JURNAL PSIKOLOGI

Download orang tua berpengaruh terhadap kemadirian belajar mahasiswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara motivasi berpres...

0 downloads 524 Views 98KB Size
HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR MAHASISWA JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

Dwinta Astri Meirizki, Thulus Hidayat, Nugraha Arif Karyanta Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRAK Kemandirian belajar adalah kegiatan belajar yang aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi. Untuk mencapai kemandirian belajar, mahasiswa dihadapkan pada berbagai kesulitan, Rendahnya motivasi berprestasi dan pola asuh demokratis orang tua diduga berpengaruh terhadap kurangnya kemadirian belajar mahasiswa. Sehingga perlu dilakukan penelitian apakah motivasi berprestasi dan pola asuh demokratis orang tua berpengaruh terhadap kemadirian belajar mahasiswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara motivasi berprestasi dan pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian belajar. Subjek penelitian sebanyak 42 mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Teknik pengambilan sampel dengan purposive non-random sampling. Pengumpulan data menggunakan skala motivasi berprestasi, pola asuh demokratis orang tua dan kemandirian belajar. Analisis data menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil perhitungan menggunakan teknik analisis regresi berganda diperoleh p-value 0,001<0,05 dan F hitung =14,845 >dari F tabel = 3,230 serta R sebesar 0,657. Hal ini berarti

motivasi berprestasi dan pola asuh demokratis orang tua dapat digunakan sebagai prediktor untuk memprediksi kemandirian belajar mahasiswa. Tingkat signifikansi p-value 0,001 (p>0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dan pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian belajar. Analisis data menunjukkan nilai R-Square sebesar 0,432. Angka tersebut mengandung pengertian bahwa dalam penelitian ini, motivasi berprestasi dan pola asuh demokratis orang tua memberikan sumbangan efektif sebesar 43,2% terhadap kemandirian belajar. Hal ini berarti masih terdapat 56,8% faktor lain yang mempengaruhi kemandirian belajar. Kata kunci: Pola asuh demokratis orang tua, Motivasi berprestasi, Kemandirian belajar

ABSTRACT Self-direct learning is active learning activities, motivated by spirit or motif to might a competence. To have self-direct learning, university student face for some difficulty. Lower achievement motivation and parenting democratic models were predicted had influencing the less of self-direct learning. So, need to research, are achievement motivation and parenting democratic models influencing self-direct learning of university student. This research aimed to examine the relationship between achievement motivation and parenting democratic models with self-direct learning. Samples were collected by using purposive non-random sampling. The subject research as much 42 of Jenderal Soedirman University students major in Management Program of Economic Faculty. Data was collected using achievement motivation scale, democratic parenting models scale and self-direct learning scale. Data was analyzed by multi regression analyze technique. The result of the analysis showed that there was a significant positive relationships between achievement motivation and democratic parenting models with self-direct learning (F=14,845 , p= 0,001<0,05, R= 0,657) The R-Square reached 0,432 means that the contribution of achievement motivation and democratic parenting models in this research toward self-direct learning was 43,2% while the residue was 56,8% contributed by other factors.

Key Words: Democratic parenting models, Achievement motivation, Self-direct learning. Pendahuluan Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta arus kehidupan global yang sulit dibendung seperti sekarang ini, generasi muda dituntut untuk memiliki pengetahuan, keterampilan, serta karakteristik kepribadian yang tangguh dalam menghadapi realitas zaman. Karakteristik kepribadian tersebut salah satunya ditandai dengan kemandirian dalam belajar. Sebagaimana termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, pasal 26 ayat 4 tentang standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi yang salah satu tujuannya ialah terbentuknya peserta didik sebagai anggota masyarakat yang memiliki kemandirian. Tinggi rendahnya prestasi dan kemandirian belajar akan memberikan sumbangan bagi individu dalam mencapai kesuksesan di masa depan. Oleh karena itulah, kemandirian dalam belajar menjadi salah satu indikator penting bagi tercapainya tujuan pendidikan. Belajar di suatu perguruan tinggi merupakan suatu keistimewaan tersendiri bagi orang-orang yang memenuhi syarat untuk belajar di lembaga tersebut. Selain sarana fisik dan sumber daya manusia yang disediakan, keistimewaan lain bagi mereka yang belajar di suatu perguruan tinggi yaitu adanya pengakuan secara formal bahwa seseorang telah menjalani kegiatan belajar dan proses pelatihan tertentu. Seseorang yang telah mengalami proses belajar secara formal dalam perguruan tinggi diharapkan memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, kepribadian, dan perilaku tertentu sesuai dengan tujuan lembaga pendidikan.

