JURNAL KUALITAS HIDUP PADA WANITA YANG SUDAH

Download menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam dan alat tulis. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan subjek memiliki ...

0 downloads 406 Views 153KB Size
JURNAL KUALITAS HIDUP PADA WANITA YANG SUDAH MEMASUKI MASA MENOPAUSE Tika Larasati Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK Setiap wanita akan mengalami masa berhentinya haid atau menstruasi atau bisa juga disebut masa menopause. Banyak wanita yang merasa depresi. Perasaan itu muncul pada sebagian wanita saja, ada juga wanita yang merasa biasa saja. Wanita yang seperti ini biasanya mempunyai kualitas hidup yang baik. Kualitas hidup diartikan sebagai penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas hidup pada wanita yang sudah memasuki masa menopause, bagaimana gambaran kualitas hidup wanita yang sudah memasuki masa menopause. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dalam bentuk studi kasus. Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah wanita yang telah memasuki masa menopause dan memiliki kualitas hidup yang positif. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah metode wawancara tidak berstruktur dan observasi nonpartisipan. Sedangkan alat bantu pengumpulan data penelitian menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam dan alat tulis. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan subjek memiliki kualitas hidup yang yang positif hal ini terlihat dari gambaran fisik subjek yang selalu menjaga kesehatan dengan terus makan sayuran, mengkonsumsi vitamin serta berolahraga. Subjek juga berusaha mengatur pola tidur minimal 8 jam sehari. Pada aspek psikologis

subjek berusaha meredam emosi agar tidak mudah marah. Hubungan sosial subjek baik dengan banyaknya temanteman yang dimiliki oleh subjek. Lingkungan mendukung dan memberi rasa aman kepada subjek. Selain itu berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tampak adanya kualitas hidup subjek yang positif hal ini dapat dilihat dari subjek mampu mengenali diri sendiri (menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimiliki), subjek mampu beradaptasi (mampu beradaptasi dengan kondisi menopause yang dialami saat ini), subjek dapat merasakan penderitaan orang lain (memberikan solusi terbaik untuk orang lain), subjek mempunyai perasaan kasih dan sayang (semua orang terdekat memberikan perhatian), subjek bersikap optimis (yakin dapat mengerjakan pekerjaan dengan baik), subjek mampu mengembangkan sikap empati (membantu orang lain semampunya) Kata kunci : Menopause, Hidup, Wanita

Kualitas

PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah

Salah satu tahap kehidupan yang pasti dialami oleh setiap wanita adalah datangnya menopause. Menopause merupakan keadaan biologis yang wajar yang ditandai dengan berhentinya menstruasi. Masa menopause yang terjadi pada wanita adalah hal alamiah. Ibarat tumbuh-tumbuhan yang semula kecil, semakin membesar, sehingga menjadi sebuah pohon yang kokoh, kemudian pohon itu berbuah secara teratur mengikuti musimnya. Setelah usia sang pohon menjadi suatu titik tua, maka buahnya pun tidak muncul lagi, atau tidak mampu berproduksi lagi. Seperti pohon menjadi rapuh dan akhirnya tumbang untuk digantikan tanaman muda berikutnya sehingga menjadi generasi penerus. Begitulah, peristiwa alamiah yang dialami pohon, juga dialami oleh seorang wanita dalam

perjalanan hidupnya. Titik ketuaan pada pohon sehingga tidak mampu berproduksi lagi, pada wanita dinamakan menopause, yaitu mulai usia antara 40 sampai 50 tahun (Kartono, 1992). Wanita pada usia 40 sampai 50 tahun mengalami masa peralihan dari siklus haid yang rutin setiap bulan ke masa menopause dimana, terjadi perubahaan-perubahaan fisik dan juga kejiwaan pada diri seorang wanita. Pada masa menjelang menopause, estrogen yang dihasilkan semakin turun sampai masa menopause tiba. Sulit memang untuk menentukan batasan dan mengelompokkan gejala serta tandatanda menopause secara medis dengan tepat. Misalnya, mengartikan menopause dengan berhentinya haid, padahal menopause bukan hanya ditandai oleh berhentinya haid, tetapi beberapa tahun sebelumnya sudah ditandai oleh keluhan-keluhan fisik maupun psikis (Yatim, 2001). Menopause merupakan fase terakhir, dimana pendarahan haid seorang wanita berhenti sama sekali. Fase ini terjadi secara berangsur-angsur yang semakin hari semakin jelas penurunan fungsi kelenjar indung telurnya (ovarium) (Yatim, 2001). Oleh karena itu, memasuki usia 40 sampai 50 tahun sering dijadikan momok yang menakutkan bagi wanita. Kekhawatiran ini mungkin berawal dari pemikiran bahwa dirinya akan menjadi tidak sehat, tidak bugar dan tidak cantik. Kondisi tersebut memang tidak menyenangkan bagi wanita (Baziad, 2002). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi menopause, yaitu umur waktu mendapat haid pertama kali (menarch), kondisi kejiwaan dan pekerjaan, jumlah anak, penggunaan obat-obat keluarga berencana (KB), merokok, cuaca dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut, sosioekonomi, menopause yang terlalu dini dan menopause yang terlambat (Blackburn & Davidson, 1990). Dari banyak gejala dan keluhan pada wanita menjelang menopause, kemungkinan ada kelainan organik yang

mendasari keluhan tersebut. Seperti misalnya, sakit punggung atau mungkin saja sudah ada osteoporosis tulang belakang. Apabila predisposisi osteoporosis, memang ada pada wanita usia menopause atau keluhan susah buang air kecil, mungkin akibat infeksi kandung kemih. Ada juga keluhan susah buang air besar, bisa jadi memang ada infeksi pada saluran pencernaan. Keluhan fisik lainnya adalah sakit pinggang, sakit kepala, payudara bengkak dan sakit, rasa letih, malas, otot-otot pegal, dan mual-mual (Yatim, 2001). Kadangkala, diantara kaum wanita yang memasuki masa menopause ada yang mengalami goncangan. Tidak puas dengan keadaan, kurang bergairah, dilanda rasa kesepian, takut ditinggal suami, khawatir bahwa rumah tangga akan terancam, atau bahkan segera akan menjadi seorang janda (Poerwandari, 1998). Wanita yang mengalami menopause merasakan pergeseran dan perubahan-perubahan fisik dan psikis yang mengakibatkan timbulnya satu krisis dan dimanifestasikan diri dalam simpton-simptom psikologis antara lain adalah depresi, murung, mudah tersinggung dan mudah jadi marah, mudah curiga, diliputi banyak kecemasan, insomia atau tidak bisa tidur karena sangat bingung dan gelisah. Perubahan lain sering pula terjadi, yang disebabkan gangguan metabolisme tubuh. Ditandai dengan peningkatan kolestrol, kekurangan kalsium tubuh, dan gangguan metabolisme karbohidrat. Perubahan ini dapat menimbulkan penyempitan pembuluh darah dan gangguan pada tulang (oesteporosis). Gejala-gejala ini tidak akan muncul, atau kadang tidak ada sama sekali. Kondisi ini tergantung individual masing-masing (Kartono,1992). Kekhawatiran menjadi tua dan akan berkurang daya tariknya. Rasa kurang daya tarik diwujudkan dalam bentuk mudah tersinggung atau bahkan marah yang meledak-ledak, peka dan gampang berubah-ubah. Kondisi dan kebutuhan untuk dicintai harusnya tetap

