UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya
page 1 / 4
UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya
EDITORIAL BOARD AntroUnairDotNet A ntrounairdotnet merupakan jurnal ilmiah Antropologi yang terbit secara berkala tiga kali dalam satu tahun. Dalam setiap penerbitannya, Antrounairdotnet memuat hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang bersifat original hasil karya skripsi. Keberadaan Antrounairdotnet diharapkan dapat dimanfaatkan oleh kalangan akademis, praktisi dan masyarakat umum yang menaruh perhatian pada keanekaragaman manusia dan kebudayaan Indonesia. Isi kandungan artikel menjadi tanggung jawab penulis, sehingga redaksi selalu membuka diri untuk menerima sanggahan berupa penulisan artikel banding terhadap artikel yang pernah dimuat sebelumnya. Susunan Pengelola Jurnal Antrounairdotnet Pemimpin Redaksi : Pudjio Santoso Redaktur Pelaksana : Sri Endah Kinasih Tri Joko Sri Haryono Nurcahyo Tri Arianto Djoko Adi Prasetyo Petugas Upload : Tito Dwiki Putra Santoso Reza Pahlevi
page 2 / 4
UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya
Table of Contents No 1 2 3 4
5 6
Title
Page
Antropologi Dunia Maya Studi Deskriptif Mengenai Fungsi Forum Jual Beli (FJB) 102 Kaskus Bagi Pengguna 120 Konstruksi Sosial Tentang Lesbian (Studi Deskriptif Eksistensi Lesbian di Royal Plaza) 121 136 Aktivitas Game Online Siswa SD (Kelas 3-6) (Studi Deskriptif Di Warnet Kelurahan 137 Gunung Anyar Kota Surabaya) 146 Sengketa Warga Plumpang Pasca Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) 147 Surabaya Di Dusun Plumpang Desa Penambangan Kecamatan Balongbendo 153 Kabupaten Sidoarjo Game Online Sebagai Pola Perilaku (Studi Deskriptif Tentang Interaksi Sosial Gamers 154 Clash Of Clans Pada Clan Indo Spirit) 163 JENGGES (Studi Deskriptif Praktik Dukun Santet di Desa Pojok Kecamatan 164 Campurdarat Kabupaten Tulungagung) 174
page 3 / 4
UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya Vol. 4 - No. 2 / 2015-02 TOC : 6, and page : 164 - 174 JENGGES (Studi Deskriptif Praktik Dukun Santet di Desa Pojok Kecamatan Campurdarat Kabupaten Tulungagung) JENGGES (Studi Deskriptif Praktik Dukun Santet di Desa Pojok Kecamatan Campurdarat Kabupaten Tulungagung) Author : Ais Musfiro Kusseka Damayanti |
[email protected] Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Abstract Abstrak Jengges adalah salah satu istilah lokal yang digunakan oleh masyarakat Desa Pojok, Jawa Timur untuk menyebut istilah santet. Serupa dengan santet, jengges juga digunakan untuk melukai, menyakiti dan membunuh si calon korban yang dikehendaki. Jengges dilakukan dengan sebuah ritual terhadap danyang, memberikan sesajen dan membaca mantra yang diselipi sebuah maksud keinginan untuk melukai, menyakiti dan membunuh si calon korbannya. Penelitian jengges ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data berupa wawancara dan observasi sehingga didapatkan hasil data yang menjelaskan mengenai macam-macam jengges yaitu Pering Sedapur, Bendung Segoro dan Turangga Pecuk serta bagaimana jengges menjadi sebuah identitas untuk mendapatkan sebuah kekuasaan hingga melindungi diri sampai akhirnya jengges berubah menjadi sebuah mata pencaharian praktik perdukunan demi terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin kompleks. Kata Kunci: Jengges, Danyang, Dukun, Identitas, Praktik, Mata Pencaharian, Desa, Jawa Timur. Abstract Jengges was one of the local terms used by the people in Pojok Village, East Java, in mentioning witchcraft. Similar to witchcraft, Jengges was used to hurt, harm, and eliminate the desired person. Jengges was carried out with a rite towards danyang, and it was carried out by giving an offerings and casting a spell while the shaman put in the intention in order to hurt, harm, and eliminate the intended victim. The research about Jengges used a qualitative research that was done by gathering the data, which were supported by doing an interview and observation, thus the result explained that there were kinds of Jengges, namely Pering Sedapur, Bendung Segoro and Turangga Pecuk and how Jengges was used as the people’s identity in order to gain an authority and protect themselves. The shaman practice was done in order to fulfill the people’s daily needs, which were getting more and more complex. Keywords: Jengges, Danyang, Shaman, Identity, Practice, Livelihood, Village, East Java. Keyword : Jengges, Danyang, Dukun, Identitas, , Praktik, , Mata, Pencaharian, Desa, Jawa, Daftar Pustaka : 1. Durkheim, Emile, (2003). Sejarah Agama. Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 174 : IRCiSoD 2. Endraswara, Suwardi, (2004). Dunia Hantu Orang Jawa. Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 174 : Penerbit Narasi 3. Geertz, Clifford, (1983). Abangan, Santri, Priyayi Dalam masyarakat Jawa. Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 174 : PT. Dunia Pustaka Jaya
Copy alamat URL di bawah ini untuk download fullpaper : journal.unair.ac.id/filerPDF/aun644cfa7c17full.pdf
page 4 / 4 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
JENGGES (Studi Deskriptif Praktik Dukun Santet di Desa Pojok Kecamatan Campurdarat Kabupaten Tulungagung) Ais Musfiro Kusseka Damayanti
[email protected] Departemen Antropologi FISIP Universitas Airlangga
Abstrak Jengges adalah salah satu istilah lokal yang digunakan oleh masyarakat Desa Pojok, Jawa Timur untuk menyebut istilah santet. Serupa dengan santet, jengges juga digunakan untuk melukai, menyakiti dan membunuh si calon korban yang dikehendaki. Jengges dilakukan dengan sebuah ritual terhadap danyang, memberikan sesajen dan membaca mantra yang diselipi sebuah maksud keinginan untuk melukai, menyakiti dan membunuh si calon korbannya. Penelitian jengges ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data berupa wawancara dan observasi sehingga didapatkan hasil data yang menjelaskan mengenai macam-macam jengges yaitu Pering Sedapur, Bendung Segoro dan Turangga Pecuk serta bagaimana jengges menjadi sebuah identitas untuk mendapatkan sebuah kekuasaan hingga melindungi diri sampai akhirnya jengges berubah menjadi sebuah mata pencaharian praktik perdukunan demi terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin kompleks. Kata Kunci: Jengges, Danyang, Dukun, Identitas, Praktik, Mata Pencaharian, Desa, Jawa Timur.
Abstract Jengges was one of the local terms used by the people in Pojok Village, East Java, in mentioning witchcraft. Similar to witchcraft, Jengges was used to hurt, harm, and eliminate the desired person. Jengges was carried out with a rite towards danyang, and it was carried out by giving an offerings and casting a spell while the shaman put in the intention in order to hurt, harm, and eliminate the intended victim. The research about Jengges used a qualitative research that was done by gathering the data, which were supported by doing an interview and observation, thus the result explained that there were kinds of Jengges, namely Pering Sedapur, Bendung Segoro and Turangga Pecuk and how Jengges was used as the people’s identity in order to gain an authority and protect themselves. The shaman practice was done in order to fulfill the people’s daily needs, which were getting more and more complex. Keywords: Jengges, Danyang, Shaman, Identity, Practice, Livelihood, Village, East Java.
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 164
Masyarakat
Jawa
berkembang
jawa dengan melakukan ritual sehingga
bersama alam dan mempercayai bahwa
menghasilkan
alam semesta ini merupakan sebuah
dipercayai bisa membantu manusia. Salah
wadah yang berisi dengan benda-benda
satunya adalah kekuatan sihir. Sihir
yang terlihat dan benda-benda yang tidak
dijelaskan
terlihat yang dijiwai oleh berbagai macam
membuat orang lain menderita dengan
kekuatan
menggunakan
dan
mahluk-mahluk
mendiaminya
sebagai
kekuatan
tindakan
kekuatan
yang
yang
yang
tidak
1985).
berwujud dan diketahui sebagai keajaiban.
sejak
Jenis-jenis sihir ini antara lain membuat
jaman nenek moyang mereka bahwa apa
orang sial, membuat orang sakit secara
yang ada disekeliling mereka mempunyai
fisik dan mental, dibenci, diasingkan dan
kekuatan dan dihuni oleh berbagai macam
membuat orang meninggal.
