JURNAL PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU KEJAHATAN ABORSI (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR)
Disusun oleh:
YAYAN WIDIASTO NPM. 09100066
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA
2016
2
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kejadian dan masalah kehamilan di luar nikah sering sekali terjadi dan didengar. Kejadian ini salah satunya disebabkan oleh gaya hidup seks bebas yang sekarang dianut oleh anak-anak muda atau remaja. Pada awalnya para anak muda tersebut hanya berpacaran biasa, akan tetapi setelah cukup lama berpacaran mereka melakukan hubungan seksual. Ketika hubungan mereka membuahkan janin dalam kandungan, timbul masalah karena mereka belum menikah dan kebanyakan masih harus menyelesaikan sekolah atau kuliahnya. Sering kali para remaja ini memilih jalan pintas untuk menyelesaikan masalahnya dengan tindakan aborsi. Aborsi sendiri mempunyai 2 jenis yaitu aborsi spontan (abortus spontaneus) atau sering dikatakan sebagai peristiwa keguguran janin dan aborsi yang disengaja (abortus provocatus), aborsi yang dilakukan secara sengaja terbagi menjadi 2 lagi antara lain dilakukan secara medis dan dilakukan secara non medis. Perbuatan aborsi yang disengaja (non medis) dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, atau melanggar hukum sehingga kepada pelaku dan orang yang membantu melakukannya dikenai hukuman. Akan tetapi walaupun sebagian besar rakyat Indonesia sudah mengetahui ketentuan tersebut, masih banyak juga perempuan yang melakukan aborsi. Walaupun aborsi dilarang, ternyata perbuatan aborsi semakin marak dilakukan. Di Indonesia sendiri menempati angka 750.000 hingga 1.500.000 kasus yang terjadi, atau dapat dikatakan hampir 50
3
persennya terjadi di Indonesia, dengan jumlah sekitar 2.500 aborsi yang mengakibatkan kematian. 1 Bahkan angka tersebut kurang dari jumlah yang disebutkan dalam penelitian Dr. Azrul yang berkisar sekitar 2,3 juta per tahun. 2 Dengan adanya sanksi maka setiap manusia mengharapkan hukum dapat di tegakkan supaya hukum menjadi konkrit tidak hanya berupa aturan aturan saja. Seperti halnya definisi hukum adalah peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota-anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tertib di dalam masyarakat. 3 B. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini membatasi masalah, supaya masalah yang akan dibahas tidak terlalu luas. Adanya pembatasan masalah ini, maka penulis lebih mudah untuk melakukan penelitian. Penulis membatasi masalah pada Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Kejahatan Aborsi di Pengadilan Negeri Karanganyar. C. Perumusan Masalah Permasalahan penerlitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana proses penerapan sanksi pidana terhadap kejahatan aborsi di Pengadilan Negeri Karanganyar?
1 2 3
Maria Ulfah Anshor, 2009, Fikih Aborsi, Jakarta, Kompas, hal 42 Ibid Wirjono Prodjodikoro 2002, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung, PT Refika Aditama, hal 33
4
2. Apa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan aborsi? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Mengkaji proses penerapan sanksi pidana terhadap tindak pidana aborsi di Pengadilan Negeri Karanganyar b. Mengkaji dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelaku tindak pidana aborsi. 2. Tujuan Subyektif a. Memperoleh data sebagai bahan utama penyusunan skripsi agar dapat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. b. Menambah wawasan pengetahuan tentang hukum baik secara teori maupun praktek khususnya dalam hukum pidana. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam hukum pidana. b. Menambah referensi sebgai bahan penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan informasi atau masukan yang berguna bagi pihak-pihak yang membaca tulisan ini.
5
b. Memberikan masukan mengenai sanksi atas tindak pidana aborsi kepada masyarakat pada umumnya. F. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Strafbaar feit. Strafbaar feit juga diartikan dengan delik, perbuatan yang dapat dihukum atau peristiwa pidana yaitu suatu peritiwa atau perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan undang-undang yang dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. 4 Prof. Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana dengan definisi sebagai berikut: “Perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. 5 Ada beberapa tokoh sarjana hukum yang mendefinisikan mengenai tindak pidana, antara lain sebagai berikut: a. Simons Menurut Simons strafbaar fiet adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan
4
5
R. Soesilo, 1986. Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus. Bogor : Politea, hal 26. Moeljatno, 1983. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara, hal 54.