Adapun menurut Suwardjono (2005), proses belajar mengajar di perguruan tinggi selama ini belum menunjukkan proses belajar mandiri, sebab proses belajar di kelas sejak tingkat awal sampai tingkat akhir terlalu banyak ditekankan pada aspek doing tetapi kurang penekanan pada aspek thinking. Hal ini berdampak pada ketidakmandirian dalam belajar, yang salah satu indikasinya adalah mahasiswa kesulitan atau tidak mampu mengungkapkan gagasan, menemukan suatu gagasan atau masalah sebagai bahan penelitian baik berupa tugas kuliah, skripsi, dan sebagainya. Kartono (1985) berpendapat bahwa mahasiswa memiliki peranan yang penuh tantangan dan kesukaran, yang menuntut mereka menentukan sikap dan pilihan, juga kemampuan untuk menyesuaikan diri. Peranan itu pula yang membuat mahasiswa memiliki ciri intelektualitas yang lebih kompleks dibandingkan dengan kelompok seusia mereka yang bukan mahasiswa, ataupun kelompok usia di bawah dan di atas mereka. Ciri intelektualitas mahasiswa ini ditandai oleh kemampuan mereka dalam menghadapi, memahami, dan mencari cara untuk memecahkan berbagai masalah secara sistematis. Oleh karena itulah, mahasiswa diharapkan bukan saja mampu mengikuti kuliah yang diterimanya, tetapi juga mampu mengembangkan apa yang diterima dari dosen secara kreatif. Selain itu, sukses tidaknya seorang mahasiswa di perguruan tinggi sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain semangat hidup yang tinggi, rasa optimis yang besar, dan motivasi sukses yang tinggi. Adanya berbagai macam masalah yang dihadapi mahasiswa dalam perkuliahan seringkali menyebabkan mereka mengalami gangguan psikologis, seperti stres dan depresi. Kesulitan-kesulitan yang sering dialami oleh mahasiswa diantaranya adalah kesulitan dalam tugas-tugas, mencari judul untuk skripsi, kesulitan untuk mencari referensi atau bahan bacaan, dana yang terbatas atau takut menjumpai dosen yang menuntut mahasiswa untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Selain itu, sering terdapat mahasiswa yang kurang senang menerima perkuliahan, suka membolos, atau tidak berminat terhadap perkuliahan. Kondisi ini dapat menyebabkan mahasiswa pesimis terhadap masa depannya, bahkan keinginan mereka untuk sukses semakin lama semakin surut yang pada akhirnya dapat mempengaruhi motivasi berprestasinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McCornick dan Carrol (dalam Sahakian, 1976) terhadap mahasiswa Universitas Saint Louis, menunjukkan bahwa rata-rata 30% dari jumlah mahasiswa tingkat pertama gagal untuk lulus ke tingkat berikutnya, selain itu 50% dari jumlah mahasiswa telah gagal untuk menyelesaikan masa studinya di Perguruan Tinggi dalam jangka waktu 5 tahun. Salah satu penyebab kegagalan tersebut adalah rendahnya

motivasi berprestasi mahasiswa dalam belajar. Di sinilah, motivasi mempunyai peranan yang strategis bagi prestasi seseorang. Tidak ada seorangpun yang berprestasi tanpa memiliki motivasi. Dengan adanya motivasi, mahasiswa diharapkan dapat berprestasi dan memiliki kemandirian dalam belajar. Motivasi merupakan gejala psikologis dalam bentuk dorongan yang timbul pada diri seseorang, baik sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan tertentu dengan tujuan tertentu. Motivasi pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri mahasiswa. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar diri mahasiswa. Kekurangan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik ini akan menyebabkan kurang bersemangatnya mahasiswa dalam belajar, baik di kampus, di rumah, maupun di kos. Sebaliknya, mahasiswa yang telah memahami dengan jelas antara tujuan motivasi dan perbuatan belajarnya sebagai suatu sistem nilai, maka mahasiswa tersebut akan ulet dalam mengatasi kesulitan, rintangan, dan situasi yang kurang menyenangkan. Dengan demikian, motivasi harus dikembangkan berdasarkan pertimbangan perbedaan individual. Ada tidaknya motivasi untuk berprestasi pada diri mahasiswa dapat mempengaruhi kemandirian mahasiswa dalam belajar. Pola asuh orang tua dapat membentuk kemandirian anak termasuk kemandirian belajar. Pola asuh orang tua merupakan cara, kebiasaan atau perlakuan orang tua yang diterapkan untuk menjaga, merawat, dan membimbing anak dalam rangka memenuhi kebutuhan dan memberikan perlindungan kepada anak. Perlindungan orang tua terhadap anak dengan cara menunjukkan kekuasaan dan memperhatikan keinginan-keinginan anak, dengan tujuan agar dapat mengantarkan mereka menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Orang tua yang dimaksud dalam hal ini adalah ayah, ibu atau orang yang bertanggung jawab dalam perkembangan kepribadian anak. Suherman (2000) menyatakan bahwa ada tiga jenis pola asuh orang tua dalam keluarga yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak yaitu pola asuh otoriter, pola asuh liberal, dan pola asuh demokratis. Pola asuh otoriter yaitu pola asuh orang tua dalam memenuhi kebutuhan anak dengan cara mengontrol tingkah laku anak secara ketat, selalu mengatur kehidupan anak, dan orang tua selalu menuntut anak untuk menaati semua peraturan yang mereka buat. Dalam hal ini orang tua cenderung menghukum anak apabila ia berbuat sesuatu yang tidak diinginkan atau menyimpang dari peraturan mereka. Sedangkan pola asuh liberal, yaitu perlakuan orang tua yang membebaskan anak untuk berbuat sesuai dengan keinginannya, tanpa disertai dengan adanya kontrol atau pengawasan dari orang tua.

