KAJIAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PANGAN MENJADI

Download Gambaran tentang perubahan alih fungsi lahan pola tanaman pangan ke pola tanaman perkebunan di ... berkembang dengan komoditas pangan dan ...

0 downloads 447 Views 377KB Size
KAJIAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PANGAN MENJADI TANAMAN PERKEBUNAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Darman Hary Balai Pengkajian dan Penerapan Teknik Produksi Ketransmigrasian Bengkulu Jl. Argamakmur – Muara Aman, Margasakti Kec. Pd jaya kab. Bengkulu Utara Email : [email protected]

ABSTRAK Banyak transmigrasi umum pola tanaman pangan beralih fungsi ke pola tanaman perkebunan. Dampak alih fungsi lahan tidak hanya terbatas pada penurunan produksi saja, melainkan juga terhadap hilangnya manfaat dari investasi yang telah ditanamkan dibidang prasarana dan sarana penunjang produksi pertanian. Mencermati berbagai persoalan yang terjadi dalam program penempatan transmigrasi saat ini terutama pada pola usaha tanaman pangan maka perlu dilakukan kajian tentang alih fungsi lahan terhadap perubahan pola usaha tani di kawasan transmigrasi propinsi Bengkulu yang ditujukan untuk menggali ”pull and push factor” (faktor penarik dan pendorong) transmigran melakukan alih fungsi lahan. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi transmigran mengalih fungsikan lahannya ke pola usaha tani yang lain di kawasan transmigrasi propinsi Bengkulu, mendapatkan Gambaran tentang perubahan alih fungsi lahan pola tanaman pangan ke pola tanaman perkebunan di kawasan transmigrasi, dan menyusun strategi pengendalian alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan transmigrasi. Penelitian dilaksanakan di Desa Rawa Indah kabupaten Seluma, Desa Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara, Desa Arga Indah I Kabupaten Bengkulu Tengah, dan UPT Pelabi kabupaten Lebong. Penelitian bersifat deskriptif dimana Data primer dianalisa secara kuantitatif menggunakan analisa regresi. Persentase luas lahan yang dialih fungsikan oleh tiap-tiap keluarga transmigran pada tahun terakhir di desa-desa eks transmigrasi rata – rata sebesar 98 persen dan di UPT Pelabi yang masih dibina sebesar 62 persen. Faktor-faktor yang mempengaruhi transmigran mengalih fungsikan lahannya di desa Rawa indah, desa Padang jaya, desa Arga Indah I, dan UPT Pelabai adalah jumlah anggota keluarga produktif, lamanya pendidikan formal, bantuan bibit tanaman perkebunan dari pemerintah dan keanggotaan kelompok tani. Kata kunci : Alih fungsi lahan, pola usaha tani