6
dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. b. Van Hamel Strafbaar feit adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. c. Prof. Wiryono Prodjodikoro,SH. Mengartikan tindak pidana berarti perbuatan yang pelakunya dapat dipidana. 2. Unsur-unsur Tindak Pidana Ada dua unsur tindak pidana yang secara umum yaitu: a. Unsur subyektif tindak pidana b. Unsur obyektif tindak pidana Yang dimaksud unsur subyektif adalah unsur yang melekat pada diri pelaku ditinjau dari segi batinnya, antara lain a. Kesengajaan (dolus) atau kealpaan(culpa) b. Niat atau maksud dengan segala bentuknya c. Ada atau tidaknya perencanaan untuk melakukan perbuatan tersebut d. Adanya perasaan takut, contoh : seperti yang disebut dalam pasal 308 KUHP (takut diketahui telah melahirkan bayi) Sedangkan yang dimaksud dengan unsur obyektif adalah hal yang berhubungan dengan keadaan lahiriah ketika tindak pidana itu dilakukan, dan berada di luar batin si pelaku, unsurnya antara lain:
7
a. Sifat melawan hukum dari perbuatan itu b. Kualitas atau kedudukan si pelaku, contoh : pelaku sebagai ibu, pegawai negeri, atau hakim c. Kausalitas yaitu hubungan sebab akibat yang terdapat di dalamnya. 6 3. Jenis dari Tindak Pidana Tindak pidana dapat dikelompokan menjadi berbagai jenis kelompok, antara lain seperti: a. Kejahatan dan Pelanggaran Kejahatan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan hukum. Pelanggaran merupakan perbuatan yang tidak menaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara. b. Tindak pidana Formil Adalah tindak pidana yang perumusannya dititik beratkan pada perbuatan yang dilarang sebagaimana yang tercantum atau dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan atau KUHP. c. Tindak pidana materiil Adalah tindak pidana yang perumusannya dititk beratkan pada akibat yang dilarang, jadi tindak pidana ini baru selesai apabila akibat yang dilarang itu telah terjadi. d. Tindak pidana commissionis
6
P. Soemitro dan Teguh Prasetyo, 2002, Sari Hukum Pidana, Yogyakarta, Mitra Prasaja Offset, hal.37
8
Tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh undang-undang. e. Tindak pidana ommissionis Tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap perintah yang telah ditetapkan oleh undang-undang. f. Dolus dan Culpa Dolus adalah tindak pidana yang dilakukan denagan sengaja (kesengajaan), sedangkan culpa adalah tindak pidana yang dilakukan akibat kelalaian (kealpaan) g. Delik Aduan Adalah tindak pidana yang penuntutannya hanya dilakukan atas dasar adanya pengaduan dari pihak yang berkepentingan. 4. Macam jenis Pidana Jika terjadi perbuatan tindak pidana pasti akan ada sanksi pidana atau hukuman yang akan diterapkan. Menurut KUHP Buku Kesatu BAB II pasal 10, pidana terdiri dari: a. Pidana Mati Merupakan pidana terberat dari semua jenis pidana. Pidana mati diancamkan secara alternatif, pada umumnya dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selamanya selama dua puluh tahun. b. Pidana Penjara Suatu bentuk pidana yang berupa pembatasan kebebasan atau hilangnya kemerdekaan. Menurut pasal 12 KUHP ada dua macam
9
pidana penjara yaitu seumur hidup dan sementara. Minimum pidana sementara adalah satu hari, maksimum lima belas tahun, atau maksimum boleh dua puluh tahun. c. Pidana kurungan Pidana kurungan sama halnya dengan pidana penjara hanya saja lebih ringan daripada pidana penjara. d. Pidana denda Adalah hukuman berupa kewajiban seseorang untuk mengembalikan keseimbangan hukum atau menebus dengan membayar sejumlah uang. e. Pidana Tambahan 1) Pencabutan hak-hak tertentu -
Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu.
-
Hak memasuki angkatan bersenjata.
-
Hak memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.
-
Hak menjadi penasehat atau pengurus menurut hukum, menjadi hak wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri.
-
Hak menjalankan kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampu atas anak sendiri.
-
Hak menjalankan pecaharian yang tertentu.
2) Perampasan barang-barang tertentu.
10
3) Pengumuman Keputusan hakim. 2. Tindak Pidana Aborsi Aborsi adalah pengguguran kandungan atau janin atau embrio setelah melebihi masa dua bulan kehamilan. 7 Makna aborsi lebih mengarah kepada suatu tindakan yang disengaja untuk mengakhiri kehamilan seorang ibu ketika janin sudah ada tanda-tanda kehidupan dalam rahim Aborsi sendiri terbagi dua yaitu: a. Aborsi spontan (abortus spontaneus) b. Aborsi yang disengaja (abortus provocatus). Aborsi spontan (Abortus spontaneus) sering disebut dengan keguguran atau yang terjadi secara alamiah, baik tanpa sebab tertentu maupun karena sebab tertentu seperti, virus toxoplasma, anemia, demam yang tinggi dan sebagainya maupun karena kecelakaan. Pengguguran yang terjadi sepeerti ini tidak memiliki akibat hukum apapun. Ada beberapa jenis abortus spontaneus dalam ilmu kedokteran antara lain: a. Abortus imminens Yaitu adanya gejala-gejala yang mengancamakan akan terjadi keguguran. Dalam hal demikian kadang-kadang kehamilan masih dapat diselamatkan b. Abortus incipiens
7
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1996, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, Edisi-2,h.2
11
Yaitu terdapat gejala terjadi keguguran namun buah kehamilan masih berada di dalam rahim. Dalam hal demikian kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi. c. Abortus incompletus Apabila sebagian dari buah kehamilan sudah keluar dan sisanya masih berada dalam rahim. Pendarahan yang terjadi cukup banyak namun tidak terlalu fatal, untuk pengobatan perlu dilakuakn pengosongan rahim. d. Abortus completus Pengeluaran keseluruhan buah kehamilan dari rahim. Keadaan demikian biasanya tidak memerlukan pengobatan. Sedangkan aborsi yang sengaja dilakukan (abortus provocatus) adalah aborsi yang terjadi secara sengaja karena sebab-sebab tertentu. Aborsi ini mempunyai konsekuensi hukum yang jenis hukumanya tergantung pada faktor yang melatar belakanginya. Aborsi yang dilakukan secara sengaja juga terbagi menjadi dua, yaitu: a. Abortus Artificial Therapicus Adalah sejenis aborsi yang penggugurannya dilakukan oleh tenaga medis disebabkan faktor adanya indikasi medis. Biasanya aborsi jenis ini dilakukan dengan mengeluarkan janin dari rahim meskipun jauh dari masa kelahirannya. b. Abortus Provocatus Criminalis
12
Adalah pengguguran kandungan tanpa alasan medis yang sah dan dilarang oleh hukum. Abortus jenis ini adalah abortus yang terjadi atas permintaan pihak pasien kepada seorang dokter atau seseorang untuk menggugurkan kandungannya yang dikarenakan beberapa faktor antara lain ekonomi, menjaga kecantikan dan kekhawatiran sosial. 2. Tindak Pidana Aborsi diatur dalam KUHP dan UU Kesehatan No.23 Tahun 1992 Larangan dan ancaman hukuman pidana bagi pelaku aborsi di Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 346-349 serta Undang-Undang tentang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, diuraikan sebagai berikut: a. Pasal 346. “Seorang wanita yang sengaja mengugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun” b. Pasal 347. (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun,. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. c. Pasal 348. (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan serang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
13
d. Pasal 349. “Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan Pasal 348, maka pidana yang akan ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan” Selain itu ditegaskan juga dalam Undang-undang Tentang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 15 Ayat 1, 2, 3, dan Pasal 80 ayat 1, dimana pasal tersebut mengatur pembenaran dan larangan dilakukannya tindakan aborsi dengan alasan medis , yang dirumuskan : a. Pasal 15 Ayat (1) : Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Ayat (2) :Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan: a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut. b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli. c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarga. d. Pada sarana kesehatan tertentu Ayat(3) : Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah. b. Pasal 80 Ayat(1) : Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
14
3. Dasar Putusan dan Pertimbangan Hakim Kita mengenal asas tiada pidana tanpa kesalahan. Jadi pidana hanya dapat dijatuhkan apabila ada kesalahan terdakwa yang dibuktikan di sidang pengadilan. Kesalahan terdakwa tentunya tertuang dalam surat dakwaan penuntutan umum. Hal ini sesuai dengan pasal 193 ayat 1 KUHAP. Maka terdakwa bukan begitu saja dapat dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. Tetapi harus didukung oleh beberapa bukti. Minimal dua alat bukti, adapun alat bukti yang dimaksud dalam KUHAP antara lain : 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat 4. Petunjuk 5. Keterangan terdakwa Dalam menjatuhkan sanksi pidana hakim secara tradisional dianut teori-teori pemidanaan yang pada umumnya dapat dibagi dua teori yaitu: 1. Teori Absolut (teori pembalasan) Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan kejahatan atau tindak pidana. Dengan demikian pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu balasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Dasar pembenaran dari pidana yang dijatuhkan adalah pada tindak kejahatan itu. 2. Teori Relatif (teori tujuan)
15
Menurut teori ini pemberian pidana bukan untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu teori ini juga disebut teori perlindungan masyarakat. Jika hakim menjatuhkan pidana dalam rangka menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum bagi seseorang, Jadi putusan hakim bukan hanya balas dendam, rutinitas pekerjaan ataupun bersifat formalitas. Hakim dalam menjatuhkan pidana tidak hanya berdasarakan sudut pandang subyektif, tetapi sudut pandang obyektif. Bahkan ada faktor yang dikemukakan dalam penjatuhan pidana yaitu hal yang memberatkan dan hal yang meringankan. Maka Hakim harus dapat mempertimbangkan beberapa faktor tersebut antara lain: a. Umur terdakwa. b. Jenis kelamin. c. Akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan terdakwa. d. Keseriusan delik bersangkutan. e. Nilai-nilai khusus daerah setempat. f. Dan tentu juga tingkat dampaknya terhadap filsafat negara yaitu Pancasila. Dalam RUU KUHP Tahun 2010 8, yang telah direncanakan diatur pedoman pemidanaan yang menyatakan bahwa dalam pemidanaan Hakim mempertimbangkan:
8
Departemen Hukum dan Hzm. 2010. Jakarta
16
a. Kesalahan pembuat tindak pidana. b. Motif dan tujuan dilakukannya tindak pidana. c. Cara melakukan tindak pidana. d. Sikap batin pembuat. e. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat. f. Sikap dan tindakan pembuat setelah melakukan tindak pidana. g. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat. h. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukannya
17
G.Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian i. peradilan yang cepat, sederhana, biaya ringan berdasarkan KUHAP. Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Karanganyar. Penulis memilih tempat penelitian di Pengadilan Negeri Karanganyar karena disana terdapat kasus aborsi yang dapat dijadikan bahan penyusunan penelitian ini. 2.Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah yuridis normatif yaitu pendekatan yang diteliti adalah bahan pustaka atau data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier. 9 Dikatakan penelitian yuridis karena hendak mengetahui dasar hukum dari kejahatan aborsi, sedangkan dikatakan secara normatif karena penelitian ini dilakukan dan ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis dan yang berlaku, maka penulis ingin mengetahui penerapan sanksi pidana kejahatan aborsi di Pengadilan Negeri Karanganyar. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menggambarkan tentang keadaan dan gejala-gejala lainnya dengan cara mengumpulkan data, menyusunnya, mengklasifikasikan, menganalisa dan menginterprestasikannya. 10. Artinya penelitian yang memberikan gambaran
9 10
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hal.10 Ibid
18
selengkapnya mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan aborsi di Pengadilan Negeri Karanganyar. 3.
Sumber Data a.Sumber data primer Data yang diperoleh melalui sejumlah keterangan yang dihimpun dari pejabat ataupun responden, dimana penulis memelih hakim untuk hal ini di Pengadilan Negeri Karanganyar. b.Sumber data sekunder Merupakan data yang diperoleh dengan mempelajari literatur, bahanbahan materi perkuliahan dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas oleh penulis dalam menyusun penulisan skripsi ini, meliputi sebagai berikut: a. Bahan hukum primer, yaitu: a) Kitab Undang-Undang Hukun Pidana (KUHP) b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) c) Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan d) Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Karanganyar b. Bahan hukum sekunder a) Buku literatur b) Materi perkuliahan c. Bahan hukum tersier a) Kamus hukum b) Ensiklopedia
19
c) Internet 6.Alat Pengumpul Data Metode pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut: a. Penelitian Lapangan Dalam hal ini dilakukan wawancara dengan pihak yang berkaitan dengan penulisan ini yaitu hakim Pengadilan Negeri Karanganyar untuk memperoleh keterangan yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini. b. Penelitian Kepustakaan Guna memperoleh data dalam hal ini dengan membaca dan mempelajari buku-buku kepustakaan yang ada kaitan atau berhubungan dengan meteri penelitian agar dapat menunjang tujuan penulisan skripsi. 4. Metode Analisa Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata. 11 Kemudian
penulis
mengumpulkan,
mengklarifikasikan,
dan
menghubungkan data tersebut dengan teori yang berhubungan dengan masalah yang diteliti untuk ditarik kesimpulan guna menentukan hasil mengenai penerapan sanksi pidana dalam kasus kejahatan aborsi.
11
Ibid, hal.12
20
H. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Kejahatan Aborsi di PN Karanganyar Penerapan sanksi pidana terhadap kejahatan aborsi di Pengadilan Negeri Karanganyar dimulai dari pelimpahan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh pihak Penyidik kepada Penuntut Umum untuk diteliti kelengkapannya sebagai dasar membuat Surat Dakwaan. Dalam Kasus ini yaitu Aborsi, Jaksa Penuntut Umum membuat Surat dakwaan serta tuntutan berdasarkan Undang-Undang Nomer 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Majelis Hakim menjatuhkan pidana lebih ringan dari ketentuan Undang-Undang serta tuntutan Jaksa. a.
Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : “Dengan sengaja melakukan tindakan medis terhadap ibu hamil yang dilakukan tidak dalam keadaan darurat maupun bukan oleh tenaga ahli dan mempunyai kawenagan untuk itu;
b.
Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun;
21
c.
Menjatuhkan pula terhadap terdakwa tersebut dengan pidana denda sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan;
d.
Menyatakan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa tersebut dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
e.
Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan;
f.
Memerintahkan barang bukti berupa 2 (dua) bauh jarum suntik, 5 (lima) butir tablet Cytotec dan 4 (empat) ampul kosong obat Oxitocsin dirampas untuk dimusnahkan;
g.
Menetapkan supaya terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).
2. Pertimbangan Hakim Sebelum menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa, terlebih dahulu akan dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut : Hal-hal yang memberatkan : -
Perbuatan terdakwa mengakibatkan matinya janin dalam kandungan dan membahayakan jiwa ibu yang mengandung janin tersebut.
Hal-hal yang meringankan : -
Terdakwa bersikap sopan dan berterus terang sehingga memperlancar jalannya sidang;
-
Terdakwa
menyesali
mengulanginya lagi;
perbuatannya
dan
berjanji
tidak
akan
22
-
Terdakwa belum menikmati hasil kejahatannya. Menimbang, bahwa maksud dan tujuan pemidanaan bukanlah
sebagai sarana untuk balas dendam atas perbuatan terdakwa tetapi sebagai sarana mendidik dan menyadarkan pada diri terdakwa atas apa yang telah dilakukan serta akan segala pertimbangan diatas, maka Majelis hakim berpendapat pidana-pidana yang dujatuhkan terhadap diri terdakwa telah cukup tepat, adil dan setimpal dengan kesalahannya. Putusan yang dijatuhkan kepada Terdakwa dalam kasus aborsi pun pada dasarnya termasuk di dalam teori pemidanaan gabungan, yaitu gabungan dari teori pemidanaan relatif dan absolut. Karena tujuan pemidanaan bukanlah untuk membalas saja, tetapi untuk mempertahankan tertib hukum. Tujuan pemidanaan tersebut dapat sebagai pencegahan terhadap tindak pidana aborsi khususnya bagi masyarakat. Dan untuk kasus ini, pidana yang dijatuhkan masih terlalu ringan, mengingat bahwa tindakan aborsi dalam KUHP adalah termasuk dalam kejahatan terhadap nyawa yang ancaman hukumannya paling lama adalah 4 (empat) tahun penjara dan dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan khususnya dalam pasal 80 ayat (1) yang mengancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimal Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Karena dasar dari pertimbangan hakim dapat memberikan suatu keadilan kepada terdakwa, keluarga korban dan juga aparat penegak hukum lain, karena dalam pengambilan keputusan hukum juga didasarkan pada
23
tuntutan jaksa, alat bukti serta hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. I. PENUTUP 1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dari penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Proses penerapan sanksi pidana terhadap kejahatan aborsi Pengadilan Negeri Karanganyar adalah Jaksa Penuntut Umum membuat Surat dakwaan serta tuntutan berdasarkan Undang-Undang Nomer 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Tetapi dalam kenyataannya
Hakim
menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan pidana denda Rp 500.000,- atau dapat diganti dengan kurungan 2 (dua) bulan. 2. Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana aborsi diantaranya adalah bukti-bukti yang diajukan, keterangan saksi, keterangan Terdakwa, dan surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Putusan yang dijatuhkan kepada Terdakwa dalam kasus aborsi pun pada dasarnya termasuk ke dalam teori pemidanaan gabungan, yaitu gabungan dari teori pemidanaan relatif dan absolute, karena tujuan pemidanaan bukanlah untuk membalas saja, tetapi untuk mempertahankan tertib hukum. Didalam kasus aborsi, pidana yang dijatuhkan masih terlalu ringan, mengingat bahwa aborsi
78
24
dalam KUHP adalah termasuk dalam kejahatan terhadap nyawa yang ancaman hukumannya paling lama adalah 4 (empat) tahun penjara dan aborsi dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan khususnya dalam pasal 80 ayat (1) yang mengancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimal Rp.500.000.000,2. Saran – Saran a. Perlunya peran aktif orang tua untuk memantau perkembangan anakanaknya yang sudah menginjak remaja, karena terkadang tanpa pengawasan dari orang tua, dapat saja si anak terjerumus dalam pergaulan bebas dan kemudian terjadi kehamilan di luar nikah. Untuk itu penanaman nilai-nilai agama dan adat ketimuran dalam keluarga harus ditingkatkan, karena ada kecenderungan saat ini nilai-nilai agama dan adat mulai terkikis oleh dampak globalisasi terutama melalui teknologi informasi. b.
Aparat penegak hukum agar dapat bekerja sama dengan instansi terkait untuk memberikan ceramah mengenai dampak dari tindakan aborsi baik dilihat dari sisi agama, moral, maupun dari sisi hukum sehingga dimasa yang akan datang dapat dicegah sedini mungkin terhadap kemungkinan terjadinya tindak pidana aborsi. Hendaknya sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap orang yang turut serta membantu dalam tindak pidana aborsi dapat lebih diperberat lagi sehingga menimbulkan efek jera terhadap pelaku dengan tidak melupakan dasar pertimbangan yang
25
tepat sehingga putusan yang ditetapkan dapat memenuhi rasa keadilan dan kemanusiaan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin dan H. Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Bambang Waluyo. 1991. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada Andi Hamzah.1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: PT Pradnya Paramita Lilik Mulyadi. 2007. Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana. Bandung: PT Citra Aditya Bakti Maria Ulfah Anshor. 2006. Fikih Aborsi. Jakarta : Kompas M. Yahya Harahap, 2001, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Edisi Kedua, Jakarta, Sinar Grafika Moeljatno. 1982. Azas-azas Hukum Pidana. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada P. Soemitro dan Teguh Prasetyo. 2002. Sari Hukum Pidana. Yogyakarta: Mitra Prasaja Offset Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia (UI Press)
Wirjono Prodjodikoro. 1986. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung: PT. Eresco
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP)
27
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan http://www.djpp.depkumham.go.id/files/ruu/2010/ruu kuhp buku1.pdf