JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 7 NO. 2, AGUSTUS

Download JURNAL PSIKOLOGI. VOLUME 7 ... RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA. 563 ..... Keadaan emosi yang tidak stabil akan...

0 downloads 509 Views 221KB Size
JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 7 No. 2, AGUSTUS 2012: 562 – 584 RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA Lidya Sayidatun Nisya’1 Universitas PGRI Nusantara Kediri Diah Sofiah2 Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Abstract This research aims to find out the relationship of religiosity and emotional intelligence with juvenile delinquency. Subject of research is the students who sit in class VIII SMP Negeri 1 Kediri. The population was 997 people research but researchers only took a sample of 99 people. Research data collected by using the tools in the form of three scale corresponds to the number of variables is to study the scale of religiosity, emotional intelligence scale and the scale of juvenile delinquency. Of 99 pieces of the scale has been dispensed so as much as 86 pieces of the back. After checking the feasibility of such a scale, then the test is done by using correlation program SPSS version 16. The results showed that there is no relationship between religiosity and juvenile delinquency. Similarly, there is no relationship between emotional intelligence dan juvenile delinquency. Keywords: religiosity, emotional intelligence, juvenile delinquency

Saat ini kenakalan remaja menunjukkan

membolos sekolah, merokok, minum-minuman

trend yang amat memprihatinkan. Kenakalan

keras, atau menggoda lawan jenisnya, tetapi

remaja bukan hanya terjadi di kota-kota besar

tak jarang mereka terlibat dalam aksi tawuran

saja tetapi sudah merambah sampai di kota-kota

layaknya preman, penjambretan, pemerasan,

kecil dan daerah pedesaan. Kenakalan remaja

pencurian,

yang

diberitakan

penganiayaan,

media

massa

perkelahian secara perorangan atau kelompok,

meresahkan

dan

mabuk-mabukan, penyalahgunaan obat-obatan

membahayakan masyarakat. Beberapa contoh,

seperti narkoba, terjerumus dalam kehidupan

ulah

seksual pra-nikah, dan berbagai bentuk perilaku

dianggap

berbagai

perampokan,

makin

remaja

belakangan

ini

makin

mencemaskan masyarakat. Mereka tidak lagi sekadar terlibat dalam aktivitas nakal seperti

menyimpang lainnya. Sampai tahun 2011 ini kenakalan remaja terus mengalami peningkatan, hal ini dapat

1

Korespondensi mengenai artikel ini dapat dilakukan dengan menghubungi: [email protected] 2 Korespondensi mengenai artikel ini dapat dilakukan dengan menghubungi: [email protected]

JURNAL PSIKOLOGI

diketahui dengan melakukan pengamatan pada perilaku remaja di sekitar lingkungan kita, atau melalui media massa. Hampir tiap hari media

562

RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA cetak maupun elektronik memberitakan tentang

tak acuh dengan perkembangan anaknya, orang

perilaku

di

tua yang meninggalkan anak di rumah dan

Surabaya ada sebuah SMA dilaporkan telah

hidup dengan kakek nenek mereka atau asuhan

mengeluarkan

tertangkap

keluarga lainnya. Selain itu, berkembangnya

basah menyimpan dan menikmati obat dari

teknologi komunikasi dan internet membuat

jenis

kos-kosan,

lonjakan kenakalan remaja. Bentuk kenakalan

ditemukan kasus beberapa ABG (anak baru

remaja yang banyak timbul adalah membolos

gede = remaja) menggelar pesta narkoba hingga

sekolah karena alasan bermain playstation atau

ada salah satu korban tewas karena over dosis.

ngenet. Ada pula alasan membolos sekolah

Selain itu berbagai aksi kejahatan yang

karena malas berangkat ke sekolah, ingin

sebagian melibatkan anak usia remaja, seperti

tiduran-tidur di rumah. Anehnya, semua itu

perampasan dan perampokan yang dilakukan

mereka lakukan tanpa sepengatahuan orang tua.

oleh

dan

Setiap hari mereka berangkat sekolah dengan

penggunaan obat-obat terlarang (seperti pil

mendapatkan uang saku yang rutin mereka

megadon dan ecstasy) dan pergaulan bebas lain

dapatkan, tetapi mereka tidak pernah sampai di

yang semuanya menjurus pada perilaku remaja

sekolah.

kenakalan

remaja.

siswanya

narkoba.

kelompok

Di

Misalnya

karena

sejumlah

ABG,

transaksi

yang menyimpang dari norma-norma agama

Sebenarnya di rumah, mereka ingin sekali mendapatkan perhatian dari orang tua, tetapi

dan sosial. Fenomena kenakalan remaja di kota-kota

semua itu hanya dalam impian saja, sehingga

besar ini searah dengan pernyataan Kartini

mereka mencari perhatian di luar rumah, tak

Kartono dalam bukunya Patologi Sosial 2

peduli apakah yang mereka lakukan itu

bahwa di kota-kota industri dan kota besar yang

membawa resiko buruk pada mereka yang

cepat berkembang secara fisik, terjadi kasus

penting

kejahatan yang jauh lebih banyak daripada

kelompoknya. Muncullah geng-geng remaja

dalam masyarakat primitif atau di pedesaan.

yang sering memicu perkelahian atau tawuran

Uraian di atas tampaknya selaras dengan yang terjadi di wilayah Kota Kediri, khususnya

mereka

bisa

diakui

dalam

antar remaja atau antar sekolah karena masalah sepele.

di lingkungan SMP Negeri 7. Data lima tahun

Banyak remaja yang tergiur oleh rayuan

terakhir menunjukkan kenakalan remaja terus

yang tidak bertanggungjawab, asal mereka

meningkat.

timbulnya

merasa senang dan puas tidak ada masalah,

kenakalan remaja ini diawali dari faktor

walau semua itu akan merugikan masa depan

lingkungan keluarga, misalnya orang tua yang

mereka. Beberapa jenis kenakalan remaja yang

sibuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga,

sering timbul di sekolah antara lain: membolos

orang tua yang bercerai, orang tua yang acuh

(karena malas sekolah, takut dengan tugas

563

Rata-rata

penyebab

JURNAL PSIKOLOGI

NISYA’ & SOFIAH playstation

atau

internet,

ingin

sekolah yang belum mereka kerjakan, takut

bermain

dengan guru, takut dengan teman, ingin

mencoba apa yang baru mereka ketahui seperti

melihat

gambar

atau

film

porno),

gambar/film porno yang akhirnya mereka ingin

merokok, minum-minuman keras, narkoba,

mempraktekkannya,

perkelahian

pencurian, dan sebagainya.

memalak/

atau

tawuran

menarget

antar

teman,

teman,

pelecehan

seksual,

mengoleksi

Tabel 1 Jenis Pelanggaran/Kenakalan Remaja Tahun 2006 - 2010 Tahun [Dalam prosentase] 2006 2007 2008 2009 2010 1 Membolos 6 7 8 9 11 2 Merokok, minum alkohol, narkoba 5 6 7 7 9 3 Tawuran antar teman 1 1 2 2 2 4 Memalak/menarget teman 5 4 2 2 1 5 Melihat, mengoleksi gambar/film porno 2 2 3 4 5 6 Pergaulan bebas 0 0 1 1 2 7 Pelecehan seksual 0 1 1 2 2 8 Mencuri 1 2 2 3 3 Jumlah 20 23 26 30 35 Sumber: Bagian Bimbingan Konseling (BK) SMP Negeri 7 Kota Kediri

No.

Jenis Pelanggaran

Semua bentuk kenakalan remaja seperti

dugaan hubungan antara religiusitas dengan

disebutkan di atas diduga disebabkan oleh

kenakalan remaja, jika tingkat religiusitasnya

faktor-faktor sebagai berikut :

tinggi maka tingkat kenakalan remaja semakin

1. Kurangnya perhatian dan pengawasan dari

rendah. Tetapi tidak menutup kemungkinan

orang tua.

meskipun ada sebagian dari mereka yang

2. Kurangnya bekal ilmu religiusitasnya.

memiliki religiusitas tinggi tetapi mereka tetap

3. Rendahnya kecerdasan emosional mereka.

terbawa arus trend kenakalan remaja, dan

4. Orang tua yang bercerai.

diduga pula ada hubungan antara kecerdasan

5. Orang tua yang pergi keluar negeri, menjadi

emosional dengan kenakalan remaja. Jika

TKI untuk memenuhi kebutuhan ekonomi

kecerdasan emosionalnya tinggi maka akan

keluarga, sehingga anak di rumah hidup

berkurang tingkat kenakalan remaja. Sehingga

bersama kakek nenek atau saudara lainnya.

mereka tidak terjerumus dalam kenakalan

6. Kondisi ekonomi keluarga yang masuk ke-

mereka yang mempunyai kecerdasan emosional

lompok pra-sejahtera, dan sebaginya. Indikasi disebabkan

kenakalan banyak

remaja

faktor,

remaja. Tetapi tidak menutup kemungkinan

diduga

diantaranya

yang baik juga akan terpengaruh dengan trend kenakalan remaja.