PENDAHULUAN Dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional, transmigrasi dilaksanakan dengan pendekatan pengembangan kawasan melalui pengembangan sentra-sentra produksi baru bagi berbagai komoditas pangan. Pengembangan sentra produksi baru diharapkan dapat memberikan kontribusi peningkatan produksi pangan nasional dan sekaligus sebagai upaya distribusi pangan ke berbagai wilayah Indonesia. Penempatan transmigrasi umum pola tanaman pangan di Propinsi Bengkulu sejak kolonial hingga tahun 2006 berjumlah 93 UPT. Dari 93 UPT pola pangan tersebut, hanya 4 (empat) UPT yang berkembang dengan komoditas utama tanaman pangan, 16 (enam belas) UPT berkembang dengan komoditas pangan dan perkebunan dan dan 70 (tujuh puluh) UPT berkembang dengan komoditas tanaman perkebunan seperti sawit, karet dan kopi (Najiati dkk, 2008). Terjadinya alih fungsi lahan ini disebabkan oleh kondisi fisik kawasan transmigran dan sosial, budaya dan ekonomi para transmigran itu sendiri. Kondisi fisik kawasan transmigran antara lain lahan yang diterima pada saat penempatan masih semak belukar atau belum siap, topogragi atau kemiringan lahan tidak cocok untuk tanaman pangan, dan tanah masam dengan tingkat kesuburan rendah. Kondisi sosial, budaya dan ekonomi antara lain Jumlah tenaga kerja produktif dalam keluarga transmigran, kebiasaan bertani atau berusaha di tempat asal sebelum ikut program transmigrasi, tingkat pendidikan formal, modal usaha yang dimiliki oleh tiap-tiap keluarga transmigran pada saat awal ikut transmigran. Mencermati berbagai persoalan yang terjadi dalam program penempatan transmigrasi saat ini terutama pada pola usaha tanaman pangan maka perlu dilakukan satu kajian tentang alih fungsi lahan terhadap perubahan pola usaha tani di kawasan transmigrasi propinsi Bengkulu yang ditujukan untuk menggali ”pull and push factor” (faktor penarik dan pendorong) transmigran melakukan alih fungsi lahan 227 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tujuan kegiatan kajian alih fungsi Lahan terhadap perubahan pola usaha tani di kawasan transmigrasi propinsi Bengkulu adalah untuk: 1) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi transmigran mengalih fungsikan lahannya ke pola usaha tani yang lain di kawasan transmigrasi propinsi Bengkulu; 2) Mendapatkan Gambaran tentang perubahan alih fungsi lahan pola tanaman pangan ke pola tanaman perkebunan di kawasan transmigrasi; 3) Menyusun strategi pengendalian alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan transmigrasi BAHAN DAN METODA Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode yang dipergunakan adalah metode survei. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan observasi, dengan alat pengumpul data utama adalah kuesioner. Kemudian data hasil wawancara yang terdapat pada kuesioner ditabulasi dan discoring. Selanjutnya akan dianalisa secara kuantitatif menggunakan analisa regresi (Nawawi, 2003 dalam Usman dan Abdi, 2008). Metode pemilihan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di propinsi Bengkulu pada bulan Pebruari sampai dengan Juli tahun 2012. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja empat kabupaten yaitu tiga desa eks transmigran dan satu UPT yang masih dibina oleh Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Propinsi / Kabupaten di Propinsi Bengkulu. Adapun lokasi penelitian yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Desa Padang Jaya Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara 2. Desa Arga Indah Kecamatan Pagar Jati Kabupaten Bengkulu Tengah 3. Desa Rawa Indah Kecamatan Ilir Talo Kabupaten Seluma 4. UPT Pelabai Kecamatan Pelabai Kabupaten Lebong Metode pengumpulan data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka antara pengumpul data (pencatat data) dengan responden, dimana alat pengumpul data yang digunakan yaitu kuesioner. Responden merupakan anggota warga desa-desa tempat penelitian dilaksanakan termasuk transmigran UPT binaan, dimana teknik pengambilan sampel dilakukan secara systematic sampling. Jumlah sampel setiap lokasi penelitian yaitu 30 Kepala keluarga. Variebel – variabel yang diduga mempengaruhi responden mengalihfungsikan lahannya menurut Najiati, S. (2003), Sandy I M., dkk (1991), dan Djamali, A. (2000) adalah pertama, aspek pendorong ; jumlah tenaga kerja / usia produktif dalam keluarga, kebiasaan bertani sebelum ikut transmigrasi, lamanya pendidikan formal, kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari – hari dan kedua, aspek penarik ; kondisi lahan (siap tanam/tidak siap tanam), topografi, kemudahan memperoleh saprodi, bantuan bibit tanaman perkebunan dari pemerintah, keanggotaan kelompok tani, lamanya kepemilikan lahan, dan ratio harga tanaman pangan dibandingkan tanaman perkebunan. Metode analisa Data dan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi dianalisis secara deskriptif kualitatif.dan kuantitatif. Analisis deskriptif akan menjelaskan secara umum kondisi yang ada di lapangan dilengkapi dengan penyajian tabel-tabel statistik dan dinarasikan. Selanjutnya dikaji ulang terhadap pengelolaan lahan oleh keluarga transmigran baik itu sesuai dengan peruntukkannya (tanaman pangan) maupun dialihkan penggarapannya untuk jenis – jenis komoditas lain selain tanaman pangan. Persentase lahan yang diolah oleh tiap-tiap keluarga transmigran pada tahun terakhir dihitung menggunakan rumus:

228 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Luas lahan yang dikelola dan menghasilkan % Pengelolaan lahan = Luas lahan yang diperoleh warga Sedangkan persentase lahan yang diolah dan dialihfungsikan pada tahun terakhir dihitung dengan rumus : Luas lahan yang dialihfungsikan ke non pangan % Luas lahan yang dialih fungsikan = Luas lahan yang dikelola dan menghasilkan

Analisis aspek-aspek yang mempengaruhi transmigran mengalih fungsikan lahan usahanya Data variabel dependent di tabulasi dan dianalisis menggunakan model analisis regresi linear berganda (Abdi dan Usman, 2008) yang dirumuskan sebagai berikut: Ln Yt = Ln ά + β1 Ln X1t + β2 Ln X2t + β3 Ln X3t + β4 Ln X4t+ β5 Ln X5t + β6 Ln X6t + β7 Ln X7t + β8 Ln X8t + β9 Ln X9t + β10 Ln X10t + β11 Ln X11t + μit ..........................................(1) Keterangan : Y

= Lahan yang dialih fungsikan ke non pangan = Koefisien regresi atau parameter dugaan (i = 1,2,3,4,5,6,7) X1 = Jumlaj tenaga kerja /usia produktif dalam keluarga X2 = Kebiasaan bertani sebelum ikut program transmigrasi X3 = Lamanya Pendidikan Formal X4 = Kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari- hari X5 = Kondisi lahan (siap / tidak siap tanam) X6 = Kondisi lahan (kemiringan/topografi) X7 = Kemudahan memperoleh saprodi X8 = bantuan bibit tanaman perkebunan X9 = Keanggotaan kelompok tani X10 = Lamanya kepemilikan lahan X11 = Ratio harga tanaman pangan dibandingkan tanaman perkebunan μi = Variabel pengganggu (galat) t = Jumlah sample β

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independent (Xij) akan digunakan uji t sebagai berikut: t hitung = άi (Ramathan, 1990) √ var (άi) HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Exiting Lokasi Penelitian Berdasarkan observasi yang dilakukan di tiap-tiap lokasi penelitian ternyata sebagian besar lahan transmigran telah ditanami tanaman perkebunan. Hal ini didukung data sekunder yang diperoleh dari lokasi penelitian seperti tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Rekapitulasi data lahan usaha I tani tiap-tiap Desa /UPT lokasi penelitian. No 1. 2. 3. 4.