Masyarakat
(Herusatoto,
yang
sebuah
Jawa
mempercayai
mahluk baik dan buruk yang digerakkan oleh banyak daya.
Santet, tenung dan jengges adalah
Masyarakat Jawa
jenis-jenis ilmu sihir yang berbahaya,
memanfaatkan berbagai macam kekuatan
mempunyai kemiripan dan masih dalam
dan mahluk-mahluk yang mendiami alam
satu rumpun yang mempunyai tujuan
semesta dengan menggunakan berbagai
untuk melukai, menyakiti dan membunuh
macam ritual. Ritual dilakukan sesuai
calon korbannya. Santet adalah salah satu
dengan kepercayaan dan keyakinan yang
jenis ilmu sihir yang mirip dengan tenung
mereka
kehidupan
dan jengges. Santet mengharuskan sang
kelompok masyarakat itu sendiri. Selain
pelaku santet mendekati calon korbannya
itu, ritual memiliki fungsi pemeliharaan
dan merabanya dengan biji-biji lada atau
atas apa yang telah mereka dapat serta
sejenisnya sambil membacakan sebuah
sebuah
mantra
jalankan
bentuk
keselamatan,
dalam
pengharapan
kelancaran,
untuk
kemudahan,
dalam
hati
tanpa
bersuara.
Sedangkan tenung mengharuskan dukun
sampai ungkapan rasa syukur atas hasil
duduk
di
tengah-tengah
keberhasilan atau hasil baik yang dicapai
membentuk setengah lingkaran sambil
dan dipercayai. Ritual pada umumnya
mengucapkan
dijalankan oleh kelompok keagamaan.
kehancuran
Kekuatan dan mahluk-mahluk yang ada di
hampir serupa dengan tenung, jengges
alam ini dimanfaatkan oleh masyarakat
adalah salah satu jenis ilmu sihir yang
mantra korbannya
sajen
dan dan
yang
memohon jengges
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 165
mengharuskan dukun duduk di tengah-
Campurdarat, Kabupaten Tulungagung.
tengah sajen yang di dalamnya terdapat
Hal
benda-benda tajam seperti paku, pecahan
memperoleh data secara mendalam.
tersebut
dilakukan
untuk
bisa
kaca dan rambut, membentuk setengah lingkaran sambil mengucapkan sebuah mantra dan memohon para mahluk halus
Praktik Dukun Santet di Desa Pojok Kecamatan Campurdarat Kabupaten Tulungagung
memasukkan benda-benda tajam tersebut ke dalam perut si calon korbannya (Geertz, 1983). Kekuatan gaib atau ilmu gaib diklasifikasikan menurut fungsinya menjadi lebih khusus yakni: (1) ilmu gaib produktif, (2) ilmu gaib penolak, (3) ilmu gaib agresif, dan (4) ilmu gaib meramal
Santet, tenung dan jengges adalah jenis ilmu sihir yang mempunyai tujuan untuk melukai, menyakiti dan membunuh si calon korban yang dikendakinya. Ritual dalam melakukan santet, tenung dan jengges adalah sama, yakni meminta bantuan
(Koenjtaraningrat: 1980).
para
membantu
Metode penelitian yang digunakan disini yaitu metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, menjelaskan
bahwa
metode
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
nantinya
menghasilkan
data
deskriptif berupa ucapan, tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari perilaku orang-orang yang diamati. Melalui metode kualitatif, kita dapat mengenal orang (subjek)
secara
pribadi
dan
melihat
mereka sendiri tentang dunia ini, yaitu dunia mengenai jengges yang hingga saat ini
halus
menghancurkan
si
untuk calon
korbannya. Santet, tenung dan jengges
Metode
1998)
mahluk
tetap
masyarakat
bertahan Desa
di
kehidupan
Pojok,
Kecamatan
adalah sebuah perbedaan istilah di tiaptiap masyarakat. Hal ini jelas berbeda dengan yang dijelaskan oleh Geertz (1983) yang menjelaskan bahwa santet, tenung dan jengges adalah jenis ilmu sihir yang masih dalam satu rumpun dan mempunyai
kemiripan
tujuan
untuk
melukai, menyakiti dan membunuh si calon korban yang dikehendakinya dan mempunyai ritual yang berbeda. Masyarakat Desa Pojok memilih menggunakan menyebut
istilah
istilah
Jengges santet.