dipertahankan, sehingga dengan demikian seorang wanita akan mampu memasuki masa menopause dalam situasi yang konstan dan tetap disayang (Ibrahim, 1992). Dari uraian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa wanita yang telah mengalami menopause digambarkan banyak mengalami masalah antara lain merasakan pergeseran dan perubahanperubahan fisik dan psikis yang mengakibatkan timbulnya satu krisis dan simptom-simptom psikologis yang akan mempengaruhi kualitas hidup pada wanita yang telah memasuki masa menopause. Kualitas hidup diartikan sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu (Fayers & Machin dalam Kreitler & Ben, 2004). Kualitas hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang akan dibicarakan dan digunakan. Di dalam bidang kesehatan dan aktivitas pencegahan penyakit, kualitas umumnya memiliki arti yang sama untuk menggambarkan kondisi kesehatan (Wilson dkk dalam Dimsdale, 1995). Pada saat menopause mengalami perubahan dalam masalah kesehatan seperti cepat lelah, pusing, berkeringat. Untuk mencegah penurunan kondisi tubuh biasanya mengkonsumsi vitamin, sayuran, buahbuahan, istirahat yang cukup, serta berolahraga. Adapun menurut Cohen & Lazarus (dalam Sarafino, 1994) kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya dapat dinilai dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi.

Adapun komponen kualitas hidup antara lain nutrisi (makanan), pakaian, tempat tinggal (kepadatan), kesehatan, pendidikan, waktu luang, keamanan, lingkungan sosial, lingkungan fisik (alam) (Drewnowski, 1997). Faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas hidup menurut Ghozally (2005) diantaranya mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan penderitaan orang lain, perasaan kasih dan sayang, bersikap optimis, mengembangkan sikap empati. Dalam beberapa kasus wanita yang mengalami menopause mulai menarik diri dari pergaulan sosial karena merasa dirinya tidak ada harganya dan merasa tidak berguna lagi. Seperti membatasi untuk berinteraksi sosial dengan teman maupun dengan keluarga. Mereka lebih suka menyendiri jauh dari keramaian. Wanita yang mengalami menopause akan membutuhkan keluarga dan teman-teman terdekat sebagai dukungan agar tidak minder dalam beradaptasi dengan lingkungan. Selain itu adanya motivasi dari dirinya untuk menjalani hidupnya dengan penuh semangat (kualitas hidup yang baik). Dari penelitian ini akan diambil subjek yang walaupun telah mengalami menopause namun memiliki kualitas hidup yang positif. Hal ini terlihat dari kegiatan subjek yang rutin tidak hanya menutup diri karena sudah mengalami menopause. Selain itu banyaknya dukungan yang diberikan keluarga maupun teman-teman subjek. Subjek selalu memandang positif pada setiap kejadian yang dialami. B. Pertanyaan Penelitian Penelitian ini disusun untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Apa yang dialami subjek sebelum masa menopause? 2. Bagaimana gambaran kualitas hidup yang positif pada subjek yang sudah memasuki masa menopause? 3. Mengapa kualitas hidup subjek demikian?

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pada wanita yang sudah memasuki masa menopause dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pada wanita yang sudah memasuki masa menopause. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu: 1. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman pada masyarakat umumnya dalam pada wanita yang memasuki masa menopause, sehingga dapat membantu mengatasi masalahnya dan untuk dapat memberikan gambaran mengenai kualitas hidup apa yang terbaik untuk digunakan sebagai penyelesaian masalah. Bagi wanita yang sudah memasuki masa menopause. 2. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu psikologi, khususnya mengenai Psikologi Klinis dan Psikologi Kepribadian yang memfokuskan pada masalah kualitas hidup pada wanita yang sudah memasuki masa menopause. Bagi penelitian selanjutnya dapat menambah ilmu pengetahuan tentang kualitas hidup pada wanita yang sudah memasuki masa menopause.

TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Hidup 1. Pengertian Kualitas Hidup Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika

menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya. Coons & Kaplan (dalam Sarafino, 1994) kualitas hidup adalah suatu pandangan umum yang terdiri dari beberapa komponen dan dimensi dasar yang berhubungan dengan kesehatan diantaranya keadaan dan fungsi fisik, keadaan psikologis, fungsi sosial dan penyakit serta perawatannya. Cella & Tulsky (dalam Dimsdale, 1995) beberapa pendekatan fenomenologi dari kualitas hidup menekankan tentang pentingnya persepsi subjektif seseorang dalam memfungsikan kemampuan mereka sendiri dan membandingkannya dengan standar kemampuan internal yang mereka miliki agar dapat mewujudkan sesuatu menjadi lebih ideal dan sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Campbell dkk (dalam Dimsdale, 1995) yang menggaris bawahi tentang pentingnya persepsi subjektif dan penafsiran dalam pengukuran kualitas hidup. Dalam hal ini dikemukakan bahwa kualitas hidup dibentuk oleh suatu gagasan yang terdiri dari aspek kognitif dan afektif karena penilaian individu terhadap satu kondisi kognitif mempengaruhi secara efektif dan menimbulkan reaksi terhadap kondisi emosi individu tersebut. Adapun menurut Cohen & Lazarus (dalam Sarafino, 1994) kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya dapat dinilai dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu.

2. Aspek-aspek Kualitas Hidup Aspek dilihat dari seluruh kualitas hidup dan kesehatan secara umum (WHOQOL Group, 1998): 1) Kesehatan fisik : penyakit dan kegelisah, tidur dan beristirahat, energi dan kelelahan, mobilitas, aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada obat dan bantuan medis, kapasitas pekerjaan. 2) Psikologis : perasaan positif, berfikir; belajar; mengingat; dan konsentrasi, self-esteem, penampilan dan gambaran jasmani, perasaan negatif, kepercayaan individu. 3) Hubungan sosial : hubungan pribadi, dukungan sosial, aktivitas seksual. 4) Lingkungan : kebebasan; keselamatan fisik dan keamanan, lingkungan rumah, sumber keuangan, kesehatan dan kepedulian sosial, peluang untuk memperoleh keterampilan dan informasi baru, keikutsertaan dan peluang untuk berekreasi, aktivitas di lingkungan, transportasi. B. Menopause

memegang peranan sangat penting dalam berbagai aktivitas tubuh. Baziad (2002) menyebutkan menopause sebagai pendarahan rahim yang masih diatur oleh fungsi hormon indung telur. Istilah menopause digunakan untuk mengatakan suatu perubahan hidup dan pada saat itulah wanita mengalami periode terakhir masa haid. Menopause adalah saat dimana tidak ada lagi telur yang masuk lagi sehingga tidak direproduksi oleh indung telur hormon estrogen dan progesteron, maka wanita itu tidak dapat hamil lagi (Rahman, 1995). Takesihaeng (2000) masa menopause adalah keadaan dimana seseorang berhenti dari masa haidnya selamanya. Menopause berarti berakhir dari kesuburan dan peralihan menjadi seorang wanita tua, pada suatu masa menopause berarti akhir daya tarik seksual dan dalam beberapa masyarakat primitif masih diartikan sebagai penurunan pada wanita tua yang dianggap netral secara seksual. Secara singkat dapat dikatakan bahwa menopause merupakan suatu proses peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahan-lahan ke masa non produktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan progesteron seiring dengan bertambahnya usia.