Desa/UPT Desa Rawa indah Desa Padang Jaya Desa Arga indah I UPT Pelabi

Luas Lahan Tan. Pangan (ha) 80,00 34,50 40,00 44,00

Luas Lahan Tan. Perkebunan (ha) 257,50 340,50 72,50 46,00

Persentase (%) 76,30 90,80 64,40 51,10

Sumber : Data Sekunder, 2012.

229 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Konversi Lahan Pola Tanaman Pangan Menjadi Pola tanaman Perkebunan Pada tabel 2 menunjukkan bahwa dari faktor pendorong (Push Factor) , jumlah tenaga kerja menjadi menjadi penyebab utama transmigran melakukan alih fungsi lahan di desa-desa yang sudah tidak lagi dibina (40,0 persen) dan UPT yang masih dibina (36,7 persen). Data yang diperoleh menunjukkan bahwa rata- rata jumlah tenaga kerja dalam keluarga pada tiga lokasi desa yang tidak lagi dibina (Desa Rawa Indah, Desa Padang Jaya, dan Desa Arga Indah I) dan UPT yang masih dibina 3,2. Hal ini cukup beralasan, apabila dikaitkan dengan faktor pendorong lainnya , seperti kebiasaan bertani sebelum ikut transmigran. Lebih dari 30 persen responden di lokasi penelitian mengatakan bahwa kebiasaan bertani mereka di tempat asal yaitu tanaman pangan. Usaha tani tanaman pangan memerlukan jumlah tenaga dan waktu kerja yang lebih besar serta pengelolaan yang rumit. Menurut Ermin (2007), bahwa jumlah tenaga kerja yang ada dalam keluarga sangat membantu dalam kegiatan usaha tani baik untuk usaha tani sayuran yang memerlukan tenaga 1 – 2 orang perhari, untuk tanaman perkebunan (sawit dan lada) 1 – 2 orang per Ha/hari dan untuk petani yang menanam padi memerlukan tenaga kerja 5 – 10 orang per Ha/hari. Kenyataan alih fungsi lahan ini semakin didorong oleh kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari yang rendah (17,8 persen dan 26,6 persen). Lebih lanjut, hasil ini akan lebih menarik bila dikaitkan dengan faktor ekonomi (economical factor). Keinginan responden (kepala keluarga) untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga dan memenuhi kebutuhan rumah tangga merupakan pendorong untuk bekerja diluar sektor pertanian (mobilitas sekeunder) Sebagian besar kepala keluarga bekerja ke luar lokasi transmigrasi / desa-desa tetangga sebagai upahan dan buruh bangunan dikarenakan susahnya memperoleh pekerjaan di lokasi transmigrasi. Dikaji dari faktor penarik (pull factor), di desa- desa yang sudah tidak lagi di bina ternyata ratio hasil tanaman pangan dibandingkan tanaman perkebunan (27,7 persen) yang didukung keanggotaan kelompok tani (25,8 persen) dan serangan hama penyakit (24,4 persen) menjadi penyebab utama transmigran melakukan alih fungsi lahannya. Keadaan ini sejalan dengan hasil penelitian Umi, dkk (2011) bahwa faktor ekonomi seperti harga jual tanaman pangan yang rendah khususnya pada saat panen, keuntungan berkebun kelapa sawit, dan harga sawit lebih stabil / terjamin menjadi penyebab utama (58, 4 persen) terjadinya konversi lahan dari tanaman pangan ke perkebunan di desa Kungkai baru kecamatan Air Periukan kabupaten Seluma propinsi Bengkulu. Pendapat ini juga didukung oleh penelitian Kurdianto (2011) yang menyatakan terjadinya alih fungsi lahan sawah ke tanaman perkebunan disebabkan oleh berbagai hal yaitu pendapatan usaha tani kelapa sawit lebih tinggi dengan resiko lebih rendah, biaya produksi usaha tani kelapa sawit lebih rendah, dan terbatasnya ketersediaan air. Pendapatan petani / transmigran sangat ditentukan oleh harga komoditi yang diusahakan. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa harga tanaman pangan (padi dan jagung) di lokasi penelitian lebih rendah dibandingkan harga tanaman perkebunan seperti karet dan kelapa sawit per satuan luas yang diusahakan. Persentase ratio harga tanaman pangan dibandingkan tanaman perkebunan < 0,75 yaitu 84 %, sedangkan > 0,75 atau mendekati 1 yaitu 26 %. Tabel 2.