berkaitan dengan religiusitas mereka. Ada JURNAL PSIKOLOGI

564

RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA Dari uraian di atas, maka penelitian ini dapat

Remaja memiliki proses perkembangan

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

yang

a. Apakah ada hubungan yang signifikan anta-

menimbulkan permasalahan, baik pada remaja

ra religiusitas dengan kenakalan remaja?

itu sendiri maupun lingkungannya. Hal ini

b. Apakah ada hubungan yang signifikan anta-

didukung oleh Tambun (dikutip Hartanti, 2002)

ra kecerdasan emosional dengan kenakalan

bahwa remaja adalah masa perkembangan yang

remaja?

penuh dinamika, warna dan gejolak.

sangat

kompleks,

sehingga

sering

c. Apakah ada hubungan yang signifikan anta-

Hal senada diutarakan Monks (1992)

ra religiusitas dan kecerdasan emosional

bahwa masa remaja merupakan salah satu tahap

dengan kenakalan remaja?

dalam perkembangan manusia, seperti dalam masa perkembangan yang lainnya, masa ini

Kenakalan Remaja Istilah Adolescence berasal dari kata

mempunyai ciri-ciri khusus seperti susah diatur,

adolescere yang berarti remaja atau tumbuh

mudah

menjadi dewasa (Hurlock, 1996). Remaja

sebagainya.

terangsang

perasaannya,

dan

adalah individu yang sedang mengalami masa

Masa remaja merupakan masa yang

pertumbuhan atau peralihan dari masa kanak-

penuh konflik. Hal ini sering menimbulkan

kanak menuju ke masa dewasa, yang pada masa

keresahan dan kontradiksi pada diri remaja.

tersebut terjadi perkembangan-perkembangan,

Menurut Salzman (dalam Yusuf, 2005), remaja

baik fisik, psikologis, dan sosial. Hal senada

merupakan

dikemukakan Atkinson (1991) bahwa masa

tergantung (dependence) terhadap orangtua ke

remaja adalah masa transisi atau masa peralihan

arah kemandirian (independence), minat-minat

dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

seksual,

Piaget

(dikutip

Hurlock,

1992)

masa

perenungan

perkembangan

diri,

dan

sikap

perhatian

terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.

mengatakan secara psikologis masa remaja

Masa remaja menunjukkan dengan jelas

adalah usia saat individu berintegrasi dengan

sifat-sifat masa transisi atau peralihan, karena

masyarakat dewasa, usia dimana anak-anak

remaja belum memperoleh status orang dewasa

tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang

tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak.

yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkat

Masa remaja secara global berlangsung pada

yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah

usia 12 sampai 21 tahun, dengan pembagian 12

hak. Mereka tidak dapat dan tidak mau

sampai 15 tahun adalah masa remaja awal, 15

diperlakukan

sampai

sebagai

kanak-kanak

karena

18

tahun

adalah

masa

remaja

mereka sekarang hidup dengan orang dewasa,

pertengahan, dan 18 sampai 21 tahun adalah

dimana

masa remaja akhir (Monks dkk, 2004). Masa

dalam

masyarakat

orang

dewasa

menuntut penyesuaian dengan orang dewasa. 565

remaja awal (early adolescence) terjadi kiraJURNAL PSIKOLOGI

NISYA’ & SOFIAH kira sama dengan sekolah menengah pertama,

sampai 18 tahun, karena adanya kebingungan

biasanya pada masa ini terfokus kebanyakan

identitas pada periode tersebut.

remaja

Kenakalan remaja (juvenile delinquency)

mulai

adalah perilaku negatif atau kenakalan anak-

merujuk untuk mengembangkan minat, senang

anak muda, merupakan gejala sakit (patologis)

mempunyai banyak teman, pencapaian karir,

secara sosial pada anak-anak dan remaja yang

pacaran dan eksplorasi identitas seringkali lebih

disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial,

nyata pada remaja pertengahan dibandingkan

sehingga

remaja

kerapkali

perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan

mengalami kebingungan-kebingungan (identity

remaja mengacu pada suatu rentang yang luas,

pada

perubahan

pertengahan

pubertas.

adolescence)

(middle

awal,

Masa

akibatnya remaja remaja

akhir

mengembangkan

bentuk

(late

dari tingkah laku yang tidak dapat diterima

adolescence) ditandai dengan identitas yang

sosial sampai pelanggaran status hingga tindak

terbentuk pada masa remaja pertengahan, mulai

kriminal (Kartono, 2003).

confusion).

Masa

mereka

melakukan koping sebagai seorang dewasa,

Semua tindakan perusakan yang tertuju

mampu berpikir abstrak dan mampu membuat

ke luar tubuh atau ke dalam tubuh remaja dapat

keputusan dalam kehidupannya.

digolongkan

sebagai

kenakalan

remaja

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan

(Gunarsa, 2004). Kenakalan remaja merujuk

bahwa remaja adalah individu yang menjalani

pada tindakan pelanggaran suatu hukum atau

masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

peraturan oleh seorang remaja. Pelanggaran

dewasa, yang berlangsung pada umur 12

hukum

sampai 21 tahun, dengan pembagian 12 sampai

pelanggaran berat seperti membunuh atau

15 tahun adalah masa remaja awal, 15 sampai

pelanggaran seperti membolos, menyontek.

atau

peraturan

bisa

termasuk

18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan

Pembatasan mengenai apa yang termasuk

18 sampai 21 tahun adalah masa remaja akhir.

sebagai kenakalan remaja dapat dilihat dari

Masa remaja awal terfokus pada perubahan

tindakan yang diambilnya, tindakan yang tidak

pubertas,

pertengahan

dapat diterima oleh lingkungan sosial, tindakan

mengeksplorasi identitas secara mendalam

pelanggaran ringan/status offenses dan tindakan

seringkali

pelanggaran berat/ index offenses (Santrock ,

masa terjadi

remaja

kebingungan

identitas

(identity confusion) dan masa remaja akhir menikmati identitas yang terbentuk pada masa remaja

pertengahan.

Fenomena

perilaku

2003). Mussen kenakalan

dkk

(1994),

mendefinisikan

remaja

sebagai

perilaku

yang

menyimpang remaja seringkali terjadi pada

melanggar hukum atau kejahatan yang pada

masa remaja pertengahan dalam rentang usia 15

umumnya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun. Jika perbuatan ini

JURNAL PSIKOLOGI

566

RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA dilakukan oleh orang dewasa maka akan

berada di luar dirinya disebut Realitas Mutlak,

mendapat sanksi hukum. Hurlock (1973) juga

Tuhan. Religiusitas (Religiosity) adalah kata

menyatakan kenakalan remaja adalah tindakan

sifat dari kata Religion (Bahasa Inggris) atau

pelanggaran hukum yang dilakukan

oleh

religie (Bahasa Belanda). Religiusitas dalam

dapat

Kamus Latin Indonesia diterjemahkan dengan :

remaja,

dimana

tindakan

tersebut

membuat individu yang melakukannya masuk

agama, jiwa keagamaan, kesalehan. Pada dasarnya agama merupakan suatu

penjara. Mulyadi, dkk (2006) mendefinisikan

sistem yang terdiri dari berbagai aspek.

kenakalan remaja sebagai keinginan untuk

Menurut Hurlock agama terdiri dari dua unsur :

mencoba segala sesuatu yang kadang-kadang

keyakinan

menimbulkan

yang

pelaksanaan ajaran-ajaran. Dalam kajiannya,

dan

agama bagi Durkheim sebagaimana dikutip

(2002)

oleh Jalaluddin Rahmat (1989) dapat dibedakan

mengungkapkan kenakalan remaja sebagai

dalam dua hal : belief dan pracyice. Lebih jauh

tingkah laku yang menyimpang dari norma-

Jalaluddin Rahmat menerangkan bahwa aspek

norma

(1990)

pertama lebih menekankan pada ajaran dalam

menyebutkan kenakalan remaja adalah suatu

bentuk teks, baik yang tertulis yang menjadi

tindakan anak muda yang dapat menggangu

sumber rujukan bagi pemeluk agama. Aspek

dan merusak, baik terhadap diri sendiri maupun

kedua, merupakan keberagamaan (religiosity),

orang lain. Santrock (1995) menambahkan

yaitu : perilaku yang bersumber baik secara

bahwa kenakalan remaja sebagai kumpulan dari

langsung meupun tidak langsung kepada nash

berbagai perilaku yang tidak dapat diterima

agama.

kesalahan-kesalahan

menyebabkan orangtua.

kekesalan

Sedangkan

hukum

pidana.

lingkungan Sarwono

Fuhrmann

terhadap

Menurut

secara sosial sampai tindakan kriminal.

ajaran

Amin

agama,

Abdulah

dan

(1994),

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan

religiusitas (religiosity) atau keberagamaan

kenakalan remaja adalah perilaku remaja yang

manusia pada umumnya bersifat universal,

melakukan tindakan merusak dan menggangu,

infinite

baik terhadap diri sendiri maupun orang lain

transhistoris (melewati batas pagar historisitas-

hingga tingkah laku yang menyimpang dari

kesejarahan manusia). Namun religiusitas yang

norma-norma hukum pidana.

demikian mendalam abstrak, pada hakekatnya

Religiusitas

tidak dapat dipahami dan tidak dapat dinikmati

Manusia

tidak

bersekat),

oleh manusia tanpa sepenuhnya terlihat dalam

berhubungan

bentuk ungkapan religiusitas yang konkret,

dengan suatu kekuatan yang ada di luar dirinya.

terbatas, terikat, historis, terkurung oleh ruang

Dalam kajian agama sesuatu kekuatan yang

dan waktu secara subyektif. Oleh karena itu

567

dorongan

makhluk

terbatas,

yang

mempunyai

adalah

(tidak

untuk

JURNAL PSIKOLOGI

NISYA’ & SOFIAH penelitian-penelitian mengungkap

empirik

fenomena

untuk

keberagamaan

seseorang atau sekelompok masyarakat dengan

oleh ajaran agama di dalam kehidupan sosial. Dimensi-dimensi

keberagamaan

pendekatan antropologis (psikologi, sosiologi,

sebagaimana dikemukakan Stark dan Glock

sejarah) menjadi perlu adanya.

tersebut, oleh Neil C. Warren (dalam Amin

Religiusitas (keberagamaan) seseorang,

Abdullah, ) juga menyatakan sebagi kategori

menurut Stark dan Glock (dalam Amin

yang cukup rinci dan menyeluruh. Karenanya

Abdullah, 1994) terdiri dari lima dimensi, yaitu

dapat untuk menerangkan ciri-ciri dan kualitas

:

keagamaan

a. Religious Belief (The ideological dimen-

beberapa pribadi secara lebih nyata.

sion), yaitu tingkat sejauh mana seseorang

tanpa

Pendapat

harus

Stark

ada

penyamaan

dan Glock

tersebut

menerima hal-hal yang dogmatic dalam

dikuatkan oleh Jalaluddin Rahmat. Dengan

agamanya. Misalnya kepercayaan adanya

istilah yang agak berbeda, menurut Rahmat,

tuhan, malaikat, surga, neraka, dan se-

keberagamaan seseorang terdiri dari lima

bagainya.

aspek, yaitu :

b. Religious Practise (The ritualistic dimen-

a. Aspek ideolois adalah seperangkat ke-

sion), yaitu tingkat sejauh mana seseorang

percayaan (belief) yang memberikan premis

melakukan kewajiban-kewajiban ritual da-

aksistensial.

lam agamanya.

b. Aspek ritualistik adalah aspek pelaksanaan

c. Religious Feeling (The experiental dimension), yaitu perasaan-perasaan atau pen-

ritual/ibadah suatu agama. c. Aspek eksperiensial adalah bersifat afektif :

yang

keterlibatan emosional dan sentimental pada

pernah dialami dan dirasakan oleh seseoran.

pelaksanaan ajaran agama, yang membawa

Misalnya merasa dekat dengan Tuhan, mera-

pada religious feeling.

galaman-pengalaman

sa

takut

berbuat

keagamaan

dosa,

atau

merasa

d. Aspek intelektual adalah pengetahuan agama

diselamatkan oleh Tuhan, dan sebagainya.

: seberapa jauh tingkat melek agama pengi-

d. Religious Knowledge (The intelektual di-

kut agama yang bersangkutan, tingkat ket-

mension), yaitu seberapa jauh mengetahui

ertarikan penganut agama untuk mempela-

tentang ajaran agamanya terutama yang ada

jari agamanya.

dalam kitab suci maupun lainnya.

e. Aspek konsekuensial, disebut juga aspek

e. Religious Effect (The consecquental dimen-

sosial. Aspek ini merupakan implementasi

sion), yaitu dimensi yang menunjukkan se-

sosial dari pelaksanaan ajaran agama se-

jauh mana perilaku seseorang dimotivasi

hingga dapat menjelaskan efek ajaran agama

JURNAL PSIKOLOGI

568

RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA terhadap, seperti etos kerja, kepedulian, per-

dan mengalami perasaan dan pengalaman

saudaraan, dan lain sebagainya.

religius. Seperti merasa dekat dengan Allah

Kelima aspek sebagaimana dikemukakan

SWT, merasa pernah ditolong oleh Allah,

oleh Stark dan Glock serta Rahmat yang

merasakan doa-doanya terkabulkan, merasa-

menjadi acuan penelitian ini bisa disebut

kan nikmat dan hikmat ketika beribadah,

dengan: aspek akidah, ibadah, ihsan, ilmu, dan

merasa

akhlaq muamalah. Aspek-aspek tersebut dapat

mendengar ayat-ayat Al Qur'an, tersentuh

dirumuskan sebagai berikut :

ketika mendengar asma Allah, serta perasaan

a. Aqidah (idiologi), adalah dimensi yang

syukur akan nikmat Allah.

mengungkap

hubungan

manusia

dalam

d. Ilmu

tentram

(religius

ketika

membaca

dan

knowledge/pengatahuan).

penelitian ini remaja (responden) dengan

Dimensi ini berkaitan dengan sejauh mana

pokok-pokok keyakinan yang terumuskan

pengetahuan dan pemahaman remaja ter-

dalam rukun iman (iman kepada Allah, iman

hadap ajaran Islam. Jalaludin Rahmat me-

kepada malaikat, rasul, kitab, hari akhir serta

nyebut tidak hanya pada ajaran Islam yang

qodlo dan qodar), doktrin kebenaran agama

telah dimengerti, akan tetapi juga sejauh

dan masalah-masalah ghaib yang diajarkan

mana semangat untuk mengkaji Islam secara

agama.

lebih mendalam. Dalam penelitian ini aspek

b. Ibadah (religius practice), merupakan di-

tersebut akan dilihat dari prestasi (nilai)

mensi yang menyangkut sejauh mana tingkat

raport responden pada mata plajaran Pen-

kepatuhan remaja yang bersangkutan dalam

didikan Agama Islam yang meliputi materi

menunaikan kewajiban-kewajiban agama.

bidang Aqidah, Al Qur'an-Hadits, Akhlaq

Hal ini berkaitan dengan frekuensi, inten-

dan Ibadah Muamalah, dan Tarikh (Sejarah

sitas dan pelaksanaan ibadah mahdhah. Iba-

Kebudayaan Islam), Bahasa Arab.

dah mahdhah dipahami sebagai ibadah yang

e. Amal-Akhlaq,

Muamalah

(religius

ef-

aturan dan tata caranya, seperti syarat dan

fect/dimensi konsekuensial). Dimensi ini

rukun, telah diatur dan ditetapkan berdasar-

berkaitan

kan pada Al Qur'an dan Al Hadits. Yang

pemeluk agama untuk merealisasikan ajaran

termasuk dimensi ibadah (dalam penelitian

agama yang dianut dalam kehidupan sehari-

ini) adalah sholat, puasa, infaq-shodaqoh,

hari, baik dalam sikap maupun tindakan, ser-

haji, doa, dzikir, membaca Al Qur'an dan

ta perilakunya yang berlandaskan pada etika

Qurban.

agama. Tindakan, sikap dan perilaku yang

dengan

keharusan

seseorang

c. Ihsan (religios feeling/penghayatan), yaitu

dimaksud adalah bagaimana individu (rema-

dimensi yang berhubungan dengan masalah

ja) berhubungan dengan lingkungannya atas

seberapa jauh seseorang (remaja) merasakan

dasar ajaran agama.

569

JURNAL PSIKOLOGI

NISYA’ & SOFIAH c. Banyak bersangkutpaut dengan peristiwa pengenalan panca indra.

Kecerdasan Emosional Emosi adalah perasaan yang dialami seseorang.

Emosi

pada

dasarnya

adalah

Emosi tidak selalu menunjukan perilaku yang cenderung negatif, tapi juga menunjukkan

dorongan untuk bertindak, rencana seketika

perilaku

untuk mengatasi masalah yang ditanamkan

memberikan nuansa tersendiri dalam kehidupan

secara berangsur-angsur yang berkaitan dengan

dan bagaimana emosi dikendalikan. Menurut

pengalaman dari waktu ke waktu.

Coleman

Emosi yang muncul dalam diri sering

yang

dan

cenderung

Hamen

positif.

(dalam

Emosi

Jamaludin

Rahmat, 2001:41) terdapat empat fungsi emosi,

diungkapkan dalam berbagai bentuk seperti

yaitu :

sedih, gembira, kecewa, semangat, marah,

a. Emosi sebagai pembangkit energi (energiz-

benci dan cinta. Sebutan yang diberikan kepada

er). Tanpa emosi manusia tidak sadar atau

perasaan tertentu mempengaruhi pola pikir

mati. Hidup berarti merasaikan, mengalami,

mengenai perasaan itu dan cara bertindak.

bereaksi, dan bertindak. Emosi membang-

Karena emosi merupakan faktor dominan yang

kitkan dan memobilisasi energi kita; marah

mempengaruhi tingkah laku individu. Menurut

menggerakkan individu untuk menyerang;

Daniel Goleman (1999) emosi merujuk pada

takut mengerakan individu untuk lari; dan

suatu perasaan dan pikiran yang khas, yakni

cinta

suatu keadaan biologis dan psikologis serta

bermesraan dan mendekat.

menggerakan

individu

untuk

serangkaian kecenderungan untuk bertindak.

b. Emosi sebagai pembawa informasi (massen-

Emosi pada dasarnya merupakan dorongan

ger). Keadaan diri individu dapat diketahui

untuk bertindak.

dari emosi. Pada saat individu marah, terhadap

mengetahui bahwa individu telah dihambat

rangsangan dari luar dan dalam diri individu.

atau diserang oleh orang lain; sedih berarti

Sebagai contoh emosi gembira mendorong

kehilangan sesuatu yang dicintai; bahagia

perubahan suasana hati seseorang, sehingga

berarti memperolah sesuatu yang disenangi

secara fisiologi terlihat tertawa, atau emosi

atau berhasil menghindari dari hal yang

sedih

dibenci.

Emosi

merupakan

mendorong

reaksi

seseorang

berperilaku

menangis. Emosi sebagai peristiwa psikologis

c. Emosi bukan hanya pembawa pesan dalam

mengandung ciri-ciri sebagai berikut:

komunikasi interpersonal, ungkapan emosi

a. Lebih bersifat subjektif dari pada peristiwa

dapat dipahami secara universal.

lainnya, seperti pengamatan dan pikiran. b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap).

d. Emosi sebagai sumber informasi mengenai keberhasilan individu. Indin\vidu mendambakan kesehatan dan mengetahuinyapada

JURNAL PSIKOLOGI

570

RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA saat merasa sehat. Individu mencari keinda-

Emosi menurut Goleman pada dasarnya

han dan mengetahuinya bahwa telah mem-

adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai

perolehnya ketika merasakan kenikmatan es-

macam emosi itu mendorong individu untuk

tetis dalam diri.

memberikan respon atau bertingkah laku

Emosi merupakan warna afektif yang menyertai

setiap

keadaan

atau

terhadap stimulus yang ada.

perilaku

Emosi merupakan salah satu faktor yang

individu. Warna afektif adalah perasaan-

mempengaruhi

perasaan tertentu yang dialami pada saat

Kemampuan seseorang dalam mengarahkan

mengahadapi suatu situasi tertentu. Contoh

dan menyesuaikan emosi terhadap suatu situasi

yaitu gembira, bahagia, putus asa, terkejut atau

akan berpengaruh pada perilaku dan hubungan

benci. Goleman menggolongkan bentuk emosi

sosial. Stern (dalam Abu Ahmadi, 1998:104)

sebagai berikut:

mengemukakan bahwa terdapat tiga golongan

a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah

dalam membedakan emosi seseorang, yaitu:

tingkah

laku

manusia.

besar, jengkel, kesal hati, terganggu, ter-

a. Emosi individu yang bersangkutan dengan

singgung, bermusuhan, dan yang paling he-

keadaan-keadaan sekarang yang dihadapi.

bat adalah tindakan kekerasan dan kebencian

Hal ini berhubungan dengan situiasi aktual;

patologis; b. Kesedihan:

b. Emosi yang menjangkau maju, merupakan pedih,

muram,

suram,

jangkauan kedepan dalam kejadian-kejadian

melankolis, megasihi diri, kesedihan, di-

yang akan

tolak, dan depresi berat;

pengharapan;

datang, jadi masih

dalam

c. Rasa takut: takut, gugup, khawatir, was-was,

c. Emosi yang berhububungan dengan masa

perasaan takut sekali, khawatir, waspada,

lampau, atau melihat kebelakang hal-hal

tidak senang, ngeri, takut sekali, fobia dan

yang telah terjadi. Istilah “Emotional Intelligence” pertama

panik; d. Kenikmatan: bahagia, gembira, puas, terhi-

kali dipergunakan oleh Petter Salovey dari

bur, bangga, takjub, terpesona, senang sekali

Harvard University dan John Mayer dari New

dan manis;

Hampshire University pada tahun 1990 untuk ke-

melukiskan kualitas emosi. Keduanya men-

percayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,

gidentifikasi Emotional Intelligence sebagai

hormat, dan kasmaran;

ability to monitor one’s own and other’s feeling

e. Cinta:

persahabatan,

penerimaan,

f. Terkejut: terpana dan takjub;

and emotion to discriminate among them, and

g. Jengkel: hina, jijik,muak, benci;

to use this information to guide one’s thinking

h. Malu: rasa bersalah, malu hati, kesal hati,

and action (Goleman, 2000). Keduanya menya-

sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur. 571

takan

perlu

membedakan

kemampuan-

JURNAL PSIKOLOGI

NISYA’ & SOFIAH kemampuan yang bersifat kognitif (mental)

merupakan

dengan kemampuan yang bersifat sosial.

Kesadaran ini berarti waspada baik terhadap

dasar

kecerdasan

emosional.

Sementara Baron (dalam Goleman, 2000)

suasana hati maupun pikiran tentang suasana

mengidentifikasi kecerdasan emosional sebagai

hati. Indivdu yang sadar akan emosinya,

serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan

umumnya mandiri dan yakin akan batas-batas

sosial

kemampuan

yang dibangun, kesehatan jiwanya bagus dan

seseorang untuk berhasil dalam mengatasi

cenderung berpendapat positif terhadap ke-

tuntutan dan tekanan lingkungan. Menurut

hidupan. Dalam aspek mengenali diri terdapat

Goleman (1999: 45) mengatakan bahwa kecer-

tiga indikator, yaitu: (1) Mengenal dan merasa-

dasan emosional adalah kemampuan yang di-

kan emosi sendiri, (2) memahami sebab

miliki

perasaan yang timbul, dan (3) mengenal

yang

mempengaruhi

seseorang

dalam

memotivasi

diri,

ketahanan dalam menghadapi kegagalan, men-

pengaruh perasaan terhadap tindakan.

gendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta

b. Mengelola Emosi

mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional,

seseorang

dapat

Mengelola

emosi

berarti

menangani

menempatkan

perasaan agar perasaan terungkap dengan tepat

emosinya pada porsi yang tepat, memilah

merupakan kecakapan yang tergantung pada

kepuasan dan mengatur suasana diri.

kesadaran diri. Pada intinya bukan menjauhi

Dari uraian di atas dapat disimpulkan

perasaan yang tidak menyenangkan agar selalu

bahwa kecerdasan emosional merupakan ke-

bahagia, tapi tidak membiarkan perasaan ber-

mampuan untuk mengenali, mengelola dan

langsung tak terkendali sehingga menghapus

mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk

perasaan hati yang menyenangkan. Dalam

memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang

mengelola emosi, terdapat enam aspek yaitu:

lain, serta membina hubungan dengan orang

(1) bersikap toleran terhadap toleransi, (2)

lain.

mampu mengendalikan marah secara lebih Kecerdasan emosional terbagi dalam be-

baik, (3) dapat mengendalikan perilaku agresif

berapa wilayah kemampuan yang memben-

yang dapat merusak diri dan orang lain, (4)

tuknya.

Goleman

memiliki perasaan positif tentang diri sendiri

1999:57) memaparkan lima wilayah kecerdasan

dan orang lain, (5) memiliki kemampuan

emosional dan dapat digunakan untuk melihat

mengatasi stress, dan (6) dapat mengurangi

bagaimana kecerdasan emosional, yaitu :

perasaan kesepian dan cemas.

a. Mengenali Emosi Diri

c. Memotivasi Diri Sendiri

Peter

Salovey

(dalam

Mengenali emosi diri adalah kesadaran

Memotivasi diri sendiri adalah ketrampi-

diri yaitu tentang perasaan sewaktu perasaan

lan menata emosi sebagai alat untuk mencapai

terjadi. Kemampuan mengenali perasaan diri

tujuan berkenaan dengan pemberian perhatian

JURNAL PSIKOLOGI

572

RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA dalam menguasai diri sendiri serta untuk be-

hadap orang lain, dan (3) mampu mendengar-

reaksi. Orang-orang yang memiliki keterampi-

kan orang lain.