1. Pengertian Menopause Kasdu (2004) mendefinisikan menopause merupakan sebuah kata yang mempunyai banyak arti, men dan pauseis adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan berhentinya haid. Rahman (1995), mengatakan menopause terjadi pada usia menjelang 50 tahun yang ditandai denngan berhentinya haid terakhir dari uterus yang dipengaruhi oleh hormon-hormon dari otak dan sel-sel telur. Drajat (1994) mendefinisikan menopause sering disebut sebagai peralihan masa reproduksi ke masa non reproduksi (tua) dimana kemampuan alat-alat reproduksinya mulai menurun yang disebabkan berkurangnya hormon estrogen dan progesterone yang mulai

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Menopause Menurut Blackburn dan Davidson (1990), faktor-faktor yang mempengaruhi menopause adalah: a. Umur sewaktu mendapat haid pertama kali (menarch) Beberapa penelitian menemukan hubungan antara umur pertama mendapat haid pertama dengan umur sewaktu memasuki menopause. Semakin muda umur sewaktu mendapat haid pertama kali, semakin tua usia memasuki menopause. b. Kondisi kejiwaan dan pekerjaan Ada peneliti yang menemukan pada wanita yang tidak menikah

c.

d.

e.

f.

g.

h.

dan bekerja, umur memasuki menopause lebih muda dibandingkan dengan wanita sebaya yang tidak bekerja dan menikah. Jumlah anak Ada peneliti yang menemukan, makin sering melahirkan, makin tua baru memasuki menopause. Kelihatannya kenyataan ini lebih sering terjadi pada golongan ekonomi berkecukupan dibandingkan pada golongan masyarakat ekonomi kurang mampu. Penggunaan obat-obat Keluarga Berencana (KB) Karena obat-obat KB memang menekan fungsi hormon dari indung telur, kelihatannya wanita yang menggunakan pil KB lebih lama baru memasuki umur menopause. Merokok Wanita perokok kelihatannya akan lebih muda memasuki usia menopause dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Cuaca dan ketinggian tempat tinggal dari pemukiman laut Wanita yang tinggal di ketinggian lebih dari 2000-3000 m dari permukaan laut lebih cepat 1-2 tahun memasuki usia menopause dibandingkan dengan wanita yang tinggal di ketinggian < 1000 m dari permukaan laut. Sosio-ekonomi Menopause juga dipengaruhi oleh faktor status sosioekonomi, di samping pendidikan dan pekerjaan suami. Begitu juga hubungan antara tinggi badan dan berat badan wanita yang bersangkutan termasuk dalam pengaruh sosio-ekonomi. Menopause yang terlalu dini dan menopause yang terlambat Umur rata-rata wanita memasuki menopause pada umur 45 tahun sebanyak 4,3 % dan 54 tahun sebanyak 96,4 % sudah memasuki menopause.

Sedangakan pada menopause terlalu dini ditemukan adanya penurunan fungsi kelenjar indung telur mulai umur 30-45 tahun. C. Wanita 1. Pengertian Wanita Menurut Shaqr (2006) wanita adalah salah satu dari dua jenis manusia yang diciptakan. Sebagai manusia, wanita juga diharapkan mampu menjalankan semua hak-hak dan kewajiban yang terlimpah kepadanya. Murad (dalam Ibrahim, 2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang memiliki dorongan keibuan yang merupakan dorongan instinktif yang berhubungan erat dengan sejumlah kebutuhan organik dan fisiologis. Ia sangat melindungi dan menyayangi anakanaknya terutama yang masik kecil. Menurut Junaidi (2003) bahwa wanita adalah seorang ibu yang mengatur rumah tangga, serta kehormatan yang wajib dijaga. Ibrahim (2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang memiliki tendensi feminim yang mengundang daya tarik kecantikan. Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa wanita adalah seorang yang memiliki sifat feminism, keibuan, ibu rumah tangga yang menjaga anak-anaknya. 2. Karakteristik Wanita Menurut Lenz (dalam Papalia & Olds, 1998) karakteristik wanita antara lain adalah: a. Memiliki tingkat emosional yang tinggi b. Melahirkan seorang anak c. Umumnya memiliki sifat lembut, keibuan dan penyayang d. Tempat berlindung bagi anakanaknya

D. Kualitas Hidup Pada Wanita Yang Sudah Memasuki Masa Menopause Bagi kebanyakan wanita usia antara 40 sampai 50 tahun merupakan usia yang menentukan atau masa yang mengerikan, karena masa ini wanita akan mengalami krisis dalam dirinya yang akan menjadi tua dan mengalami masa menopause. Menopause adalah berhentinya haid sama sekali pada wanita. Secara singkat dapat dikatakan bahwa menopause merupakan suatu proses peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahanlahan ke masa non produktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan progesterone seiring dengan bertambahnya usia. Wanita yang telah mengalami menopause mengalami masalah antara lain merasakan pergeseran dan perubahan-perubahan fisik dan psikis yang mengakibatkan timbulnya suatu krisis dan simptom-simptom psikologis yang akan mempengaruhi kualitas hidup pada wanita yang sudah memasuki masa menopause (Hultsch & Deutsch dalam Kasdu, 2004). Bagi sebagian wanita krisis kepercayaan diri terkadang timbul pada dirinya apalagi jika telah mengalami menopause karena berpengaruh pada perubahan fisik serta psikis yang berbeda pada setiap individu. Setiap wanita memiliki tendensi feminism yang akan senang jika penampilan fisiknya cantik, merasa berharga terhadap orang disekelilingnya. Pada sebagian wanita yang sudah memasuki masa menopause hal-hal tersebut menjadi berkurang, sehingga mulai menarik diri dari lingkungan, terkadang muncul rasa tidak percaya diri dengan perubahan yang terjadi terutama perubahan fisik merasa tidak cantik kadang juga merasa sudah tidak berguna lagi karena merasa dirinya tua. Individu yang merasa demikian menjadikan kualitas hidupnya negatif. Ada pula yang merasa bahwa menopause merupakan hal yang wajar sehingga mereka ini merupakan wanita yang telah mengalami menopause