Faktor – Faktor Pendorong (Push Factor) dan Penarik (Pull factor Transmigran melakukan Alih Fungsi lahan.

No

Uraian

A 1. 2. 3. 4.

Faktor Pendorong (Push factor) Jumlah tenaga kerja produktif Kebiasaan Bertani sebelum ikut transmigrasi Lama pendidikan formal Kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari -hari Faktor Penarik (Pull Factor) Kondisi Lahan (Siap Tanam/tidak siap tanam Kemiringan /Topografi Kemudahan memperoleh saprodi Bantuan bibit tanaman perkebunan dari

B 1. 2. 3. 4.

Persentase (%) Desa tidak lagi dibina UPT masih dibina 40,0 31,1 11,1 17,8

36,7 30,0 6,7 26,6

1,1 3,3 11,1 4,4

10,0 3,3 3,3 50,0 230

Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

5. 6. 7. 8.

pemerintah Keanggotaan Kelompok tani Serangan hama penyakit Lamanya kepemilikan lahan Ratio hasil usaha tani tanaman dibanding tanaman perkebunan

25,8 24,4 2,2 27,7

pangan

13,3 20,0

Sumber : Data Primer, 2012.

Faktor penarik (pull factor) yang menjadi penyebab utama terjadinya alih fungsi lahan di UPT Pelabi yaitu bantuan bibit tanaman perkebunan dari pemerintah (50 %) yang didorong adanya serangan hama (babi dan tikus) (20%) dan keanggotaan kelompok tani (13,3). Transmigran yang berasal dari kabupaten Cianjur yang akan ditempatkan di UPT Pelabi pada awal keberangkatan mendapat bantuan dana untuk pembelian bibit karet sebanyak 200 batang per KK yang akan ditanam di UPT Pelabi. Selain itu pada tahun ke-dua penempatan, Pemerintah Daerah Kabupaten Lebong melalui instansi terkait juga memberikan bantuan bibit kopi sebanyak 400 batang per KK. Hasil studi pengembangan corporate farming dan agroestate pada tahun 2001 menyimpulkan bahwa keterbatasan modal merupakan kendala utama dalam pengembangan usaha di kawasan transmigrasi (Najiati et al., 2001). Pada pola transmigrasi umum, transmigran memiliki modal yang sangat terbatas yang dibawa dari daerah asalnnya. Bagi transmigran yang daerah asalnya jauh (pulau jawa), sebagian besar dana tersebut digunakan untuk konsumsi di perjalanan, sedangkan transmigran yang daerah asalnya relatif dekat (transmigran lokal) bekal dari daerah asal banyak yang digunakan untuk konsumsi di daerah transmigrasi. Dengan demikian, praktis hampir seluruh modal awal pengembangan usaha tani di daerah transmigrasi berasal dari pemerintah (Danarti, 2003). Oleh karena itu modal dari pemerintah sangat mempengaruhi keberlanjutan usaha tani transmigran. Berdasarkan hasil wawancara dengan KUPT (Kepala Unit Permukiman Transmigrasi) dan responden ternyata bantuan jenis komoditi yang diberikan pemerintah baik melalui Pemerintah Daerah Asal maupun Pemerintah Daerah Tujuan adalah tanaman karet dan kopi. UPT Pelabi yang berbatasan langsung dengan hutan lindung bukit Resam menyebabkan tingginya serangan hama babi dan tikus terhadap tanaman pangan (padi, jagungn, dan ubi- ubian). Salah satu kendala yang dapat menyebabkan kegagalan usaha tani tanaman pangan yaitu tingginya serangan/gangguan hama penyakit. Sebanyak 11,1 persen resonden menyatakan bahwa alasan mereka mengalih fungsikan lahannya karena tingginya serangan hama penyakit pada tanaman pangan dibandingkan dengan tanaman perkebunan. Pemanfaatan lahan Dari data yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa luas lahan usaha I yang diterima setiap Kepala keluarga di tiga desa yaitu desa Rawa Indah, desa Padang Jaya dan desa Arga Indah I pada saat penempatan (t+1) adalah 0,75 Ha. Sedangkan setiap kepala keluarga di UPT Pelabi menerima lahan usaha I seluas 0,90 Ha pada tahun ke-2 penempatan. Luas lahan yang diolah dan sekaligus dialih fungsikan oleh setiap kepala keluarga (KK) berbeda- beda seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi data responden yang mengalih fungsikan lahannya. No 1. 2. 3. 4

Desa/UPT Desa Rawa indah Desa Padang Jaya Desa Arga indah I UPT Pelabi

Luas lahan tanaman pangan (ha) 22,50 22,50 22,50 27,00

Lahan tanaman pangan diolah dan dialihfungsikan (ha) 22,00 22,15 22,05 16,60

Persentase (%) 97,77 98,44 98,00 61,48

Sumber : Data Primer, 2012.