lan ini cenderung jauh lebih produktif dan efek-

e. Membina Hubungan

tif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

Keterampilan untuk berhubungan dengan

Orang yang mampu memotivasi diri sendiri

orang lain yang merupakan kecakapan emo-

adalah orang yang memiliki ciri-ciri mampu

sional yang mendukung keberhasilan dalam

mengendalikan kecemasan, memiliki pola pikir

bergaul dengan orang lain. Keterampilan mem-

yang positif, optimisme, mampu mencapai

bina hubungan dapat menunjang popularitas,

keadaan flow yaitu keadaan ketika seseorang

kepemimpinan dan keberhasilan seseorang. In-

sepenuhnya terserap ke dalam apa yang sedang

dividu yang hebat dalam keterampilan menjalin

dikerjakannya, perhatiannya hanya terfokus

hubungan dengan orang lain akan sukses dalam

pada apa yang sedang dikerjakannya serta

bidang apapun. Dalam membina hubungan ini,

kesadaran manyatu dengan tindakan (Goleman,

terdapat sembilan aspek yaitu: (1) memahami

2000: 127). Dalam aspek memotivasi diri

pentingnya membina hubungan dengan orang

sendiri ini terdapat tiga indikator, yaitu: (1)

lain, (2) mampu menyelesaikan konflik dengan

mampu mengendalikan impuls, (2) bersikap

orang lan, (3) memiliki kemampuan berkomu-

optimis, dan (3) mampu memusatkan perhatian

nikasi dengan orang lain, (4) memiliki sikap

pada tugas yang dikerjakan.

bersahabat atau bergaul dengan orang lain, (5)

d. Mengenali Emosi Orang Lain

Memiliki sikap tenggang rasa, (6) Memiliki

Mengenali emosi orang lain merupakan

perhatian terhadap kepentingan orang lain, (7)

kemampuan untuk membaca perasaan orang

Dapat hidup selaras dalam kelompok, (8) Ber-

lain yang diwujudkan melalui isyarat-isyarat

sikap senang berbagi dengan anggota kelompok

yang ditangkap. Ciri orang yang mampu

lainnya, (9) Bersikap demokratis.

mengenali emosi orang lain adalah mampu ber-

Hubungan Religiusitas, Kecerdasan

empati. Empati diartikan sebagai kemampuan

Emosional dan Kenakalan Remaja

yang bergabung pada kesadaran diri yang

Saat ini kenakalan remaja bukan saja

merupakan “keterampilan bergaul” dasar. Indi-

monopoli remaja di kota-kota besar, tetapi

vidu yang memiliki empati tinggi lebih mampu

kenakalan remaja sudah merambah ke berbagai

menangkap sinyal-sinyal yang dikehendaki

pelosok desa. Kenakalan remaja juga bukan

orang lain. Dalam aspek mengenali emosi

monopoli anak-anak orang berada, tetapi

orang lain ini terdapat tiga aspek yaitu: (1)

hampir semua remaja memiliki potensi atau

mampu menerima sudut pandang orang lain,

kecenderungan melakukan apa yang disebut

(2) memiliki sikap empati atau kepekaan ter-

dengan kenakalan tersebut.

573

JURNAL PSIKOLOGI

NISYA’ & SOFIAH Agak sulit dijelaskan secara nalar sehat,

besarnya

pengaruh

pergaulan

dalam

kadang-kadang kenakalan remaja dipicu oleh

membentuk watak dan kepribadian seorang

hal-hal yang remeh. Namun itulah yang terjadi

remaja.

dengan remaja dewasa ini. Menurut Kartini

Masa remaja identik dengan lingkungan

Kartono (2003) kenakalan remaja (juvenile

sosial dimana mereka berinteraksi, maka

delinquency) adalah perilaku negatif atau

remaja juga dituntut pandai dan mampu

kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala

menyesuaikan

sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak

menekan

dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk

sekitarnya. Untuk menghindari hal-hal negatif

pengabaian

mereka

yang dapat merugikan dirinya dan orang lain,

yang

remaja hendaknya membentengi diri dengan

sosial,

mengembangkan

sehingga

bentuk

perilaku

menyimpang. lingkungan

keluarga,

sosial

(masyarakat), sekolah. Orang tua yang sibuk dengan

secara

efektif

pengaruh

buruk

yang

untuk ada

di

keagamaan (religiusitas) yang tinggi serta mau

Timbulnya kenakalan remaja bisa karena faktor

diri

urusan

nafkah

yang tinggi. Keadaan emosi yang tidak stabil akan

untuk

berakibat buruk jika tidak didukung dengan

keluarganya, orang tua yang bercerai, orang tua

adanya tingkat religiusitas dan kecerdasan

yang mengabaikan perkembangan anaknya,

emosional yang tinggi. Religiusitas yang tinggi

masyarakat yang membiarkan bentuk-bentuk

artinya remaja dapat membentengi dirinya

kenakalan terjadi. Hal itu sejalan dengan hasil

dengan kemampuan mengendalikan diri dengan

penelitian Ulfa Maria (2007) menyimpulkan

landasan nilai-nilai moral (agama) yang dianut

ada peran persepsi keharmonisan keluarga dan

dan dipahami dengan baik. Hasil penelitian

konsep diri terhadap kecenderungan kenakalan

Andist, Miftah Aulia dan Ritandiyono (2008)

remaja.

tentang Religiusitas dan Perilaku Seks Bebas

Juga

mencari

memahami dan memiliki kecerdasan emosional

teknologi

Pada Dewasa Awal, menyimpulkan bahwa

komunikasi dan internet membuat lonjakan

terdapat hubungan yang signifikan antara

kenakalan

remaja

bertambah.

religiusitas dengan perilaku seks bebas. Hasil

Lingkungan

masyarakat

berperan

koefisien korelasi yang negatif menunjukkan

membentuk remaja seperti keadaan sekarang

arah korelasi kedua variabel adalah negatif,

ini. Banyak remaja ikut dan larut dalam bentuk

bahwa

penyesuaian

semakin

Pengaruh

berkembangnya

diri

makin sangat

dengan

kawan

bermain

lingkungannya. juga

bisa

mencemaskan orang tua karena pengaruh

semakin rendah

tinggi perilaku

religiusitas seks

maka

bebasnya.

Sebaliknya semakin rendah religiusitas maka semakin tinggi perilaku seks bebasnya.

pertemanan cukup besar. Hal ini menunjukkan JURNAL PSIKOLOGI

574

RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA Sedangkan kecerdasan emosional yang

1. Aspek ideologis (keyakinan terhadap ajaran

tinggi artinya remaja memiliki kemampuan

agama) adalah seperangkat kepercayaan (be-

dalam

lief) atau keyakinan terhadap ajaran agama

hal

pengendalian

diri,

semangat,

ketekunan dan memotivasi diri. Mengingat remaja

memiliki

pengungkapan

diri

kebutuhan

untuk

disclosure)

(self

di

lingkungan sosialnya. Remaja yang memiliki

yang memberikan premis aksistensial. 2. Aspek ritualistik adalah pelaksanaan ritual/ibadah suatu agama atau kepatuhan menjalankan ajaran agama.

kemampuan pengungkapan diri akan dapat

3. Aspek eksperiensial (bersifat afektif) adalah

menerima keadaan dirinya dan orang lain

keterlibatan emosional dan sentimental pada

termasuk kekurangan-kekurangannya.

pelaksanaan ajaran agama atau pengalaman

Kekurangan dalam

mengelola emosi

seberapa besar dalam merasakan dan men-

adalah hal yang vital dalam kehidupan remaja.

jalani hidup beragama yang membawa pada

Pengelolaan emosi dalam arti luas, yaitu

religious feeling.

kemampuan mengendalikan emosi dalam setiap

4. Aspek intelektual (pengetahuan agama) ada-

harus

lah seberapa tingkat pengetahuan dan pema-

mampu menempatkan dirinya sesuai dengan

haman pengikut agama terhadap norma

situasi dan kondisi yang ada secara bijak.

agama dan tingkat ketertarikan penganut

Namun yang justru sering terjadi di kalangan

agama untuk mempelajari agamanya.

keadaan

yang

dialaminya.

Remaja

dalam

5. Aspek konsekuensial (disebut juga aspek

hanya

sosial) adalah konsekuensial tingkah laku

mengedepankan kemauan dan egonya sendiri

seseorang yang merupakan implementasi so-

tanpa memperhatikan kepentingan orang lain.

sial dari pelaksanaan ajaran agama sehingga

remaja

adalah

mengelola

ketidakmampuannya

emosi.

Remaja

sering

dapat menjelaskan efek ajaran agama yang Metode Penelitian Variabel penelitian Dalam penelitian ini ada tiga variabel yang dipergunakan, yaitu variabel terikat adalah kenakalan remaja atau dilambangkan dengan

diyakininya terhadap kehidupan sehari-hari. Sedangkan

variabel

kecerdasan

emosional

terdiri atas lima indikator, yaitu: 1. Mengenali emosi diri atau kesadaran diri (self awareness).

huruf Y dan variabel bebas terdiri atas: variabel

2. Kemampuan mengelola emosi atau menga-

religiusitas atau yang dilambangkan dengan

tur diri sendiri (self regulation / self man-

huruf X1 dan variabel kecerdasan emosional

agement).

atau yang dilambangkan dengan huruf X2.

3. Motivasi diri sendiri (motivating).

Dalam penelitian ini variabel religiusitas terdiri

4. Mengenali emosi orang lain atau empati

atas lima indikator, yaitu: 575

(empathy). JURNAL PSIKOLOGI

NISYA’ & SOFIAH 5. Memelihara hubungan dengan orang lain

Arikunto (2002) jika subjeknya kurang dari

(hubungan sosial) atau kesadaran sosial (so-

100, maka lebih baik diambil semua sehingga

cial awareness).

penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Sementara variabel kenakalan remaja terdiri

Jika jumlah subjek lebih besar dari 100 dapat

atas empat indikator yaitu:

diambil 10-15%, atau 20-25% atau lebih.

1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik

Dalam penelitian ini jumlah populasi tercatat 997 orang siswa maka dengan berpedoman

pada orang lain. 2. Kenakalan yang menimbulkan korban mate-

pada pendapat di atas, peneliti mengambil 10% dari 997 orang siswa, yaitu 99 (angka

ri. 3. Kenakalan sosial yang menimbulkan bahaya

dibulatkan) orang siswa sebagai sampel. Pengambilan sampel sebanyak 99 orang

diri sendiri dan orang lain. 4. Kenakalan yang melawan status menimbulkan pelanggaran hukum atau aturan.

siswa

tersebut

menggunakan

teknik

proportional random sampling. Tujuannya agar

Berdasarkan pada beberapa konsep yang

semua populasi terwakili atau berpeluang untuk

telah dijelaskan di atas, maka hipotesis yang

menjadi sampel. Oleh karena menggunakan

diajukan dalam penelitian ini adalah :

teknik proportional random sampling maka

1. Ada hubungan antara religiusitas dengan

tidak

semua

anggota

populasi

dilibatkan

sebagai sampel tetapi jumlah sampel terpilih

kenakalan remaja. 2. Ada hubungan antara kecerdasan emosional

sebanyak 99 orang siswa. Analisis data dilakukan untuk mengetahui

dengan kenakalan remaja. 3. Ada hubungan antara religiusitas dan kecerdasan emosional dengan kenakalan remaja.

derajat

atau

keeratan

hubungan

antara

religiusitas dan kecerdasan emosional terhadap kenakalan remaja. Untuk mengetahui derajat

Populasi dan sampel Populasi adalah seluruh objek yang ingin

hubungan dua variabel digunakan koefisien

diketahui besaran karakteristiknya. Penelitian

korelasi pearson product moment. Untuk

ini

analitik

mengetahui bentuk hubungan antara variabel

kuantitatif di mana populasinya adalah para

penelitian dilakukan uji statistik yaitu analisis

siswa SMP Negeri 7 kota Kediri.

Populasi

regresi. Untuk keperluan analisis tersebut

berjumlah 997 orang yang terdiri atas kelas 7

digunakan program SPSS for windows release

(324 orang), 8 (343 orang), dan 9 (330 orang)

16 untuk menentukan ada tidaknya hubungan

masing-masing berjumlah 9 kelas.

antara Religiusitas dan Kecerdasan Emosional

merupakan

Sampel

jenis

penelitian

merupakan

sebagian

objek

populasi yang memiliki karakteristik yang sama dengan

karakteristik

JURNAL PSIKOLOGI

populasi.

dengan Kenakalan Remaja di SMP Negeri 7 Kediri.

Menurut 576

RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA Sebelum dilakukan analisis data, maka

Analisis uji korelasi antara variabel kecer-

terlebih dahulu akan dilakukan uji instrumen

dasan emosional dan variabel kenakalan

(skala). Tujuannya untuk mengetahui apakah

remaja

indikator-indikator

Dari Tabel 13 hasil uji korelasi antara

penelitian tersebut telah memenuhi syarat untuk

kecerdasan emosional dengan kenakalan remaja

dipakai sebagai alat ukur.

Pada pengujian

diperoleh nilai rx2y sebesar 0.032 dengan p =

validasi, teknik yang dipakai adalah teknik

0.770; p > 0.05, maka tidak signifikan.

korelasi, di mana korelasi yang diukur adalah

Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada korelasi

korelasi antara skor atribut terhadap skor total

antara kecerdasan emosional dengan kenakalan

penyusun variabel penelitian. Pada penelitian

remaja.

ini pengujian validasi dilakukan pada tiap-tiap

penelitian ini yang menyatakan bahwa ada

dimensi atau item-item yang ada.

hubungan antara kecerdasan emosional dengan

variabel-variabel

dan

Sehingga

hipotesis

kedua

dari

kenakalan remaja, ditolak. Hasil Penelitian

Analisis uji antara variabel religiusitas dan

Berdasarkan analisa data maka diperoleh hasil penelitian sebagaimana yang tergambar

variabel

kecerdasan

emosional

dengan

variabel kenakalan remaja Hasil olah statistik menggunakan SPSS

dalam tabel berikut ini : Analisis uji korelasi variabel religiusitas dan

16 for Windows melalui program Analisa

variabel kenakalan remaja

Regresi untuk menguji korelasi antara variabel

Dari Tabel 13 hasil uji korelasi antara

religiusitas & Kecerdasan Emosional dengan

religiusitas dengan kenakalan remaja diperoleh

Kenakalan Remaja, menunjukkan harga F =

nilai rx1y sebesar 0.106 dengan p = 0.331; p >

0,480 pada p = 0,620 (p > 0,05) sehingga dapat

0.05,

Sehingga

ditarik kesimpulan bahwa korelasi antara

disimpulkan bahwa tidak ada korelasi antara

variabel religiusitas & Kecerdasan Emosional

religiusitas dengan kenakalan remaja. Sehingga

dengan

hipotesis pertama dari penelitian ini yang

signifikan. Artinya, hipotesis penelitian yang

menyatakan

berbunyi : “Ada hubungan antara religiusitas &

maka

tidak

signifikan.

bahwa ada

hubungan antara

Kenakalan

Remaja

Kecerdasan

ditolak.

Remaja” tidak dapat diterima / ditolak. Hasil ANOVAb

dengan

tidak

religiusitas dengan kenakalan remaja, berarti

uji

Emosional

adalah

sebagai

Kenakalan berikut:

Tabel 2. Hasil Uji ANOVAb ANOVAb

577

JURNAL PSIKOLOGI

NISYA’ & SOFIAH Sum of Model 1

Squares Regression

Df

Mean Square

.081

2

.040

Residual

6.997

83

.084

Total

7.078

85

F

Sig.

.480

.620a

a. Predictors: (Constant), Religiusitas, Kecerdasan Emosional, b. Dependent Variable: Kenakalan Remaja Sumber : output SPSS dewasa.

Pembahasan

Remaja

memiliki

proses

Penelitian ini dilakukan untuk menguji

perkembangan yang sangat kompleks, sehingga

hubungan antara Religiusitas dan Kecerdasan

sering menimbulkan permasalahan, baik pada

Emosional

Remaja.

remaja itu sendiri maupun lingkungannya. Hal

Penelitian ini menekankan arti penting religi-

ini didukung oleh Tambun (dikutip Hartanti,

usitas yang dikaitkan dengan kematangan emo-

2001)

sional remaja dengan kenakalan remaja yang

perkembangan yang penuh dinamika, warna

akhir-akhir ini semakin marak terjadi dalam

dan gejolak.

terhadap

Kenakalan

masyarakat.

penelitian berjumlah 997 orang yang

remaja

adalah

masa

Hal senada diutarakan Monks (1992)

Penelitian ini dilakukan terhadap para siswa SMP Negeri 7 kota Kediri.

bahwa

Populasi terdiri

bahwa masa remaja merupakan salah satu tahap dalam perkembangan manusia, seperti dalam masa

perkembangan

lainnya,

masa

ini

atas kelas 7, 8, dan 9 masing-masing berjumlah

mempunyai ciri-ciri khusus seperti susah diatur,

9 kelas, namun peneliti hanya mengambil 10%

mudah

dari 997 orang siswa, yaitu 99 (angka dibulat-

sebagainya.

kan) orang siswa sebagai sampel.

tersinggung

perassaannya,

dan

Religiusitas merupakan dasar/tumpuan

Remaja adalah individu yang sedang

akhlak dan perangkat undang-undang. Segala

mengalami masa pertumbuhan atau peralihan

sesuatu yang dianggap sakral seperti nilai-nilai

dari masa kanak-kanak menuju ke masa

akhlak dan peraturan-peraturan yang sering

dewasa, yang pada masa tersebut terjadi

didengung-dengungkan tidak akan berjalan

perkembangan baik fisik, psikologis dan sosial.

dengan baik bila tanpa tumpuan dan landasan

Hal senada juga dikemukakan atkinson (1991)

agama. Tidak ada sesuatu selain agama yang

bahwa masa remaja adalah masa transisi atau

mampu mengarahkan manusia kepada situasi

masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

moralis.

JURNAL PSIKOLOGI

578

RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA Menurut Hendropuspito (1993), bagi

Karena pada usia remaja merupakan usia yang

manusia dan masyarakat agama memiliki

labil, yang mana mereka sangat mudah sekali

empat fungsi, yaitu: (1) fungsi edukatif; (2)

dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, sudah

fungsi penyelamat; (3) fungsi pengawasan

banyak contoh yang terjadi. Mereka yang sudah

sosial (social control)

dan (4) untuk

mempunyai religiusitas yang baik masih rela

memupuk persaudaraan. Tetapi peran agama

melakukan perbuatan asusila di tempat umum,

begitu luhur dan mulia tersebut pada tataran

begitu juga dengan lingkungan juga sangat

praktis sering tidak terbukti.

berpengaruh pada masa remaja. Para remaja

Pengambilan

dengan

mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, bila

menggunakan tehnik pengambilan data berupa

mereka sudah mengetahui maka mereka ingin

skala

melakukan.

yang

data

disusun

dilakukan

berdasarkan

variabel

penelitian yang sudah ditetapkan yaitu Religi-

Kenakalan remaja yang semakin marak

usitas, Kecerdasan Emosional dan Kenakalan

pada saat ini tidak bisa berkurang begitu saja

Remaja. Dari 99 kuisioner yang dibagikan,

dengan anak mempunyai religiusitas yang baik,

kembali 86 kuisioner, sehingga hanya 86 itulah

tetapi perhatian dari orang tua, pengaruh

data yang dilakukan proses pengolahan data.

lingkungan yang baik serta motivasi dari

Analisis data yang digunakan meliputi uji va-

lingkungan sekitar sangat mendukung sekali

liditas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik, dan

untuk mengurangi kenakalan remaja pada masa

analisis regresi linier dengan bantuan program

sekarang ini.

SPSS versi 16.

Kecerdasan

Berdasarkan

uji

merupakan

korelasi

kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara

mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk

religiusitas

remaja.

memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang

Sehinggga hipotesis bahwa ada hubungan

lain, serta membina hubungan dengan orang

antara religiusitas dan kenakalan remaja tidak

lain. Sementara Baron (dalam Goleman, 2000)

diterima, berarti ditolak. Jadi belum tentu

mengidentifikasi kecerdasan emosional sebagai

mereka yang memiliki religiusitas tinggi tidak

rangkaian kemampuan pribadi, emosi, dan

akan terpengaruh oleh aksi kenakalan remaja

sosial

yang semakin marak.

seseorang untuk berhasil dalam mengatasi

dengan

hasil

emosional

kenakalan

Pada jaman sekarang ini tidak menutup

yang

mempengaruhi

kemampuan

tuntutan dan tekanan lingkungan. Dengan

kemungkinan walaupun mereka mempunyai

kecerdasan

religiusitas yang tinggi mereka tidak akan

menempatkan emosinya pada porsi yang tepat,

terpengaruh oleh trend kenakalan remaja.

memilah kepuasan dan mengatur suasana diri.

579

emosional,

seseorang

dapat

JURNAL PSIKOLOGI

NISYA’ & SOFIAH Masa remaja merupakan masa yang

terdapat hubungan yang tidak signifikan.

penuh konflik. Hal ini sering menimbulkan

Sehingga hipotesis yang menyatakan ada

keresahan dan kontradiksi pada diri remaja.

hubungan antara kecerdasan emosional dengan

Menurut Salzman (dalam Yusuf, 2005), remaja

kenakalan

merupakan

ditolak.

masa

perkembangan

sikap

remaja

tidak

diterima,

berarti

Jadi belum tentu mereka yang

tergantung (dependence) terhadap orangtua ke

memiliki kecerdasan emosional tinggi juga

arah kemandirian (independence), minat-minat

tidak akan terpengaruh oleh aksi kenakalan

seksual, perenungan diri,dan perhatian terhadap

remaja yang semakin marak. Seharusnya

nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.

dengan memiliki kecerdasan emosional yang

Dalam budaya Amerika, periode remaja

tinggi, remaja memiliki kemampuan dalam hal

dipandang sebagai masa “Strom and Stress”,

pengendalian diri, semangat, ketekunan dan

dimana pada massa ini sering terrjadi frustasi

memotivasi diri. Remaja seharusnya mampu

dan

krisis

menempatkan dirinya sesuai dengan situasi dan

penyesuaian, mimpi dan melamun tentang

kondisi yang ada secara bijak. Namun yang

tentang

tereliminasi

justru sering terjadi di kalangan remaja adalah

(tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya

ketidakmampuannya dalam mengelola emosi.

orang dewasa (Lustin Pikunas, dalam Yusuf,

Remaja sering hanya mengedepankan kemauan

2005).

dan egonya sendiri tanpa memperhatikan

penderitaan, cinta,

konflik

dan

dan

perasaan

Kenakalan remaja adalah perilaku remaja yang

melakukan

dan

mengelola emosi adalah hal yang vital dalam

mengganggu, baik terhadap diri sendiri maupun

kehidupan remaja. Pengelolaan emosi dalam

orang

arti luas, yaitu kemampuan mengendalikan

lain

tindakan

hingga

tingkah

merusak

kepentingan orang lain. Kekurangan dalam

laku

yang

menyimpang dari norma-norma hukum pidana. Santrock

(1995)

menyebutkan

bahwa

emosi dalam setiap keadaan yang dialaminya. Hasil

uji

korelasi

antara

variabel

kenakalan remaja sebagai kumpulan dari

religiusitas dengan kenakalan remaja maupun

berbagai perilaku yang tidak dapat diterima

antara variabel kecerdasan emosional dengan

secara

kenakalan remaja tidak memiliki hubungan.

sosial

Sedangkan

sampai

tindakan

kriminal.

sarwono menambahkan

bahwa

Sehingga dengan demikian hubungan antara

kenakalan remaja adalah sebagai tingkah laku

religiusitas dan kecerdasan emosional dengan

yang menyimpang dari norma-norma hukum

kenakalan remaja tidak terbukti. Hipotesis

pidana.

ketiga dari penelitian ini yang menyatakan

Berdasarkan hasil uji korelasi antara

bahwa ada hubungan antara religiusitas dan

kecerdasan emosional dengan kenakalan remaja JURNAL PSIKOLOGI

580

RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA kecerdasan

emosional

dengan

kenakalan

anak-anak dan remaja juga ikut meningkat. Kejahatan remaja justru menjadi semakin

remaja, berarti ditolak. Penelitian di atas mendukung penelitian

berkembang

dengan

pesat,

dan

ada

Purwati (2008), khususnya berkaitan dengan

pertambahan yang sangat banyak dari kasus-

kecerdasan emosional dan kenakalan remaja.

kasus yang berhubungan dengan hal tersebut.

Purwati

penelitiannya

Di Indonesia, pada tahun 1970-an kenakalan

kecerdasan emosional

remaja sudah diindikasikan telah menjurus

(2008)

dalam

menyimpulkan bahwa

tidak memiliki hubungan yang signifikan

pada

dengan kenakalan remaja dengan sumbangan

penjambretan secara terang-terangan di siang

efektif sebesar 0,11%. Tetapi penelitian di atas

hari,

berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

beramai-ramai sampai melakukan pembunuhan,

Ritandiyono,dkk

dan perbuatan kriminal lainnya yang berkaitan

(2008)

yang

menyatakan

kejahatan perbuatan

seperti

tindak

seksual

bahan

perkosaan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan

dengan

antara religiusitas dengan perilaku seks bebas

tersebut tampaknya terus terjadi sampai saat

(salah satu bentuk kenakalan remaja). Artinya

ini. Kenakalan dan kejahatan remaja itu tidak

semakin tinggi religiusitas maka semakin

hanya melibatkan anak-anak remaja putus

rendah perilaku seks bebasnya. Sebaliknya

sekolah saja, akan tetapi juga berjangkit di

semakin rendah religiusitas maka semakin

kalangan anak-anak remaja yang masih aktif

tinggi perilaku seks bebasnya.

belajar di sekolah-sekolah lanjutan, akademi,

Dari bukti empiris di atas, perlu dikatakan

kecanduan

dalam

kekerasan,

narkotika.

Hal

dan perguruan tinggi (Kartono, 2006).

pula bahwa masalah kenakalan remaja, saat ini

Sekitar tahun 1980-an sampai saat ini

sudah cukup banyak terjadi, baik di negara-

gejala kenakalan remaja semakin meluas, baik

negara maju maupun negara-negara sedang

kuantitas maupun kualitas kejahatannya. Hal ini

berkembang. Menurut Hadisuprapto (1997),

dapat dilihat dari semakin banyaknya peredaran

delinquency)

dan penggunaan ganja serta bahan-bahan

merupakan perilaku remaja yang melanggar

psikotropika di tengah masyarakat yang juga

hukum yang apabila dilakukan oleh orang

memasuki kampus dan ruang sekolah, dan

dewasa termasuk kategori kejahatan, dalam hal

semakin meningkatnya jumlah remaja yang

ini termasuk perilaku pelanggaran terhadap

terbiasa

ketentuan perundang-undangan yang khusus

penjambretan dan tindakan kekerasan oleh

diperuntukkan bagi mereka.

kelompok

remaja,

perkosaan,

pembunuhan,

kenakalan

remaja

(juvenile

Saat masyarakat dunia semakin maju dengan meningkatnya kesejahteraan, kejahatan 581

meminum

minuman penganiayaan pemerasan

keras, berat, yang

terjadi di sekolah-sekolah, dan juga banyak JURNAL PSIKOLOGI

NISYA’ & SOFIAH terjadi pelanggaran terhadap norma-norma

dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin

susila lewat praktek seks bebas, gadis yang

mereka sudah mengetahui perbedaan antara

melacurkan diri, serta perkelahian massal antar

keduanya

kelompok dan antar sekolah. Bentuk-bentuk

kontrol yang tepat dalam perbuatan mereka.

kenakalan

ini

Menurut Feldman & Weinberger (1994),

merupakan wujud dari perilaku delinkuen atau

pengendalian diri (self control) mempunyai

delinkuensi (Kartono, 2006).

peranan penting dalam perilaku delinkuen.

yang

dilakukan

remaja

namun

gagal

mengembangkan

yang

Pengasuhan yang efektif pada masa kanak-

menyebabkan perilaku kenakalan remaja, salah

kanak (penerapan strategi yang konsisten,

satunya adalah jenis kelamin (Santrock, 1998).

berpusat

Anak

melakukan

berhubungan dengan dicapainya kemahiran

perilaku antisosial daripada anak perempuan.

dalam pengaturan diri (self regulatory) oleh

Kartono (2006), mengungkapkan perbandingan

anak, misalnya melalui penanaman nilai-nilai

perilaku delinkuen (kenakalan) anak laki-laki

moral dalam pendidikan agama (religiusitas)

dengan perempuan diperkirakan 50:1. Anak

yang akan memperkuat anak dalam hal

laki-laki pada umumnya melakukan perilaku

bertindak

delinkuen dengan jalan kekerasan, perkelahian,

kemampuan ini merupakan atribut internal

penyerangan,

pengacauan,

yang akan berpengaruh pada menurunnya

perampasan dan agresivitas. Hal ini didukung

tingkat perilaku delinkuen yang dilakukan

oleh penelitian Kelly et al. (1997) dalam

remaja (Santrock, 1998). Selain itu, perilaku

Gracia, et al., (2000) yang menyatakan anak

delinkuen

laki-laki memiliki resiko yang lebih besar untuk

pergolakan emosi yang sangat labil (Kartono,

munculnya perilaku merusak.

2006).

Terdapat

laki-laki

beberapa

lebih

faktor

banyak

perusakan,

Perilaku delinkuen pada remaja dapat

pada

atau

anak

dan

tidak

berperilaku.

tersebut

merupakan

asersif)

Terdapatnya

hasil

dari

Munculnya bentuk perilaku seperti yang

mengembangkan

telah disebutkan diatas menurut Goleman

pengendalian diri yang cukup dalam hal

(2001) merupakan gambaran adanya emosi-

bertingkah laku. Kebanyakan remaja telah

emosi yang tidak terkendali, mencerminkan

mempelajari perbedaan antara tingkah laku

meningginya

yang dapat diterima dan tingkah laku yang

Menurut Goleman (1995),

terjadi

karena

kegagalan

ketidakseimbangan

emosi.

tidak dapat diterima, namun remaja yang

emosi memainkan peranan penting dalam

melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini.

perilaku individu. Bila emosi berhasil dikelola

Para

gagal

dengan baik maka individu akan mampu

membedakan tingkah laku yang dapat diterima

menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat

remaja

tersebut

JURNAL PSIKOLOGI

mungkin

582

RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA atau

bahwa keduanya tidak saling berhubungan.

ketersinggungan dan bangkit kembali dengan

Demikian pula dapat disimpulkan bahwa

cepat dari semua itu. Sebaliknya, individu yang

korelasi

buruk kemampuannya dalam mengelola emosi

Kecerdasan

maka terus-menerus akan bertarung melawan

Remaja

perasaan murung atau melarikan diri pada hal-

signifikansinya lebih besar dari ketentuan yang

hal yang merugikan diri sendiri (Goleman,

diperkenankan

2001). Sehingga diperlukan adanya suatu

penelitian yang berbunyi : “Ada hubungan

kemampuan

antara religiusitas & Kecerdasan Emosional

melepas

kecemasan,

dalam

kemurungan

manajemen

emosi.

antara

variabel

Emosional tidak

adalah

(0,05).

Kemampuan ini merupakan hal yang berkaitan

dengan

erat dengan emotional intelligence (kecerdasan

diterima / ditolak.

emosional).

Dengan

adanya

Kenakalan

religiusitas

dengan

Kenakalan

signifikan, Artinya,

Remaja”

& nilai

hipotesis

tidak

dapat

kecerdasan

emosional yang tinggi, individu akan lebih mudah mengendalikan diri dan mengendalikan dorongan-dorongan negatif dalam diri individu

Kepustakaan Ancok, Djamaludin dan Suroso, FN. (2005). Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

tersebut dalam melakukan suatu tindakan. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis penelitian dan pembahasan terhadap out put dari hasil penelitian seperti telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

tidak ada

hubungan

antara

nilai

religiusitas dan kenakalan remaja karena nilai signifikansi religiusitas terhadap kenakalan remaja

lebih besar dari ketentuan tidak ada

kecerdasan

hubungan

emosional

antara

terhadap

kenakalan

emosional terhadap kenakalan remaja lebih besar dari ketentuan yang diperkenankan

583

Asfriyati (2003). Pengaruh Keluarga Terhadap Kenakalan Anak. 2003 Digitized By USU Digital Library. As’ad, Moh., (2008). Psikologi Yogyakarta : Liberty.

Industri.

nilai

remaja karena nilai signifikansi kecerdasan

(0.05).

Arkan, Arnadi (2006). Strategi Penanggulangan Kenakalan Anak-Anak Remaja Usia Sekolah. Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 4 No.6 Oktober 2006.

yang

diperkenankan (0.05). Begitu juga disimpulkan bahwa

Andisti, Miftah Aulia dan Ritandiyono. (2008). Religiusitas dan Perilaku Seks Bebas Pada Dewasa Awal. Jurnal Psikologi Volume 1, No. 2, Juni 2008.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan

Aprilia, Farhana dan Kurniati, Ni Made Taganing (2008). Hubungan antara komunikasi efektif orang tua-anak dan kenakalan remaja pada remaja di rumah tahanan Pondok Bambu Jakarta Timur. Jurnal Penelitian Psikologi No.2 Vol.13 Desember 2008. JURNAL PSIKOLOGI

NISYA’ & SOFIAH Azis,

Rahmat (1999). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Penyesuaian Diri dan Kecenderungan Berperilaku Delinkuen Pada Remaja. Ulul Albab, Jurnal Studi Islam, Sains dan Teknologi, Vol 1, No 2, 1999.

Dister, NS. (1988). Psikologi Yogyakarta: Kanisius.

Agama.

Fuhrmann, B.S. (1990). Adolescence, Adolecent. London: Foresman aand Co. Goleman, D. (1995). Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hasibuan, JJ (1986). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Karya. Hurlock, Elizabeth B. (1996). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Hurlock, Elizabeth B. (1997). Psikologi Perkembangan Anak. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Kartono, Kartini (2003). Bandung: Alumni.

Psikologi Anak.

Kreitner, Robert dkk. (2005). Perilaku Organisasi. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Maria, Ulfah (2007). Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri Terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Mulyasri, Dian (2010). Kenakalan Remaja Ditinjau Dari Persepsi Remaja Terhadap

JURNAL PSIKOLOGI

Keharmonisan Keluarga. Skripsi. Surakarta: Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Mulyadi, Seto. (2006). Kekerasan Pada Anak. Dalam http://www.mailarchive.com. Mussen, P.H. dkk (1994). Perkembangan dan Kepribadian Anak. Jakarta: Arcan. Pasaribu, I.L. dan Simanjuntak (1983). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito. Purwati (2008). Hubungan Antara Konsep Diri dan Kecerdasan Emosional Dengan Kenakalan Remaja. Tesis Magister psikologi Untag Surabaya. Surabaya: Prodi Magister Psikologi. Program Pasca Sarjana Untag Surabaya. Rahmat, Jalaluddin (1989). Psikologi dan Agama. Bandung: Rosdakarya. Santrock, John W. (1995). Perkembangan Masa Hidup. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Sardiman A.M. (1988). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: CV. Rajawali. Sarwono, S.W. (2002). Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Sarwono, S.W. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Pustaka. Syah, Muhibbin (2000). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Thontowi, Ahmad. Hakekat Religiusitas. dalam www.sumsel.kemenag.go.id. Tim Prima Pena (Tanpa Tahun). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Terbaru. Gitamedia Press.

584