KABUT ASAP RIAU

Download 11 Okt 2013 ... hanya mereka yang tinggal di wilayah Riau tetapi ... seperti bencana asap di Riau dan erupsi Gunung ... akibat kebakaran la...

0 downloads 725 Views 5MB Size
ISSN 2088-6527

SEPTEMBER 2013

VOL.4 NO. 2

GEMA BNPB

KABUT ASAP RIAU

Liputan Khusus 41 ERUPSI GUNUNG ROKATENDA WARGA DIRELOKASI

Fokus Berita 16 Paruh Pertama Tahun Ini, Bermacam Bencana Silih Berganti

Pengantar Redaksi

DAFTAR ISI Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

7 12

4

Laporan Utama

KABUT ASAP RIAU

30 38 48

Kabut asap tebal menye­li­muti hampir seluruh wilayah Provinsi Riau pada pertengahan Juni 2013 lalu. Asap yang tebal ini sangat mengganggu aktivitas maupun kesehatan masyarakat tidak hanya mereka yang tinggal di wilayah Riau tetapi juga sekitarnya.

M

asyarakat perlu terus meningkatkan tingkatkan ketangguhan menghadapi bencana. Hal tersebut ditekankan mengingat ancaman bencana ada di sekitar kita. Data BNPB paruh pertama tahun ini menyebutkan lebih dari 650 kejadian bencana melanda wilayah Nusantara. Dari total kejadian tersebut, bencana mengakibatkan 392 jiwa meninggal, sedangkan lebih dari 500.000 jiwa menderita dan mengungsi. Frekuensi bencana hidrometeorologi masih tinggi dibandingkan dengan jenis bencana lain. Namun, bencana besar lain juga melanda negeri ini, seperti bencana asap di Riau dan erupsi Gunung Rokatenda. Menyikapi kondisi ini, pencegahan dan kesiapsiagaan dibangun dengan sinergi bersama antara pemerintah, masyarakat dan pihak swasta. GEMA BNPB Volume 4 No. 2 Tahun 2013 ini menampilkan laporan utama terkait penanganan

tanggap darurat bencana asap di Riau. Di samping itu, beberapa berita terkait kesiapsiagaan seperti konferensi menuju Mentawai Megathrust 2014, InAWARE, serta kerjasama internasional yang dibungkus dalam kegiatan Senior Disaster Management Official s Forum APEC. Semoga yang kami sajikan pada edisi GEMA BNPB kali ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan di seputar kebencanaan. Melalui media ini, kami selalu mendorong masyarakat untuk giat dalam membangun kesadaran dan kesiapsiagaan demi menciptakan ketangguhan bangsa menghadapi bencana. Salam kemanusiaan! Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Dr. Sutopo Purwo Nugroho

7 PENANGGULANGAN BENCANA ASAP RIAU 12 TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA

Liputan Khusus

3 Pengantar Redaksi

Fokus Berita 15 PERINGATAN BULAN PRB 2013 18 BNPB RANGKUL DAN TERUS BANGUN KEMITRAAN DENGAN WARTAWAN 22 APLIKASI KOMPREHENSIF PENDUKUNG PERINGATAN DINI 27 INTEGRASI PETA GEOSPASIAL DUKUNG PENANGGULANGAN BENCANA 30 Bantuan Saat Bencana APEC Upayakan Langkah Konkrit 36 HASIL SURVEI KAP & DATA KEPENDUDUKAN BPS PERKAYA MASTERPLAN TSUNAMI PADANG

38 GEMPA MENGGUNCANG ACEH 45 ERUPSI GUNUNG ROKATENDA WARGA DIRELOKASI 48 DAM WAY ELA JEBOL HANCURKAN 483 BANGUNAN

TEROPONG 51 PARUH PERTAMA TAHUN INI, BERMACAM BENCANA SILIH BERGANTI 55 BENCANA DAN PEMBANGUNAN TANTANGAN INDONESIA DEWASA INI

Profil 62 Deputi Bidang LOGISTIK DAN PERALATAN

SNAP SHOT

PELINDUNG Kepala BNPB PENASIHAT Sekretaris Utama PENANGGUNG JAWAB Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas REDAKTUR Hartje R. Winerungan, Neulis Zuliasri, Agus Wibowo, Harun Sunarso, I Gusti Ayu Arlita NK EDITOR Ario Akbar Lomban, Theophilus Yanuarto, Rusnadi Suyatman Putra, Suprapto, Slamet Riyadi, Ratih Nurmasari, Andika Tutun Widiatmoko FOTOGRAFER Andri Cipto Utomo DESAIN GRAFIS Ignatius Toto Satrio SEKRETARIS Sulistyowati, Audrey Ulina Magdalena, Ulfah Sari Febriani, Murliana ALAMAT REDAKSI Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Pusat Data, Informasi dan Humas, Jl. Ir. H. Juanda No. 36 Jakarta Pusat Telp. : 021-3458400 Fax : 0213458500 Email : [email protected]

Laporan Utama

KABUT ASAP RIAU

K

abut asap tebal menye­ li­ muti hampir seluruh wilayah Provinsi Riau pada pertengahan Juni 2013 lalu. Asap yang tebal ini sangat mengganggu aktivitas maupun kesehatan masyarakat tidak hanya mereka yang tinggal di wilayah Riau tetapi juga sekitarnya. Kabut asap yang menyesakkan itu diakibatkan pembakaran lahan dan hutan dan diperparah kondisi cuaca kering, termasuk pola angin. Kabut asap tidak hanya terjadi pada tahun ini, tetapi telah menjadi fenomena yang terjadi setiap tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kabut asap dipicu oleh pembakaran yang dilatarbelakangi peman­ faatan hutan dan lahan. Menurut catatan World Wide Fund for Nature (WWF), Riau telah kehilangan lebih dari 4 juta hektar hutan dalam kurun waktu 25 tahun terakhir. Padahal, provinsi yang

4

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

juga sebagai salah satu habitat gajah Sumatera menyimpan karbon lebih dari 10 meter di lahan-lahan gambut dan perkiraannya sebagai cadangan karbon terbesar di Asia Tenggara. Sementara itu, laporan CIFOR (2003) menyebutkan bahwa keba­ karan hutan gambut merupakan penyumbang pencemaran kabut asap yang terbesar. Disebutkan pada laporan tersebut, Riau sebagai salah satu provinsi di Sumatera menyumbang pencemaran kabut asap terbesar yang menyebar hingga Singapura, daratan utama Malaysia, dan Sumatera. Tahun ini pun Pemerintah Singapura dan Malaysia merasa terganggu dengan kabut asap yang menyelimuti beberapa wilayah di negara tersebut. Mereka melayangkan protes terhadap Pemerintah Indonesia terkait kabut asap.

Menyikapi kondisi asap yang semakin tidak terkendali dan pernyataan protes negara lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan BNPB melakukan operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karlahut) di Provinsi Riau.

Operasi Pemadaman Kabut asap yang meluas me­ maksa Pemerintah Provinsi Riau menya­ takan wilayah ini dalam status keadaan darurat. Ini secara resmi dengan dikeluarkannya Su­rat Status Tanggap Darurat Penang­ gulangan Bencana Kabut Asap Nomor 510/VI/2013 bertanggal 21 Juni 2013 hingga 5 Juli 2013. Seiring dengan surat tersebut, Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Asap didirikan di Lapangan Udara TNI AU Roesman Nurjadin, Pekanbaru.

Tindakan tersebut diawali dengan laporan Kepala BNPB kepada Presiden SBY mengenai perkembangan bencana asap akibat kebakaran lahan dan hutan di wilayah Riau yang menyebabkan menurunnya kualitas udara dan jarak pandang di Singapura pada Kamis (20/6/2013). Presiden akhir­ nya memerintahkan BNPB untuk mendukung penanganan bencana

asap tersebut, dan dilakukan secepatnya dengan melibatkan potensi nasional yang ada. Satu hari kemudian, setelah berkoordinasi dengan Menko kesra, Panglima TNI dan Kapolri, dua pesawat jenis Casa 212 dipersiapkan untuk terbang menuju Pekanbaru. Satu pesawat milik TNI AU dan BPPT dikerahkan untuk melakukan hujan buatan

atau teknologi modifikasi cuaca (TMC). Bahan baku berupa garam dengan unsur kimia NaCL sebagai bahan semai juga dikirimkan ke Pekanbaru, Riau. Selain dukungan pesawat untuk TMC, dua buah helicopter juga dipersiapkan untuk melakukan pengeboman air atau water bombing. Dalam rencana operasi ini, Kepala BNPB menyampaikan kepada Presiden tiga strategi dalam penanganan bencana asap tersebut yaitu pemadaman kebakaran lahan dan hutan di daratan, pemadaman di udara melalui water bombing menggunakan helicopter dan hujan buatan menggunakan pesawat terbang, dan sosialisasi dan penegakan hukum. Presiden menyetujui strategi tersebut dan agar dilakukan secepatnya.

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

5

Laporan Utama

800

Sumber: Meteorological Service Singapore

700

Hotspot Counts for Sumatra

2008 2009

600

2010 2011 2012 2013

Hotspot Count

Gambar 1. Data historis pantauan hotspot wilayah Sumatera tahun 2006 sampai dengan 2013

2006 2007

500 400 300 200

PENANGGULANGAN BENCANA

100 0 Jan

Hotspot Pemahaman titik panas atau hotspot berbeda dengan titik api. Hotspot didefinisikan sebagai obyek titik panas di permukaan bumi dan terekam oleh satelit National Oceanic and Atmospheric Administration 18 (NOAA-18) dengan resolusi spasial 1 km x 1 km. Titik panas yang terdeteksi bersuhu melebihi ambang batas tertentu akan diidentifikasi satelit NOAA 18 sebagai hotspot. Negaranegara anggota ASEAN sepakat bahwa ambang batas panas didefinisikan sebagai hotspot apabila mencapai 321o K (48o C). Perlu dipahami, suatu hotspot belum tentu terdapat titik api atau kebakaran hutan. Hotspot digunakan sebagai indikator sebagai kemungkinan ada kebakaran hutan. Semakin banyak hotspot, indikasinya banyak kebakaran lahan dan hutan. Sementara itu, titik api merupakan sumber api di hutan dan lahan pada luasan tertentu yang diidentifikasi oleh satuan tugas di darat. Ukuran titik api bervariasi dari yang kecil sampai besar. 6

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

Feb

Mar

Apr

May

Jun

Jul

Pada pertengahan Juni 2013, jumlah titik panas atau hotspot mengalami kenaikan signifikan. Meskipun jumlah hotspot tidak sebanyak tahun 2011, kabut asap

“ Dalam rencana operasi ini, Kepala BNPB menyampaikan kepada Presiden tiga strategi dalam penanganan bencana asap tersebut yaitu pemadaman kebakaran lahan dan hutan di daratan, pemadaman di udara melalui water bombing menggunakan helicopter dan hujan buatan menggunakan pesawat terbang, dan sosialisasi dan penegakan hukum. ”

Aug

Sep

Oct

Nov

ASAP R IAU

Dec

sudah dirasakan sangat meng­ ganggu masyarakat. Pada 24 Juni 2013, sebanyak 265 hotspot ter­ pantau di Riau. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibanding catat­ an tahun 2011 sebanyak hampir 700 hotspot. Gambar di atas menunjukkan bahwa jumlah hotspot selalu mengalami peningkatan pada Agustus sampai dengan Oktober 2013. Kondisi cuaca pada bulan-bulan tersebut dapat memperparah kebakaran hutan dan lahan yang terjadi. Pada awal Juli 2013, Dinas Kehutanan Riau mencatat luas lahan yang terbakar mencapai 15.000 Ha. Luas lahan yang paling banyak terbakar di Kabupaten Bengkalis dan Rokan Hilir yang mencapai 6.000 Ha. Wilayahwilayah ini memang memiliki lahan gambut yang luas sehingga kebakaran pun mudah terjadi. Dalam penanggulangan ben­ cana asap di Riau, BNPB berpa­ tokan kepada data hotspot yang tercatat pada citra satelit NOAA 18. Pantauan hotspot dapat dilihat pada situs BNPB.

P

enanggulangan bencana asap dipimpin oleh Koman­ dan Korem 031 Brigadir Jenderal Teguh Rahardjo. Sebagai komandan atau incident commander, Pos Komando Tanggap Darurat Ben­ cana Asap terdiri atas satuan tugas (satgas) udara, darat, pasukan reaksi cepat (PRC), pe­ ne­ gakan hukum (gakkum), kese­hatan, serta sosiali­ sasi dan pene­rangan masyarakat. BNPB juga melibatkan pihak swasta dan masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam penanggulangan bencana ini. Beberapa pihak swasta, khususnya dunia usaha, memberikan dukungan berupa pesawat jenis helikopter untuk melakukan water bombing.

Satgas udara melakukan operasi pemadaman udara dengan TMC dan water bombing. Selama ope­ rasi TMC dari tanggal 22 Juni 2013 sampai 9 Juli 2013, dua pesawat Hercules C130 TNI AU dan Cassa BPPT menyemai garam NaCl se­ banyak 71.4 ton di atas wilayah Riau yang mempunyai awan ber­ potensi hujan. Operasi TMC ini ber­ hasil menurunkan hujan sejak 23 Juni 2013 di wilayah Riau sehing­ ga dapat mengurangi jumlah titik panas (hotspot) dan mengurangi asap. Data Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Asap Riau, total penyemaian awan dengan NaCL dari tanggal 22 Juni 2013 hingga 9 Juli 2013 mencapai 71,4 ton.

Tabel 1. Penyemaian Awan dengan Garam NaCl untuk Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca Hercules

Cassa

Sorti

Ton

Sorti

Ton

Total (Ton)

22-Jun

1

1

 

 

1

23-Jun

1

2

 

 

2

24-Jun

1

3

1

1

4

25-Jun

1

3

 

 

3

26-Jun

2

6

1

1

7

27-Jun

1

4

1

1

5

28-Jun

1

2.5

2

1.5

4

29-Jun

1

2.7

2

1.3

4

30-Jun

1

2.8

2

1.6

4.4

1-Jul

1

2.5

2

1.5

4

2-Jul

1

4

0

0

4

3-Jul

1

4

 

 

4

4-Jul

 

 

2

2

2

5-Jul

 

 

1

1

1

6-Jul

1

4

1

1

5

7-Jul

1

4

1

1

5

8-Jul

1

4

2

2

6

9-Jul

1

4

2

2

6

TOTAL

17

53.5

20

17.9

71.4

Tanggal

Sumber: Posko Tanggap Darurat Bencana Asap Riau

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

7

Laporan Utama Pemadaman titik api juga dilakukan dengan water bombing menggunakan helikopter baik yang disewa BNPB maupun bantuan pihak swasta di Riau. Total yang di­ gunakan tiga helikopter BNPB dan dua helikopter bantuan PT Indah Kiat/ Sinar Mas dan dua helikopter PT Riau Andalan Pulp Paper (RAPP). Tujuh helikopter tersebut mempunyai kapasitas pengeboman air sebanyak 500 liter air. Mengantisipasi kemungkinan meningkatnya hotspot, BNPB juga menyiagakan helikopter Sikorsky yang mempunyai kapasitas lebih besar, yaitu 3.500 liter air sekali bom. Selama operasi dari 22 Juni sampai 9 Juli 2013, 8 helikopter dikerahkan untuk memadamkan titik api dan titik asap kebakaran lahan dan hutan di seluruh Riau dengan total 1.198 sorti (725.00 liter) bom air dijatuhkan. Sorti merupakan satuan untuk menunjukkan aktivitas setiap kali pengeboman, dihitung dari pesawat mengudara sampai pengeboman air ke titik sasaran. Usaha pengeboman air sangat efektif untuk memadamkan titik api yang besar yang tidak dapat dipadamkan oleh tim satgas darat. Pengerahan Pasukan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (PRC PB) sangat membantu dalam memadamkan titik-titik api di darat. PRC tidak bekerja sendi­ rian tetapi didukung unsur lain dari pemerintah daerah, pihak swasta, dan masyarakat. Kurang lebih 2.500 personil dari unsur TNI/POLRI, Pemerintah Daerah beserta Satuan Kerja Pemerintah Daerah terkait, Manggala Agni, masyarakat dan unsur lainnya di Riau dikerahkan untuk operasi 8

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

Turun Drastis Tabel 2. Operasi Water Bombing Water Bombing

Tanggal

Heli

22-Jun

2

Sorti

Liter

16

500

Total 8,000

23-Jun

2

14

500

7,000

24-Jun

2

37

500

18,500

25-Jun

3

3

500

1,500

26-Jun

3

47

500

23,500

27-Jun

3

30

500

15,000

28-Jun

5

206

500

103,000

29-Jun

2

29

500

14,500

30-Jun

3

69

500

34,500

1-Jul

2

42

500

21,000

2-Jun

4

111

500

55,500

3-Jul

4

220

500

110,000

4-Jul

1

28

500

14,000

5-Jul

2

43

500

21,500

6-Jul

2

39

500

19,500

7-Jul

3

30

500

15,000

8-Jul

4

124

500

62,000

9-Jul

5

68

500

34,000

1

42

3500

147,000

 

Sumber: Posko Tanggap Darurat Bencana Asap Riau

TOTAL

 

1198

725,000

pema­dam­an sampai 9 Juli dapat ditinjau dari beberapa indikator, seperti Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU), jarak pandang, dan turunnya hujan. Seiring dengan berkurangnya jumlah hotspot serta turunnya hujan, kualitas udara di Riau dan negeri jiran Malaysia dan Singapura secara signifikan juga membaik. Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa kondisi di Malaysia dan Singapura sudah membaik sejak 24 Juni (hari ketiga operasi), sedangkan di Kota Rumbai dan Minas, kualitas udara juga sudah membaik.