231 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Jenis-jenis komoditi yang diusahakan di tiga desa dan UPT berbeda-beda antara lain padi gogo, jagung, kelapa sawit, karet, kakao dan kopi. Sistem penanaman yang dilakukan adalah monokultur dan tumpang sari. Untuk lebih jelasnya jenis-jenis komoditi yang diusahakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komoditi yang ditanam pada masing-masing lokasi penelitian. No 1. 2. 3. 4

Desa/UPT

Komoditi yang diusahakan

Desa Rawa indah Desa Padang Jaya Desa Arga indah I UPT Pelabi

Sistem

Kelapa sawit, padi gogo & jagung Kelapa sawit, karet , & padi sawah Kelapa sawit, karet, jagung & padi Karet, kakao dan kopi

Monokultur & tumpangsari Monokultur & tumpangsari Monokultur & tumpangsari Monokultur

Sumber : Data Primer, 2012

Faktor Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Terhadap Perubahan Pola Usahatani Spesifikasi dan estimasi model regresi Tabel 5. Hasil estimasi lahan yang dialih fungsikan di (Desa Rawa Indah; Desa Padang Jaya; Desa Arga Indah I) dan UPT Pelabi. No.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Variabel Bebas

Intersep Jumlah tenaga kerja produktif Kebiasaan bertani sebelum ikut tarnsmigrasi Lama pendidikan formal Kemampuan pemenuhan hidup sehari-hari Kondisi lahan (Siap tanam / tidak siap tanam) Kondisi lahan (kemiringan / topografi) Kemudahan memperoleh saprodi Bantuan bibit tan. Perkebunan dari pemerintah Keanggotaan kelompok tani Serangan / gangguan hama penyakit Lamanya kepemilikan lahan Ratio harga tanaman (pangan dibanding perkebunan) R2 F hitung

Desa (Rawa Indah;Pd Jaya;Arga Indah) Koefisien T hitung Regresi 1,0772 - 0,0099 - 0,0316 - 0,0004 - 0,0453 0,0206 0,0156 - 0,0096 - 0,0522 - 0,0004 -0, 0217

18,669 -2,063*** -2,548*** -0,222 -1,457* 0,844 1,122 0,459 -3,479*** 0,308 0,599 0,878 18,000

UPT Pelabi Koefisien Regresi

T hitung

1,8417 - 0,0393 0,0472 0,0791 -0,1148 - 0,2565 - 0,3111 0,1078 - 0,1566 - 0,1734 -

2,382 -1,644* 2,984*** 3,126*** - 0,510 1,032 - 1,574* 0,497 - 0,966 0,994 2,382

0,6261 12,0900

Sumber : Hasil analisa data primer, 2012. Keterangan : * signifikan pada ά = 10 persen ** signifikan pada ά = 5 persen *** signifikan pada ά = 1 persen

232 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Tabel 6. N0. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13

Hasil estimasi lahan yang dialih fungsikan pada empat lokasi penelitian (Desa Rawa Indah; Desa Padang Jaya; Desa Arga Indah I dan UPT Pelabi).

Variabel Bebas Intersep Jumlah tenaga kerja produktif Kebiasaan bertani sebelum ikut tarnsmigrasi Lama pendidikan formal Kemampuan pemenuhan hidup sehari-hari Kondisi lahan (Siap tanam / tidak siap tanam Kondisi lahan (kemiringan / topografi) Kemudahan memperoleh saprodi Bantuan bibit tan. Perkebunan dari pemerintah Keanggotaan kelompok tani Serangan / gangguan hama penyakit Lamanya kepemilikan lahan Ratio harga tanaman (pangan dibanding perkebunan) R2 F hitung

Sumber Keterangan

Koefisien Regresi

T hitung

1,1352 - 0,0136 - 0,0128 0,0794 - 0,0538 - 0,0737 - 0,0317 - 0,0017 - 0,3624 0,0531 0,0024 0,0245

7,240 - 3,453*** - 0,340 1,917*** - 0,733 - 1,077 0,729 0,030 - 2,600*** - 2,347*** 0,538 - 0,193 0,680 9,630

: Hasil analisa data primer, 2012. : * signifikan pada ά = 10 persen ** signifikan pada ά = 5 persen *** signifikan pada ά = 1 persen

