendapatan ( 01. ) 44.48 28.67 11.27 7.84 7.74 100.00
Hasil-hasil pembahasan diatas menunjukkan betapa pentingnya pengembangan sumber-sumber pendapatan (pekerjaan) guna usaha peningkatan pendapatan dan perataan pendapatannya. Dalam rangka usaha peningkatan pendapatan perlu diketahui variabel-variabel apa yang mempengaruhi pekerjaan-pekerjaan tersebut. Dari hasil-hasil regresi juga terlihat bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi pendapatan petani adalah: tanah, biaya produksi, status penguasaan tanah dan status kerja. Variabelvariabel yang mempengaruhi pendapatan buruh adalah jam kerja, status buruh, status kerja dan 47
jumlah keluarga. Sedangkan pada golongan pengusaha kecil, pedagang kecil dan pengrajin variabel-variabel yang menentukan pendapatan adalah: biaya produksi, modal dan jam kerja. Seberapa jauh pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap pendapatan dapat dilihat dari berbagai koefisien regresi (yang bersangkutan). Satu hal yang agak menarik disini adalah tentang variabel status kerja. Rumah tangga petani yang mempunyai lebih dari satu macam pekerjaan mempunyai pendapatan lebih tinggi (Rp. 70 891.23/8 bulan) dibandingkan dengan yang hanya mempunyai satu macam kegiatan kerja. Tetapi rumah tangga golongan buruh yang mempunyai satu macam aktivitas kerja ternyata pendapatannya lebih tinggi (Rp. 14 323.28/8 bulan) dibandingkan dengan yang mempunyai lebih dari satu macam aktivitas kerja. Hal ini menimbulkan pemikiran bahwa untuk rumah tangga petani diperlukan diversifikasi pekerjaan, karena besarnya tenaga kerja yang belum dimanfaatkan sepenuhnya pada kegiatan kerja tersebut. Kesimpulan dan saran untuk beberapa kebijaksanaan pemerintah Dari berbagai pembahasan diatas telah dapat ditarik beberapa kesimpulan yang dapat memberikan beberapa implikasi kebijaksanaan. Misalnya dari Tabel 1 diatas telah dapat disimpulkan bahwa makin banyak variasi kegiatan kerja suatu rumah tangga petani, makin tinggi pendapatannya (lihat pula Tabel 4) dan makin baik perataan pendapatannya di desa itu. Dengan demikian diharapkan pemerintah dapat menyediakan kesempatan kerja baru, agar tenaga kerja kurang (underemployed) yang umumnya berada pada sektor pertanian dapat diserap. Dengan perkataan lain diperlukan adanya diversifikasi pekerjaan pada rumah tangga disektor pertanian. Salah satu caranya adalah usaha perluasan industri untuk membuka kesempatan kerja baru, disamping mengembangkan yang sudah ada. Memang tidak setiap industri baru dapat menyerap tenaga kerja yang sudah tersedia didesa itu. Untuk itu usaha peningkatan ketrampilan kerja, khususnya disektor industri ataupun pada pengusaha kecil, pedagang kecil dan calon-calon buruh industri amat diperlukan. Dalam hal ini diharapkan campur tangan kebijaksanaan pemerintah agar jangkauan pendidikan dan latihan 48
kerja sampai ketingkat pedesaan. Karena justru tenaga-tenaga kerja kurang (underemployed) banyak tersedia dirumah tangga-rumah tangga petani, dimana tersedia rata-rata tenaga kerja 3 orang, padahal rata-rata 1 hari hanya bekerja selama 1 jam. Selanjutnya kegiatan-kegiatan usaha tani memerlukan biaya untuk berproduksi dengan menggunakan teknologi baru. Untuk tambahan biaya produksi pemerintah telah menyediakan satu lembaga KUD yang diharapkan dapat memperlancar pelaksanaan Bimas dipedesaan. KUD didesa ini belum dapat dikatakan berjalan lancar, karena tidak tepatnya waktu penyaluran pupuk dan tidak tersedianya cukup pupuk didesa tersebut. Demikian pula beberapa macam obatobatan pemberantasan hama belum tersedia secukupnya, hal mana terbukti adanya serangan hama wereng yang melanda sekitar 26 ha pada sawah-sawah didesa ini pada masa panen periode II. Sedangkan untuk tanah pertanian, didesa ini sudah tidak dapat diperluas lagi. Salah satu cara yang dapat dikemukakan sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah adalah menganjurkan petani melakukan transmigrasi. Nampaknya transmigrasi spontan sudah mulai perlu lebih digalakkan, disamping transmigrasi umum. Penggalakan program transmigrasi baik yang umum maupun spontan, khususnya yang belakangan ini dengan memakai dasar pemikiran : mana yang dapat dicapai masyarakat itu, dan mana yang diluar kemampuannya. Apabila kesempatan kerja setempat memang tidak mungkin dikembangkan, pemerintah wajib datang membantu dan memberi bimbingan (Kampto Utomo, 1958). Untuk itu diperlukan persiapan-persiapan dan penelitian yang mendalam. Adalah menggembirakan apabila anggauta masyarakat yang "mampu" bersedia membentuk yayasan atau lembaga informal lainnya guns ikut mempersiapkan perbantuan pada proses penggalakan dan pelaksanaan transmigrasi spontan ini. Lain daripada itu, jika pada aktivitas kerja petani telah dapat dibimbing pemerintah dengan lembaga KUD, maka untuk aktivitas kerja pengusaha kecil, pedagang kecil dan pengrajin juga dapat diberikan dana-dana atau pinjaman berupa Kredit Investasi Kecil (KIK), candak kulak, Bank Desa dan sebagainya. Jelas bahwa pelaksanaan bimbingan tersebut masih perlu disempurnakan lagi.
Yang belum nampak terkendalikan oleh pemerintah disini adalah golongan buruh, baik buruh tani maupun buruh industri. Justru golongan buruh ini merupakan golongan pendapatan terendah pada masyarakat pedesaan. Pada golongan masyarakat lapisan 20% terendah, dimana cumber pendapatannya berasal dari buruh tani, maka rata-rata pendapatannya adalah Rp. 1 311,-. Jumlah pendapatan tersebut tidak jauh berbeda dengan garis kemiskinan menurut perhitungan Sajogyo (1976), yaitu sebesar Rp. 1 250,— per bulan per orang untuk daerah pedesaan. Kenyataan-kenyataan yang terlihat pada hasil-hasil perhitungan diatas lebih mendorong perlunya perhatian -pemerintah untuk segera merealisir usaha meningkatkan pendapatan golongan buruh tersebut. Salah satu cara agar pemerintah dapat menyalurkan berbagai program bantuannya kepada golongan buruh tani dan petani yang memiliki tanah sempit adalah pembentukan suatu Badan Usaha Buruh Tani (Sajogyo, 1976). Usaha pembentukan badan usaha ini tidak hanya terbatas dilakukan pada satu dua desa saja.
Untuk pelaksanaan umumnya perlu ada aturan (Undang-undang) terlebih dahulu, khususnya di Jawa dimana pemilikan tanah rata-rata relatif sempit. Didesa penelitian ini rata-rata pemilikan tanah pertanian tiap rumah tangga adalah 0.28 ha, atau 0.07 ha per orang. Untuk itu mestinya diperlukan "resep yang mujarab" agar gagasan yang simpatik ini dapat direalisir. Kalau perlu diadakan pilot-pilot project/daerah percobaan lebih dulu. Golongan Buruh industri yang berasal dari pedesaan umumnya adalah tenaga-tenaga kasar yang tidak terdidik (unskilled labor). Agar tenaga kerja mereka mendapat penghargaan yang wajar, maka hendaknya peranan organisasi buruh seperti Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI), tidak saja hanya memperjuangkan kepentingan buruh yang nampak sehari-hari (gaji, perselisihan perburuhan dan sebagainya). Sebaiknya mereka membantu pemerintah (c.q. Departemen Tenaga Kerja) untuk mendidik calon-calon buruh maupun buruh itu sendiri untuk mengenal, mengerti dan mampu menangani pekerjaannya sesuai dengan jenjang atau status yang diharapkan.
49