namun memiliki kualitas hidup yang positif. Terjadi kualitas hidup yang positif karena individu tersebut menganggap krisis tersebut hanya sementara dengan dukungan dari keluarga serta orang terdekat semua itu akan terlewatkan (Ibrahim, 2005). Kualitas hidup adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu. Dari pendapat yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dikatakan bahwa seorang wanita yang telah memasuki usia tengah baya mengalami proses biologis yaitu masa menopause. Ada wanita yang menganggap menopause merupakan suatu krisis sehingga membutuhkan penyesuaian. Penyesuaian tiap wanita berbeda-beda tergantung persepsi dan sikap serta pengalaman pribadinya dalam hal ini termasuk pengertian dan penerimaan diri terhadap perubahan ini. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui kualitas hidup pada wanita yang sudah memasuki masa menopause. Hal ini disebabkan kualitas hidup bagi satu individu dengan individu yang lain sangat berbeda tergantung persepsi dan cara bersikap seseorang, ditambah dengan pengalaman pribadi serta pengertian seseorang dan penerimaan tentang adanya pertambahan usia. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Menurut Poerwandari (2001), untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam dan khusus atas suatu fenomena serta untuk dapat memahami manusia dalam segala kompleksitasnya sebagai makhluk subjektif, maka pendekatan kualitatif merupakan metode yang paling sesuai untuk digunakan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian ini dilakukan dengan studi kasus yang bersifat intrinsik, yaitu kasus yang

diambil merupakan kasus yang menarik untuk diteliti. Menurut Moleong (1998) studi kasus merupakan metode untuk menghimpun dan menganalisis data berkenaan dengan studi kasus. Sesuatu dijadikan studi kasus biasanya karena ada masalah, kesulitan, hambatan, penyimpangan, tetapi bisa juga sesuatu dijadikan kasus meskipun tidak ada masalah, melainkan karena keunggulan atau keberhasilannya. Tujuan dari studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifatsifat serta karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Sedangkan menurut Moleong (2000) pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku persepsi, motivasi, tindakan dan lainlain. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. B. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah wanita yang sudah memasuki masa menopause. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah satu orang. C. Tahap – Tahap Penelitian Tahap persiapan dan pelaksanaan yang akan dilakukan dalam penelitian, meliputi beberapa tahapan, yaitu : 1. Tahap Persiapan Penelitian Langkah awal yang dilakukan oleh peneliti adalah membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian ini. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya dapat berkembang dalam wawancara. Pedoman

wawancara yang telah disusun, sebelum digunakan dalam wawancara dikonsultasikan terlebih dahulu dengan yang lebih ahli atau significant other yang dalam hal ini adalah dosen pembimbing, peneliti melihat perbaikan terhadap pedoman wawancara dan mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara. Karena peneliti telah mendapatkan subjek, selanjutnya peneliti membuat kesepakatan dengan subjek dan mengatur waktu serta tempat pertemuan selanjutnya untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang telah dibuat. Peneliti juga perlu mempersiapkan tape recorder yang akan digunakan untuk merekam jalannya wawancara agar semua informasi akurat tidak ada yang terlupakan. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Sebelum melaksanakan wawancara, peneliti perlu mengkonfirmasikan ulang pada para calon subjek penelitian untuk memastikan kesediaan mereka dan membuat kesepakatan mengenai waktu dan tempat pelaksanaan wawancara. Dalam melaksanakan wawancara, hal penting yang harus dilakukan sebelum memulai wawancara tersebut adalah dengan membangun rapport yang baik. Rapport sangat penting untuk membuat subjek merasa nyaman dan bebas dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan, sehingga informasi yang diberikan akan lengkap dan akurat. Rapport juga merupakan usaha untuk ice breaking atau memecahkan kebekuan atau kekakuan yang ada selama proses wawancara berlangsung. Dalam melakukan wawancara, peneliti berpatokan pada pedoman wawancara yang telah dibuat, serta merekam hasil wawancara tersebut pada tape recorder yang telah disediakan.

Peneliti juga melakukan observasi selama wawancara dengan memperhatikan dan mencatat tingkah laku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal lain yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara. D. Teknik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. 1. Wawancara Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden dengan mengunakan alat. (Banister dkk dalam Sugiyono, 2005). Sedangkan menurut Poerwandari (2001) adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Patton (dalam Poerwandari, 2001) membedakan wawancara pada tiga pendekatan dasar, yaitu : a. Wawancara mendalam (indepth interviewing) Proses wawancara didasar sepenuhnya pada berkembangnya pertanyaanpertanyaan secara spontan dalam interaksi alamiah. Tipe wawancara demikian umumya dilakukan peneliti yang melakukan observasi partisipatif. b. Wawancara dengan pedoman umum Dalam proses wawancara ini, peneliti dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan. Pedoman wawancara ini digunakan untuk mengingat peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist).

c.

Wawancara dengan pedoman terstandar yang terbuka Pedoman wawancara ditulis secara rinci, lengkap dengan set pertanyaan dan penjabarannya dalam kalimat. Peneliti diharapkan dapat melaksanakan wawancara sesuai konsekuensi yang tercantum. Menurut Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2000) menyatakan bahwa ada dua jenis wawancara, yaitu : a. Wawancara oleh tim atau panel Wawancara oleh tim berarti wawancara dilakukan tidak hanya oleh satu orang, tetapi oleh dua orang atau lebih terhadap seseorang yang diwawancarai. Jika cara ini digunakan, hendaknya pada awalnya sudah diminta kesepakatan dan persetujuan dari terwawancara, apakah ia tidak keberatan diwawancarai oleh dua orang. Di lain pihak, seseorang pewawancara dapat saja menghadapkan dua orang atau lebih yang di wawancarai sekaligus, yang dalam hal ini dinamakan panel. b. Wawancara tertutup dan wawancara terbuka Pada wawancara tertutup biasanya yang diwawancarai tidak menyadari bahwa mereka sedang diwawancarai. Mereka tidak mengetahui tujuan wawancara. Sedangkan wawancara terbuka biasanya subjek yang diwawancarai tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud dan tujuan wawancara. c. Wawancara riwayat secara lisan Jenis ini adalah wawancara terhadap orang-orang yang pernah membuat sejarah atau yang membuat karya ilmiah besar, sosial ,pembangunan, perdamaian dan sebagainya. Maksud wawancara ini adalah mengungkapkan riwayat hidup dan pekerjaannya,

kesenangannya, ketekunannya, pergaulannya dan lain-lain. d. Wawancara berstruktur Dalam wawancara berstruktur, pertanyaan dan alternatif jawaban yang diberikan kepada subjek telah ditetapkan terlebih dahulu oleh interviewer. e. Wawancara tidak berstruktur Wawancara tidak berstuktur lebih bersifat informal. Pertanyaan tentang pandangan, sikap, keyakinan subjek atau tentang keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas kepada subjek. Wawancara jenis ini memang tampak luas dan biasanya direncanakan agar sesuai dengan subjek dan suasana pada waktu wawancara dilakukan. Serta subjek diberikan kebebasan menguraikan jawabannya dan mengungkapkan pandangannya sesuka hati. Dalam penelitian ini bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak berstruktur, karena pertanyaan yang diberikan berisi tentang pandangan, sikap, keyakinan subjek atau tentang keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas kepada subjek dan subjek diberikan kebebasan menguraikan jawabannya serta mengungkapkan pandangannya sesuka hati. 2. Observasi Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2001) salah satu hal yang penting tetapi sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak terjadi. Hasil observasi menjadi data yang penting karena : a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang konteks yang akan diteliti. b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif. Dengan berada dalam situasi lapangan yang nyata,

kecenderungan untuk dipengaruhi berbagai konseptualisasi tentang topik yang diamati akan berkurang. c. Mengingat individu yang telah sepenuhnya terlibat dalam konteks hidupnya sering mengalami kesulitan merefleksikan pemikiran mereka tentang pengalamannya, observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian sendiri kurang disadari. d. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara. e. Jawaban terhadap pertanyaan akan diwarnai oleh perspektif selektif individu yang diwawancara. Berbeda dengan wawancara, observasi memungkinkan peneliti bergerak lebih jauh dari persepsi selektif yang ditampilkan subjek penelitian atai pihak-pihak lain. f. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukannya. Impresi dan perasaan pengamat akan menjadi bagian dari data yang pada gilirannya dapat dimanfaatkannya untuk memahami fenomena yang diteliti. Menurut Moleong (2000), berdasarkan keterlibatan pengamat dalam kegiatan orang-orang yang diamati, observasi dapat dibedakan menjadi: a. Observasi partisipan Pengamatan berperan serta melakukan dua peran sekaligus yaitu sebagai dan sekaligus menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamatinya. b. Observasi non partisipan Pengamat tidak berperan serta hanya melakukan fungsi yaitu mengadakan pengamatan.

Dalam pengamatan ini peneliti menggunakan bentuk observasi non partisipan dimana peneliti tidak mengamati tingkah laku subjek dan tidak ikut aktif dalam kegiatan subjek, karena peneliti hanya sebagai pengamat. E. Alat Bantu Pengumpul Data Menurut Poerwandari (2001) peneliti sangat berperan dalam seluruh proses penelitian mulai dari memilih topik, mendekati topik, mengumpulkan data, analisis, interpretasi dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga instrumen sebagai alat bantu untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, yaitu: a. Pedoman Wawancara Pedoman wawancara yang digunakan peneliti berisi daftar pertanyaan-pertanyaan yang disusun berdasarkan tujuan penelitian dan teori yang terkait. Selain itu, pedoman juga berisi data pribadi partisipan. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi stres yaitu faktor penyebab makro, faktor penyebab mikro, frustrasi, konfilk, tekanan, kritis, kesehatan fisik. Faktor yang mempengaruhi strategi coping yaitu keyakinan, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan sosial, dukungan sosial, materi. Bentuk-bentuk stres yaitu Eustress, distress, systematis stress, psychological stress dan bentuk-bentuk coping stres yaitu problem-focused coping, emotionfocused coping sekaligus menjadi daftar untuk memeriksa apakah faktor-faktor yang mempengaruhi stres tersebut telah dibahas atau ditanyakan (Poerwandari, 2001). b. Pedoman Observasi Menurut Moleong (2000), pedoman observasi yang digunakan dalam bentuk catatan lapangan. Catatan ini berupa coretan seperlunya yang sangat dipersingkat, berisi kata-kata kunci, frase, pokok-pokok isi

pembicaraan atau pengamatan, mungkin gambar, sketsa, sosiogram, dan lain-lain. Catatan ini berguna hanya sebagai alat perantara yaitu antara apa yang dilihat dan didengar. Menurut Poerwandari (2001), pedoman observasi yang digunakan dalambentuk catatan lapangan. Catatan lapangan yaitu berisi deskripsi tentang hal-hal yang diamati, apapun yang dianggap oleh peneliti penting. Penulisan catatan dapat dilakukan dalam cara yang berbeda-beda, dan catatan lapangan mutlak dibuat secara lengkap dan informatif. Kemudian peneliti melakukan pencatatan secara kontinu dan menuliskan langsung saat melakukan observasi di lapangan. c. Alat Perekam (Tape Recorder) Alat perekam ini digunakan untuk merekam semua pembicaraan. Penggunaan Tape Recorder dalam wawancara dapat digunakan setelah peneliti mendapatkan izin dari subjek untuk mempergunakannya (Sugiyono, 2005). d. Alat Tulis Alat tulis digunakan untuk menulis pada lembar observasi. Penggunaan alat tulis dalam wawancara dapat digunakan pada saat wawancara berlangsung. F. Keabsahan dan Keakuratan Penelitian Yin (1994) mengajukan empat kriteria keabsahan dan keakuratan yang diperlukan dalam suatu penelitian kualitatif, yaitu: 1. Keabsahan Konstruk (Construct Validity) Keabsahan konstruk berkaitan dengan kepastian bahwa yang terukur benar-benar merupakan variabel yang ingin diukur. Keabsahan ini dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang

lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (dalam Patton, 2002) mengemukakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu: a. Triangulasi Data (Data Triangulation) Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawncara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap mempunyai sudut pandang yang berbeda. Termasuk disini adalah wawancara dengan orang-orang terdekat subjek (significant other). b. Triangulasi Pengamat (Investigator Triangulation) Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data. Pemanfaatan pengamatan lainnya membantu mengurangi kemelencengan dalam pengumpulan data. c. Triangulasi Teori (Theory Triangulasi) Yaitu penggunaan teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk digunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut. d. Triangulasi Metode (Methodological Triangulation) Yaitu penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancara dilaksanakan. 2. Keabsahan Internal (Internal Validity) Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada

seberapa jauh kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan sesungguhnya. Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan interpretasi yang tepat. Aktivitas dalam melakukan penelitian kualitatif akan berubah dan tentunya akan mempengaruhi hasil dari penelitian tersebut. Sehingga walaupun telah dilakukan uji keabsahan internal, tetap ada kemungkinan munculnya kesimpulan yang lain yang berbeda. 3. Keabsahan eksternal (Exsternal Validity) Keabsahan yang mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat di generalisaikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian kualitatif memiliki sifat tidak ada kesimpulan akhir yang pasti, penelitian kualitatif tetap dapat dikatakan memiliki keabsahan eksternal terhadap kasus-kasus lain selama kasus tersebut memiliki konteks yang sama. 4. Keajegan (Reliability) Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang penelitian yang sama sekali lagi. Dalam penelitian kualitatif, keajegan mengacu pada kemungkinan peneliti selanjutnya memperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan sekali lagi dengan subjek yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa konsep keajegan penelitian kualitatif selain menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan data. Untuk meningkatkan keajegan diperlukan protokol penelitian yang jelas, seperti pedoman wawancara yang akan membuat pertanyaan yang diajukan akan lebih terarah. Hal penting lainnya adalah pertanyaan yang diajukan pada tiap subjek harus sama, dengan tujuan bila peneliti ini diulang hasil yang keluar akan sama. Walaupun dalam

penelitian ini menggunakan wawancara tak terstruktur ini untuk mendapatkan gambaran yang lebih mendalam tentang subjek terlepas dari subjektivitas peneliti. G. Tehnik Analisis Data Menurut Marshall dan Rossman (dalam Desianty, 1995), dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan. Tahapan-tahapan tersebut adalah: 1. Mengorganisasikan Data Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara mendalam (in-depth interview), yang mana data direkam dengan tape recorder dibantu alat tulis lainnya. Kemudian dibuatkan transkripnya dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara verbatim setelah selesai menemui subjek. Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang, agar penulis mengerti benar data atau hasil yang telah didapat. 2. Pengelompokan Berdasarkan Kategori, Tema Dan Pola Jawaban Dalam tahap ini dibutuhkan pengertian yang mendalam terhadap data perhatian yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang muncul di luar apa yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman dalam melakukan coding. Dengan pedoman ini, peneliti kemudian kembali membaca transkrip wawancara dan melakukan coding, melakukan data relevan dengan pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan penjelasan singkat, kemudian dikelompokkan atau dikategorikan berdasarkan kerangka analisis yang telah dibuat. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan pertama-tama terhadap

