JURNAL HUKUM

Download Zulkarnain Sitompul – Masih Perlukah WTO bagi Negara Berkembang. 49. MASIH .... prinsip dan aturan tentang perdagangan jasa.10. Secara gari...

0 downloads 494 Views 125KB Size
Zulkarnain Sitompul – Masih Perlukah WTO bagi Negara Berkembang

MASIH PERLUKAH WTO BAGI NEGARA BERKEMBANG - Zulkarnain Sitompul -

Abstrak WTO mengambil alih peranan GATT bertujuan memelihara sistem perdagangan internasional yang terbuka dan bebas. Prinsip-prinsip dasar perdagangan barang yang diatur oleh GATT yaitu protection to domestic industry through tariffs dan binding of tariffs, bagi negara-negara berkembang dapat meningkatkan perdagangan namun di pihak lain juga dapat merusak industri domestik. Sistem multilateral berdasarkan WTO telah memperluas akses pasar sehingga memungkinkan dunia ketiga memasuki kesempatan perdagangan baru. Dengan bergabung ke dalam organisasi internasional, negara-negara berkembang secara bersama-sama dapat menghadapi negara maju. Atau dengan kata lain akan lebih mudah untuk menghadapi negara maju secara multilateral jika dibandingkan dengan menghadapinya secara bilateral. A. PENDAHULUAN Januari 2004 World Trade Organization (WTO) genap berusia 9 tahun. Optimisme kuat pada awal pendiriannya seolah kelihatan memudar. Memudarnya optimisme tersebut tentunya dapat dimengerti paling tidak karena dua hal. Pertama, kegagalan Pertemuan Tingkat Menteri (Ministerial Meeting) WTO dalam kerangka Doha Round di Cancun, Mexico 1 Kedua, kegagalan ini September 2003. merupakan kegagalan kedua Ministerial Meeting dalam lima tahun terakhir. Kegagalan pertama terjadi di Seattle tahun 2000. Dua kegagalan ini tentunya menimbulkan kekhawatiran terhadap kelangsungan sistem perdagangan multilateral yang diatur WTO. Tambahan pula, kegagalan pertemuan Cancun tersebut tragisnya “dirayakan” oleh banyak negara berkembang. Kegagalan pertemuan tersebut pada dasarnya bukan disebabkan oleh persoalanpersoalan prinsip ataupun kalkulasi cerdas. Tetapi lebih karena sinisme, delusi dan inkompetensi. Padahal akibat kegagalan tersebut dapat menciptakan kondisi lebih buruk terutama bagi negara-negara berkembang. Menurut World Bank keberhasilan Doha Round akan meningkatkan pendapatan dunia sebesar lebih dari USD 500 miliar pada tahun 2015 yang lebih 60% di antaranya akan dinikmati oleh negara miskin dan akan mengangkat 144 juta 1

Doha Round diluncurkan pada November 2001 di Doha, Qatar dan dijadwalkan selesai pada 31 Desember 2004. Doha Round merundingkan beberapa agenda yaitu penurunan subsidi pertanian, penurunan tarif produk pertanian, penghilangan subsidi ekspor produk pertanian, penurunan tarif produk industri khususnya yang menjadi kepentingan negara miskin seperti tekstil, liberalisasi perdagangan jasa dan membicarakan isu-isu baru seperti kompetisi, investasi, tranparansi dalam government procurement dan trade facilitation. Isu baru ini dikenal dengan “Singapore isues”.

orang dari garis kemiskinan. Manfaat yang diperoleh negara-negara miskin dari Doha Round dihasilkan dari perdagangan antarnegara-negara miskin tersebut. Oleh karena itu, kegagalan pertemuan di Cancun itu dikhawatirkan akan menghilangkan keuntungan yang bakal diperoleh negara-negara miskin tersebut. 2 WTO yang saat ini beranggotakan 148 negara berdiri sebagai hasil Perundingan Putaran Uruguay (Uruguay Round). Putaran Uruguay yang diselenggarakan dalam kerangka General Agreement on Tariff and Trade (GATT) merupakan putaran perundingan yang berbeda dengan putaran-putaran perundingan sebelumnya. Perbedaan tersebut antara lain adalah keterlibatan aktif negara-negara berkembang dalam penyusunan aturan main sistem perdagangan multilateral dan juga perundingan mengenai akses pasar (market access). Pada tujuh putaran perundingan sebelumnya, negara berkembang hanya terlibat dalam pembahasan mengenai pemberian kemudahan untuk masuk 3 ke pasar negara maju. Perundingan Putaran Uruguay berlangsung bersama 7 tahun dimulai di Punta del Este, Uruguay pada tahun 1986 dan berakhir di Marakesh, Maroko 15 April 1994. Perundingan ini selain mendirikan WTO, juga mengeluarkan suatu dokumen dengan nama Final Act yang mulai berlaku pada 1 Januari 1995. WTO yang mengambil alih peranan GATT bertujuan memelihara sistem 2

"Cancun ‘s Charming Outcome", The Economist, September, 20th -26th 2003, hal. 11. 3 Will Martin dan L. Alan Winters, "The Uruguay Round: a Milestone for the Developing Countries", dalam Will Martin dan L. Alan Winters (Ed.), The Uruguay Round and the Developing Countries, (Cambridge: University Press, 1996), hal.1 49

Zulkarnain Sitompul – Masih Perlukah WTO bagi Negara Berkembang

perdagangan internasional yang terbuka dan bebas. Organisasi ini, meskipun dapat diperdebatkan, merupakan organisasi paling penting jika dibandingkan dengan organisasi internasional lainnya. Alasannya adalah WTO mempunyai misi yang sangat jelas dan tindakan serta aturan yang dikeluarkannya berlaku sama bagi setiap negara anggota, tanpa membedakan negara berkembang atau maju. 4 Di samping itu WTO juga bertanggung jawab atas implementasi ketentuan multilateral tentang perdagangan internasional yang terdiri dari tiga perangkat hukum utama dan mekanisme penyelesaian sengketa yaitu: a. General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan perjanjian terkait. GATT berlaku untuk perdagangan barang (trade in goods); b. General Agreement on Trade in Services (GATS) yang berlaku untuk perdagangan jasa (trade in services); c.

Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Propery Rights (TRIPS); dan d. Dispute Settlement Understanding (DSU). Perjanjian-perjanjian ini merupakan annex dari perjanjian pendirian WTO yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No.7 Tahun 1994 sehingga telah menjadi hukum nasional. B. PRINSIP-PRINSIP DALAM WTO 1. Perdagangan Barang (GATT) Kebijakan yang mempengaruhi perdagangan dapat dibedakan menjadi Pertama, kebijakan yang mendiskriminasi antara produk domestik dan produk asing atau antara produk yang dijual di dalam negeri dengan produk yang dijual di luar negeri. Kedua, kebijakan yang mendiskriminasi antara produk dengan katagori yang berbeda tanpa mempertimbangkan asal maupun tujuan produk. Kebijakan yang pertama disebut dengan kebijakan perdagangan dan yang kedua disebut dengan kebijakan domestik. Aturan main GATT pada dasarnya ditujukan untuk menurunkan hambatan antara pasar, bukan harmonisasi kondisi kompetitif pasar. Dengan demikian aturan main tersebut pada prinsipnya dikenakan untuk kebijakan perdagangan dan membiarkan negara anggota bebas menerapkan kebijakan 5 domestiknya. 4

"Trade Post", The Economist, March 11-17 1995, hal. 15 5 Frieder Roesler, “Diverging Domestic Policies and Multilateral Trade Intergration”, dalam Jagdish N. Bhagwati dan Robert E. Hudec (Ed.), Fair Trade and 50

Tujuan dasar GATT adalah menciptakan sistem perdagangan liberal dan terbuka di mana dunia bisnis dari masing-masing negara anggota dapat bersaing secara adil (fair) dan tanpa distorsi. Prinsip-prinsip dasar perdagangan barang yang diatur dalam GATT adalah: a. Protection to domestic industry through tariffs. Meskipun GATT berpihak pada perdagangan bebas, namun negara anggota dapat memproteksi industri dalam negerinya dari pihak asing. Akan tetapi proteksi tersebut harus diberikan serendah mungkin dan dilakukan dalam bentuk tarif. Penggunaan pembatasan kuantitas (quantitative restrictions) seperti kuota tidak diperbolehkan kecuali dalam situasi terbatas tertentu. b. Binding of tariff. Negara anggota diminta menurunkan dan apabila memungkinkan menghilangkan proteksi bagi industri dalam negeri dengan cara menurunkan tarif dan menghilangkan hambatan lainnya. Tarif yang telah diturunkan diwajibkan untuk terus diturunkan dan penurunan tarif tersebut harus didaftarkan pada GATT sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari GATT legal system. Secara rata-rata penurunan tarif pada awal berdirinya 6 WTO turun menjadi: - negara maju dari 6,3% menjadi 3,8% - negara berkembang dari 15,3% menjadi 12,3% dan - negara transisi ekonomi dari 8,6% menjadi 6% c. Most-favoured-nation (MFN) treatment. Prinsip ini merupakan dasar pelaksanaan prinsip non-diskriminasi. Berdasarkan prinsip ini, tarif dan persyaratan perdagangan lainnya yang ditetapkan oleh suatu negara harus diterapkan tanpa diskriminasi bagi seluruh negara anggota WTO. d. National treatment rule. Prinsip ini melarang adanya perbedaan perlakuan antara produk impor dan produk domestik baik dalam hal peraturan maupun pajak. Dengan demikian suatu negara tidak dibenarkan mengenakan pajak lebih tinggi terhadap produk impor dibandingkan dengan pajak untuk produk domestik. Harmonization Prerequisites for Free Trade?, Vol.2: Legal Analysis, (Cambridge: The MIT Press, 1996), hal. 21 6 International Trade Centre UNCTAD/WTO, Business Guide to the Uruguay Round”, (Geneva: 1996), hal.16 Jurnal Hukum Vol.01, No.1 Tahun 2005

Zulkarnain Sitompul – Masih Perlukah WTO bagi Negara Berkembang

Disadari bahwa bagi negara-negara berkembang berlakunya prinsip-prinsip di atas di samping dapat meningkatkan perdagangan namun di pihak lain juga dapat merusak industri domestik. Untuk itu GATT menyediakan jalan keluar antara lain berupa ketentuan safeguard. Ketentuan safeguard terdiri dari tindakan darurat untuk melindungi kerugian serius yang diderita industri dalam negeri akibat impor. Setiap negara anggota berhak untuk menerapkan ketentuan safeguard tanpa memerlukan persetujuan secara eksplisit oleh anggota lainnya. Meskipun penerapan safeguard harus tunduk kepada persyaratanpersyaratan tertentu. Misalnya hanya boleh diterapkan apabila produk-produk impor mengancam kelangsungan hidup industri 7 Pemberlakuannya juga harus domestik. memenuhi prosedur tertentu yaitu: Pertama, hanya dapat diterapkan setelah dilakukan investigasi dan keputusan bahwa telah terjadinya kerugian (injury). Kedua, investigasi harus dilaksanakan berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan dan diumumkan kepada masyarakat. Ketiga, lembaga yang melakukan investigasi harus mengumumkan secara rinci temuannya dan kaitannya dengan hukum yang berlaku. 8 Pada perdagangan barang, terdapat beberapa ketentuan yang membenarkan anggota untuk melakukan "penyimpangan" dari ketentuan yaitu dalam hal: 1) kompetisi impor yang curang (unfair), dengan cara pengenaan anti-dumping duties dan coutervelling duties. 2) kompetisi impor yang tidak curang (fair), akan tetapi jumlah impor meningkat dengan pesat sehingga dapat membahayakan industri dalam negeri, dengan menggunakan 9 ketentuan tentang emergency protection. Di samping penyimpangan di atas anggota juga boleh melakukan pembatasan impor, baik jumlah maupun nilai, apabila anggota tersebut mengalami kesulitan neraca pembayaran. Penyimpangan harus dilakukan dengan cara: 1) menghindari kerusakan yang tidak perlu terhadap kepentingan komersial atau ekonomi anggota lain; 2) tidak diberlakukan secara tidak rasional yaitu mencegah impor barang dalam jumlah komersial minimum sehingga dapat merusak jalur perdagangan reguler; 3) tidak menerapkan pembatasan yang 7 J. Michael Finger, "Legalized Backsliding: Safeguard Provision in GATT", dalam Will Martin dan L. Alan Winters (Ed.), Op.cit. hal.319 8 Ibid, hal. 324 9 Ibid., hal 33-34