dalam Jengges
digunakan untuk membunuh si calon korbannya dengan meminta bantuan dari
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 166
mahluk halus, memberikan sesajen dan
membesarnya perut korban, kaki menjadi
mengucap mantra yang terselip maksud
bengkak membesar dan pada akhirnya
untuk meminta kehancuran korbannya
akan meninggal dunia. Turangga Pecuk,
tanpa
ialah jenis jengges yang bertujuan untuk
meletakkan
benda-benda
tajam
dalam sajen. Sedangkan Geertz (1983)
membunuh
menjelaskan
harus
keluarganya, dalam membunuh korbannya
dilakukan dengan meletakan benda-benda
akan dimulai dari anggota keluarga yang
tajam berupa paku, pecahan kaca dan
mempunyai umur paling tua dalam satu
rambut di dalam sajen dan meminta
keluarga, kemudian dilanjutkan ke orang
bantuan mahluk halus untuk memasukkan
berikutnya yang mempunyai umur paling
benda-benda tersebut ke dalam perut si
muda. Dari ketiga jenis jengges yang ada
korban.
Pojok
pada masyarakat, bendung segoro adalah
menjadi
salah satu jenis yang dipercayai sebagai
Pering
salah satu jenis jengges yang paling
Sedapur, Bendung Segoro dan Turangga
berbahaya Ketiga jenis jengges yang telah
Pecuk. Pering Sedapur adalah salah satu
disebutkan yakni pering sedapur, bendung
jenis jengges yang di gunakan untuk
segoro dan turangga pecuk semuanya
membunuh seluruh anggota keluarga dan
bersifat menyakiti dan berfungsi untuk
para keturunannya. Di Desa Pojok ada
membunuh orang lain.
bahwa
Masyarakat
jengges
Desa
mengelompokkan
jengges
beberapa macam,
diantaranya
salah
satu
masyarakat
rumah setempat
yang
dipercayai
terkena
Pering
korban
dan
anggota
Jengges dapat dikategorikan ke dalam salah satu ilmu gaib berdasarkan
Sedapur, seluruh anggota keluarga yang
jenis-jenis
tinggal di rumah tersebut meninggal satu
dikategorikan kedalam salah satu jenis
persatu dengan jangka waktu yang tidak
ilmu gaib berdasarkan fungsinya yaitu:
lama. Hingga saat ini, rumah tersebut
ilmu gaib produktif, ialah ilmu gaib yang
dibiarkan kosong dan tidak ada yang
dalam masyarakat dipercayai sebagai ilmu
berani untuk menempati. Bendung Segoro,
yang
ialah
banyak hasil panen, ternak berburu dan
jenis
jengges
yang
dipercayai
dapat
jengges.
Jengges
membantu
yang
dapat
menghasilkan
masyarakat Desa Pojok sebagai salah satu
berdagang
dilakukan
dengan
jenis jengges yang paling berbahaya. Ciri-
mengucapkan mantra-mantra saat masa
ciri dari jenis jengges ini adalah dengan
tanam dan panen; yang kedua ilmu gaib AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 167
penolak, ialah ilmu gaib yang digunakan
beberapa tempat tertentu yang dipercayai
dalam penyembuhan penyakit pada tubuh
sebagai tempat mahluk halus tinggal. Ada
manusia; yang ketiga ilmu gaib agresif,
beberapa
ialah ilmu gaib ini yang digunakan untuk
dipercayai
menyerang, merugikan, menyakiti atau
mahluk halus penguasa wilayah, mahluk
membunuh orang, disebut juga ilmu sihir;
halus memedi, mahluk halus prewangan
dan yang terakhir ilmu gaib meramal,
dan banyak lagi lainnya. Dari beberapa
ialah ilmu gaib yang didasarkan pada
jenis mahluk halus tersebut, mahluk halus
perhitugan (petungan) yang dipercayai.