Pantuan jumlah hotspot per hari sejak 1 Juni sampai 9 Juli 2013 menunjukkan operasi pemadam­ an berhasil menurunkan jumlah hotspot secara drastis, dengan puncak jumlah hotspot pada 24 Juni sebanyak 265 titik turun menjadi 6 titik pada 26 Juni dan bahkan pada 9 Juli tidak ada hotspot. Namun, risiko munculnya host­ spot selalu ada mengingat faktor manusia sebagai pemicu dan fak­ tor cuaca yang cenderung kering pada bulan Agustus. Keberhasilan

Pantauan hotspot dari 1 Juni sampai dengan 8 Juli 2013 300

Hotspot Riau Juni – 9 Juli 2013 (1596 titik) Penetapan Status Tanggap Darurat

250

154

148 141

150 114

50

kebakaran lahan dan hutan. Selama operasi tim Satgas Gakkum menangani sebanyak 17 kasus, sementara yang sudah ditingkatkan menjadi penyidikan sebanyak 13 kasus dengan 24 tersangka (termasuk 1 korporasi), dengan perincian Bengkalis 3 kasus dengan 6 tersangka, Rokan Hilir 4 kasus dengan 11 tersangka, Siak 2 kasus dengan 3 tersangka, Pelalawan 1 kasus dengan 2 tersangka, Dumai 1 kasus dengan 2 tersangka dan 1 kasus korporasi/ perusahaan.

Keputusan Mengirim PRC PB

265

200

100

pemadaman titik api dan asap ke­ bakaran lahan dan hutan. Karena terjadi peningkatan hotspot, Pemerintah Pusat mengi­ rimkan 1.524 personil PRC PB untuk membantu pemadaman titik api dan asap. Selama operasi dari 22 Juni sampai 9 Juli 2013 seluruh satgas darat tersebut berhasil memadamkan 3.076 titik api dan titik asap. Selain melakukan pemadaman, tim satgas darat juga melakukan patroli untuk mencegah kebakaran dan juga sosialisasi serta penera­ng­an masyarakat tentang pencegah­ an

Untuk Duri Camp dan Duri Field kualitas masih kurang baik karena masih adanya titik api dan asap yang belum padam. Setelah operasi pemadaman dilanjutkan, mulai 3 Juli seluruh kota di Riau sudah baik kualitas udaranya. ISPU atau Pollutant Standard Index (PSI) adalah laporan kuali­ tas udara kepada masyarakat un­ tuk menerangkan seberapa bersih atau tercemar kualitas udara dan bagaimana dampaknya terhadap kesehatan setelah menghirup udara tersebut selama beberapa jam atau hari.

106

92

78 42

24 1

0

1 2

54 49 10

1 2 3

4 5

6 7

60 

54

41 0

8

4 3

18

13

6

19

7 1 1 7 14

25 2 0

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3

15 14

4 5

6 7

3 0 8

9

Sumber: Posko Tanggap Darurat Bencana Asap Riau

Tabel 3. ISPU Kota-kota di Riau dan Negara Jiran Kota Rumbai Minas Duri Camp Duri Field Dumai Bengkalis Singapore Kualalumput

408

327 510 322

Juni 24 435 219 810 722 363

25 146 140 485 727 508

26 70 91 166 149 236

27 70 91 166 149 236

375 621 169

29 77 61 166 99 78

326

106

49

69

65 91

69 77

60 68

71 67

18 52 68 120 77 248

19 100 75 400 635 400

20 75 145 1000 1084 688

21 70 90 400 608 493

22

23

133

321

371

401

28 111

30

69 137 43 34 46

2 41 70 387 460 159 31 46

3 47 74 70 45 71

Juli 4 78 30 112 95 77

5 34 59 56 38 65

8 64 56 44 88 12 49

Sumber: Posko Tanggap Darurat Bencana Asap Riau

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

9

Laporan Utama Tabel 5. Visibility 27 Juni s.d 8 Juli 2013 (dalam Kilometer) No

Kab/Kot

27

28

29

30

1

2

3

4

5

6

7

8

1

PEKANBARU

0,5

5

2

9

5

4

4

8

10

10

10

10

2

DUMAI

3

3

PELALAWAN

4

RENGAT

1

2

2

7

0,5

0,1

0,6

0,7

8

0,8

3

0,3

3

1,2

4

0,7

7

2

6

9

10

7

4

5

5

5

0,8

3

4

4

7

7

7

Sumber: Posko Tanggap Darurat Bencana Asap Riau

Tabel 6. Kejadian hujan di wilayah Provinsi Riau dari 23 Juni 2013 hingga 8 Juli 2013 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

KAB/KOTA 23 24 Bengkalis     Dumai H   Indragiri Hilir     Indragiri Hulu     Kampar     Kep. Meranti     Kuantan Singingi     Pekanbaru     Pelalawan     Rokan Hilir     Rokan Hulu     Siak    

25   H       H   H H      

26   H             H     H

27 H H       H     H H   H

28               H        

29 H H   H H H H       H  

30 H     H H H         H H

1 H   H H H             H

2   H           H   H   H

3                        

4 5     H H     H H             H   H              

6

7

8

H

H

Sumber: Posko Tanggap Darurat Bencana Asap Riau

Tabel 4. ISPU dan dampak bagi kesehatan ISPU

Tingkat pencemaran udara

0 - 50

Baik

51 - 100

Sedang

Dampak bagi kesehatan Tidak memberikan dampak bagi kesehatan manusia atau hewan. Tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang peka.

101 - 199

Tidak Sehat

Bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang peka atau dapat menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.

200 - 299

Sangat Tidak Sehat

Kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar.

300 - 500

Berbahaya

Kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar.

Sumber: Posko Tanggap Darurat Bencana Asap Riau

Penetapan ISPU ini memper­ tim­ bangkan tingkat mutu udara terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, bangunan, dan nilai estetika. ISPU ditetapkan berdasarkan lima pencemar utama, yaitu Karbon monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), Ozon permukaan (O3), dan Partikel Debu (PM10). Ketentuan mengenai ISPU diatur berdasarkan Keputusan Badan Pengendalian Dampak Ling­kungan (Bapedal) Nomor KEP107/Kabapedal/11/1997. Data ISPU diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Riau yang 10

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 No.1 Tahun 2013

mempunyai peralatan monitoring ISPU di beberapa tempat dan juga dari mobil pengukur ISPU yang dioperasikan Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatera Kementerian Lingkungan Hidup (PPE KLH). Bencana asap berdampak masyarakat setempat mengidap penyakit yang berkaitan dengan saluran pernapasan, seperti Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA), pneumonia, asma, iritasi mata, dan iritasi kulit. Dinas Kesehatan Riau mencatat per 8 Juli 2013 terdapat lebih dari 15.000 warga terserang ISPA. Antisipasi terhadap

bertambahnya penderita ISPA, BNPB dan Dinas Kesehatan mendistribusikan masker bagi warga yang beraktivitas di luar ruangan. Dinas Kesehatan Riau mengimbau masyarakat mengurangi aktivitas di luar ruangan dan menggunakan masker ketika berpergian. Indikator keberhasilan yang lain adalah jarak pandang (visibility) yang makin baik. Visibility ini digunakan dalam dunia penerbangan yang menyatakan jarak horisontal terjauh untuk melihat obyek

dengan jelas. Jarak pandang diukur dengan satuan meter dan kilometer (km). Adanya asap sebagai akibat kebakaran lahan dan hutan dapat memperpendek jarak pandang dan menyebabkan pesawat tidak dapat mendarat. Hal tersebut mengganggu operasi transportasi udara sehingga lalu lintas publik pun ikut terganggu dan menimbulkan kerugian dari sisi perekonomian lokal. Pada 21 Juni, jarak pandang sempat turun hingga kurang dari 100 meter. Namun demikian,

operasi pemadaman api berhasil menaikkan visibility. Pada tabel 5 tampak perkembangan jarak pandang dari tanggal 27 Juni hingga 8 Juli 2013. Indikator lain ke­ berhasilan pemadaman lainnya adalah turun­ nya hujan. Curah hu­jan baik kare­ na hujan alami atau hujan buatan (TMC) dapat memadamkan api se­ hingga menekan jumlah hotspot dan titik api. Curah hujan yang ter­ jadi dipantau dari hasil penguku­ ran hujan BMKG atau data satelit TRMM. Tabel 6 menampilkan reka­ pitulasi kejadian hujan di Riau dari 23 Juni hingga 8 Juli 2013.

Upaya Penanggulangan Tentunya bencana kabut asap ini diharapkan tidak terulang setiap tahun. Melalui operasi udara, darat, dan penegakan hukum, BNPB, TNI/Polri, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, serta dukungan dari pihak swasta dan masyarakat

setempat berhasil secara signifikan menekan jumlah hotspot dan titik api penyebab kebakaran tahun ini. Namun, keberhasilan tersebut akan sia-sia apabila tidak ada upaya serius dari Pemerintah Provinsi Riau dalam perumusan kebijakan yang ketat mengenai tata kelola dan pemanfaatan hutan dan lahan di wilayahnya. Di samping itu, perlu ada penegakan hukum khususnya bagi para pelaku pembakaran hutan dan lahan secara luas. Menurut CIFOR (2013), berdasarkan kajian lapangan, hipotesis yang dapat diambil dari bencana asap ini dilatarbelakangi oleh proses pengembangan dan pengelolaan perkebunan. Pembagian luas wilayah yang terbakar berada pada lahan gambut, dan ini merupakan pola khas pengelolaan perkebunan di wilayah kebakaran. Di samping itu, kondisi cuaca menjadi faktor yang memperburuk kebakaran hutan dan lahan pada periode ini. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

11

Laporan Utama

TEKNOLOGI

MODIFIKASI CUACA

T

umpukan karung berisi garam atau NaCL tampak menggunung di gudang tenda yang berada di sekitar Pos Komando (Posko) Tanggap Daru­rat Bencana Asap Riau. Sejak 22 Juni hingga 9 Juli tahun ini, lebih dari 70 ton NaCL sebagai bahan semai digelontorkan dalam operasi Tek­ no­ logi Modifikasi Cuaca (TMC). Operasi melalui udara ini dilaku­ kan oleh dua pesawat jenis Her­ cules dan Cassa yang setiap hari­ nya diparkir di Lapangan Udara Roesman Nurjadin tempat posko berdiri. Kapasitas pengangkutan NaCL pesawat jenis Hercules lebih banyak dibandingkan Cassa. Pada durasi waktu tersebut, pesawat ini telah melakukan 17 sorti dengan total NaCL 53 ton, sementara Cassa 20 sorti 17 ton. Sehubungan dengan bencana asap, TMC ini memang dimaksudkan untuk menciptakan hujan sehingga hotspot atau pun titik api di wilayah Provinsi Riau dapat diatasi.

pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan dan selanjutnya mempercepat terjadinya hujan. Proses fisika dimodifikasi di dalam awan yang berupa proses tumbukan dan penggabungan atau proses pembentukan es. Proses kimia dapat dilakukan dengan dua mekanisme, dan sangat tergantung kondisi awan. Pada bagian awan dingin, curah hujan akan bertambah jika proses pembentukan es di dalam awan juga semakin efektif. Proses pembentukan es dalam awan akan semakin efektif jika awan disemai dengan penyemaian perak Iodida (Agl). Sementara itu, bagian awan hangat digunakan bahan partikel higroskopik yang disemai ke awan yang sedang dalam masa berkembang. Melalui bahan ini, proses hujan dapat segera dimulai serta berkembang ke seluruh awan. Bahan penyemaian yang digunakan adalah bahan yang bersifat higroskopik yang

berbentuk serbuk yang sangat halus. Bahan yang digunakan adalah NaCl atau CaCl2 atau urea. Awan sebagai target dalam proses TMC adalah jenis awan Cumulus (Cu) yang aktif, dicirikan dengan bentuknya yang seperti bunga kol. Awan dengan jenis ini terjadi karena proses konveksi. Konveksi merupakan cairan yang berpindah akibat adanya perbedaan suhu. Secara lebih rinci awan Cumulus terbagi dalam tiga jenis, antara lain Strato Cumulus (Sc), Cumulus, dan Cumulonimbus (Cb). Strato Cumulus merupakan awan Cumulus yang baru tumbuh, sedangkan Cumulonimbus, awan Cumulus yang sangat besar dan mungkin terdiri beberapa awan Cumulus yang bergabung menjadi satu. Pemanfaatan TMC ini sudah digunakan lebih dari 60 negara untuk berbagai kepentingan. Sementara itu, sejarah pengkajian dan pengujian TMC di Indonesia dimulai pada tahun 1977 yang

saat itu difasilitasi oleh mantan Presiden BJ. Habibie melalui Divisi Advanced Technology yang kemudian berkembang menjadi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). TMC pertama kali dimanfaatkan untuk mendukung sektor pertanian di Indonesia. Pemanfaatan TMC untuk kepen­ tingan penanggulangan bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). TMC yang dilakukan oleh BNPB bersama BPPT pada Januari lalu adalah untuk menghambat pertumbuhan awan, dan menjatuhkan hujan di luar daerah rawan banjir. Di samping pemanfaatannya dalam penanggulangan bencana, TMC dimaksudkan untuk meningkat­ kan intensitas curah hujan sebagai upaya dalam menjaga ketersedia­ an air pada waduk yang berfungsi sebagai sumber air untuk irigasi dan pembangkit listrik.

Memicu Hujan Teknologi ini merupakan upaya manusia untuk memicu turunnya hujan dengan cara menyemai awan atau cloud seeding. Penyemaian dilakukan dengan menggunakan bahan baku yang bersifat higroskopik atau menyerap air. Awan yang telah ditaburi bahan baku ini diharapkan memicu terjadinya 12

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

13

Fokus Berita

Laporan Utama

METODE PENYEMAIAN AWAN

Penetrasi Awan (Pyrotechnics and Liquid generator)

Puncak Awan (Dropable/ Eject able) Dasar Awan (Pyrotechnics and Liquid generator)

Rockets (Ground-to-Alt)

Peringatan Bulan PRB 2013 Ground Generator

Teknologi TMC dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain pesawat udara, ground base generator (GBG), dan roket. Penyemaian melalui udara, NaCL sebagai bahan semai dilepaskan dengan beberapa cara, antara lain melalui airscooper yang terpasang pada bagian bawah pesawat, melalui bentuk flare yang dipasang pada bagian sayap atau bawah pesawat. Sementara itu, GBG merupakan 14

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

salah satu metode pemanfaatan kondisi topografi dan angin lem­ bah. Bahan semai yang dibungkus berbentuk flare dibakar dari atas me­ nara dengan ketinggian ter­ tentu. Kembang api yang meru­ pakan hasil pembakaran dari flare dengan bahan higroskopik itu di­ ­ tujukan untuk mengatur partikel Cloud Condensation Nuclei (CCN) yang berukuran sangat halus ke dalam awan. Proses tersebut akhirnya akan mampu merangsang terjadinya hujan.

Roket dapat pula dimanfaatkan sebagai wahana untuk menyampai­ kan bahan semai ke dalam awan. Sesuai dengan metodenya, penye­ mai­an awan menggunakan roket yang ditembakkan ke dalam awan dari darat. Metode ini sudah banyak dikembangkan oleh negara-negara di Eropa. Saat ini BPPT bekerjasama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) tengah menjajaki kemungkinan teknologi ini untuk diaplikasikan di Indonesia.

M

ungkin sebagian besar dari kita tidak mengetahui bahwa setiap minggu kedua Oktober, masyarakat dunia memperingati Hari Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Dunia menyadari kecenderungan peningkatan kejadian bencana. Laporan Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (2009) menyebutkan bahwa peningkatan kejadian bencana alam selama tiga dasawarsa terakhir mencapai hampir 350 persen. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan

Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho menga­ takan peningkatan kejadian ben­ cana dilatarbelakangi faktor ber­ tambahnya jumlah penduduk, urbanisasi, degradasi lingkungan, kemiskinan dan perubahan iklim global. Sutopo mengatakan 76 persen kejadian bencana yang terus meningkat ini merupakan bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, siklon tropis, dan kekeringan. Di kawasan Asia Pasifik, kejadian bencana menjadi perhatian khusus.

Hal tersebut karena kawasan ini mengalami lebih dari 70 persen bencana alam yang tercatat secara global. Tidak hanya korban jiwa bencana yang menimbulkan beban ekonomi bagi negaranegara korban bencana. Laporan terkait bencana dari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk wilayah Asia-Pasifik tahun 2010 (UN’s Asia-Pacific Disaster Report 2010) menyebut tsunami 2004 yang terjadi di Samudera Hindia, termasuk Aceh dan Nias telah menewaskan lebih dari 250.000 Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

15

Fokus Berita jiwa dengan 45,6 juta lainnya terkena dampak di sejumlah negara. Sementara itu, Laporan Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia Pasifik (ESCAP) tahun 2012 menyebut bencana gempa bumi dan tsunami di Jepang dan banjir di Asia Tenggara selama tahun 2011 menyebabkan kerugian ekonomi regional se­ besar 294 triliun dollar AS atau sekitar 80 persen dari total kerugian dunia akibat bencana. Dampak bencana yang terus meningkat tersebut mendorong masyarakat dunia untuk mengarus utamakan strategi pengurangan risiko bencana. Kompleksitas dari strategi penanganan permasalah­ an bencana memerlukan kerjasama dan dukungan semua pihak dalam penanggulangannya terutama dalam mengembangkan budaya pengurangan risiko bencana, sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Untuk itu, unit dari Badan Perserikatan BangsaBangsa untuk Pengu­rangan Risiko Bencana (United Nations Office for Disaster Risk Reduction/UNISDR) mengusulkan hari untuk peringatan Hari PRB yang sudah dimulai sejak tahun 1989. Peringatan tersebut merupakan salah satu cara untuk mempromosikan budaya PRB, termasuk pencegahan bencana, serta peningkatan mitigasi dan kesiapsiagaan. Pada awalnya, peringatan tersebut disepakati pada setiap Rabu kedua bulan Oktober, namun sejak tahun 2010, diputuskan untuk menunjuk 13 Oktober sebagai tanggal untuk memperingati hari Pengurangan Risiko Bencana.

Peringatan di Indonesia Di Indonesia pada dasarnya sudah banyak pelaku PRB yang ikut berpartisipasi dalam kampanye peringatan PRB tersebut, namun tantangannya adalah masih belum diwadahi dalam suatu rangkaian bersama sehingga masih terlaksana secara sektoral dan terpisah. Dalam rangka menjawab tantangan tersebut, BNPB dan Forum Platform Nasional, akan menyelenggarakan pertemuan Forum PRB dan rangkaian kegiatan lain sebagai wujud partisipasi Indonesia untuk merayakan Hari PRB. Dengan banyaknya rangkaian kegiatan, disepakati untuk diselenggarakan peringatan bulan PRB selama seminggu pada Oktober 2013. Sesuai dengan semangat dalam pertemuan sesi ke-4 tingkat dunia untuk para pekerja dan pemerhati persoalan PRB (4th Global Platform) yang diselenggarakan di Jenewa pada Mei lalu, kegiatan puncak peringatan Bulan PRB di Indonesia kali ini mengangkat tema “Pengurangan Risiko Bencana, Investasi Untuk Ketangguhan Bangsa”. Tema tersebut sejalan dengan Pertemuan Global Platform saat itu yang bertemakan “Invest Today for a Safer Tomorrow”. Kegiatan peringatan Bulan PRB ini akan diselenggarakan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Tujuan peringatan antara lain (1) melalui puncak peringatan bulan PRB ini dapat membangun kesadaran bersama dan mampu membangun dialog serta mengem­­ bangkan jejaring antar pelaku PRB, dan (2) secara khusus,

kegiatan ini dapat mensinergikan kegiatan sektoral sehingga dapat dijadikan ajang pembelajaran bersama bagi pelaku PRB seluruh Indonesia. Tujuan tersebut beranjak dari Deklarasi Yogyakarta yang disepakati pada Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction (AMCDRR) ke-5 di Yogyakarta tahun lalu. Puncak peringatan Bulan PRB nantinya akan berlangsung pada 7 – 11 Oktber 2013 dan terbuka untuk umum, baik dari perwakilan kementerian/ lembaga, satuan kerja pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/ kota, organisasi nasional/daerah/ internasional forum PRB, dan praktisi kebencanaan. Rangkaian kegiatan meliputi pameran dan panggung PRB, seminar riset kebencanaan, aneka lomba PRB, bedah buku, penanaman mangrove, rally PRB, bakti sosial kesehatan, mitigasi struktural, pelatihan PRB, sosialisasi PRB, dan evakuasi mandiri. Secara khusus, momentum peringatan Hari PRB memberikan kesempatan untuk pelaksanaan pertemuan Forum PRB se-Indonesia. Pertemuan ini merupakan sarana bagi Forum PRB se-Indonesia untuk mendiskusikan hal-hal terkait dengan kegiatan PRB ke depan dengan mempertimbang­ kan Deklarasi Yogyakarta sebagai hasil AMCDRR ke-5 pada tahun 2012 lalu. Informasi lebih lanjut mengenai peringatan Bulan PRB Indonesia dapat diunduh melalui website: http://www. peringatanbulanprb.net/ .

PERINGATAN BULAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA NASIONAL MATARAM DAN SEKITARNYA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

7 - 11 OKTOBER 2013 www.peringatanbulanprb.net

Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Kedeputian Pencegahan dan Kesiapsiagaan

16

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN Majalah BENCANA GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

17

Fokus Berita

Tujuan Forum Komunikasi (1) Mendapatkan masukanmasukan tentang perkembangan wartawan nasional yang mutakhir, (2) Menghimpun langkah-langkah strategis kemitraan secara sehat berdasarkan semangat profesionalisme yang sinergi.(3) Menjadikan wartawan sebagai mitra kerja yang profesional, aktif, dan kreatif dalam mengembangkan pembangunan bidang kebencanaan, (4) Mempererat hubungan antara individu, menjalin kebersamaan, di samping memberikan dampak yang bermanfaat bagi kedua belah pihak, (5) Meningkatnya kemampuan personil wartawan, (6) Meningkatnya kemampuan sinergitas personil wartawan dari berbagai media massa dalam menjalankan fungsinya sebagai wartawan dalam peliputan bencana, (7) Meningkatnya kemampuan wartawan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut baik secara perorangan maupun kelompok,(8)Tersedianya personil wartawan yang memiliki kompetensi dalam seluk beluk pengetahuan kebencanaan dalam teori maupun praktek.

BNPB Rangkul dan Terus Bangun Kemitraan dengan Wartawan

M

embangun kemitraan dengan wartawan atau insan media merupakan agenda tahunan yang dilakukan Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Na­ sional Penanggulangan Bencana (BNPB). Hal tersebut sangat pen­ ting mengingat mereka memiliki media yang berperan strategis dalam penyebarluasan informasi atau berita kebencanaan kepada masyarakat. Penyebarluasan infor­ masi kebencanaan melalui media baik cetak maupun elektronik

18

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

sangat penting dan berharga bagi masyarakat luas, khususnya mereka yang bersinggungan langsung dengan bencana. Adapun kapasitas BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota relatif terbatas untuk menyebarkan informasi ke­ bencanaan kepada masyarakat. Meski demikian, kebencanaan merupakan topik yang sangat spesifik sehingga teknik jurnalis­ tisme kebencanaan perlu dikuasai oleh para wartawan. Wartawan

peliput kebencanaan membutuh­ kan bekal pengetahuan, meliputi pengetahuan alam, penanggu­ langan bencana, sosio-kultural, ekonomi, maupun dalam kon­ teks lain di bidang bencana. Se­ hubungan dengan hal tersebut, penyebarluasan berita saja tidak cukup. Berita yang dimuat media juga harus akurat dan mudah dipahami masyarakat. Kehatihatian dalam penulisan berita kebencanaan menjadi faktor krusial. Ini mungkin terkait terminologi kata dalam pengetahuan geografi atau

geologi atau proses bencana yang terjadi, serta dampaknya. Apa yang masih terjadi di media, berita yang ditulis kadang tidak akurat sehingga dapat menimbulkan kepanikan atau ketidakpercayaan terhadap pelaku di bidang keben­ canaan. Yang diharapkan bahwa berita kebencanaan justru dapat juga membangun dukungan dan semangat bangkit pasca bencana. Berlatar belakang hal tersebut, Pusat Data, Informasi dan Hubung­ an Masyarakat BNPB menyeleng­ garakan beberapa kegiatan yang

melibatkan pelatihan bagi warta­ wan, baik di tingkat nasional dan lokal.

Kunjungan ke Merapi Sebagai langkah konkret untuk membangun kemitraan, BNPB mengajak wartawan dari sejumlah media nasional untuk mengikuti bimbingan teknis (bimtek) yang meliputi lokakarya dan kunjungan lapangan di sekitar Merapi. Tujuan dari penyelenggaraan kegiatan ini, pertama untuk transfer knowledge dari para ahli di bidang geologi,

sosiologi, dan geografi serta praktisi kebencanaan. Kedua, pengenalan secara sosio-kultural dan geografis wilayah-wilayah yang terdampak atau pun yang berpotensi terkena bencana alam. Kegiatan ini juga memberikan kesempatan bagi wartawan untuk melakukan peliputan berita dan dokumentasi foto serta video di wilayah-wilayah yang dikunjungi. Wartawan mendapatkan penge­ tahuan tentang kegunungapian dari para ahli di bidang geologi serta sosial kultur dari dosen aka­ Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

19

Fokus Berita demis di bidang sosiologi. Mereka mendapatkan informasi berupa analisis para narasumber seputar Merapi. BNPB yang didukung BPBD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengajak para wartawan melihat secara langsung (on site) wilayah yang terkena dampak bencana atau berpotensi bencana. Mereka berkesempatan berdialog langsung dengan ahli di bidang geologi, geografi, atau pun pelaku/praktisi kebencanaan. Di samping itu wartawan juga menggali perspektif masyarakat setempat terkait potensi bencana di wilayah Merapi. BNPB menyelenggarakan kegi­ atan ini pada Selasa hingga Jumat, 18 – 21 Juni 2013 di Hotel Jayakarta, Yogyakarta. Wartawan media yang berpartisipasi dalam bimtek ini antara lain Media Indonesia, Republika, Seputar Indonesia, Jakarta Post, Harian Kompas, Tempo, LKBN Antara, Metro TV, SCTV, MNC TV, Global TV, Trans TV, RCTI, Beritasatu TV, Net TV dan Radio Elshinta. Para peserta tampak antusias mengikuti kegiatan ini. Mereka mendapat pengeta­huan baru dan

penjelasan men­ genai peristiwa erupsi Merapi beberapa tahun lalu. Di samping itu, mereka mendapatkan cerita langsung dari masyarakat setem­ pat yang mengalami kejadian bencana erupsi yang disertai semburan awan panas atau wedhus gembel. Di samping pengetahuan kegu­ nungapian, mereka melihat langsung keberhasilan penanga­ nan bencana Merapi. Mereka meninjau beberapa lokasi terdam­ pak seperti Bronggang, Srunen, dan Kali Putih. Sementara itu, rombongan juga meninjau lokasi hasil kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan Tim Pendukung Teknis (TPT) Merapi, baik berupa hunian tetap (huntap), fasilitas umum, serta pemberdayaan di sektor pemulihan ekonomi lokal di Pager Jurang, Glagah Harjo, dan Karang Kendal. Beberapa kantor pemerintah yang dikunjungi antara lain Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian (BPPTK), Balai Sabo, dan BPBD Yogyakarta. Pada lokakarya BNPB meng­ hadirkan narasumber Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas

Forum Wapena (Wartawan Peduli Bencana) Jawa Tengah: Pelindung : Sarwa Pramana,SH,M.Si (Pelindung) Penasehat : Drs.Sri Mulyadi,MM (Unsur Pengarah BPBD) Ketua : Lasimin (TVRI Jawa Tengah) Wakil Ketua : Agus Hermanto (Indosiar). Sekretaris : Royce Wijaya SP (Harian Suara Merdeka) Wakil Sekretaris : Felek W (Harian Sore Wawasan) Bendahara : Edy Santoso (RRI Jawa Tengah) Bidang Pelatihan : M.Saichu (Radio Rasika FM) Bidang SDM : Samsul Arifin (ANTV) Bidang Kerjasama/CSR : Saud (Radio Smart FM) Bidang Rescue : Sidang Dewanto (Cakra TV) Anggota : 15 Wartawan 20

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

BNPB Dr. Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian Yogyakarta Drs. Subandriyo, M.Si., Dosen Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito, M.Si, dan Sekretaris TPT Merapi Ir. Bayudono, M.Sc.

Forum Wartawan di Semarang BNPB melaksa­na­kan Kegiatan Forum Komunikasi Wartawan yang kedua pada 2013 di Semarang pada 3 - 5 Juli 2013 dengan tema Peningkatan Kapasitas Wartawan dalam Penanggulangan Bencana, Tumbuh, Utuh, Tangguh. Sebanyak 60 wartawan media cetak dan media elektronik di Semarang dan Jawa Tengah ikut serta. Eksistensi wartawan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari sebagai media informasi, pendidikan kepada masyarakat, hiburan dan sebagai alat kontrol sosial yang diakui keberadaannya dalam membangun bangsa. Acara ini dibuka Deputi Pence­ gahan dan Kesiapsiagaan BNPB Ir. Sugeng Triutomo, DESS. Ada hara­ pan besar terhadap media karena media memiliki peran penting dalam mensosialisasikan tidak hanya kejadian bencana, tetapi juga pengurangan risiko bencana serta rehabilitasi dan rekonstruksi. “Pemerintah, dalam hal ini BNPB maupun BPBD Provinsi/Kabupat­ en/Kota membutuhkan dukungan media sebagai salah satu pelaku atau agen yang dapat mendisemi­ nasikan informasi dan berita ke­ bencanaan serta mempengaruhi masyarakat," ucapnya. Penyelenggaraan kegiatan ini difasilitasi oleh narasumber yang ahli di bidangnya, antara lain dari

BNPB, BPBD, Tagana, TNI, PWI, dan PMI. Dengan metode ceramah, tanya jawab, diskusi dan praktik lapangan sehingga wartawan mengerti cara penanganan penanggulangan bencana secara menyeluruh dan terjadinya sinergi antara BNPB, BPBD dan wartawan. Materi yang diberikan antara lain Konsepsi dan Karakteristik Bencana, Jurnalisme dalam Peliputan Bencana, Penanganan Tanggap Darurat Bencana, Pengurangan Risiko Bencana (PRB), Media Center Tanggap Darurat Bencana, Penanganan Pasca Bencana, Pengelolaan Data, Informasi dan Kehumasan dalam Penanggulangan Bencana, dan Trauma Healing. Sedangkan praktek lapangan yang dilakukan adalah Pendirian Tenda Lapangan, Pendirian Dapur Umum dan Water Treatment, Mobil Komunikasi,

Penggunaan GPS, Pertama, Perahu Evakuasi.

Pertolongan Karet dan

Lahirnya Wapena Pada hari terakhir, dengan inisiatif wartawan lahirlah Forum Wartawan Peduli Bencana (Wapena) Jawa Tengah, dengan jumlah 24 wartawan daerah Jawa Tengah, khususnya Semarang. Visi Forum Wapena adalah peduli kemanusiaan. Misinya membantu dan mendukung penanggulangan bencana. Dengan program kerja pertemuan rutin tri wulan, audiensi dengan Kepala BNPB dan peninjauan Pusdatinmas BNPB, peningkatan sumber daya manusia (SDM), sosialisasi dan publikasi penanggulangan bencana. Kepala Pelaksana Harian BPBD

Jawa Tengah menyampaikan harapan dengan terbentuknya Forum Wapena dapat membantu tugas-tugas BPBD dan BNPB pada umumnya dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Kami telah menyediakan ruangan khusus sebagai media center wartawan di Kantor Sekretariat BPBD Provinsi Jawa Tengah, Jl. Imam Bonjol 1 F, Semarang” ungkapnya. Senada dengan kepala BPBD Jateng, Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas, BNPB, DR. Sutopo Purwo Nugroho menyatakan, “Kegiatan forum seperti Wapena dapat menjadi model setiap selesai pelatihan forum komunikasi wartawan di daerah, BPBD tinggal menindaklanjuti dengan membuat forum seperti ini” jelasnya. (acu)

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

21

Fokus Berita

InAWARE:

APLIKASI KOMPREHENSIF PEN

DUKUNG PERINGATAN DINI

B

encana alam, termasuk gempa bumi, banjir, erupsi gunung api, tsunami, dan tanah longsor, sering terjadi di Indonesia. Bahkan lebih dari 200 juta penduduk di Nusantara berpotensi terpapar bencana. Tidak hanya ancaman berupa jatuhnya korban jiwa, kerugian materi dan kerusakan akan memberikan beban bagi pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Data BNPB menyebutkan sejak tsunami Aceh 2004 hingga erupsi Merapi 2010, kerugian dan kerusakan akibat bencana besar mencapai sekitar Rp 105 trilyun. Situasi ini mendorong Badan Nasional Penanggulangan Benca­ na (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) membangun kesiapsiagaan masyarakat. Apalagi kecenderungan kejadian bencana yang akan terus meningkat seiring dampak perubahan iklim dunia. Hal yang harus diantisipasi adalah bencana dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat dan menghambat pembangunan nasional. Peringatan dini sebagai bagian dari kesiapsiagaan menjadi modal sangat berharga untuk penang­ gulangan bencana. Sehubungan dengan hal ini, BNPB bekerja sama dengan Pacific Disaster Center (PDC) dan United States Agency for International Development (USAID) membangun proyek InAWARE. InAWARE merupakan aplikasi yang dikembangkan untuk menin­

22

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

Tabel 1. Jumlah Penduduk Terpapar Jenis Bencana Gempabumi

Jumlah Penduduk Terpapar (Juta) Tinggi

Sedang

Rendah

Total

156,7

61,5

9,2

227,4

Banjir

59,7

1,2

0,0

60,9

Kekeringan

51,9

155,8

18,0

225,6

Angin Puting Beliung

30,0

84,8

0,9

115,7

Kebakaran Lahan Hutan

26,4

21,1

2,5

50,0

Tanah Longsor

15,2

108,8

105,6

229,6

Tsunami

4,8

0,1

0,2

5,0

Gunungapi

0,3

1,6

1,9

3,8 Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

23

Fokus Berita gkatkan sistem peringatan dini, baik di tingkat pusat maupun daerah. Di samping itu, aplikasi ini membantu untuk mengakses ke­ jadian bencana yang terjadi dalam skala internasional, regional, dan nasional secara otomatis serta berbagi informasi antara semua pelaku penanggulangan bencana dan menyebarluaskan peringatan kepada masyarakat yang berisiko. Proyek ini mencakup pem­ buatan aplikasi yang komprehensif mengenai peringatan dini mana­ jemen bencana serta dukungan peningkatan kapasitas pelaku penanggulangan bencana di Indonesia, khususnya BNPB dan BPBD. Aplikasi InAWARE yang didasarkan pada platform DisasterAWARE PDC akan memfasilitasi pertukaran informasi di antara kementerian/lembaga dan dinas terkait pada tingkat nasional maupun provinsi, serta menyediakan mekanisme untuk pertukaran informasi regional. Tujuan proyek InAWARE an­tara lain, peng­ integrasian InAWARE dalam pe­nang­gulangan bencana

Indonesia, peningkatan kapasitas operasional aplikasi InAWARE, peningkatan kapasitas pelaku di tingkat pusat dan daerah, dan sharing informasi dengan AHA Center. Di samping tujuan tersebut di atas, proyek InAWARE ini digagas dengan tujuan yang lebih spesifik, yaitu : • Menyesuaikan dan menggu­ nakan InAWARE yang berba­ sis pada website PDC― DisasterAWARE di ruang

Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BNPB di Jakarta, serta menggabungkan data bencana yang dipilih pada tingkat internasional, regional, nasional, maupun provinsi. • Mengembangkan konsep opera­ si (dan mendukung pro­ sedur operasi standar) untuk penggunaan InAWARE terhadap operasi penanggulangan bencana di lingkungan BNPB, yang





Tampilan layer InAWARE pada template website PDC





24

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

mencakup koordinasi internal dengan semua BPBD di Indonesia dan koordinasi eksternal melalui AHA Center yang berbasis di Jakarta. Memberikan pelatihan sistem administrasi bagi staf BNPB yang ahli di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk mampu mengoperasikan dan memelihara InAWARE dan komponen TIK yang ada. Memberikan pelatihan bagi pengawas Pusdalops dan pejabat lain pada penggunaan InAWARE di tingkat nasional dan provinsi (untuk provinsi terpilih). Melatih kader bersertifikat InAWARE sebagai pelatih di tingkat nasional guna mendukung dan memperkuat kebutuhan pelatihan di tingkat nasional dan provinsi. Merancang dan mengimplementasikan Table

Top Exercise (TTX) untuk memperkuat keterampilan yang dikembangkan dalam program pelatihan InAWARE. • Melembagakan dan mengintegrasikan data/ informasi dari kementerian/ lembaga melalui nota kesepahaman. • Melembagakan dan mengintegrasikan data/ informasi antara BNPB dan AHA Center melalui nota kesepahaman. Proyek yang telah dikembangkan oleh BNPB, PDC dan USAID sejak tiga tahun ini melibatkan kementerian/ lembaga, BPBD di beberapa provinsi, dan AHA Center. Kementerian/lembaga yang akan berbagi data dan informasi terkait kebencanaan antara lain Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Pusat

Statistik (BPS), Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial (BIG), BPBD dan AHA Center. Pencapaian proses aplikasi InAWARE ini kemudian disosialisasikan pada suatu lokakarya yang diselenggarakan oleh BNPB dan PDC pada Rabu (24/07) di Hotel Borobudur, Jakarta. Sekretaris Utama BNPB Fatchul Hadi membuka secara resmi dan memberikan sambutan di hadapan perwakilan kementerian/ lembaga dan stakeholder terkait pada lokakarya tersebut Penyelenggara mengundang berbagai pemangku kepentingan terkait proyek ini, seperti BMKG, BPS, BIG, Basarnas, TNI, LAPAN, BPBD, UNICEF, WFP, USAID, AusAID, AIFDR, dan perwakilan LSM. “Data dari aplikasi ini dapat berguna untuk keperluan pada tahap pra, saat, dan pasca bencana”, jelas Sekretaris Utama BNPB Fatchul Hadi. Beliau juga menambahkan bahwa seluruh data dari kementerian/lembaga diharapkan dapat dihimpun oleh BNPB dan di verifikasi. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan bahwa aplikasi ini nantinya dapat memberikan kontribusi dalam pengambilan keputusan dan manajemen penanggulangan bencana di tingkat pusat dan daerah. “Pengalaman dari BNPB pada saat penanggulangan bencana memerlukan data dan informasi yang sangat cepat dan akurat untuk pengambilan keputusan”, tambah Sutopo Purwo Nugroho. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

25

Fokus Berita

INTEGRASI PETA

GEOSPASIAL

DUKUNG PENANGGULANGAN BENCANA

P

enanggulangan bencana me­rupakan tugas yang san­ gat kompleks dan membu­ tuhkan analisis komprehensif. Analisis-analisis seperti memba­has mengenai kepekaan, kerentanan, bahaya, risiko, dan kapasitas masih terfragmentasi di antara para ilmu­ wan. Sementara itu, pengemban­ gan alat dan teknik untuk peman­

faatan dan pengintegrasian analisis tersebut masih perlu ditingkatkan. Bagaimana pun juga, ini adalah tan­ tangan untuk menjembatani dan mengkomunikasikan pengetahuan dan analisis pengurangan risiko bencana dalam suatu analisis yang terpadu. Salah satu alat sebagai bentuk analisis adalah ketersediaan peta

atau informasi geospasial. Peta dapat dimanfaatkan pada setiap tahapan, baik pra, saat, dan pasca bencana. Di Indonesia, ada banyak produk peta tematik terkait bencana yang dihasilkan berbagai kementerian/lembaga maupun organisasi di tingkat nasional dan lokal. Peta ini mencakup peta konvensional maupun digital. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

27

Fokus Berita Namun diakui bahwa peta-peta yang ada belum disusun secara terintegrasi dan digunakan antar lembaga. Koordinasi dan komunikasi antar pemangku kepentingan yang me­ nyediakan data spasial diharapkan membuat peta tematik memiliki manfaat yang lebih besar. Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah membentuk kelompok kerja dituntut kegiatan pemetaan bencana. Kelompok kerja ini harus mampu memberikan standar nasional untuk tujuan pemetaan bencana apa pun dan untuk memudahkan data spasial. Tugas yang menantang pada kelompok kerja ini adalah untuk menjembatani dan meng­ komunikasikan pengetahuan dan analisis proses manajemen risiko bencana melalui kebijakan satu peta atau one map policy. Diskursus ini menjadi topik dalam seminar internasional bertema "Communicating Multi-Scientific Analysis on Disaster Risk Management" yang diselenggarakan Badan Informasi Geospasial (BIG) pada 30 Juli 2013 di Hotel Inna Garuda, Yogyakarta. Penyelenggaraan seminar ini bekerjasama dengan Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada (UGM).

Integrasi Peta tematik kebencanaan telah banyak diproduksi, tetapi peta tersebut tidak terintegrasi satu sama lain. BIG merupakan institusi pemerintah pusat yang memiliki mandat untuk menyediakan peta dasar memandang penting untuk pengintegrasian peta-peta yang 28

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

ada. "Koordinasi yang baik dan kerjasama yang sistematis antar institusi penghasil data spasial sangat diperlukan" jelas Dr. Asep Karsidi, Kepala BIG. Beliau juga menambahkan bahwa ratusan peta tematik geospasial telah disederhanakan menjadi 12 tema. Salah satunya adalah peta tematik kebencanaan dan BNPB menjadi

leading actor untuk konteks ini. Kelompok kerja Pemetaan Kebencanaan telah dibentuk untuk maksud di atas dengan melibatkan kementerian/ lembaga penghasil informasi geospasial kebencanaan seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BIG, Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Mete­

rologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), KKP, LAPAN, Kementerian kehutanan, kementerian Pertanian, Kementerian ESDM, Bapeten, serta lingkungan perguruan tinggi. Melalui pokja ini, standar pemetaan kebencanaan untuk data spasial mudah diintegrasikan. Kepala BNPB Dr. Syamsul Maarif menyambut baik gagasan

terintegrasinya informasi geospasial dari kementerian/ lem­ baga maupun perguruan tinggi. Sementara itu, dalam ceramah beliau sebagai keynote speaker, perlunya menekankan im­plementasi kebijakan penanggulangan bencana yang mengacu pada agenda nasional (sentralistik), dalam arti

membangun bangsa Indonesia yang tangguh menghadapi ben­ cana, serta desentralisasi. Desentralisasi salah satunya mengacu pada penguatan kelembagaan di tingkat lokal sesuai dengan ancaman bencananya. Syamsul Maarif juga menegaskan bahwa ilmu pengetahuan dan local wisdom sebagai salah satu bidang yang perlu dipahami bersama dalam penanggulangan bencana.  Seminar ini bertujuan memfasilitasi pertukaran informasi dan teknologi terkait dengan manajemen bencana dan pengelolaan informasi spasial tematik pendukungnya. Di samping itu bertujuan berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam manajemen bencana dan memformulasikan ke dalam satu pendekatan yang komprehensif. Hadir pada seminar ini para pakar, ilmuwan, dan birokrat dengan latar belakang keilmuan dalam manajemen bencana dari dalam dan luar negeri, seperti dari Universitas Sorbone, Universitas Chiba, AustraliaIndonesia Facility for Disaster Reduction (AIFDR), Asian Disaster Preparedness Center (ADPC), dan Badan Penanggulangan Bencana Timor Leste. Narasumber dari luar negeri selama seminar ini berlangsung antara lain Prof. F. Lavigne (Perancis), Prof. Umitsu (Jepang),  sedangkan dari Indonesia Dr. Dyah R. Hizbaron, Dr. Widjo Kongko, dan Dr. Surono. Pada seminar ini juga ditampilkan hasil-hasil penelitian dari para mahasiswa mengenai karya peta tematik kebencanaan.

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

29

Fokus Berita

Bantuan Saat Bencana

APEC Upayakan Langkah Konkrit Laporan dari APEC Senior Disaster Management Officials Forum ke-7

N

egara-negara anggota Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC) tinggal selangkah lagi akan menerapkan kebijakan yang dapat mempercepat masuknya bantuan internasional bagi negara yang membutuhkan saat bencana terjadi. Rencananya, rekomendasi terkait hal tersebut akan menjadi salah satu poin yang dibicarakan para pemimpin APEC dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) bulan Oktober 2013 di Bali. Perkembangan ini merupakan hasil konkrit yang muncul dari APEC Senior Disaster Management Officials Forum (SDMOF) ke-7 yang berlangsung di Kuta, 21-22 Agustus, di mana Indonesia tampil sebagai pemimpin. Pemimpin Sidang APEC SDMOF ke-7 yang juga Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dody Ruswandi mengatakan perwakilan dari 13 negara yang mengikuti forum di Pulau Dewata sepakat bahwa peningkatan kemudahan bagi datangnya bantuan berupa per­ sonil maupun barang ketika ben­­ cana besar melanda adalah

30

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

sangat penting. Semua memiliki pan­ dangan yang sama mengenai urgensi untuk memanfaatkan periode awal terjadinya bencana guna menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa manusia. Penga­ laman selama ini menunjukkan masuknya bantuan kerap kali ter­ hambat oleh proses kepabeanan yang berlapis. “APEC melihat proses tersebut seharusnya bisa dipermudah lagi, tanpa merugikan kepentingan nasional negara bersangkutan. Ini disebut Emergency Response Travel Facilitation (ERTF) yang jika diratifikasi oleh negara-negara anggota akan mempercepat masuknya bantuan,” kata Dody di sela-sela penyelenggaraan SDMOF lalu. Menurut Dody, Pemerintah Indonesia menjadi pihak yang aktif memperjuangkan kebijakan ini. Wilayah Asia Pasifik mencakup 52 persen luas permukaan bumi dan menjadi tempat tinggal bagi 40 persen penduduk dunia. Yang mengkhawatirkan, berdasarkan data APEC, kawasan ini mengalami lebih dari 70 persen bencana alam yang tercatat secara global. Dampaknya mencengangkan,

terutama dalam kasus bencana yang sangat besar. Sebuah laporan yang dipublikasikan Perserikatan Bangsa-bangsa (UN’s Asia-Pasific Disaster Report 2010) menyebut tsunami di Samudra Hindia, termasuk Aceh dan Nias, pada tahun 2004 menewaskan lebih dari 250,000 orang dengan 45.6 juta jiwa terkena dampak di sejumlah negara. Beberapa tahun kemudian, pada 2008, gempa bumi di Sichuan, China, merenggut nyawa 69,000 orang dan menimbulkan kerugian tak kurang dari US$85

miliar. Selanjutnya, pada 2009, gempa berkekuatan 7.6 skala Richter menggoyang Padang, Sumatra Barat dan menyebabkan 1,100 warga meninggal serta merusak lebih dari 300,000 bangunan. Sementara itu, kerugian akibat gempa di wilayah Canterbury, Selandia Baru yang terjadi barubaru ini disebut mencapai US$12 miliar atau setara dengan 7.5 persen produk domestik bruto negara tersebut. Kita juga tentu belum lupa dengan tsunami Jepang pada 2011 yang menelan

korban jiwa lebih dari 15,000 orang. Kerugian akibat tsunami tersebut dilaporkan menembus US$300 miliar, terbesar yang pernah dicatat sepanjang sejarah. Para ilmuwan memperkirakan intensitas dan frekuensi bencana di Asia Pasifik akan meningkat dalam beberapa dekade mendatang akibat buruknya perencanaan perkotaan, buruknya manajemen penggunaan lahan, serta perubahan iklim. Bencana yang menghantam satu negara anggota dapat berdampak terhadap negara lain di kawasan.

Dalam sambutan pembukaan SDMOF, Kepala BNPB Syamsul Maarif mengatakan Indonesia sebagai salah satu negara yang paling rawan bencana di dunia memahami betul dampak bencana terhadap aspek sosial dan ekonomi. Menurut Kepala BNPB, pengalaman yang besar dan berharga dari setiap negara dan organisasi yang hadir dalam SDMOF merupakan bahan yang bermanfaat untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan di kawasan. “Setiap kejadian bencana selalu memberikan banyak hal Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

31

Fokus Berita

untuk dipelajari, memperkaya pengalaman serta keahlian dalam merespon situasi bencana,” ungkap Syamsul Maarif.

Ketahanan ekonomi Dody mengatakan negaranegara APEC juga menegaskan kembali komitmen mereka untuk mendorong upaya kolektif dalam memperkuat ketahanan di sektor bisnis, dengan mendorong kemit­ raan pemerintah, dunia usaha, dan publik guna meningkatkan pengurangan risiko bencana dan melindungi pertumbuhan ekonomi dari gangguan. Hal ini selaras dengan komitmen para pemimpin APEC yang disampaikan dalam sejumlah forum sebelumnya. 32

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

SDMOF ke-7 secara konkrit mendorong negara anggota meli­ hat secara sungguh-sungguh apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan ketahanan ekonomi terhadap bencana, termasuk men­ jajaki pelaksanaan skema Business Continuity Planning (BCP), Supply Chain Resilience, peningkatan Corporate Social Responsibility (CSR) terkait penanggulangan bencana, serta upaya lainnya. “Bencana, khususnya yang berskala besar, dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi secara signifikan tidak saja di negara bersangkutan, tetapi negara di sekitarnya. Kegiatan investasi, ekspor-impor pasti terganggu. Ini yang coba kita

minimalisir dampaknya di kemudian hari,” papar Dody. Secara keseluruhan, SDMOF ke-7 menghasilkan lima butir rekomendasi (outcome) untuk dibawa ke Forum KTT APEC. Di samping dua poin mengenai ERTF dan kemitraan publik dan swasta (public private partnership), pernyataan lain adalah (1) Mendukung kerjakerja Emergency Preparedness Working Group yang dibentuk APEC dalam rangka peningkatan kapasitas pengurangan risiko bencana dan tanggap darurat, (2) Mempererat kerjasama untuk membantu korban bencana segera setelah kejadian bencana, serta (3) Meningkatkan kapasitas

dalam pengurangan risiko bencana dengan mendorong negara anggota menjadikan pengurangan risiko bencana sebagai agenda, khususnya berkenaan dengan penguatan ketangguhan masyarakat di tingkat lokal. Negara yang mengirimkan perwakilan dalam SDMOF ke-7 adalah Australia, Chile, China, Hong Kong-China, Indonesia, Jepang, Peru, dan Filipina. Di samping itu, Rusia, Singapura, Chinese Taipei, Amerika Serikat, serta Vietnam. SDMOF ke-8 akan berlangsung di China pada 2014 seiring dengan posisi China sebagai Ketua APEC tahun depan.

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

33

Fokus Berita Susunan Pejabat Baru di Lingkungan BNPB : 1) Ir. Dody Ruswandi, MSCE sebagai Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan 2) Ir. Tri Budiarto, MSi sebagai Deputi Bidang Penanganan Darurat 3) Drs. Junjungan Tambunan, ME. sebagai Direktur Tanggap Darurat pada Deputi Bidang Penanganan Darurat 4) Ir. Taufik Kartiko, MSi sebagai Direktur Penanganan Pengungsi pada Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi 5) Tetty Saragih, AK sebagai Direktur Pemulihan dan Peningkatan Fisik pada Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi

ROTASI PEJABAT ESELON I DAN II BNPB

S

eiring pensiunnya Ir. Sugeng Triutomo, DESS sebagai Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Kepala BNPB melantik pejabat sebanyak 2 Eselon I, 3 Eselon II, 1 Eselon III dan 5 Eselon IV di Gedung BNPB, Lantai II Juanda, Jakarta 16 Agustus 2013. Kepala BNPB dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada Sugeng Triutomo yang telah selesai melaksanakan tugas sebagai Deputi Bidang Pencegahan

34

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

dan Kesiapsiagaan karena mencapai usia pensiun dan apresiasi atas kontribusinya dalam penanggulangan bencana di Indonesia. Disampaikan Syamsul Maarif, perjalanan sebuah organisasi harus didukung dengan pengetahuan ser­ ta proses belajar, sehingga sedianya personil dalam sebuah organisasi harus terus belajar untuk selalu siap menghadapi tantangan yang pasti akan dihadapinya. “The right man or woman on

the right place” merupakan pesan Kepala BNPB dalam pengarahannya, di mana personil BNPB yang bertugas di seluruh wilayah Indonesia diha­rap­kan senantiasa hadir membantu dan meringankan be­ban masyarakat dalam situasi bencana. Para pejabat yang terpilih diminta selalu menunjukkan prestasi dalam jabatan sebagai bukti bahwa pengangkatannya tepat. Mengakhiri sambutannya, Kepala BNPB menyampaikan terima kasih atas kebersamaan dan kekompa­kan yang terbangun selama ini oleh personil BNPB untuk menjawab tantangan serta tuntutan masyarakat terhadap BNPB untuk penanggulangan kebencanaan. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

35

Fokus Berita

Hasil Survei KAP & Data Kependudukan BPS

Perkaya Masterplan Tsunami Padang

mengacu analisis kajian risiko berdasarkan tingkat ancaman, kerentanan, dan kapasitas menjadi dasar penyusunan dokumen ter­ sebut. Diskursus kerentanan itu tidak terlepas dari pembahasan mengenai penduduk yang terpapar risiko gempa bumi dan tsunami. Pada dokumen yang telah disusun, pembahasan mengenai komponen kependudukan masih dilakukan secara umum. Pembahasan belum menyentuh pada data-data popu­ lasi yang lebih detail, seperti jumlah penduduk berdasar­kan kelompok umur, rumahtangga, pekerjaan, dan lain sebagainya. Data-data ter­ sebut dapat dimanfaatkan sebagai penyusunan analisis kerentanan dan rencana respon yang lebih baik di dalam dokumen Masterplan.

Metode Survei

G

una mengoptimalkan pe­ ran lembaga nasional dalam manajemen pe­ nang­­gulangan bencana, Badan Nasional Penanggulangan Ben­cana (BNPB) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menandatangani nota kese­ pahaman pada 5 Februari 2013 yang lalu di Bidakara – Jakarta dalam acara Rapat Koordinasi BNPB dan BPBD se-Indonesia. Saat ini, BNPB telah menyusun sebuah dokumen perencanaan dalam kesiapsiagaan menghadapi ancaman bencana gempa bumi dan tsunami di Sumatera Barat. Dokumen yang bernama Tsunami Masterplan merupakan dokumen yang berisi upaya pengembangan kapasitas dalam menghadapi

36

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

ancaman gempa bumi dan tsunami dengan tujuan untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat di daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami. Salah satu wujud kerjasama tersebut dan untuk mendukung dokumen Tsunami Masterplan, telah dilaksanakan Survei KAP (Knoeledge, Attitude, and Practice) sebagai pilot survei yang merupakan initiatif BNPB dan BPS didukung oleh United Nations Population Fund (UNFPA). Target responden survei ini adalah mereka yang tinggal di wilayah pesisir Kota Padang. Wilayah ini terpilih karena memiliki tingkat bahaya gempa bumi dan tsunami yang tinggi sebagaimana prediksi

para ahli terkait Megathrust Tsunami 8,9 SR yang berpotensi terjadi di sepanjang Pantai Barat Sumatera. Hasil survei ini akan menjadi informasi dasar yang memberikan gambaran tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat di daerah tersebut yang menjadi target survei dan rujukan untuk penyelenggaraan serupa di daerah lain, serta masukan bagi BPS untuk mulai menambahkan pertanyaan terkait komponen kebencanaan di sistem statistik BPS seperti sensus penduduk, susenas, dan lain sebagainya. Sebagai pilot survei, ujicoba dilakukan terhadap kuesioner dan metodologi yang digunakan yang

Pada survei ini metode pen­ cacahan diuji dengan wawancara, pengamatan serta penggunaan tablet android untuk perekaman data responden dan anggota ru­ mah tangga sebanyak 250 rumah tangga di daerah bahaya tsunami Kota Padang - Sumatera Barat. Hal tersebut dimaksudkan untuk me­ ngidentifikasi lokasi, pencacahan serta upload atau pengiriman data secara online. Implementasi pilot survei KAP dilakukan bersama antara Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Direktorat Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS, BPS Provinsi/Kota dan BPBD Provinsi Sumatera Barat serta dukungan teknis dari UNFPA Indonesia. Kegiatan ini didahului pelatihan kepada petugas lapangan dan ujicoba pada 17 – 18 Juni 2013, yang dilanjutkan pencacahan mulai 19

Juni di 10 blok sensus terpilih di Kota Padang. Metodologi yang digunakan dalam KAP mencakup (1) pemilihan 10 desa di daerah rawan bencana secara purposit sesuai dengan hasil kajian risiko BNPB, (2) pemilihan blok sensus secara purposit di setiap desa terpilih tahap pertama, dan (3) pemilihan 25 rumah tangga untuk setiap blok sensus terpilih. Sebelum mengawali pilot survei ini, BNPB dan BPS telah mengadakan workshop bersama secara maraton sejak bulan Mei 2013 dan terakhir dilaksanakan di Hotel Mercure - Padang, pada 17 Juni 2013. Dalam sambutan pembukaan, Kepala Pusat Data dan Informasi dan Humas Dr. Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang terlibat, baik pusat dan daerah yang mendukung pelaksanaan ini. “Mengingat hasil dari survei KAP ini sangat penting untuk mendukung Masterplan Tsunami Indonesia, model yang sama nantinya juga

dapat dilaksanakan di daerah lain seperti beberapa wilayah di Pulau Sumatera dan Jakarta”, tambah Sutopo. Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS Ir. Razali Ritonga turut serta memantau penyelenggaraan survei di lapa­ ngan pada hari pertama yang berlangsung 19 Juni 2013. Hasil dari Pilot Survei KAP ini akan diluncurkan bersama oleh BNPB, BPS dan UNFPA dengan mengundang lembaga terkait untuk perencanaan program selanjutnya dalam mendukung peran pemerintah, masyarakat serta swasta dalam mendukung kesiapan masyarakat menghadapi bencana. Salah satu output dari ker­ jasama BNPB-BPS adalah data kependudukan berdasarkan Sen­ sus Penduduk dan Potensi Desa yang telah dilakukan oleh BPS yang telah tersaji dalam aplikasi DIBI (Data Informasi Bencana Indonesia). Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

37

Liputan Khusus

GEMPA

MENGGUNCANG

ACEH

P

ada 2 Juli 2013, pukul 14.37 WIB terjadi gempa 6,2 SR di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam. Gempa tersebut mengakibatkan 43 orang meninggal dunia (8 orang dari Kabupaten Bener Meriah dan 35 orang dari Aceh Tengah) dan 6 orang dinyatakan hilang. Gempa tersebut juga menyebabkan kerusakan dan kerugian di 5 sektor 2 kabupaten yaitu perumahan dan permukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi produktif, dan lintas sektor. Diperkirakan 49% kerusakan dan kerugian tersebut adalah dari sektor perumahan yang mencapai Rp 678,5 miliar Kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi lima sektor pasca gempa Aceh Tengah diperkirakan mencapai Rp 882,5 miliar.

38

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

39

Liputan Khusus

Gubernur Aceh Zaini Abdullah menetapkan masa tanggap darurat selama dua minggu yaitu, 3-17 Juli 2013 sesuai Surat Per­ nyataan Gubernur Aceh Nomor 22/ PER/2013 pada 4 Juli 2013. Pasca terjadinya gempa, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Pemerintah Daerah telah menya­ lurkan bantuan bagi korban gempa. Posko darurat didirikan untuk me­ nampung pengungsi. BNPB mencatat jumlah pengungsi sempat mencapai 52.113 jiwa. Dari 36.905 jiwa pengungsi pada 14 Juli, jumlah di Aceh Tengah sebanyak 32.129 jiwa yang tersebar di 10 kecamatan, dan 4.776 jiwa di Bener Meriah yang tersebar di 6 kecamatan.

40

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

Selain BNPB, BPBD dan Peme­ rintah Daerah, DPR-RI dan Presiden juga ikut membantu meringankan para korban. Presiden SBY mengun­ jungi daerah gempa dan posko pe­ nanganan darurat. Dalam kunju­ngan tersebut, Presiden meminta BNPB dan pihak terkait mempercepat penanganan bantuan perumahan yang rusak akibat gempa. Dalam kesempatan itu, Presiden dan Ibu Negara bertatap muka langsung dengan para korban di dalam tenda pengungsian. Dalam pesannya, Presiden meminta korban bencana bersabar menghadapi cobaan. Pemerintah, kata Presiden, akan melakukan semua yang mungkin untuk menolong warga agar bisa secepatnya pulih. "Kami turut berduka atas musibah yang dialami bapak dan ibu sekalian. Usaha terus dilakukan pemerintah pusat dan daerah beserta TNI/ Polri dan Satgas Bencana untuk membantu pencarian korban serta bantuan sosial selama di pengungsian," kata Presiden. Presiden SBY menjanjikan penggantian untuk rumah yang rusak berdasarkan ukuran jenis kerusakan. "Bantuan sosial lainnya juga akan diberikan, sehingga masyarakat dapat hidup lebih baik ke depannya," papar Presiden. Bupati Aceh Tengah Nasaruddin mengatakan pihaknya berharap pemerintah pusat menaikkan plafon nilai bantuan perumahan, yaitu menjadi Rp60 juta untuk rumah rusak berat, Rp30 juta untuk rusak sedang, dan Rp20 juta untuk rusak ringan. "Ini mengingat belakangan ini biaya kebutuhan dan transportasi meningkat. Bantuan yang disebutkan Presiden kami syukuri, tetapi kalau bisa lebih, akan lebih baik," ucapnya. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

41

Liputan Khusus

Prioritas Perbaikan Pendataan kerusakan rumah di Aceh Tengah telah di­ lakukan dan dikunci oleh peme­ rintah, yaitu 13.971 unit rumah rusak, di mana 5.450 rusak berat, 2.420 rusak sedang, dan 6.101 rusak ringan. Data ini meniru nama, alamat dan poto. Di Bener Meriah, terdapat 5.040 rumah rusak, yaitu 1.132 rusak berat, 1.270 rusak sedang, dan 2.638 rusak ringan. BNPB akan melakukan verifikasi kerusakan rumah yang diusulkan pemerintah daerah dan BPBD. Mekanisme pelaksanaan rehabilitas rekonstruksi perumahan dengan membentuk kelompok masyarakat (pokmas) yang dibantu fasilitator. Satu pokmas terdiri atas 10 KK dari tetangga terdekat. Fasilitator men­ dam­ pingi 3-5 pokmas dalam pendampingan teknis, administrasi dan sosial ekonomi. Dana dari pemerintah dikirimkan ke rekening pokmas tersebut. Mekanisme ini telah berhasil diterapkan BNPB dalam rehab rekon pasca gempa Sumbar (2009), erupsi Merapi (2010) dan lainnya. Dengan penyediaan rumah, korban diharapkan menjadi cepat pulih dari dampak bencana. 42

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

Selain pihak lain seperti BNPB, kementerian, lembaga, dunia usaha, internasional, LSM maupun masyarakat ikut mengirim bantuan ke Aceh. Mengi­ ngat dampak korban dan kerusakan di Aceh Tengah lebih besar dibanding Bener Meriah, Kepala BNPB Syamsul Maarif menetapkan distribusi bantuan 80% untuk Aceh Tengah dan  20% untuk Bener Meriah. Bupati Aceh Tengah dan Bupati Bener Meriah menyetujui kebijakan tersebut. Bantuan BNPB yang disalurkan ke Aceh Tengah dan Bener Meriah meliputi tenda keluarga 150 unit, genset 1,2 KVA 30 unit, velbed 400 unit, tenda pengungsi 120 unit, tambahan lauk pauk 1.518 paket, tenda gulung 1.200 lembar, sandang 1.100 paket, selimut 864 lembar, peralatan dapur 400 paket, dan lainnya per tanggal 19 Juli 2013.

LAMPIRAN : 1. Daftar Nama Korban Meninggal Dunia No 1

Nama Rukayah

Jenis Kelamin

Umur 53

P

Desa Blang Mancung Atas

Kabupaten

No

Aceh Tengah

23

Nama Ryan

2

Wardiman

17

L

Blang Mancung Atas

Aceh Tengah

24

Fadil

3

Tasliansyah

17

L

Blang Mancung Atas

Aceh Tengah

25

Muliadinsyah

Jenis Kelamin

Umur 9

L

Desa Bah

Kabupaten Aceh Tengah

6

L

Bah

Aceh Tengah

47 hari

L

Bah

Aceh Tengah

12

L

Genting Bulen

Aceh Tengah

4

L

Selon

Aceh Tengah

4

Fadil Aliansyah

4

L

Blang Mancung Atas

Aceh Tengah

26

Sabardi

5

Jihan Firdaus

5

L

Blang Mancung Atas

Aceh Tengah

27

Rahmayati

6

Karsiyem

55

P

Blang Mancung Atas

Aceh Tengah

28

Arifin

30

L

Segene Balik

Aceh Tengah

7

Doni

9

L

Blang Mancung Atas

Aceh Tengah

29

Anwar

46

L

Segene Balik

Aceh Tengah

8

Asyifa

2

P

Blang Mancung Atas

Aceh Tengah

30

Sera Anggraini

25

L

Pantan Jerik

Aceh Tengah

9

Fatimah

25

P

Blang Mancung Atas

Aceh Tengah

31

Hj. Raimah

70

P

Telege Atu

Aceh Tengah

10

Leo Yudhab

14

L

Blang Mancung Bawah

Aceh Tengah

32

Saffi Azara

5

P

Kampung Baru

Aceh Tengah

11

Yuni

27

P

Kala Ketol

Aceh Tengah

33

Salmiah

40

P

Remesen

Aceh Tengah

12

Abdul Karim

35

L

Serempah

Aceh Tengah

34

Sukur

35

P

Kemili

Aceh Tengah

13

Sahara

8

P

Serempah

Aceh Tengah

35

Riski Arafah

2

L

Kp. Tawardi

Aceh Tengah

14

Rahmad Diko

2

L

Serempah

Aceh Tengah

36

Fatimah

80

L

Suka Ramai Atas

Bener Meriah

15

Nawawi

35

L

Serempah

Aceh Tengah

37

Tarmizi

60

P

Suka Ramai Atas

Bener Meriah

16

Lisnawati

8

P

Serempah

Aceh Tengah

38

Supardi

53

L

Suka Makmur Timur

Bener Meriah

17

Zainuddin

48

L

Simpang Juli

Aceh Tengah

39

Ilham

5

L

Suka Makmur Induk

Bener Meriah

18

Siti Radiah

30

P

Simpang Juli

Aceh Tengah

40

larni

45

P

Suka Makmur Timur

Bener Meriah

19

Raisyatul Haita/Ica

9

L

Cang Duri

Aceh Tengah

41

Pian

13

L

Suka Makmur Induk

Bener Meriah

20

Isahdan

9

L

Bah

Aceh Tengah

42

Aryana

8 bulan

P

Cekal

Bener Meriah

21

Zainuddin

15

L

Bah

Aceh Tengah

43

Mahyani

20

P

Kampung Benar Ayu

Bener Meriah

22

Rizky

4

L

Bah

Aceh Tengah

Sumber : BPBD Kab. Aceh Tengah dan Kab. Bener Meriah

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

43

Liputan Khusus

Liputan Khusus

2. Aktifitas Lembaga Non Pemerintah Organisasi

Bantuan 250 tenda keluarga dan 500 paket hunian

Aceh Tengah, Bener Meriah

AIFDR

Staf pendukung Pusdatinmas BNPB

Aceh Tengah, Bener Meriah

AusAID

2.200 terpal

Aceh Tengah, Bener Meriah

CARITAS PSE Medan

Distribusi 315 tikar, selimut dan handuk

Ketol, Aceh Tengah

Cipta Fondasi Komunitas

Layanan kesehatan

Ketol, Aceh Tengah

Disaster Response Partnership

Kajian kerusakan bangunan Rumah Sakit dan Puskesmas

Aceh Tengah

Dompet Dhuafa

SAR, layanan kesehatan, MCK, dapur umum, dan perbaikan darurat masjid / fasilitas ibadah lain

Aceh Tengah, Bener Meriah

First Response Indonesia

Penyebaran informasi publik

Aceh Tengah, Bener Meriah

Habitat for Humanity Indonesia

Kajian dampak bencana

Aceh Tengah, Bener Meriah

Himpunan Mahasiswa Indonesia

Pangan

Aceh Tengah

Hope Worldwide

100 selimut

Aceh Tengah

IOM

Dukungan ke Posko, 2000 perlengkapan hunian dan 750 paket higienis ibu dan anak

Ketol (Desa Jerata, and Jaluk Timur), Bebesan, dan Kuta Panang (Desa Pantan Sile and Pantan Jerik)

Lumbung Yusuf Jakarta

Kajian dampak bencana

Aceh Tengah, Bener Meriah

Lutheran World Relief

Kajian dampak bencana

Aceh Tengah, Bener Meriah

Maltezer International

Kajian dampak bencana

Aceh Tengah, Bener Meriah

Muhammadyah

Layanan kesehatan, termasuk pelatihan Kesiapsiagaan Rumah Sakit, psikososial, perbaikan darurat masjid / sarana ibadah lain, bantuan pangan dan non-pangan.

Aceh Tengah: Kec. Ketol (Pondok Balik, Buter, Rejewali, Jalan Tengah, and Kalaketol), Kec. Silih Nara (Alur Kumer), Kec. Rusip Antara (Pantan Pertik) dan di Bener Meriah

Mercy Corps

Distribusi jerigen (kapasitas 20 liter)

Aceh Tengah (Desa Cang Duri, Panten Jeri, Jerata, Simpang Juli and Jaluk)

Muslim Aid

Tank air

Desa Timang Rasa dan Pantang Jeri, Kec. Kute Penang Desa Selun dan Blang Mancung, Kec. Ketol Desa Cekal, Kec. Timang Gajah.

Palang Merah Indonesia

750 terpal, 750 selimut, 20000 lembar seng, 100 tikar, 3 ambulan dengan tim kesehatan, dukungan psikososial, bantuan pangan dan non-pangan termasuk paket keluarga dan paket anak

Aceh Tengah, Bener Meriah

Pemerintah Malaysia

1000 selimut, 1000 terpal dan 1000 tenda keluarga

Aceh Tengah, Bener Meriah

Pencinta Alam Aceh

Pangan dan dukungan pemulihan masyarakat

Desa Dedingin, Kec. Kuta Panang, Aceh Tengah

Plan Internasional

Kajian psikososial dan perlindungan

Aceh Tengah, Bener Meriah

Pusaka Indonesia

700 terpal dan 700 sarung, pangan, dukungan psikososial

Bah, Serempah, Kute Gelime, Buteh, We Nangka, Dedingin, Tapak Manggo, Kuta Panang, Kec. Aceh Tengah

Save the Children

550 terpal (ukuran 6x8 m), 1,100 tikar, 2000 sarung, 750 mukena dan 7000 atap seng, 2 tenda sekolah di Kuta Panang dan Ketol dan 2 lainnya di Cekal dan Timang Gajah., 200 paket guru. Memobilisasi kader kesehatan terlatih di Gajah Putih dan Timang Gajah

Aceh Tengah, Bener Meriah

UNDP

Dukungan koordinasi dan pemulihan dini

Aceh Tengah, Bener Meriah

UNDSS

Layanan koordinasi keamanan dan keselamatan

Aceh Tengah, Bener Meriah

UNFPA

Dukungan untuk Posko dan OSOCC

Aceh Tengah, Bener Meriah

UNICEF

35 tenda sekolah dan 35 paket rekreasi anak, School-inthe-box

Aceh Tengah, Bener Meriah

UN OCHA

Koordinasi melalui OSOCC

Aceh Tengah, Bener Meriah

UN WFP

Dua gudang dan dukungan pengelolaan logistik

Aceh Tengah, Bener Meriah

USAID

Bantuan melalui IOM

Aceh Tengah, Bener Meriah

YAKKUM Emergency Unit

Kajian dampak bencana dan siap mendistribusikan 400 paket higienis

Aceh Tengah, Bener Meriah

Sumber : UN-OCHA

44

Lokasi

AHA Centre

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

ERUPSI GUNUNG ROKATENDA

WARGA DIRELOKASI

G

unung Rokatenda meletus pada Sabtu, 10 Agustus 2013, pukul 04.27 WITA. Gunung yang berlokasi di Pulau Palue termasuk di dalam wilayah administrasi Desa Rokirole, Ke­ camatan Pulau Palue, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dilihat dari koordinat geo­ grafis, gunung ini berada pada po­ sisi 08°19’0,33”S - 121°41’58,44”E. Letusan yang terjadi waktu itu cukup kuat dengan kekuatan le­ tusan 10 - 40 amplitudo, dan lama letusan 420 detik. Akibat kejadian erupsi Gu­ nung Rokatenda, terdapat korban meninggal 5 orang, hilang 1 orang dan luka bakar 3 orang. Ratusan

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jenis Penyakit ISPA mialgia/sakit otot gastiritis/gangguan lambung diare dermatitis/gatal-gatal vulnus/luka hipertensi artritis bronkitis bronchopneumonia/radang paru-paru

Jumlah (orang) 588 214 130 32 28 27 26 7 7 1

Sumber: Posko Tanggap Darurat Bencana Gunung Rokatenda

orang mengungsi. Sementara itu, dampak kesehatan terlihat dalam tabel. Guna menangani bencana erupsi Gunung Rokatenda, Peme­ rintah Kabupaten Sikka membentuk

Satuan Komando Tanggap Darurat dengan Incident Commander (IC) yang ditunjuk adalah Wakil Bupati Sikka. Segera setelah ditunjuk, Wabup melakukan rapat evaluasi di Aula Bappeda Kabupaten Sikka. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

45

Liputan Khusus

Direlokasi Pemerintah Kabupaten Sikka merencanakan akan merelokasi pengungsi gelombang kedua korban Gunung Api Rokatenda asal Pulau Palue ke Kojagete, Pulau Besar di Kecamatan Alok. Lokasi Kojagete masih dalam pembahasan. Lokasi ini dapat menampung pengungsi gelombang kedua yang terdata sebanyak 372 KK atau 1.024 jiwa. Jumlah ini masih bertambah karena warga yang ada di zona merah yang belum mengungsi sekitar 400 orang. Relokasi pengungsi gelombang pertama, telah disiapkan lahan di Nangahure dan Hewuli. Dua lokasi itu merupakan tanah pemerintah yang luasnya mencapai 7 ha. Dana untuk pembangunan 375 rumah ini sudah dialokasikan oleh BNPB senilai Rp 6,4 miliar. Direncanakan bulan September pengungsi yang ada sudah mulai menempati lokasi itu. Data awal 375 rumah untuk pengungsi gelombang pertama. Namun, setelah diverifikasi jumlah pengungsi gelombang pertama hanya 284 KK. Karena itu untuk menggenapi 375 KK akan diisi oleh 46

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

pengungsi gelombang kedua. Pada 28 Agustus 2013 diada­ kan rapat di Pos Pendampingan, Kabupaten Sikka untuk menyama­ kan persepsi antar instansi terkait dalam penanganan pengungsi. Pos Pendampingan ini berfokus pada layanan advokasi kebija­ kan dan konsultasi kegiatan pen­ anganan darurat serta membantu koordinasi, maupun mediasi ban­ tuan dari instansi pusat. Dalam pertemuan tersebut, Bupati Sikka Yoseph Ansar Rera menuturkan sosialisasi relokasi pengungsi agar segera dilakukan agar para pen­ gungsi mempunyai keiklasan un­ tuk mau dipindah. Proses simulasi evakuasi masyarakat masih perlu dilakukan maka agar dibuatkan rambu-rambu di daerah Palue di mana daerah yang rawan dan ba­ haya. Pengungsi yang berada di kantor bupati lama masih sering bolak-balik ke Palue, perlu didis­ kusikan agar mereka tidak bolakbalik. Masih adanya sebagian warga Pulau Palue (kurang lebih 120 KK) yang berada di Zona me­ rah seperti di Desa Roki Role dan Tuanggeu yang bertahan atau belum bersedia pindah ke lokasi

pengungsian di Maumere mau­ pun di Ropa - Ende. Hal ini dikare­ nakan anak istri atau kerabatnya berada di lokasi pengungsian sementara suami atau keluarga yang lain masih bertahan dengan alasan menjaga harta benda yang ada dirumah. Koordinator Posko Bencana Palue Romo Yan Faroka mengemukakan “Faktor lain dari pengungsi yang tidak mau direlokasi disebabkan oleh keterikatan adat lokal yang sangat kuat serta ‘derajat kepatuhan’ masyarakat yang cukup tinggi kepada para Laki Musa (tetua adat sekaligus tuan tanah” Relokasi pengungsi di Kabupaten Sikka direncanakan berada di tiga lokasi, yakni di Nangguhure, Pulau Besar dan Tanjung Darat. Dan sampai dengan saat ini ketiganya masih proses assesment baik yang dilakukan oleh Pemkab Sikka maupun oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Direktur Perbaikan Darurat BNPB, Yolak Dalimunte, mengata­ kan, “Sosialisasi relokasi pen­ gungsi harus segera dilaksana­ kan dengan mempertimbangkan

assesment yang dilakukan baik oleh Peme­rintah Kabupaten Sikka maupun sejumlah NGO. Untuk materi sosialisasi, maka hal-hal yang perlu disampaikan dalam sosialisasi tersebut paling kurang harus memuat tiga pertimbangan mendasar, yaitu kemudahan akses penghidupan dan pencaharian, pengembangan wilayah, tempat relokasi, dan status tanah”. Yolak mengatakan warga yang masih tetap bertahan di zona merah di Pulau Palue diusulkan dibuatkan Surat Pernyataan yang pada intinya berisikan pernyataan yang tidak bersedia dipindah ke lokasi pengungsian dengan segala resiko ditanggung oleh yang bersangkutan sendiri”. Menyangkut pengungsi yang sering bolak-balik, menyangkut kondisi psikologis, di satu sisi karena mata pencaharian untuk membiayai keperluan keluarga, tapi di sisi lain kehilangan tanah kelahiran. Salah satu pengungsi merasa jenuh di pengungsian karena tidak berbuat banyak bagi keluarganya. Dari kesimpulan tersebut, perlunya dibuatkan lapangan

kerja dan percepatan relokasi agar mereka bisa bekerja dan tinggal di rumah yang nyaman. Bila sosialisasi yang telah dilakukan disampaikan maka dibuat angket/ kuesioner kepada para pegungsi untuk memilih tempat-tempat relokasi yang diajukan. Kegiatan sosialisasi hendaknya dilakukan secara bersama, yakni Pemerintah kabupaten Sikka, TNI/Polri, Perwakilan DPRD dan pihak gereja.

Pematokan Lahan Mempercepat tempat relokasi bagi pengungsi Rokatenda, BPBD bekerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum (PU), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka dan TNI adakan pematokan, pengukuran lahan dan pembersihan lahan pada (30/8). Alat berat diturunkan untuk membersihkan lahan yang masih terdapat bebatuan untuk akses jalan. Berjarak sekitar 6 km dari Maumere, berlokasi di Kecamatan Alok Barat, Kelurahan Hewuli. Terdapat 2 lokasi relokasi bagian depan dengan luas 3,5 hektar sedangkan di bagian

belakang SD sekitar 1 hektar. Tujuan dari pematokan ada­ lah memudahkan dalam membagi kavling, dan menyesuaikan den­ gan rancangan site plan. Hasil dari pengukuran tersebut akan diper­ oleh jumlah kavling dan akses jalan. Menurut, Kepala Bidang Re­ habilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kabupaten Sikka, “Lahan relokasi merupakan tanah milik Pemda Sik­ ka dengan sistem hak guna pakai. Rumah yang di bangun bersifat semi permanen dengan luas lahan sekitar 150m2 termasuk dengan tanah garapan. Rencana sosialisa­ si relokasi ini pada minggu depan dan awal bulan September mulai dilakukan pembangunan. Pusat distribusi bantuan berada di Kantor BPBD Kabupaten Sikka sekaligus sebagai Posko utama penanganan darurat erupsi Gunung Rokatenda. Untuk pemenuhan air bersih bagi pengungsi telah ada kapal dari Dinas PU 50.000 liter; mobil tangki 5.000 liter (Dinsos) dan 4.000 liter (BPBD). Penyaluran bantuan logistik hingga saat ini terus didistribusikan baik kepada para pengungsi yang ada di Maumere maupun di Pulau Palue. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

47

Liputan Khusus

DAM WAY ELA JEBOL

HANCURKAN 483 BANGUNAN

No

B

endungan Way Ela di Maluku Tengah jebol pada 25 Juli 2013 akibat tekanan volume air di bendungan yang meningkat seiring intensitas hujan yang terus turun selama tiga hari. Kejadian bencana jebolnya Dam Way Ela yang berlokasi di Negeri Lima, Pulau Ambon, Maluku Tengah, mengakibatkan hilangnya 3 orang. Sebanyak 470 rumah dan 13 bangunan sarana umum rusak berat. Kepala Badan Nasional Penang­ gulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif dalam kunjungan ke posko penanggulangan bencana Way Ela (26/7) mengatakan pentingnya

48

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

koordinasi antar instansi yang terlibat dalam penanggulangan bencana. Penanganan bencana membutuhkan koordinasi, kece­ patan dan ketepatan. Sebagai

contoh distribusi logistik harus cepat dilakukan agar barang tidak menumpuk terlalu lama di gudang. Namun, penyalurannya tidak boleh asal-asalan. Harus juga tepat sasaran.

KERUSAKAN RUSAK TOTAL RUMAH

RUSAK RINGAN

JUMLAH

470

470

SD

3

3

SMA

1

1

TK

1

1

PUSKESMAS

1

1

JEMBATAN

1

1

SARANA AIR BERSIH

2

2

MUSHOLA

2

2

KUD

1

1

Dalam pertemuan tersebut juga hadir Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu. Dalam pertemuan disepakati perlu laporan kemajuan kegiatan penanganan bencana, evaluasi kegiatan dan solusi dalam kendala penanganan bencana. Rapat dengan semua instansi terkait akan diadakan tiap hari dengan waktu pagi hari yaitu rencana kegiatan dan sore hari laporan kegiatan yang telah dilaksanakan maupun evaluasi kegiatan. Posko direncanakan ada tiga unit, yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten dan Provinsi, Posko BNPB dan Posko NGO. Jumlah personil yang terlibat operasi tanggap darurat penanggulangan bencana jebolnya Natural Dam Way Ela berjumlah 626 orang. BNPB menyalurkan bantuan

Item

Jumlah

Unit

1

Tenda Pengungsi

2

Tambahan Lauk Pauk

1.250

20

paket

unit

3

Sandang

1.250

paket

4

Kitware

1.250

paket

5

Family Kit

1.250

paket

6

Tenda Gulung

500

lembar

7

Peralatan Dapur

304

paket

8

Kelambu

500

lembar

9

Pelengkap Makanan

75

paket

10

Matras

226

lembar

11

Kantong Mayat

200

lembar

kedaruratan (dana siap pakai) sebesar Rp. 1 Miliar untuk penanganan darurat bencana Dam Way Ela.

Distribusi Logistik Pada Sabtu, 27 Juli 2013 dikirimkan dua unit Hercules dengan bobot 32,5 ton yang berisi 15.000 paket makanan siap saji dan lain-lain. Anggota TNI Yonif 733 Kodam XVI Pattimura di Posko Tanggap Darurat Way

Ela, Negeri Lima, Maluku Tengah mendistribusikan logistik kepada pengungsi. Pemberian logistik dilakukan secara tertib dengan antrian sehingga pengungsi men­ dapat logistik tidak berdesak – desakan. Menurut Komandan Tanggap Darurat Kol. Inf. F Mamahit, tiga buah truk pada pagi hari telah mendistribusikan tenda keluarga dan air minum galon di titik pengungsian yaitu Patoy, Malaw’ ah dan Latan. Bantuan logistik dari pemerin­ Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

49

Liputan Khusus

TEROPONG Jenis Ruangan Rusak

No.

Nama Sekolah

Kelas

Perpus

Lab IPA

Lab Kom

Kantor

Guru

WC

Osis

BK

TU

Gudang

Paruh Pertama Tahun Ini,

1

Taman Pengajian Al-Amin

1

2

Paud Mandiri

1

3

TK Satap Negeri Lima

1

4

SD Negeri 1 Negeri Lima

9

1

1

1

4

5

SD Negeri 2 Negeri Lima

7

1

1

1

2

6

SD Impres Negeri Lima

9

1

1

1

2

7

SMP Negeri 5 Leihitu

8

SMP Negeri 2 Leihitu

Bermacam Bencana Silih Berganti

1

Bangunan Tidak Rusak 12

tah, dunia usaha, masyarakat dan LSM, disalurkan secara cepat dan tepat sasaran. Bantuan yang disalurkan berupa lauk pauk/ makanan siap saji, paket kidsware, paket family kit, dan paket perala­ tan dapur.

1

2

1

1

1

pembangunan sekolah, mushala, lapangan sepak bola, tempat pemakaman umum dan lainnya. Adapun jumlah siswa yang terdampak bencana mencakup SD 633 siswa, SMP 321 siswa, SMA 285 siswa dan PAUD 50 sejumlah

5

1

1

1

1

bangunan sekolah rusak. Pemerintah untuk siswa SD membangun 6 tenda dan 2 tenda SMA. Para siswa menerima bantuan berupa pakaian seragam sekolah, tas sekolah dan buku tulis.

Keadaan Pengungsi Pengungsi berada di wilayah Patoi dengan jumlah 947 jiwa sedangkan di Latan 4,287 jiwa. Pengungsi menderita penyakit ISPA, Cepalgia, Dispepsia, Dermatitis, Mialgia, Diare, Vulnus, Caries, Abses dan Hypertensi. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih pengungsi disiapkan 19 tandon untuk air bersih dan WC darurat sebanyak 80 unit. Tiap hari empat tangki air disalurkan pada pagi, siang dan sore ke tempat pengungsian. Lokasi pendirian tenda keluarga ditetapkan di lima titik dengan total luas areal yang dapat menampung berdirinya 625 unit tenda keluarga. Pembangunan kembali rumah warga akan menggunakan lahan seluas 30 Ha. Sebanyak 30% areal tersedia akan diperuntukan bagi 50

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

Nama Pos

Bumil

Bayi

Balita

Lansia

Pos Kesehatan Patoy

0

8

31

37

Pos Kesehatan Puskesmas

0

0

0

0

Pos Kesehatan Latan

14

132

131

348

BKM Ina Nihil

0

0

0

0

Bid Dok Kes Polda Maluku Jumlah

0

0

0

0

14

140

162

385

Sumber: Dinkes Prov. Maluku

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

51

TEROPONG

T

ahun 2013 telah memasuki semester kedua. Lebih dari enam bulan telah dilalui di tahun ini, banyak kejadian bencana yang terjadi di semester pertama. Bencana yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia, mulai dari banjir, tanah longsor, puting beliung dan lainnya banyak yang menimbulkan korban dan kerusakan bahkan kerugian yang cukup banyak. Wilayah Indonesia yang rawan berbagai bencana baik alam maupun non alam membuat masyarakat harus selalu waspada dan memahami akan bahaya yang ada di sekitar mereka. Badan Nasional Penanggula­ ngan Bencana (BNPB) mencatat bahwa selama semester pertama tahun ini lebih dari 650 kali kejadian bencana melanda wilayah Nusantara. Berikut ini data kejadian bencana semester pertama di Indonesia. Tabel 1 menunjukkan bahwa dari Januari-Juni terjadi sebanyak

Banjir Puting Beliung Tanah Longsor Banjir Dan Tanah Longsor Gelombang Pasang Kecelakaan Transportasi Kebakaran Lahan Dan Hutan Letusan Gunungapi Gempa Bumi Kecelakaan Industri Kebakaran

685 bencana. Yang paling do­ minan adalah banjir yaitu 248 kali. Selain banjir, bencana yang sering terjadi adalah puting beliung dan tanah longsor. Dengan demikian semester pertama didominasi oleh bencana hidrometeorologi. Banjir yang mendominasi sebesar 36%, telah menyebabkan 104 jiwa meninggal dan hilang dan lebih dari 486 ribu jiwa terpaksa harus mengungsi ke tempat yang lebih aman sewaktu banjir melanda.

Pada semester pertama 2013, bencana secara keseluruhan telah me­nyebabkan 392 jiwa meninggal dan hilang, 598.078 jiwa menderita dan mengungsi dan menyebabkan 4.071 rumah rusak berat, 3.910 rumah rusak sedang, dan 26.216 rumah rusak ringan. Selain keru­ sakan rumah, fasilitas publik juga mengalami kerusakan. Tercatat 13 fasilitas kesehatan, 63 fasilitas peribadatan dan 61 fasilitas pendi­ dikan mengalami kerusakan.

Table 1. Kejadian Bencana Indonesia Semester Pertama 2013 Kerusakan Jenis Bencana

Jumlah Kejadian

Meninggal & Hilang

Menderita & Mengungsi

Rumah Rusak Berat

Rusak Sedang

Rusak Ringan

Jiwa Aksi Teror/Sabotase Banjir

Fasilitas Pendidikan

Unit

1



2,000













248

104

486,794

1,729

82

16,327

10

14

30

Banjir Dan Tanah Longsor

20

32

47,109

111

65

237



2

3

Gelombang Pasang

17

7

1,267

134

64

55







3

1

5,000

108



64







Gempa Bumi Kebakaran Kecelakaan Transportasi Letusan Gunungapi

1





1











13

74

20













3



10,350













Puting Beliung

222

17

29,977

1,689

3,626

8,578

3

28

15

Tanah Longsor

152

127

15,561

299

73

955



19

13

Kecelakaan Industri

1

28















Kebakaran Lahan Dan Hutan

4

2















685

392

598,078

3,910

26,216

13

63

61

Total

52

Fasillitas Fasilitas Kesehatan Peribadatan

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

4,071

Aksi Teror/Sabotase 1

5 Korban Meninggal&Hilang

25

125

Jumlah Kejadian

Gambar 1. Jumlah kejadian dan korban bencana semester I 2013 Acap kali bencana yang datang menyebabkan timbulnya korban jiwa, seperti korban meninggal, hilang, luka-luka, dan mengungsi. Kejadian banjir merupakan bencana paling sering terjadi, namun dilihat dari jumlah korban meninggal & hilang, bencana puting beliung merupakan yang paling banyak menimbulkan korban jiwa. Ben­ cana yang menyebabkan lebih dari 25 jiwa meninggal dan hilang adalah ban­jir, puting beliung, banjir dan tanah longsor, kecelakaan transportasi dan kecelakaan industri. Upaya pengurangan risiko bencana dan penguatan kapasitas masyarakat merupakan langkah untuk mengurangi korban jiwa akibat bencana. Hidup harmoni dengan bencana merupakan salah satu upaya untuk mengurangi korban dan kerusakan yang terjadi akibat bencana. BPBD sebagai instansi yang ditunjuk pemerintah daerah sebagai badan yang khusus

menanggulangi bencana perlu melakukan simulasi maupun penyebaran informasi kepada masyarakat mengenai ancaman bencana yang ada di lingkungan mereka. Dilihat dari data bencana yang ada di BNPB menunjukkan bahwa bencana hidrometeorologi masih menunjukkan peningkatan setiap tahun. Setiap tahun, lebih dari 85% kejadian bencana termasuk katogori hidrometeorologi. Meski demikian,

bencana geologi juga harus menjadi prioritas khusus. Bencana geologi, seperti gempa bumi, letusan gunung api, dan tsunami memang jarang terjadi. Akan tetapi besarnya dampak berupa korban jiwa dan kerusakan yang ditimbulkan tidak terbantahkan lagi. Hal ini terlihat dari bencana gempa bumi dan tsunami Aceh 2004, gempa bumi Yogyakarta, letusan gunung Merapi, dan beberapa kejadian besar di wilayah lain. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

53

TEROPONG

TEROPONG

Bencana dan Pembangunan Tantangan Indonesia Dewasa Ini Oleh DR. Syamsul Maarif Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

Latar Belakang

U

Fasilitas1% Rumah Rusak Berat 12%

RUMAH RUSAK Gambar 2, menunjukkan bahwa jumlah rumah yang rusak ringan akibat bencana pada semester I 2013 mencapai 76% total rumah rusakk. Adapun 12% rumah rusak berat dan 11% rusak. Sebanyak 1% kerusakan terjadi pada fasilitas umum. Upaya mitigasi dan pengu­ rangan risiko bencana menjadi isu yang harus terus di dengungkan agar masyarakat secara pribadi 54

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

Rumah Rusak Sedang 11%

Rumah Rusak Ringan 76%

Gambar 2. Diagram Pie Kerusakan Akibat Bencana

sadar dan mampu untuk merespon apabila terjadi bencana.

paya untuk meningkatkan kapasitas serta mengu­ rangi kerentanan dan risiko dalam penanggulangan benca­ na bukanlah pekerjaan yang bisa selesai dalam satu malam. Dib­ utuhkan konsistensi, daya juang yang tinggi, kerjasama para pihak, komitmen besar, serta keterlibat­ an masyarakat luas agar tantan­ gan di depan dapat diatasi dengan baik. Kesadaran bahwa Indonesia merupakan negara dengan risiko bencana yang tinggi hendaknya mendorong semua pihak untuk berpacu dan tidak tinggal diam. Tulisan ini akan memaparkan tantangan penanggulangan ben­ cana dewasa ini, terutama dalam kaitannya dengan pembangunan di Indonesia, apa saja polemik yang mengemuka dan pilihan respons yang sesuai. Diskursus kebencanaan merupakan salah satu pokok soal yang paling luas cakupannya jika dibandingkan dengan persoalan kemasyarakatan dan ilmu pengetahuan lainnya di dunia modern. Pandangan-pandangan baru terus bermun­culan. Uniknya,

perspektif yang baru umumnya tidak meniadakan atau mengha­ puskan pandangan yang muncul lebih awal (Hannigan, 2012). Sebaliknya, perspektif-perspektif tersebut saling memperkaya. Pemerintah saat ini tengah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 yang akan menjadi patokan bagi perumusan kebijakan dan program kerja kementerian/ lembaga di semua lini, tidak terkecuali dalam penanggulangan bencana. BNPB sendiri segera membuat rencana strategis lima tahun yang baru. Tulisan ini merupakan sekelumit pemikiran yang diharapkan dapat memberi sumbangsih terhadap seluruh proses yang sedang dan akan berjalan tersebut, sekaligus menampilkan pandangan penulis secara pribadi tentang penanggulangan bencana dan pembangunan di Indonesia hari-hari ini.

Bencana dan Pembangunan Apa hubungan antara ben­ cana dan pembangunan? Apakah bencana mempengaruhi pem­ bangunan? Dan bagaimana pem­

bangunan dapat mengurangi risiko bencana? Jika bencana dan pembangunan tidak saling terkait, maka keduanya seharusnya dapat berjalan sendiri-sendiri, dengan logika yang berbeda pula. Faktanya, apa yang kita ketahui sebagai bencana dapat dipahami dalam konteks pembangunan, dan bahwa jenis pembangunan yang tepat dapat mengurangi bencana maupun dampaknya. Pandangan ini telah luas diterima, untuk tidak mengatakan itulah pandangan yang dipegang se­ cara umum kini. Para ahli melihat ada hubungan antara bencana dan pembangunan, misal, antara kemiskinan dan degradasi ling­ kungan, atau urbanisasi dan ting­ kat kerentanan terhadap bencana. Hanya gradasi hubungannya bisa berbeda. Pembangunan di sini lebih dari sekadar definisi ideologi atau ar­­ tikulasi kepentingan. Pengertian pembangunan perlu dimaknai melampaui definisi yang sempit sebab dia pada dirinya sendiri bersifat sangat dinamis. Kenyata­ annya, sejak 1950an sampai seka­ rang, telah ada setidaknya tujuh perspektif berbeda mengenai Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

55

TEROPONG pembangunan yang bersifat teo­ retis dan diterima secara luas. Tujuh perspektif tersebut adalah teori modernisasi (1950an), teori ketergantungan (1960an), para­ digma pembangunan alternatif (1970an), pembangunan manusia (terins­ pirasi oleh pendekatan kapabilitas yang dipopulerkan Amartya Sen (1985), ekonom cum sosiolog peraih Nobel), neoliberalisme (1980an), pascapembangunan (1990an), dan Tujuan Pembangunan Milenium (2000+) (Collins, 2009). Dalam sebuah buku yang menggugah, Disaster and Development (2009), Andrew E. Collins mengatakan hubungan bencana dan pembangunan bersifat timbal balik. Konsekuen­ sinya, tidak ada bencana yang murni disebabkan “alam.” Pem­ bangunan yang keliru bukan saja akan gagal mengurangi dampak, tetapi sampai batas tertentu juga bisa memicu bencana. Bencana dapat seketika meni­ hilkan deviden pembangunan yang diraih dengan susah payah. Yang terakhir ini sesungguhnya bukan sesuatu yang baru sebab telah kita lihat buktinya di manamana secara empiris. Manakala sebuah bencana besar melanda, kerusakan ekonomi dan keterpu­ rukan kesejahteraan berlangsung secara masif. Orang miskin yang notabene paling rentan terhadap bencana pun bertambah miskin. Sebaliknya, pendekatan pem­ bangunan yang tepat dapat mengurangi potensi bencana secara signifikan. Collins berpendapat pengu­ rangan risiko bencana (disaster risk reduction) dan upaya pembangun­ an berkelanjutan (sustainable 56

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

Manajemen Lingkungan

Geografi Manusia

Geografi Fisik

Perencanaan Fisik

Studi-studi Bencana dan Pembangunan

Studi Sosial dan Perilaku

Manajemen Kedaruratan

Kesehatan Publik Studi Pembangunan

Studi Sejarah dan Politik

Gambar 1 Studi-studi Bencana dan Pembangunan. Diadaptasi dari Collins (2009). development) hendaknya dilihat se­ bagai bagian dari sebuah agenda yang satu. Dus, diperlukan komit­ men untuk mengintegrasikan perspektif bencana dalam pem­ bangunan guna mengantisipasi krisis yang mungkin muncul di masa mendatang. Jenis bencana yang berbeda perlu dicermati dengan perspektif pembangunan yang multifacet, dengan menggunakan pisau analisis yang tidak tunggal. Dalam bencana, berbagai sudut pandang pembangunan menjadi relevan, entah itu sejarah, ekonomi, sosial, lingkungan, politik, dan sebagainya. Gambar 1 secara sederhana menunjukkan kompleksitas studi bencana dan pembangunan yang sekaligus menyiratkan saling ketergantungan di antara bidangbidang terkait. Hannigan (2012) mengatakan

PRB pun bertambah. Dewasa ini, soal-soal PRB beririsan dengan empat wilayah diskursus lainnya sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2. Persoalan PRB maupun penanggulangan bencana secara umum, harus dilihat sebagai sebuah proses berkelanjutan dan terintegrasi yang melibatkan spektrum pelaku yang luas (Christoplos et al., 2009: 193). PRB dan penanggulangan bencana akan terlalu sempit dan dampaknya segera menyusut begitu pemahamannya dibatasi sebagai “sektor” tunggal, berdiri sendiri, tanpa keterkaitan dengan proses di wilayah lain. Pokok ini lebih gampang diucapkan daripada dilaksanakan. Ego sektoral, simplifikasi masalah,

hingga ketidakmampuan mengartikulasikan indikator kinerja yang sesuai adalah beberapa contoh penyebab kegagalan melihat tantangan kebencanaan dengan perspektif yang memadai.

Masih Marginal Sejumlah literatur dengan tegas juga menunjukkan bencana dan PRB masih berada dalam posisi inferior terhadap diskursus lain dalam konteks pembangunan. PRB masih marginal. Hannigan (2012) mengatakan bahwa signifikansi PRB rendah di mata masyarakat umum di tingkat internasional, kalah dibanding isu lain yang sejauh ini lebih menarik perhatian, seperti

kemiskinan, gender, hingga adaptasi perubahan iklim. Orang cenderung memandang bencana hanya dari aspek tanggap darurat. Belum muncul komitmen holistik untuk mengupayakan pengurangan risiko, peningkatan kapasitas, maupun perbaikan dalam mitigasi dan pemulihan. Dalam konteks Indonesia, hal sama masih berlangsung. PRB dan bencana baru ramai dibicarakan di tingkat kebijakan, terutama oleh pemerintah pusat. Adapun dalam lingkungan politik maupun publik, daya jangkaunya masih terbatas. Contoh paling konkrit dari marginalitas bencana dalam pembangunan adalah sulitnya meminta pemerintah daerah dan DPRD untuk mengalokasikan lebih banyak sumber daya

diskursus bencana yang paling mendominasi perdebatan di tingkat global pada abad ke-21 adalah pengurangan risiko bencana (PRB). Sejak kemunculannya pada tahun 1980an, PRB perlahanlahan meraih tempat dalam perbincangan global mengenai manajemen bencana. Sama seperti proses diskursus kebijakan yang baru, PRB tidak serta merta diterima. Ada proses penentangan, pengujian, dan bahkan pengabaian. Tantangan pengarus utamaan­ nya bahkan terus berlanjut hingga kini. Sekarang tantangannya bahkan menjadi lebih besar, yaitu bagaimana mengarusutamakan PRB dalam diskursus pembangunan. Seiring kemajuan pemahaman dan meningkatnya kontribusi pemikiran dari berbagai sektor keahlian, kompleksitas Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

57

TEROPONG

Lingkungan dan Perubahan Iklim

Bantuan Kemanusiaan

Pengurangan Risiko Bencana Bahaya, Risiko, dan Keamanan

Pembangunan internasional

Gambar 2. PRB dan Diskursus Lain yang Terkait. Dikutip dari Disasters Without Borders, John Hannigan, 2012. serta meningkatkan kapasitas dan kesiapan mitigasi dalam penanggulangan bencana di daerah. Telah semua provinsi di Tanah Air memiliki BPBD. Demikian pula, hampir seluruh kabupaten/ kota sudah mempunyai BPBD. Masalahnya, pembentukan BPBD saja tidak cukup. BPBD perlu diperkuat kapasitasnya. Langkahlangkah terkait guna memperkuat ketangguhan masyarakat harus diambil. Semua ini belum terjadi. Akhirnya BNPB tetap harus turun tangan manakala terjadi bencana di daerah. Situasi ini terjadi di Aceh Tengah, Maluku, dan NTT sewaktu ada bencana baru-baru ini. Tentu saja, kesalahan tidak bisa hanya ditimpakan begitu saja kepada BPBD. Bagaimanapun, BPBD di 33 provinsi maupun kabupaten/kota merupakan entitas yang rata-rata masih baru. Untuk itu, sangat diperlukan komitmen penuh dari pemerintah dan parlemen setempat untuk mendorong BPBD semakin kuat. 58

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

BNPB yang menjalankan fungsi subkoordinasi juga akan terus mendukung upaya penguatan BPBD secara khusus maupun penanggulangan bencana di daerah secara umum. Salah satu solusi potensial untuk masalah ini adalah melakukan apa yang Hannigan (2012) sebut sebagai discursive drafting, yaitu menyelipkan PRB dalam diskursus lain yang lebih populer. Para pemikir PRB telah mencoba menghubungkan PRB dengan komunitas perubahan iklim global yang relatif lebih mapan dan kuat secara pendanaan, terutama dalam konteks adaptasi perubahan iklim. Secara konkrit, jika di tingkat nasional maupun daerah di Indonesia, diskursus bencana masih sulit dimasukkan sebagai prioritas tersendiri dalam konteks pembangunan maka salah satu pilihan yang dapat dilakukan adalah menggunakan kendaraan diskursus lain yang telah lebih diterima, seperti pengentasan

kemiskinan dan adaptasi perubahan iklim. Meski demikian, langkah ini bukannya tanpa persoalan. Ada risiko bahwa dengan diselipkan dalam diskursus lain, PRB akan terkooptasi atau berubah, tidak lagi sesuai dengan jatidirinya, sebab bagaimanapun diskursus lain seperti adaptasi perubahan iklim memiliki asumsi dan prioritas tersendiri yang seringkali berbeda (Hannigan, 2012). Risiko selanjutnya adalah diskursus PRB dengan sendirinya mungkin tidak akan pernah benar-benar dapat menjadi bagian unik yang integral dalam pembangunan. Penanggulangan bencana membutuhkan paradigma baru agar dapat memiliki peluang lebih besar untuk masuk dalam arus utama pembangunan di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Diperlukan upaya yang kuat untuk meyakinkan para pihak bahwa bencana seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari penyusunan strategi pembangunan. Bahwa diperlukan investasi yang memadai dalam peningkatan kapasitas sumber daya manusia, kesiapan infrastruktur, dan penguatan ketangguhan masyarakat agar kemampuan menghadapi bencana juga terus membaik. Studi Japan International Cooperation Agency (JICA) (2013) yang mencoba mencari kaitan antara PRB dan pembangunan berkelanjutan dengan menggunakan metode ekonometrik menunjukkan hasil yang positif. Di Pakistan, menurut studi tersebut, dengan asumsi ada investasi PRB, tingkat pertumbuhan ekonomi (PDB riil)

diproyeksikan meningkat sekitar 25% pada 2042 dibandingkan jika tidak ada investasi PRB. Hasil tersebut menunjukkan secara obyektif dengan basis teoretis yang solid bahwa investasi PRB untuk mengurangi dampak bencana memberi kontribusi dan memastikan pembangunan berkelanjutan. Studi Ishiwatari (2013) yang merangkum pembelajaran gempa bumi di Jepang menunjukkan bahwa investasi untuk pencegahan dan peningkatan kesiapsiagaan telah membantu negara itu mengurangi dampak bencana secara signifikan. Jepang menanamkan banyak sumber daya untuk terus meningkatkan kemampuan pemerintah dan masyarakatnya menanggulangi bencana. Sistem pemantauan dan evaluasi tak henti dikembangkan di tingkat nasional dan lokal. Pemetaan bahaya, simulasi, pendidikan di sekolah, dan upaya

lain terus-menerus digenjot. Budaya kesiapsiagaan, di mana antara lain pelatihan evakuasi secara sistematik dipraktikkan di tingkat lokal, komunitas, sekolah, dan tempat kerja, dibangun dan dibangun. Negara yang relatif lebih berhasil dalam membangun kapasitas penanggulangan bencana telah melakukan institusionalisasi bencana dan PRB dalam konteks pembangunan nasional mereka. Institusionalisasi yang dimaksud di sini, meminjam ungkapan Nugroho dan Kwan (2013) adalah institusionalisasi dengan “I” besar, di mana dia tidak berakhir hanya sebagai pelembagaan prosedural, yaitu ada kebijakan, ada lembaga, ada kegiatan, tetapi minus dampak. Institusionalisasi yang efektif adalah pelembagaan secara budaya, yaitu hingga mewarnai perspektif dan tindakan pemerintah dan masyarakat. Di

sini, persoalannya menjadi tidak lagi terbatas pada pendanaan, sebab pendanaan, sebesar apapun, selalu dapat diusahakan. Persoalannya lebih luas dan karena itu lebih menantang. Paradigma baru untuk penanggulangan bencana yang lebih baik juga harus mendorong peningkatan tata pemerintahan. Penguatan kelembagaan pemerintah di tingkat nasional dan daerah dapat berdampak besar bagi ketangguhan menghadapi bencana. Tata pemerintahan yang buruk merupakan kondisi yang dapat meningkatkan dampak bencana, atau dapat secara langsung menyebabkan bencana. Contoh gamblang adalah peraturan mengenai permukiman dan bangunan yang tidak sesuai, atau ketika tidak ada investasi untuk kesiapsiagaan menghadapi situasi darurat, atau ketika bantuan dan dana pemulihan dikorupsi.

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

59

TEROPONG DAFTAR PUSTAKA

Antitesis dari semua ini, tentu saja, adalah membangun tata pemerintahan yang baik, di mana keselamatan manusia diprioritaskan. Investasi untuk mencegah bencana harus dipandang sebagai lebih efisien dan menyelamatkan jauh lebih banyak dibanding biaya yang dikeluarkan untuk respons bencana.

Penutup Kita bertanggung jawab untuk mewariskan bumi yang lebih baik bagi generasi mendatang, dengan kapasitas sistem dan manusia yang semakin tangguh dalam menghadapi bencana. Penanggulangan bencana yang lebih baik akan berkontribusi bagi upaya memecahkan persoalan struktural dalam pembangunan yang bersifat jangka panjang, seperti mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan 60

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

masyarakat, sebagaimana telah ditunjukkan oleh sejumlah studi kuantitatif. Penanggulangan bencana seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan berkelanjutan yang memfokuskan perhatian untuk melindungi kehidupan dan penghidupan masyarakat. Dari sisi pelaku penanggulangan bencana, peran BPBD dan pemda sangat perlu ditingkatkan. Pengarusutamaan PRB dalam program dan anggaran di daerah merupakan persoalan yang tidak mudah, tetapi semakin mendesak untuk terus diupayakan. Pihak lain, yaitu dunia usaha dan masyarakat sipil juga diharapkan berkomitmen untuk mendukung proses peningkatan kualitas penanggulangan bencana di dalam negeri. BNPB sendiri, sebagai lembaga yang dewasa ini semakin kuat, tidak boleh berhenti memperbaiki diri, dengan komitmen penuh pada

tata pemerintahan yang baik dan berpusat pada masyarakat. Ini pekerjaan rumah yang besar. Di negara berkembang seperti Indonesia, di mana masalah pembangunan tidak hanya bersifat jangka pendek dan menengah, tetapi juga struktural dan jangka panjang, tantangannya semakin besar. Dengan kapasitas penanggulangan bencana yang membaik, pelaku penanggulangan bencana niscaya dapat berkontribusi bagi usaha mencapai tujuan pembangunan, termasuk pengentasan kemiskinan, pemeliharan lingkungan hidup, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tantangannya begitu besar, tetapi imbalan atas hasilnya juga sangat berharga sehingga layak untuk diupayakan. Semoga ini menjadi paradigma baru yang diterima secara lebih luas dalam penanggulangan bencana di Indonesia.

Alesch, D.J. 2004. “Complex Urban Systems and Extreme Events: Towards a Theory of Disaster Recovery.” 1st International Conference of Urban Disaster Reduction. Kobe, Japan. 19 January. Bankoff, G. 2001. “Rendering the World Unsafe: “Vulnerability” as Western Discourse.” Disasters, 25, 19-35. BNPB. 2008. Peraturan Kepala BNPB No. 1 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Laksana BNPB. BNPB. 2008. Peraturan Kepala BNPB No. 10 Tahun 2008 tentang Komando Tanggap Darurat Bencana. BNPB. 2008. Peraturan Kepala BNPB No. 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. BNPB. 2010. Peraturan Kepala BNPB No. 14 Tahun 2010 tentang Pedoman Pembentukan Pos Komando Tanggap Darurat. BNPB. 2010. Peraturan Kepala BNPB No. 24 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Operasi Darurat Bencana. Cardona, O.D. 2004. “The Need for Rethinking Concepts of Vulnerability and Risk from a Holistic Perspective:

A Necessary Review and Criticism for Effective Risk Management. In Bankoff, G., Frerks, G. And Hilhorst, D. (eds.), “Mapping Vulnerability: Disasters, Development, and People. Earthscan, London, pp. 37-51. Collins, A.E. 2009. “Disaster and Development.” London: Routledge, Taylor and Francis Group. DFID (Department for International Development). 2006. “Reducing the Risk of Disasters: Helping to Achieve Sustainable Poverty Reduction in a Vulnerable World: A DFID Policy Paper. London: DFID. Department for International Development (DFID). 2005. “Disaster Risk Reduction: A Development Concern.” London: Department for International Development. Hannigan, J. 2010. “The Emergence Model of Environment and Society. Dalam Redclift, M.R. and Woodgate, G. (eds.) “The International Handbook of Environmental Sociology, 2nd edn.” Edward Elgar, Cheltenham, pp. 164-78. Hannigan, J. 2012. “Disasters Without Borders: The International Politics of Natural Disasters.” UK: Polity Press. Ishiwatari, M. 2013. “Lessons from Great East Japan Earthquake.” International Symposium of Asia-Pacific Public Health Professionals on the Disaster for the

Resilience. Teikyo University, Japan, January 14, 2013. Joakim, E. Tanpa Tahun. “Post-Disaster Recovery and Vulnerability.” Waterloo: University of Waterloo. Juneja, S. 2008. “Disasters and Poverty: The Risk Nexus. Background Paper for the 2009 ISDR Global Assessment Report on Disaster Risk Reduction.” United Nations International Strategy for Disaster Reduction, Geneva, August. Kuhn, T.S. 1996 (1962). “The Structure of Scientific Revolutions.” University of Chicago Press, Chicago, IL. JICA (Japan International Cooperation Agency). 2013. “A Proposal to Link Disaster Risk Reduction to Sustainable Development.” Tokyo: JICA. Nugroho K. dan Kwan M.Y. 2013. “Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas di Indonesia: Gerakan, Pelembagaan, dan Keberlanjutan.” Jakarta: UNDP. Pieterse, J.N. 2010. “Development Theory, 2nd Edition.” Sage, Thousand Oaks, CA. Schmidt, V.A. 2008. “Discourse Institutionalism: The Explanatory Power of Ideas and Discourse. Annual Review of Political Science, 11, 303-26.

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

61

PROFIL

A

wal pengabdian kepada negara dijalani Dewina Nasution sebagai auditor di lingkungan Sekretariat Negara, lingkup kerjanya mencakup pengawasan di Lembaga Pemerintah Non Departemen, seperti BPPT, LIPI, LAPAN, BKKBN, dan lainnya. Namun lebih dari separuh masa kerjanya bertugas di sana, tidak dibayangkan oleh Ibu Dewina, sapaan akrab sehari-hari, bahwa suatu saat akan bergelut di bidang kebencanaan. Kemudian, beliau mendapat kesempatan untuk dipromosikan menjadi Eselon II tetapi tidak di lembaga tempat beliau bekerja. Riwayat karier sebagai Pegawai Negeri Sipil akhirnya berlabuh di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang saat itu masih sebagai Sekretariat Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Set Bakornas PBP). Bekerja di Bakornas PB, perempuan lulusan Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada awalnya membidangi sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Evaluasi.

Ibu Dewina mulai bergelut di bidang kebencanaan dengan terjadinya gempa bumi dan tsunami yang meluluhlantakkan Aceh pada 2004. Meskipun saat itu beliau tidak hadir di tengah-tengah korban bencana, perempuan kelahiran Medan ini lebih banyak bekerja di belakang meja. “Tidak turun ke lapangan, waktu itu lebih memproses anggaran dan waktu itu saya merasa betapa bencana dapat menghancurkan kehidupan dan merasa tersentuh terhadap korban bencana, mereka kehilangan rumah, kehilangan orang tua, dan bahkan seluruh keluarga”, ungkap Dewina Nasution. Semakin lama, lulusan Fakultas Hukum Universitas Trisakti tahun 1981 ini semakin mendalami bidang kebencanaan. Tidak hanya bekerja secara langsung di bencana, tetapi Ibu Dewina juga memperdalam pengetahuan dan ketrampilan di bidang ini melalui sejumlah pelatihan penanggulangan bencana di dalam dan luar negeri. Pelatihan penanggulangan bencana dipelajari di sejumlah negara seperti Australia, Jepang, dan negara-negara Asia.

BERLABUH & BERKARYA DI BIDANG KEBENCANAAN “Unik bekerja di bencana, sebelumnya hanya membaca-baca di media. Waktu itu, merasa kasihan tapi tidak ada sentuhan.



62

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

63

PROFIL Kejadian bencana besar yang dikenang yaitu gempabumi di Padang tahun 2009. Ibu Dewina yang bekerja sebagai Kepala Biro Hukum dan Kerjasama BNPB memproses masuknya bantuan-bantuan kemanusian dari luar negeri. “Saya masih ingat saat itu lebih dari 90 bantuan luar negeri yang telah diproses antara lain dari Jepang, Swiss, Jerman, Amerika Serikat, Singapura, Australia, Spanyol, dan lainnya,” ingat ibu yang gemar berolah raga ini. Dengan nada yang tulus terungkap bahwa beliau memiliki kebahagiaan dapat membantu mereka yang menjadi korban bencana meskipun tidak terjun langsung di lapangan.

Pencapaian Karier Kegigihan dan kerja keras menempatkan beliau untuk dipromosikan sebagai Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB. Melalui Keputusan Presiden, Ibu Dewina menjalankan jabatan tersebut mulai tahun 2011. Membidangi logistik dan peralatan, beliau telah memberikan pemikiran demi perkembangan yang lebih baik. Pemikiran tidak hanya terhadap perkembangan BNPB tetapi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Selama menjabat sebagai Deputi, kapabilitas dan kapasitas terus dikembangkan bagi para stafnya. Kualitas kerja yang ditunjukkan sebagai contoh dedikasi yang besar terhadap kebencanaan. Prinsip hidup yang dipegang adalah cepat dan rapi, dalam artian setiap mendapatkan tugas, Ibu Dewina selalu berusaha untuk cepat menyelesaikannya. Sementara, rapi yang dimaksudkan bahwa tugas tersebut memiliki kualitas. Tidak segan-segan beliau menegur staf yang tidak aktif dalam menyelesaikan tugas. “Saya tegur staf terutama untuk pekerjaan yang penting segera diselesaikan, kadang-kadang sering staf saya merasa tertekan, tetapi akhirnya beberapa bekas staf saya berterima kasih atas dorongan kepada mereka untuk meyelesaikan pekerjaan”, kenang Ibu yang hobi merawat tanaman ini.

Perspektif Logistik Beliau melihat bahwa daerah masih memiliki ketergantungan yang sangat besar dengan pusat, namun ini dilihatnya sebagai tantangan. Beliau percaya suatu saat ketergantungan tersebut hilang 64

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

seiring dengan kesadaran dan penguatan kapabilitas dan kapasitas BPBD di provinsi, kabupaten, dan kota. Sebagai Deputi Bidang Logistik, kebutuhan peralatan standar penanggulangan bencana bagi seluruh provinsi telah terpenuhi. Masih berharap peralatan standar tersebut juga dimiliki oleh BPBD di seluruh kabupaten/kota. Logistik dan peralatan dalam penanggulangan bencana itu penting, namun beliau berprinsip bahwa bagaimana bantuan itu dapat betul-betul dimanfaatkan secara cepat dan tepat bagi korban bencana. Menurutnya, bantuan logistik dan peralatan tidak hanya dibutuhkan pada saat tanggap darurat tetapi juga diberikan untuk membangun kesiapsiagaan di daerah-daerah, terutama yang berpotensi terjadi bencana. Peralatan standar dicontohkan untuk

kesiapsiagaan seperti peralatan operasional, seperti mobil rescue, sepeda motor, perahu karet, serta peralatan untuk pelayanan pengungsi. Peralatan ini dapat berupa tenda, mobil dapur umum, atau truk serbaguna. “Tahun 2011, kami mulai membantu untuk daerah perairan, seperti speed boat”, tambah Ibu Dewina yang telah dianugerahi Karya Satya 20 tahun oleh Presiden Republik Indonesia.

Kualitas dan karakteristik peralatan ini terus dievaluasi sesuai dengan medan bencana. Untuk itu, beliau mendorong para staf terjun ke lapangan untuk menilai kualitas dan manfaat peralatan yang digunakan. Setiap tahun, selalu dipesankan kepada seluruh jajarannya untuk mengembangkan apa yang dibutuhkan di lapangan. Pengalaman di lapangan sebagai input untuk memberikan bantuan Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

65

Fokus Berita

bagi korban. Tidak hanya untuk pengadaan, tetapi memastikan bantuan itu cepat sampai dan dikelola secara tertib. Selain peralatan, beliau juga mengelola bantuan logistik seperti permakanan dan perlengkapan sandang untuk keluarga dan anak-anak. Saat ini beliau beserta jajarannya sedang memikirkan jenis makanan siap saji yang disesuaikan dengan kebiasaan makanan masyarakat di suatu wilayah. Ibu Dewina mencontohkan makanan siap saji berupa nasi yang dicampur lauk seperti nasi rendang dan lainnya kurang diminati masyarakat korban bencana di wilayah Timur. Masyarakat di sana lebih bisa menerima bantuan makanan berupa lauk pauk saja. Menurutnya buffer stock juga sangat penting khususnya di daerah yang rawan bencana. Fungsi dari tersedianya buffer stock ini supaya pendistribusian bantuan dapat lebih cepat memenuhi kebutuhan korban bencana. Pada saat tanggap darurat, Deputi ini akan segera mendistribusikan ke kabupaten/kota atau BPBD provinsi. Namun, beliau menekankan bahwa distribusi bantuan ke korban bencana itu menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Membidangi logistik dan peralatan, Ibu Dewina mengedepankan pentingnya sistem manajemen yang handal dan akuntabel. “Harus punya gudang dan manajemen yang baik dan sesuai dengan 66

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

standar yang ada”, tambah beliau. Harapan ke depan, logistik dan peralatan BNPB harus menjadi contoh, tentunya didukung sistem manajemen logistik yang bisa diikuti semua instansi. Gudang yang representatif, yang mudah dijangkau, rapi, dan tertib menjadi harapan yang ingin dicapainya. Terkait dengan harapan tersebut, Ibu Dewina sedang membangun sistem informasi logistik dan peralatan secara terpadu (computerized), baik di BNPB dan disiapkan sampai di daerah (BPBD). Ibu Dewina menilai bahwa unit kerjanya harus selalu mendukung unit-unit kerja lainnya di BNPB. Menurut beliau, BNPB semakin baik dan diakui secara nasional maupun internasional. “Banyak lembaga menangani bencana, peran BNPB dan BPBD adalah bagaimana mengkoordinasikan itu secara terpadu di lapangan pada saat tanggap darurat. Kita sebagai pendamping di daerah dan pendorong kementerian/ lembaga untuk mengerahkan sumber daya secara cepat ke lapangan” tambah beliau. Pada penghujung kisah mengenai figur yang selalu memberikan senyuman ini, Ibu Dewina Nasution menuturkan slogan yang ada di lingkungan unit kerjanya. “Logistik bukanlah Segalanya, tetapi segalanya tanpa logistik tidak dapat berjalan”, kata Ibu yang 30 tahun mengabdi untuk negara ini.

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

67

SNAP SHOT

Peletakan batu pertama pembangunan INA-DRTG BNPB di Sentul, Bogor, Jawa Barat (25 Mei)

Syukuran BNPB meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK (18 Juni) 68

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

Pembukaan Konsentrasi Manajemen Risiko Bencana Program Magister S2 Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta, Padang (22 April)

Pemberian bantuan dana siap pakai kepada Gubernur NTT untuk percepatan penanganan pengungsi Rokatenda dan Rakor BPBD Kabupaten dan Kota se NTT di Ende (19 Juni)

Kunjungan Dharma Wanita Persatuan BNPB untuk korban gempa Aceh Tengah (19 juli)

Kunjungan Kepala BNPB ke Bendungan Way Ela, Ambon (28 Juli)

Kunjungan Kerja Kepala BNPB ke Kelompok Tani Pande Makmur, Pandean, Jeruk Agung, Srumbung, Kabupaten Magelang (4 April)

Kunjungan Sesko AD, Patun dan Dosen ke BNPB (15 Juli)

Bimbingan Teknis Bidang Informasi (15 Juli)

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

69

SNAP SHOT

Kepala BNPB Paparan di Sesko TNI Bandung mengenai Manajemen Penanggulangan Bencana (19 April)

Halal Bihalal Keluarga Besar BNPB di TMII, Jakarta (13 Agustus) 70

Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

Pembukaan Konsentrasi Manajemen Risiko Bencana Program Magister S2 Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta, Padang (22 April) Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013

71

Diterbitkan oleh:

Badan Nasional Penanggulangan Bencana Jl. IR. H. Juanda No. 36 Jakarta Pusat Telp: 021 3458400, Fax: 021 3458500 www.bnpb.go.id Email Facebook Twitter Youtube

: : : :

[email protected] www.facebook.com/bnpb.indonesia http: //twitter.com/bnpb_Indonesia http://www.youtube.com/user/BNPBIndonesia