mencegah impor contoh barang atau mencegah impor dalam rangka patent, trade mark, copyright. 2. Perdagangan Jasa (GATS) Perdagangan jasa diatur dalam General Agreement on Trade in Services (GATS). Tujuan dibentuknya GATS ditegaskan dalam Deklarasi Punta del Este, yaitu untuk membentuk suatu kerangka multilateral dari prinsip dan aturan tentang perdagangan jasa. 10 Secara garis besar GATS berisikan dua kumpulan kewajiban yaitu: Pertama, kumpulan kewajiban tentang konsep, prinsip dan aturan yang berlaku bagi seluruh kebijakan (measures) yang mempengaruhi perdagangan jasa. Kedua, kumpulan tentang kewajiban khusus hasil negosiasi yang merupakan komitmen yang berlaku untuk sektor jasa dan subsektor jasa yang terdaftar pada Schedule of Commitment (SOC) negara anggota. 11 Kedua komponen ini merupakan satu kesatuan yang berlaku dan mengikat seluruh anggota WTO. Kumpulan pertama berisikan kewajiban umum yang beberapa di antaranya berlaku untuk seluruh sektor jasa (misalnya prinsp mostfovared nation dan transparansi) dan beberapa hanya berlaku untuk SOC. 12 Sedangkan kumpulan kedua, berupa komitmen pembukaan akses pasar yang ditawarkan kepada anggota lain sebagai hasil perundingan. Secara lebih rinci GATS dapat dikelompokkan ke dalam 6 kelompok yaitu: 1. kewajiban umum yang berlaku kepada semua anggota; 2. kewajban khusus yang tercantum dalam SOC masing-masing anggota; 3. ketentuan pengecualian terhadap kewajiban; 4. isu-isu untuk perundingan mendatang; 5. annex dan keputusan menteri yang menjelaskan berbagai aspek GATS, dan 6. Masalah-masalah teknis, prosedural dan administratif. Dalam ketentuan umum diatur prinsipprinsip yang tidak jauh berbeda dengan prinsipprinsip yang diatur dalam GATT. Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah: 1. most-favoured-nation treament (nondiscrimination); 10

GATT Activities 1986, An Annual Review of the Work of the GATT, (Geneva: June 1987), hal. 26 11 Bernard Hoekman, "The General Agreement on Trade in Services", dalam John H. Jackson et.al, Legal Problem of International Economic Relation, (St. Paul: West Publishing Co., 1995), hal.921 12 MTN. GNS/W/164, 3 September 1993, hal 3. Lihat misalnya Pasal XI GATS tentang Payment and Transfers. 51

Zulkarnain Sitompul – Masih Perlukah WTO bagi Negara Berkembang

2. protection through specific commitment (termasuk market acces, national treatment dan additional commitment) 3. transparansi; 4. peningkatan paertisipasi negara sedang berkembang; 5. integrasi ekonomi; 6. liberalisasi bertahap; 7. keadaan darurat; 13

(consumption abroad) misalnya turisme; III. Jasa yang diberikan melalui kehadiran badan usaha suatu negara dalam wilayah negara lain (commercial presence) misalnya pembukaan kantor cabang bank asing; IV. Jasa yang diberikan oleh warga negara suatu negara dalam wilayah negara lain (presence of natural person) misalnya jasa konsultan, pengacara, dan akuntan. 17

a. Ruang Lingkup Perjanjian Ruang lingkup perdagangan jasa ini diatur dalam Pasal I (1) GATS yang berbunyi "This Agreement applies to measures by member effecting Trade in Services". Measures adalah semua keputusan yang diambil oleh negara anggota baik dalam bentuk law, regulation, rule, procedure, desision, administrative action maupun dalam bentuk lainnya. 14 Measures itu dapat berupa tindakan atau bukan tindakan/berdiam diri (an omission to act) kalau ada kewajiban bertindak (duty to act). 15 Hal ini sejalan dengan doktrin ilmu hukum bahwa tindakan itu dapat aktif dan pasif. Orang yang berdiam diri dapat dianggap melakukan tindakan pelanggaran, kalau ada kewajiban untuk bertindak yang harus dilakukan orang tersebut. 16 Trade in Services adalah perdagangan jasa yang dilakukan dengan cara: I. Jasa yang diberikan dari suatu wilayah ke wilayah negara lainnya (Cross-border) misalnya jasa yang mempergunakan media telekomunikasi; II. Jasa yang diberikan dalam suatu wilayah negara pada konsumen dari negara lain

Dengan demikian terlihat bahwa cakupan perdagangan jasa yang diatur oleh GATS ini relatif luas dan universal. Sementara itu pengertian jasa adalah meliputi semua sektor jasa, kecuali jasa yang dilakukan dalam rangka menyelenggarakan fungsi pemerintahan, artinya setiap jasa yang dilaksanakan tidak dengan maksud komersial atau akan bersaing dengan pemasok jasa lainnya misalnya otoritas moneter dalam menetapkan nilai tukar. 18

13

Bandingkan dengan Oliver Long, Law and Its Limitation in the GATT Multilateral System, (Bordrecht: Graham & Trotman/Matinus Nijhoff, 1987), hal. 7-11 14 pasal XXVIII (a) GATS 15 Multilateral Trade Negotiation Group of Negotitoan on Services ( MTN. GNS)/W/139, 15 October 1991 16 Dalam The 1988 Panel "Report on Japan Trade in Semi-conductors (adapted on 4 May 1988) diputuskan bahwa suatu administrative guidance yang dikeluarkan oleh pemerintah meskipun dikatakan sebagai non-mandatory dan nonlegally binding dikatagorikan sebagai measures apabila administrative guidance itu diikuti dengan insentif atau disinsentif dari Pemerintah dalam pelaksanaannya.Sedangkan dalam The 1987 Panel Report on "United States - Taxes on Petroleum and Certain Imported Substances (adopted on 17 June 1987) dijelaskan bahwa suatu ketentuan yang mewajibkan Pemerintah untuk mengambil tindakan dianggap sebagai measure akan tetapi suatu ketentuan yang memberikan kekuasaan kepada Pemerintah untuk mengambil tindakan tidaklah dianggap sebagai measures. Genaral Agreement on Tariff and Trade, Guide To GATT Law and Practice, 6th Edition, (Geneva, 1994), hal. 288 dan hal. 600601 52

b. Beberapa Aturan Pokok GATS Prinsip-prinsip perdagangan jasa yang diatur dalam GATS mengambil prinsip perdagangan barang sebagaimana diatur dalam GATT yaitu: 1) Most Favoured-Nation Treatment (MFN) MFN adalah suatu kemudahan yang diberikan kepada suatu negara juga harus diberikan untuk negara lain. MFN ini merupakan prinsip utama di dalam perdagangan barang (GATT) yang juga dipakai dalam perdagangan jasa (GATS). MFN atau dikenal juga dengan prinsip nondiskriminasi merupakan suatu kewajiban umum (general obligation) dalam GATS. Kewajiban ini bersifat segera (immediatelly) dan otomatis (unconditionnally). Dalam pengaturan tentang MFN pada Pasal II paragraf 1 GATS dipergunakan perumusan "...each Member shall accord immediately and unconditionally to services suppiers of any other Member. "treatment no less favourable" than it accords to like services 19 and services suppliers of any other country. 17

Bank Indonesia, Sekilas tentang Perjanjian Umum Perdagangan Jasa (General Agreement on Trade in Services, (Jakarta: November 1994), hal. 7 18 (Pasal I (b) dan (c) ) GATS 19 Istilah treatment no less favourable juga digunakan didalam Pasal XVI tentang Market Acces dan Pasal XVII tentang National Treatment. Perbedaannya ialah dalam MFN treatment no less favourable yang dibandingkan adalah perlakuan yang diberikan terhadap services supplier dari suatu negara dengan negara lainnya sedngkan dalam national treatment yang dibandingkan adalah perlakuan yang diberikan terhadap domestic services supplier dengan foreign service supplier. Sedangkan dalam market aacces pengertiannya adalah perlakuan yang diberikan terhadap foreign services supplier oleh suatu negara harus sesuai dengan Jurnal Hukum Vol.01, No.1 Tahun 2005

Zulkarnain Sitompul – Masih Perlukah WTO bagi Negara Berkembang

Dengan demikian suatu anggota dapat memberikan perlakuan yang lebih baik atas suatu sektor jasa kepada suatu atau beberapa anggota dibandingkan dengan yang diberikan kepada anggota lain sepanjang anggota lain tersebut diperlakukan minimal sesuai dengan yang dicantumkan dalam SOC. Akan tetapi suatu negara tidak dibenarkan untuk memberikan perlakuan yang lebih sedikit dari yang dicantumkan dalam SOC kepada suatu atau beberapa anggota (misalnya berdasarkan 20 asas resiprositas). 2) Protection Through Specific Commitments Dalam perdagangan barang anggota WTO mempunyai 4 kewajiban utama yaitu: Pertama, memberlakukan trade barrier secara nondiskriminasi. Kedua, membatasi tarif pada tingkat yang ditetapkan dalam tariff schedules. Ketiga, membatasi penerapan other barrier dan keempat, menyelesaikan sengketa dengan cara konsultasi dan proses penyelesaian sengketa khusus. 21 Dalam perdagangan jasa, proteksi dengan menggunakan pembatasan dengan tarif tersebut tidak bisa dilaksanakan, karena jasajasa itu sendiri, mengingat sifatnya yang abstrak, masuk ke suatu wilayah tidak melalui pelabuhan (customs), sehingga tidak dapat dihambat melalui tarif. Oleh karena itu proteksi yang dapat dilakukan dalam pedagangan jasa adalah dalam bentuk SOC yang dibuat masingmasing negara sesuai dengan keadaan negara tersebut yang kemudian dirundingkan dengan mitra dagangnya. SOC pada hakikatnya mengandung suatu "reservatioan", artinya negara yang membuat SOC tersebut tunduk pada ketentuan GATS dengan disertai suatu kondisi, pembatasan dan persyaratan sebagaimana 22 tercantum dalam komitmennya itu.