penguasa wilayah adalah jenis mahluk
Dari keempat ilmu gaib yang digolongkan
halus yang seringkali dimanfaatkan untuk
berdasar pada fungsinya tersebut, maka
melakukan ritual jengges. Mahluk halus
jengges dan jenis-jenisnya yang ada di
penguasa wilayah dibagi lagi berdasarkan
Desa
jenisnya,
Pojok
adalah
termasuk
dalam
jenis
mahluk
dalam
yaitu
halus
masyarakat
danyang,
yang jawa,
kajiman,
kategori ilmu gaib produktif karena sifat
siluman, bekasakan dan kebleg. Dari
dan
jenis-jenis
fungsinya
untuk
mencelakai,
mahluk
halus
penguasa
menyakiti dan membunuh orang lain yang
wilayah, danyang adalah salah satu jenis
dianggap mengganggu (Koentjaraningrat,
mahluk halus yang dipercayai oleh para
1980).
pelaku jengges dan masyarakat desa
Dalam
melakukan
jengges
Pojok.
dibutuhkan sebuah ritual untuk melakukan
Para pelaku jengges atau dukun
persekutuan dengan mahluk-mahluk halus
jengges mempercayai bahwa danyang
agar membantu si pelaku jengges melukai,
akan membantu setiap keinginan mereka
menyakiti
calon
dan melancarkannya. Selain para pelaku
korbannya. Oleh karena itu, si pelaku
jengges, masyarakat desa Pojok juga
jengges melakukan sebuah ritual yang
melakukan
ditujukan kepada mahluk-mahluk halus
Danyang dimanfaatkan oleh masyarakat
tersebut. Ritual ini dilakukan dengan
desa
memberikan
terimakasih
dan
membunuh
sebuah
sajen,
membaca
Pojok
ritual
terhadap
sebagai atas
danyang.
media
terkabulnya
ucapan suatu
mantra-mantra dan melakukan perjanjian
permintaan dan tempat sebagai meminta
dan persekutuan dengan para mahluk
restu akan apa yang dimaksudkan dengan
halus. Ritual ini biasanya dilakukan di
memberikan sajen kepada danyang. Hal AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 168
ini dibenarkan oleh Agus bahwa banyak
dan
dari
memanfaatkan
pengikut, keluarga, teman-temannya dan
danyang dalam kehidupan mereka sehari-
ia sendiri. Setelah ia meninggal dunia
hari.
maka ia akan dimakamkan di pusat desa
masyarakat
yang
membagi-baginya
kepada
para
Suwardi (2004) menjelaskan bahwa
dan makamnya menjadi sebuah punden.
danyang ialah roh hantu yang menjadi
Punden adalah sebuah reruntuhan bekas
cikal-bakal suatu wilayah atau cikal-bakal
candi pada saat kerajaan Hindu berkuasa
desa.
sebagai
di tanah jawa. Selain itu, punden juga bisa
dedengkot (pimpinan) mahluk halus di
berupa pohon beringin berukuran besar,
suatu wilayah. Dalam masyarakat Jawa
kuburan tua, sumber air yang tersembunyi
danyang sangat dihormati, bahkan ketika
dan
melakukan hajatan masyarakat Jawa akan
semacam itu dan ditinggali oleh danyang.
Danyang
memberikan
tergolong
lainnya
yang
Danyangan ialah sebuah media
Sedangkan Geertz (1983) menjelaskan
pertama dalam melakukan persekutuan
danyang adalah nama lain dari demit.
dengan
Danyang serupa halnya dengan demit
menyampaikan maksud dan keinginannya,
yang menempati suatu tempat
yang
seperti dalam melakukan jengges. Jadi,
menerima
ketika ingin melakukan jengges maka
permohonan untuk dimintai pertolongan
sang pelaku jengges harus meminta izin
dan sebagai imbalannya mereka meminta
terlebih dahulu kepada danyang. Danyang
sebuah slametan. Demit adalah sebuah
juga bagian yang paling penting dalam
sebutan
punden
untuk
meninggali membantu
untuk
tempat
danyang.
disebut
sajen
beberapa
dan
mahluk
suatu
tempat
mewujudkan
para
mahluk
halus
untuk
halus
yang
melakukan jengges, berhasil atau tidaknya
dan
mau
sebuah jengges yang dipercayai oleh
keinginan
masyarakat
desa
Pojok
merupakan
manusia yang memintanya. Serupa dengan
persetujuan yang di dapat dari danyang,
demit, tetapi danyang dianggap sebagai
semacam sebuah izin untuk melakukan
mahluk halus atau roh dari tokoh-tokoh
jengges.
sejarah yang telah meninggal biasanya
sembarangan untuk dipilih, danyang yang
mereka adalah pendiri desa yang mereka
dipilih adalah danyang yang paling mudah
tinggali, mereka datang ketika desa masih
untuk memberikan izin.
berupa hutan belantara, membersihkannya
Sehingga
danyang
tidak
Dalam melakukan ritual terhadap AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 169
danyang, ada beberapa hal yang harus
berupa berbagai macam kembang dan
disajikan
minyak wangi. Selain pemberian sajen,
kepada
danyang.
Danyang
diberikan sesajen untuk membuat danyang
pengucapan
bersedia
mengungkapkan
mengabulkan
Disekitar
danyang,
permintaan.
maksut
dan
permintaan
berbagai
kepada danyang juga menjadi salah satu
macam jenis sesajen dari masyarakat
hal penting yang dilakukan para pelaku
sekitar yang dipercayai sebagai syarat dan
jengges. Pengucapan mantra-mantra ini
bentuk ucapan terimakasih. Selain itu,
sebenarnya adalah sebuah pengucapan
sajen adalah salah satu syarat bagi pelaku
doa-doa. Menurut Koentjaraningrat (1980)
jengges untuk menjalin hubungan dengan
doa-doa ini awalnya adalah pengucapan
danyang dan membuat danyang senang.
suatu keinginan kepada para leluhur dan
Pemberian sajen dan pengucapan mantra-
ucapan hormat dan pujian kepada leluhur
mantra
yang nantinya akan berakibat gaib dan
kepada
terdapat
mantra-mantra
para
danyangan
ini
dipercayai akan memudahkan menjalin
seringkali
hubungan
mengandung kekuatan sakti. Doa juga
dengan
danyang
untuk
melakukan jengges.
kata
yang
diucapkan
acapkali diucapkan dalam suatu bahasa
Sajen atau sesajen mengandung arti
tertentu
yang
tidak
dipahami
oleh
pemberian sesajian atau bersaji sebagai
sebagaian besar masyarakat
tanda penghormatan atau rasa syukur
memberikan suasana gaib dan keramat.
terhadap
pada
Geertz (dalam Parsudi Suparlan, 1991)
(1980)
juga menjelaskan bahwa mantra atau
menjelaskan sesajen atau bersaji ialah
donga adalah salah satu komponen paling
menyajikan
penting
sesuatu
masyarakat.
yang
terjadi
Koentjaraningrat
makanan,
benda-benda
dari
praktik
dukun
sehingga
dalam
kepada mahluk halus, dewa-dewa, ruh
melakukan sihir. Mantra tidak hanya
nenek moyang. Sajian ditempatkan di
sebuah petunjuk dan saluran komunikasi
tempat-tempat keramat dan demikian sari
dengan jenis kekuatan tertentu, tetapi
dari sajian tersebut akan sampai pada yang
mereka sebenarnya berisi kekuatan itu
dituju yakni para mahluk halus, dewa-
sendiri dan kekuatan itu dapat digunakan
dewa atau leluhur.
sebagai maksud dari pencapaian akhir.
Sajen
yang
diberikan
kepada
danyang di tempat danyang biasanya
Pengucapan mantra-mantra dilakukan para pelaku
jengges
desa
Pojok
dengan
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 170
menyelipkan maksut dan tujuannya di
tindakan-tindakan
sela-sela mantranya kepada danyang. Smh
dilakukannya. Berdasarkan spesalisasinya
menceritakan
Geertz
(1983)
maksud kepada danyang dalam ritual
menjadi
beberapa
melakukan jengges.
spesialisasinya yaitu dukun bayi, dukun
bagaimana
pengucapan
Dalam melakukan berbagai macam ritual
untuk
yang
mengelompokannya dukun
berdasar
pijet, dukun perewangan, dukun calak,
jengges,
dukun wiwit, dukun penganten, dukun
melakukan
petungan dukun tenung (dukkun sihir),
persekutuan dengan danyang dibutuhkan
dukun susuk, dukun jampi, dukun japa
bantuan peranan dari seseorang yang
dan dukun siwer. Selain itu, Geertz juga
dianggap mempunyai kemampuan lebih
mengelompokannya
dari
dalam
dukun berdasar pada kelas sosialnya yaitu
masyarakat Jawa dikenal dengan istilah
dukun priyayi, dukun santri dan dukun
dukun. Dukun mengacu pada seseorang
abangan
yang dianggap telah teridentifikasi dengan
berdasarka pada latar belakang sosial,
berbagai
latihan dan tujuannya.
pemberian
melakukan
sihir
sajen
orang
pada
macam
dan
umumnya,
kemampuan
yang
dimiliki dan profesinya. Dukun adalah
Dari
menjadi
yang
beberapa
dikelompokannya
beberapa
pengelompokan
sebuah profesi dimana ia dipercaya dalam
berdasar spesialisasinya yang dilakukan
membantu
kacau
oleh Geertz, dukun tenung atau dukun
menjadi keadaan stabil. Tetapi, tidak
sihir adalah salah satu dukun yang sering
hanya berhenti disitu pelaku kekuatan atau
dimintai untuk melakukan sihir dengan
yang akrab disebut dengan sebutan dukun
tujuan melukai, menyakiti dan membunuh
dalam masyarakat Jawa dikenal perannya
orang lain yang dikehendaki.
mengubah
keadaan
sebqgai penghubung antara tubuh dengan
Pada masyarakat desa Pojok, dukun
berbagai macam kekuatan yang ada di
jengges
alam semesta. Seperti yang dijelaskan
dikelompokan ke dalam salah satu dukun
oleh Spiro (dalam Parsudi Suparlan, 1991)
yaitu dukun tenung/sihir yang dibagai
yang mejelaskan mengenai peran dukun
spesialisasinya
yang tidak hanya membantu menghindari
dikarenakan sifat dari dukun tenung dan
penderitaan tetapi dia juga bisa membuat
dukun jengges yang sama-sama untuk
keadaan
menyakiti dan membunuh orang lain.
menjadi
penderitaan
dengan
adalah
dukun
oleh
yang
Geertz.
dapat
Hal
ini
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 171
Klien adalah orang yang meminta
calon korban atau musuh si korban. Geertz
bantuan dukun untuk menyembuhkan dan
(dalam
membantunya mendapatkan apa yang ia
menjelaskan bahwa pola hubungan ini
inginkan dari dukun. Sedangkan klien dari
ditunjukkan dalam interaksi sosial mereka,
dukun jengges adalah klien yang dianggap
contohnya klien selalu menunjukkan rasa
sebagai orang yang meminta bantuan
hormat
dukun untuk menyakiti atau membunuh
melayaninya
orang lain yang dianggap menggangu dan
melayaninya. Rasa hormat ditunjukkan
membalaskan dendam.
Klien dari Smh
dalam bentuk panggilan, seperti Bapak,
salah satunya adalah anggota DPRD
Embah, atau Eyang kepada dukun. Rasa
Tulungagung
bantuan
hormat juga ditunjukkan dalam bentuk
untuk mencelakai anggota DPRD lainnya
kunjungan acara dan hadiah. Hal ini
yang
dilakukan
yang
dianggap
meminta
mengganggu.
Smh
Parsudi
kepada
Suparlan,
dukun atau
karena
1991)
yang
sedang
yang
pernah
dukun
dianggap
menerima imbalan lebih dari 15 juta untuk
membantu si klien dalam menyakiti dan
melakukan
membunuh si calon korban mereka.
jengges
kali
ini.
Smh
melakukan ritual terhadap danyang dan
Jengges yang ada di Desa Pojok
melakukan tapa di laut Selatan, hingga si
adalah sebuah bentuk kekuatan gaib yang
calon korban mengalami kecelakaan.
dimiliki
Hubungan Smh dan kliennya ini
oleh
seseorang
untuk
mendapatkan kekuasaan di desa. Namun,
terlihat bahwa hubungan dukun dan klien
seiring
adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan,
menuntut manusia untuk mendapatkan
keduanya saling membutuhkan satu sama
penghasilan
demi
lain sehingga terjadi pola interaksi. Dukun
kebutuhannya
sehari-hari,
akan membantu klien dalam melukai,
dimanfaatkan
menyakiti
untuk membuka praktik perdukunan.
dan
membunuh
calon
perkembangan
masyarakat
jaman
yang
memenuhi jengges
desa
Pojok
korbannya yang dianggap mengganggu si klien dengan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati termasuk dalam hal kecocokan
penghormatan-penghormatan
Simpulan Jengges adalah salah satu istilah lokal dalam masyarakat desa Pojok,
terhadap dukun karena dukun dianggap
Kecamatan
Camputdarat
telah membantu klien dalam menyerang si
Tulungagung dalam
Kabupaten
menyebut
istilah
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 172
santet hingga saat ini. Jengges digunakan
mempunyai umur paling tua dalam satu
degan tujuan untuk melukai, menyakiti
keluarga, kemudian dilanjutkan ke orang
dan
berikutnya dimulai dengan urutan umur
membunuh
orang
lain
yang
dikehendaki.
paling tua sampai yang paling akhir
Jengges meminta
dilakukan
bantuan
dengan
terhadap
cara
danyang,
kepada anggota keluarga yang mempunyai umur paling muda.
masyarakat Desa Pojok mempercayai
Jengges menjadi salah satu bentuk
bahwa danyang adalah salah satu media
identitas masyarakat Desa Pojok agar
yang akan memberikan bantuan terhadap
keberadaan mereka diakui. Masyarakat
setiap keinginana masyarakat. Danyang
Desa Pojok percaya bahwa orang-orang
diberikan sesajen dengan mengucapkan
yang mampu melakukan ritual jengges
mantra-mantara
adalah orang-orang hebat dan ditakuti
dan
maksud
yang
diinginkan, salah satunya adalah dalam
pada masyarakat.
melakukan jengges.
Akan tetapi, masyarakat Desa Pojok
Masyarakat
desa
Pojok
juga
memanfaatkan
sebagai
pencaharian
dalam
membedakan jengges berdasarkan jenis-
bentuk
jenisnya, yaitu:
memenuhi
Pering Sedapur, salah satu jenis jengges
sehari-hari. Mereka membuka praktik
yang ada di Desa Pojok yang dipercayai
perdukunan agar terpenuhinya kebutuhan,
sebagai jenis jengges yang bertujuan
hal ini dilakukan masyarakat Desa Pojok
untuk
anggota
karena banyak faktor, diantaranya adalah
keluarga dan para keturunannya. Bendung
rendahnya pendidikan, sedikitnya hasil
Segoro, jenis jengges yang dipercayai
alam yang dapat dikelola dan letak
masyarakat desa Pojok sebagai salah satu
geografis
jenis jengges yang ditandai dengan ciri
terbatas.
membesarnya perut korban, kaki menjadi
sekarang ini memang tidak sebanyak
bengkak membesar dan pada akhirnya
beberapa tahun yang lalu, namun hampir
akan meninggal dunia. Turangga Pecuk,
sebagian
jenis
untuk
mempunyai kemampuan tersebut sebagai
anggota
sebuah bentuk menjaga dan melindungi
membunuh
jengges
membunuh keluarganya,
seluruh
yang korban dimulai
bertujuan dan dari
yang
mata
jengges
kebutuhan
Desa
Pojok
Keberadaan
masyarakat
hidup
yang dukun
desa
mereka
sangat jengges
tetap
diri mereka. AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 173
Selain itu, jengges hingga saat ini juga masih bertahan, diantaranya banyak dari masyarakat desa Pojok yang hingga saat ini masih melakukan berbagai macam ritual
terhadap
danyang,
besar
masyarakat
secara
terselubung dan banyak para pemuda di Desa
Pojok
sekarang
_____________. (1980) Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT Dian Rakyat.
banyaknya
praktik perdukunan yang dilakukan oleh sebagian
_____________. (1985) Ritus Peralihan di Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
ini
yang
memanfaatkan cerita dari para sesepuh mereka untuk mengambil keuntungan dan menakut-nakuti orang di luar desa dengan
Moleong, Lexy J. (1998) Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosida Karya Bandung. Suparlan, Parsudi. (1991) The Javanse Dukun. Jakarta: PEKA (Peminat Kajian Anthropology). Suyono, Capt. R.P. (2007) Dunia Mistik Orang Jawa Roh, Ritual, Benda Magis. Yogyakarta: PT. LKIS.
kemampuan jengges yang mereka miliki.
Daftar Pustaka Durkheim, Emile. (2003) Sejarah Agama. Yogyakarta: IRCiSoD. Endraswara, Suwardi. (2004) Dunia Hantu Orang Jawa. Yogyakarta: Penerbit Narasi. Geertz, Clifford. (1983) Abangan, Santri, Priyayi Dalam masyarakat Jawa. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. Herusatoto, Budiono. (1985) Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: PT Hanindita. Ihromi, T.O.,ed. (2006) Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Koentjaraningrat. (2002) Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 174