masing-masing kasus. Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal-hal yang diungkapkan oleh responden. Data yang telah dikelompokkan tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap pengalaman, permasalahan dan dinamika yang terjadi tiap-tiap subjek. Pada bagian kedua dari analisis, peneliti melakukan analisis antar kasus. Tujuannya untuk menangkap persamaan dan perbedaan antar subjek, menyimpulkan hal-hal umum dan memberi perhatian pada hal-hal khusus yang ditemukan di antara subjek-subjek penelitian dengan mengacu kepada teori dan permasalahan penelitian. 3. Menguji Asumsi atau Permasalahan Yang Ada terhadap Data Setelah kategori dan pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pada tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kembali berasarkan landasan teori sehingga dapat dicocokkan apakah ada kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini tidak memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi-asumsi mengenai hubungan antara konsepkonsep dan faktor-faktor yang ada. 4. Mencari Alternatif Penjelasan Bagi Data Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud penulis masuk ke dalam tahap penjelasan. Berdasarkan pada kesimpulan yang telah didapat dari kaitan tersebut, penulis perlu mencari suatu alternatif penjelasan lain tentang kesimpulan yang telah didapat. Sebab dalam penelitian

kualitatif memang selalu ada alternatif penjelasan yang lain. Dari hasil analisis ada kemungkinan terdapat hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak terpikirkan sebelumnya. Dalam tahap ini akan dijelaskan dengan alternatif lain melalui referensi atau teori-teori lain. Alternatif ini akan sangat berguna pada bagian kesimpulan, diskusi dan saran. 5. Menulis Hasil Penelitian Penulisan analisis data masingmasing subjek yang telah berhasil dikumpulkan, merupakan suatu hal yang membantu penulis untuk memeriksa kembali apakah kesimpulan yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini penulisan yang dipakai adalah presentasi data yang didapat yaitu, penulisan data-data hasil penelitian berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan tiap-tiap subjek. Proses dimulai dari datadata yang telah diperoleh dari tiap dibaca berulang kali sampai penulis mengerti benar permasalahannya lalu dianalisis secara perorangan, sehingga didapatkan gambaran mengenai penghayatan pengalaman masing-masing subjek. Selanjutnya dilakukan interpretasi secara keseluruhan kesimpulan dari hasil penelitian ini.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian diatas dapat dijelaskan beberapa hal yaitu: 1. Gambaran subjek dalam menopause Menurut Yatim (2001) wanita pada usia 40 sampai 50 tahun mengalami masa peralihan dari siklus haid yang rutin setiap bulan ke masa menopause dimana, terjadi perubahaan-perubahaan fisik dan juga kejiwaan pada diri seorang wanita. Pada masa menjelang menopause, estrogen yang dihasilkan

semakin turun sampai masa menopause tiba. Sulit memang untuk menentukan batasan dan mengelompokkan gejala serta tanda-tanda menopause secara medis dengan tepat. Misalnya, mengartikan menopause dengan berhentinya haid, padahal menopause bukan hanya ditandai oleh berhentinya haid, tetapi beberapa tahun sebelumnya sudah ditandai oleh keluhan-keluhan fisik maupun psikis. Pada awal menopause subjek merasakan gelisah, berkeringat dingin serta jantung berdebar-debar. Gejala lain yang dialami subjek setahun sebelum menopause adalah badan pegal-pegal, pusing. Keluhan-keluhan tersebut datang pada saat sehabis melakukan aktivitas yaitu bekerja jika capai tapi jika sedang barada di rumah keluhan tersebut tidak begitu terasa. Biasanya jika keluhan tersebut dating subjek cukup beristirahat sebentar hingga kembali seperti biasa dan dapat melakukan aktivitas seperti biasa. Selain itu dukungan dari orangorang terdekat subjek seperti anak dan suami serta teman-teman dekat menjadikan subjek berfikir positif dalam segala hal. Sebaliknya tidak memandang negatif terhadap hal yang dialami subjek saat masa menopause ini. Karena hal tersebut wajar adanya yang pasti setiap wanita pasti akan mengalaminya yang membedakan adalah bagaimana cara menghadapi semua itu dengan baik sehingga kualitas hidup yang dijalani menjadi tidak terganggu berjalan sebagaimana adanya. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi menopause Menurut Blackburn dan Davidson (1990), faktor-faktor yang mempengaruhi menopause adalah umur sewaktu mendapat haid pertama kali (menarch), kondisi kejiwaan dan pekerjaan, jumlah anak, penggunaan obat-obat Keluarga Berencana (KB), merokok, cuaca dan ketinggian tempat tinggal dari pemukiman laut, sosioekonomi, menopause yang terlalu dini dan menopause yang terlambat.

Subjek mengalami menopause kirakira empat tahun yang lalu. Yaitu sekitar usia 50 tahun saat ini subjek berusia 54 tahun. Subjek mengalami masa menopause di usia 50 tahun adalah normal pada saat itu subjek telah menikah dan subjek bekerja. Subjek mengalami mens pertama pada SMP kelas 1 usia subjek pada saat usia 13 tahun. Pada saat mengalami menopause subjek sudah bekerja dan sudah menikah. Subjek mempunyai anak dua orang. Subjek menggunakan KB langsung setelah melahirkan. Jenis KB yang digunakan subjek adalah IUD atau spiral. Subjek bukan termasuk orang yang perokok. Subjek tinggal di Depok. Di salah satu perumahan di Depok Utara. Udara di Depok tidak menentu jadi subjek mengantisipasinya dengan tetap menjaga kesehatan. Suami subjek bekerja di Bapeda kota Bogor. Semua anak subjek bersekolah hingga perguruan tinggi. Pada saat ini subjek menerima keadaan yang dialami saat ini. Subjek tetap menjalani aktivitas rutin di kantor untuk bekerja. Subjek tetap percaya diri dalam bergaul. Hal itu karena keluarga dan orang-orang di sekitar subjek mendukung semua kegiatan subjek dalam segala hal. Sehingga kualitas hidup subjek menjadi positif pada saat menopause. 3. Gambaran kualitas hidup subjek Secara umum gambaran kualitas hidup dipengaruhi oleh empat aspek dilihat dari seluruh kualitas hidup dan kesehatan secara umum menurut WHOQOL Group (1998), yaitu: 1) Kesehatan Fisik : Penyakit dan Kegelisah, Tidur dan Beristirahat, Energi dan Kelelahan, Mobilitas, Aktivitas Sehari-hari, Ketergantungan pada obat dan bantuan medis, Kapasitas Pekerjaan. 2) Psikologis : Perasaan Positif, Berfikir, Belajar, Mengingat, dan Konsentrasi, Self-Esteem, Penampilan dan Gambaran