persyaratan dan pembatasan yang tercantum di dalam schedule of commitments negara itu. 20 MTN.GNS/W/164. tanggal 3 September 1993. 21 Barry E. Carter and Phillip R. Trimble, International Law, (….: Little Brown and Company: 1991), hal. 493 22 SOC ini diatur pada Bagian III yang terpisah dari Bagian II GATS yang merupakan general obligations. Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa schedule of commitments bukan merupakan automatic obligation, akan tetapi merupakan suatu specifif obligation. Artinya yang menjadi kewajiban adalah sesuai dengan yang tercantum dalam SOC negara yang bersangkutan. Dalam Bagian III GATS (Specific Commitments) dikenal 3 macam komitmen yaitu: komitmen market access;komitmen national treatment;additional commitments. Ketiga macam komitmen ini digabung menjadi satu dalam SOC dari masing-masing negara. SOC dari masing-masing negara sesuai dengan pasal XX paragraf 3 menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari GATS. Dengan

Dengan SOC ini tercermin juga suatu prinsip, yaitu prinsip liberalisasi dalam perdagangan jasa dilakukan secara bertahap (progressive leberalization) sesuai dengan keadaan dan kemampuan negara masingmasing. i) Transparansi Asas transparansi diatur dalam Pasal III GATS yang mewajibkan semua anggota mempublikasikan semua peraturan perundangundangan, pedoman pelaksanaan, serta semua keputusan dan ketentuan yang berlaku secara pelaksanaan, serta semua keputusan dan ketentuan yang berlaku secara umum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang mempunyai dampak pada pelaksanaan GATS. Di samping itu juga diwajibkan untuk memberitahukan Council for Trade Services (salah satu "badan" dalam WTO) atas setiap perubahan atau dikeluarkannya peraturan perundang-undangan yang baru yang berdampak pada perdagangan jasa yang dicantumkan dalam SOC. Pemberitahuan ini minimal dilakukan sekali dalam setahun. Kewajiban lainnya yang dilaksanakan oleh semua anggota adalah pembentukan "enquiry point". Enquiry point ini berfungsi sebagai pusat informasi yang menyediakan informasi spesifik bagi setiap anggota mengenai seluruh masalah tentang perdagangan jasa. Enquiry point ini sudah harus berdiri paling lambat 1 Januari 1997. ii) Peningkatan Partisipasi Negara Sedang Berkembang (Development Country) Secara prinsip sistem WTO tidak membedakan antara negara maju dan negara berkembang. Namum demikian dalam kondisikondisi tertentu kepada negara berkembang diberikan perlakuan khusus. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan khusus yang diberikan kepada negara sedang berkembang dalam penyampaian SOC. Penyampaian SOC ini merupakan salah satu syarat untuk dapat menjadi original member WTO (Pasal 11 WTO). Kepada negara sedang berkembang (least developing country), Indonesia tidak termasuk kriteria ini, diberikan waktu sampai dengan April 1995, sedangkan untuk negara lainnya batas 23 waktu penyerahan adalah 15 Desember 1993. Di samping itu kepada negara sedang berkembang juga diberi kemudahan dalam rangka meningkatkan partisipasinya melalui perundingan SOC yang menyangkut: demikian, SOC tersebut mengikat bagi negara yang membuatnya. 23 Heru Soepraptomo, "Aspek Hukum dan Kelembagaan Hasil Perundingan Putaran Uruguay" (Seminar memasyarakatkan Hasil Perundingan Uruguay tanggal 2, 9, dan 10 November 1994), Bank Indonesia, hal. 11 53

Zulkarnain Sitompul – Masih Perlukah WTO bagi Negara Berkembang

1) peningkatan kapasitas jasa dalam negeri dan efisiensi serta daya saing sektor jasa dalam negeri antara lain melalui akses kepada teknologi secara komersial; 2) perbaikan akses terhadap jaringan distribusi dan informasi; dan 3) liberalisasi akses pasar untuk sektor-sektor dan cara pemasokan yang menjadi kepentingan bagi ekspor negara bekembang (Pasal IV (1) GATS). Kepada negara berkembang diberikan fleksibilitas yang cukup untuk membuka sektor yang lebih sedikit, melakukan liberalisasi transaksi terbatas, melakukan perluasan akses pasar secara bertahap sejalan dengan kondisi pembangunannya. Selanjutnya dalam rangka membantu negara sedang berkembang, negara maju diwajibkan untuk mendirikan "contact point" untuk membantu negara berkembang dalam mengakses informasi mengenai pasar masingmasing negara maju. Informasi tersebut meliputi: 1) Aspek komersial dan teknis dari pemasok jasa; 2) Pendaftaran, pengakuan dan cara memperoleh kualifikasi profesional; dan 3) tersedianya teknologi jasa (Pasal IV (2) GATS). iii) Liberalisasi Bertahap Tujuan akhir dari GATS adalah menciptakan liberalisasi perdagangan jasa total di mana tidak ada hambatan sama sekali dalam arus peredaran jasa. Untuk mencapai tingkat seperti itu, cara yang ditempuh adalah secara bertahap, mengingat tidak samanya tingkat pertumbuhan masing-masing anggota WTO. Liberalisasi bertahap tersebut dilakukan dengan mewajibkan semua Anggota WTO untuk melakukan putaran negoisasi secara berkesinambungan yang dimulai paling lambat lima tahun sejak berlakunya perjanjian WTO (sejak 1 Januari 1995). Negosiasi tersebut harus dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan measures yang berdampak buruk terhadap perdagangan jasa. Meskipun demikian proses liberalisasi harus dilakukan dengan tetap menghormati kepentingan nasional dan tingkat pembangunan masing24 masing Dalam pada itu komitmen yang telah diberikan dalam rangka perundingan Putaran Uruguay, dan telah menjadi annex dari GATS, pada prinsipnya tidak boleh ditarik kembali, diubah atau dikurangi. Perbaikan hanya dimungkinkan apabila dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan komitmen. Penarikan dan 24

Pasal XIX ayat (1) dan (2) GATS. Ketentuan dalam pasal XIX dapat digunakan oleh negara maju untuk menekan negara berkembang untuk melakukan perundingan selanjutnya. 54

atau perubahan komitmen yang diberikan hanya dapat dilakukan dengan pembayaran kompensasi kepada anggota yang dirugikan. 25 iv) Keadaan Darurat Escape clauses adalah ketentuan penting dalam suatu perjanjian internasional, baik multilateral seperti GATT, regional seperti ASEAN, bilateral atau umum (general) seperti Generalized System of Preferences for Developing Countries (GSP). Berbeda dengan exception (pengecualian), escape clause diberlakukan untuk kondisi yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Dengan kata lain pengecualian dilakukan untuk kesulitan yang dapat diperkirakan sebelumnya. Secara umum escape clause membolehkan suatu anggota, dalam kondisi tertentu, untuk sementara menghindar dari satu aspek perjanjian tanpa merusak tujuan dari perjanjian tersebut secara ke seluruhan. Escape clause dalam suatu perjanjian memberikan kepastian bagi penandatangan bahwa dalam situasi darurat, mereka dibenarkan untuk sementara menghindar dari komitmen yang 26 telah diberikan. Dalam GATS anggota dalam keadaan darurat juga dibenarkan untuk melakukan penyimpangan sementara dari komitmen yang diberikannya. Penyimpangan tersebut dapat dilakukan dalam hal kesulitan neraca pembayaran. Dalam kondisi seperti ini anggota diperkenankan melakukan pembatasanpembatasan di dalam perdagagan jasa yang telah dicantumkan dalam SOCnya. Pembatasan tersebut harus dilakukan dengan syarat: 1) tidak menimbulkan diskriminasi di antara sesama anggota; 2) konsisten dengan ketentuan IMF; 3) menghindarkan kerugian komersial, ekonomi, dan keuangan anggota lainnya; 4) tidak melebihi hal-hal yang perlu untuk mengatasi keadaan; 5) harus bersifat sementara dan dihapuskan secara bertahap. Tindakan pengamanan darurat selain kesulitan neraca pembayaran yang dapat dilakukan anggota, masih akan dirundingkan secara multilateral. Perundingan tersebut harus sudah dimulai paling lambat 3 tahun setelah berjalannya WTO. Hal ini untuk memberikan kesempatan bagi anggota untuk mempelajari kesulitan apa saja yang mungkin timbul setelah berjalannya GATS, mengingat perdagangan jasa belum pernah diatur sebelumnya.

25

Pasal XXI GATS. David Robertson, GATT Rules for Emergency Protection, (London: Harvester Wheatsheaf, 1992), hal. 26 Jurnal Hukum Vol.01, No.1 Tahun 2005 26

Zulkarnain Sitompul – Masih Perlukah WTO bagi Negara Berkembang

C. PENYELESAIAN SENGKETA Sistem dan prosedur penyelesaian sengketa secara umum diatur dalam Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Dispute atau lebih dikenal dengan singkatan DSU (Dispute Settlement Understanding) yang merupakan annex 2 dari Perjanjian WTO. Understanding ini berlaku untuk seluruh sengketa mengenai pelaksanaan perjanjian WTO beserta seluruh annexnya. Dalam GATS apabila suatu anggota merasa dirugikan akibat tindakan anggota lain meskipun tindakan anggota lain tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan GATS (nonviolation), anggota yang dirugikan dapat meminta agar diselesaikan berdasarkan DSU (nonviolation complaints). Upaya penyelesaian sengketa dilakukan oleh suatu badan yang disebut dengan Dispute Settlement Body (DSB). DSB mengatur, atau menyusun peraturan, prosedur, konsultasi dan ketentuan penyelesaian sengketa. DSB berwenang membentuk panel dan peradilan banding (Appellate Body). Hal yang sangat penting untuk dicatat adalah bahwa setiap keputusan DSB haruslah dilakukan secara konsensus tidak dengan voting. Dalam praktik GATT, konsensus berarti tidak ada satu pun peserta yang hadir secara formal menolak. Adapun cara penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh para pihak untuk menyelesaikan sengketa adalah sebagai berikut: a. Konsultasi Sistem penyelesaian sengketa yang diatur dalam DSU mengutamakan dilakukannya konsultasi di antara negara yang bersengketa. Konsultasi harus dilakukan dalam jangka waktu 30 hari sejak permohonan permintaan konsultasi. Jika 60 hari setelah permohonan konsultasi tidak tercapai penyelesaian, pihak penggugat dapat meminta agar dibentuk Panel. b. Panel Apabila sengketa diselesaikan oleh panel, maka dalam waktu 6 bulan panel harus menyelesaikan pekerjaannya. Waktu 6 bulan ini apabila dipandang perlu dapat diperpanjang 3 bulan lagi. Keputusan panel dapat dimintakan banding ke Appellate Body. Proses pemeriksaan banding paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal salah satu pihak secara formal mengajukan banding. c. Alternatif Lain Para pihak yang bersengketa juga dapat memilih alternatif selain kecuali panel, dalam menyelesaikan sengketanya yaitu melalui jasa baik (good offices), konsiliasi (conciliation), dan mediasi (mediation) serta arbitration. Permintaan untuk menggunakan alternatif ini dapat dimulai dan di akhiri setiap saat dan

apabila dianggap gagal para pihak dapat langsung meminta agar dibentuk panel. Di samping alternatif di atas, terdapat alternatif lain yang khusus berlaku apabila penggugat adalah negara sedang berkembang yaitu menggunakan prosedur yang diatur dalam keputusan Contracting Party GATT tanggal 5 April 1966. Prosedur ini memungkinkan negara sedang berkembang meminta jasa baik direktur jendral dan prosedur panel yang mempersingkat jangka waktu penyelesaian sengketa. Selama konsultasi negara-negara anggota WTO harus memberikan perhatian khusus kepada masalah-masalah khusus yang menjadi kepentingan negara berkembang. Jangka waktu konsultasi juga dapat diperpanjang dengan maksud memberikan kesempatan kepada negara berkembang untuk mempersiapkan dan mempresentasikan argumentasinya. Dalam hal sengketa terjadi antara negara berkembang dengan negara maju, negara berkembang dapat meminta agar paling tidak satu panelis berasal dari negara berkembang. D. MANFAAT BAGI NEGARA BERKEMBANG Konsep pemberian perlakuan khusus bagi negara berkembang telah dimulai sejak mulai berdirinya GATT-1947 dan mencapai puncaknya pada pertengahan 1950-an pada saat banyak negara-negara jajahan memperoleh kemerdekaannya. Ada dua jenis perlakuan khusus yaitu: Pertama, akses atas pasar negara-negara kaya melalui perlakuan tarif khusus. Kedua, pengecualian terhadap 27 Namun demikian ketentuan GATT. perekonomian negara-negara berkembang dan terutama negara miskin bercirikan kelemahan struktural dan hambatan-hambatan produksi sehingga menjadi hambatan untuk ekspansi produk-produk primer dan produk nontradisional. Banyak studi memperlihatkan bahwa beberapa faktor berikut memainkan peranan penting dalam menentukan respons suatu perekonomian terhadap kesempatan pasar. Pertama, makro-ekonomi dan kebijakan sektoral. Kedua, dukungan sumberdaya alam dan tenaga kerja. Ketiga, infrastruktur keuangan, teknologi, dan fisik. Keempat, institusi, penegakan hukum, dan etika. 28 27

Bernard Hoekman dan Michel Kostecki, The Political Economy of the World Trading System From GATT to WTO, (Oxford: Oxford University Press, 1996), hal.235 28 United Nations Conference on Trade and Development, Strengthening the Participation of Developing Countries in World Trade and the Multilateral Trading System, (Geneva, 1996), hal.20. 55

Zulkarnain Sitompul – Masih Perlukah WTO bagi Negara Berkembang

Kelemahan-kelemhan tersebut tentunya dapat menghambat negara-negara berkembang beradaptasi dengan sistem multilateral. Hal ini memicu pertanyaan di kalangan negara berkembang. Manfaat apa yang dapat diperoleh dengan hadirnya WTO. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan bahwa sistem multilateral berdasarkan WTO telah memperluas akses pasar sehingga memungkinkan dunia ketiga memasuki kesempatan perdagangan baru. Tujuan yang ingin dicapai dari penguatan aturan main internasional dalam kerangka WTO adalah untuk menjamin pasar tetap terbuka dan akses pasar tidak diganggu secara tiba-tiba dengan dikeluarkannya aturan tentang pelarangan atau pembatasan impor. Dalam mengkaji kepentingan negara berkembang terhadap sistem perdagangan multilateral yang diatur dalam WTO tidak ada salahnya menyimak pandangan Duta Besar Uni Eropa pada putaran perundingan Uruguay. Duta Besar Tran van Tinh menyatakan bahwa negara maju yang tergabung dalam Uni Eropa masih dapat berkembang tanpa sistem multilateral. Sebaliknya, negara berkembang akan menghadapi lebih banyak kesulitan tanpa sistem multilateral. Amerika Serikat dan Jepang juga memiliki sikap yang sama dengan Uni 29 Eropa. Pandangan negara-negara ini sejalan dengan pendapat World Bank seperti yang dikemukakan di awal tulisan ini. Sementara itu, manfaat bagi negara berkembang yang diberikan oleh sistem hukum perdagangan multilateral dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, dilihat dari kaca mata ekspotir dan kedua, dilihat dari sudut pandang importir. Bagi eksportir, pada perdagangan barang, hampir seluruh tarif di negara-negara maju dan sebagian besar tarif di negara berkembang dan negara transisi ekonomi dipastikan tidak akan mengalami kenaikan. Kepastian tidak akan adanya kenaikan tarif ini akan memperluas akses pasar dan terdapat jaminan bahwa akses pasar tersebut tidak akan dirusak oleh pembatasan yang diterapkan secara mendadak oleh negara pengimpor. Pada perdagangan jasa, negara anggota telah memberikan komitmen untuk tidak membatasi akses produsen jasa dan pemasok jasa asing sesuai dengan persyaratan dan pembatasan yang disusun dalam schedule of commitments. Adanya jaminan terhadap akses pasar yang mengikat secara hukum dapat membantu eksportir dalam membuat rencara investasi dan produksi yang akurat. WTO juga memberikan stabilitas bagi pasar eksportir dengan mewajibkan setiap 29 H.S. Kartadjoemena, GATT WTO dan Hasil Uruguay Round, (Jakarta: UI Press, 1997), hal. 338. 56

negara anggota menerapkan ketentuan yang seragam tentang perbatasan (border). Negaranegara juga wajib menjamin bahwa aturan main tentang kepabeanan seperti aturan tentang pemeriksaan barang atau izin impor. Adanya keseragaman dimaksud menimbulkan efisiensi bagi eksportir karena mengurangi banyaknya perbedaan persyaratan diperlakukan oleh masing-masing negara. Bagi importir, yang mengimpor bahan mentah atau setengah jadi untuk diekspor, adanya ketentuan yang membolehkan melakukan impor tanpa adanya pembatasan kecuali tarif dan adanya keseragaman aturan akan menjamin kelangsungan usaha mereka. Aturan ini juga memberikan kepastian bagi importir bahwa mereka akan menerima barang pada waktunya dan dengan harga yang kompetitif. Di samping itu, adanya aturan tentang tarif yang mengikat membuat importir juga mengetahui dengan jelas berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk menimpor suatu jenis barang. Di samping manfaat di atas, WTO menciptakan hak-hak tertentu yang berguna bagi anggota. Hak tersebut dapat dibagi dalam dua katagori. Pertama, hak produsen domestik dan importir terhadap pemerintah. Kedua, hak eksportir mempertahankan kepentingannya terhadap tindakan yang diambil oleh negara pengimpor yang merugikan. Sejumlah perjanjian mewajibkan negara anggota memberikan hak kepada produsen domestik dan importir. Dalam kaitan ini negara anggota diwajibkan mengatur hak-hak tersebut diatur dalam sistem hukum nasionalnya. Hakhak tersebut antara lain hak untuk mendapat penjelasan tertulis apabila Bea Cukai menolak nilai impor yang diberitahukan oleh importir. Dengan demikian importir dapat mengajukan bantahan terhadap penolakan tersebut. Di samping itu terdapat juga hak-hak tertentu yang penegakannya harus dilaksanakan oleh negara anggota dengan sungguh-sungguh (best endeavours). Dalam kaitan ini Agreement on Impor Licencing mensyaratkan agar izin impor dikeluarkan dalam waktu tertentu setelah permohonan diajukan. Contoh hak yang diberikan kepada eksportir adalah hak mengajukan bukti-bukti selama dilakukannya investigasi di negara importir atas pengenaan anti-dumping atau countervailing duties. E. PENUTUP Dengan adanya perjanjian tentang perdagangan barang dan jasa dapat dikatakan bahwa gejala ke arah penggunaan tindakan unilateral yang sering dilakukan negara maju dalam menyelesaikan persoalan perdagangan setidaknya dapat dibatasi. Bagi negara berkembang ikut bergabung ke dalam suatu Jurnal Hukum Vol.01, No.1 Tahun 2005

Zulkarnain Sitompul – Masih Perlukah WTO bagi Negara Berkembang

organisasi internasional mempunyai dampak positif. Tidak saja sebagai sarana membuka akses pasar untuk barang ekspor akan tetapi juga sebagai proteksi dari tekanan unilateral yang dilakukan oleh negara maju. Dengan bergabung ke dalam organisasi internasional negara-negara berkembang secara bersama dapat menghadapi negara maju. Dalam perkataan lain, adalah lebih mudah untuk menghadapi negara maju secara multilateral jika dibandingkan dengan menghadapinya secara bilateral. Dengan WTO negara-negara berkembang dapat memindahkan sengketa dan policy making ke prosedur multilteral WTO dalam mengurangi tekanan unilateral negara maju. Untuk menghindari kegagalan Doha Round, negara maju harus melakukan langkah maju dalam reformasi pertanian dengan memotong secara subtansial subsidi domestik dan subsidi ekspor bagi produk pertanian. Sedangkan negara berkembang hendaknya diberikan kelonggaran dan menerapkan sanksi bagi pelaksanaan isu baru mengingat negara berkembang sudah cukup mengalami kesulitan dalam pelaksanaan perjanjian yang dihasilkan dalam Uruguay Round. Kelonggran tersebut tentunya dengan batasan waktu yang jelas. Khusus bagi Indonesia, satu hal yang harus diingat adalah Indonesia telah menjadi anggota GATT sejak tahun 1950. Artinya setelah kemerdekaan Indonesia, ketentuan GATT berlaku untuk Indonesia. Kita belum memiliki pengalaman melakukan perdagangan internasional tanpa aturan main GATT. Organisasi zalim yang efektif lebih baik dari organisasi adil tetapi rapuh. DAFTAR PUSTAKA Bhagwati, Jagdish N. dan Robert E. Hudec (Ed.), "Fair Trade and Harmonization Prerequisites for Free Trade? Vol.2: Legal Analysis, Cambridge: The MIT Press, 1996. Carter, Barry E. and Phillip R. Trimble, International Law, Little Brown and Company: 1991.

Hoekman, Bernard dan Michel Kostecki, The Political Economy of the World Trading System From GATT to WTO, Oxford: Oxford University Press, 1996. Jackson, John H. n et.al, Legal Problem of International Economic Relation, St. Paul: West Publishing Co., 1995. Kartadjoemena, H.S., GATT WTO dan Hasil Uruguay Round, Jakarta: UI Press, 1997. Long, Oliver, Law and Its Limitation in the GATT Multilateral System, Bordrecht: Graham & Trotman/Matinus Nijhoff, 1987. Martin, Will dan L. Alan Winters (Ed.), The Uruguay Round and the Developing Countries, Cambridge: University Press, 1996. Robertson, David, GATT Rules for Emergency Protection, London: Harvester Wheatsheaf, 1992. Soepraptomo, Heru, "Aspek Hukum dan Kelembagaan Hasil Perundingan Putaran Uruguay" Seminar memasyarakatkan Hasil Perundingan Uruguay tanggal 2, 9, dan 10 November 1994, Bank Indonesia. PUBLIKASI KONVENSI/BUKU PANDUAN: GATT Activities 1986, An Annual Review of the Work of the GATT, Geneva: June 1987. Genaral Agreement on Tariff and Trade, Guide To GATT Law and Practice, 6th Edition,(Geneva, 1994. Indonesia, Bank, Sekilas tentang Perjanjian Umum Perdagangan Jasa (General Agreement on Trade in Services), Jakarta: November 1994 International Trade Centre UNCTAD/WTO, Business Guide to the Uruguay Round”, Geneva: 1996. MTN. GNS/W/164, 3 September 1993, MTN.GNS/W/164. tanggal 3 September 1993. Multilateral Trade Negotiation Group of Negotitoan on Services MTN. GNS/W/139, 15 October 1991 United Nations Conference on Trade and Development, Strengthening the Participation of Developing Countries in World Trade and the Multilateral Trading System, (Geneva, 1996). MEDIA MASSA: The Economist, September, 20th-26th 2003. Trade Post, The Economist, March 11-17 1995.

57