Interprestasi hasil Pada Tabel 5. terlihat bahwa hasil uji t memperlihatkan nilai t hitung koefisien regresi variabel jumlah anggota keluarga produktif lebih besar dari nilai t tabel pada taraf kepercayaan 99 persen. Begitupun di UPT yang masih dibina, nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel pada taraf kepercayaan 90 persen. Hal ini berarti bahwa jumlah anggota keluarga produktif berpengaruh sangat nyata terhadap alih fungí lahan di desa-desa ( desa Rawa Indah, desa Padang Jaya, dan desa Arga Indah I) yang tidak dibina lagi dan berpengaruh nyata di UPT Pelabi. Ini didukung oleh t hitung koefisien regresi variabel jumlah anggota keluarga produktif gabungan desa – desa yang tidak lagi dibina dan UPT yang masih dibina lebih besar dari nilai t tabel taraf kepercayaan 99 persen . Kenyataan ini dapat dimengerti karena dari hasil pengamatan di lapangan ternyata lahan usaha I telah ditanami tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, karet, dan kopi.. Jumlah tenaga kerja dalam keluarga tentunya akan mempengaruhi suatu keluarga untuk memilih jenis tanaman baik tanaman pangan maupun perkebunan yang akan diusahakan. Menurut Ermin (2007), bahwa jumlah tenaga kerja yang ada dalam keluarga sangat membantu dalam kegiatan usaha tani baik untuk usaha tani sayuran yang memerlukan tenaga 1 – 2 orang perhari, untuk tanaman perkebunan (sawit dan lada) 1 – 2 orang per Ha/hari dan untuk petani yang menanam padi memerlukan tenaga kerja 5 – 10 orang per Ha/hari Data yang diperoleh menunjukkan bahwa rata- rata jumlah tenaga kerja pada tiga lokasi desa yang tidak lagi dibina (Desa Rawa Indah, Desa Padang Jaya, dan Desa Arga Indah I) adalah 2,2 dan UPT yang masih dibina adalah 3,2 . Ini menunjukkankan bahwa berdasarkan pertimbangan jumlah tenaga kerja ternyata tanaman perkebunan lebih baik untuk diusahakan di empat lokasi penelitian Uji t terhadap variabel kebiasaan bertani sebelum ikut transmigrasi menunjukkan bahwa kebiasaan bertani atau berusaha sebelum ikut transmigrasi berpengaruh sangat nyata terhadap alih fungsi lahan di lokasi penelitian . Begitu juga keputusan seseorang untuk mengambil sikap dalam menentukan usaha tani yang akan dilakukan dapat dipengaruhi oleh kebiasaan atau pengalaman kerja sebelumnya. Kebiasaan atau pengalaman sebagai petani tanaman pangan sebelumnya (70 % responden) di desa-desa yang tidak lagi dibina menunjukkan tanaman komoditas pangan, yaitu padi, jagung dan kedelai merupakan tanaman yang sangat memerlukan keahlian penanganan dengan perlakuan dan pemeliharaan (pupuk dan pestisida) yang rumit, memerlukan modal yang cukup besar serta sangat bergantung dengan cuaca, hama penyakit dan kesuburan tanah. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap fluktuasi antara keuntungan dan kerugian yang selalu tidak pasti. Sedangkan tanaman perkebunan seperti sawit, karet, kakao dan 233 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

kopi relatif tidak banyak memerlukan perawatan dan tidak beresiko merugi (Warsono, 2007). Situasi ini mengakibatkan transmigran lebih memilih tanaman perkebunan untuk ditanam di lahan usahanya. Begitupun di UPT yang masih dibina kebiasaan responden (60 persen) sebagai petani kebun (karet dan kopi juga mempengaruhi transmigran mengalih fungsikan lahannya untuk ditanami tanami tanaman perkebunan Uji t terhadap variabel kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari berpengaruh nyata terhadap perubahan pola usaha tani dari tanaman pangan ke tanaman perkebunan. Hasil ini ditunjukkan oleh nilai t hitung yang lebih besar dari t table pada taraf kepercayaan 90 persen. Ini cukup beralasan mengingat penempatan transmighrasi sudah berlangsung cukup lama 17 – 34 tahun. Uji t terhadap variabel kemiringan lahan / topografi menunjukkan bahwa kemiringan lahan / topografi tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan pola usaha tani di desa – desa yang tidak lagi dibina tetapi berpengaruh nyata di UPT Pelabi yang masih di bina. Ini dapat dimengerti karena berdasarkan pengamatan dilapangan ternyata lahan usaha I di desa-desa yang tidak lagi dibina sebagian besar lahannya memiliki kemiringan lebih kecil dari 15 % terutama di desa Rawa Indah dan desa Padang Jaya. Namun di UPT Pelabi terlihat bahwa sebagian besar lahannya memiliki kemiringan diatas 25 %, sehingga faktor kemiringan ini menjadi salah satu pertimbangan transmigran mengalih fungsikan lahannya. Menurut Muhammad (2009), apabila karakteristik lahan memiliki kemiringan lebih dari 25 % (N2) maka lahan tersebut tidak layak /cocok untuk ditanami tanaman pangan tetapi lebih cocok untuk ditanami tanaman perkebunan. Uji t terhadap variabel adanya bantuan bibit tanaman perkebunan dari pemerintah berpengaruh sangat nyata terhadap perubahan pola usaha tani transmigran Hasil ini ditunjukkan oleh nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel pada taraf kepercayaan 99 persen pada uji regresi gabungan desa-desa yang tidak lagi dibina dan UPT yang masih dibina. Bibit tanaman merupakan salah satu komponen penting dalam proses produksi pertanian. Bibit termasuk bagian penting dari modal yang harus dimiliki oleh transmigranUji t terhadap variabel kelembagaan keanggotaan kelompok tani menunjukkan bahwa keanggotaan kelompok tani sangat berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan dan bertanda negatif. Hasil ini memberikan informasi bahwa semakin rendah nilai keanggotaan kelompok tani semakin besar pengaruhnya terhadap perubahan pola tanam dari tanaman pangan menjadi perkebunan. Rendahnya nilai kelembagaan menunjukkan bahwa pasifnya atau kurang berfungsinya keanggotaan kelompok tani. Dampak yang timbul akibat terjadinya alih fungsi lahan di kawasan Transmigrasi Dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional, transmigrasi dilaksanakan dengan pendekatan pengembangan kawasan melalui pengembangan sentra-sentra produksi baru bagi berbagai komoditas pangan. Pengembangan sentra produksi baru diharapkan dapat memberikan kontribusi peningkatan produksi pangan nasional dan sekaligus sebagai upaya distribusi pangan ke berbagai wilayah Indonesia (Najiati dkk, 2008). Namun kenyataan yang terjadi saat ini, kawasan-kawasan transmigrasi yang tercipta menjadi kawasan-kawasan permukiman baru di daerah malah menjadi konsumen pangan utama terutama beras. Seperti contohnya data jumlah penduduk pada tabel 5.0 . berdasarkan kebutuhan beras di Provinsi Bengkulu yaitu 501,49 gram/kapita/hari (Anonim, 2011) maka untuk memenuhi kebutuhan beras di tiga desa seperti pada tabel 5.0, Pemerintah harus mensuply beras sebanyak + 1.193,19 ton pertahun dikurangi produksi beras per desa. Tabel 7. Data jumlah penduduk pada desa eks transmigrasi di lokasi penelitian. No. 1. 2. 3.