Jasmani, Perasaan Negatif, Kepercayaan Individu. 3) Hubungan Sosial : Hubungan Pribadi, Dukungan Sosial, Aktivitas Seksual. 4) Lingkungan : Kebebasan; Keselamatan Fisik dan Keamanan; Lingkungan Rumah; Sumber Keuangan; Kesehatan dan Kepedulian Sosial; Peluang untuk Memperoleh Keterampilan dan Informasi Baru; Keikutsertaan dan Peluang untuk Berekreasi; Aktivitas di Lingkungan; Transportasi. Pada subjek untuk aspek fisik kualitas hidup hidup subjek juga mengalami perubahan misalnya dalam hal kesehatan fisik. Subjek mengalami perubahan dalam masalah dalam kesehatan seperti cepat capai, lelah, pusing, berkeringat. Untuk mengurangi hal tersebut subjek mengkonsumsi vitamin, sayuran, buah-buahan serta istirahat yang cukup. Pada saat menopause subjek juga mengalami kegelisahan yang kurang disadari penyebabnya. Untuk mengatasi itu subjek menenangkan pikiran, serta berolahraga. Subjek mengalami kesulitan tidur. Sehingga waktu tidur subjek menjadi kurang. Tapi subjek mengatur pola tidur supaya bisa tidur 8 jam sehari. Aktivitas yang dilakukan subjek sebelum dan sesudah menopause sama sedangkan energi pada saat ini berkurang karena usia usaha subjek untuk menjaga kestabilan energi yaitu dengan minum vitamin dan istirahat yang cukup disaat mengalami kelelahan. Aktivitas yang subjek saat ini sama tidak berkurang dan subjek mengaku nyaman dengan keadaan tersebut. Aktivitas yang dijalani subjek sehari-hari adalah bekerja sebagai seorang karyawati di sebuah departemen. Subjek tidak tergantung pada obat tertentu dan bantuan medis. Semua tergantung pada jenis penykitnya. Jika dirasa masih ringan subjek cukup meminum obat yang ada dirumah tetapi jika dirasa sulit ditangani sendiri bantuan medis adalah yang paling baik. Subjek

rutin melakukan aktivitas yaitu bekerja. Memasak dan berbelanja adalah aktivitas yang menyenangkan menurut subjek. Aspek psikologis kondisi subjek pada saat menopause ini mengalami perubahan subjek menjadi mudah tersinggung. Tapi saat ini subjek bisa meredam emosinya. Subjek mengalami kesulitan berkonsentrasi saat bekerja. Biasanya subjek menenangkan diri ke kantin atau ngobrol dengan temanteman. Kadang perasaan tidak dihargai muncul akibat terlalu sensitif terhadap suatu hal yang subjek rasakan. Subjek merasa kurang puas dengan penampilan saat menopause karena merasa tidak menarik lagi. Tapi subjek selalu berpikir optimis dengan begitu apa yang dikerjakan akan tampak baik hasilnya. Subjek membayangkan hal-hal buruk sebelum melakukan sesuatu. Jika perasaan itu muncul subjek selalu beristigfar dengan begitu perasaan negatif tidak muncul lagi. Subjek percaya diri untuk bisa menerima diri sendiri walau saat ini subjek telah mengalami menopause. Dalam aspek hubungan sosial subjek mempunyai banyak sahabat dan sering berkumpul di waktu senggang. Dukungan subjek saat menopause ini di dapat subjek dari keluarga dan teman. Mereka mendukung dalam segala hal yang terbaik untuk subjek. Bentuk dukungan yang diberikan berupa dukungan moril. Dalam aktivitas seksual tidak ada yang berubah karena ini hal yang bagi subjek tidak menjadi beban. Jadi subjek jalani saja apa adanya. Begitu juga dengan suami saya menerima keadaan subjek yang sekarang dengan tetap memberikan rasa kasih dan sayang kepada subjek. Hubungan subjek dengan orang-orang sekitar cukup baik. Subjek juga memiliki banyak teman. Subjek sangat senang karena keluarga dan teman-teman subjek mendukung segala hal yang dilakukan subjek selagi itu baik. Pada aspek lingkungan setiap tindakan yang dilakukan subjek tidak mendapat tekananan dari manapun. Karena orang-orang di sekeliling subjek mendukung dan memberi rasa aman.

Subjek berinteraksi dengan lingkungan tempat tinggalnya. Subjek juga perhatian terhadap tetangga yang mengalami musibah. Subjek ikut membantu keuangan dalam rumah tangga karena subjek bekerja. Dalam mengatur pengeluaran subjek lebih mengutamakan kebutuhan primer daripada kebutuhan sekunder. Subjek peduli dengan orang lain. Sebisa mungkin subjek menolong dalam bentuk moril maupun materiil. Keterampilan yang subjek miliki adalah memasak. Subjek suka mencoba resepresep baru. Resep tersebut di dapat subjek dari tv atau dari majalah. Hal tersebut dilakukan subjek untu menjaga kesehatan tubuh saat menopause. Subjek melakukan rekreasi biasanya bersama keluarga. Subjek tidak terlalu aktif dalam kegiatan di lingkungan. Aktivitas yang aktif di jalankan subjek adalah arisan dan pengajian. Mengenai transportasi saat bepergiaan subjek tidak mengalami kesulitan karena jika ada rencana untuk bepergian biasanya subjek memesan terlebih dahulu. subjek bebas melakukan hal apapun yang disenangi. Tidak ada yang menekan subjek untuk melakukan sesuatu. Sehingga subjek merasa aman untuk melakukan suatu tindakan karena semua mendukung subjek. Lingkungan rumah yang nyaman membuat subjek betah tinggal di rumah. Subjek juga suka membantu tetangga atau teman yang membutuhkan. Subjek suka mengikuti aktivitas di rumah seperti pengajian dan arisan. Kesimpulan berdasarkan gambaran dari empat aspek kualitas hidup yang subjek miliki adalah subjek memiliki kualitas hidup yang positif. Subjek tidak merasa murung meratapi keadaan yang telah dialaminya yaitu masa menopause. Subjek juga tetap menjalani hari-hari dengan optimis. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup Kualitas hidup subjek dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Ghozally (2005) antara lain mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan penderitaan orang lain, perasaan kasih dan sayang,

bersikap optimis, mengembangkan sikap empati. Subjek berusaha menutupi kekurangan yang muncul dengan selalu berpikir positif. Subjek dapat beradaptasi dengan kondisi badan yang semakin lemah saat menopause dengan tidak melakukan hal-hal yang berat. Subjek suka membantu masalah orang lain semampunya dengan begitu subjek merasa tetap berharga walaupun saat ini telah mengalami menopause. Pada saat ini subjek mengaku keluarga tetap menyayangi dan menghormati subjek. Subjek optimis dapat mengerjakan pekerjaan kantor dengan baik dengan bertanya jika mengalami kesulitan dan menjaga kesehatan supaya bisa mengerjakan pekerjaan kantor dengan hasil yang baik. Dengan membantu semampunya, subjek berusaha mengembangkan sikap empati Faktor yang mempengaruhi subjek mempunyai kualitas hidup yang positif adalah karena keluarga dan orang-orang terdekat subjek mendukung semua apa yang dilakukan subjek. Dengan begitu subjek merasa percaya diri. Dan subjek juga optimis dapat mengerjakan segala sesuatunya dengan baik karena rasa kasih dan sayang dari semua pihak. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan keseluruhan hasil dan pembahasan dalam penelitian yang diperoleh dalam penelitian studi kasus ini maka dapat disimpulkan, bahwa: 1. Secara umum subjek memiliki kualitas hidup yang positif. Hal ini terlihat dari gambaran fisik subjek yang selalu menjaga kesehatan dengan terus makan sayuran, mengkonsumsi vitamin serta berolahraga. Subjek juga berusaha mengatur pola tidur minimal 8 jam sehari. Subjek berusaha mengurangi pekerjaan berat dan mengerjakan hal-hal ringan. Psikologis subjek berusaha meredam emosi agar tidak mudah marah. Subjek

menenangkan diri ke kantin kantor atau ngobrol dengan teman-teman lalu kembali berkonsentrasi dalam bekerja. Subjek berusaha selalu berpikir positif dalam segala hal. Untuk menghindari perasaan negatif subjek selalu beristigfar. Subjek termasuk orang yang percaya diri. Hubungan sosial subjek baik dengan banyaknya temanteman yang dimiliki oleh subjek. Lingkungan mendukung dan memberi rasa aman kepada subjek. 2. Faktor yang mempengaruhi subjek mempunyai kualitas hidup yang positif adalah karena semua kegiatan yang subjek jalani mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat subjek. Dengan begitu subjek merasa percaya diri. Subjek juga optimis dapat mengerjakan segala sesuatunya dengan baik karena rasa kasih dan sayang dari semua pihak. Hal ini terlihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup subjek dalam hal mengenali diri sendiri yaitu subjek dapat menyelesaikan semua masalah sendiri, adaptasi misalnya subjek suka berkumpul dengan temanteman, merasakan penderitaan orang lain subjek sering bercerita tentang keluh-kesah antar sesama teman, perasaan kasih dan sayang keluarga tetap menyayangi dan menghormati subjek seperti sebelumnya, bersikap optimis dengan tetap melakukan aktivitas yang menyenangkan, mengembangkan sikap empati subjek selalu menolong orang yang mengalami musibah. B. Saran Berikut adalah saran-saran yang dapat diajukan peneliti, antara lain sebagai berikut: 1. Saran untuk subjek

Dalam kesempatan ini penulis ingin memberikan saran kepada subjek supaya dapat tetap terus meningkatkan kualitas hidup yang dijalani selama ini. Caranya mungkin dengan menggali semua potensi yang ada dan yakin bahwa masa menopause tidak akan menghambat semua wanita yang ingin melakukan hal-hal selagi itu positif. 2. Saran untuk significant other Significant other hendaknya supaya terus memberikan perhatian, kasih sayang serta dukungan moril agar subjek dapat terus meningkatkan kualitas hidupnya. 3. Saran untuk wanita-wanita yang akan mengalami atau sudah mengalami menopause Untuk semua wanita yang akan mengalami atau sudah mengalami masa menopause tidak usah merasa berkecil hati karena itu hal yang akan dialami oleh setiap wanita dan juga tidak perlu merasa tidak berguna lagi yakinlah bahwa keluarga dan orang-orang terdekat akan selalu mendukung anda dan tetap memandang positif terhadap kelangsungan hidup anda. 4. Saran untuk peneliti selanjutnya Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian dengan menggali lebih mendalam untuk melihat faktor-faktor lainnya yang lebih menyebabkan kualitas seseorang menjadi positif ataupun negatif yang belum diungkap oleh peneliti dan menambah jumlah subjek penelitian yang mendukung kualitas hidup pada wanita yang memasuki masa menopause.

DAFTAR PUSTAKA Baziad, A. (2002) Seputar masalah menopause, www.klinik_perempuan.com. Blackburn, & Davidson. (1990) Terapi kognitif untuk depresi & kecemasan suatu petunjuk bagi praktisi. Semarang, IKIP Semarang. Coob,

J. (1993) menopause. Medical.

Understanding London: Britis

Desianty. (1995) Dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kebermaknaan hidup pada perempuan. Skripsi. Depok: Universitas Gunadarma. Dimsdale, J. E. (1995) Quality of life in behavioral medicine research. New Jersey: Lawrence Exlbaum Associates Publishers. Drajat, Z. (1994) Menghadapi masa menopause, mendekati usia tua. Jakarta: Bulan Bintang. Drewnowski (1997) On measuring and planning the quality of life. New Jersey: Lawrence Exlbaum Associates Publishers. Ghozally, F. R. (2005) Kecerdasan emosi & kualitas hidup. Jakarta: Edsa Mahkota Ibrahim,

S.A. (1992) Menopause “Apakah anda sudah disana?”. Jakarta: IND-HILLCO.

Ibrahim.

(2005) Psikologi wanita. Bandung: Pustaka Hidayah.

Junaidi. (2003) Tata kehidupan wanita dalam syariat islam. Jakarta: Wahyu Press. Kartono, K. (1992) Psikologi wanita, Jilid 2, mengenal wanita sebagai

ibu & nenek. Mandar Maju.

Bandung:

Kasdu. (2004) Kiat sehat & bahagia di usia menopause. Puspaswara. Jakarta: Gramedia. Kreitler & Ben (2004) Quality of life in children. New York: JohnWiley n Sons. Moleong,

Moleong,

J.L. (1998) Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. J.L. (2000) Metodologi penelitian kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Papalia., Diane, E., Olds., Sally, & Wendkos. (1998) Human development. 2nd ed. USA: Mc Graw-Hill, Inc. Patton, Q.M. (2002) Qualitative research and evaluation metode. 3nd ed. California: Sage Publication, Inc. Poerwandari, K. (1998) Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran & Pendidikan Psikologi (L P S P 3) Universitas Indonesia. Poerwandari, K. (2001) Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran & Pendidikan Psikologi (L P S P 3) Universitas Indonesia. Rahman, I.A. (1995) Perubahan tubuh menjelang menopause & gejala serta tanda-tanda yang menyertainya. Dalam simposium sehari masalah seputar menopause serta penanggulangan bagi wanita yang aktif. Jakarta: Levin, 5

Fak. Kedokteran. Universitas Indonesia. Sarafino,

E. P. (1994) Healthy psychology. 2nded. New York: John Wiley n Sons.

Shaqr. (2006) Wanita-wanita pilihan. Jakarta: Qisthi Press. Sugiyono. (2005) Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfa_Beta. Takesihaeng, J. (2000) Hidup sehat bagi wanita. Jakarta: Gramedia. WHOQOL Group (1998) Development of the world health organization WHOQOL-BREF Quality of Life Assesment. Psychological Medicine Yatim, F. (2001) Haid tidak menopause. Pustaka Populer. Yin, R. (1994) Case study design & method. Sage Publication.

wajar & Jakarta: research London: