JURNAL TA

Download Persamaan (10) ini disebut hukum stoke mengenai terminal settling velocity atau kecepatan pengendapan ( Peavy, 1986 ). Persamaan ini dapat ...

0 downloads 495 Views 262KB Size
STUDI KAPASITAS BENDUNGAN SEBAGAI PENGENDALI SEMBURAN LUMPUR SIDOARJO Rohmat Ilman Salim(1), Mahmud Mustain(2), Sholihin(3) Mahasiswa Teknik Kelautan,2,3Staf Pengajar Teknik Kelautan

1

Semburan lumpur yang sampai saat ini belum bisa dihentikan merupakan masalah yang membutuhkan solusi alternatif. Tugas akhir ini mencoba mengajukan konsep pengendalian lumpur dengan ruang lingkup yang lebih luas, yaitu dengan menggunakan bendungan sebagai tempat pemisahan lumpur dari air dan partikel solidnya. Konsep yang diajukan difokuskan pada menghitung kecepatan pengendapan untuk memperoleh waktu pengendapan dan meramalkan volume lumpur yang akan keluar untuk digunakan sebagai acuan penentuan kapasitas bendungan pengendapan. Pada penelitian ini diperoleh dimensi bendungan yaitu dengan Luas bendungan sebesar 3.704.144,36 m2 yang tidak memiliki bentuk pasti karena didasarkan atas lahan kosong yang ada, Tinggi lumpur dalam bendungan sebesar (D) 5,94 m dan Volume bendungan pengendapan (V) adalah 22.018.856,07 m3. Dengan parameter dimensi tersebut maka waktu pengendapan yang dibutuhkan selama 28,33 jam dengan volume sedimen yang mengendap ada 42.2 % dari volume sedimen seluruhnya. Jadi sedimen yang 57,8 % masih tetap melayang karena waktu pengendapannya sangat lama. Kata kunci : Semburan lumpur panas, Bendungan, Pengendapan. 1. PENDAHULUAN Penanggulangan luapan lumpur di sidoarjo sudah banyak dilakukan seperti pembuatan tanggul, pemasangan snubbing unit, metode pengeboran miring (side tracking), metode saluran pelimpah (relief well), serta insersi bola beton. Sampai saat ini upaya dalam menghentikan semburan lumpur masih tidak/belum berhasil sampai dengan batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Apalagi dengan adanya musim hujan yang mengakibatkan volume lumpur menjadi besar sehingga perlu sebuah penanganan yang lebih serius Selama ini penanganan yang dilakukan adalah dengan memompa lumpur ke sungai porong untuk dialirkan menuju laut. Tetapi kendala

yang dihadapi dalam penanganan itu adalah pendangkalan sungai porong karena endapan sedimen dari lumpur terus bertambah meskipun dibantu dengan musim hujan dengan bertambahnya debit sungai yang akhirnya dapat membawa lumpur lebih cepat sehingga mengurangi pengendapan sedimen di sungai porong. Adapun penanganan yang lain selama ini dengan terus menambah luas tanggul. Tetapi sampai dimana luas tanggul itu akan dibangun. Untuk itu perlu ada sebuah konsep penanganan sebagai alternatif pengendalian lumpur yaitu pemisahan sedimen yang mudah mengendap dari lumpur. Jadi dengan sebuah bendungan pengendapan yang digunakan untuk mengendapkan sedimen maka pendangkalan sungai porong akan berkurang.

Dalam pengendalian semburan Lumpur tersebut ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu prediksi volume lumpur yang akan keluar dalam waktu tertentu dan kecepatan pengendapan. Hal ini sangat penting untuk segera diketahui sebagai dasar dan acuan dalam proses pengendalian semburan lumpur. 2. DASAR TEORI 2.1 SEDIMENTASI Banyak metode separasi mekanik yang didasarkan atas gerakan partikel zat padat atau tetesan zat cair melalui fluida. Fluida itu mungkin gas atau zat cair; dan mungkin berada pada keadaan mengalir atau keadaan diam. Prinsip mekanika-partikel yang mendasari operasi ini ialah jika partikel itu mulai dari keadaan diam terhadap fluida tempat partikel itu terendam, lalu bergerak melalui fluida itu karena gaya-gaya luar, gerakan itu dapat dibagi menjadi dua tahap : Ø Tahap pertama singkat di mana yaitu selama meningkat dari terminal.

merupakan satu periode ber¬langsung percepatan, waktu kecepatan itu nol sampai ke¬cepatan

Ø Tahap kedua ialah periode di mana partikel itu berada dalam kecepat¬an terminalnya. Oleh karena periode percepatan awal itu singkat saja, biasanya per puluhan detik saja atau kurang, pengaruh percepatan awal itu pendek pula. Kecepatan terminal, di lain pihak, dapat dipertahankan selama partikel masih mengalami perlakuan di dalam alat. Metode yang paling lazim, hanya

menggunakan periode kece¬patan terminal saja. 2.2 Pengendapan Partikel Mandiri Pengendapan sebuah discrete particle di dalam air hanya dipengaruhi oleh karakteristik air dan partikel yang bersangkutan dan dapat diterangkan dengan rumus-rumus sederhana dalam mekanika fluida. Yang dimaksud dengan discrete particle adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun berat selama partikel tersebut mengendap. Proses pengendapan partikel berlangsung semata-mata akibat pengaruh gaya partikel atau berat sendiri partikel. Pengendapan akan berlangsung sempurna apabila aliran dalam keadaan tenang ( aliran laminar ). Akibat bertnya sendiri, partikel yang mempunyai rapat masa lebih besar dari rapat masa air akan bergerak vertical ke bawah. Gerakan partikel di dalam air yang tenang akan diperlambat oleh gaya hambatan akibat kekentalan air (drag force) sampai dicapai suatu keadaan dimana besar gaya hambatan setara dengan gaya berat efektif partikel di dalam air. Setelah itu gerakan partikel akan berlangsung secara konstan dan disebut terminal settling velocity. Kecepatan pengendapan merupakan cerminan hasil yang terintegrasi dari ukuran, bentuk, kekasaran permukaan, spesific gravity, dan viskositas cairan. Gaya berat partikel dalam air (impelling force) merupakan resultant antara gaya berat partikel dan gaya apung (buoyant force). Ws = Fv – Fb

(1)

dengan : Ws partikel dalam air,

= gaya berat efektif

Fv

= gaya berat partikel,

Fb

= gaya apung.

Apabila Fv = ρs . g . Vp dan Fb = ρv . g . Vp, maka : Ws = ( ρs – ρw ). g . Vp dengan : ρs

(2)

= rapat masa partikel,

ρw

= rapat masa air,

g

= percepatan grafitasi bumi,

Vp = volume partikel Gaya hambatan yang dialami selama partikel bergerak di dalam air dipengaruhi oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan kecepatan gerak partikel serta rapat masa dan kekentalan air. Fd = ½ . CD . Ap . ρ . Vs2 dengan : Fd Ap

dengan : dalam air

Ws = gaya berat efektif partikel

= gaya hambatan, = luas proyeksi partikel, = kecepatan gerak partikel,

CD

= koefisien hambatan.

Koefisien drag merupakan fungsi dari bentuk partikel dan bilangan Reynolds (Re). CD = 24/Re Re = ( dp . ρw . Vs ) / µ

µ

Koefisien drag tidak dapat dicari secara analitik apabila nilai Re > 2. Oleh karena itu, koefisien drag ditentukan dengan penelitian kecepatan pengendapan dalam fluida, yang hasilnya disimpulkan oleh Rouse (1937) yang ditunjukan oleh gambar 2.1. setelah Cd diketahui dari gambar 2.1, maka kecepatan pengendapan partikel berbentuk bola dapat dihitung menggunakan persamaan (2) dan (3). Karena nilai Re tidak dapat ditentukan lebih dulu maka digunakan skala pembantu yaitu Ws/ρ v2.

(3)

Vs

dengan : dp

Angka kekentalan dinamis adalah perkalian antara kekentalan kinematis dan rapat massa fluida.

= diameter partikel, = angka kekentalan dinamis.

Gambar 2.1 koefisien Drag dari silinder, bola dan persegi (Rouse, 1937) Proses pengendapan berlangsung dengan kecepatan konstan dan keadaan ini dicapai apabila Ws = FD, sehingga persamaan (2) dan persamaan (3) dapat disederhanakan lagi menjadi :

(7) Dengan menganggap bahwa partikel yang diendapkan berbentuk bola, maka :

(8)

2.3 Kolam Pengendapan Ideal (ideal settling tank) Pada kolam pengendapan yang ideal dengan aliran continue, maka panjang kolam dan waktu tinggal ditentukan sedemikian sehingga semua partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan vt akan mengendap di dasar kolam.

selanjutnya : (9) Dengan mensubstitusikan persamaan (4) dan (5) ke persamaan (9), maka diperoleh :

(10) dengan : dp

= diameter partikel

γs, γw = berat spsific dari partikel dan air (secara berurutan) Persamaan (10) ini disebut hukum stoke mengenai terminal settling velocity atau kecepatan pengendapan ( Peavy, 1986 ). Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung kecepatan pengnadapan dari sediment yang berada dalam air jika diameter partikel sama dengan atau lebih kecil dari 0.1 mm. Dan nilai kekentalan kinematis dari persamaan (10) adalah fungsi dari temperatur air dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini (Stokes, 1851) : (11) dengan : T = Temperatur air dalam oC

Gambar.2.2 Dasar pada Kolam Pengendapan Ideal Hubungan antara kecepatan pengandapan, kedalaman air dan waktu tinggal ditunjukkan dengan rumus : (14) dimana :

vt = kecepatan pengandapan, D = kedalaman kolam, T = waktu tinggal. Mengingat bahwa ukuran butir partikel di dalam air limbah sangat bervariasi, maka tidak semua partikel dapat diendapkan di dalam kolam pengendapan. Dengan demikian hanya partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan sama atau lebih besar dari vt akan tertahan secara sempurna di dalam kolam pengendapan. Sedang partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan vp yang lebih rendah dari vt akan terbawa aliran. 2.4 Kriteria Rancangan 2.4.1 Detention Time Untuk memberikan kesempatan yang cukup bagi berlangsungnya proses pemisahan

partikel yang terdapat di dalam air limbah, maka diperlukan waktu yang cukup bagi air limbah untuk sementara waktu tinggal di dalam kolam pengendapan. 2.4.2 Surface loading Kolam pengendapan biasanya dirancang berdasarkan laju pembebanan permukaan yang mengekpresikan volume air yang melewati permukaan kolam per satuan waktu. Agar diperoleh hasil yang memuaskan, maka laju permukaan pada saat debit puncak besarnya sebaiknya 3 kali debit rata-rata untuk instalasi kecil dan 1,5 kali untuk instalasi besar. Laju pembebanan permukaan yang umum digunakan dalam perancangan kolam pengendapan pertama adalah 32-48 m3/m2.det untuk debit rerata dan 80-120 m3/m2.det untuk debit puncak. Apabila kolam pengendapan merupakan bagian dari pengolahan lumpur aktif, maka besarnya laju permukaan adalah 24-32 m3/m2.det untuk debit rerata dan 48-70 m3/m2.det untuk debit puncak. 3. METODOLOGI Tahapan studi yang dilakukan dalam penyelesaian masalah adalah sebagai berikut : 1. Analisa Pengendapan : berdasarkan data hasil pengujian lumpur dapat dilakukan perhitungan kecepatan pengendapan dari setiap ukuran butiran 2. Peramalan volume Lumpur waktu tertentu : Dari data debit lumpur yang diperoleh dari BPLS selama 18 bulan, maka peramalan debit menggunakan metode regresi linier (metode statistik). 3. Analisa Data Topografi : Tahap ini menghitung elevasi rata-rata lumpur pada tanggul yang nantinya digunakan untuk pertimbangan dalam proses penyaluran lumpur dari tanggul ke bendungan

pengendapan. Dan juga menentukan lahan kosong untuk bendungan pengendapan 4. Penentuan kedalaman dan Waktu pengendapan lumpur : Dalam menentukan ketinggian lumpur menggunakan acuan volume hasil prediksi pada waktu tertentu. kemudian nilai ketinggian tersebut digunakan untuk menghitung waktu pengendapan dengan variasi kecepatan pengendapan 5. Menghitung volume air+sedimen melayang dan endapan sedimen : Berdasarkan perhitungan waktu pengendapan akan didapatkan sedimen yang akan diendapkan sehingga dapat dihitung volume sedimen yang mengendap dan yang tetap melayang di air. 6. Menghitung Waktu Pembuangan/Recovery : Waktu yang dibutuhkan dalam proses pembuangan air+sedimen yang melayang dan proses pemindahan endapan sedimen keluar bendungan. 7. Menghitung Waktu tinggal lumpur : Jumlah dari waktu pengendapan lumpur dan waktu yang dibutuhkan untuk merecovery bendungan. 8. Spesifikasi Bendungan : berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya didapatkan spesifikasi bentuk bendungan, tinggi lumpur pada bendungan dan volume bendungan. 4. ANALISA dan PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan Kecepatan Pengendapan Penentuan

nilai

kecepatan

pengendapan

umumnya menggunakan persamaan (2) dan (3) tetapi dalam kasus ini persamaan yang digunakan adalah persamaan (10). karena

dalam hal ini, butiran yang akan diendapkan sangatlah kecil yaitu kurang dari 0.1 mm sedangkan persamaan yang bisa diaplikasikan untuk perhitungan kecepatan pengendapan

Berat spesifik air (γw) diukur pada suhu 28 oC (82 oF) sehingga nilai berat spesifik air dapat dilihat pada tabel 1.1 yaitu sebesar 62,22 lb/ft3 Berat spesifik partikel : (γs)= Gs x γw (saat pengukuran)

adalah persamaan (10) :

= 2,718 x 62,22 (dari tabel 1.1) = 169,11 lb/ft3 Keterangan :γs = Berat spasifik partikel (lb/ft3) γw= Berat spsifik air (lb/ft3) Perhitungan kecepatan Pengendapan :

Jadi kecepatan Pengendapan dari sedimen yang paling dominan prosentasenya adalah Vt =

Diameter parikel yang prosentasenya paling

= 0,0556 x (169,11 – 62.,22)/62,22 x

besar = 0,0001 mm 32,174 x (3,281 x 10 -7)2/1,232 x 10-6 = 0,1 x 10-6 m

= 0.0556 x 1,718 x 32.174 x 8.74x10-8

= 3,281 x 10-7 ft Spesifik Gravity (Gs)

= 2,68 x 10-7 ft/s = 2.718

= 8,175 x 10-8 m/s

Percepatan Gravitasi (g) = 9,806 m/s2 2

= 32,174 ft/s

Kekentalan kinematik untuk persamaan (10) merupakan fungsi dari temperatur air, sedangkan suhu lumpur dari pengukuran lapangan sebesar 38 oC (100,4 oF) sehingga dihitung menggunakan menggunakan persamaan (11) :

Perhitungan kecepatan pengendapan dilakukan pada semua ukuran sedimen sehingga dapat diketahui sedimen mana yang mempunyai kecepatan paling lamabat. Perhitungan kecepatan pengendapan tersebut sperti terlihat pada tabel dibawah ini

v = 1,792 x 10-6 ⁄ (1 + 0,0337T + 0,000221T2) = 1,792 x 10-6 ⁄ (1 + (0,0337 x 38) + (0,000221 x 382)) = 1,792 x 10-6 ⁄ (2,5997) = 1,232 x 10-6 ft2/s

Gambar 4.1 Grafik kecepat an pengendapan sedimen

4.2 Peramalan Volume Lumpur Pada Waktu Tertentu Dengan persamaan pada metode Trendline didapatkan persamaan :

Gambar 4.2 Grafik Ramalan semburan lumpur Sidoarjo Y’ = 299,8X3 – 9858X2 + 91710X – 99900

dimana : X = waktu (bulan) Berdasarkan persamaan Trendline yang diperoleh dari excel maka dapat dihitung nilai dari prediksi debit lumpur yang akan keluar bulan berikutnya sehingga volume lumpur bulan ke-X dapat dihitung nilainya. Perhitungan peramalan volume lumpur selama 2 (dua) tahun kedepan dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini. Tabel 4.1 Peramalan Volume lumpur 1,5 th ke depan X 19 20 21 22 23 24 25

Debit Semburan (M3/hari) 120.149,51 121.076,84 121.958,92 122.799,96 123.603,60 124.373,04 125.111,06

Volume (m3) 3.604.485,37 3.632.305,31 3.658.767,63 3.683.998,70 3.708.108,00 3.731.191,06 3.753.331,68

26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

125.820,13 126.502,43 127.159,93 127.794,34 128.407,25 129.000,05 129.574,04 130.130,36 130.670,07 131.194,14 131.703,44

3.774.603,82 3.795.073,04 3.814.797,76 3.833.830,24 3.852.217,42 3.870.001,64 3.887.221,18 3.903.910,81 3.920.102,16 3.935.824,13 3.951.103,17

4.3 Analisa Data Topografi Luas Lahan kosong Yang Bisa Dibuat Bendungan Berdasarkan peta penyebaran lumpur terbaru yang diberikan oleh Geoffrey S.P dkk pada tanggal 5 januari 2008 terlihat bahwa masih ada lahan losong yang bisa dugunakan untuk membangun bendungan pengendapan. Pembangunan bendungan pengendapan dilihat berdasarkan lokasinya maka perlu ada pertimbanagan yaitu 1. Penempatan bendungan pengendapan harus lebih dekat dengan tangguk utama sehingga proses penyaluran lumpur akan lebih mudah dan cepat. 2. Penempatan bendungan pengendapan harus dekat dengan kali porong sehingga jarak pembuangan air akan lebih cepat dan lebih baik.

Tabel 4.2 Perhitungan Dimensi bendungan rencana No 1 2 3

3 2

1

Gambaar 4.3 Perhitungan simpson luas lahan kosong Jadi luas lahan yang bisa dibuat bendungan pengendapan adalah A = Luas lahan 1 + Luas lahan 2 + Luas lahan 3 = 1.425.500,69 + 2.029.585,56 + 249.058,10 = 3.704.144,36 m2 4.4 Waktu Pengendapan Pada Bendungan pengendapan, dimensi bendungan dan waktu pengendapan ditentukan sedemikian sehingga semua partikel/sedimen yang mempunyai kecepatan pengendapan (Vt) akan mengendap di dasar bendungan. Persamaan yang digunakan untuk menentukan waktu pengendapan lumpur dalam bendungan pengendapan yaitu persamaan (15) : T = D / Vt dengan : T = waktu pengendapan D = Kedalaman Bendungan Vt = Kecepatan Pengendapan

Volume Bendungan (m3) 3.604.485,37 22.018.856,07 44.842.710,03

Luas Bendungan (m2) 3.704.144,36 3.704.144,36 3.704.144,36

Ke nggi an Lumpur (m) 0,97 5,94 12,11

Berdasarkan tabel 4.5 maka dapat dihitung waktu pengendapan lumpur dengan 3 (tiga) variasi kecepatan pengendapan sehingga dapat ditentukan mana waktu pengendapan yang paling optimal. Tabel 4.3 Pemilihan dimensi berdasarkan 3 kecepatan pengendapan paling lambat Ke nggi an Lumpur (m)

Kecepatan Pengendapan (m/s)

waktu Pengendapan Lumpur (s)

waktu Pengendapan Lumpur (jam)

0,97

8,17531E-08

11.902.852,35

3306,35

5,94

8,17531E-08

72.711.404,24

20197,61

12,11

8,17531E-08

148.081.099,52

41133,64

0,97

5,10957E-05

19.044,56

5,29

5,94

5,10957E-05

116.338,25

32,32

12,11

5,10957E-05

236.929,76

65,81

0,97

0,0001

9.184,30

2,55

5,94

0,0001

56.104,48

15,58

12,11

0,0001

114.260,11

31,74

Perhitungan waktu pengendapan lumpur diatas yang menggunakan variasi dari prediksi volume dan variasi kecepatan pengendapan didapatkan hasil bahwa variasi ke-5 yang paling tepat untuk diguanakan karena pertimbangan –pertimbangan berikut : 1. waktu tinggal lumpur yang tidak terlalu lama dibandingkan dengan variasi ke-1 sampai ke-3 yang menggunakan kecepatan pengendapan sangat lambat dan juga tidak terlalu cepat dibanding variasi ke-7 sampai ke9 yang menggunakan kecepatan pengendapan

lebih cepat sehingga sedimen yang diendapkan nantinya sedikit sekali. 2. Berdasarkan ketinggian lumpur, variasi ke-5 juga lebih tepat dibanding variasi ke-4 yang mempunyai ketinggian sangat kecil sedangkan untuk variasi ke-6 ketinggiannya sangat tinggi yang mengakibatkan proses pembuatan bendungan nantinya lebih sulit dan mahal lagipula waktu pengendapannya juga akan semakin lama. Waktu pengendapan lumpur berdasarkan kondisi riil lingkungannya dapat diperoleh dengan menghitung waktu pengendapan lumpur tiap ukuran butiran sehingga waktu pengendapan lumpur yang sebenarnya adalah sebagai berikut : Tabel 4.4 Waktu Pengendapan lumpur dari seluruh ukuran butiran Ukuran Ke nggi an Sedimen Lumpur (m) (m) 0,002 5,94 0,00085 5,93 0,000425 5,92 0,000125 5,87 0,000075 5,75 0,0000097 5,30 0,0000071 5,28 0,000005 5,26 0,0000036 5,23 0,0000025 5,21

Waktu pengendap an (s) 0,18 1,00 4,01 45,97 125,07 6.893,11 12.810,14 25.717,81 49.392,84 101.974,26

Ke nggi an Sedimen (m) 0,01 0,02 0,07 0,19 0,64 0,66 0,68 0,71 0,73 0,75

Dilihat dari waktu pengendapan lumpur selama 101.974,26 detik atau 28,33 jam dan volume lumpur yang digunakan sebesar prediksi volume lumpur yang akan keluar selama 6 bulan kedepan sehingga masih ada waktu 5 bulan, 687.68 jam untuk Time Recovery (waktu pembuangan). Dalam perhitungan yang didasarkan pada waktu pengendapan ini didapatkan dimensi bendungan yang paling optimal untuk

menampung lumpur, yaitu dengan volume yang digunakan sebesar 22.018.856,07 m3 (volume prediksi unuk 6 bulan kedepan) dan luas lahan kosong yang bisa digunakan untuk bendungan sebesar 3.704.144,36 m2, maka diperoleh ketinggian lumpur : D = 5,94 m 4.5 Volume Air + Sedimen yang melayang dan Volume Endapan Berdasarkan laporan David Cyranoski dari Sidoarjo bahwa menurut Bambang Istadi manager Eksplorasi PT. Energi Mega Persada, lumpur panas Sidoarjo 70% nya terdiri dari air, jadi 30% sisanya adalah sedimen. maka dari data tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam menghitung volume air+sedimen yang melayang dan volume endapan. Perhitungan ini nantinya digunakan sebagai parameter untuk menghitung waktu pembuangan (Time Recovery) lumpur dari bendungan pengendapan. 4.5.1 Volume Air dalam Bendungan Volume air ini dihitung berdasarkan nilai prosentasenya. Sedangkan total keseluruhan volume lumpur dalam bendungan adalah 22.018.856,07 m3 sehingga volume air dalam bendungan sebesar 70 % dari 22.018.856,07 m3. Jadi V air = 0,7 x 22.018.856,07 = 15.413.199,25 m3 4.5.2 Volume Sedimen yang diendapkan dalam Bendungan Volume sedimen yang diendapkan hanya yang berukuran lebih besar sama dengan 0,0025 mm sedangkan yang berukuran lebih kecil dari itu akan dibiarkan tetap melayang karena kecepatan pengendapannya sangat lama. Sehingga dilihat dari analisa pembagian butir lumpur bahwa nilai / prosentase sedimen yang dibiarkan melayang lebih besar dari yang diendapkan yaitu 57,8 %. Jadi hanya 42.2 % sedimen yang akan mengendap.

V sedimen

= 30 % x 21.246.891,04 m3 = 0,3 x 22.018.856,07 m3 = 6.605.656,82 m3 Sedangkan nilai sedimen yang diendapkan adalah sebaesar 42,2 % dari total volueme sedimen : V endapan = 42,2 % x 6.605.656,82 m2 = 0,422 x 6.605.656,82 m3 = 2.787.587,18 m3 untuk V sedimen yang dibiarkan melayang adalah sebesar V sedimen dikurangi V endapan : V Sedimen melayang =Vsedimen–V endapan = 6.605.656,82 m3 – 2.787.587,18 m3 = 3.818.069,64 m3 4.5.2 Volume Air + Sedimen Melayang dalam Bendungan Volume air + sedimen yang melayang dihitung untuk nantinya digunakan sebagai dasar dalam penentuan waktu pembuangan (Time Recovery) bendungan. Nilai dari volume air + sedimen adalah jumlah dari Vair dan V sedimen melayang. V air+sedimen melayang = 15.413.199,25 m3 + 3.818.069,64 m3 = 19.231.268,89 m3 4.6 Time Recovery (Waktu Pembuangan) 4.6.1 Time Recovery Air + Sedimen yang Melayang Karena bendungan pengendapan merupakan bagian dari pengolahan lumpur aktif maka besarnya laju permukaan adalah 24-32 m3/m2.det untuk debit rata-rata dan 48-70 m3/m2.det untuk debit puncak. Sedangkan dalam perhitungan ini menggunakan laju permukaan sebesar 30 m3/m2.det sehingga waktu pembuangan air dan sedimen melayang sebesar : TR A =Vair+sedimen melayang / Laju permukaan = 19.231.268,89 / 30

= 641.042,30 det = 178,06 jam 4.6.2 Time Recovery untuk Air yang Mengendap Berdasarkan data alat yang digunakan BPLS untuk pengendalian lumpur, dan apabila proses pembuangan sedimen yang mengendap menggunakan alat jenis Dredger dengan no alat PP-26 dan kapasitas designnya (Q) sebesar 0.4 m3/det maka sedimen yang mengendap akan habis dipindahkan selama : TR S = V endapan / Q = 2.787.587,18 / 0.4 = 6.968.967,94 det = 1935,82 jam Jadi waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan lumpur keluar bendungan adalah waktu total dari pengaliran air+sedimen melayang dan pengerukan endapan sedimen yaitu : TR Tot = TR A + TR S = 178,06 jam + 1935,82 jam = 2.113,89 jam = 88,07 hari 4.7 Waktu Tinggal Lumpur dalam Bendungan Pengndapan waktu tinggal lumpur adalah waktu yang dibutuhkan lumpur mulai dari lumpur berada di bendungan pengendapan sampai lumpur dikeluarkan/dipindahkan dari bendungan pengendapan. lamanya waktu yang dibutuhkan lumpur untuk tinggal adalah penjumlahan dari waktu pengendapan lumpur dan waktu untuk pembuangan (Time Recovery). Waktu tinggal tersebut dapat ditentukan sebagai berikut : Waktu Tinggal Lumpur, TTL = T + TR Tot = 28,33 jam + 2.113,89 jam = 2.142,22 jam = 89,26 hari 4.7 Spesifikasi dari Bendungan pengendapan

Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka diperoleh spesifikasi dari bendungan pengendapan, sebagai berikut : Ø Luas bendungan berbentuk tidak beraturan karena menyesuaikan lahan kosong yang ada. Ø Tinggi Lumpur maksimum dalam bendungan, D = 5,74 m Ø Volume bendungan pengendapan, V = 22.018.856,07 m3 5. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Dari Tugas Akhir yang telah dilakukan sejauh ini, kesimpulan yang dapat diambil dari analisa dan pembahasan adalah : 1.Berdasarkan hasil analisa didapatkan bahwa ukuran butir partikel di dalam lumpur sangat bervariasi, maka tidak semua partikel dapat diendapkan di dalam kolam pengendapan. Dengan demikian hanya partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan sama atau lebih besar dari vt = 5,11 x 10-5 m/dtk akan mengendap secara sempurna di dalam bendungan. Sedang partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih rendah dari vt akan terbawa aliran yaitu partikel ukuran 0,0001 mm 2.Dari hasil peramalan volume lumpur dengan metode Trendline yang digunakan sebagia acuan untuk menentukan waktu pengendapan didapatkan kapasitas bendungan = 22.018.856,07 m3 dengan waktu tinggal lumpur dalam bendungan selama 89,26 hari. 3.Dimensi yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebagai berikut : Ø Luas bendungan 3.704.144,36 m2 yang tidak memiliki bentuk pasti karena didasarkan atas lahan kosong yang ada. Ø Tinggi lumpur dalam bendungan sebesar, D = 5,74 m

Ø Volume bendungan pengendapan, V = 22.018.856,07 m3 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut adalah : 1. Perlu adanya perencanaan struktur bendungan secara detail baik teknis maupun biayanya dan analisa stabilitasnya. 2. Perlu dilakukan analisa terhadap dampak lingkungan dalam proses pembuangan endapan lumpur keluar bendungan. DAFTAR PUSTAKA Al – Falah, (1998),” Permasalahan dan Pengendalian Banjir di Kota Madya Semarang ”, Pilar, 8 : 52-59. Chih Ted Yang, (1996), Sediment Transport : Theory and Prac ce , McGraw-Hill, United States David, C (2007), “Muddy Waters”, NATURE|Vol 445|22 February 2007, Nature Publishing Group, Asia - Pasifik Desi, s. (2003), Power Point Kolam Pengendapan Ideal, jurusan Teknik Lingkungan ITS. Geoffrey S. P, Thoma s J. Casadeval l and Ha ndoko T. Wibowo, “Preliminary Analy cal Res ul ts for a Mud Sample Collected from the LUSI Mud Volcano, Sidoarjo, East Java, Indonesia”, U.S. Geological Survey, Reston, Virginia. Graf, W. H (1971). Hydraulics of Sediment Tranport, McGraw-Hill, New York. HAGI. Com., November-2006, h p: //hagi .or .id/ i ndex. php?op on=com_ content&task=view&id=30&Itemid=48

h p: //www. cri sp. nus . edu. sg . Diakses pada : April 2009

Kusumastu , A. dkk, 2002 , Seismic sequence analysis and reservoir poten al of drowned Miocene carbonate pla or ms in the Madura Strait, East Java, Indonesia, AAPG Bulle n, v. 86, no. 2 (Febr uar y 2002), pp. 213–232. Mustain, M (2006). Fenomena Gunung Lumpur Dan Es m a s i Vol ume Cadangan Lump ur Sidoarjo, Prosiding ISNU, ISSN:1829-6513, Volume 2, Nomor 1 Peavy, R (1986). Sediment Transport for Engineers, McGraw-Hill, New York. Rouse, H. (1937). Fluid Mechanics for Hydraulic Engineers, chapter XI, Dover, New York. Rovicky, www, November-2006, h p: //rovi cky. wo r dpr es s. com/ 2006/ 10/ 12/ me me takan-gunung-lumpur-secara-3dimensi/. Simith, M.J (1984), Mekanika Tanah, Erlangga, Jakarta. Simon A. Stewart,1 Richard J. Davies2, 2006, Structure and emplacement of mud volcano systems in the South Caspian Basin, AAPG Bulle n, V. 90, No . 5 (M ay 2006), P. 771-786. .U.S. Geological Survey (2006) Poster of the Java, Indonesia earthquake of 26 May 2006 - Magnitude 6.3: U.S. Geological Survey Earthquake Summary Poster, h p: //ear thquake. us gs. gov/eqcent er /e qarchives/poster/2006/20060526.php, accessed May, 2008 Volcano.com, November-2006, www.volcanolive.com www.hotmudflow. wo r dpr es . com . Diakses pada : 30 Januari 2009.