Adapun pola asuh demokratis, yaitu perlakuan orang tua yang memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pendapat tentang segala sesuatu yang menyangkut kehidupan pribadinya. Kemandirian dalam belajar membutuhkan pola asuh yang tepat di dalam keluarga. Dalam hal ini, pola asuh demokratis orang tua dalam keluarga berperan dalam pembentukan motif belajar pada anak karena dalam pola asuh tersebut kedudukan orang tua dan anak sejajar. Artinya, suatu keputusan dalam keluarga diambil dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggungjawab dengan tetap di bawah pengawasan orang tua. Dengan begitu, anak menjadi terlatih untuk mengatasi masalah dan mempertanggungjawabkan secara moral segala akibat yang timbul dari tindakannya. Sebagaimanan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anastasia dan Nugraheni (2008) yang membuktikan adanya hubungan positif pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian anak, semakin tinggi pola asuh demokratis semakin tinggi kemandirian anak dan sebaliknya semakin rendah pola asuh demokratis semakin rendah kemandiriannya. Kemandirian belajar adalah kegiatan belajar yang aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi (Mujiman, 2006). Kemandirian ini dapat dicirikan dengan tindakan mahasiswa untuk mencari buku-buku pegangan yang ditetapkan dosen, mengembangkan potensi diri dalam berbagai ruang, dan sebagainya. Selain itu, mahasiswa yang mandiri dalam belajar memiliki rasa tanggung jawab karena terdorong keinginannya untuk mencapai prestasi yang optimal. Untuk mencapai kemandirian ini, mahasiswa harus memiliki motivasi berprestasi sehingga mempunyai kemauan yang kuat dan disiplin yang tinggi dalam melaksanakan kegiatan belajarnya. Di samping itu kemandirian belajar ini harus dibentuk, dilatih dan dikembangkan dalam pola asuh yang tepat. Setiap keluarga berbeda cara dalam membimbing anak, sehingga pola asuh yang diterapkan oleh orang tua akan menghasilkan pengaruh yang berbeda terhadap kemandirian belajar anak. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto?” Hasil penelitian ini bertujuan 1. Mengetahui hubungan pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

2. Mengetahui hubungan pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian belajar mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 3. Mengetahui hubungan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Tinjauan Pustaka Kemandirian Belajar Schunk dan Zimmerman (1998) mendefinisikan kemandirian belajar sebagai proses belajar yang terjadi karena pengaruh dari pemikiran, perasaan, strategi, dan perilaku sendiri yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Selanjutnya, mereka menjelaskan bahwa ada tiga fase dalam konsepsi kemandirian belajar, yaitu: perencanaan belajarnya sendiri, pemantauan perkembangan sambil melaksanakan rancangannya dan mengevaluasi dampak dari pelaksanaan belajar yang dirancang. Sementara menurut Cruickshank, Beiner, dan Metcalf (1999), kemandirian belajar merupakan kemampuan peserta didik dalam mengerjakan tugas kampus yang dikerjakan secara mandiri. Cole dan Chan (1994) menegaskan bahwa kemandirian belajar mengimplikasikan peserta didik dapat mengontrol kesadaran pribadi dan bebas mengatur motivasi, kompetensi, dan kecakapan apa yang akan diraih. Peserta didik lebih tahu apa sebenarnya kecenderungan yang ada dalam dirinya sehingga dengan memberikan kebebasan peserta didik untuk memilih cara belajar, maka diharapkan mereka dapat lebih berhasil. Untuk memperoleh kemampuan ini, peserta didik membutuhkan keahlian intelektual dan pengetahuan yang memungkinkan mereka menyeleksi tugas-tugas kognitif tersebut secara efektif dan efisien. Peserta didik dapat mempelajari pokok bahasan tertentu dengan membaca buku atau melihat dan mendengarkan program media pandang-dengar (audio visual) tanpa bantuan atau dengan bantuan terbatas dari orang lain. Selain itu, kemandirian dalam belajar ditunjukkan dengan perilaku peserta didik yang lebih aktif dalam mencari sumber-sumber belajar. Adapun menurut Hiemstra (1996), kemandirian belajar itu tidak sekedar pada kebebasan peserta didik untuk belajar dan memilih kompetensi yang dipilihnya, namun sampai pada pelaksanaan evaluasi. Hiemstra menegaskan bahwa kemandirian belajar merupakan sebuah bentuk studi yang tiap individu mempunyai tanggung jawab untuk merencanakan, mengimplementasikan, sampai pada pelaksanaan evaluasi belajarnya. Demikian pula menurut Maltby, Gage, dan Berliner (1995) bahwa kemandirian belajar merupakan kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi dan memilih masalahnya sendiri, merencanakan aktivitas dan mengajukan hasil pada akhir kegiatan.

Pembahasan istilah kemandirian belajar berhubungan dengan istilah self regullated learning. Pengertian dua istilah tersebut tidak tepat sama, namun memiliki beberapa kesamaan karakteristik. Beberapa pakar mendefinisikan SRL, antara lain: merupakan suatu proses yang bersifat membangun dan aktif, di mana siswa menetapkan

beberapa

tujuan (goals) belajar mereka, kemudian mencoba untuk memonitor, mengatur (regullate) dan mengendalikan kesadaran (cognition), motivasi, perilaku mereka yang diarahkan dan dibatasi oleh beberapa tujuan belajar mereka yang berhubungan dengan lingkungan belajar mereka (Pintrich, 2000). Zimmerman (1989) mendefinisikan self regullated learning (SRL) sebagai derajat metakognisi, motivasional dan perilaku individu di dalam proses belajar yang dijalani untuk mencapai tujuan belajar Dengan demikian, yang dimaksud kemandirian belajar mahasiswa dalam penelitian ini adalah kemampuan seorang mahasiswa untuk menemukan, mengembangkan, serta memecahkan tugas-tugas maupun masalah-masalah yang berkaitan dengan studinya tanpa bergantung kepada bantuan orang lain. Pola Asuh Demokratis Orang Tua Menurut Thoha (1996), pola asuh orang tua adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Peran keluarga menjadi penting untuk mendidik anak baik dalam sudut tinjauan agama, tinjauan sosial kemasyarakatan maupun tinjauan individu. Keluarga merupakan tempat yang pertama kalinya bagi seorang anak memperoleh pendidikan dan mengenal nilainilai maupun peraturan-peraturan yang harus diikutinya dan mendasari anak untuk melakukan hubungan sosial dengan lingkungan yang lebih luas. Pendidikan keluarga yang baik akan mampu menumbuhkan perkembangan kepribadian anak menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif terhadap agama, kepribadian yang kuat dan mandiri, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal. Adanya perbedaan latar belakang, pengalaman, pendidikan dan kepentingan dari orang tua maka berbeda pula cara mendidik anak yang diterapkan oleh setiap keluarga. Sebagaimana disimpulkan oleh Baumrind (dalam Djiwandono, 1989), ada beberapa bentuk pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anak-anaknya, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh demokratis. Dalam pola asuh otoriter, orang tua menekankan agar segala aturan-aturan mereka ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua.

Pola asuh ini menyebabkan anak menjadi kurang inisiatif, merasa takut, tidak percaya diri, sering mengalami kecemasan, rendah diri, minder dalam pergaulan. Di sisi lain, anak yang berada dalam pola asuh otoriter suatu ketika dapat memberontak, nakal, atau melarikan diri dari kenyataan, misalnya dengan menggunakan narkoba. Sedangkan dalam pola asuh permisif, orang tua memberikan kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak. Dalam pola asuh permisif, orang tua bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan. Anak cenderung bertindak semena-mena, tanpa pengawasan orang tua. Anak bebas melakukan apa saja yang diinginkan sehingga anak cenderung kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Adapun pola asuh demokratis, yaitu pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi orang tua tetap tidak ragu-ragu untuk mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran secara terbuka. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis akan memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. Akibat positif dari pola asuh ini, anak akan menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain, bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya, tidak munafik, dan jujur. Dalam penelitian ini, pola asuh demokratis orang tua yang dimaksud ialah cara orang tua dalam mendidik anak dengan sikap terbuka, rasional, memprioritaskan, dan menghargai kebutuhan anak dengan tetap mempertimbangkan tanggung jawab moral. Motivasi Berprestasi Berprestasi adalah idaman setiap individu, baik itu prestasi dalam bidang pekerjaan, pendidikan, sosial, seni, politik, budaya dan lain-lain. Dengan adanya prestasi yang pernah diraih oleh seseorang akan menumbuhkan suatu semangat baru untuk menjalani aktifitas. Menurut Murray (dalam Yuspitasari, 1995), kebutuhan berprestasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu yang sulit seperti memanipulasi dan mengorganisasikan objekobjek fisik, gagasan-gagasan atau masyarakat. Prestasi diartikan sebagai ambisi dan batas kompetisi seseorang untuk menjadi sukses. Sementara itu, Mc Clelland (dalam Yuspitasari, 1995) menyatakan bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan atau kebutuhan individu untuk meraih suatu keberhasilan, yang bertujuan untuk memenangkan persaingan atau mencapai sesuatu yang

terbaik bagi dirinya sendiri. Menurut Mc Clelland dan Atkinson (dalam Djiwandono, 1989), motivasi yang paling penting untuk pendidikan adalah motivasi berprestasi, dimana seseorang selalu berjuang untuk mencapai sukses atau memilih suatu kegiatan yang berorientasi untuk tujuan sukses. Mc Clelland membagi teori motivasi berprestasi (achievment motivation) menjadi beberapa motif, meliputi: a) motif berprestasi; b) motif kekuasaan; dan c) motif afiliasi. Dari ketiga motif tersebut, penelitian ini akan difokuskan pada motivasi berprestasi. Gellerman (1963) menyatakan bahwa orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan sangat senang kalau dirinya berhasil memenangkan suatu persaingan. Individu yang memiliki motivasi berprestasi ini berani menanggung segala resiko sebagai konsekuensi dari usahanya untuk mencapai tujuan. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi merupakan dorongan untuk mencapai keberhasilan yang memiliki nilai lebih unggul dibandingkan orang lain, dan diwujudkan dalam bentuk kerja atau karya yang berkualitas tinggi. Dalam hal ini, mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi akan mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku dirinya untuk mencapai suatu standar prestasi. Pola Asuh Demokratis Orang Tua dan Motivasi Berprestasi dengan Kemandirian Belajar Mahasiswa Kemandirian belajar sangat diperlukan bagi mahasiswa supaya berhasil menempuh pendidikannya di perguruan tinggi dengan baik. Kemandirian merupakan hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri. Individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri (Kartono dan Dali,1987). Dalam kemandirian belajar mahasiswa mampu untuk mengidentifikasi dan memilih masalahnya sendiri, merencanakan aktivitas dan mengajukan hasil pada akhir kegiatan (Maltby, Gage, dan Berliner, 1995). Terdapat tiga hal utama yang berpengaruh pada kemandirian belajar, yaitu individu, lingkungan, dan unjuk kerja (performance). Aspek individu yang bisa berpengaruh adalah persepsi individu terhadap kemandirian, persepsi tentang kemampuannya sendiri dalam mengatur dan mengamalkan tindakan untuk mencapai cita-cita (Cole dan Chan, 1994). Dorongan untuk mencapai cita-cita merupakan motivasi berprestasi (Mc Clelland, dalam Djiwandono, 1989). Mahasiswa yang mempunyai cita-cita akan berusaha sebaik-baiknya dalam belajar atau mempunyai motivasi yang tinggi dalam belajar. Mahasiswa akan mengerjakan tugas sampai selesai dan bila mengalami kesulitan ia akan membaca kembali

bahan bacaan yang telah diterangkan dosen, mengulangi mengerjakan tugas yang belum selesai. Keberhasilan pada setiap kegiatan kuliah dan memperoleh hasil yang baik akan memungkinkan mahasiswa mencapai cita-citanya. Faktor dari luar individu yang mempengaruhi kemandirian belajar adalah lingkungan salah satunya adalah keluarga yaitu pola asuh orang tua terhadap anak. Di dalam keluarga, orang tua berperan dalam mengasuh, membimbing, dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri, sebagaimana pendapat Thoha (1996) bahwa kemandirian belajar dipengaruhi oleh keluarga, meliputi aktivitas pendidikan dalam keluarga, kecenderungan cara keluarga mendidik anak, cara memberikan penilaian kepada anak, bahkan sampai cara hidup orang tua berpengaruh terhadap kemandirian anak. Keluarga yang demokratis misalnya, akan memberikan pola asuh demokratis, di mana orang tua membuat peraturan dan disiplin bagi anak dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan yang logis, yang dapat dimengerti dan dipahami oleh anak (Utami Munandar,1982). Pola asuh ini akan berpengaruh pada aspek intelektual, dimana anak kemudian terlatih untuk berpikir, menalar, dan memahami beragam kondisi, situasi dan gejala-gejala masalah sebagai dasar usaha mengatasi masalah secara mandiri. Sementara itu, McClelland (dalam Mujiman, 2006) mengatakan bahwa pola asuh orang tua mempunyai pengaruh kuat terhadap motivasi berprestasi. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Estwood (dalam Mujiman, 2006) yang mengatakan bahwa motivasi berprestasi dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya seperti orang tua, teman dan sebagainya. Bagaimana cara orang tua mendidik ataupun pola asuh seperti apa yang diterapkan pada anak dapat menyumbang dalam pembentukan motif berprestasi pada anak. Dari uraian di atas, diperoleh suatu gambaran bahwa kemandirian belajar dipengaruhi oleh pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi yang dapat menjadikan anak tumbuh dengan rasa tanggung jawab untuk memperlihatkan sesuatu tingkahlaku dan selanjutnya memupuk kepercayaan dirinya dalam menghadapi setiap persoalan. Pengaruh pola asuh demokratis dan motivasi berprestasi ini juga ditandai dengan adanya kemampuan anak untuk bertindak sesuai dengan norma dan kebebasan, baik dalam aspek intelektual, sosial, emosi maupun ekonomi. Dengan demikian maka dapat dihipotesiskan bahwa 1. Ada hubungan pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

2. Ada hubungan pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian belajar mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 3. Ada hubungan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. METODE Variabel dependen dari penelitian ini adalah kemandirian belajar. Kemandirian belajar dalam penelitian ini adalah kemampuan seorang mahasiswa untuk menemukan, mengembangkan, serta memecahkan tugas-tugas maupun masalah-masalah yang berkaitan dengan studinya tanpa bergantung pada bantuan orang lain. Kemandirian belajar mahasiswa dalam penelitian ini akan diukur dengan skala kemandirian belajar berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan Schunk dan Zimmerman (1998) yang meliputi merancang belajar, memantau kemajuan belajar dan mengevaluasi hasil yang merupakan siklus belajar self regulated learning (SRL). Dalam aspek merancang belajar, memantau kemajuan belajar dan mengevaluasi hasil belajar, semua meliputi unsur intelektual, sosial dan emosi yang dikemukakan oleh Robert Havighurst (dalam Mu’tadin, 2002), Cole dan Chan (1994) dan Pardjono (2007). Dimana unsur intelektual mencakup kemampuan berpikir, menalar, memahami beragam kondisi, situasi dan gejala-gejala masalah sebagai dasar usaha mengatasi, aspek sosial berkenaan dengan kemampuan untuk berani secara aktif membina relasi sosial, namun tidak tergantung pada kehadiran orang lain di sekitarnya, dan aspek emosi, mencakup kemampuan individu untuk mengelola serta mengendalikan emosi dan reaksinya dengan tidak bergantung secara emosi pada orang tua. Variabel independen penelitian ini adalah

pola asuh demokratis orang tua dan

motivasi berprestasi. Pola asuh demokratis orang tua merupakan cara orang tua dalam mendidik anak dengan sikap terbuka, rasional, memprioritaskan, dan menghargai kebutuhan anak dengan tetap mempertimbangkan tanggung jawab moral. Dalam penelitian ini, pola asuh demokratis orang tua diukur dengan skala pola asuh demokratis orang tua yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan menurut Jamal dan Idris (1992), sebagai berikut: a. Peraturan dan disiplin, yaitu orang tua menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima, dipahami dan dimengerti oleh anak. b. Pengarahan, yaitu orang tua memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik agar di tinggalkan.

c. Bimbingan, yaitu orang tua membebaskan anak untuk mengemukakan pendapat, perasaan, dan keinginan dengan tetap memberikan bimbingan. d. Keharmonisan, yaitu orang tua dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga. e. Komunikasi, yaitu terciptanya suasana komunikasi yang baik antara orang tua dan anak serta sesama keluarga. Motivasi berprestasi merupakan dorongan dalam diri individu sehingga mempunyai harapan tinggi dan selalu berupaya untuk mencapai keberhasilan. Dalam penelitian ini, motivasi berprestasi diukur dengan skala motivasi berprestasi berdasarkan aspek-aspek menurut Mc Clelland (dalam, Djiwandono, 1989), yaitu: mempunyai tanggung jawab pribadi, menetapkan nilai yang akan dicapai, berusaha bekerja kreatif, berusaha mencapai cita-cita, memilih tugas yang moderat, melakukan kegiatan sebaik-baiknya, dan mengadakan antisipasi. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto angkatan 2007, yaitu sebanyak 167. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik purposive non-random sampling. Dalam hal ini dengan teknik accidental sampling. Dalam penelitian ini alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala psikologis. Adapun dalam penelitian ini digunakan tiga jenis skala, yaitu skala tentang pola asuh demokratis orang tua, skala tentang motivasi berprestasi, dan skala tentang kemandirian belajar. Tiap-tiap skala memiliki ciri-ciri empat alternatif jawaban yang dipisahkan menjadi aitem favorabel dan unfavorabel. Sistem penilaian untuk jawaban adalah sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Pada pernyataan yang bersifat favorable, subjek akan memperoleh nilai 4 jika menjawab sangat sesuai (SS), nilai 3 jika menjawab sesuai (S), nilai 2 jika menjawab tidak sesuai (TS) dan jawaban sangat tidak sesuai (STS) nilai 1. Sedangkan pernyataan unfavorable, subjek akan memperoleh nilai 4 jika menjawab sangat tidak sesuai (STS), nilai 3 jika jawaban tidak sesuai (TS) sedangkan untuk jawaban sesuai (S) mendapat nilai 2 dan jawaban sangat sesuai (SS) mendapat nilai 1. Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan korelasi product moment yang perhitungannya menggunakan bantuan Program SPSS 16.0 for Windows. Koefesien korelasi yang digunakan adalah level signifikan 5%. Jika rhitung > rtabel maka butir pernyataan tersebut valid dan jika rhitung < rtabel maka pernyataan tersebut tidak valid.

Uji reliabilitas menggunakan metode konsistensi internal dengan menggunakan formulasi Croanbach’s Alpha (α), yang perhitungannya menggunakan bantuan Program SPSS 16.0 for Windows. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda (multiple regression) sesuai dengan rumusan masalah, tujuan dan hipotesis, dan dianalisis dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for Windows. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan analisis regresi berganda diperoleh nila R sebesar 0,635, ini menunjukkan bahwa hubungan antara pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi terhadap kemandirian belajar mahasiswa adalah kuat. Dari perhitungan Anova, didapatkan nilai F hitung sebesar 14,845 lebih besar dari F tabel sebesar 3,230 dengan tingkat signifikansi probabilitas sebesar p=0,000 (p<0,05) yang artinya signifikan. Hal ini berarti model regresi dapat dipakai untuk memprediksi kemandirian belajar pada mahasiswa. Artinya, pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap kemandirian belajar mahasiswa, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi terhadap kemandirian belajar mahasiswa dapat diterima. Hasil analisis regresi berganda dapat dilihat Koefisien determinasi penelitian yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi menjelaskan variabel kemandirian belajar ditunjukkan oleh nilai R Square sebesar 0,432. Angka tersebut mengandung pengertian bahwa dalam penelitian ini, pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi memberikan sumbangan efektif sebesar 43,2% terhadap kemandirian belajar. Hal ini berarti masih terdapat 56,8% faktor lain yang mempengaruhi kemandirian belajar mahasiswa di Fakulas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Jenderal Soedirman. Hubungan antara pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi pada kemandirian belajar mahasiswa dapat digambarkan dalam persamaan garis regresi. Sesuai dengan hasil analisis, dapat dilihat nilai konstanta dan variabel bebas (pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi) yang dapat memprediksi variasi yang terjadi pada tabel variabel tergantung (kemandirian belajar) melalui persamaan regresi. Persamaan garis regresi pada hubungan ketiga variabel tersebut adalah: Y = a + bX1 + bX2 Y = 8.999+0.493X1+0.333X2 Persamaan garis tersebut mengandung arti bahwa rata-rata skor kemadirian belajar (kriterium Y) akan mengalami perubahan sebesar 0.493 untuk setiap unit perubahan yang

terjadi pada variabel pola asuh demokratis orang tua (prediktor X1) dan juga diperkirakan akan mengalami perubahan sebesar 0.333 untuk setiap unit perubahan yang terjadi pada variabel motivasi berprestasi. Dari persamaan garis tersebut diketahui bahwa hubungan antara variabel pola asuh demokratis orang tua (prediktor X1) dan variabel motivasi berprestasi (prediktor X2) adalah positif. Uji korelasi untuk membuktikan hubungan antara masing-masing variabel bebas (pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi) dengan variabel tergantung yaitu kemandirian belajar dapat dilihat pada tabel 21 berikut: Berdasarkan tabel korelasi dapat dilihat hasil koefisien korelasi antara pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian belajar pada mahasiswa (rx1y) adalah sebesar 0,578. Tingkat signifikansi atau probabilitas sebesar p = 0,000 (p<0,05), menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian belajar pada mahasiswa, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian belajar pada mahasiswa dapat diterima. Uji korelasi menunjukkan hubungan antara motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar pada mahasiswa (rx2y) sebesar 0,496. Tingkat signifikansi atau probabilitas sebesar p = 0,001 (p<0,05), menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar pada mahasiswa, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar pada mahasiswa dapat diterima. Subjek dikategorikan berdasarkan mean dari skor yang diperoleh subjek dan standar deviasi (SD) pada masing-masing variabel. PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh dari uji hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar. Berdasarkan hasil analisis menggunakan teknik analisis berganda terhadap data pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar, diperoleh F hitung sebesar 14.845 lebih besar dari F tabel 3,230 serta R sebesar 0,667. Hal ini berarti pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi dapat digunakan sebagai prediktor untuk memprediksi kemandirian belajar mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman. Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat

diterima yaitu ada hubungan signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar mahasiswa. Hasil analisis uji korelasi menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi antara variabel pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian belajar mahasiswa menyatakan adanya hubungan (rx1y) sebesar 0,578 dan p < 0,05. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian belajar mahasiswa diterima. Nilai positif berarti hubungan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian belajar memiliki hubungan yang berbanding lurus, dalam arti apabila pola asuh demokratis orang tua yang diperoleh mahasiswa baik maka kemandirian belajar mahasiswa juga tinggi, dan sebaliknya apabila pola asuh demokratis orang tua yang diterima mahasiswa buruk maka kemandirian belajar mahasiswa akan rendah. Data penelitian menunjukkan sebagian besar subjek dalam penelitian ini mendapat pola asuh demokratis dari orang tua cukup baik dan kemandirian belajar yang dimiliki mahasiswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini sebagian besar dalam kategori sedang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan keluarga yaitu peran orang tua yang baik akan mampu menumbuhkan perkembangan kepribadian yang memiliki sikap positif terhadap kepribadian yang kuat dan mandiri, di mana potensi jasmani dan rohani serta intelektual berkembang secara optimal. Sehingga mahasiswa yang mendapat dukungan dari orang tua berupa pola asuh orang tua yang demokratis akan mempunyai sifat kemandirian belajar yang tinggi dibanding mahasiswa yang tidak mendapat pola asuh demokratis dari orang tua. Hal ini memberi penjelasan bahwa pola asuh demokratis orang tua yang diterima oleh seorang anak merupakan faktor yang sangat mendukung kemandirian belajar seorang anak, sehingga sudah seharusnya para orang tua dalam mengasuh anak mengembangkan pola asuh yang demokratis agar anak terdorong untuk mengembangkan semua potensi yang ada di dalam dirinya dengan optimal, termasuk di dalamnya kemandirian belajar. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Anastasia dan Nugraheni (2008) yang membuktikan adanya hubungan positif pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian anak, semakin tinggi pola asuh demokratis semakin tinggi kemandirian anak dan sebaliknya semakin rendah pola asuh demokratis semakin rendah kemandiriannya. Berarti hasil penelitian ini juga sejalan pendapat yang dikemukakan Thoha (1996) bahwa kemandirian belajar dipengaruhi oleh keluarga, meliputi aktivitas pendidikan dalam keluarga,

kecenderungan cara keluarga mendidik anak, cara memberikan penilaian kepada anak, bahkan sampai cara hidup orang tua berpengaruh terhadap kemandirian anak. Hasil uji korelasi variabel motivasi berprestasi menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi antara variabel motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar mahasiswa menyatakan adanya hubungan (rx2y) sebesar 0,496 dan p <0,05. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan ada hubungan signifikan antara motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar mahasiswa diterima. Nilai positif berarti hubungan antara motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar memiliki hubungan yang berbanding lurus, dalam arti apabila motivasi berprestasi mahasiswa tinggi maka kemandirian belajar mahasiswa juga tinggi, dan sebaliknya apabila motivasi berprestasi mahasiswa buruk maka kemandirian belajar mahasiswa juga rendah. Data penelitian menunjukkan sebagian besar subyek dalam penelitian mempunyai motivasi berprestasi yang cukup, dan kemandirian belajar yang dimiliki mahasiswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini sebagian besar dalam kategori sedang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemauan mahasiswa untuk melakukan tugas atau tanggung jawabnya sebagai pelajar secara pribadi dengan baik berpengaruh pada aspek intelektual mahasiswa dalam menghadapi beragam kondisi, situasi dan gejala-gejala masalah secara mandiri. Sehingga mahasiswa yang mempunyai motivasi berprestasi akan mempunyai kemandirian belajar, dibandingkan mahasiswa yang tidak memiliki motivasi berprestasi atau yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah. Hal ini memberi penjelasan bahwa motivasi berprestasi yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam membentuk kepribadian yang kuat dalam diri seseorang yang pada akhirnya memunculkan jiwa kemandirian dalam segala hal termasuk kemandirian belajar. PENUTUP Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan: 1. Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto 2. Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian belajar mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

3. Ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Bagi Mahasiswa Bagi mahasiswa yang kurang menerima pola asuh demokratis orang tua disarankan untuk tetap optimis dan terus berupaya menjalin hubungan komunikasi yang baik dengan orang tua sehingga dapat menumbuhkan dukungan yang baik dari orang tua. Bagi mahasiswa yang mempunyai motivasi berprestasi kurang, disarankan untuk melakukan instrospeksi dan membangkitkan kesadaran bahwa kesuksesan ada di tangan sendiri bukan di tangan orang lain. 2. Bagi Orang tua Bagi orang tua diharapkan tetap mengupayakan suatu pola asuh demokratis yang dapat mendorong anak agar mempunyai kemadirian belajar yang tinggi. Dengan hubungan yang terjalin baik membuat mereka termotivasi untuk bertanggungjawab atas apa yang menjadi tanggungjawabnya. Kebiasaan-kebiasaan yang belum mencerminkan pola asuh demokratis orang tua hendaknya berubah menjadi kebiasaan yang benar-benar mencerminkan pola asuh demokratis. 3. Bagi Praktisi di Bidang Psikologi Para praktisi di bidang psikologi dalam penanganan kasus-kasus yang berkaitan dengan pola asuh demokratis orang tua, motivasi berprestasi dan kemandirian belajar tidak hanya melakukan pendekatan kepada mahasiswa namun juga melibatkan orang tua, teman dekat atau pendidik di universitas agar semua segi kehidupan mahasiswa tersentuh. Dengan demikian mahasiswa tidak kekurangan dukungan dari lingkungan, terutama dari lingkungan keluarga yang mempunyai pengaruh cukup dominan dalam membentuk kepribadian dan kematangan mahasiswa dalam menghadapi masalah akademis dan kehidupannya. 4. Bagi Pendidik Pendidik di Universitas diharapkan dapat menjadi salah satu tempat mahasiswa berdiskusi berkaitan dengan masalah yang dihadapi dalam belajar atau hal lain, dan memberi dukungan ketika merasa kurang memiliki motivasi untuk berprestasi atau ada masalah dengan orang tua, sehingga mahasiswa tidak dapat keluar dari permasalahannya itu dan berusaha memupuk motivasi berprestasi dan berupaya menjalin hubungan yang baik dengan orang tua yang pada akhirnya mempunyai kesadaran untuk belajar yang tinggi.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti lain dapat menggunakan tinjauan teoritis dari ahli lain yang belum terdapat dalam penelitian ini. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk mengadakan penelitian dengan topik yang sama, bisa lebih melihat hubungan dari indikator dalam kemandirian belajar, pola asuh demokratis orang tua dan motivasi berprestasi sehingga dapat dilihat indikator mana yang lebih baik untuk diterapkan bagi mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA Anastasia, A., Nugraheni, H. 2008. Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis dengan Kemandirian pada Remaja. Psikohumanika Vol. I, No.1, Hal 8-21. Anonim. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. PT.Imperal Bakti Utama Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, S. 1998. Sikap Manusia Teori dan Pengukuran. Yogyakarta: Liberty. Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bahri, S. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Basri, H. 2000. Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cole, P, G., Chan, L, K. 1994. Teaching Principles and Practice. New York: Prentice Hall. Corsini, R, J. 1994. Encyclopedia Of Psychology. New York: John-Willey&Sons, Inc. Cruickshank, D, R., Beiner, K, M. Metcalf. 1993. Preparing American’s Teachers. Bloomington: Phi Delta Kappa. Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Djiwandono,. Sri E, W. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo Gellerman, Saul W. 1963. Motivation and Productivity. New York: American Management Association. Gerungan, W, A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Gunarsa, D, S. 1995. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT. BPK. Gunung Mulia. Hadi, S. 2002. Metode Research Jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset.

Hazairin. 2009. Teori-teori Motivasi Berprestasi. Bengkulu: MPA Universitas "Satya Wanamandala". Hardjo, S,. Badjuri. 2002. Pengaruh Motivasi Berprestasi dan Cara Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Semarang. Semarang: UBJJ UT. Hiemstra, R. 1996. Self-directed learning. Oxford: Pergamon Press. Hidayat. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Jamal, L., Idris, Z. 1992. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Gramedia Widiasarana. Kartono, K. 1985. Peran Keluarga Memandu Anak. Rajawali: Jakarta Kartono, K. dan Gulo Dali. 1987. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya. Maltby, F., Gage, N, L., Berliner, D, C. 1995. Educational Psychology. Brisbane: John Wiley. Monks, F, J., Knoerr. 1999. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Terj. Siti Rahayu Haditono. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Munandar, U. 1982. Pemanduan Anak Berbakat. Jakarta: CV. Rajawali. Mujiman, H. 2006. Belajar Mandiri. Surakarta: Universitas Negeri Surakarta. Mu’tadin, Z. 2002. Kemandirian sebagai Kebutuhan Psikologi pada Remaja. http://www.epsikologi.com Pardjono. 2007. Kemandirian Belajar Mahasiswa Pendidikan Teknik Mesin Ditinjau Dari Asal Sekolah, Tempat Tinggal, dan Lama Studi. Jurnal Cakrawala Pendidikan. Vol 26, No I, hal 87. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pintrich, P.R., De Groot, E.V. 1990. Motivational and Self regulated Learning Component of classroom academic performance. Journal of Educational Psychology. Vol 82, No. 1, hal 33 – 40 Purwanto. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rakhmat, J. 1985. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Reber, A.S. 1985. Dictionary of Psychology. London: Penguin Books. Reksohadiprodjo, S., Handoko, T, H. 1997. Organisasi Perusahaan. Yogyakarta: BPFE Sahakian, W, S. 1976. System, Models and Theories. Chicago: Rand MC. Nally College Publishing Company. Sardiman, A, M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Shochib, M. 1998. Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Disiplin Diri. Jakarta : PT. Rieneka Cipta. Shunck, D, H., Zimmerman, B, J. 1998. Introduction to the Self Regulated Learning (SRL) Cycle. Department of Educational Studies, Purdue University Parent page was developed by Cornel Cooperative-Extention of Suffolk County. Suherman. 2000. Buku Saku Perkembangan Anak. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Sukmadinata, N, S. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Surya, M. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: IKIP Bandung. Suryabrata, S. 2004. Metode Penelitian. Cetakan Ke-16. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Suwardjono. 2004. Perilaku Belajar http://konselingindonesia.com/index.php

di

Perguruan

Tinggi.

Thoha, Ch. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Uno, H, B. 2009. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: PT Bumi Aksara. Winarsunu, T. 2006. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press. Yuspitasari, N. 1995. Pengaruh Stress terhadap Motivasi Berprestasi pada Mahasiswa Tingkat Awal dan Mahasiswa Tingkat Lanjut (Skripsi). Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Zimmerman. (1989). Self-regulated Learning and academic achievement: Theory, Research, and Practice. London: Spring Verlag Inc.