Desa

Jumlah Penduduk (jiwa)

Rawa Indah Kec.Ilir talo kab . Seluma Padang Jaya Kec. Padang Jaya kab bengkulu Utara Arga indah I Kec. Pagar jati kab. Bengkulu Tengah

1489 4616 420

Jumlah

6525

Sumber : Data Sekunder, 2012.

234 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

Beberapa dampak yang timbul sebagai akibat telah terjadinya alih fungsi lahan di kawasan transmigrasi yang teridentifikasi, antara lain: 1. Pemerintah Provinsi Bengkulu harus mensuply kebutuhan pangan terutama beras di kawasan-kawasan permukiman baru. Apabila hal ini tidak mampu dilakukan tentunya akan berakibat terjadinya kerawanan pangan.terutama beras. 2. Mubazirnya investasi pemerintah di sektor pertanian seperti jaringan irigasi teknis yang ada di desa Padang jaya dan sekitarnya, peralatan pertanian seperti hand traktor yang selama ini banyak disumbangkan oleh Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu. 3. Alih fungsi lahan ke tanaman perkebunan seperti kelapa sawit akan mengganggu keseimbangan lingkungan seperti mikro organisme tanah dan ketersediaan air tanah. STRATEGI PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN Berdasarkan beberapa referensi dan interpretasi dari hasil kajian yang dilakukan dalam rangka melindungi dan mengendalikan terjadinya perubahan fungsi sebagian atau seluruh lahan di kawasan transmigrasi, maka strategi perlindungan dan pengendalian harus dilakukan secara menyeluruh berupa: 1. Memperkecil peluang terjadinya konversi lahan Alam rangka memperkecil peluang terjadinya konversi lahan, pemerintah dapat melakukan berbagai kebijakan antara lain : a. Memberikan insentif kepada pamilik lahan. b. Menjamin harga dan menampung hasil produksi tanaman pangan terutama padi, jagung dan kedelai. c. Adanya jaminan ganti rugi biaya produksi apabila gagal panen yang disebabkan oleh kekeringan dan serangan hama penyakit. d. Mengurangi subsidi beras miskin secara perlahan-lahan e. Meningkatkan nilai pajak tanah untuk tanaman perkebunan f. Menaikkan pajak retribusi bagi produk perkebunan seperti getah karet/latek dan tandan buah segar sawit. 2. Mengendalikan kegiatan konversi lahan a. Pemerintah Pusat dapat memberikan insentif dan disintensif terhadap Pemerintah Daerah yang mengendalikan alih fungsi lahan. b. Pemerintah daerah tidak memprioritaskan PAD (pendapatan asli daerah) melalui pajak penggunaan tanah /lahan oleh Perusahaan Perkebunan. Disamping itu Pemerintah Daerah membatasi izin pembukaan lahan perkebunan dengan memperketat peraturan-peraturan seperti batas maksimum luasan lahan untuk perkebunan, batas maksimum muatan angkutan /tonase dan analis dampak lingkungan (andal) c. Pemerintah Daerah harus menyempurnakan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), diperlukan zonasi yang lebih terperinci terkait dengan pengendalian alih fungsi lahan (Anonim, 2006). d. Implementasi instrumen kebijakan-kebijakan tersebut diatas harus disertai oleh penegakan hukum yang memadai. Advokasi publik harus kuat dan konsisten sehingga tingkat keyakinan aparat instansi terkait di tataran bawah untuk mengendaliah alih fungsi lahan tinggi.

235 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Transmigran dalam mengalih fungsikan lahannya di desa: Rawa Indah; Padang Jaya; Arga Indah I serta UPT Pelabai adalah faktor: jumlah anggota keluarga produktif; lamanya pendidikan formal; bantuan bibit tanaman perkebunan dari pemerintah; dan keanggotaan kelompok tani. 2. Dalam rangka melindungi dan mengendalikan terjadinya perubahan fungsi sebagian atau seluruh lahan di kawasan Transmigrasi, maka strategi perlindungan dan pengendalian harus dilakukan secara menyeluruh dengan memperkecil peluang terjadinya alih fungsi lahan dan mengendalikan kegiatan konversi lahan. Saran Bertolak dari pengalaman penyelenggaraan Transmigrasi di lokasi penelitian yang telah berubah pola dari tanaman pangan menjadi pola tanaman perkebunan, maka ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk mengendalikan alih fungsi lahan pada UPT pola tanaman pangan dan UPT yang telah beralih fungsi ke pola tanaman perkebunan, yaitu: 1. Pemerintah melalui instansi terkait memberikan insentif kepada Transmigran 2. Pemerintah menjamin harga komoditi tanaman pangan terutama padi, jagung dan kedelai serta membantu pemasaran hasil panen komoditi pangan. 3. Pemerintah daerah segera menyusun dan menetapkan peraturan Daerah untuk menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang; Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta Undang Undang nomor 41 Tahun 2009; tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

236 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi

DAFTAR PUSTAKA Bappenas. 2006. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Direktorat Pangan dan Pertanian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas. Jakarta. Barchia M.F. 2009. Agroekosistem Tanah Mineral Masam. Gajah Mada University Press. Jogjakarta. Bisnis Indonesia. 2011. Konversi Lahan Sawah di Bengkulu Memprihatinkan. Bisnis Indonesia edisi Selasa, 22 Pebruari 2011. Jakarta. ;16 BKP Prov. Bengkulu. 2011. Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Bengkulu Tahun 2011. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. Bengkulu. Disnaketrans Prov Bengkulu. 2008. Rencana Teknis Unit Permukiman dan Rencana Teknis Jalan UPT Pelabi Kecamatan Pelabi Kabupaten Lebong. DinasTenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bengkulu. Bengkulu. Djamali Abdul. 2000. Manajemen Usaha Tani. Politeknik Pertanian Bogor Negeri Jember, Jurusan Manajemen Bisnis. Departemen Pendidikan Nasional. Jember. Pemerintah Desa Arga Indah I. 2010. Profil Desa Arga Indah I. Pemerintah Desa Arga Indah I., Kecamatan Pagar Jati., Kabupaten Bengkulu Tengah. Pemerintah Desa Rawa Indah. 2010. Profil Desa Rawa Indah. Pemerintah Desa Rawa Indah., Kecamatan Ilir Talo., Kabupaten Seluma. Pemerintah Desa Padang Jaya. 2012. Monografi Desa Padang Jaya. Pemerintah Desa Padang Jaya., Kecamatan Padang Jaya., Kabupaten Bengkulu Utara. Pusdatin Ketransmigrasian. 2008. Evaluasi Kinerja Pembangunan Transmigrasi Tahun 2007. Pusat Data dan Informasi Ketransmigrasian. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta. Pusdatin Ketransmigrasian. 2008. Arah Kebijakan Transmigrasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Ke II (2010 – 2014). Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta. Kurdianto, D. 2011. Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Tanaman Kelapa Sawit. http://uripsantoso.wordpress.com Najiati Sri. 2003. Peluang Pengembangan Korporasi Usaha Pertanian di Pemukiman Transmigrasi Pola Tanaman Pangan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian. Edisi I Tahun 2003. ISSN : 0212-3578. Hal : 37 – 54. Najiati S., Danarti, S. H. Warsono dan L. Damanik. 2008. Transmigrasi dan Ketahanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Bangkit Daya Insana, jakarta. Ramanathan Ramu. 1990. Introductory Econometrics wih Applications. Hancourt Brace Jovanovich. San Diego. Riduwan dan Akdon. 2009. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Penerbit CV. Alfabeta, Bandung. Astuti, U.P., W. Wibawa dan A. Ishak. 2011. Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pangan Menjadi Kelapa Sawit di Bengkulu : Kasus Petani di Desa Kungkai Baru. Prosd. Seminar Nasional Budidaya Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Bengkulu. Usman, R dan Abdi. 2008. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Teori dan Aplikasi. Penerbit CV. Alfabeta. Bandung. Warsono, S.H. 2007. Pembangunan Transmigrasi, Antara Kontribusi Pangan dan Alih Fungsi Lahan (Studi kasus di propinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian). Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Volume 24 No. 1 Tahun 2007. ISSN : 0216-3578. Hal 13 – 22. Wijaya E. 2007. Sistem Usaha Tani dan Kontribusi Ternak di Desa Pangkalan Tiga. Jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian, Jakarta. Volume 24 No. 2 tahun 2007. ISSN : 0216-3578. Hal : 13 – 24.

237 Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi