KAJIAN HUKUM MENGENAI LETTER OF CREDIT SEBAGAI

Download Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah ... Permasalahan dalam skripsi ini ialah mengenai hak, kewajiba...

0 downloads 489 Views 631KB Size
KAJIAN HUKUM MENGENAI LETTER OF CREDIT SEBAGAI SALAH SATU CARA PEMBAYARAN DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

SKRIPSI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT UNTUK MENCAPAI GELAR SARJANA HUKUM OLEH: OLOAN JOHANES SIRAIT 050200230 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Disetujui oleh: KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROF.DR. TAN KAMELLO, S.H, M.S NIP. 131764556

KOMISI PEMBIMBING:

Pembimbing I

Pembimbing II

AZWAR MAHYUZAR, S.H NIP.131460768

ZULKIFLI SEMBIRING, S.H NIP. 131796140

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang…………………………………………………………....1 B. Permasalahan……………………………………………..………………5 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan…………………………….....…………..6 D. Keaslian Penulisan……………………………………………………….7 E. Kerangka Teori…………………………………………………………..8 F. Metode Penulisan……………………………………………...………..10 G. Sistematika Penulisan………………………………………….………..11

BAB II: PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Pengertian perdagangan internasional………………………………….14 B. Proses terjadinya transaksi perdagangan internasional…………………16 C. Jenis transaksi dalam perdagangan internasional………………………18 D. Sistem pembayaran dalam transaksi perdagangan internasional……….20

BAB III: LETTER OF CREDIT A. Sejarah, pengertian, dan dasar hukum L/C……………………………..25 B. Jenis L/C………………………………………………………………..31 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

C. Prosedur pembukaan L/C………………………………………………45 D. Pencairan L/C…………………………………………………………..51

BAB IV: ASPEK HUKUM DALAM PEMBAYARAN YANG MENGGUNAKAN L/C A. Hubungan hukum para pihak dalam L/C………………………………57 B. Dokumen dalam pelaksanaan L/C……………………………………..70 C. Pilihan hukum dalam transaksi L/C…...…………………………….…85 D. Akibat hukum dari transaksi L/C…...……………………………….…93

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan…………………………………………………………...115 B. Saran………………………………………………………………….117

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

ABSTRAK Prof. Dr. Budiman Ginting , SH.M.Hum * Dr. Mahmul Siregar , SH.M.Hum ** Oloan Johanes Sirait ***

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pada dasarnya adalah kompromi antar kepentingan Indonesia sebagai negara penerima modal dan kepentingan investor. Disatu sisi, UU ini memberikan kemudahan untuk menarik minat investor menanamkan modalnya, tapi di sisi lain, UU ini menetapkan syarat-syarat dan ketentuan tentang investor, yang pada dasarnya bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan dampak negatif dari kegiatan penanaman modal. Salah satunya adalah menetapkan secara tegas kewajiban dan tanggung jawab penanam modal. Permasalahan dalam skripsi ini ialah mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab penanam modal menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Penulisan ini menggunakan penelitian hukum normatif .Data sekunder dikumpulkan melalui tinjauan pustaka yaitu (library research). Selanjutnya dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Hasil analisis diuraikan untuk mendapatkan diskripsi yang sistematis. Pasal 15, 16 Undang Undang Penanaman Modal bahwa yang menjadi kewajiban Penanam Modal yaitu menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Kordinasi Penanam Modal, menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal, dan mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan yang menjadi tanggung jawabnya yaitu menjamin tersedianya modal yang berasal daru sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak, menciptakan iklim usaha yang sehat, mencegah praktik monopoli dan hal lain yang merugikan negara, menjaga kelestarian lingkungan hidup, menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja, dan mematuhi segala ketentuan peraturan perundang-undangan. Tujuan penetapan kewajiban dan tanggung jawab tersebut pada dasarnya adalah untuk mengantisipasi kemunkinan terjadinya dampak negatif dari keberadaan dan kegiatan penanaman modal terhadap perekonomian Indonesia, misalnya kerusakan lingkungan hidup, stabilitas sosial, persaingan usaha yang tidak sehat, dominasi ekonomi, dan praktik curang dalam menjalankan usaha.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kebaikan dan penyertaan dan kasih karunia-Nya yang dirasakan oleh penulis semenjak mengikuti proses perkuliahan sampai proses penulisan skripsi,

sehingga penulis dapat

merampungkan penulisan skripsi ini. Skripsi merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa pada umumnya dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada khususnya guna melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat umtuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Tertarik atas perkembangan penanaman modal di Indonesia terutama tentang peranan penanam modal dalam perkembangan ekonomi Indonesia dan penulis memilih judul “KAJIAN MENGENAI LETTER OF CREDIT SEBAGAI SALAH SATU CARA PEMBAYARAN DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN INTERNASIONAL” untuk dituangkan dalam suatu tulisan ( skripsi ). Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan, baik itu disebabkan kekurangan literatur maupun pengetahuan dan kemampuan penulis sendiri untuk memunculkan pemikiran serta menuangkannya dalam tulisan ini. Untuk

itu

penulis akan menerima bahkan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

* Staf Pengajar Fakultas Hukum ** Staf Pengajar Fakultas Hukum *** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Penulis juga mengucapkan termah kasih kepada : 1.Bapak Prof.DR. Runtung Sitepu, SH, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof.DR. Suhaidi, SH,MH, selaku Pembantu Dekan I, Syafruddin Hasibuan, SH,M.Hum selaku Pembantu Dekan II ,Mohammad Hoesni,SH selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Dr Bismar Nasution selaku ketua jurusan Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Dr Budiman Ginting SH.M.HUM Selaku dosen pembimbing I 5. Bapak Dr Mahmul Siregar SH. M.HUM Selaku dosen pembimbing II 6. Bapak Deni Purba SH,LLM, selaku Dosen Wali. 7. Seluruh staff pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis ketika duduk di bangku kuliah. 8. Seluruh Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda V. SIRAIT dan Ibunda G. Br Butar- Butar yang telah banyak membantu, baik materi maupun moril sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Akhir kata penulis memanjatkan doa dan puji kehadirat-Nya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Medan, Juli 2008 Penulis

Oloan Johanes Sirait Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang menuju ke era globalisasi dan modernisasi memberikan pengaruh yang berdampak banyak dalam kehidupan manusia. Hal tersebut dapat dilihat dari kompleksitas kebutuhan hidup manusia. Dalam perjalanannya dari waktu ke waktu, manusia dengan segala daya dan upaya yang dimilikinya akan selalu berusaha untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya dengan melakukan hubunganhubungan yang dianggap perlu seperti hubungan politik, pribadi, maupun dagang. Hubungan-hubungan manusia tersebut merupakan sesuatu yang bisa saja berbentuk hubungan dagang, hubungan politik, maupun juga hubungan pribadi. Khusus pada saat ini penulis akan mengkonsentrasikan cakupan bahasan kepada hubungan dagang maupun bisnis. Hal besar yang menjadi pertanyaan kemudian adalah mengapa manusia berdagang?. Kegiatan perdagangan internasional sebagai salah satu bentuk hubungan dagang tersebut didasari oleh kondisi bahwa tidak ada suatu negara yang benar-benar mandiri karena satu sama lain saling mengisi dan membutuhkan. Setiap negara memiliki karateristik yang berbeda baik dari segi sumber daya alam, iklim, geografi, demografi, struktur ekonomi, dan struktur sosial. Perbedaan tersebut

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

menyebabkan perbedaan komoditas yang dihasilkan, komposisi biaya yang diperlukan, kualitas, dan kuantitas. 1 Dengan demikian sebagai akibat adanya perbedaan ini, maka masing-masing negara memiliki keunggulan dan di sisi lain memiliki kekurangan. Bisa saja dijumpai hasil produksi suatu negara berlebih sehingga dapat mengekspornya ke negara lain yang kekurangan atau membutuhkannya dan sebaliknya. Salah satu kegiatan penting yang senantiasa dilakukan dalam dunia bisnis adalah membuat beraneka ragam perjanjian (kontrak). Wahana yang lazim dipakai pada dasarnya merupakan hasil perjanjian antara 2 orang atau lebih. Oleh karena itu perlu diketahui adanya asas perjanjian yang disebut dengan kebebasan berkontrak (party autonomy). Asas kebebasan berkontrak yang dimaksud meliputi bentuk dan isi dari perjanjian. Bentuk perjanjian berupa kata sepakat (konsensus) saja sudah cukup, dan apabila dituangkan dalam suatu akta (surat) sebagai alat pembuktian semata saja. Sedangkan mengenai isinya, para pihak yang pada dasarnya bebas menentukan sendiri apa yang diinginkan. Dalam setiap transaksi perdagangan selalu menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak untuk melakukan pembayaran serta menyerahkan barang.Apabila pembeli dan penjual sama-sama berada dalam suatu negara,maka untuk pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing pihak dapat mudah dilaksanakan dan tidak banyak mempunyai problem atau masalah karena dapat dilakukan secara cash and carry. Tetapi

1

Abdulkadir Muhammad: Hukum Dagang Indonesia, Penerbit Alumni.Bandung. 1989 halaman

26 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

tidak demikian halnya di dalam perdagangan antar negara, pembeli dan penjual terpisah satu sama lainnya baik secara geografis maupun oleh batas kenegaraan. Begitu juga perbedaan jenis mata uang yang berlaku di tiap negara serta peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah negara masing-masing dalam bidang perdagangan luar negeri harus diperhatikan karena intinya adalah tetap dalam hal pembayaran selalu terbentur masalah. Untuk menghindari segala risiko tersebut maka diperkenalkanlah metode pembayaran dengan Letter of Credit atau Surat Kredit Berdokumen 2 dimana Bank berfungsi sebagai penengah antara penjual/eksportir dan pembeli/importir. Dari sekian banyak cara pembayaran, L/C memang diakui lebih banyak dipakai karena CISG (Convention of International Sale of Goods) telah mengeluarkan pedoman penggunaan L/C di banyak negara yang dinamakan UCP. Oleh karena pelaksanaanya melibatkan kegiatan jasa perbankan yang masingmasing berada di negara berlainan, maka dirasa sangat perlu adanya kesesuaian cara pembayaran yang dilakukan oleh bank-bank itu dalam bentuk peraturan yang mengandung sifat keseragaman baik dalam cara maupun mengenai pengertiannya. Dalam skripsi ini nantinya, sengaja penulis menggunakan cara penulisan Letter of Credit dengan singkatan L/C untuk mempermudah pembahasan. Ketentuan dalam sistem pembayaran dengan L/C di banyak negara belum memiliki unifikasi walaupun sudah ada Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP). Perlu diketahui, UCP yang belum sempurna serta multitafsir sangat rawan

2

Hartono Hadisoeprapto. “Kredit berdokumen (Letter Of Credit) cara pembayaran dalam jual beli perniagaan”. Penerbit Liberty Yogyakarta.2 Mei 1984. Halaman 24 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

menimbulkan sengketa bagi pihak yang melakukan transaksi dan cara pembayaran dengan L/C tersebut. L/C yang merupakan primadona dalam pembayaran transaksi ekspor dan impor Indonesia ternyata terhadap pelaksanaannya adakalanya menimbulkan perbedaan pendapat diantara pihak terkait. Perbedaan pendapat timbul karena di Indonesia belum terdapat keseragaman pemahaman masalah-masalah L/C. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982 yang merupakan dasar hukum L/C di Indonesia tidak dapat dijadikan pedoman pelaksanaan L/C karena Peraturan Pemerintah tersebut tidak memuat aturan rinci mengenai L/C. Demikian juga peraturan Bank Indonesia yang berfungsi sebagai peraturan pelaksanaan atas Peraturan Pemerintah dimaksud belum mengatur L/C secara rinci. Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1982 mengatur bahwa Menteri Perdagangan dan Koperasi (sekarang Menteri Perindustrian dan Perdagangan) dan Gubernur Bank Indonesia bersama-sama atau masing-masing dalam bidangnya mengeluarkan peraturan pelaksanaan atas L/C. Jika dihubungkan dengan tugas Bank Indonesia di bidang pengaturan Bank sebagaimana dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, maka sejalan dengan Peraturan Pemerintah dimaksud Bank Indonesia sesuai dengan kewenangannya seharusnya telah mengeluarkan peraturan rinci mengenai L/C bagi perbankan. Namun, sampai saat ini Bank Indonesia baru mengatur L/C secara parsial dan tidak rinci yang dimuat dalam beberapa pengaturan Bank Indonesia. Perbedaan pendapat rupanya tidak hanya terjadi dalam lingkup nasional, tetapi juga dalam skala antar Negara. Perbedaan pendapat dalam skala antarnegara dapat dibuktikan melalui pernyataan, komentar atau pertanyaan atas masalah-masalah yang Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

sama dari L/C yang disampaikan oleh bank-bank komersial luar negeri termasuk bankbank umum Indonesia kepada International Chamber of Commerce (ICC), dalam hal terjadi perbedaan pendapat antar sesama bank atau antara bank dan nasabahnya. ICC diharapkan dapat meluruskan perbedaan pendapat yang dimaksud. Perbedaan pendapat secara internasional juga dapat dibuktikan dengan keberadaan kasus-kasus L/C yang diputus terutama oleh pengadilan-pengadilan Amerika dan Inggris. Hak dan kewajiban para pihak dalam L/C adalah terpisah dengan hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak dasar yang mendasari penerbitan L/C. Keterpisahan ini merupakan suatu prinsip yang harus benar-benar dipahami dan diterapkan secara konsisten agar terhindar dari sengketa dalam merealisasi pembayaran L/C. Oleh karena itu prinsip keterpisahan atau independensi L/C terhadap kontrak dasarnya termasuk pengecualiannya perlu mendapatkan pembahasan serius. Hal-hal tersebut diatas adalah kiranya yang menjadi stimulus penulis dalam menulis skripsi ini sekaligus mengetengahkan permasalahan sebelum diuraikan lebih lanjut lagi dalam bab berikutnya.

B. Permasalahan Berdasarkan apa yang diuraikan di atas maka beberapa masalah pokok yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pembukaan L/C sebagai salah satu instrument dalam transaksi perdagangan internasional

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

2. Bagaimana pengaturan mengenai L/C menurut ranah hukum positif Indonesia dan Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) 3. Bagaimana tinjauan mengenai aspek hukum serta pembayaran sehingga suatu L/C dapat dilaksanakan

C. Tujuan dan Manfaat Pembahasan Dengan diuraikannya beberapa hal esensial yang menjadi tema permasalahan dalam skripsi ini, maka penulis sudah sepatutnya juga memberikan uraian cermat dan jelas mengenai tujuan pembahasan dari permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini. Secara rinci maka tujuan pokok dari pembahasan skripsi ini kurang lebih adalah sebagai berikut: 1. Menguraikan dan menganalisis bagaimana proses pembukaan L/C sebagai salah satu instrument dalam transaksi perdagangan internasional 2. Menjelaskan bagaimana pengaturan mengenai L/C menurut ranah hukum positif Indonesia dan Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) 3. Mengetahui tinjauan mengenai aspek hukum serta pembayaran sehingga suatu L/C dapat dilaksanakan 4. Tentu saja salah satu tujuan dari pembuatan dan pembahasan materi dalam skripsi ini merupakan salah satu prasyarat penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hal-hal yang dijelaskan pada bagian muka, maka beberapa manfaat yang penulis dapat petik dari pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut: Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

1. Secara teoritis merupakan pelengkap terhadap kepustakaan L/C yang relatif masih terbatas ditulis oleh putra-putri Indonesia 2. Secara praktis merupakan sesuatu yang menjadi bahan masukan kepada para pelaku L/C, abdi hukum, para ahli, para akademisi, instansi pemerintah dan lembaga swasta yang mempunyai kepentingan dalam transaksi L/C khususnya dari segi hukum

D. Keaslian Penulisan Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi tentang L/C ini sebelumnya sudah pernah diulas dengan sudut pandang dan cara yang berbeda pula. Akan tetapi penulis jelaskan bahwa dalam skripsi ini penulis akan menjelaskan sudut pandang L/C dari kajian hukum (yuridis). Tentu saja yang dimaksud disini adalah pembahasan secara umum bagaimana penggunaan L/C sebagai instrumen transaksi dalam perdagangan internasional tetap memiliki celah dan menimbulkan masalah hukum. Mengingat peran serta perbankan dalam perdagangan internasional, maka selukbeluk pembayaran internasional melalui instrument L/C ini harus dibukakan kepada masyarakat luar khususnya kepada Mahasiswa/i sebagai kaum terpelajar. Hal ini menjadi pendorong bagi penulis untuk memberanikan diri mengurai seluk-beluk L/C, dari aspek teori Hukum Perdata Internasional maupun dari aspek praktek kenyataan pada perbankan dewasa ini.

E. Kerangka Teori Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Hakikat L/C adalah alat pembayaran dan oleh karena itu keseimbangan hak dan kewajiban para pihak-pihak dalam L/C yang

melakukan “issuing”

maupun

“beneficiary” 3 harus dipertahankan secara adil dan terbuka. Keadilan dan keterbukaan dalam pelaksanaan L/C merupakan suatu keharusan karena inti L/C adalah perwujudan pembayaran uang senilai L/C. Pembukaan L/C sebagai alat atau cara pembayaran Internasional adalah suatu peristiwa perdata Internasional, karena tersangkut dua atau lebih sistem hukum yang berbeda yang berlaku sehingga mau tidak mau diperlukan Hukum Perdata Internasional. Adanya perbedaan kewarganegaraan dan domisili dari pihak-pihak yang tersangkut dalam pembukaan L/C (baik orang maupun badan hukum) menjadi alasan pertama untuk mengklasifikasikan peristiwa yang semacam ini sebagai peristiwa perdata internasional. Perbedaan domisili/kewarganegaraan tersebut dapat dilihat jelas dari perjanjian jual beli yang ada antara penjual/eksportir dan pembeli/importir sebagai dasar dibukanya L/C untuk menyelesaikan transaksi ekspor impor mereka. Jadi dengan dibukanya L/C oleh importir untuk kepentingan beneficiary berarti dengan sendirinya telah terjadi peristiwa perdata internasional, karena pihak bank semata-mata berperan sebagai pihak yang dikuasakan dalam hal ini. Hukum Perdata Internasional baru bertugas bilamana pada suatu hubungan hukum perdata yang mengandung unsur asing terdapat titik taut. Dalam Hukum Perdata Internasional ada dikenal 2 (dua) titik taut, yaitu: 1. Titik taut primer (pembeda). Dalam L/C, perbedaan kewarganegaraan atau domisili dapat menjadi titik taut primer 3

Penerima (beneficiary) L/C disebut juga sebagai penjual. Istilah ini akan digunakan secara bergantian tergantung pokok bahasan. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 29/KEP/DIR tanggal 31 Desember 1996 menggunakan istilah penerima Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

2. Titik taut sekunder (penentu). Pilihan hukum kepada UCP yang berlaku mengatur untuk pembayaran internasional merupakan titik taut sekunder dalam L/C Begitu juga dengan hubungan hukum yang tersangkut dalam pembukaan L/C secara rinci dapat dijelaskan terdiri dari: 1. Hubungan hukum antara importir (pembeli) dan bank yang merupakan perjanjian lastgeving (pemberian kuasa) dan perjanjian melakukan beberapa macam pekerjaan. 2. Hubungan hukum antara penjual dan pembeli yang terdapat dalam sales contract (perjanjian jual beli) yang menjadi dasar dibukanya L/C 3. Hubungan hukum antara bank dan penjual yang dapat ditinjau dari 2 segi yaitu kredit yang revocable dan irrevocable

F. Metode Penulisan Dalam rangka menjawab permasalahan, mencapai tujuan dan menunjang kerangka teori, maka skripsi ini ditulis dengan meneliti kepustakaan hukum berkenaan dengan L/C yang berlaku di Indonesia dan secara internasional yang terutama terdiri dari: a) Pustaka hukum b) Jurnal hukum c) Peraturan perundang-undangan d) Surat-surat e) Dokumen-dokumen Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

f) L/C g) UCP 600 yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2007 h) Putusan pengadilan dari pengadilan Indonesia dan pengadilan luar negeri terutama pengadilan Amerika dan pengadilan Inggris Dengan demikian skripsi ini merupakan hasil penelitian normatif. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Penelitian ini bertitik tolak dari pendekatan kualitatif dilihat dari sudut pandang hukum bisnis normative khususnya dalam L/C b) Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan Pada masyarakat hukum Indonesia, Amerika, dan Inggris terdapat baik kebutuhan khusus masing-masing negara maupun kebutuhan universal ketiga negara. Dalam kaitannya dengan kebutuhan universal di bidang hukum L/C di ketiga negara telah melakukan penundukan sukarela kepada UCP sesuai dengan asas kebebasan berkontrak. Sementara untuk masalah-masalah L/C yang pelaksanaannya merupakan wewenang masing-masing negara diatur sesuai kebutuhan khusus masing-masing negara. Contoh kebutuhan khusus ini ialah pelaksanaan pembayaran L/C yang dikaitkan dengan fasilitas pembiayaan perbankan yang pengaturannya dapat berbeda dari suatu negara dengan negara yang lainnya. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk dapat mengetahui sebanyak mungkin pendapat dan atau konsep para ahli yang telah melakukan penelitian atau penulisan terlebih dahulu di bidang L/C. Sasaran utama yaitu hak dan kewajiban para pelaku L/C. Oleh karena L/C, pada dasarnya merupakan kontrak baku dan bank-bank umum berpedoman pada UCP dan peraturan Bank Indonesia ditambah kebijakan intern di Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

bidang penerimaan dan penerbitan L/C relatif sama di setiap bank umum untuk seluruh kantornya, maka dengan meneliti sejumlah L/C baik yang diterima bank-bank umum di Indonesia dari bank komersial luar negeri maupun yang diterbitkan bank-bank umum ke luar negeri, penelitian tersebut dianggap cukup. Penelitian L/C dilakukan untuk melihat klausul-klausul yang dimuat dalam masing-masing L/C dan kemudian dilakukan analisis untuk melihat dampak negatif dan positifnya

G. Sistematika Penulisan Sebelum penulis menguraikan tulisan dalam skripsi ini lebih lanjut maka penulis terlebih dahulu akan membuat suatu sistematika mengenai apa yang akan penulis uraikan secara panjang lebar pada bab berikutnya. Sistematika ini dimaksudkan untuk mengetahui secara garis besar akan isi skripsi ini. Pada penyusunan skripsi ini, penulis menguraikan pembagian skripsi dalam 5 bab, yang mana setiap bab nya terdiri dari beberapa sub bab. Adapun gambaran isi dari skripsi ini adalah sebagai berikut: 1) BAB I: Bab ini merupakan pendahuluan atau awal dari isi skripsi ini. Di dalamnya dikemukakan terlebih dahulu mengenai Latar belakang, permasalahan, tujuan pembahasan, manfaat pembahasan, kerangka teori, metode penulisan serta sistematika penulisan 2) BAB II: Bab ini merupakan isi dan penjelasan dari permasalah pertama dalam skripsi ini. Diantaranya secara berturut-turut dipaparkan mengenai pengertian perdagangan internasional, jenis transaksi perdagangan internasional, serta sistem pembayaran dalam transaksi perdagangan internasional

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

3) BAB III: Pada bab ini kita dapat melihat secara jelas mengenai pengaturan dan alas hukum serta berbagai macam kualifikasi yang menyangkut L/C. Hal yang dimaksud disini adalah pengertian serta dasar hukum dan funsi L/C, Jenis L/C, prosedur pembukaan L/C, dan juga pencarian L/C 4) BAB IV: Bab IV ini mengusung tema tentang Aspek hukum dalam pembayaran yang menggunakan L/C. Bisa diuraikan hal yang dimaksud disini merupakan penjelasan atas permasalah ketiga dalam skripsi ini.Hubungan hukum para pihak dalam L/C, Dokumen dalam pelaksanaan L/C, pilihan hukum dalam transaksi L/C, serta akibat hukum dari transaksi L/C merupakan isi dari bab ini 5) BAB V: Bab ini merupakan bagian pamungkas dari isi skripsi ini. Pada bab tersebut penulis mengemukakan kesimpulan dan saran yang didapat sewaktu penulis mengerjakan skripsi ini mulai dari awal hingga pada akhirnya. Demikianlah gambaran ini dari skripsi ini. Sebagai pelengkap skripsi ini, pada bagian terakhirnya akan penulis sertakan daftar kepustakaan dan lampiran yang dianggap perlu.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

BAB II PERDAGANGAN INTERNASIONAL

A. Pengertian perdagangan internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perekonomian suatu negara berhubungan dengan dan dipengaruhi oleh perekonomian negara lain. Hubungan ini meliputi transaksi ekonomi berupa perdagangan barang-barang, jasa-jasa dan sumber-sumber serta transaksi investasi penanaman modal dan transaksi finansial utang-piutang.

Dalam upayanya memberi batasan atau definisi perdagangan internasional, Rafiqul Islam menekankan keterkaitan erat antara perdagangan internasional dan hubungan keuangan (financial relations). Pada pokoknya, kebiasaan perdagangan internasional ini terdiri dari praktek-praktek dagang, kebiasaan atau standar yang dirumuskan oleh berbagai lembaga

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Internasional 4. Hubungan financial terkait erat dengan perdagangan internasional. Keterkaitan erat ini tampak karena hubungan-hubungan keuangan ini mendampingi transaksi perdagangan antara para pedagang (dengan pengecualian transaksi barter atau counter trade). Dengan adanya keterkaitan erat antara perdagangan internasional dan keuangan (international trade and finance law), Rafiqul Islam mendefinisikan hukum perdagangan dan keuangan sebagai suatu kumpulan aturan, prinsip, norma dan praktik yang menciptakan suatu pengaturan (regulatory regime) untuk transaksi-transaksi perdagangan transnasional dan sistem pembayarannya, yang memiliki dampak terhadap perilaku komersial lembaga lembaga perdagangan. Kegiatan-kegiatan komersial tersebut dapat dibagi ke dalam kegiatan komersial yang berada dalam ruang lingkup hukum perdata internasional atau conflict of law 5; perdagangan antar pemerintah atau antar negara yang diatur oleh hukum internasional publik 6. Dalam hal ini Rafiqul Islam memberi batasan perdagangan internasional sebagai : “……. A wide ranging, transnational, commercial exchange of goods and services between individual business persons, trading bodies and states.” Dari batasan tersebut tampak bahwa ruang lingkup hukum perdagangan internasional sangat luas. Karena ruang lingkup kajian bidang hukum ini sifatnya adalah lintas batas atau transnasional, konsekuensinya adalah terkaitnya lebih dari satu sistem hukum yang berbeda.

Hubungan-hubungan dagang yang sifatnya lintas batas dapat mencakup banyak jenisnya. Dari bentuknya yang sederhana, yaitu dari barter, jual beli barang atau komoditi (produk-produk pertanian, perkebunan, dan sejenisnya), hingga hubungan atau transaksi 4

Soedjono Dirdjosisworo. Pengantar ADITAMA.Bandung.2006 Halaman 72

Hukum

Dagang

Internasional.Penerbit

Refika

5

Sudargo Gautama. Hukum Perdata Internasional Indonesia. Buku keempat penerbit alumni. Bandung.1989 6 Soedjono Dirdjosisworo, SH., MM, op.cit halaman 68 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

dagang yang kompleks. Kompleksnya hubungan atau transaksi dagang internasional ini sedikit banyak disebabkan oleh adanya jasa teknologi (khususnya teknologi informasi). Sehingga, transaksi-transaksi dagang semakin berlangsung dengan cepat. Batas-batas negara bukan lagi halangan dalam bertransaksi. Bahkan dengan pesatnya teknologi, dewasa ini para pelaku dagang tidak perlu mengetahui atau mengenal siapa rekanan dagangnya yang berada jauh di belahan bumi lain. Tujuan perdagangan internasional yang dimaksud disini sebenarnya tidak berbeda dengan tujuan GATT 7 (General Agreement on Tariffs and Trade), yang termuat dalam pembukaannya. Adapun tujuan dari hukum perdagangan internasional adalah :

1. Untuk meningkatkan volume perdagangan dunia dengan menciptakan perdagangan yang menarik dan menguntungkan bagi pembangunan ekonomi semua Negara; 2. Meningkatkan standar hidup umat manusia; dan 3. Meningkatkan lapangan kerja; 4. Mengembangkan sistem perdagangan multilateral; 5. Meningkatkan pemanfaatan sumber-sumber kekayaan dunia dan meningkatkan produk dan transaksi jual beli barang.

B. Proses terjadinya transaksi perdagangan internasional

Hubungan-hubungan perdagangan internasional antar negara sudah ada sejak lama. Hubungan-hubungan ini sudah ada sejak adanya negara-negara dalam arti negara kebangsaan, yaitu bentuk-bentuk awal negara dalam arti modern. Perjuangan negara-

7

Simanjuntak, Djisman S. et al., GATT 1994 Peluang dan Tantangan-Dokumen dan analisis. Jakarta: TP, 14 Juni 1994 halaman 36

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

negara ini untuk memperoleh kemandirian dan pengawasan (kontrol) terhadap ekonomi internasional telah memaksa negara-negara ini untuk mengadakan hubungan-hubungan perdagangan yang mapan dengan negara-negara lainnya. Mereka menyadari bahwa perdagangan adalah satu-satunya cara untuk pembangunan ekonomi mereka. Seperti telah dikemukakan di awal tulisan ini, sejak dulu dan bahkan dewasa ini semakin banyak negara sadar bahwa kebijakan menutup diri sudah jauh-jauh ditinggalkan. Pendirian ini semakin mendorong negara untuk memperluas aktivitas perdagangannya. Cara pandang ini sedikit banyak dilatarbelakangi dan dipengaruhi oleh beberapa aliran atau teori ekonomi. Pada awal perkembangannya, terutama abad ke-15 dan ke-16, teori atau aliran yang mula lahir adalah teori merkantilisme. Para merkantilis berpendirian perdagangan internasional sebagai instrument kebijakan nasional. Mereka menekankan pentingnya ekspor sebesar-besarnya dan menekan impor serendah-rendahnya. Keuntungan dari selisih ekspor - impor merupakan keuntungan bagi negara (yang waktu itu diwujudkan dalam bentuk emas). Dalam kecenderungan ini pun peran perjanjian internasional menjadi semakin penting. Semakin pentingnya peran perjanjian-perjanjian di bidang ekonomi atau perdagangan ini pun telah melahirkan aturan-aturan yang mengatur perdagangan internasional di bidang barang, jasa dan penamaman modal di antara negara-negara. Ada pula yang menyatakan bahwa aturan-aturan perdagangan internasional juga pada analisis akhirnya akan menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. Manakala dua atau lebih negara berhubungan dan bertransaksi dagang dan mereka memperoleh keuntungan dari perdagangan tersebut, otomatis keadaan dunia menjadi sedikit banyak lebih baik. Artinya, situasi dan kondisi dunia akan semakin kondusif. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Dengan demikian secara terperinci maka hal hal yang menjadi faktor pendorong timbulnya perdagangan internasional 8 adalah sebagai berikut: 1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri 2. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara 3. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi 4. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut. 5. Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi. 6. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang. 7. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain. 8. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.

C. Jenis transaksi dalam perdagangan internasional

Seperti telah disinggung di muka dikatakan bahwa karena adanya berbagai macam perbedaan, yang terutama disebabkan faktor letak geografis yang berbeda dengan segala konsekuensi hukumnya, maka tentunya para pelaku transaksi perdagangan

8

Pakpahan, Normin S. Pembaharuan Hukum di Bidang Kegiatan Ekonomi-Makalah pada temu karya hukum perseroan. Jakrta 22-23 Januari 1991. Halaman 8 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

internasional perlu mengetahui terlebih dahulu apa saja jenis dari transaksi dalam perdagangan internasional. Jenis-jenis perdagangan dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang

a. Perdagangan mengumpulkan (produsen – tengkulak – pedagang besar – eksportir)

b. Perdagangan menyebarkan (importir – pedagang besar – pedagang menengah – konsumen) 2. Menurut jenis barang yang diperdagangkan

a. Perdagangan barang yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia. Contoh: (hasil pertanian, pertambangan, pabrik) b. Perdagangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rohani manusia. Contoh (kesenian, musik) c. Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek) 3. Menurut daerah, tempat perdagangan itu dilakukan a. Perdagangan dalam negeri b. Perdagangan internasional : perdagangan ekspor, perdagangan impor c. Perdagangan meneruskan (perdagangan transito)

D. Sistem pembayaran dalam transaksi perdagangan internasional

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Perkembangan evolusi yuridis dalam system pembayaran dari benda yang diperjualbelikan secara internasional, yaitu awalnya pembayaran barang dengan barang atau barter sampai dengan metode pembayaran dengan memakai uang, dan kemudian yang dikenalnya metoda pembayaran canggih yang terjadi saat ini, yaitu metoda pembayaran yang dapat memproteksi kepentingan kedua belah pihak, misalnya lewat pembayaran dengan system Letter of Credit (L/C) 9. Semua metode pembayaran tersebut secara yuridis sah asal sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Namun perlu diperhatikan bahwa terhadap beberapa bentuk pembayaran, terdapat pengaturan yuridis dalam sistem hukum lokal di negara tertentu. Adapun terhadap beberapa bentuk, bahkan terdapat konvensi internasional yang perlu diperhatikan oleh kedua belah pihak. Lebih jauh, bagaimana sistem pembayaran perdagangan internasional yang digunakan di negara kita. Di Indonesia, sistem pembayaran dalam perdagangan internasional merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1982 10 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu-lintas Devisa. Beberapa sistem tersebut adalah sebagai berikut: 1. Metode pembayaran terlebih dahulu (Advance) Dengan metode ini, yang dimaksudkan adalah suatu sistem pembayaran dimana pihak eksportir akan mengirim barang dagangannya setelah dia menerima pembayaran harga barang tersebut 11. Tentunya sistem pembayaran seperti ini sangat menguntungkan dan sangat aman bagi pihak eksportir (penjual) tetapi sangat tidak aman bagi pihak importir (pembeli). 9

Dr. Ramlam Ginting. Letter of Credit-Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis. Penerbit SALEMBA EMPAT.Jakarta .2000 halaman 35 10 ibid halaman 37 11 ibid halaman 38 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Sebab setelah uang diterima oleh pihak eksportir, berbagai kemungkinan atas barang objek jual beli dapat terjadi. Bisa jadi barang tersebut tidak sesuai dengan pesanan, hilang di tengah jalan, ataupun karena sesuatu dan lain hal bahkan barang tersebut tidak dikirim sama sekali oleh pihak eksportir. Karena itu metode pembayaran secara advance ini sangat jarang diikuti dalam praktek kecuali dalam hal seperti ini: a) Jika nama besar dan kejujuran pihak eksportir sudah dikenal di kalangan pedagang secara luas b) Jika ada hubungan khusus antara eksportir dengan importir, misalnya ada hubungan saudara, hubungan teman atau hubungan antara perusahaan yang terafiliasi dalam satu grup usaha c) Jika transaksi tersebut terhadap order barang-barang yang harganya relatif rendah. Misalnya pemesanan dengan surat atas pembelian buku, atau benda lainnya. 2. Metode pembayaran secara Open Account Metode pembayaran secara Open Account ini adalah sebagai kebalikan dari metode pembayaran terlebih dahulu (advance). Terhadap metode dengan Open Account tersebut, barang yang bersangkutan dikirim terlebih dahulu kepada importir berhubung adanya kemungkinan pembayaran yang tidak sesuai dengan perjanjian, kurang atau terlambat pembayaran, atau bahkan karena sesuatu dan lain hal, harga tidak dibayar sama sekali.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Sistem pembayaran secara open account ini sering dilakukan antara induk perusahaan dengan anak perusahaan atau dengan perusahaan yang terafiliasi, ataupun dilakukan jika terdapat good record dari pihak importer12. Salah satu variasi dari sistem pembayaran secara open account ini adalah jika barang dikirim secara rutin sedangkan pembayaran dilakukan secara periodik, misalnya dibayar tiap tiga bulan sekali. 3. Metode pembayaran berdasarkan konsinyasi Metode pembayaran berdasarkan konsinyasi ini merupakan suatu variasi lain dari sistem pembayaran dengan open account. Dalam sistem konsinyasi, pihak investor baru akan membayar harga setelah barang diterimanya.Hanya saja dalam hal ini , pihak importir menerima barang tersebut untuk kemudian menjual lagi kepada pihak ketiga. Kemudian setelah barang tersebut laku terjual kepada pihak ketiga dan telah dibayar harganya oleh pihak ketiga tersebut, baru kemudian harganya dipotong selisihnya, dikirim kepada pihak eksportir (penjual semula). Pembayaran secara konsinyasi kepada pihak eksportir (penjual semula) tersebut biasanya dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: a) Apakah dengan langsung mengirim harga kepada pihak eksportir setelah dipotong selisih harga untuk tiap jual beli b) Atau harga baru dibayar kepada eksportir dalam waktu tertentu setelah barang laku terjual kepada pihak ketiga.

12

Ramlan Ginting.loc.cit halaman 41

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

c) Ataupun jika jual beli dilakukan secara rutin, harga dibayar setelah pihak ketiga membayar harga, tetapi kepada eksportir (penjual semula) oleh importer dibayar harganya secara periodic. Berarti sekali bayar untuk beberapa pengiriman. 4. Metode pembayaran secara Documentary Collection Banyak juga transaksi dagang internasional yang melakukan pembayaran harga barang secara documentary collection, yaitu lewat penggunaan dokumen yang disebut bill of exchange. Dalam hal ini pihak importer harus membayar harga barang setelah shipping documents tiba di bank importer. Pembayaran harga barang tersebut dipertukarkan dengan shipping documents yang bersangkutan. Karena itu, tanpa pembayaran harga barang, shipping documents tidak akan diberikan oleh pihak bank. Dan tanpa shipping documents di tangannya pihak importer tidak dapat mengambil barang impor yang bersangkutan. Dalam praktek ada dua macam bills of exchange, yaitu clean bills dan documentary bills. Adapun yang dimaksud dengan clean bills adalah bill of exchange yang tidak memerlukan dokumen kepemilikan atas barang tersebut seperti bill of lading dan sebagainya. Sementara bentuk lain adalah apa yang disebut dengan documentary bills. Bentuk ini yang lebih lazim dipraktekkan. Dalam hal ini, satu bills of exchange haruslah diperkuat oleh dokumen-dokumen supportive lainnya, seperti dokumen kepemilikan barang, dan lain-lain. 5. Metode pembayaran secara Documentary Credit

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Untuk menjembatani kepentingan pihak eksportir agar barang dikirim setelah harga dibayar, sementara pihak importer punya kepentingan agar harga dibayar setelah barang diterima, maka dipakailah sistem pembayaran dengan Documentary Credit. Dalam hal ini suatu pembayaran dilakukan via bank sebagai perantara, tanpa terlebih dahulu menunggu tibanya barang atau tibanya dokumen. Kewajiban ini dilakukan dengan kewajiban dari pihak importer untuk membuka letter of credit (L/C) di bank di negara importir, untuk kemudian oleh bank tersebut diteruskan kepada bank di negara eksportir. Sistem pembayaran lewat L/C ini dewasa ini sudah diterima secara meluas di kalangan lalu lintas perdagangan internasional. Transaksi perdagangan internasional dengan sistem pembayaran yang meliputi beberapa metode akan memudahkan pelaksanaan dan bisnis internasional ini, karena masing-masing pihak tidak perlu lagi mengadakan pembicaraan secara tatap muka, melainkan hanya memilah metode yang mana.

BAB III LETTER OF CREDIT

A. Sejarah, pengertian, dan dasar hukum L/C Sejak kapan Letter of Credit sebagai sistem pembayaran dalam transaksi perdagangan mula-mula dipergunakan tidak dapat dinyatakan dengan pasti13. Meskipun demikian sudah dapat diduga bahwa cara pembayaran ini dalam salah satu bentuknya

13

Hartono Hadisoeprapto. Kredit berdokumen (Letter of Credit)-Cara Pembayaran Dalam Jual Beli Perniagaan. Penerbit Liberty Yogyakarta. 1997 halaman 23 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

telah dipergunakan orang pada masa ramainya perdagangan di Rom tatkala negara tersebut memegang peran penting dalam perdagangan dunia. Perkembangan bentuk yang sederhana sampai menjadi bentuk kredit yang modern dimulai kira-kira pada abad ke-17 dan di negara Inggris lah kredit dokumenter ini berkembang menjadi bentuknya seperti yang sekarang. Apa sebab bentuk kredit ini mengalami kemajuan pesat disana; hal ini disebabkan karena sebegitu jauh di negara tersebut tersedia kondisi-kondisi yang membantu berkembangnya kredit dokumenter itu. Sebelum tahun 1914 di London telah menguasai monopoli dalam bidang lalu lintas perdagangan luar negeri. Kota ini telah memiliki pula pasar uang dan modal yang telah maju dan sangat luas. Selain daripada itu para banker di London memiliki pengalaman-pengalaman yang luas dalam bidang pembiayaan internasional, sehingga mereka mendapatkan kepercayaan dari seluruh dunia. Posisi yang sedemikian baik ini telah mengakibatkan mata uang poundsterling dapat diterima di negara manapun dan menjadi valuta dunia. Akibat turutan lain daripadanya ialah pembiayaan dan pembayaran dari transaksi perdagangan antar negara baik antara Amerika utara dan Amerika selatan maupun antara negara di Eropa dapat diselesaikan dengan baik melalui London. Dengan pecahnya Perang Dunia I ternyata membawa akibat adanya perubahan keadaan secara radikal. Sebagai akibat dari penjualan senjata, Amerika Serikat telah mengalami jaman keemasannya dan segera dapat menarik sebagian besar dari lalu lintas keuangan dunia. Sebaliknya posisi London dalam perdagangan dunia semakin lama semakin kurang maju. Dengan diterimanya Federal Reserve Act pada tahun 1914 pasar diskonto di New York semakin berkembang dan akhirnya New York menjadi pusat keuangan dunia menggeser kedudukan London. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Kemudian dalam beberapa tahun berikutnya dunia pengangkutan barang-barang dalam perdagangan internasional mengalami perkembangan pesat sehubungan dengan kemajuan teknologi. Barang tidak lagi diangkut sebagai barang-barang yang terpisahpisah tetapi sudah dimasukkan ke dalam suatu container. Hal semacam itu menjadi pendorong untuk meninjau kembali Uniform Customs and Practice yang telah ada, sampai pada akhirnya pada tahun 1974 dengan Publication No. 290 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1975 International Chamber of Commerce berhasil mengadakan revisi. Setiap cabang ilmu, baik ilmu eksakta maupun ilmu social, memerlukan adanya definisi dengan maksud agar memudahkan pengertian untuk menangkap apa yang menjadi objek cabang ilmu tersebut. Demikian pula halnya dengan L/C yang merupakan salah satu segi dari cabang ilmu keuangan dan perbankan, oleh para ahli telah diberikan berbagai macam pengertian. Salah satu definisi sederhana yang diberikan oleh O’Halloran 14 mengatakan bahwa:“L/C is an instrument issued by a bank on behalf of one of its customers authorizing an account under certain condition stipulated in the credit”. Dalam definisi tersebut belum dijelaskan tentang siapa yang diberikan kuasa dan dalam bentuk tindakan apa kuasa itu diberikan. Bank Indonesia berpendapat bahwa inti dari L/C adalah janji pembayaran. Pembayaran L/C kepada penerima dapat dilakukan langsung oleh bank penerbit atau melalui bank lain sebagai kuasanya.

14

Soepriyo Andhibroto. Letter of Credit Dalam Teori dan Praktek. Penerbit Dahara Prize.Yogyakarta.1984 halaman 59 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Seterusnya Emmy Pangaribuan Simanjuntak 15 mengatakan: “ Sebenarnya pengertian L/C itu sendiri adalah suatu perintah membayar kepada seseorang atau beberapa orang yang dialamati untuk melakukan pembayaran sejumlah uang tertentu yang disebut dalam surat perintah itu kepada seorang tertentu. Biasanya yang memberi perintah itu adalah suatu bank dan yang dialamati adalah suatu bank juga”. Inti dari definisi Emmy Pangaribuan Simanjutak adalah bahwa L/C merupakan “surat perintah membayar”. Beliau melihat L/C sebagai perintah atau kuasa dari bank penerbit kepada bank pembayar. Berikutnya, Agoes Moerjono melihat hakikat L/C sebagai suatu perikatan. Berikutnya lagi, Amir M.S. penulis dan pelaku dagang mengatakan: “ Letter of Credit atau biasa disingkat L/C adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh suatu bank atas permintaan importer langganan bank tersebut yang ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi importir tersebut, yang memberikan Hak kepada eksportir itu untuk menarik wesel-wesel atas importir bersangkutan untuk sejumlah uang yang disebutkan dalam surat itu”. Pada umumnya L/C digunakan untuk membiayai kontrak penjualan barang jarak jauh antara pembeli dan penjual yang belum saling mengenal dengan baik. Dengan kata lain, L/C digunakan untuk membiayai transaksi perdagangan internasional. Tetapi, L/C bukan merupakan garansi atau surat berharga yang dapat dipindahtangankan. Sementara, UCP mengatakan bahwa L/C adalah janji dari bank penerbit untuk melakukan pembayaran atau memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada penerima atas penyerahan dokumen-dokumen. Inti dari pengertian L/C menurut UCP ialah bahwa L/C merupakan “janji pembayaran”. Bank penerbit melakukan pembayaran kepada penerima baik langsung ataupun melalui bank lain adalah atas instruksi pemohon yang berjanji membayar kembali kepada bank penerbit. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982 merupakan dasar hukum L/C di Indonesia. Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982 yang secara 15

Ramlan Ginting. op.cit halaman 53

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

rinci mengatur L/C belum ada. Sesuai dengan kenyataan bahwa dalam praktik perbankan Indonesia telah digunakan UCP sebagai ketentuan L/C sejak tahun 1970 an, maka Bank Indonesia mendukung keberadaan praktik tersebut. Bank Indonesia mendukung UCP dijadikan sebagai ketentuan L/C. Bank Indonesia melihat bahwa rasa aman tercipta jika L/C tunduk pada ketentuan UCP. Namun demikian, menurut Herbet A. Getz, seorang sarjana berkebangsaan Amerika, mengatakan bahwa UCP tidak memiliki kekuatan hukum mengikat (force of law). UCP bukan produk hukum legislatif. UCP juga bukan merupakan produk hukum yudikatif. UCP merupakan kompilasi kebiasaan dan praktik internasional mengenai L/C. Tetapi UCP diberlakukan secara sukarela di lebih 160 negara. Oleh karena itu C.F.G Sunaryati Hartono berpendapat bahwa UCP dapat dikatakan merupakan hukum kebiasaan yang berlaku secara internasional. Bank Indonesia dalam Surat Edaran No. 26/34 tanggal 17 Desember 1993 16 mengatur bahwa L/C diterbitkan bank devisa (bank umum) boleh tunduk atau tidak pada ketentuan UCP. Bank Indonesia secara yuridis formal memberikan kebebasan kepada Bank Devisa di Indonesia untuk menentukan sikap. Isi Surat Edaran Bank Indonesia tersebut dilatarbelakangi status UCP yang bukan sebagai produk hukum yang memiliki kekuatan hukum mengikat. Jika Bank Indonesia dalam Surat Edaran tersebut secara eksplisit mengharuskan L/C yang diterbitkan bank umum tunduk pada UCP, ini berarti Bank Indonesia menjadikan UCP bagian dari hukum nasional dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Bank Indonesia tidak menghendaki

16

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani. Transaksi Bisnis Internasional-Seri Hukum Bisnis.Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.2006 halaman 80 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

hal ini. Namun demikian, secara implisit Bank Indonesia mendukung agar L/C yang diterbitkan bank umum tunduk pada UCP.

Dasar hukum dari suatu L/C adalah klausula dalam kontrak jual beli yang menundukkan diri kepada Uniform Customs and Practices for Documentary Credit (disingkat UCP), hukum setempat (di Indonesia termasuk peraturan di bidang perbankan), dan kebiasaan dalam perdagangan (trade usage). International Chamber of Commerce (ICC) pada tahun 1933 telah menyeragamkan L/C dengan terbentuknya Uniform Customs and Practices for Documentary Credir (UCP).

UCP pertama diterbitkan pada tahun 1933 dengan brosur Nomor 82. Selanjutnya UCP pertama itu mengalami revisi-revisi agar memenuhi kebutuhan bisnis internasional yang terus berkembang. Revisi pertama terjadi pada tahun 1951, kedua pada tahun 1962, ketiga pada tahun 1972, keempat pada tahun 1983 yang dikenal dengan nama UCP 400, dan kelima atau terakhir pada tahun 1993 dengan terbitan Nomor 500 sehingga lebih populer dengan sebutan UCP 500.

Secara umum materi pokok Sales Contract berisi hal-hal berikut ini.

1. Nama Penjual (Seller) 2. Nama Pembeli (Buyer) 3. Barang yang diperjualbelikan dengan spesifikasi tertentu (berat, ukuran, kualitas, packing, dll.) 4. Harga 5. Ketentuan Penjualan (Commercial Terms) Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

a. FOB (Free on Board) b. C & F (Cost and Freight) c. CIF (Cost Insurance & Freight) 6. Pelabuhan Asal 7. Pelabuhan Tujuan 8. Transportasi Pengalihan diperbolehkan/dilarang (Transhipment: Allowed/ Prohibited) 9. Pengiriman Barang 10. Ketentuan Pembayaran a. L/C : Letter of Credit b. D/P : Document Againts Payment c. D/A : Document Againts Acceptance 11. Sertifikat-sertifikat a. COO (Certificate of Origin) b. Export License 12. Dan lain-lain yang dianggap perlu.

B. Jenis L/C L/C berdasarkan fungsi, terdiri dari 2 (dua) klasifikasi yaitu L/C sebagai alat pembayaran dan L/C sebagai alat penjaminan. Sebagai alat pembayaran, L/C memberikan rasa aman kepada pihak terjamin. L/C sebagai alat pembayaran dapat dilaksanakan jika semua dokumen yang diminta L/C telah dipenuhi penerima. Sebaliknya

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

L/C sebagai alat penjaminan dapat dilaksanakan jika pelaksanaan kontrak dasar yang dijamin L/C tidak dapat dilakukan pihak terjamin.

1. L/C sebagai alat pembayaran L/C dalam UCP L/C sebagai alat pembayaran diatur oleh UCP tetapi pada umumnya pengaturannya tidak rinci. Oleh karena itu pengaturan UCP tersebut harus dipadukan dengan konsepsi yang berkembang dalam transaksi perbankan internasional baik berasal dari rumusan para pakar L/C, putusan pengadilan mengenai L/C maupun kebiasaan dan praktik L/C.

a. Revocable L/C Revocable L/C, menurut UCP adalah L/C yang dapat diubah atau dibatalkan oleh bank penerbit setiap saat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada penerima. Akan tetapi, menurut UCP bank penerbit harus melakukan pembayaran kembali kepada Bank yang ditunjuk telah melakukan pembayaran L/C kepada penerima atas dasar dokumendokumen yang diajukan sesuai dengan persyaratan L/C, dan tidak menerima pemberitahuan perubahan dan pembatalan pembayaran L/C sebelum dilakukan pembayaran yang dimaksud. Penyelesaian pembayaran L/C tersebut dapat dilakukan dengan cara pembayaran unjuk, akseptasi, negosiasi, dan pembayaran kemudian. Kasus Revocable L/C di Bali Pengusaha garmen (penjual) di Bali menerima L/C yang dapat diubah atau dibatalkan dari pembeli di Jerman untuk pembelian pakaian dengan jumlah yang relatif Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

besar yang desainnya ditentukan sendiri oleh pembeli 17. Desain pakaian yang dibuat oleh pembeli belum pernah dibuat oleh pengusaha garmen di Bali. Pengusaha garmen kemudian melakukan pengadaan sejumlah pakaian sesuai dengan permintaan pembeli dalam L/C. Akan tetapi, sebelum pengapalan barang dilakukan oleh penjual, L/C yang bersangkutan dibatalkan oleh penerbit di Jerman secara sepihak atas permintaan pembeli; sementara, penjual di Bali telah melakukan pengadaan barang sampai batas mendekati selesai. Demi mencegah risiko kerugian yang besar pada penjual, penjual dan pembeli melakukan negosiasi harga kembali dan hasilnya dengan terpaksa penjual harus menyetujui untuk memberikan potongan harga kepada pembeli. Kasus diatas 18 terjadi karena keterbatasan pengetahuan pengusaha terutama pengusaha kecil mengenai L/C. Penjual di Bali tidak mengetahui kalau revocable L/C dapat dibatalkan secara sepihak oleh pembeli melalui bank penerbit di Jerman. Penjual lebih banyak mengandalkan rasa percaya terhadap pembeli yang sebelumnya datang ke Bali sebagai turis dan telah berkenalan dengan pengusaha garmen yang dimaksud. Dampak negatif keterbatasan pengetahuan tersebut ialah bahwa penjual harus memberikan potongan harga kepada pembeli, dan sebenarnya hal inilah terutama yang dikehendaki oleh pembeli yang mengetahui dengan baik seluk-beluk L/C b. Irrevocable L/C UCP hanya menyebutkan istilah irrevocable L/C tanpa memberikan uraian lebih jauh. Namun demikian, karena irrevocable L/C merupakan lawan dari revocable L/C,

17

Rajagukguk Erman, “Keputusan Pengadilan Mengenai Beberapa Masalah Arbitrase”. Makalah seminar pada Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta 28 Maret 2000 halaman 12 18 ibid halaman 65 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

maka pengertian irrevocable L/C secara implisit dapat dimengerti. irrevocable L/C adalah L/C yang perubahan atau pembatalannya harus dengan persetujuan penerima. Jika bank penerbit memberikan kuasa kepada bank lain untuk memberikan konfirmasi terhadap L/C yang diterbitkannya, maka konfirmasi tersebut merupakan janji pasti dari bank lain (bank pengkonfirmasi) dimaksud sebagai tambahan terhadap janji pasti dari bank penerbit untuk membayar L/C sepanjang dokumen yang diajukan sesuai dengan persyaratan L/C. Putusan Pengadilan Inggris Dalam kasus Hamzeh Malaz & Sons Vs. British Imex Industries Ltd,pemohon (penggugat), perusahaan Jordan, menandatangani kontrak penjualan dengan penerima (tergugat), perusahaan Inggris, untuk membeli sejumlah reinforced steel rods. Barang ini dikirim kepada pemohon dalam 2 L/C yang dikonfirmasi, masing-masing untuk setiap kali pengiriman. Kedua L/C tersebut diterbitkan oleh Midland Bank, London dan dikonfirmasi oleh bank pengkonfirmasi. L/C yang pertama diterbitkan telah direalisasi berdasarkan pengiriman barang yang pertama pula. Sengketa terjadi terhadap L/C yang kedua. Pemohon mengklaim bahwa pengiriman barang yang pertama tidak sesuai dengan kualitas barang dalam kontrak penjualan dan meminta pengadilan mengeluarkan putusan sela yang melarang penerima untuk menarik wesel guna menarik pembayaran L/C yang kedua. Pengadilan menolak untuk mengeluarkan putusan sela karena pengadilan tidak mau melakukan intervensi atas kelaziman praktik L/C.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Dalam kasus ini hakim Inggris telah bertindak sesuai dengan makna Irrevocable L/C yang diatur UCP. Larangan penarikan wesel dalam rangka implementasi irrevocable L/C hanya dapat dilakukan jika penerima menyetujuinya.

c. Sight Payment L/C Sight Payment L/C adalah L/C yang pembayarannya dilakukan secara tunai. UCP tidak menguraikan lebih jauh mengenai jenis L/C ini. Jika bank penerbit menerbitkan sight payment L/C, maka bank penerus diinstruksikan untuk melakukan pembayaran atau mengatur pembayaran kepada penerima pada saat pengajuan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan L/C. Pembayaran L/C semacam ini dinamakan pembayaran berdasarkan dokumen-dokumen. Jika wesel untuk ditarik dalam rangka sight payment L/C, maka fungsi wesel hanya sebagai tanda terima pembayaran

d. Acceptance L/C Acceptance L/C adalah L/C 19 yang pembayarannya secara berjangka. L/C yang dibayar pada saat pembayaran jatuh tempo, tidak pada saat pengajuan dokumendokumen. UCP tidak memuat uraian lebih lanjut mengenai cara pembayaran dengan akseptasi. Dalam acceptance L/C, akseptasi dilakukan atas wesel berjangka yang ditarik oleh penerima. Akseptasi atas wesel berjangka berarti jaminan pembayaran pada saat jatuh tempo. Wesel berjangka yang sudah diaksep bersifat dapat dipindahtangankan.

19

Amir MS: Teknik Perdagangan Luar Negeri, cetakan ke IV, Penerbit BAHTERA KARYA AKSARA. 1983 halaman 81-83 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Melalui akseptasi penerima dapat memperoleh janji tanpa syarat (Unconditional commitment) dari bank untuk membayar pada saat wesel berjangka jatuh tempo. Terhadap wesel berjangka yang sudah diaksep dapat dijual kepada bank dengan cara diskonto. Di Indonesia, bank yang mendiskonto wesel berjangka berdasarkan transaksi ekspor dapat menerbitkan wesel bank untuk dijual secara diskonto juga kepada Bank Indonesia. Selain itu, bank yang mendiskonto tagihan ekspor yang akan datang berdasarkan kontrak penjualan atau pesanan pembelian atau L/C dalam rangka ekspor juga dapat menerbitkan wesel bank untuk dijual secara diskonto kepada Bank Indonesia. Penjualan ke Bank Indonesia secara diskonto ini tidak berlaku lagi sejak berlakunya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

e. Negotiation L/C Negotiation L/C adalah L/C yang pembayarannya dengan cara membeli wesel atau dokumen yang diajukan penerima. Jika negosiasi dilakukan oleh bank penerbit atau bank pengkonfirmasi selalu tanpa disertai hak regres terhadap penerima, sedangkan negosiasi oleh bank lainnya selalu dengan hak regres. Negosiasi dapat dilakukan atas wesel unjuk dan wesel berjangka. Tujuan negosiasi adalah untuk memberikan kesempatan kepada bank untuk menegosiasi wesel dan dokumen dari penerima dan kemudian mengajukannya kepada bank penerbit untuk memperoleh pembayaran sesuai dengan persyaratan L/C. Penerima, dapat pembayaran segera dan bank penegosiasi dijanjikan untuk memperoleh pembayaran dari bank penerbit sepanjang diajukan dokumen sesuai dengan persyaratan L/C. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

f. Deferred payment L/C Deferred payment L/C adalah L/C yang pembayarannya dilakukan di kemudian hari. UCP tidak memuat pengaturan lebih jauh mengenai pembayaran di kemudian hari. Dalam L/C jenis ini tidak termasuk wesel sebagai dokumen yang diajukan dalam rangka pembayaran L/C. Penerima merasa aman akan mendapat pembayaran pada waktu yang ditentukan karena ada jaminan dari bank penerbit. Namun, jika pemohon harus menerima barang, pemohon harus memperoleh dokumen dari bank penerbit.

g. Confirmed L/C Confirmed L/C 20 diatur dalam UCP. Jika L/C dikonfirmasi oleh bank pengkonfirmasi maka tanggung jawab pengkonfirmasi sama dengan tanggung jawab bank penerbit. Bank pengkonfirmasi yang mengkonfirmasi L/C, menjamin kewajiban bank penerbit dengan menyatakan komitmennya sendiri untuk membayar L/C. Bank pengkonfirmasi tidak dapat menarik diri dari kewajibannya kepada penerima. Bank pengkonfirmasi dan bank penerbit sama-sama memberikan kepastian pembayaran dalam L/C. Dalam confirmed L/C tercipta kepastian pembayaran ganda. Dengan perumusan lain, konfirmasi atas irrevocable L/C merupakan janji pasti dari bank pengkonfirmasi sebagai tambahan terhadap janji pasti dari bank penerbit 21. Dalam confirmed L/C, bank pengkonfirmasi tidak memiliki hak regres terhadap penerima, walaupun cara pembayaran L/C atas dasar negosiasi. Bank pengkonfirmasi

20 21

Amir MS op.cit halaman 74 UCP 600, Artikel 9 b

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

baru memiliki hak regres jika bank pengkonfirmasi melakukan pembayaran kepada penerima dengan under reserve atau dengan penandatanganan letter of indemnity oleh penerima. Pembayaran dengan under reserve dilakukan terhadap dokumen yang memuat discrepancy. Bank pengkonfirmasi yang melakukan pembayaran atas dokumen yang discrepancy berdasarkan kondisi under reserve berhak menagih kembali nilai yang dibayarkannya kepada penerima jika bank

pengkonfirmasi tidak

memperoleh

pembayaran kembali dari bank penerbit atau reimbursing bank. Pembayaran dengan menandatangani letter of indemnity sama dengan pembayaran dengan kondisi under reserve. Bedanya, letter of indemnity ditujukan kepada nasabah inti. Pada letter of indemnity nasabah menandatangani pernyataan bersedia membayar kembali kepada bank pengkonfirmasi, sedangkan pada under reserve, janji membayar kembali pada dasarnya dilakukan secara lisan saja.

h. Transferable L/C UCP mengatur lebih rinci L/C yang dapat dialihkan (Transferable L/C). UCP mengatur bahwa L/C dapat dialihkan oleh penerima kepada pemasok melalui perantaraan bank jika bank penerbit menyatakan demikian dalam L/C. Pengalihan ini hanya dapat dilakukan satu kali proses kecuali L/C menentukan sebaliknya. Pengalihan dapat dilakukan terhadap sebagian atau keseluruhan L/C dan dapat dialihkan kepada satu atau lebih pemasok 22.

22

UCP 600, artikel 48

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Nilai L/C yang dialihkan pada dasarnya lebih rendah dari nilai L/C yang semula diterima dari bank penerbit. Selisih nilai ini merupakan keuntungan penerima. Penerima akan menerima pembayaran L/C dari bank penerbit lebih besar dari pembayaran yang akan dibayarkan penerima kepada pemasok melalui bank pengalih.

i. Assignment L/C UCP mengatur Assignment L/C yaitu L/C yang membolehkan pengalihan hasil pembayaran atas L/C kepada pihak lain atas permintaan penerima. Terlepas dari L/C merupakan transferable L/C atau bukan, hak atas pembayaran L/C dapat diserahkan kepada pihak lain sesuai dengan hukum yang berlaku.

L/C di luar UCP Selain jenis L/C sebagai alat pembayaran yang diatur dalam UCP tersebut, terdapat juga beberapa jenis L/C yang berkembang dalam praktik tdan tidak diatur dalam UCP. Adapun jenis L/C yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Back to back L/C Transaksi L/C anak (back to back L/C) melibatkan satu L/C sebagai pelindung atau pengamanan untuk L/C yang lain yang dinamakan L/C anak. Kedua L/C tersebut berdasarkan hukum L/C masing-masing berdiri sendiri, tetapi persyaratannya sama kecuali untuk nilai L/C dan tanggal jatuh tempo L/C. L/C sebagai jaminan yang disebut juga L/C induk (master) nilainya relatif lebih besar disbanding nilai L/C anak. Dan, tanggal jatuh tempo L/C induk lebih lama dibanding tanggal jatuh tempo L/C anak.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Selisih nilai antara L/C anak dan L/C induk merupakan keuntungan penerima L/C induk. Sementara, tanggal jatuh tempo L/C induk lebih lama dibanding tanggal jatuh tempo L/C anak dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada penerima L/C induk untuk mengganti faktur dan wesel yang diterima dari penerima L/C anak untuk disesuaikan dengan nilai L/C induk. L/C anak lahir karena penerima dari L/C induk tidak memiliki barang yang diminta L/C induk oleh karena itu harus menerbitkan kepada pemasok L/C anak dengan perlindungan dari L/C induk tersebut. Sebagai pemohon terhadap L/C anak, penerima berkewajiban mereimburs bank penerbit dari L/C anak yang telah melakukan reimburse L/C anak kepada bank pembayar. Reimburse ini wajib dilakukan oleh penerima terlepas apakah penerima sudah dibayar atau belum berdasarkan L/C induk.

b. Red Clause L/C Red Clause L/C adalah L/C yang dibayar di muka. Di dalam jenis L/C ini dimuat suatu klausul yang secara tradisional dicetak dengan “warna merah” yang isinya memungkinkan penerima menarik pembayaran L/C di muka sebelum dilakukan pengiriman barang. Penarikan di muka tersebut dapat terhadap seluruh nilai atau terhadap sebagian nilai L/C. Fasilitas pembayaran di muka diberikan kepada penerima tanpa disertai dengan pengajuan dokumen kepada bank pembayar pada saat menerima pembayaran di muka. Dokumen yang dipersyaratkan diproses dan disampaikan kepada bank pembayar sama halnya dengan dalam L/C pada umumnya. Dokumen-dokumen diajukan kepada bank pembayar setelah dilakukan pengiriman barang oleh penerima. Informasi yang diperlukan Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

dari penerima pada saat penerimaan pembayaran di muka oleh penerima adalah bukti keberadaan, produksi dan penyimpanan barang yang akan dikapalkan, yang merupakan dokumen yang berbeda dengan bukti pengiriman barang yang merupakan dokumen yang diajukan dalam rangka pembayaran L/C pada umumnya.

c. Revolving L/C Revolving L/C 23 merupakan L/C yang dipakai berulang-ulang oleh penerima dalam jumlah tertentu selama jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam L/C yang bersangkutan tanpa perlu menerbitkan L/C yang baru atau melakukan perubahan L/C yang bersangkutan. Revolving L/C diterbitkan kepada penerima untuk kegiatan bisnis yang berkesinambungan dengan pemohon. Segera setelah dilakukan pembayaran kembali atas penarikan L/C, nilai L/C kembali tersedia kepada penerima sebesar nilai semula. Revolving L/C dapat bersifat kumulatif atau non kumulatif. Revolving L/C yang berlaku selama periode tertentu dan mengcover semua wesel dari seluruh transaksi bersifat revocable agar dapat dibatalkan sewaktu-waktu oleh bank penerbit jika wesel yang telah dinegosiasi tidak dibayar kembali oleh pemohon.

2. L/C sebagai alat penjaminan a. Standby L/C L/C sebagai alat penjaminan dinamakan Standby L/C. Standby L/C harus memuat persyaratan minimal yaitu bersifat tidak dapat diubah atau dibatalkan, keterikatan bank

23

ibid hal 57

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

penerbit untuk membayar atas pengajuan keterangan atau pernyataan yang menyatakan wanprestasi, tanggal jatuh tempo masa berlaku dan pernyataan tunduk pada UCP. Boris Kozolchyk mengatakan standby L/C dibayar atas dasar pengajuan dokumen yang menyatakan adanya wanprestasi atas transaksi dasar. Sebagai jaminan pembayaran atas dasar pengajuan dokumen yang dipersyaratkan beserta wesel atau permintaan pembayaran, Standby L/C dapat mencakup setiap kewajiban apa saja. Standby L/C dilaksanakan dalam hal terjadi wanprestasi berupa pemohon gagal melaksanakan atau melaksanakan tidak sebagaimana mesti kewajiban terhadap penerima dalam kontrak dasar. Standby L/C mengambil alih bentuk hukum dari L/C dan sama-sama tunduk pada ketentuan dasar yang sama, yaitu UCP. Namun sejak tanggal 1 Januari 1999 Bemby dapat juga tunduk pada International Standby Practises (ISP 98) yang juga diterbitkan oleh ICC. Ketentuan-ketentuan lainnya dalam UCP hanya berlaku terhadap L/C, tidak terhadap Standby L/C. Hal ini disebabkan Standby L/C berlaku untuk transaksi jasa, sedangkan L/C pada dasarnya berlaku untuk transaksi penjualan barang.

b. Demand Guarantee Demand Guarantee adalah jaminan yang dibayar berdasarkan pengajuan dokumen-dokumen tertentu kepada bank. Demand Guarantee adalah jaminan tanpa syarat. Demand Guarantee digunakan untuk menjamin kewajiban penerima dan pemohon. Pembayaran Demand Guarantee tidak tergantung pada kemampuan penerima

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

untuk menentukan wanprestasi atas kontrak dasar, tetapi pembayaran dilakukan atas dasar pengajuan klaim dilengkapi persyaratan formal dari Demand Guarantee itu sendiri. Demand Guarantee secara hukum terpisah dari kontrak dasar. Tetapi keterpisahan ini tidak berarti mencegah Demand Guarantee untuk mengidentifikasi kontrak dasar dalam perumusannya karena Demand Guarantee diterbitkan oleh kaitannya dengan kontrak dasar tersebut. Referensi demikian harus tidak mengikat Demand Guarantee atas persyaratan kontrak dasar dan juga tidak membatasi sifat keterpisahan Demand Guarantee terhadap kontak dasar.

c. Demand Guarantee di Indonesia Kepres No. 16 Tahun 1994 tanggal 22 Maret 199424 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara mengenal Demand Guarantee, tapi tidak mengaturnya secara substansial. Dalam Lampiran Kepres No. 16 tahun 1994 diatur bahwa peserta pelelangan (umum atau terbatas) harus menyerahkan surat jaminan penawaran (Bid Bond) dari bank umum atau perusahaan asuransi kerugian sebesar 1 % sampai dengan 3 % dari perkiraan harga penawaran. Jika peserta berkedudukan di luar negeri, diserahkan Surat Jaminan Penawaran dari bank devisa di Bank Indonesia. Surat jaminan penawaran tersebut segera dikembalikan apabila pihak yang bersangkutan tidak menjadi pemenang dalam pelelangan. Surat Jaminan Penawaran menjadi milik negara jika peserta mengundurkan diri setelah memasukkan dokumen penawarannya dalam kotak pelelangan.

24

Lihat Kepres No. 16 Tahun 1994 tanggal 22 Maret 1994.Arsip Nasional R.I .November 1994

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

d. Accessory Guarantee Accessory Guarantee, disebut demikian karena jaminan tersebut melekat terhadap kontrak dasar atau transaksi dasar yang dijaminnya. Accessory Guarantee adalah ciptaan hukum nasional. Accessory Guarantee ini merupakan jaminan yang bukan sebagai janji pembayaran langsung tetapi sebagai jaminan untuk mengambil aloh dan membebaskan kewajiban pihak lainnya dalam hal terjadi wanprestasi. Accessory Guarantee agak kurang digunakan dalam transaksi internasional tetapi secara komersial punya peranan yang berarti di banyak negara dalam melakukan transaksi domestik. Dalam Accessory Guarantee pihak yang mengajukan klaim pada umumnya harus membuktikan fakta hutang yang dijamin dan jumlahnya, dan penjamin dapat menggunakan segala macam sanggahan yang tersedia terhadap pihak yang dijamin tersebut. Pembuktian fakta hutang adalah berupa pengajuan dokumen seperti putusan hakim atau penetapan pengadilan untuk kepentingan penerima, surat keterangan dari pihak ketiga yang netral bahwa utang telah jatuh tempo untuk dibayarkan kepada penerima, atau semata-mata surat pernyataan dari penerima bahwa pihak lain telah wanprestasi.

e. Garansi Bank di Indonesia Demand Guarantee dinamakan juga International Bank Guarantee. Standby L/C berfungsi sama dengan Demand Guarantee. Keduanya berlaku secara internasional dan dapat digunakan menjamin pembayaran atau menjamin pelaksanaan suatu prestasi. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Accessory Guarantee sejalan dengan Garansi bank yang dikenal di Indonesia, tetapi berbeda dengan Demand Guarantee dan Standby L/C Garansi bank, yang berlaku domestic, dibayar dalam hal terjadi wanprestasi atas transakssi dasar yang dibuktikan oleh penerima. Sampai disini garansi Bank sama dengan Accessory Guarantee yang berlaku secara internasional. Pembayaran garansi bank dan Accesssory Guarantee kadang-kadang dilakukan setelah ada penyerahan putusan pengadilan atau putusan lembaga arbitrase. Ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata hanya mengatur masalah-masalah penanggulangan secara umum, terutama mengenai akibat hukum yang timbul secara umum, terutama mengenai akibat hukum yang timbul karena penanggungan utang, sedangkan ketentuan mengenai syarat-syarat yang harus dimuat dalam garansi bank tidak diatur secara lengkap.

C. Prosedur pembukaan L/C Persiapan yang harus ada untuk terbitnya L/C adalah kesepakatan antara Seller (penjual) dan Buyer (pembeli) untuk membuat dan menandatangani sebuah sales contract (kontrak penjualan). Yang mendasari terbitnya sebuah L/C adalah kontrak jual beli atau sales contract yang sudah disepakati bersama dan kemudian disahkan dengan penandatanganan oleh masing-masing pihak antara penjual dan pembeli. Kontrak penjualan tersebut biasanya mencantumkan pula bagaimana barang tersebut akan dikirim: apakah melalui darat, laut atau udara; dan pihak mana yang akan menutup asuransi. Kredit berdokumen juga dikeluarkan untuk proyek-proyek konstruksi internasional jangka panjang dan proyek-proyek investasi.Pasal 4 UCP memberlakukan kredit Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

berdokumen ini terhadap bukan saja untuk barang tetapi juga terhadap jasa dan bentukbentuk lainnya (services and/or other performances), meskipun untuk hal-hal yang terakhir ini lebih banyak digunakan Standby L/C atau Bank Garansi.L/C sendiri adalah dokumen kontrak. Namun demikian, kedudukan L/C sebagai suatu kontrak dan kontrak jual belinya sifatnya adalah terpisah atau independen.Sifat independen L/C tampak pada aplikasi L/C dan realisasi pembayaran L/C. Dalam aplikasi L/C, bank penerbit (issuing bank) tidak meminta atau mensyaratkan diperlihatkannya kontrak penjualan dari pemohon (buyer atau pembeli). Dalam realisasi pembayaran L/C, bank hanya memeriksa apakah dokumen-dokumen yang dipersyaratkan (Menurut Van Houtte, dengan tidak adanya hubungan antara kontrak penjualan atau jual beli dengan L/C, seorang nasabah (penjual) tidak dapat meminta bank penerbit untuk tidak melakukan pembayaran dengan alas an bahwa barang yang dikirim kepadanya tidak sesuai dengan kontrak). L/C telah terpenuhi. Hal inilah yang disebut juga sebagai prinsip otonomi dari L/C.Pasal 3 UCP 600 25 menegaskan sifat independen ini: "Credits, by their nature, are separate transactions from the sales or other contract(s) on which they may be based and banks are in no way concerned with or bound by such contract(s), even if any reference whatsoever to such contract(s) is included in the Credit. Consequently, the undertaking of a bank to pay, accept and pay Draft(s) or negotiate and/or to fulfill any other obligation under the Credit, is not subject to claims or defences by the Applicant resulting from his relationships with the issuing bank or the beneficiary.".

25

Lihat ICC, The New Standard Documentary Credit Forms for the UCP 600. Tahun 2007

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Guna mengetahui lebih lanjut lagi mengenai proses dan tatacara pembukaan L/C ini, ada baiknya penulis memaparkan terlebih dahulu pihak-pihak yang terlibat dalam L/C ini yaitu sebagai berikut: a. Pembeli Pihak ini mengadakan transaksi jual beli dengan pihak penjual atau eksportir, mengajukan permohonan pembukaan L/C untuk melaksanakan pembayarannya kepada Bank Devisa atas nama penjual atau eksportir setelah memenuhi ketentuan yang berlaku.

b. Bank pembuka L/C Bank pembuka L/C ini dalam bahasa asingnya dikenal dengan opening bank atau The Issuing Bank. Bank ini melakukan pembukaan kredit setelah adanya permohonan pengajuan pembukaan L/C dari pemohon kredit yaitu pembeli.

c. Bank penerus L/C Setelah Opening Bank membuka L/C, maka bank tersebut meneruskannya kepada kantor cabang atau salah satu dari koresponden banknya di Negara eksportir. Bank penerus ini sering disebut dengan The Advising Bank atau juga disebut dengan Negotiating Bank apabila The Advising Bank ini dikuasakan untuk membeli wesel-wesel yang ditarik oleh eksportir atas L/C tersebut.

d. Pihak penjual Pihak penjual merupakan pihak untuk mana suatu permintaan pembukaan L/C dibuka bagi pelaksanaan pembayaran transaksi yang telah terjadi antara ia (pihak penjual Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

dengan pihak pembeli). Biasanya pihak penjual disini disebut juga dengan eksportir atau beneficiary yang menerima L/C.

e. Bank pembayar L/C atau Paying Bank Bank pembayar L/C yaitu pihak bank yang disebutkan dalam L/C dimana diterbitkan wesel dan yang melakukan pembayaran kepada pihak penjual apabila dokumen yang disyaratkan telah dipenuhi.

f. Confirming Bank Confirming Bank yaitu bank kedua selain bank pembuka atau issuing bank yang ikut serta menjamin pembayaran L/C atau menjamin adanya pembayaran wesel yang diterbitkan atas L/C yang bersangkutan g. Negotiating Bank Negotiating Bank adalah bank yang tidak tercantum dalam L/C yang menyanggupi untuk membeli dan mengambil alih atau menegosiasi wesel yang diterbitkan oleh pihak penjual. Pembayaran ini segera dilakukan terhadap penjual disertai hak regres kepada penerbit wesel, kecuali apabila negotiating bank merupakan issuing bank atau confirming bank h. Remitting Bank Remitting Bank ialah pihak bank yang meneruskan dokumen dari penjual kepada issuing bank. Pihak remitting bank dapat dilakukan oleh advising bank, negotiating bank atau paying bank i. Reimbursing Bank Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Reimbursing Bank 26 adalah bank yang melakukan penggantian atas pembayaran terhadap bank yang melakukan pembayaran atau membayar, mengakseptasi atau menegosiasi wesel atas L/C. Dapat bertindak sebagai Reimbursing bank ialah issuing bank atau bank lain yang mendapat kuasa dari issuing bank untuk melakukan reimbursement Sesuai dengan prinsip tersebut langkah pertama dalam proses pembukaan suatu L/C adalah pembeli harus mengisi, melengkapi dan menandatangani beberapa formulir yang telah disediakan oleh bank, yang antara lain berisi suatu permohonan dari pembeli kepada bank untuk membuka suatu L/C untuk kepentingan penjual. Salah satu formulir yang berhubungan dengan pembukaan tersebut, yang biasanya disebut syarat-syarat untuk pembukaan L/C adalah sebagai berikut: •

Adanya janji dari pembeli untuk membayar kembali kepada bank bilamana bank melakukan pembayaran lebih dahulu atas dokumen-dokumen yang diserahkan



Persyaratan bahwa pembeli akan memberikan dokumen-dokumen sebagai dasar hak atas barang kepada bank sebagai jaminan Langkah selanjutnya setelah formulir permohonan pembukaan L/C beserta

formulir lainnya diisi dan ditandatangani oleh pembeli dan disetujui oleh pihak bank, kemudian bank berkewajiban menerbitkan L/C dengan dilengkapi syarat yang tercantum dalam formulir permohonan tersebut dan mengirimkannya kepada beneficiary langsung atau melalui bank koresponden atau cabangnya.

26

Soepriyo Andhibroto op.cit

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Menurut ketentuan yang dimuat dalam Guide to Documentary Credit Operations yang diterbitkan oleh International Chamber of Commerce menyebutkan bahwa suatu credit application harus memuat setidak-tidaknya 16 items yaitu:  Nama lengkap dan benar serta alamat penjual  Jumlah kredit  Jenis kredit  Apakah kredit itu berlaku dengan sight payment, deferred payment, acceptance payment atau negotiation.  Atas pihak siapa drafts, jika ada harus ditarik  Uraian singkat dari barang-barang termasuk perincian dan harga satuan jika ada  Apakah freight akan dibayar atau tidak  Perincian dokumen yang diminta  Tempat pengiriman, pengangkutan atau pelabuhan muat barang dan pelabuhan tujuan  Apakah pemindahan barang dari kapal satu ke kapal lain dilarang atau tidak.  Apakah pengapalan sebagian dilarang atau tidak  Tanggal pengapalan atau pengiriman terakhir  Jangka waktu setelah tanggal penerbitan dokumen pengangkutan lain yang harus diserahkan untuk menerima pembayaran, akseptasi atau negosiasi  Tanggal dan tempat kadaluwarsa L/C  Apakah kredit itu akan dipindahtangankan kepada seseorang atau tidak  Bagaimana kredit itu akan diberitahukan dengan surat atau teletransmisi Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

D. Pencairan L/C Setelah diketahui tentang pihak-pihak yang terdapat terlibat dalam suatu hubungan hukum L/C, maka sekarang perlu kiranya diketahui pula tentang bagaimana L/C itu harus diterbitkan sampai dengan pembayarannya kepada beneficiary. Untuk itu akan dikemukakan tahapan-tahapan dari proses tata cara pembayaran dengan L/C. Pertama, yaitu tahap penerbitan L/C yang dimulai dengan adanya perjanjian jual beli antara penjual dan pembeli, dimana disepakati bahwa pembayaran akan dilakukan dengan L/C. Oleh karena itu tindak selanjutnya ialah pembeli atau importir mengajukan permohonan kepada bank untuk membukakan credit dengan disertai perintah untuk membayarkan kepada penjual atau eksportir. Sehingga dengan demikian importir disebut sebagai pembuka L/C (opener), pihak bank disebut sebagai bank pembuka (issuing bank) dan eksportir disebut beneficiary. Selanjutnya setelah bank menerima perintah dari importir lalu meminya kepada bank koresponden, yaitu bank di negara eksportir agar memberitahukan kepada eksportir bahwa telah dibukakan kredit untuk pembayaran jual beli itu. Bank yang mempunyai kewajiban untuk memberitahukan itu disebut Advising Bank. Kedua yaitu tahap presentasi atau pengunjukan dokumen. Dalam tahap ini setelah beneficiary menerima pemberitahuan dari advising bank, maka ia segera akan melakukan pengiriman barang yang telah diperjanjikan dalam tenggang yang ditetapkan. Lalu beneficiary menyampaikan dokumen tersebut kepada atau issuing bank.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Ketiga, tahap pembayaran setelah issuing bank menerima dokumen-dokumen 27 dari advising bank, lalu mengadakan penelitian terhadap dokumen tersebut. Apabila telah sesuai dengan apa yang disyaratkan dalam L/C barulah ia melakukan pembayaran. Caracara pembayaran yang dimaksud diantaranya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Penyelesaian pembayaran dengan pembayaran tunai (sight payment) Untuk memperoleh pembayaran atas barang yang telah dikapalkan, pihak penjual menyerahkan dokumen yang diminta dalam L/C kepada bank pembayar yang telah dikuasakan untuk melakukan pembayaran sesuai dengan ketentuan UCP yang diantara lain berbunyi: “ all credits must nominate the bank (nominated bank which is authorized to pay (paying bank)”. Setelah bank melakukan pemeriksaan atas dokumen tersebut dan ternyata memenuhi semua syarat serta kondisi L/C, maka bank segera melakukan pembayaran kepada beneficiary dan kemudian mengirimkan dokumen tersebut kepada issuing bank. Atas pembayaran yang telah dilakukan itu paying bank akan memperoleh reimbursement dari issuing bank menurut cara yang telah disepakati sebelumnya. Penyelesaian

pembayaran

dengan

tunai

ini

pelaksanaannya

ada

yang

menggunakan draft dan ada yang tidak, hal ini tergantung pada syarat yang disebutkan dalam L/C. Dalam praktik penyelesaian pembayaran dengan sight payment ini kebanyakan dilaksanakan tanpa menggunakan draft, jadi seakan-akan bank pembayar dikuasakan untuk membeli dokumen-dokumen itu

27

Sianipar, SE. J.T. “Peranan dan Aspek Hukum Surat-Surat Berharga”.Paper yang disampaikan dalam seminar “Duta Legal” tanggal 19-22 April 1992 di Jakarta halaman 17

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

2. Penyelesaian pembayaran dengan pembayaran bertangguh (deffered payment) Salah satu bentuk penyelesaian pembayaran atas L/C yang tidak menggunakan draft adalah penyelesaian dengan pembayaran bertangguh (deffered payment). Sesungguhnya timbulnya jenis penyelesaian pembayaran ini pada dasarnya adalah berkaitan dengan pemberian fasilitas pembayaran bertangguh oleh penjual kepada pembeli yang realisasinya dituangkan dalam suatu klausula yang disebutkan dalam L/C, misalnya: “Credit available with any bank by deffered payment at 180 days after B/L date”.

Jika penyerahan dokumen telah sesuai dengan syarat serta kondisi L/C, beneficiary akan menerima surat pernyataan tertulis dari bank yang akan melakukan pembayaran pada tanggal jatuh waktu. Oleh karena bank telah membuat pernyataan tersebut, tindakan ini dapat dianggap sebagai pengganti akseptasi seperti halnya jika L/C menetapkan penggunaan usance draft. Sesuai dengan ketentuan bahwa pembayaran akan dilakukan pada tanggal jatuh waktu, beneficiary harus menunggu sampai tanggal tersebut. Namun demikian apabila ia membutuhkan dana sebelum tanggal pembayaran tiba, hal ini dimungkinkan dengan cara yang hampir sama dengan discounting pada banker’s acceptance. Sesungguhnya pelaksanaan discounting yang berlaku dalam deffered payment secara hukum berbeda penerapannya dibanding dengan bank accepted draft. Apabila bank melakukan pembayaran kepada penjual sebelum tanggal jatuh waktu sesungguhnya bank membeli tagihan penjual itu, jadi bank tersebut tidak dilindungi sebagai investor yang membeli suatu accepted draft. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

3. Penyelesaian pembayaran dengan akseptasi. Seperti halnya dengan deffered payment, timbulnya jenis penyelesaian pembayaran ini karena penjual dapat menyetujui atau memberikan fasilitas pembayaran berjangka kepada pembeli. Perbedaannya ialah dalam penyelesaian pembayaran dengan akseptasi ini dilakukan dengan menggunakan wesel berjangka.

Untuk memperoleh fasilitas pembayaran ini kepada penjual tetap diwajibkan menyerahkan dokumen-dokumen yang disyaratkan disertai dengan draft yang ditarik pada bank yang disebutkan dalam L/C dengan tenor atau usance yang telah ditetapkan misalnya: “Credit available with Bank Central Asia Medan branch by acceptance against the documents detailed herein and beneficiary’s draft 90 days after date of shipment on Chemical Bank New York” Setelah dokumen tersebut diperiksa dan jika ternyata memenuhi syarat serta kondisi yang ditetapkan dalam L/C, bank kemudian mengaksep wesel itu dan mengembalikannya kepada penjual. Tindakan bank memberikan akseptasi tersebut tentunya telah mendapatkan kuasa dari pihak issuing bank sesuai dengan ketentuan dalam UCP yang antara lain berbunyi:” All credits must nominated the bank (nominated bank) which is authorized….to accept draft (accepting bank)” 28. Dengan mengaksep wesel tersebut berarti accepting bank telah menyatakan komitmennya untuk membayar nilai wesel pada jatuh waktunya. Akan tetapi apabila

28

Lihat artikel 12 UCP 600

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

pihak beneficiary menghendaki untuk menerima pembayaran sebelum waktunya ia dapat melakukan discounting pada banknya atau pada pasar uang lokal. Langkah selanjutnya setelah memberikan akseptasi pihak accepting bank kemudian mengirimkan dokumen kepada issuing bank dan memberitahukan bahwa ia telah mengaksep wesel dan bahwa pada tanggal jatuh waktu yang telah ditetapkan akan melakukan pembayaran. Atas pembayaran yang telah dilakukannya itu accepting bank akan memperoleh reimbursement dari issuing bank menurut cara yang telah disetujui sebelumnya.

4. Penyelesaian pembayaran dengan negosiasi (negotiation) Untuk memperoleh pembayaran atas barang yang telah dikapalkan, pihak penjual menyerahkan kepada bank tempat L/C itu berlaku suatu bukti pengapalan barang dan dokumen yang ditetapkan dalam L/C disertai sight draft yang ditarik yang disebutkan dalam L/C yang bersangkutan. Setelah bank melakukan pemeriksaan dokumen dan ternyata memenuhi syarat yang ada di dalam L/C, maka bank tersebut dapat mengambil alih (menegosiasi) draft itu atas dasar kuasa dari pihak issuing bank sesuai dengan ketentuan dalam UCP yang antara lain berbunyi: “all credits must nominated the bank (nominated bank) which is authorized….to negotiate (negotiating bank), unless the credit allows negotiation by any bank (negotiating bank)”. Langkah selanjutnya setelah menegosiasi draft itu, negotiating bank kemudian mengirimkan dokumen beserta draft kepada issuing bank, sedang reimbursement akan diperoleh menurut cara yang telah disetujui sebelumnya. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Perlu dikemukakan disini bahwa apabila sedang bernegosiasi dilakukan oleh issuing bank atau confirming bank maka akan berlaku klausa “without recourse to the seller”. Sedang apabila oleh selain bank tersebut berlaku “with recourse to the seller”

BAB IV ASPEK HUKUM DALAM PEMBAYARAN YANG MENGGUNAKAN L/C

A. Hubungan hukum para pihak dalam L/C

1. Hubungan Hukum Pemohon dan Penerima Dalam bentuknya yang paling sederhana, di dalam pembukaan kredit itu terdapat 3 (tiga) pihak yaitu: pembeli, penjual, dan bank 29. Kontrak dasar yang mendasari penerbitan L/C ialah kontrak penjualan. Kontrak Penjualan memuat hak dan kewajiban pembeli (yang dalam UCP menjadi pemohon) dan penjual (yang dalam UCP menjadi penerima).Klausul cara pembayaran dalam kontrak penjualan harus dituangkan menjadi

29

Emmy Pangaribuan S, S.H. Prof. “Pembukaan Kredit Berdokumen (Documentary Credit Opening)”, cetakan II, Penerbit Seksi Hukum Dagang, Fakultas Hukum UGM 1987 halaman 16 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

L/C. L/C diterbitkan karena kontrak penjualan harus mengatur demikian. L/C diterbitkan bank penerbit atas permintaan pemohon sesuai dengan kontrak penjualan. Bank penerbit atau bank penerus bukan para pihak dalam kontak penjualan walaupun nama kedua bank ini dimuat dalam kontrak penjualan. Para pihak dalaam kontrak

penjualan adalah pembeli daan penjual. Sengketa mengenai barang yang

menjadi subyek konterk penjualan harus diselesaikan antara pembeli dan penjual dengan merujuk pada kontrak penjualan. L/C yang

diterbitkan atas dasar kontrak penjualan, menuruut hukum L/C

merupakan kontrak yang terpisah dari kontrak penjualan 30. Sengketa kontrak penjualan tidak boleh dikaitkan dengan L/C. L/C adalah L/C. kontrak penjualan adalah kontrak penjualan. Pemisahan prinsip pemisahan kontrak atau prinsip independensi L/C. Dalam pelaksanaannya

kadang-kadang terjadai intervensi atas prinsip pemisahan kontrak

tersebut. Sengketa mengenai barang yang merupakan subyek kontrak penjualan diikuti dengan penangguhan pembayaran yang merupakan subyek. Dalam kasus PT. Star Impactama Indah Melawan Lucky- Goldstar Jakarta Reprensetatif Office,

31

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membenarkan keberadaan

intervensi kontrak penjualan terhadap L/C. Sengketa atas barang diikuti dengan penanggunahaan L/C.

Putusan Pengadilan Inggris

30 31

Dr. Ramlan Ginting S.H, LL.M op cit Putusan Sela Nomor: 207/Pdt.G/1994/PN.Jak.Sel

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Sebaliknya, dalam kasus Hamzeh Malas & Sons v.s British Imex Industries Ltd, Hakim memutuskan bahwa kontrak penjualan terpisah dari L/C, sehingga sengketa mengenai babrang tidak boleh menyebabkan dilakukannya penangguhan pembayara atas L/C. dalam kasus ini hakim berpendapat bahwa penerbitan Confirmed L/C merupakan persetujuan antara bank dan penjual yang membebankan pada bank kewajiban mutlak (absolute obligation) untuk membayar terlepas daru ada atau tidak sengketa antara pihak berkenaan dengan barang yang diperjanjikan dalam kontrak penjualan. Sistem perdagangan yang rinci telah diciptakan atas landasan bahwa konfirmasi bank atas L/C adalah merupakan karakter tersendiridan pengadilan salah satu mencampurinya. Putusan pengadilan Inggris dalam kasus Hamzeh malas telah sejalan dengan prinsip pemisahan kontrak yang dimuat daklam artikel 3 UCP 600. Sebaliknya, putuysan pengadilan Indonesia belum sejalan dengan artikel 3 UCP tersebut. Dampak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bagi posisi perbankan Indonesia sngat krusial yaitu pada satu sisi, sesuai UCP bank penerbit di Indonesia berkewajiban melaksakan pembayaran L/C kepada penerima melalui bank pembayar sepanjang semua dokumen yang diajukan penerima telah sesuai dengan persyaratan L/C. pada sisi lain bank – penerbit di Indonesia berkewajiban pula mematuhi putusan pengadialn Indonesia. Pertanyaannya, bagaimana bank penerbit harus bersikap? UCP dan putusan pengadilan wajib diikuti bank penerbit tetapi, keduanya bertentangan dalam pengaturan. Dari segi hukum nasional, bankm penerbit berhak menangguhkan pembayaran sesuai dengan putusan pengadilan,

tetapi dari segi hukum kebiasaan internasional, bank

penerbit berkewajiban mematuhi UCP. Kenyataan seperti

dihadapi beberapa bank

penerbit di Indonesia. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

2. Hubungan Hukum Pemohon dan Bank Penerbit Hubungan hukum antara pemohon dan bank penerbit didasarkan pada kontrak yang dinamakan permintaan penerbitan L/C. Permintaan penerbitan L/C diperlukan dalam rangka merealisasi cara pembayaran sebagaimana diatur dalam kkontrak penjualan. Jika bank penerbit setuju untuk melaksanakan permintan pemohon,maka bank penerbit menerbitkan L/C. L/C dengan demikian diterbitkan berdasarkan permintaan penerbitan L/C. permintaan penerbitan L/C dan kontrak penjualan juga terpisah satu sama lain. Putusan Pengadilan Inggris Dalam kasus United City Merchants (Invetsment) Ltd. Vs Royal Bank of Canada, hakim mengatakan : “ the contract between the buyer and the issuing bank under which the latter agrees to issue the credit and either itself or throug a confirming bank to notify to the seller and to make paymenst to or the seller (or to pay, accept or to of stipulated documenst: and the buyer agrees ton reimburse the reimbursement the stipulated documents, if they include a document of title such as a bill of lading, constitute a security available to the issuing bank.” Dalam kasus ini, kontrak antara pemohon yaitu United City Merchants ( Investments) Ltd. Dan bank penerbit yaitu Royal Bank of Canada merupakan dasar hubungan diantara keduanya. Kontrak ini adalah permintaan penerbitan L/C. Kontrak hanya mengikat pemohon dan bank penerbit. Inti dari kontrak tersebut, bank penerbit berjanji membayar kembali sebesar nilai L/C kepada bank penerbit. Selain itu, pemohon juga berkewajiban membayar biaya penerbitan L/C kepada bank penerbit.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Permintaan penerbit L/C terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu format permintaan penerbitan L/C dan perjanjian jaminan ganti kerugian ( Security Agreement ) . perjanjian jaminan ganti kerugian di Indonesia dan dinegara lain ditetapkan oleh masing-masing bank penerbit secara sepihak. Artinya, jika pemohon dapat menyetujuainya, pemohon tinggal membubuhkan tanda tangan perjanjian tersebut dan jika pemohon ingin menambahkan ketentuan tambahan, maka hal tersebut terlebih dahulu disetujui oleh bank penerbit. Perjanjian jaminan ganti kerugian memuat hak dan kewajiban pemohon dan bank penerbit secara relaatif rinci. Sementara, format permintaaan penewrbitan L/C di Indonesia ditetapkan oleh Bank Indonesia Sehingga keberadaannya seragam pada semua bank penerbit. Namun, terhitung sejak tanggal 4 juni 1996 Bank Indonesia 32 memberi kebebasan kepadan semua bank divisa untuk menambahkan klausul-klausul lainnya sesuai kebutuhan bank penerbit dan pemohon, diperluas.

33

sehingga materi cakupan format permintaan penerbitan L/C dapat

Format permintaan penerbitan L/C berisi hak dan kewajiban pemohon dan

bank penerbit yan melengkapi hak dan kewajiban pemohon dan bank penerbit sebagaimana dimuat dalam perjanjian jaminan ganti kerugian. Bank penerbit menerbitkan L/C kepada penerima tidak boleh menyimpang dari permintaan Penerbitan L/C. jika penerbit melakukan penimpngan, maka bank penerbit bertanggung jawab akan dampak negatif (resiko) yang mungkin timbul dari tindakannya. Pemohon hanya bertanggung jawab sebatas isi permintaan penerbitan L/C. pemohon berhak menolak pembayaran kembali kepada bank penerbit terhadap L/C yang

32 33

Bank Indonesia, Himpunan Ketentuan prosedur Lalu Lintas Devisa (HKPLLD). Jakarta. 1997 Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/1/ULN tanggal 17 April 1985

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

diterbitkan bank tersebut yang menyimpang dari permintaan penerbitan L/C. sikap ini sejalan dengan Trust Theory yang mengatakan bahwa dana pemohon yang dibayarkan langsung kepada bak penerbit merpakan dana khusus yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai pembayaran kepada pemegang wesel apakah penerima atau bank pengaksep yang telah melakukan pembayaran L/C kepada penerima. Bank Penerbit berfungsi sebagai trusstee. Dana pemohon tersebut sudah pasti hanya boleh digunakan oleh bank penerbit sepanjang bank penerbit bertindak sesuai dengan isi permintaan penerbitan L/C yang telah disepakati antara pemohon dan bank penerbit. Apabila bank penerbit bertindak diluar kesepakatan sehingga merugikan pemohon 34,maka pembayaran yang telah dilakukan oleh bank penerbit kepada penerima baik lansung melalui kuasanya menjadi tanggung jawab bank penerbit tidk boleh dibebankan kepada pemohon. Permintaan penerbitan L/C diatur oleh hukum nasional masing-masing negara yang dalam hal-hal tertentu dapat berada dari satu negara terhaadap negara lainnya. Akan tetapi,hakikat permintaan penerbitan sama secara internasional yaitu bank penerbitan menerbitkan L/C karena pemohon berjanji membayar kembali nilai L/C kepada bank penerbit yangmelakukan pembayaran baik langsung maupun melalui bank yang ditunjuk kepada penerima. UCP yang mengatur hubungan hukum antara pemohon dan bank penerbit pada dasarnya terbatas pada peleksanaan prosedur yang meliputi instruksi penerbitan

34

Soeprijo Andhibroto. Tata laksana Ekspor Impor Indonesia. Semarang: penerbit UP.ASRI 1989 halaman 63 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Dan perubahan L/C. instruksi penerbitan L/C yang tidak jelas atau tidak lengkap, gangguan “ dalam penyampaian instruksi dan “gangguan “dalam pelaksanaan instruksi. 35

Selain UCP , hak dan keajiban pemohon dan bank penerbit dalam rangka pelaksanaan

prosedur juga didasarkan pada hukm kebiasaan internasional. Hukum kebiasaan internasional diperlukan karena tidak semua masalah-masalah hukum dari transaksi L/C diatur Dalam UCP.

3. Hubungan Hukum Bank Penerbit dan Penerima Hubungan hukum antara bank penerbit dan penerima lahir atas dasar L/C yang diterbitkan bank penerbit yang disetujui penerima. Persetujuan penerima terhadap L/C diwujudkan melalui pengajuan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan L/C kepada bank penerbit. Tetapi, penerima tidak berkewajiban untuk menyetujui L/C disetujui oleh penerima, maka L/C diterbitkan oleh bank penerbit. Sebelum L/C disetujui oleh penerima, maka L/C merupakan kontrak sepihak bank penerbit yang tidak mengikat penerima. L/C diterbitkan atas dasr permintaan penerbitan L/C, tetapi kedua kontrak ini terpisah satu sama lain. Hak dan kewajiban bank penerbit dan penerima diatur dalam UCP sepanjang L/C tunduk kepada UCP 36. Namun, walaupun L/C tunduk pada UCP tidak berarti bahwa semua ketentuan UCP harus berlaku bagi L/C tersebut. L/C dapat memuat klauusulklausul tersendiri terlep[as dari ada atau tidak pengaturannya dalam UCP. Dalam hal klausul- klausul tersebut bertentangan dengan ketentuan UCP,maka yang berlaku adalah 35

UCP 600, Artikel 5, 12, 16, dan 18 Adolf Huala dan A Chandrawulan. “Masalah-Masalah Hkum dalam Perdagangan Internasional” Jakarta . PT Raja Grafindo Persada.1995 36

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

klausul-klausul tersebut 37. Namun, dalam hal klausul-klausul tersebut tidak diatur dalam UCP maka dengan sedirinya klususul-klausul tersebut berlaku bagi L/C. pengaturan klausul-klausul demikian dalam L/C sesuai dengan asas kebiasaan berkontrak yang dikenal secara internasional. Hak dan kewajiban bank penerbit dan penerima terutama berkanan dengan masalah-masalah L/C yang tidak diatur dalam UCP dan L/C tunduk pada hukum nasional. Penentuan hukum nasional tersebut dilakukan atas dasar klausul pilihan hukum dalam L/C atau berdasarkan teori penentuan hukum nasional yang berlaku bagi L/C tunduk atau tidak pada UCP dan hukum nasional, hakikat dri L/C adalah “janji pembayaran” dari bank penerbit kepada penerima. Bank penerbit melakukan pembayaran kepada penerima sepanjang ia mengajukan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan L/C. Hal ini Agency Theory dan Seller’s Offer Theory. Menurut Agency Theory, dalam kontrak penjualan terdapat kuasa secara tersirat dari penjual kepada pembel untuk melakukan pembayaran sesuai dengan ketentuan pembayaran dalam kontrak penjualan. Sehubungan dengan itu, pembeli yang mengupayakan penerbitan L/C untuki kepentingan penjual dapat dianggap sebagai agen penjual. L/C tetrsebut merupakan tambahan terhadap kontrakpenjualan atas dasar mana bank berjanji untuk membayar harga penjualan kepada penjual sepanjang penjual menyerahkan document of title dari barang yang bersangkutan. Sementara menurut Seller’s offer Theory, penjual, dengan mengatur dalam kontrak penjualan ketentuan L/C yang tidak dapat dibatalkan menawarkan untuk menyerahkan document of title atas baarang kepada bank pembayar yang membayar wesel penjual. 37

ibid halaman 127

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Selama

realisasi

pembayaran

L/C

berjalan

lancar,maka

tidak

perlu

diprmasalahkan referensi hukum dari L/C yang bersangkutan. Akan tetapi, jika terjadi kebalikannya maka referensi hukum tersebut merupakan sarana pemecahannya. 4. Hubungan Hukum Bank Penerbit dan Bank Penerus Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus didasarkan pada instruksi bank penerbit kepada bank penerus yang disetujui bank penerus. Bank penerbit memberi instruksi kepada bank penerima dan bank penerus untuk meneruskan L/C 38. Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus “ hubungan keagenan” dimana bank penerbit bertindak sebagai prinsipal dan bank penerus sebagai agen. Hak dan kewajiban kedua bank ini diatur dalam instruksi bak penerbit yang dimuat dalam L/C. Selain itu, hak dan kewajiban kedua bank juga diatur dalam UCP. UCP mengatur hak dan kewajiban bank penerbit dan bank penerus dalam melakukan penerusan dan perubahan L/C kepada penerima. Bank penerus tidak berkewajiban melakukan pembayaran, negoisasi,atau akseptasi wesel penerima. Tanggung jawab bank penerbit dan bank pengkorfirmasi terhadap pembayaran L/C sama yaitu pembayaran dapat dimintakan kepada salah satu dari kedua bank ini. Jika pengkorfirmasi tidak bersedia melakukan pembayaran L/C dengan alasan-alasan tertentu, maka bank penerbit tetap berkewajiban menggantinya dan demikian sebaliknya. Pembayaran yang dilakukan pengkorfirmasi wajib dibayar kembali oleh bank penerbit atau bank reimburs (reimbursing bank ) yang ditunjuk bank penerbit kartena bank pengkorfirmasi adalah agen dari bank penerbit. Putusan Pengadilan Amerika 38

Letter of Credit Dalam Bisnis Ekspor Impor. Jakarta. PT Pustaka Binaman Pressindo, 1995

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Dalam kasus Banco De Vizcaya S.A. First National Bank, hakim memutus bahw apakah bank penerus sebagai bank pengkorfirmasi atau bukan ditentukan oleh maksud bank penerbit dan penerima. Maksud bank penerbit tersebut pada dasarnya ditegaskan dalam L/C yang diterbitkannya. Sementara, maksaud penerima kepada bank penerus untuk bertindak sebagai bank pengkorfirmasi. Konfirmasi yang demikian ini jika disetujui oleh

bank

penerus

lazim dinamakan

“konfirmasi diam-diam”(Silent

corfirmation). Artinya, konfirmasi diberikan oleh bank pengkorfirmasi diluar persyaratan L/C. dengan lain perkataan, konfirmasi diam-diam diperjanjikan antara bank pengkorfirmasi dan penerima tanpa sepengetahuan bank penerbit. Bank penerus berdasarkan permintaan

bank penerbit dalam L/C, dapat pula

berfungsi sebagai bank penegoisasi (negotiating bank). Dalam kapasitasnya sebagai bank penegoisasi bank ini berkewajiban melakukan penelitian ats dokumen-dokumen yang diajukan dan melakukan pembayaran dengan cara membeli negoisasi) dokumendokumen tersebut jka tidak ada penyimpangan. Bank penegoisasi melakukan pembelian dokumen-dokemen denggan hak regres tetrhadap penerima, tetapi, sebagai bank penegoisasi

bank ini turut menjamin pembayaran L/C sebagaimana halnya bank

pengkorfirmasi. Bank penegoisasi berhak melakukan pembelian dokumen –dokumken L/C atau menolaknya. Kemudian , bank penerus dalam L/C dapat juga diminta oleh bank penerbit untuk bertindak sebagai bank pembayar, (paying bank). Sebagai bank pembayar, bank ini melakukan pembayaran kepada penerima yang mengajukan dokumen-dokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C. bank pembayar melakukan pembayaran tanpa hak regres terhadap penerima atas beban rekening valuta asing bank penerbit yang ada pada bank Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

pembayar atau atas pembayaran kembali dari bank penerbit atau atas beban rekening bank penerbit pada bank pereimburs yang ditunjuk bank penerbit. Selanjutnya, bank penerus di dalam L/C dapat juga diminta oleh bank penerbit melakukan fungsi sebagai bank pengaksep (accepting bank). Sebagai bank pengaksep, bank ini diminta melakukan akseptasi atas wesel berjangka yang diajukan penerima dan melakukan pembayaran atas wesel berjangka tersebut kepada penerima atau pemegang yang sah (bonafide holder ) pada saat pembayaran jatuh tempo. Bank pengaksep meminta pembayaran kembali dari bank penerbit atau bank perimburs. Bank yang diberi kuasa oleh bank penerbit menjadi bank penerus tidak harus sekaligus menjadi bank pengkorfirmasi , bank pembayar, bank penegoisasi, atau bank pengaksep. Artinya, bank penerus dapat berfungsi murni hanya sebagai bank penerus atau bank lain untuk melakukan pembayaran, negoisasi atau akseptasi kontrak

yang mengikat (binding contract) terhadap

bank penerbit

merupakan sepanjang

persyaratan dipenuhi. Bank penerbit dapat juga berfungsi sebagai bak pembayar, bank penegoisasi , atau bank pengaksep. Dalam hal bank penerbit berfungsi demikian, hal ini dapat berarti bahwa bank penerbit tidak memberi kuasa kepada bank lain untuk menjalankan fungsi sebagai bank pembayar, bank penegoisasi atau bank pengaksep. Hal sebaliknya dapat juga terjadi dalam arti bank lain yang diberi kuasa oleh bank penerbit tidak bersedia menjadi bank pembayar, bank penegoisasi , atau bank pengaksep. Dalam hal ini , bank penerbit akan melakukan fungsi tersebut. Akan tetapi, bank penerbit tidak berfungsi sebagai bank pengkonfirmasi karena konfirmasi

dari bankn pengkonirmasi

merupakan “janji pembayaran” dari bank

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

penerbit. Namun, jaminan pembayaran dan janji pembayaran ini terpisah satu sama lain, tetapi hakikat keduanya sama yaitu realisasi pembayaran L/C. kewajiban utama dari bank pengkonfirmasi sama dengan kewajiban utama dari bank penerbit yaitu merealisasi pembayaran L/C. akan tetapi, kedua kewajiban tersebut harus dilihat secara sendiri – sendiri. Jaminan pembayarn dan janji pembayaran dalam pelaksanaan L/C sama kwalitasnya dalam hari pembayaran L/C dapat dimintakan oleh penerima atas dasar jaminan pembayaran dari bank pengkorfirmasi atau atas dasar janji pembayaran dari bank penerbit. Penerima boleh pilih salah satu. Namun dalam praktek, penerima merealisasi

pembayaran L/C pada bank pengkonfirmasi. Hal ini terjadi karena pada

umumnya antara penerima dan bank pengkonfirmasi berada dalam satu kota atau satu negara. Realisasi L/C dalam kondisi demikian lebih efektif dari pada realisasi L/C oleh bank penerbit, bank pengkonfirmasi juga dapat berfungsi sebagai bank pembayar, bank penegoisasi, atau bank pengaksep.

5. Hubungan Hukum Bank Penerus dan Penerima Hubungan hukum antara bank penerus dan penerima tergantung dari fungsi yang dilakukan oleh bank penerus sesuai dengan persyaratan L/C 39. bank penerus dapat

39

Amir M.S. Seluk “Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri”. Jakarta:PT Pustaka Binaman Pressindo, 1996 halaman 42 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

berfungsi sebagai bank penerus semata-mata, bank pengkonfirmasi, bank penegoisasi, bank pembayar, atau bank pengaksep. Dalam hal bank penerus murni menjalankan fungsinya sebagai bank penerus, maka kewajibannya terhadap penerima hanya terbatas pada penerusan L/C dan penerus perobahannya. Oleh karena itu, penerima tidak berhak untuk meminta pembayaran L/C dari bank penerus. Tetapi, dalam hal penerus juga sebagai bank pengkonfirmasi maka selain m L/C kepada penerima bank ini juga melakukan konfirmasi atas L/C tersebut. Konsekuensinya ,penerima dapat meminta pembayaran L/C kepada bank pengkonfirmasi dimaksud karen kewajiban bank pengkonfirmasi merupakan tambahan terhadap kewajiban pembayaran dari bank penerbit

terhadap penerima. Kemudian, jika bank

penerus bertindak pula sebagai bank penegoisasi maka kewajiban bank ini yaitu selain meneruskan L/C juga melakukan pembelian dokumen-dokumen yang diajukan penerima. Seterusnya apabila bank penerus diminta pula sebagai bankpembayar kepada penerima. Selanjutnya, apabila bank penerus bertindadk pula sebagai bank pengaksep, maka kewajiban bank ini selain meneruskan L/C kepada penerima juga melakukan akseptasi atas wesel berjangka yang diajukan penerima dan membayarnya pada saat pembayaran jatuh tempo.

Pelaksanaan pembayaran L/C tunduk pada UCP

dan hukum nasional yang

berkaitan dengan L/C. UCP hanya sebagai payung terhadap pelaksanaan pembayaran L/C, sedangakn teknis realisasi pembayarannya diatur hukum nasional. Di Indonesia teknis pembayaran L/C diatur oleh surat keputusan Direksi Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia dan Kitab undang-undang hukum dagang. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Sementara, di Amerika diatur dalam Uniform Commercial Code (UCC) dan Inggris diatur dalam Bills of Exchange Act 1882. UCP dan hukum nasional saling melengkapi dalam mewujudkan pembayaran L/C. Khusus di Amerika, fungsi UCP sebagai payung bahkan dapat digantikan oleh UCC.

B. DOKUMEN DALAM PELAKSANAAN L/C 1. Tanggung Jawab Bank Terhadap Dokumen Maurice Megrah mengatakan tujuan irrevocable L/C adalah memastikan bahwa penerima memperoleh pembayaran dan pemohon memperoleh barang melalui penguasaan document of title dari barang tersebut. Syarat pembayaran L/c adalah pengajuan dokumen-dokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C. pengajuan dokumendokumen ini merupakan kondisi agar L/C dapat dibayar atau diaskep dan dibayara pada saat jatuh tempo. Dokumen –dokumen tersebut adalah dasar utama untuk menentukan sikap bank dalam rangka pembayaran L/C. Artikel 4 UCP 600 memuat ketentuan sebagai berikut : ‘In credit operations all parties concerned deal with documents, and not with goods, services and/or other performances to which the documents may relate.” Bank dan pihak-pihak lainnya dalam merealisasi L/C hanya berurusan dengan dokumen-dokumen saja. Sepanjang dokumen dokumen yang diajukan kepada bank telah sesuai dengan persyaratan L/C maka sejalan dengan Artikel 4 UCP 600 bank harus membayar dokumen dokumen terebut. Inti dari realisasi L/C adalah kesesuaian dokumen-dokumen dengan persyaratan L/C. Oleh karena itu, bank harus melakuakn penelitian atas dokumen-dokumen tersebut Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

untuk dasar menentukan apakah dapat dibayar atau tidak.Patokan penelitian dokumendokumen adalah UCP 600. Artikel 13 huruf a UCP 600 mengatakan sebagai berikut : “Banks must examine all documentsstipulated in the credit with reasonable care, to ascertain whether or not they appear, on their face , to be in compliance with the teams and conditions of the credit. Compliance of the stipulated documents on their face with the teams and conditions of the credit, shall the termined by international standard banking practice as reflected in these. Documents with appear on htheir face to be inconsistent with one another will be considered as not appearing on their face to be in compliance with the teams and conditionsof the Credit. Documents not stipulated in the credit will not be examined by banks. If theyreceive such documentsw, they shall return them to the presenter or pass them on without responsibility”.

Bank wajib melakukan penelitian atas dokumen –dokumen yang diajukan kepaanya secara ketelitian yang wajar untuk menentukan apakah dokumen-dokumen telah memiliki kesesuaian dengan persyaratan L/C. ukuran kesesuaian terebut didasarkan pada standar praktik perbankan internasional. Dokumen –dokumen yang tidak konsisten satu terhadapb yang lainnya merupakan cerminan bahwa tidak terdapat kesesuaian antara dokumen-dokumen dan L/C. Keputusan untuk menentukan dokumen-dokumen telah atau sesuai dengan persyaratan L/C dan dokumen –dokumen

konsisten satu dengan yang lainnya

sepenuhnya didasarka pada penelitian bank bukan berdasarkan pemahaman pihak lain. Penelitian dokumen –dokumen semacam ini dinamakan penelitian berdasarkan”tampak muka”(appear on their face). Bank tidak perlu meneliti lebih jauh dari itu.pernyataan tampak muka jangan ditafsirkan sebagai muka atau belakang dokumen.

2. Pengaturan Dokumen dalam UCP 600 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

UCP 600 memuat pengaturan dokumen dari L/C mulai dari artikel 20 sampai dengan 38. Artikel 20, 21, dan 22 memuat ketentuan umum yang harus diperhatikan bank dalam rangka menerbitkan dokumen. Artikel 23 sampai dengan 33 mengatur dokumen transportasi. Artikel 34, 35, dan 36 mengatur dokumen asuransi. Artikel 37 mengatur faktur. Terakhir, artikel 38 mengatur dokumen lainnya setelah transportasi, dokumen asuransi, dan faktur. UCP 600 mengatur persyaratan yang harus dipenuhi oleh masing-masing jenis dokumen. Tetapi, persyaratan tersebut hanya berlaku sepanjang L/C tidak menentukan sebaliknya. Artinya, persyaratan dokumen yang diatur dalam UCP 600 sifatnya kontraktual. Para pihak harus mengikutinya sepanjang para pihak menyetujui persyaratan UCP 600. Jika para pihak menghendaki persyaratan lain, maka persyaratan demikian harus dinyatakan tegas dalam L/C. Persyaratan dokumen dalam L/C membatalkan persyaratan dokumen yang diatur dalam UCP 600.

3. Dokumen yang dipersyaratkan dalam L/C Dokumen-dokumen yang diajukan oleh penerima selain wesel bervariasi tergantung pada keinginan para pihak yang diuraikan dalam L/C. namun, pada umunya L/C mensyaratkan untuk diajukan kepada bank dokumen yang terdiri dari faktur dagang (commercial invoice), konosemen (bill of lading), dan dokumen asuransi (insurance document). Dalam hal diperlukan para pihak dapat mempersyaratkan dalam L/C dokumen tambahan seperti faktur konsulat (consular invoice), surat keterangan mutu (certificate of quality), tanda terima penggudangan (warehouse receipt) Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Dalam hal L/C mempersyaratkan dokumen diterbitkan oleh pihak yang tidak ditentukan, bank akan menerima dokumen yang diajukan sepanjang dokumen tersebut secara tampak muka sesuai dengan persyaratan L/C dan tidak diterbitkan oleh penerima. Ketentuan ini bertujuan untuk mengembangkan keseragaman politik dalam rangka mendukung standar praktik perbankan internasional berkenan dengan dokumen rangkap. a. Faktur Dagang Faktur dagang merupakan dokumen utama yang memuat uraian barang secara rinci. Faktur dagang harus diterbitkan oleh penerima dan harus ditujukan kepada pemohon dan tidak perlu ditandatangani kecuali L/C menentukan lain. Faktur dagang harus memuat uraian barang secara lengkap dan tepat sesuai dengan uraian barang dalam L/C. Kata must correspond tidak berarti bahwa uraian barang dalam faktur dagang harus benar sama dengan uraian barang dalam L/C, tetapi tidak boleh ada perbedaan dalam kata-kata yang diuraikan. Cara yang paling aman adalah mengikuti dengan tepat perkataan dalam L/C. Jumlah nilai faktur dagang termasuk ongkos angkut dan asuransi jika kedua biaya ini tidak menjadi tanggungan pemohon 40. Jumlah nilai faktur dagang seharusnya tidak boleh melampaui jumlah nilai L/C. Jika pelampauan ini terjadi, sepanjang L/C tidak menentukan lain, bank dapat mengambil alih dokumen dengan menentukan pembayaran sebesar nilai maksimum L/C. Tindakan bank seperti ini dapat terjadi karena keberadaan artikel 37 UCP 600 yang mengatakan:

40

Hutabarat, Roselyne. Transaksi Ekspor Impor edisi kedua Jakarta: Penerbit Erlangga.2000

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

“Unless otherwise stipulated in the Credit, banks may refuse commercial invoices issued for amounts in excess of the amount permitted by the Credit. Nevertheless, if a bank authorized to pay, incur a deferred payment undertaking, accept Draft(s), or negotiate under a Credit accepts such invoices, its decision will be binding upon all parties, provided that such bank has not paid, incurred a deferred payment undertaking, accepted Draft(s) or negotiated for an amount in excess of that permitted by the Credit”.

Artikel 37 huruf b UCP 600 tersebut mempertimbangkan dalam kaitannya dengan pengaturan/toleransi yang dimuat dalam Artikel 39 huruf b UCP 600 yang mengatakan: “Unless a Credit stipulates that the quantity of the goods specified must not be exceeded or reduced, a tolerance of 5% more or 5% less will be permissible, always provided that the amount of the drawings does not exceed the amount of the Credit. This tolerance does not apply when the Credit stipulates the quantity in terms of a stated number of packing units or individual items”.

Toleransi yang diizinkan artikel 39 huruf b tidak dapat digunakan sebagai sarana meningkatkan nilai L/C. jika nilai L/C dinyatakan sebagai perkalian dari jumlah yang ditetapkan dan harga per unit yang ditetapkan serta tidak didahului kata seperti “about”, toleransi 5 % tidak dapat digunakan untuk memperoleh harga terhadap pengiriman barang di atas jumlah yang ditetapkan tersebut. Artikel 37 huruf c dalam UCP 600 mensyaratkan bahwa uraian barang dalam faktur dagang berkaitan erat dengan uraian barang dalam L/C. Dalam dokumen lainnya, uraian barang dapat dibuat secara umum konsisten dengan uraian barang dalam L/C. Pemohon biasanya mengatur L/C bahwa pembayaran berdasarkan L/C harus dilakukan atas dasar pengajuan faktur dagang yang memuat uraian barang yang berkaitan dekat dengan uraian barang dalam L/C. Pemohon mungkin mensyaratkan agar bank melakukan pembayaran setelah yakin bahwa uraian barang dikirim dalam faktur dagang persis sesuai dengan barang dalam kontrak penjualan. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Akan tetapi, bank lebih menyukai jika dalam L/C tidak dipersyaratkan bahwa faktur dagang memuat uraian barang yang rinci. Uraian barang yang rinci menambah beban tugas dan membuang waktu banyak bagi bank untuk meneliti uraian barang tersebut. Bank umunya tidak memiliki pegawai yang menguasai pengetahuan teknis untuk melakukan penilaian berkenan dengan tumpang tindih dari uraian barang yang berbeda dalam satu dokumen atau antar dokumen. Keadaan ini menimbulkan sengketa yang mengarah pada pengajuan gugatan. Selain itu, tindakan membuang waktu banyak bagi bank merupakan pemborosan biaya dan hal ini tidak dikehendaki. Namun demikian, terlepas dari bank tidak menghendaki uraian barang yang rinci dalam faktur dagang L/C pada umumnya meminta agar dalam faktur dagang dimuat uraian barang yang dapat meliputi jumlah, tipe, macam, standar, grade, dan harga. Uraian barang dalam faktur dagang harus sama dengan uraian barang dalam L/C. b. Dokumen transportasi 1. Marine/Ocean Bill of Lading Artikel 23 UCP 600 pada intinya mengatur bahwa Marine/Ocean Bill of Lading memuat hal-hal sebagai berikut: •

Pernyataan mengenai nama pengangkut dan telah ditandatangani atau disahkan oleh pengangkut atau agen yang bertindak dan untuk atas nama pengangkut atau nakhoda



Pernyataan bahwa barang telah dimuat di atas kapal atau sudah dikirim dalam kapal yang ditentukan



Pernyataan bahwa pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar telah sesuai dengan yang dipersyaratkan L/C

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009



Marine/Ocean Bill of Lading terdiri dari satu asli atau jika diterbitkan lebih dari satu asli, seperangkat lengkap asli harus diterbitkan



Marine/Ocean Bill of Lading memuat semua syarat dan kondisi pengangkutan atau sebagian syarat dan kondisi pengangkutan dengan merujuk pada suatu sumber atau dokumen selain daripada Marine/Ocean Bill of Lading



Pernyataan tidak adanya indikasi bahwa Marine/Ocean Bill of Lading tunduk pada charter party dan/atau tidak adanya indikasi bahwa kapal pengangkut hanya digerakkan oleh layer



Marine/Ocean Bill of Lading memenuhi persyaratan alih kapal Marine/Ocean Bill of Lading digunakan untuk bill of lading yang mencakup

pengapalan barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Marine/Ocean Bill of Lading berbeda dengan inland water way bill. Jika dokumen transportasi menunjukkan bahwa pengangkutan barang tidak hanya melalui laut, tapi digabung dengan pengangkutan barang melalui darat, maka dokumen transportasi semacam ini tidaklah sebagai Marine/Ocean Bill of Lading. 2. Non Negotiable Sea Waybill Artikel 24 UCP 600 pada intinya mengatur bahwa Non Negotiable Sea Waybill memuat hal-hal sebagai berikut: •

Pernyataan nama pengangkut dan telah ditandatangani atau disahkan oleh pengangkut atau agen yang bertindak untuk dan atas nama pengangkut, atau disahkan oleh nakhoda atau agen yang bertindak untuk dan atas nama nakhoda



Pernyataan bahwa barang telah dimuat diatas kapal atau dikirim dengan kapal yang ditentukan

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009



Pernyataan bahwa pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar sesuai dengan persyaratan L/C



Non Negotiable Sea Waybill terdiri dari satu asli atau jika diterbitkan lebih dari satu asli, seperangkat lengkap asli harus diterbitkan



Non Negotiable Sea Waybill memuat semua syarat dan kondisi pengangkutan atau sebagian syarat dan kondisi pengangkutan dengan merujuk pada suatu sumber atau dokumen selain daripada Non Negotiable Bill of Lading



Pernyataan tidak ada indikasi bahwa Non Negotiable Sea Waybill tunduk pada charter party atau hanya digerakkan oleh layer



Non Negotiable Sea Waybill sesuai dengan persyaratan L/C



Non Negotiable Sea Waybill memenuhi persyaratan alih kapal

3. Charter Party Bill of Lading Artikel 25 UCP 600 pada intinya mengatur bahwa jika L/C meminta atau mengizinkan Charter Party Bill of Lading, kecuali L/C mengatur lain, maka harus dimuat hal-hal sebagai berikut: •

Pernyataan bahwa Charter Party Bill of Lading tunduk pada charter party



Charter Party Bill of Lading telah ditandatangani atau disahkan oleh nakhoda atau agen yang bertindak untuk dan atas nama pemilik



Charter Party Bill of Lading tidak memuat nama pengangkut kecuali L/C menyatakan sebaliknya

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009



Pernyataan bahwa barang telah dimuat di atas kapal atau dikirim dengan kapal yang telah ditentukan



Pernyataan bahwa pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar sesuai dengan persyaratan L/C



Charter Party Bill of Lading terdiri dari satu asli jika diterbitkan lebih dari satu asli, seperangkat lengkap harus diterbitkan



Charter Party Bill of Lading memuat tidak adanya indikasi bahwa kapal hanya digerakkan oleh layer

4. Multimodal Transport Document Artikel 26 UCP 600 pada intinya mengatur bahwa Multimodal Transport Document memuat hal-hal sebagai berikut: •

Pernyataan pengangkutan atau pengelola pengangkutan multimodal yang ditandatangani atau disahkan oleh pengangkut atau pengelola multimodal atau agen yang bertindak untuk dan atas nama pengangkut atau pengelola pengangkutan multimodal, atau disahkan oleh nakhoda atau agen yang bertindak untuk dan atas nama nakhoda



Pernyataan bahwa barang sudah dikirim, dikuasai, atau dimuat di dalam kapal



Pernyataan bahwa tempat penerimaan sesuai dengan persyaratan L/C yang mungkin berbeda dengan pelabuhan, Bandar udara atau tempat muatan, dan tempat tujuan akhir yang ditetapkan dalam L/C yang mungkin berbeda dengan pelabuhan, lapangan udara, atau tempat pembongkaran

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009



Multimodal Transport Document terdiri dari satu asli atau jika diterbitkan lebih dari satu asli, seperangkat lengkap harus diterbitkan



Multimodal Transport Document memuat syarat dan kondisi pengangkutan atau hanya memuat beberapa atau semua kondisi tersebut dengan merujuk pada satu sumber atau dokumen selain Multimodal Transport Document



Pernyataan tidak ada indikasi bahwa Multimodal Transport Document tunduk pada charter party dan/atau tidak ada indikasi bahwa kapal digerakkan hanya dengan layer



Pengaturan lainnya sesuai dengan persyaratan L/C Multimodal Transport Document adalah dokumen transportasi yang mencakup

minimal 2 buah saran transportasi yang berbeda misalnya jalan raya dan laut. Multimodal Transport Document atau Inter Modal Trasnport Document disebut juga dengan Combined Transport Document. Dalam pelaksanaannya Multimodal Transport Document alih kapal secara tersirat diperkenankan. Bank akan mengabaikan persyaratan L/C yang melarang alih kapal sepanjang keseluruhan pengangkutan barang dicakup oleh Multimodal Transport Document.

5. Air Transport Document Artikel 27 UCP 600 pada intinya mengatur bahwa Air Transport Document memuat hal-hal sebagai berikut: •

Pernyataan nama pengangkut dan ditandatangani atau disahkan oleh pengangkut atau agen yang bertindak untuk dan atas nama pengangkut

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009



Pernyataan bahwa barang telah diterima untuk diangkut



Pernyataan tanggal pengiriman yang pasti bila hal demikian disyaratkan dalam L/C, atau jika tanggal pengiriman yang pasti tidak disyaratkan L/C, tanggal penerbitan Air Transport Document dianggap tanggal pengiriman



Pernyataan Bandar udara keberangkatan dan Bandar udara tujuan



Air Transport Document yang asli untuk pengirim walaupun L/C mengatur seperangkat asli atau pernyataan yang serupa



Air Transport Document memuat semua syarat dan kondisi pengangkutan atau memuat beberapa syarat dan kondisi tersebut dengan merujuk pada satu sumber atau dokumen selain daripada Air Transport Document



Hal-hal lainnya sesuai dengan persyaratan L/C



Air Transport Document memenuhi persyaratan alih kapal Air Transport Document pada umumnya mengambil alih bentuk Air Waybill. Air

Waybill merupakan dokumen yang dibuat oleh pengirim dalam rangkap 3 asli. Satu rangkap adalah untuk keperluan pengangkut dan ditandatangani oleh pengirim. Rangkap berikutnya adalah untuk keperluan pembeli dan ditandatangani oleh pengirim dan pengangkut yang mewakili barang yang diangkut. Rangkap terakhir adalah untuk keperluan pengirim dan ditandatangani oleh pengangkut serta diserahkan kepada pengirim setelah penerimaan barang oleh pembeli. Dokumen transportasi yang diajukan dalam rangka pembayaran L/C adalah Air Transport Document yang asli yang ditujukan kepada pengirim. Air Waybill diterbitkan langsung kepada pembeli bukan kepada order. Artinya Air Waybill diterbitkan atas dasar tidak dapat dialihkan dan begitu sampai di Bandar udara tujuan barang disampaikan Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

kepada pembeli berdasarkan bukti diri dan bukan berdasarkan penyerahan Air Waybill asli.

6. Road, Rail or Inland Waterway Transport Document Artikel 28 UCP 600 pada intinya mengatakan bahwa Road, Rail or Inland Waterway Transport Document memuat hal-hal sebagai berikut: •

Pernyataan nama pengangkut dan ditandatangani atau disahkan oleh pengangkut atau agen yang bertindak untuk dan atas nama pen gangkut dan atau pencantuman cap penerimaan pernyataan penerimaan lainnya oleh pengangkut atau agen yang bertindak untuk dan atas nama pengangkut



Pernyataan bahwa barang telah diterima untuk dikapalkan, dikirim atau diangkut atau kata-kata lain yang mempunyai arti sama



Pernyataan tempat pengapalan dan tempat tujuan sesuai dengan persyaratan L/C



Jika tidak ada petunjuk pada dokumen angkutan mengenai jumlah yang diterbitkan, penyerahan seperangkat dokumen angkutan diperkenankan. Dokumen angkutan diterima sebagai asli terlepas dari kenyataan diberi tanda asli atau tidak



Hal-hal lainnya harus sesuai dengan persyaratan L/C



Dokumen angkutan memenuhi persyaratan alih kapal

7. Courier and Post Receipt Artikel 29 UCP 600 pada intinya mengatur bahwa Courier and Post Receipt memuat hal-hal sebagai berikut:

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009



Untuk Post Receipt telah dibubuhi cap atau disahkan dan diberi tanggal di tempat darimana L/C mengatur barang tersebut diangkut atau dikirimkan dan tanggal dimaksud dianggap sebagai tanggal pengangkutan atau pengiriman



Untuk Courier atau Expedited Delivery Service, membuktikan penerimaan barang untuk dikirim dan dokumen pengangkutan menunjukkan nama perusahaan kurir/jasa, dan diberi cap, ditandatangani atau disahkan oleh perusahaan kurir/jasa tersebut. Dokumen angkutan ini juga menunjukkan tanggal pengambilan atau tanggal penerimaan atau kata-kata yang serupa dan tanggal demikian dianggap sebagai tanggal pengangkutan atau pengiriman. Hal-hal lainnya sesuai dengan persyaratan L/C

8. Transport Documents Issued by Freight Forwarders Artikel 30 UCP 600 mengatur bahwa Transport Documents Issued by Freight Forwarders memuat hal-hal sebagai berikut: •

Penunjukan nama perusahaan ekspedisi sebagai pengangkut atau pengelola pengangkutan multimodal dan ditandatangani atau disahkan oleh perusahaan ekspedisi sebagai pengangkut atau pengelola pengangkutan multimodal



Penunjukan nama pengangkutan atau pengelola pengangkutan multimodal dan ditandatangani atau disahkan oleh perusahaan ekspedsis sebagai agen yang bertindak untuk dan atas nama pengangkut atau pengelola perusahaan multimodal

C. Dokumen Asuransi Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Artikel 34 UCP 600 pada intinya mengatur bahwa dokumen asuransi memuat hal sebagai berikut: •

Dokumen

asuransi

harus

memuat

pernyataan

bahwa

diterbitkan

dan

ditandatangani oleh perusahaan asuransi atau perusahaan penanggung atau agen salah satu perusahaan tersebut •

Jika dokumen asuransi menyatakan bahwa diterbitkan lebih dari satu asli, semua asli harus diserahkan kecuali L/C mengatur secara khusus



Cover note yang diterbitkan oleh perusahaan perantara tidak dapat diterima, kecuali secara khusus L/C memperkenankan



Kecuali diatur lain dalam L/C,dapat diterima sertifikat asuransi yang ditandatangani terlebih dahulu oleh perusahaan asuransi atau perusahaan penanggung atau agen dari masing-masing perusahaan. Jika L/C secara khusus mensyaratkan sertifikat asuransi, polis asuransi sebagai gantinya dapat diterima



Kecuali L/C mengatur lain, atau kecuali tercantum pada dokumen asuransi bahwa penutupan asuransi mulai berlaku selambat-lambatnya dari tanggal pemuatan barang di atas kapal atau tanggal pengiriman barang atau tanggal pengusaan barang, tidak dapat diterima dokumen asuransi yang bertanggal penerbitan sesudah tanggal pemuatan barang di atas kapal atau tanggal pengiriman barang atau tanggal penguasaan barang

sebagaimana dimuat

dalam dokumen

pengangkutan •

Dokumen asuransi harus dinyatakan dalam mata uang yang sama dengan mata uang L/C, kecuali L/C mengatur lain

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009



Kecuali L/C mengatur lain, jumlah minimum penutupan asuransi sebesar nilai barang CIF atau CIP ditambah 10%, tetapi hanya jika nilai CIF atau CIP dapat ditentukan berdasarkan dokumen. Kalau tidak dapat ditentukan nilai CIF dan CIP dapat diterima sebagai jumlah minimum 110% dari jumlah pembayaran, akseptasi atau negosiasi yang diminta L/C, atau 110% dari jumlah kotor yang tertera dalam faktur, mana yang lebih besar jumlahnya Dokumen asuransi dan dokumen transportasi memiliki kemiripan yaitu

diterbitkan dalam lebih dari satu dokumen asli. Jika dokumen asuransi diterbitkan lebih dari satu dokumen asli, maka semua dokumen asli tersebut harus diajukan kepada bank. Penutupan asuransi dianggap efektif jika dokumen asuransi memuat tanggal penerbitan tidak melampaui tanggal pemuatan barang diatas kapal atau tanggal pengiriman barang sebagaimana dinyatakan dalam dokumen transportasi. Asuransi harus menanggung barang sejak tanggal pemuatan atau tanggal pengiriman barang sampai dengan tiba di tempat tujuan.

C. Pilihan Hukum Dalam Transaksi L/C 1. Pilihan hukum pada umumnya UCP tidak mengatur pilihan hukum untuk menyelesaikan kasus L/C. Dengan menundukkan L/C pada UCP para pihak hanya mengadopsi seperangkat ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan prosedur dari L/C. Para pihak belum menytatakan pilihan hukum untuk masalah L/C lainnya seperti pengaturan pilihan hukum atas sengketa L/C. Pengaturan masalah L?C lainnya tersebut dapat merujuk pada hukum nasional. Dengan

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

demikian, UCP bukanlah satu-satunya pilihan hukum yang berlaku atas L/C. Bahkan, UCP dan hukum nasional dapat secara bersamaan sebagai pilihan hukum atas L/C/ Dalam hal terjadi kasus L/C terutama berkenaan dengan masalah-masalah yang tidak diatur dalam UCP, pengadilan menyelesaikan kasus yang dimaksud berdasarkan pilihan hukum yang dimuat dalam L/C 41. Jika L/C tidak memuat pilihan hukum, hakim harus menentukan hukum nasional yang berlaku atas L/C tersebut dengan cara menerapkan prinsip-prinsip hukum perdata internasional yang berlaku bagi kontrak. Dalam transaksi L/C, pengaturan pilihan hukum tidak sesederhana sebagaimana halnya penentuan pilihan hukum dalam kontrak pada umumnya. Hal ini disebabkan transaksi L/C melibatkan beberapa kontrak yang terkait satu sama lain. Kontrak tersebut pada dasarnya terdiri dari kontrak penjualan, permintaan penerbitan L/C, L/C dan kontrak keagenan. Masing-masing kontrak beda para pihaknya. Pada kontrak penjualan para pihaknya adalah pembeli dan penjual. Dalam kontrak ini diperlukan keberadaan pilihan hukum demi kepastian hukum karena pembeli dan penjual umunya berada dalam negara yang berbeda. Jika tidak ada pilihan hukum, maka hukum nasional yang berlaku ditentukan oleh hakim berdasarkan prinsip hukum perdata internasional. Sementara pada permintaan penerbitan L/C para pihaknya adalah pemohon dan bank penerbit 42. Dalam kontrak ini pada dasarnya tidak ada masalah mengenai pilihan hkum atau penentuan hukum nasional yang berlaku karena pada umumnya pemohon dan bank penerbit berada dalam negara yang sama. Hukum yang berlaku terhadap permintaan 41

Rajagukguk Erman, “Keputusan Pengadilan Mengenai Beberapa Masalah Arbitrase”.Jakarta

1994 42

Norman Pakpahan.”Pembaharuan Hukum di Bidang Kegiatan Ekonomi”. Penerbit Pustaka Sinar Harapan, April 1999 halaman 128 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

penerbitan L/C sudah sepatutnya adalah hukum negara dimana bank penerbit dan pemohon berada di negara yang berbeda, maka perlu diatur klausul pilihan hukum dalam kontrak tersebut. Selanjutnya, dalam L/C para pihaknya adalah bank penerbit dan penerima. Dalam L/C pada umumnya pilihan hukumnya adalah UCP. Sebaliknya, L/C yang diterbitkan dari luar negeri seperti Amerika sudah ada beberapa yang memuat klausul pilihan hukum selain tunduk pada UCP. Kemudian, untuk kontrak keagenan dengan pihaknya adalah bank penerbit dan bank penerus. Dalam hal L/C tunduk pada UCP, maka hak dan kewajiban kedua bank dalam rangka pelaksanaan :/C telah jelas diatur dalam UCP selain dalam L/C. Untuk kontrak keagenan ini adalah UCP sepanjang L/C tunduk pada UCP. Hal ini karena instruksi pelaksanaan L/C kepada bank penerus dimuat dalam L/C. Oleh karena itu, jika L/C tunduk pada UCP, maka dengan sendirinya kontrak keagenan yang lahir berdasarkan instruksi tersebut dan merupakan bagian dari L/C juga tunduk pada UCP.

Batasan Pilihan Hukum Para pihak melakukan pilihan hokum atas dasar asas kebebasan berkontrak. Walaupun pilihan hukum para pihak harus dihormati, namun pilihan hukum tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum. Konsepsi ketertiban umum berbeda dari satu negara ke negara lainnya. Menurut Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

1990 tentang tatacara pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, ketertiban umum adalah sendi asasi dari seluruh system hukum dan masyarakat di Indonesia. Pilihan hukum hanya dapat dilakukan terhadap system hukum yang memiliki keterkaitan yang relevan dengan kontrak. Para pihak tidak dapat memilih system hukum yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kontrak bersangkutan. Kemudian, pilihan hukum hanya dapat dilakukan di bidang hukum kontrak yang bersifat mengatur, bukan di bidang hukum merujuk pada hukum substansi dari negara yang dipilih bukan merujuk pada sistem hukum perdata internasional dari negara yang dipilih. Dalam transaksi L/C, kontrak penjualan, permintaan penerbitan L/C, L/C dan kontrak keagenan merupakan bidang hukum kontrak yang bersifat mengatur. Sehingga dalam hal diperluikan dalam masing-masing kontrak tersebut dapat dimuat klausul pilihan hukum.

Penentuan Hukum Nasional yang Berlaku Kontrak dalam rangka transaksi L/C yaitu kontrak penjualan, permintaan penerbitan L/C, L/C dan kontrak keagenan jika dilihat dari pentingnya pengaturan pilihan hukum dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian yaitu pertama kelompok yang mutlak perlu pilihan hukum dan kedua kelompok relative perlu pilihan hukum. Kelompok yang pertama meliputi kontrak penjualan dan L/C dan kelompok yang kedua mencakup permintaan penerbitan L/C dan kontrak keagenan. Pengelompokan ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa permintaan penerbitan L/C pada dasarnya tidak memerlukan pengaturan pilihan hukum karena pemohon dan bank penerbit pada umumnya berada dalam negara yang sama. Sementara, kontrak keagenan yang Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

merupakan bagian dari L/C juga pada dasarnya tidak memerlukan pengaturan pilihan hukum untuk L/C Dalam hal kontrak penjualan tidak memuat klausul pilihan hukum, maka hukum nasional yang berlaku atas kontrak penjualan tersebut ditentukan berdasarkan teori-teori hukum perdata internasional yang berlaku untuk kontrak seperti teori tempat kontrak dibuat (lex loci contractus), teori tempat kontrak dilaksanakan (lex loci solutionis) dan teori ketertarikan paling dekat dan paling nyata.

Hukum Nasional yang Berlaku atas L/C Dalam L/C tidak memuat klausul pilihan hukum, maka hakim harus menentukan hukum nasional yang berlaku atas L/C tersebut dalam hal terjadi sengketa. Penentuan hukum nasional yang berlaku didasarkan pada prinsip hukum perdata internasional. Hukum perdata internasional mengenal beberapa teori untuk menentukan hukum nasional mana yang berlaku dan dipakai. Teori tersebut antara lain adalah teori lex loci contractus yaitu teori yang menyatakan bahwa hukum nasional yang berlaku atas L/C adalah hukum nasional negara tempat L/C ditandatangani. Dalam rangka L/C, L/C ditandatangani oleh bank penerbit dan oleh karena itu hukum nasional yang berlaku terhadap L/C adalah hukum nasional negara dimana bank penerbit berada. Teori lainnya adalah teori lex loci solutionis yang mengatakan bahwa hukum nasional yang berlaku untuk L/C adalah hukum nasional negara tempat pelaksanaan kontrak. Dalam rangka L/C, L/C dilaksanakan dengan cara menerbitkan dan melakukan pembayaran L/C. Bank yang menerbitkan dan membayar L/C adalah bank penerbit dan Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

oleh sebab itu hukum nasional yang berlaku atas L/C adalah hukum nasional negara dimana bank penerbit berada. Hal ini berarti bahwa penentuan hukum nasional yang berlaku atas L/C baik berdasarkan teori lex loci contractus maupun atas dasar teori lex loci solutionis hasilnya akan selalu sama yaitu memberlakukan hukum nasional negara tempat bank penerbit. Oleh karena itu, dalam rangka penentuan hukum nasional yang berlaku atas L/C, pembedaan kedua teori hukum perdata internasional ini tidak relevan. L/C adalah pengecualian terhadap pembedaan antara teori lex loci contractus. Artinya, untuk menentukan hukum nasional yang berlaku dari L/C tidak perlu dilihat dari kedua teori tersebut melainkan cukup berdasarkan salah satu saja dari kedua teori dimaksud. Sudargo Gautama berpendapat bahwa untuk menentukan hukum nasional yang berlaku atas kontrak dagang internasional didasarkan pada teori prestasi yang paling karateristik dengan kontrak tersebut. Beliau lebih lanjut lagi mengatakan bahwa dengan adanya criteria prestasi yang paling karateristik, akan diperoleh lebih banyak kepastian hukum disbanding dengan menggunakan teori lama. 2. Pilihan hukum dalam hal bank penerus diberi kuasa melakukan penyelesaian pembayaran L/C UCP memberi hak kepada bank penerbit untuk memberikan kuasa kepada bank penerus agar melakukan pembayaran L/C kepada penerima. Pemberian kuasa ini dimuat dalam L/C. Dalam hal bank penerbit diberi kuasa melakukan pembayaran L/C dengan cara pembayaran atas unjuk (sight payment) dan L/C tidak memuat klausul pilihan hukum, maka hukum nasional yang berlaku atas L/C ditetapkan berdasarkan teori keterkaitan paling dekat dan paling nyata. Bank penerus sebagai bank pembayar sebelum Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

melakukan pembayaran L/C harus melakukan beberapa kegiatan. Pertama, bank pembayar meneliti kesesuaian dokumen-dokumen yang diajukan dalam L/C. Kedua, bank pembayar melakukan pembayaran kepada penerima L/C dalam hal dokumen yang diajukan sesuai dengan persyaratan L/C. Berdasarkan pelaksanaan fungsi-fungsi diatas, maka sesuai dengan teori keterkaitan paling dekat dan paling nyata, hukum nasional yang berlaku terhadap L/C yaitu hukum nasional negara dimana bank pembayar berada. Jika bank penerus diberi kuasa oleh bank penerbit untuk melakukan penbayaran L/C dengan cara negosiasi (bonding) dan L/C tidak memuat keseluruhan klausul pilihan hukum, maka hukum yang berlaku untuk L/C juga ditentukan berdasarkan teori keterkaitan paling dekat dan paling nyata. Dalam pembayaran L/C secara negosiasi, pertama, bank penerus sebagai bank penegosiasi terlebih dahulu melakukan penelitian kesesuaian antara dokumen yang diajukan dan persyaratan L/C. Kedua, bank penegosiasi melakukan pembayaran L/C kepada penerima dengan terlebih dahulu menggunakan dana sendiri sepanjang dokumen yang diajukan sesuai dengan persyaratan L/C. Untuk L/C yang pembayarannya dengan cara negosiasi tersebut, hukum nasional yang berlaku terhadap L/C adalah hukum nasional negara dimana bank penegosiasi berkedudukan. Jika bank penerbit memberi kuasa kepada bank penerus untuk melakukan pembayaran L/C dengan cara akseptasi (acceptance), maka untuk menentukan hukum nasional yang berlaku bagi L/C dalam hal L/C tidak memuat pilihan hukum juga didasarkan pada teori keterkaitan paling dekat dan paling nyata. Jika pembayaran L/C dilakukan dengan cara akseptasi, pertama bank penerus sebagai bank pengaksep melakukan penelitian atas dokumen yang diajukan untuk disesuaikan dengan persyaratan L/C. Kedua, bank pengaksep melakukan akseptasi atas wesel berjangka yang ditarik Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

sepanjang dokumen yang diajukan sesuai dengan persyaratan L/C. Ketiga, bank pengaksep melakukan pembayaran wesel berjangka setidak-tidaknya pada saat jatuh tempo. Berdasarkan pelaksanaan fungsi-fungsi diatas, maka sesuai dengan teori keterkaitan paling dekat dan paling nyata, hukum nasional yang berlaku terhadap L/C yaitu hukum nasional negara dimana bank pengaksep berada. Jika bank penerbit memberi kuasa kepada bank penerus untuk menambahkan konfirmasinya pada L/C dan dalam L/C tidak dimuat klausul pilihan hukum, maka hukum nasional yang berlaku atas L/C juga ditetapkan berdasarkan teori keterkaitan paling dekat dan paling nyata. Berdasarkan teori tersebut hukum nasional yang berlaku untuk L/C yang dikonfirmasi ialah hukum negara dimana bank penerus sebagai bank pengkonfirmasi berada. Alasannya adalah pertama, bank pengkonfirmasi menambahkan konfirmasinya pada L/C sehingga tanggung jawab bank ini terhadap pembayaran L/C sama dengan tanggung jawab penerbit. Kedua, bank pengkonfirmasi melakukan penelitian atas dokumen yang diajukan untuk disesuaikan dengan persyaratan yang ditetapkan dalam L/C. Ketiga, bank pengkonfirmasi sesuai dengan persyaratan L/C melakukan pembayaran L/C dengan cara pembayaran atas unjuk, pembayaran kemudian, pembayaran dengan negosiasi atau pembayaran dengan cara akseptasi.

D. Akibat Hukum dari L/C

Pada pokok bahasan sebelumnya kita telah membicarakan mengenai pilihan hukum yang dapat ditempuh pihak-pihak yang melakukan transaksi pembayaran perdagangan internasional dengan L/C. Diatas segala keunggulan dan kebaikan yang Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

dimiliki oleh L/C, tentunya ada beberapa segi dari L/C yang mengandung risiko dalam tiap penerapannya. Adapun beberapa risiko umum yang sering dijumpai dalam L/C adalah:

1. Barang yang diperjualbelikan tidak sesuai dengan yang diinginkan. Padahal ketepatan barang ini sangat penting dalam ekspor/impor yang menggunakan L/C karena pembayaran semata-mata didasarkan pada dokumen bukan pada barang.

2. Opening bank sengaja tidak membayar (default)

3. Situasi dan kondisi negara salah satu atau beberapa pihak yang terkait tidak baik sehingga mengakibatkan L/C tidak dibayar (high country risk)

Selain beberapa risiko di atas dikenal juga risiko fasilitas. Dalam kaitan ini risiko terjadi karena kegagalan nasabah melunasi kewajiban pembayaran Sight L/C maupun Usance L/C yang telah jatuh tempo. Kegagalan ini kebanyakan disebabkan beberapa hal berikut ini.

1. Kondisi keuangan (cash flow) debitur/Credit Risk

2. Pengaruh forex (jatuhnya nilai IDR)/Exchange Risk

3. Barang yang diimpor tidak laku(ULC)/Commercial Risk

4. kondisi ekonomi, sosial, politik, keamanan/Country Risk

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang tentu menghendaki segala sesuatu berjalan dengan baik tanpa masalah apapun terlebih berupa sengketa. Akan tetapi, pada kenyataannya hidup ini tidak pernah luput dari masalah. Tidak heran tidak hanya masalah yang muncul melainkan sengketa juga.

Beberapa diantara masalah/sengketa itu hadir tanpa dikehendaki atau tidak dapat dicegah oleh seseorang sebab bermula dari pihak lain. Dengan demikian tidak ada seorang pun dapat memastikan dirinya akan senantiasa luput dari sengketa. Sehubungan dengan kenyataan itu setiap orang nampaknya perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi masalah dan/atau sengketa sehingga tetap dapat menjaga kepentingannya. Bahkan pada saat-saat tertentu seseorang perlu mempunyai kemampuan untuk melihat masalah atau sengketa sebagai sebuah peluang yang mesti dimanfaatkan bukan sekedar masalah yang harus dihindari. Sebagai sebuah peluang yang dapat dimanfaatkan sudah selayaknya kita mengenal seluk beluk penyelesaian sengketa.

Ibarat pisau yang dapat bermanfaat jika digunakan secara benar dan merugikan orang lain serta diri sendiri jika digunakan secara salah demikian pulalah penyelesaian sengketa. Dengan mengetahui beberapa segi penting penyelesaian sengketa diharapkan akan memiliki dasar pertimbangan untuk menggunakan penyelesaian sengketa secara tepat. Kapan harus menggunakan cara-cara penyelesaian sengketa, kapan harus menghindari. Kalau pun sudah yakin perlu memanfaatkan penyelesaian sengketa masih harus memilih cara penyelesaian sengketa yang paling tepat di antara cara-cara yang ada.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Sengketa dapat terjadi karena berbagai sebab, terutama perbuatan melawan hukum dan cidera janji (wanprestasi). Terhadap sengketa yang terjadi pihak-pihak yang terkait dapat menaruh berbagai keinginan atau harapan. Keinginan ini sangat berpengaruh pada upaya-upaya penyelesaian

sengketa terutama pilihan terhadap

cara-cara

penyelesaian yang ada. Hal ini berkaitan erat dengan putusan yang dapat dihasilkan dari masing-masing cara penyelesian berbeda satu sama lain. Kekeliruan atas pilihan cara penyelesaian bukan hanya dapat menyebabkan ketidakpuasan melainkan kegagalan. Penyelesaian perbuatan melawan hukum dapat diselesaian melalui pengadilan sedangkan wanprestasi melalui pengadilan negeri, arbitrase, atau cara-cara lain yang tersedia 43.

Secara garis besar dikenal dua kelompok besar penyelesaian sengketa, yaitu melalui persidangan di dalam pengadilan dan di luar pengadilan. Menurut pengalaman dan pengamatan, beberapa permasalahan, terutama permasalahan keluarga dan bisnis, lebih baik diselesaikan di luar pengadilan. Terdapat berbagai alasan yang mendukung pilihan ini, seperti kemungkinan untuk tetap menjaga hubungan baik di antara pihakpihak yang bermasalah.

Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

Secara konvensional, penyelesaian sengketa biasanya dilakukan secara litigasi atau penyelesaian di muka pengadilan. Dalam keadaan demikian, posisi para pihak yang bersengketa sangat antagonis (saling berlawanan satu sama lain). Penyelesaian sengketa bisnis model ini tidak direkomendasikan. Kalaupun akhirnya ditempuh, penyelesaian itu 43

Erman Rajagukguk. “Arbitrase dalam putusan pengadilan”.Jakarta: Chandra Pratama, 2001 halaman 76 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

semata-mata hanya sebagai jalan yang terakhir (ultimatum remedium) setelah alternatif lain dinilai tidak membuahkan hasil.

Hukum acara perdata mengenal dua kewenangan, yaitu: a. wewenang mutlak, dan b. wewenang relatif. Wewenang mutlak menyangkut pembagian kekuasaan antar badanbadan peradilan, dilihat dari macam pengadilan, menyangkut pemberian kekuasaan untuk mengadili (attributie van rechtsmacht).

Wewenang relatif menyangkut pembagian kekuasaan mengadili antar pengadilan yang serupa, terutama tergantung tempat tinggal tergugat (distributie van rechtsmacht). Dalam literatur ditemukan istilah lain, yaitu kekuasaan yang bersifat bulat atau absolut (absolute kompetentie) dan kekuasaan yang bersifat terperinci atau relatief (relatieve kompetentie).

Kekuasaan (wewenang) absolut dinamakan juga atribusi kekuasaan menyangkut wewenang berbagai jenis pengadilan dalam suatu negara dan lazim diatur dalam undangundang yang mengatur susunan dan kekuasaan badan-badan pengadilan. Sedangkan kekuasaan relatif atau distribusi kekuasaan yaitu pembagian kekuasaan antara badanbadangn pengadilan yang sejenis lazim diatur dalam undang-undang tentang hukum acara.

Orang yang merasa haknya dilanggar disebut penggugat dan orang yang ditarik ke muka pengadilan karena dianggap melanggar hak seseorang atau beberapa orang disebut tergugat. Apabila ada banyak penggugat atau banyak tergugat, mereka disebut penggugat

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

I, penggugat II, penggugat III, dan seterusnya. Demikian pula jika ada banyak tergugat, mereka disebut tergugat I, tergugat II, tergugat III, dan seterusnya.

Selain itu, dikenal juga turut tergugat, yaitu orang-orang yang tidak menguasai barang sengketa atau tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu tetapi demi kelengkapan suatu gugatan harus diukutsertakan. Dalam petitum turut tergugat ini hanya sekedar dimohonkan agar tunduk dan taat terhadap putusan hakim.

Mengenai hal di atas Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata berpendapat sebagai berikut.

Penggugat adalah seorang yang “merasa” bahwa haknya dilanggar dan menarik orang yang “dirasa” melanggar haknya itu sebagai tergugat dalam suatu perkara ke depan hakim. Sengaja dipakai perkataan “merasa” dan “dirasa” oleh karena belum tentu yang bersangkutan sesungguh-sungguhnya melanggar hak penggugat.

Surat gugat ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya dan memuat tanggal gugatan, nama, tempat tinggal, jabatan penggugat dan tergugat. Gugatan mesti memuat penjelasan mengenai permasalahan dan dasar dengan jelas (Fundamentum Petendi atau Posita). Posita terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang memuat alasan-alasan berdasarkan keadaan dan bagian yang memuat alasan-alasan berdasarkan hukum. Selain itu gugatan harus pula dilengkapi dengan petitum, yaitu hal-hal yang ingin diputuskan, ditetapkan, atau diperintahkan oleh hakim.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Perkara di pengadilan tidak hanya berupa gugatan, melainkan dikenal juga permohonan. Perbedaan utama antara gugatan dengan permohonan adalah sengketa atau konflik 44. Dalam gugatan terdapat sengketa sedangkan dalam permohonan tidak ada sengketa. Oleh karena itu, putusan hakim dalam permohonan berupa penetapan atau putusan declaratoir saja, yaitu putusan yang bersifat menetapkan atau menerangkan saja. Pada hakikatnya setiap orang boleb berperkara di depan pengadilan, kecuali orang yang belum dewasa (diwakili orang tua atau wali) dan sakit ingatan (diwakili pengampu).

Sebagaimana telah dikemukakan di muka, terhadap suatu sengketa pihak-pihak yang terkait dapat memiliki beraneka ragam keinginan. Jika penyelesaian melalui pengadilan menjadi pilihan maka keinginan itu dituangkan dalam suatu dokumen yang disebut

gugatan.

Putusan

hakim

atas

suatu

gugatan

berupa

penghukuman

(condemmnator). Putusan semacam ini akan memuat pengakuan tentang hak penggugat dari pihak lain. Jika tergugat tidak mau melaksanakan putusan ini secara suka rela maka dapat dipaksakan melalui eksekusi.

Tujuan dari suatu gugatan disampaikan dalam bentuk tuntutan (petitum) yang merupakan permintaan kepada hakim untuk diputuskan. Petitum mesti dibuat secara jelas dan tegas serta tidak ada pertentangan satu sama lain. Remember that good writing makes the reader’s job easy; bad writing makes it hard.

Tuntutan dapat berupa tuntutan pokok, tuntutan tambahan, dan tuntutan provisional. Adapun alasan yang dapat dipakai untuk pengajuan gugatan adalah: 44

SETIAWAN. “Klausula Arbitrase dalam Teori dan Praktek”: dalam Varia Peradilan Tahun IX No. 104, Mei 1994 halaman 33 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Wanprestasi oleh debitur, perbuatan melawan hukum, perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad), dan kebatalan.

Suatu gugatan mesti memenuhi beberapa syarat tertentu, yaitu syarat formal dan syarat material. Syarat formal mencakup formalitas yang mesti dipenuhi suatu gugatan, yaitu: tempat dan tanggal surat gugatan, pemberian materai, tanda tangan pengugat atau kuasa. Sedangkan syarat material meliputi: identitas para pihak dan posita (fundamentum petendi). Posita berisi dasar dan alasan pengajuan gugatan yang biasanya terdiri dari dua bagian: 1. Uraian kejadian yang disengketakan (factual grounds). 2. Uraian tentang dasar hukum gugatan (legal grounds). Posita akan meliputi objek perkara, fakta hukum, kualifikasi perbuatan tergugat, uraian kerugian, dan petitum.

Pada saat ini dapat dikatakan sebagian besar gugatan dilakukan secara tertulis meskipun dimungkinan secara lisan. Gugatan secara tertulis disampaikan melalui surat kepada Ketua Pengadilan 45. Demikian juga dengan gugatan secara lisan disampaikan kepada Ketua Pengadilan.

Persidangan di pengadilan secara umum akan terdiri dari tahapan berikut ini. Pada persidangan pertama hakim akan mengusahakan perdamaian di antara para pihak yang bersengketa. Apabila tidak tercapai perdamaian kemudian dilakukan pembacaan gugatan oleh penggugat.

45

Sudikno Mertokusumo. “Sistem Peradilan dan Perundang-undangannya di Indonesia Sejak 1942 dan Apakah Kemanfaatannya Bagi Kita Bangsa Indonesia”. Bandung: Kilatmadju, 1981 halaman 91 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Persidangan kedua merupakan kesempatan bagi tergugat untuk menyampaikan tanggapan atau jawaban atas gugatan yang disampaikan penggugat pada sidang pertama. Hal-hal yang dapat disampaikan tergugat dalam jawaban meliputi hal-hal berikut ini.

Eksepsi atau tangkisan yaitu tanggapan atau jawaban atas formalitas gugatan yang tidak berkaitan langsung dengan pokok perkara. Eksepsi dapat meliputi eksepsi material dan prosesual. Eksepsi material terdiri dari eksepsi dilatoir dan peremtoir. Eksepsi dilatoir didasarkan pada ketentuan hukum material berupa keinginan agar dilakukan penundaan pemeriksaan gugatan oleh pengadilan. Sedangkan eksepsi peremtoir dimaksudkan untuk menggagalkan gugatan.

Adapun eksepsi prosesual berkaitan dengan hukum formal yang meliputi eksepsi declinator, litispendensi, nebis in idem, plurium litis consortium, diskualifikator. Eksepsi declinator berkaitan dengan kewenangan pengadilan mengadili perkara berkaitan dengan kompetensi absolutdan relatif. Eksepsi litispendensi merupakan pernyataan bahwa perkara yang diajukan pernah diperiksa tetapi belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Eksepsi plurium litis consortium merupakan pernyataan agar gugatan ditolak karena mengandung cacat formal seperti kesalahan pihak yang digugat. Eksepsi diskualifikator merupakan pernyataan tentang ketidakwenangan penguggat untuk mengajukan gugatan kepada penggugat.

Selain eksepsi disampaikan juga jawaban atas pokok perkara (konpensi) yang memuat pengakuan atau pembenaran dalil yang disampaikan penggugat, sangkalan atas dalil yang dikemukakan penggugat, atau fakta baru yang belum disampaikan penggugat Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

dalam gugatan. Selain itu tergugat dapat menyampaikan gugatan balik (rekonpensi). Dengan adanya rekonpesi terdapat gabungan dua tuntutan, tuntutan dari penggugat dan tuntutan dari tergugat. Tujuan dari rekonpensi untuk menghemat biaya, mempermudah prosedur, dan menghindari putusan yang bertentangan mengenai perkara yang mempunyai dasar atau hubungan hukum yang sama.

Selanjutnya pada sidang ketiga penggugat berkesempatan menyampaikan jawaban balasan (replik). Selain itu, penggugat jika ada rekopensi sebagai tergugat dan rekonpensi dapat menyampaikan jawaban atas dalil-dalil yang dikemukan tergugat dalam gugatan rekonpensi.

Pada sidang keempat tergugat menyampaikan duplik sebagai tanggapan atas dalildalil yang disampaikan penggugat dalam replik. Jika tergugat mengajukan rekonpensi maka tergugat juga dapat mengajukan duplik atas replik yang dikemukakan penggugat sebagai tergugat dalam rekonpensi.

Pada sidang kelima penggugat menyampaikan bukti-bukti untuk membenarkan dalil-dalil yang telah disampaikan pada sidang-sidang sebelumnya.

Pada sidang keenam tergugat menyampaikan bukti-bukti untuk menyangkal dalildalil yang disampaikan penggugat sekaligus menyampaikan bukti-bukti atas dalil yang disampaikan dalam rekonpensi. Pada persidangan ini kepada para pihak yang bersengkera diberikan kesempatan untuk menyampaikan pertanyaan atau sangkalan atas bukti-bukti yang diajukan pihak lain.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Selanjutnya pada sidang ketujuh para pihak menyampaikan kesimpulan dari sidang-sidang yang telah dilaksanakan. Akhirnya, pada sidang kedelapan hakim pengadilan negeri akan menjatuhan putusan atas perkara yang diperiksa.

Mengenai putusan dikenal ada dua jenis: putusan sela (interlocutoir beslag) dan putusan akhir (eind beslag). Putusan sela merupakan putusan hakim yang dijatuhkan sebelum putusan akhir.

Ada tiga putusan sela: 1. Putusan prepator, yaitu putusan untuk mempersiapkan dan mengatur pemeriksaan tetapi tidak mempengaruhi pokok perkara. 2. Putusan interlokator, yaitu putusan yang berisi perintah pembuktian yang mempengaruhi pokok perkara. 3. Putusan provisional, yaitu putusan yang berupa tindakan sementara untuk kepentingan salah satu pihak yang bersengketa. 46

Sementara itu, putusan akhir merupakan putusan hakim mengenai pokok perkara yang merupakan akhir dari tingkat pengadilan tertentu. Putusan akhir meliputi putusan verstek, putusan deklarator (menerangkan suatu keadaan hukum), putusan konstitutip (menghapuskan suatu keadaan hukum), putusan kondemnator (menghukum salah satu pihak yang bersengketa), dan putusan kontradiktor.

Jika para pihak yang bersengketa di pengadilan negeri merasa tidak puas atas putusan hakim, dapat mengajukan banding ke pengadilan tinggi yang membawahi pengadilan negeri tersebut. Permohonan banding diajukan dalam jangka waktu 14 hari

46

Sudikno Mertokusumo. “Hukum Acara Perdata Indonesia”. Yogyakarta: Liberty 1993 halaman

102 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

setelah putusan diucapkan atau diberitahu apabila putusan diucapkan tanpa kehadiran pihak.

Jika ada pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan banding dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kasasi merupakan upaya hukum terakhir bagi pihak-pihak yang bersengketa. Berbeda dengan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang memeriksa perkara (judex factie), mahkamah agung hanya akan memerika masalah hukum dan penerapan hukum (judex juris). Dalam kasasi tidak ada lagi pemeriksaaan bukti-bukti. Adapun alasan pengajuan kasasi adalah: tidak berwenang atau melampaui batas wewenang, salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, dan lalai menuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya dikenal juga upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK). PK dapat diajukan untuk membatalkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 180 hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap atau sejak ditemukan bukti-bukti baru (novum). Adapun alasan PK meliputi:

1. Putusan terdahulu didasarkan pada kebohongan, tipu muslihat, atau bukti-bukti palsu.

2. Ditemukan bukti baru

3. Putusan mengabulkan sesuatu yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut.

4. Ada bagian dari tuntutan yang belum diputus Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

5. Putusan bertentangan satu sama lain padahal yang berperkara sama, persoalan sama, dasar hukum sama, jenis pengadilan sama, tingkat pengadilan sama.

6. Terdapat kekhilapan atau kekeliruan.

Terhadap permohonan PK ini Mahkamah Agung dapat menjatuhkan putusan berupa permohonan PK tidak dapat diterima, permohonan PK ditolak, atau permohonan PK dikabulkan. Setelah PK tidak ada lagi upaya hukum yang dapat ditempuh. Dengan demikian setelah PK setiap pihak yang bersengketa harus menaati dan melaksanakan putusan.

Dari uraian yang telah disampaikan dapat dikatakan tidaklah terlalu mudah menyelesaikan sengketa melalui pengadilan, dari segi waktu cukup lama, demikian pual dari segia biaya akan cukup mahal. Oleh karena itu pencegahan sengketa selalu saja lebih baik dari pada menyelesaikaan sengketa. Jangankan pihak-pihak yang berperkara, para pengacara pun sering kali merasa enggan menyelesaikan sengketa melalui pengadilan. Tidak heran kalau ada pengacara yang kemudian tidak mau lagi menjadi pengacara justru setelah menyelesaikan suatu sengketa melalui pengadilan meskipun berada di pihak yang memang. The truth is, I never wanted to be a lawyer anyway.

Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

Sebagaimana telah disampaikan di muka, penyelesaian sengketa melalui pengadilan masih menyisakan berbagai persoalan sehingga dirasakan perlu ada cara-cara penyelesaian sengketa lain di luar pengadilan berupa arbitrase maupun beberapa alternatif Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

penyelesaian sengketa lain seperti konsultasi, negosiasi, mediasi, atau konsiliasi. Keberadaan upaya-upaya penyelesaian ini di Indonesia sebenarnya sudah sejak lama tetapi semakin populer setelah diberlakukan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase).

Dalam Undang-Undang

ini dikemukakan

bahwa arbitrase adalah cara

penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.

Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu. Lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.

Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundangundangan tidak dapat diadakan perdamaian. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Arbitrase sejak awal diadakan sebagai sarana penyelesaian sengketa alternatif (alternatif dispute resolution) di luar pengadilan (ordinary court). Beberapa kekurangan pengadilan seperti waktu yang lama dan biaya yang mahal diharapkan dapat diatasi arbitrase. Oleh karena itu sejak semula arbitrase dirancang sebagai penyelesaian sengketa yang cepat dan murah bagi para pihak yang bersengketa (quick and lower in time and money to the parties). Akan tetapi pada kenyataannya, paling tidak menurut pengamatan saya, khususnya di Indonesia, arbitrase sulit dikatakan lebih cepat dan murah. Dalam beberapa hal pemberlakuan UU Arbitrase justeru telah menimbulkan masalah baru.

Sebagai gambaran awal dapat dikemukakan tiga putusan arbitrase yang dibatalkan oleh Pengadilan Negeri (PN) di Indonesia, yaitu: Putusan Arbitrase Swiss dalam sengketa antara Pertamina vs Karaha Bodas; Putusan Arbitrase BANI dalam sengketa jual beli kertas uang Rupiah antara Perum Peruri vs PT Pura Barutama; dan Putusan Arbitrase ad hoc dalam sengketa menyangkut sales agreement untuk pembelian material SWRCH&R yang akan digunakan untuk pembuatan bahan produk balok lempengan baja antara PT Krakatau Steel vs International Piping Product Inc (IPP). Berbagai putusan PN itu bukan hanya telah menimbulkan perdebatan baru di antara para pihak yang bersengketa, melainkan di masyarakat luas bahkan di luar negeri.

Antara arbitrase dan PN sampai sekarang tidak dapat dipisahkan sebab dalam beberapa hal masih harus “bekerjasama”, seperti dalam rangka pelaksanaan putusan arbitrase dan pembatalan putusan arbitrase. Terutama mengenai pembatalan putusan arbitrase oleh PN akhir-akhir ini semakin sering terjadi sehingga dipandang perlu untuk dicermati. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Mengenai pembatalan putusan arbitrase oleh PN dalam UU No 30 Tahun 1999 diatur di Bab VII Pasal 70-72. Dalam Pasal 70 dinyatakan bahwa terhadap putusan arbitrase, para pihak dapat mengajukan permohonan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu.

b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentuka yang sengaja disembunyikan oleh pihak lawan

c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa

Sementara itu dalam penjelasan umum UU Arbitrase dinyatakan: “Bab VII mengatur tentang pembatalan putusan arbitrase. Hal ini dimungkinkan karena beberapa hal, antara lain:

a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu;

b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang sengaja disembunyikan oleh pihak lawan; atau

c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.” Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Kalau dibandingkan antara Pasal 70 dengan Penjelasan Umum sebenarnya dapat dikatakan tidak terdapat perbedaan, terlebih bertentangan. Meskipun demikian persoalan telah dan/atau akan dapat mungkin muncul dari kata-kata yang sebenarnya tidak secara langsung menyangkut isi pasal, yaitu antara kata-kata: “unsur-unsur sebagai berikut” (Pasal 70) dan “antara lain” (Penjelasan Umum). Kata-kata “unsur-unsur sebagai berikut” dalam Pasal 70 mengandung pengertian terbatas (limited). Sedangkan kata-kata “antara lain” dalam Penjelasan Umum dapat memberikan pengertian tidak terbatas (unlimited).

PN Jakarta Pusat ketika memutus sengketa antara Pertamina melawan Karaha Bodas tidak memakai tiga alasan pembatalan yang disebutkan dalam Pasal 70 UU Arbitrase dengan argumentasi bahwa berdasarkan penjelasan umum UU Arbitrase terbuka kemungkinan dipakai alasan lain untuk membatalkan putusan arbitrase.

Sementara itu dalam putusan Mahkamah Agung No 01/Banding/Wasit/2001 dalam perkara antara Ssangyong Engineering & Construction dan PT Murinda Iron Steel melawan PT Danareksa Jakarta Internasional ditegaskan bahwa Pasal 70 UU Arbitrase menyebutkan secara limitatif hal-hal yang menjadi alasan permohonan pembatalan.

Kemudian

patut

diperhatikan

Putusan

Mahkamah

Agung

No

06/Banding/Wasit/2001 tentang perkara antara PT Twink Pratama vs PT Coca Cola Amatil Indonesia dkk. Dalam Putusan ini diadakan analisis materil dengan cara melakukan penyaringan dan penilaian terhadap alasan-alasan pembatalan yang diajukan untuk memastikan bukti-bukti sungguh-sungguh memenuhi unsur yang dimaksud Pasal 70 UU Arbitrase. Hasilnya ternyata dokumen yang diajukan oleh pemohon pembatalan Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

tidak memenuhi unsur-unsur Pasal 70 UU Arbitrase. Dengan demikian dapat dikatakan pemenuhan unsur-unsur yang dimuat dalam Pasal 70 Arbitrase merupakan keharusan.

Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Negosiasi adalah proses konsensus yang digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan di antara mereka. Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak memihak (impartial) bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk membantu memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Antara mediasi dengan litigasi/arbitrase secara ringkas dapat dibuat perbandingan sebagai berikut 47:

Mediasi

Litigasi/Arbitrase

♦ Jika mediasi gagal dapat dilanjutkan ♦ Upaya hukum terakhir dengan litigasi atau arbitrase ♦ Jika kesepakatan hasil mediasi

♦ Jika putusan tidak dilaksanakan,

dilanggar, harus ajukan gugatan,

dapat diminta eksekusi ke

tidak bisa langsung eksekusi.

pengadilan

Catatan: Dalam konsep UU ADR hasil kesepakatan dapat langsung

47

Fatmah Hatim. “Tinjauan Terhadap Arbitrase Dagang Secara Umum dan Arbitrase Indonesia”. Jakarta. Penerbit Ghalia. 1995 halaman 81 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

dieksekusi setelah diberi titel eksekutorial oleh pengadilan. ♦ Pihak yang bersengketa membuat kesepakatan ♦ Mediator membantu tercapainya kesepakatan ♦ Para pihak yang menentukan jalannya mediasi ♦ Salah satu pihak dapat

♦ Hakim/arbiter yang membuat keputusan ♦ Hakim/arbiter memutuskan pihak yang salah dan benar ♦ Persidangan ditentukan oleh hukum acara yang berlaku ♦ Tidak boleh ex parte communication

berkomunikasi tersendiri dengan mediator (ex parte communication) ♦ Kesepakatan merupakan restrukturisasi dari kontrak yang

♦ Keputusan didasarkan pada kontrak yang disengketakan

disengketakan ♦ Win-win solution

♦ Win-lose judgement

♦ Hubungan bisnis tetap baik

♦ Hubungan bisnis rusak

♦ Cepat

♦ Lama

♦ Murah

♦ Mahal

♦ Rahasia

♦ Arbitrase dapat dipublikasikan; litigasi terbuka untuk umum

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Apabila pihak yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu kesepakatan dan pihak ketiga yang mengajukan usulan jalan keluar dari sengketa, proses ini disebut konsiliasi.

Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif

penyelesaian

sengketa

yang

didasarkan

pada

itikad

baik

dengan

mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.

Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.

Dalam hal sengketa atau beda pendapat tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator.

Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.

Dalam UU Arbitrase dinyatakan bahwa setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.

Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.

Kesepakatan

penyelesaian

sengketa

atau

beda

pendapat

wajib

selesai

dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran. Apabila usaha perdamaian tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad–hoc.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Dari uraian dan analisis dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Pembukaan L/C dilakukan dengan mempersiapkan hal-hal penting yaitu kesepakatan antara Seller (penjual) dan Buyer (pembeli) untuk membuat dan menandatangani sebuah sales contract (kontrak penjualan). Yang mendasari terbitnya sebuah L/C adalah kontrak jual beli atau sales contract yang sudah disepakati bersama dan kemudian disahkan dengan penandatanganan oleh masing-masing pihak antara penjual dan pembeli. Kontrak penjualan tersebut Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

biasanya mencantumkan pula bagaimana barang tersebut akan dikirim: apakah melalui darat, laut atau udara; dan pihak mana yang akan menutup asuransi. Kredit

berdokumen

juga

dikeluarkan

untuk

proyek-proyek

konstruksi

internasional jangka panjang dan proyek-proyek investasi.Pasal 4 UCP memberlakukan kredit berdokumen ini terhadap bukan saja untuk barang tetapi juga terhadap

jasa dan bentuk-bentuk

lainnya (services and/or other

performances), meskipun untuk hal-hal yang terakhir ini lebih banyak digunakan Standby L/C atau Bank Garansi.L/C sendiri adalah dokumen kontrak. UCP tidak memuat ketentuan pilihan hukum. L/C juga pada umumnya tidak memuat klausul pilihan hukum kecuali penundukan pada UCP. Dalam hal terjadi sengketa terutama mengenai masalah-masalah L/C yang tidak diatur dalam UCP, maka hakim harus menentukan hukum nasional yang berlaku atas L/C berdasarkan teori hukum perdata internasional. Hukum nasional yang berlaku itu belum tentu sesuai dengan kemauan para pihak karena hukum nasional yang berlaku tersebut dapat saja merupakan hukum negara ketiga yang materi muatannya berbeda dengan materi hukum nasional masing-masing pihak. Perbedaan materi muatan ini dapat membuahkan hasil yang berbeda pula yang belum tentu sesuai dengan rasa keadilan para pihak. b) Pengaturan mengenai L/C dalam hukum positif di Indonesia diatur tegas menurut PP No.1 Tahun 1982. Sementara itu, untuk pedoman penggunaan L/C di banyak negara telah banyak dipakai UCP 600. Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) tidak selalu memiliki kekuatan hukum mengikat (force of law) terhadap L/C karena UCP bukan merupakan produk hukum Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

legislatif apalagi produk legislatif Indonesia dan juga bukan merupakan produk hukum yudikatif. UCP hanya mengikat bagi L/C jika di dalam L/C memuat klausul pernyataan pilihan hukum yaitu berupa peryataan tunduk pada UCP. Penundukan pada UCP baru berarti penundukan pada pelaksanaan prosedur L/C, belum penundukan pada masalah-masalah hukum terutama yang tidak diatur dalam UCP seperti masalah penipuan dan masalah penentuan hukum nasional yang berlaku bagi L/C. Oleh karena itu, pada prinsipnya L/C perlu memuat klausul pilihan hukum selain klausul penundukan pada UCP. c) Perihal penggunaan L/C sebagai salah satu instrumen pembayaran dalam transaksi perdagangan internasional dilakukan dengan prosedur yang berlaku. Setelah kontrak baku dan kesepakatan perjanjian selesai dirampungkan, maka pembayaran

dan

penyerahan

barang

dilakukan

sesuai

dokumen

yang

dipersyaratkan dalam L/C. Ukuran kesesuaian tersebut adalah strict compliance (kesesuaian

mutlak)

sebagaimana

yang

termaktub

dalam

UCP.Prinsip

pembayaran L/C berdasarkan kesesuaian dokumen tidak dapat dilaksanakan jika dalam transaksi L/C terdapat penipuan. Penipuan adalah pengecualian terhadap keharusan pembayaran L/C. Likuidasi bank juga merupakan pengecualian terhadap kewajiban pembayaran L/C. Akan tetapi, krisis moneter tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak pembayaran L/C.

2. Saran Sehubungan dengan uraian dan analisis dalam bab sebelumnya penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut: Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

a) Para pelaku L/C dan semua pihak terkait dengan pelaksanaan L/C terutama lembaga yang menjalankan fungsi sebagai “abdi hokum” di Indonesia sangat diharapkan agar memiliki konsepsi dan pemahaman yang sama mengenai transaksi L/C demi kepastian hokum dan kepastian praktek L/C. Untuk mencapai konsepsi dan pemahaman yang sama tersebut perlu diupayakan penambahan kemampuan sumber daya manusia melalui kursus, seminar, pelatihan, petujuk tertulis atau informasi tertulis dan lisan yang berkesinambungan mengenai konsep, teori dan praktek transaksi L/C. Koordinator pelaksanaannya seyogianya KADIN bekerja sama dengan Bank Indonesia. Selain itu, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Pendidikan Perbankan juga seharusnya mengajarkan secara intensif mata kuliah hukum L/C dan praktek L/C dalam satu paket dalam upaya menciptkan pelaku bisnis di masa yang akan dating. b) L/C yang diterbitkan bank penerbit di Indonesia terutama untuk jumlah yang relatif besar disarankan agar selain tunduk pada UCP memuat juga klausul pilihan hukum sesuai kesepakatan pemohon (pembeli) dan penerima (penjual) dalam kontrak penjualan. Oleh karena bank penerbit tidak berkewajiban untuk melihat atau mempelajari kontrak penjualan, maka pemohon yang berkewajiban memuat klausul pilihan hukum tersebut dalam permintaan penerbitan L/C. Atas dasar kontrak ini, bank penerbit berkewajiban memuat klausul pilihan hukum tersebut dalam L/C yang diterbitkannya kepada penerima. Klausul pilihan hukum berguna dalam hal terjadi sengketa berkenan dengan masalah-masalah L/C. Jika penentuan hukum nasional yang berlaku didasarkan pada teori hukum perdata internasional Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

hasilnya belum tentu dikehendaki para pihak. Dalam menentukan pilihan hukum hindari penggunaan sistem hukum suatu Negara yang belum menerapkan prinsip pemisahan kontrak antara L/C dan kontrak lainnya. Penghindaran ini perlu demi kepastian hukum dalam pelaksanaan L/C secara internasional. Terciptanya kepastian hukum ini akan mempertahankan bahkan meningkatkan kepercayaan dunia bisnis terhadap L/C sebagai alat pembayaran. Selain itu, sepanjang memungkinkan L/C sebaiknya memuat juga klausul pilihan forum (pengadilan atau arbitrase). c) Walaupun status UCP tidak sama dengan produk hukum legislative maupun produk hukum yudikatif, disarankan agar semua L/C yang diterbitkan oleh bank penerbit di Indonesia supaya dibuat tunduk pada UCP 600 mengingat keberadaan UCP 600 telah diterima secara internasional sejak 1 Juli 2007. Dalam hal tidak semua ketentuan UCP 600 sesuai dengan kesepakatan para pihak dalam kontrak terkait seperti kontrak penjualan, maka para pihak dapat membuat pengaturan tersendiri dalam L/C yang sesuai dengan kontrak penjualan dan pengaturan ini akan berlaku menggantikan ketentuan dalam UCP 600 yang bertentangan dengan pengaturan tersebut. Hal ini sejalan dengan asas kebebasan berkontrak yang berlaku bagi L/C sebagai kontrak.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdulkadir Muhammad, SH: Hukum Dagang Indonesia , Penerbit alumni 1979 2. Adolf Huala dan A Chandrawulan. Masalah-masalah hukum dalam Perdagangan Internasional. Jakarta . PT Raja Grafindo Persada.1995 3. Adolf

Huala,

SH.,

LL.M,

PH.D.

“Dasar-Dasar

Hukum

Kontrak

Internasional”.Penerbit Refika Aditama. Bandung 2006 4. Amir M.S. “Letter of Credit Dalam Bisnis Ekspor Impor”. Penerbit PPM.Jakarta 1996 5. Bambang Sunggono, S.H., M.S. “Metodologi Penelitian Hukum”.Penerbit Divisi Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Persada JAKARTA . Februari 1996. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

6. Bayu Seto, S.H., LL.M. “Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional (Buku kesatu)”. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Bandung 2001 7. Dr. Ramlam Ginting, S.H., LL.M. “Letter of Credit-Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis”. Penerbit SALEMBA EMPAT.Jakarta .2000 8. Edward G. Hinkelman. “Metode Pembayaran Bisnis Internasional-Letter of Credit

Documentary

Collection

dan

Cyberpayments

dalam

Transaksi

Internasional”. Penerbit PPM Jakarta 2002 9. Fatmah Hatim. “ Tinjauan terhadap arbitrase dagang secara umum dan arbitrase Indonesia ”. Jakarta . Penerbit Ghalia. 1995 10. Gunawan Widjaja & Ahmad Yani. “Transaksi Bisnis Internasional-Seri Hukum Bisnis”.Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.2006 11. Hartono Hadisoeprapto, S.H. “Kredit berdokumen (Letter of Credit)-Cara Pembayaran Dalam Jual Beli Perniagaan”. Penerbit Liberty Yogyakarta . 1997 12. Hutabarat, Roselyne. Transaksi Ekspor Impor edisi kedua Jakarta : Penerbit Erlangga.2000 13. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 14. Norman Pakpahan.”Pembaharuan Hukum di Bidang Kegiatan Ekonomi”. Penerbit Pustaka Sinar Harapan, April 1999 15. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 44/PID/B/1994 PN.Jkt.Pst 16. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.25/Pdt.G.Sit.Jam/1995/PN.JktS 17. Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor, Dan Lalu-lintas Devisa

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

18. Prof.Ny.Emmy Pangaribuan Simanjuntak, SH. “Pembukaan Kredit BerdokumenSeri Hukum Dagang”. Penerbit Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta.1989 19. Prof. Dr .. Soedjono Dirdjosisworo, SH., MM. Pengantar Hukum Dagang Internasional.Penerbit Refika ADITAMA.Bandung.2006 20. Prof. Dr. Sudargo Gautama. Hukum perdata internasional Indonesia . Buku keempat penerbit alumni. Bandung.1989 21. Putusan Mahkamah Agung RI No.1887.K./Pdt.G.VI/1993/PN Jkt.Pst 22. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.097/Pid B/1999/PN Jkt.Bar 23. Putusan Sela Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.207/Pdt.G/1994/PN Jaksel 24. Setiawan. “Klausula Arbitrase dalam Teori dan Praktek: dalam Varia Peradilan Tahun IX No. 104, Mei 1994 25. Soepriyo Andhibroto. “Letter of Credit Dalam Teori dan Praktek”. Penerbit Dahara Prize.Yogyakarta.1984 26. Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata Indonesia . Yogyakarta : Liberty 1993 27. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 29/KEP/DIR tanggal 31 Desember 1996 28. Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) 600, ICC Publishing S.A., Paris, 1 Juli 2007

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

LAMPIRAN

UNIFORM CUSTOMS AND PRACTICE FOR DOCUMENTARY CREDITS ICC Publication No. 500 Effective January 1, 1994

GENERAL PROVISIONS AND DEFINITIONS ARTICLE 1 Application of UCP The Uniform Customs and Practice for Documentary Credits, 1993 Revision, ICC Publication No. 50O, shall apply to all Documentary Credits (including to the extent to which they may be applicable, Standby Letter(s) of Credit) where they are Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

incorporated into the text of the Credit. They are binding on all parties thereto, unless otherwise expressly stipulated in the Credit. ARTICLE 2 Meaning of Credit For the purposes of these Articles, the expressions "Documentary Credit(s)" and "Standby Letter(s) of Credit" (hereinafter referred to as "Credit(s)"), mean any arrangement, however named or described, whereby a bank (the "Issuing Bank") acting at the request and on the instructions of a customer (the "Applicant") or on its own behalf, i. is to make a payment to or to the order of a third party (the "Beneficiary"), or is to accept and pay bills of exchange (Draft(s)) drawn by the Beneficiary, or ii. authorizes another bank to effect such payment, or to accept and pay such bills of exchange (Draft(s)), or iii. authorizes another bank to negotiate, against stipulated document(s), provided that the terms and conditions of the Credit are complied with. For the purposes of these Articles, branches of a bank in different countries are considered another bank. ARTICLE 3 Credits v. Contracts A. Credits, by their nature, are separate transactions from the sales or other contract(s) on which they may be based and banks are in no way concerned with or bound by such contract(s), even if any reference whatsoever to such contract(s) is included in the Credit. Consequently, the undertaking of a bank to pay, accept and pay Draft(s) or negotiate and/or to fulfill any other obligation under the Credit, is not subject to claims or defenses by the Applicant resulting from his relationships with the Issuing Bank or the Beneficiary. B. A Beneficiary can in no case avail himself of the contractual relationships existing between the banks or between the Applicant and the Issuing Bank. ARTICLE 4 Documents v. Goods/Services/Performances In Credit operations all parties concerned deal with documents, and not with goods, services and/or other performances to which the documents may relate. ARTICLE 5 Instructions to Issue/Amend Credits A. Instructions for the issuance of a Credit, the Credit itself, instructions for an amendment thereto, and the amendment itself, must be complete and precise.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

In order to guard against confusion and misunderstanding, banks should discourage any attempt: i. to include excessive detail in the Credit or in any amendment thereto; ii. to give instructions to issue, advise or confirm a Credit by reference to a Credit previously issued (similar Credit) where such previous Credit has been subject to accepted amendment(s), and/or unaccepted amendment(s). B. All instructions for the issuance of a Credit and the Credit itself and, where applicable, all instructions for an amendment thereto and the amendment itself, must state precisely the document(s) against which payment, acceptance or negotiation is to be made.

FORM AND NOTIFICATION OF CREDITS ARTICLE 6 Revocable v. Irrevocable Credits A. A Credit may be either i. revocable, or ii. irrevocable. B. The Credit, therefore, should clearly indicate whether it is revocable or irrevocable. C. In the absence of such indication the Credit shall be deemed to be irrevocable. ARTICLE 7 Advising Bank's Liability A. A Credit may be advised to a Beneficiary through another bank (the "Advising Bank") without engagement on the part of the Advising Bank, but that bank, if it elects to advise the Credit, shall take reasonable care to check the apparent authenticity of the Credit which it advises. If the bank elects not to advise the Credit, it must so inform the Issuing Bank without delay. B. If the Advising Bank cannot establish such apparent authenticity it must inform, without delay, the bank from which the instructions appear to have been received that it has been unable to establish the authenticity of the Credit and if it elects nonetheless to advise the Credit it must inform the Beneficiary that it has not been able to establish the authenticity of the Credit. ARTICLE 8 Revocation of a Credit A. A revocable Credit may be amended or canceled by the Issuing Bank at any moment and without prior notice to the Beneficiary. B. However, the Issuing Bank must: i. reimburse another bank with which a revocable Credit has been made available for sight payment, acceptance or negotiation for any payment, acceptance or negotiation made by such bank prior to receipt by it of notice of amendment or Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

cancellation, against documents which appear on their face to be in compliance with the terms and conditions of the Credit; ii. reimburse another bank with which a revocable Credit has been made available for deferred payment, if such a bank has, prior to receipt by it of notice of amendment or cancellation, taken up documents which appear on their face to be in compliance with the terms and conditions of the Credit. ARTICLE 9 Liability of Issuing and Confirming Banks A. An irrevocable Credit constitutes a definite undertaking of the Issuing Bank, provided that the stipulated documents are presented to the Nominated Bank or to the Issuing Bank and that the terms and conditions of the Credit are complied with: i. if the Credit provides for sight payment to pay at sight; ii. if the Credit provides for deferred payment to pay on the maturity date(s) determinable in accordance with the stipulations of the Credit; iii. if the Credit provides for acceptance; a. by the Issuing Bank to accept Draft(s) drawn by the Beneficiary on the Issuing Bank and pay them at maturity, or b. by another drawee bank to accept and pay at maturity Draft(s) drawn by the Beneficiary on the Issuing Bank in the event the drawee bank stipulated in the Credit does not accept Draft(s) drawn on it, or to pay Drafts(s) accepted but not paid by such drawee bank at maturity; iv. if the Credit provides for negotiation to pay without recourse to drawers and/or bona fide holders, Draft(s) drawn by the Beneficiary and/or document(s) presented under the Credit. A Credit should not be issued available by Draft(s) on the Applicant. If the Credit nevertheless calls for Draft(s) on the Applicant, banks will consider such Draft(s) as an additional document(s). B. A confirmation of an irrevocable Credit by another bank (the "Confirming Bank") upon the authorization or request of the Issuing Bank, constitutes a definite undertaking of the Confirming Bank, in addition to that of the issuing Bank, provided that the stipulated documents are presented to the Confirming Bank or to any other Nominated Bank and that the terms and conditions of the Credit are complied with: i. If the Credit provides for sight payment to pay at sight; ii. if the Credit provides for deferred payment to pay on the maturity date(s) determinable in accordance with the stipulations of the Credit; iii. if the Credit provides for acceptance: a. by the Confirming Bank to accept Draft(s) drawn by the Beneficiary on the Confirming Bank and pay them at maturity, or b. by another drawee bank to accept and pay at maturity Draft(s) drawn by the Beneficiary on the Confirming Bank, in the event the drawee bank stipulated in the Credit does not accept Draft(s) drawn on it, or to pay Draft(s) accepted but not paid by such drawee bank at maturity; Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

iv. if the Credit provides for negotiation to negotiate without recourse to drawers and/or bona fide holders, Draft(s) drawn by the Beneficiary and/or document(s) presented under the Credit. A Credit should not be issued available by Draft(s) on the Applicant. If the Credit nevertheless calls for Draft(s) on the Applicant, banks will consider such Draft(s) as an additional document(s). C. i. If another bank is authorized or requested by the Issuing Bank to add its confirmation to a Credit but is not prepared to do so, it must so inform the Issuing Bank without delay. ii. Unless the Issuing Bank specifies otherwise in its authorization or request to add confirmation, the Advising Bank may advise the Credit to the Beneficiary without adding its confirmation. D. i. Except as otherwise provided by Article 48, an irrevocable Credit can neither be amended nor canceled without the agreement of the Issuing Bank, the Confirming Bank, if any, and the Beneficiary. ii. The Issuing Bank shall be irrevocably bound by an amendment(s) issued by it from the time of the issuance of such amendment(s). A Confirming Bank may extend its confirmation to an amendment and shall be irrevocably bound as of the time of its advice of the amendment. A Confirming Bank may, however, choose to advise an amendment to the Beneficiary without extending its confirmation and if so, must inform the Issuing Bank and the Beneficiary without delay. iii. The terms of the original Credit (or a Credit incorporating previously accepted amendment(s)) will remain in force for the Beneficiary until the Beneficiary communicates his acceptance of the amendment to the bank that advised such amendment. The Beneficiary should give notification of acceptance or rejection of amendment(s). If the Beneficiary fails to give such notification, the tender of documents to the Nominated Bank or Issuing Bank, that conform to the Credit and to not yet accepted amendment(s), will be deemed to be notification of acceptance by the Beneficiary of such amendment(s) and as of that moment the Credit will be amended. iv. Partial acceptance of amendments contained in one and the same advice of amendment is not allowed and consequently will not be given any effect. ARTICLE 10 Types of Credit A. All Credits must clearly indicate whether they are available by sight payment, by deferred payment, by acceptance or by negotiation. B. i. Unless the Credit stipulates that it is available only with the Issuing Bank, all Credits must nominate the bank (the "Nominated Bank") which is authorized to pay, to incur a deferred payment undertaking, to accept Draft(s) or to negotiate. In a freely negotiable Credit, any bank is a Nominated Bank. Presentation of documents must be made to the Issuing Bank or the Confirming Bank, if any, or any other Nominated Bank. ii. Negotiation means the giving of value for Draft(s) and/or document(s) by the bank authorized to negotiate. Mere examination of the documents without giving of value does not constitute a negotiation.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

C. Unless the Nominated Bank is the Confirming Bank, nomination by the Issuing Bank does not constitute any undertaking by the Nominated Bank to pay, to incur a deferred payment undertaking, to accept Draft(s), or to negotiate. Except where expressly agreed to by the Nominated Bank and so communicated to the Beneficiary, the Nominated Bank's receipt of and/or examination and/or forwarding of the documents does not make that bank liable to pay, to incur a deferred payment undertaking, to accept Draft(s), or to negotiate. D. By nominating another bank, or by allowing for negotiation by any bank, or by authorizing or requesting another bank to add its confirmation, the Issuing Bank authorizes such bank to pay, accept Draft(s) or negotiate as the case may be, against documents which appear on their face to be in compliance with the terms and conditions of the Credit and undertakes to reimburse such bank in accordance with the provisions of these Articles. ARTICLE 11 Teletransmitted and Pre Advised Credit A. i. When an Issuing Bank instructs an Advising Bank by an authenticated teletransmission to advise a Credit or an amendment to a Credit, the teletransmission will be deemed to be the operative Credit instrument or the operative amendment, and no mail confirmation should be sent. Should a mail confirmation nevertheless be sent, it will have no effect and the Advising Bank will have no obligation to check such mail confirmation against the operative Credit instrument or the operative amendment received by teletransmission. ii. If the teletransmission states "full details to follow" (or words of similar effect) or states that the mail confirmation is to be the operative Credit instrument or the operative amendment, then the teletransmission will not be deemed to be the operative Credit instrument or the operative amendment. The Issuing Bank must forward the operative Credit instrument or the operative amendment to such Advising Bank without delay. B. If a bank uses the services of an Advising Bank to have the Credit advised to the Beneficiary, it must also use the services of the same bank for advising an amendment(s). C. A preliminary advice of the issuance or amendment of an irrevocable Credit (pre advice), shall only be given by an Issuing Bank if such bank is prepared to issue the operative Credit instrument or the operative amendment thereto. Unless otherwise stated in such preliminary advice by the Issuing Bank, an Issuing Bank having given such pre advice shall be irrevocably committed to issue or amend the Credit, in terms not inconsistent with the pre advice, without delay. ARTICLE 12 Incomplete or Unclear Instructions If incomplete or unclear instructions are received to advise, confirm or amend a Credit, the bank requested to act on such instructions may give preliminary notification to the Beneficiary for information only and without responsibility. This preliminary notification should state clearly that the notification is provided for information only and without the responsibility of the Advising Bank. In any event, Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

the Advising Bank must inform the Issuing Bank of the action taken and request it to provide the necessary information. The Issuing Bank must provide the necessary information without delay. The Credit will be advised, confirmed or amended, only when complete and clear instructions have been received and if the Advising Bank is then prepared to act on the instructions.

LIABILITIES AND RESPONSIBILITIES ARTICLE 13 Standard for Examination of Documents A. Banks must examine all documents stipulated in the Credit with reasonable care, to ascertain whether or not they appear, on their face, to be in compliance with the terms and conditions of the Credit. Compliance of the stipulated documents on their face with the terms and conditions of the Credit, shall be determined by international standard banking practice as reflected in these Articles. Documents which appear on their face to be inconsistent with one another will be considered as not appearing on their face to be in compliance with the terms and conditions of the Credit. Documents not stipulated in the Credit will not be examined by banks. If they receive such documents, they shall return them to the presenter or pass them on without responsibility. B. The Issuing Bank, the Confirming Bank, if any, or a Nominated Bank acting on their behalf, shall each have a reasonable time, not to exceed seven banking days following the day of receipt of the documents, to examine the documents and determine whether to take up or refuse the documents and to inform the party from which it received the documents accordingly. C. If a Credit contains conditions without stating the document(s) to be presented in compliance therewith, banks will deem such conditions as not stated and will disregard them. ARTICLE 14 Discrepant Documents and Notice A. When the Issuing Bank authorizes another bank to pay, incur a deferred payment undertaking, accept Draft(s), or negotiate against documents which appear on their face to be in compliance with the terms and conditions of the Credit, the Issuing Bank and the Confirming Bank, if any, are bound: i. to reimburse the Nominated Bank which has paid, incurred a deferred payment undertaking, accepted Draft(s), or negotiated, ii. to take up the documents. B. Upon receipt of the documents the Issuing Bank and /or Confirming Bank, if any, or a Nominated Bank acting on their behalf, must determine on the basis of the documents alone whether or not they appear on their face to be in compliance with the terms and conditions of the Credit. If the documents appear on their face not to be in compliance with the terms and conditions of the Credit, such banks may refuse to take up the documents.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

C. If the Issuing Bank determines that the documents appear on their face not to be in compliance with the terms and conditions of the Credit, it may in its sole judgment approach the Applicant for a waiver of the discrepancy(ies). This does not, however, extend the period mentioned in sub Article 13 (b). D. i. If the Issuing Bank and/or Confirming Bank, if any, or a Nominated Bank acting on their behalf, decides to refuse the documents, it must give notice to that effect by telecommunication or, if that is not possible, by other expeditious means, without delay but no later than the close of the seventh banking day following the day of receipt of the documents. Such notice shall be given to the bank from which it received the documents, or to the Beneficiary, if it received the documents directly from him. ii. Such notice must state all discrepancies in respect of which the bank refuses the documents and must also state whether it is holding the documents at the disposal of, or is returning them to, the presenter. iii. The Issuing Bank and/or Confirming Bank, if any, shall then be entitled to claim from the remitting bank refund, with interest, of any reimbursement which has been made to that bank. E. If the Issuing Bank and/or Confirming Bank, if any, fails to act in accordance with the provisions of this Article and/or fails to hold the documents at the disposal of, or return them to the presenter, the Issuing Bank and/ or Confirming Bank, if any, shall be precluded from claiming that the documents are not in compliance with the terms and conditions of the Credit. F. If the remitting bank draws the attention of the Issuing Bank and/or Confirming Bank, if any, to any discrepancy(ies) in the document(s) or advises such banks that it has paid, incurred a deferred payment undertaking, accepted Draft(s) or negotiated under reserve or against an indemnity in respect of such discrepancy(ies), the Issuing Bank and/or Confirming Bank, if any, shall not be thereby relieved from any of their obligations under any provision of this Article. Such reserve or indemnity concerns only the relations between the remitting bank and the party towards whom the reserve was made, or from whom, or on whose behalf, the indemnity was obtained. ARTICLE 15 Disclaimer on Effectiveness of Documents Banks assume no liability or responsibility for the form, sufficiency, accuracy, genuineness, falsification or legal effect of any document(s), or for the general and/or particular conditions stipulated in the document(s) or superimposed thereon; nor do they assume any liability or responsibility for the description, quantity, weight, quality, condition, packing, delivery, value or existence of the goods represented by any document(s), or for the good faith or acts and/or omissions, solvency, performance or standing of the consignors, the carriers, the forwarders, the consignees or the insurers of the goods, or any other person whomsoever. ARTICLE 16 Disclaimer on the Transmission of Messages Banks assume no liability or responsibility for the consequences arising out of delay and/or loss in transit of any message(s), letter(s) or document(s), or for delay, Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

mutilation or other error(s) arising in the transmission of any telecommunication. Banks assume no liability or responsibility for errors in translation and/or interpretation of technical terms, and reserve the right to transmit Credit terms without translating them. ARTICLE 17 Force Majeure Banks assume no liability or responsibility for the consequences arising out of the interruption of their business by Acts of God, riots, civil commotions, insurrections, wars or any other causes beyond their control, or by any strikes or lockouts. Unless specifically authorized, banks will not, upon resumption of their business, pay, incur a deferred payment undertaking, accept Draft(s) or negotiate under Credits which expired during such interruption of their business. ARTICLE 18 Disclaimer for Acts of an Instructed Party A. Banks utilizing the services of another bank or other banks for the purpose of giving effect to the instructions of the Applicant do so for the account and at the risk of such Applicant. B. Banks assume no liability or responsibility should the instructions they transmit not be carried out, even if they have themselves taken the initiative in the choice of such other bank(s). C. i. A party instructing another party to perform services is liable for any charges, including commissions, fees, costs or expenses incurred by the instructed party in connection with its instructions. iu. Where a credit stipulates that such charges are for the account of a party other than the instructing party, and charges cannot be collected, the instructing party remains ultimately liable for the payment thereof. D. The Applicant shall be bound by and liable to indemnify the banks against all obligations and responsibilities imposed by foreign laws and usages. ARTICLE 19 Bank to Bank Reimbursement Arrangements A. If an Issuing Bank intends that the reimbursement to which a paying, accepting or negotiating bank is entitled, shall be obtained by such bank (the "Claiming Bank"), claiming on another party (the "Reimbursing Bank"), it shall provide such Reimbursing Bank in good time with the proper instructions or authorization to honor such reimbursement claims. B. Issuing Banks shall not require a Claiming Bank to supply a certificate of compliance with the terms and conditions of the Credit to the Reimbursing Bank. C. An Issuing Bank shall not be relieved from any of its obligations to provide reimbursement if and when reimbursement is not received by the Claiming Bank from the Reimbursing Bank.

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

D. The Issuing Bank shall be responsible to the Claiming Bank for any loss of interest if reimbursement is not provided by the Reimbursing Bank on first demand, or as otherwise specified in the Credit, or mutually agreed, as the case may be. E. The Reimbursing Bank's charges should be for the account of the Issuing Bank. However, in cases where the charges are for the account of another party, it is the responsibility of the Issuing Bank to so indicate in the original Credit and in the reimbursement authorization. In cases where the Reimbursing Bank's charges are for the account of another party they shall be collected from the Claiming Bank when the Credit is drawn under. In cases where the Credit is not drawn under, the Reimbursing Bank's charges remain the obligation of the Issuing Bank.

DOCUMENTS ARTICLE 20 Ambiguity as to the Issuers of Documents A. Terms such as "first class", "well known", "qualified", "independent", "official", "competent", "local", and the like, shall not be used to describe the issuers of any document(s) to be presented under a Credit. If such terms are incorporated in the Credit, banks will accept the relative document(s) as presented, provided that it appears on its face to be in compliance with the other terms and conditions of the Credit and not to have been issued by the Beneficiary. B. Unless otherwise stipulated in the Credit, banks will also accept as an original document(s), a document(s) produced or appearing to have been produced: i. by reprographic, automated or computerized systems; ii. as carbon copies; provided that it is marked as original and, where necessary, appears to be signed. A document may be signed by handwriting, by facsimile signature, by perforated signature, by stamp, by symbol, or by any other mechanical or electronic method of authentication. C. i. Unless otherwise stipulated in the Credit, banks will accept as a copy(ies), a document(s) either labeled copy or not marked as an original a copy(ies) need not be signed. ii. Credits that require multiple document(s) such as "duplicate", "two fold", "two copies" and the like, will be satisfied by the presentation of one original and the remaining number in copies except where the document itself indicates otherwise. D. Unless otherwise stipulated in the Credit, a condition under a Credit calling for a document to be authenticated, validated, legalized, visaed, certified or indicating a similar requirement, will be satisfied by any signature, mark, stamp or label on such document that on its face appears to satisfy the above condition. ARTICLE 21 Unspecified Issuers or Contents of Documents When documents other than transport documents, insurance documents and commercial invoices are called for, the Credit should stipulate by whom such documents are to be issued and their wording or data content. If the Credit does not so stipulate, banks will accept such documents as presented, provided that their data content is not inconsistent with any other stipulated document presented. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

ARTICLE 22 Issuance Date of Documents Vs. Credit Date Unless otherwise stipulated in the Credit, banks will accept a document bearing a date of issuance prior to that of the Credit, subject to such document being presented within the time limits set out in the Credit and in these Articles. ARTICLE 23 Marine/Ocean Bill of Lading A. If a Credit calls for a bill of lading covering a port to port shipment, banks will, unless otherwise stipulated in the Credit, accept a document, however named, which: i. appears on its face to indicate the name of the carrier and to have been signed or otherwise authenticated by: • the carrier or a named agent for or on behalf of the carrier, or • the master or a named agent for or on behalf of the master. Any signature or authentication of the carrier or the master must be identified as carrier or master, as the case may be. An agent signing or authenticating for the carrier or master must also indicate the name and the capacity of the party, i.e. carrier or master, on whose behalf that agent is acting, and ii. indicates that the goods have been loaded on board, or shipped on a named vessel. Loading on board or shipment on a named vessel may be indicated by pre printed wording on the bill of lading that the goods have been loaded on board a named vessel or shipped on a named vessel, in which case the date of issuance of the bill of lading will be deemed to be the date of loading on board and the date of shipment. In all other cases loading on board a named vessel must be evidenced by a notation on the bill of lading which gives the date on which the goods have been loaded on board, in which case the date of the board notation will be deemed to be the date of shipment. If the bill of lading contains the indication "intended vessel", or similar qualification in relation to the vessel, loading on board a named vessel must be evidenced by an on board notation on the bill of lading which, in addition to the date on which the goods have been loaded on board, also includes the name of the vessel on which the goods have been loaded, even if they have been loaded on the vessel named as the "intended vessel". If the bill of lading indicates a place of receipt or taking in charge different from the port of loading, the on board notation must also include the port of loading stipulated in the Credit and the name of the vessel on which the goods have been loaded, even if they have been loaded on the vessel named in the bill of lading. This provision also applies whenever loading on board the vessel is indicated by pre printed wording on the bill of lading, and

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

iii. indicates the port of loading and the port of discharge stipulated in the Credit, notwithstanding that it: a. indicates a place of taking in charge different from the port of loading, and/or a place of final destination different from the port of discharge, and/or b. contains the indication "intended" or similar qualification in relation to the port of loading and/or port of discharge, as long as the document also states the ports of loading and/or discharge stipulated in the Credit, and iv. consists of a sole original bill of lading or, if issued in more than one original, the full set as so issued, and v. appears to contain all of the terms and conditions of carriage, or some of such terms and conditions by reference to a source or document other than the bill of lading (short form/blank back bill of lading); banks will not examine the contents of such terms and conditions, and vi. contains no indication that it is subject to a charter party and/or no indication that the carrying vessel is propelled by sail only, and vii. in all other respects meets the stipulations of the Credit. B. For the purpose of this Article, transshipment means unloading and reloading from one vessel to another vessel during the course of ocean carriage from the port of loading to the port of discharge stipulated in the Credit. C. Unless transshipment is prohibited by the terms of the Credit, banks will accept a bill of lading which indicates that the goods will be transshipped, provided that the entire ocean carriage is covered by one and the same bill of lading. D. Even if the Credit prohibits transshipment, banks will accept a bill of lading which: i. indicates that the transshipment will take place as long as the relevant cargo is shipped in Container(s), Trailer(s) and/or "LASH" barge(s) as evidenced by the bill of lading, provided that the entire ocean carriage is covered by one and the same bill of lading, and/or ii. incorporates clauses stating that the carrier reserves the right to transship. ARTICLE 24 Non Negotiable Sea Waybill A. If a Credit calls for a non negotiable sea waybill covering a port to port shipment, banks will, unless otherwise stipulated in the Credit, accept a document, however named, which: i. appears on its face to indicate the name of the carrier and to have been signed or otherwise authenticated by: • the carrier or a named agent for or on behalf of the carrier, or • the master or a named agent for or on behalf of the master, Any signature or authentication of the carrier or master must be identified as carrier or master, as the case may be. An agent signing or authenticating for the carrier or Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

master must also indicate the name and the capacity of the party, i.e. carrier or master, on whose behalf that agent is acting, and ii. indicates that the goods have been loaded on board, or shipped on a named vessel. Loading on board or shipment on a named vessel may be indicated by pre printed wording on the nonnegotiable sea waybill that the goods have been loaded on board a named vessel or shipped on a named vessel, in which case the date of issuance of the non negotiable sea waybill will be deemed to be the date of loading on board and the date of shipment. In all other cases loading on board a named vessel must be evidenced by a notation on the non negotiable sea waybill which gives the date on which the goods have been loaded on board, in which case the date of the on board notation will be deemed to be the date of shipment. If the non negotiable sea waybill contains the indication "intended vessel", or similar qualification in relation to the vessel, loading on board a named vessel must be evidenced by an on board notation on the non negotiable sea waybill which, in addition to the date on which the goods have been loaded on board, includes the name of the vessel on which the goods have been loaded, even if they have been loaded on the vessel named as the "intended vessel". If the non negotiable sea waybill indicates a place of receipt or taking in charge different from the port of loading, the on board notation must also include the port of loading stipulated in the Credit and the name of the vessel on which the goods have been loaded, even if they have been loaded on a vessel named in the nonnegotiable sea waybill. This provision also applies whenever loading on board the vessel is indicated by pre printed wording on the non negotiable sea waybill, and iii. indicates the port of loading and the port of discharge stipulated in the Credit, notwithstanding that it: a. indicates a place of taking in charge different from the port of loading, and/or a place of final destination different from the port of discharge, and/or b. contains the indication "intended" or similar qualification in relation to the port of loading and/or port of discharge, as long as the document also states the ports of loading and/or discharge stipulated in the Credit, and iv. consists of a sole original non negotiable sea waybill, or if issued in more than one original, the full set as so issued, and v. appears to contain all of the terms and conditions of carriage, or some of such terms and conditions by reference to a source or document other than the nonnegotiable sea waybill (short form/blank back nonnegotiable sea waybill); banks will not examine the contents of such terms and conditions, and Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

vi. contains no indication that it is subject to a charter party and/or no indication that the carrying vessel is propelled by sail only, and vii. in all other respects meets the stipulations of the Credit. B. For the purpose of this Article, transshipment means unloading and reloading from one vessel to another vessel during the course of ocean carriage from the port of loading to the port of discharge stipulated in the Credit. C. Unless transshipment is prohibited by the terms of the Credit, banks will accept a non negotiable sea waybill which indicates that the goods will be transshipped, provided that the entire ocean carriage is covered by one and the same non negotiable sea waybill. D. Even if the Credit prohibits transshipment, banks will accept a non negotiable sea waybill which: i. indicates that transshipment will take place as long as the relevant cargo is shipped in Container(s), Trailer(s) and/or "LASH" barge(s) as evidenced by the nonnegotiable sea waybill, provided that the entire ocean carriage is covered by one and the same non negotiable sea waybill, and/or ii. incorporates clauses stating that the carrier reserves the right to transship. ARTICLE 25 Charter Party Bill of Lading A. If a Credit calls for or permits a charter party bill of lading, banks will, unless otherwise stipulated in the Credit, accept a document, however named, which: i. contains any indication that it is subject to a charter party, and ii. appears on its face to have been signed or otherwise authenticated by: • the master or a named agent for or on behalf of the master, or • the owner or a named agent for or on behalf of the owner. Any signature or authentication of the master or owner must be identified as master or owner as the case may be. An agent signing or authenticating for the master or owner must also indicate the name and the capacity of the party, i.e. master or owner, on whose behalf that agent is acting, and iii. does or does not indicate the name of the carrier, and iv. indicates that the goods have been loaded on board or shipped on a named vessel. Loading on board or shipment on a named vessel may be indicated by pre printed wording on the bill of lading that the goods have been loaded on board a named vessel or shipped on a named vessel, in which case the date of issuance of the bill of lading will be deemed to be the date of loading on board and the date of shipment. In all other cases loading on board a named vessel must be evidenced by a notation on the bill of lading which gives the date on which the goods have been loaded on Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

board, in which case the date of the on board notation will be deemed to be the date of shipment, and v. indicates the port of loading and the port of discharge stipulated in the Credit, and vi. consists of a sole original bill of lading or, if issued in more than one original, the full set as so issued, and vii. contains no indication that the carrying vessel is propelled by sail only, and viii. in all other respects meets the stipulations of the Credit. B. Even if the Credit requires the presentation of a charter party contract in connection with a charter party bill of lading, banks will not examine such charter party contract, but will pass it on without responsibility on their part. ARTICLE 26 Multimodal Transport Document A. If a Credit calls for a transport document covering at least two different modes of transport (multimodal transport), banks will, unless otherwise stipulated in the Credit, accept a document, however named, which: i. appears on its face to indicate the name of the carrier or multimodal transport operator and to have been signed or otherwise authenticated by: • the carrier or multimodal transport operator or a named agent for or on behalf of the carrier or multimodal transport operator, or • the master or a named agent for or on behalf of the master. Any signature or authentication of the carrier, multimodal transport operator or master must be identified as carrier, multimodal transport operator or master, as the case may be. An agent signing or authenticating for the carrier, multimodal transport operator or master must also indicate the name and the capacity of the party, i.e. carrier, multimodal transport operator or master, on whose behalf that the agent is acting, and ii. indicates that the goods have been dispatched, taken in charge or loaded on board. Dispatch, taking in charge or loading on board may be indicated by wording to that effect on the multimodal transport document and the date of issuance will be deemed to be the date of dispatch, taking in charge or loading on board and the date of shipment. However, if the document indicates, by stamp or otherwise, a date of dispatch, taking in charge or loading on board, such date will be deemed to be the date of shipment, and iii. a. indicates the place of taking in charge stipulated in the Credit which may be different from the port, airport or place of loading, and the place of final destination stipulated in the Credit which may be different from the port, airport or place of discharge, Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

and/or b. contains the indication "intended" or similar qualification in relation to the vessel and/or port of loading and/or port of discharge, and iv. consists of a sole original multimodal transport document or, if issued in more than one original, the full set as so issued, and v. appears to contain all of the terms and conditions of carriage, or some of such terms and conditions by reference to a source or document other than the multimodal transport document (short form/blank back multimodal transport document); banks will not examine the contents of such terms and conditions, and vi. contains no indication that it is subject to a charter party and/or no indication that the carrying vessel is propelled by sail only, and vii. in all other respects meets the stipulations of the Credit. B. Even if the Credit prohibits transshipment, banks will accept a multimodal transport document which indicates that transshipment will or may take place, provided that the entire carriage is covered by one and the same multimodal transport document. ARTICLE 27 Air Transport Document A. If a Credit calls for an air transport document, banks will, unless otherwise stipulated in the Credit, accept a document, however named, which: i. appears on its face to indicate the name of the carrier and to have been signed or otherwise authenticated by: • the carrier, or • a named agent for or on behalf of the carrier. Any signature or authentication of the carrier must be identified as carrier. An agent signing or authenticating for the carrier must also indicate the name and the capacity of the party, i.e. carrier, on whose behalf that agent is acting, and ii. indicates that the goods have been accepted for carriage, and iii. where the Credit calls for an actual date of dispatch, indicates a specific notation of such date, the date of dispatch so indicated on the air transport document will be deemed to be the date of shipment. For the purpose of this Article, the information appearing in the box on the air transport document (marked "For Carrier Use Only" or similar expression) relative to the flight number and date will not be considered as a specific notation of such date of dispatch. In all other cases, the date of issuance of the air transport document will be deemed to be the date of shipment, Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

and iv. indicates the airport of departure and the airport of destination stipulated in the Credit, and v. appears to be the original for consignor/shipper even if the Credit stipulates a full set of originals, or similar expressions, and vi. appears to contain all of the terms and conditions of carriage, or some of such terms and conditions, by reference to a source or document other than the air transport document; banks will not examine the contents of such terms and conditions, and vii. in all other respects meets the stipulations of the Credit. B. For the purpose of this Article, transshipment means unloading and reloading from one aircraft to another aircraft during the course of carriage from the airport of departure to the airport of destination stipulated in the Credit. C. Even if the Credit prohibits transshipment, banks will accept an air transport document which indicates that transshipment will or may take place, provided that the entire carriage is covered by one and the same air transport document. ARTICLE 28 Road, Rail or inland Waterway lmport Documents A. If a Credit calls for a road, rail, or inland waterway transport document, banks will, unless otherwise stipulated in the Credit, accept a document of the type called for, however named, which: i. appears on its face to indicate the name of the carrier and to have been signed or otherwise authenticated by the carrier or a named agent for or on behalf of the carrier and/or to bear a reception stamp or other indication of receipt by the carrier or a named agent for or on behalf of the carrier. Any signature, authentication, reception stamp or other indication of receipt of the carrier, must be identified on its face as that of the carrier. An agent signing or authenticating for the carrier must also indicate the name and the capacity of the party, i.e. carrier, on whose behalf that agent is acting, and ii. indicates that the goods have been received for shipment, dispatch or carriage or wording to this effect. The date of issuance will be deemed to be the date of shipment unless the transport document contains a reception stamp, in which case the date of the reception stamp will be deemed to be the date of shipment, and iii. indicates the place of shipment and the place of destination stipulated in the Credit, and iv. in all other respects meets the stipulations of the Credit. B. In the absence of any indication on the transport document as to the numbers issued, banks will accept the transport document(s) presented as constituting a full Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

set. Banks will accept as original(s) the transport document(s) whether marked as original(s) or not. C. For the purpose of this Article, transshipment means unloading and reloading from one means of conveyance to another means of conveyance, in different modes of transport, during the course of carriage from the place of shipment to the place of destination stipulated in the Credit. D. Even if the Credit prohibits transshipment, banks will accept a road, rail, or inland waterway transport document which indicates that transshipment will or may take place, provided that the entire carriage is covered by one and the same transport document and within the same mode of transport. ARTICLE 29 Courier and Post Receipts A. If a Credit calls for a post receipt or certificate of posting, banks will, unless otherwise stipulated in the Credit, accept a post receipt or certificate of posting which: i. appears on its face to have been stamped or otherwise authenticated and dated in the place from which the Credit stipulates the goods are to be shipped or dispatched and such date will be deemed to be the date of shipment or dispatch, and ii. in all other respects meets the stipulations of the Credit. B. If a Credit calls for a document issued by a courier or expedited delivery service evidencing receipt of the goods for delivery, banks will, unless otherwise stipulated in the Credit, accept a document, however named, which: i. appears on its face to indicate the name of the courier/ service, and to have been stamped, signed or otherwise authenticated by such named courier/service (unless the Credit specifically calls for a document issued by a named Courier/Service, banks will accept a document issued by any Courier/Service), and ii. indicates a date of pick up or of receipt or wording to this effect, such date being deemed to be the date of shipment or dispatch, and iii. in all other respects meets the stipulations of the Credit. ARTICLE 30 Transport Documents issued by Freight Forwarders Unless otherwise authorized in the Credit, banks will only accept a transport document issued by a freight forwarder if it appears on its face to indicate: i. the name of the freight forwarder as a carrier or multimodal transport operator and to have been signed or otherwise authenticated by the freight forwarder as carrier or multimodal transport operator, or

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

ii. the name of the carrier or multimodal transport operator and to have been signed or otherwise authenticated by the freight forwarder as a named agent for or on behalf of the carrier or multimodal transport operator. ARTICLE 31 "On Deck", "Shipper's Load and Count", Name of Consignor Unless otherwise stipulated in the Credit, banks will accept a transport document which: i. does not indicate, in the case of carriage by sea or by more than one means of conveyance including carriage by sea, that the goods are or will be loaded on deck. Nevertheless, banks will accept a transport document which contains a provision that the goods may be carried on deck, provided that it does not specifically state that they are or will be loaded on deck, and/or ii. bears a clause on the face thereof such as "shipper's load and count" or "said by shipper to contain" or words of similar effect, and/or iii. indicates as the consignor of the goods a party other than the Beneficiary of the Credit. ARTICLE 32 Clean Transport Documents A. A clean transport document is one which bears no clause or notation which expressly declares a defective condition of the goods and/or the packaging. B. Banks will not accept transport documents bearing such clauses or notations unless the Credit expressly stipulates the clauses or notations which may be accepted. C. Banks will regard a requirement in a Credit for a transport document to bear the clause "clean on board" as complied with if such transport document meets the requirements of this Article and of Articles 23, 24, 25, 26, 27, 28 or 30. ARTICLE 33 Freight Payable/Prepaid Transport Documents A. Unless otherwise stipulated in the Credit, or inconsistent with any of the documents presented under the Credit, banks will accept transport documents stating that freight or transportation charges (hereafter referred to as "freight") have still to be paid. B. If a Credit stipulates that the transport document has to indicate that freight has been paid or prepaid, banks will accept a transport document on which words clearly indicating payment or prepayment of freight appear by stamp or otherwise, or on which payment or prepayment of freight is indicated by other means. If the Credit requires courier charges to be paid or prepaid banks will also accept a transport document issued by a courier or expedited delivery service evidencing that the courier charges are for the account of a party other than the consignee. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

C. The words "freight prepayable" or "freight to be prepaid" or words of similar effect, if appearing on transport documents, will not be accepted as constituting evidence of the payment of freight. D. Banks will accept transport documents bearing reference by stamp or otherwise to costs additional to the freight, such as costs of, or disbursements incurred in connection with, loading, unloading or similar operations, unless the conditions of the Credit specifically prohibit such reference. ARTICLE 34 Insurance Documents A. Insurance documents must appear on their face to be issued and signed by insurance companies or underwriters or their agents. B. If the insurance document indicates that it has been issued in more than one original, all the originals must be presented unless otherwise authorized in the Credit. C. Cover notes issued by brokers will not be accepted, unless specifically authorized in the Credit. D. Unless otherwise stipulated in the Credit, banks will accept an insurance certificate or a declaration under an open cover pre signed by insurance companies or underwriters or their agents. If a Credit specifically calls for an insurance certificate or a declaration under an open cover, banks will accept, in lieu thereof, an insurance policy. E. Unless otherwise stipulated in the Credit, or unless it appears from the insurance document that the cover is effective at the latest from the date of loading on board or dispatch or taking in charge of the goods, banks will not accept an insurance document which bears a date of issuance later than the date of loading on board or dispatch or taking in charge as indicated in such transport document. F. i. Unless otherwise stipulated in the Credit, the insurance document must be expressed in the same currency as the Credit. ii. Unless otherwise stipulated in the Credit, the minimum amount for which the insurance document must indicate the insurance cover to have been effected is the CIF (cost, insurance and freight (..."named port of destination")) or CIP (carriage and insurance paid to (..."named place of destination")) value of the goods, as the case may be, plus 10%, but only when the CIF or CIP value can be determined from the documents on their face. Otherwise, banks will accept as such minimum amount 110% of the amount for which payment, acceptance or negotiation is requested under the Credit, or 110% of the gross amount of the invoice, whichever is the greater. ARTICLE 35 Type of Insurance Cover A. Credits should stipulate the type of insurance required and, if any, the additional risks which are to be covered. Imprecise terms such as "usual risks" or "customary risks" shall not be used; if they are used, banks will accept insurance documents as presented, without responsibility for any risks not being covered. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

B. Failing specific stipulations in the Credit, banks will accept insurance documents as presented, without responsibility for any risks not being covered. C. Unless otherwise stipulated in the Credit, banks will accept an insurance document which indicates that the cover is subject to a franchise or an excess (deductible). ARTICLE 36 All Risks Insurance Cover Where a Credit stipulates "insurance against all risks", banks will accept an insurance document which contains any "all risks" notation or clause, whether or not bearing the heading "all risks", even if the insurance document indicates that certain risks are excluded, without responsibility for any risk(s) not being covered. ARTICLE 37 Commercial Invoices A. Unless otherwise stipulated in the Credit, commercial invoices; i. must appear on their face to be issued by the Beneficiary named in the Credit (except as provided in Article 48), and u. must be made out in the name of the Applicant (except as provided in sub Article 48 (H)), and iii. need not be signed. B. Unless otherwise stipulated in the Credit, banks may refuse commercial invoices issued for amounts in excess of the amount permitted by the Credit. Nevertheless, if a bank authorized to pay, incur a deferred payment undertaking, accept Draft(s), or negotiate under a Credit accepts such invoices, its decision will be binding upon all parties, provided that such bank has not paid, incurred a deferred payment undertaking, accepted Draft(s) or negotiated for an amount in excess of that permitted by the Credit. C. The description of the goods in the commercial invoice must correspond with the description in the Credit. In all other documents, the goods may be described in general terms not inconsistent with the description of the goods in the Credit. ARTICLE 38 Other Documents If a Credit calls for an attestation or certification of weight in the case of transport other than by sea, banks will accept a weight stamp or declaration of weight which appears to have been superimposed on the transport document by the carrier or his agent unless the Credit specifically stipulates that the attestation or certification of weight must be by means of a separate document.

MISCELLANEOUS PROVISIONS ARTICLE 39 Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Allowances in Credit Amount, Quantity and Unit Price A. The words "about", "approximately", "circa" or similar expressions used in connection with the amount of the Credit or the quantity or the unit price stated in the Credit are to be construed as allowing a difference not to exceed 10% more or 10% less than the amount or the quantity or the unit price to which they refer. B. Unless a Credit stipulates that the quantity of the goods specified must not be exceeded or reduced, a tolerance of 5% more or 5% less will be permissible, always provided that the amount of the drawings does not exceed the amount of the Credit. This tolerance does not apply when the Credit stipulates the quantity in terms of a stated number of packing units or individual items. C. Unless a Credit which prohibits partial shipments stipulates otherwise, or unless sub Article (B) above is applicable, a tolerance of 5% less in the amount of the drawing will be permissible, provided that if the Credit stipulates the quantity of the goods, such quantity of goods is shipped in full, and if the Credit stipulates a unit price, such price is not reduced. This provision does not apply when expressions referred to in sub Article (A) above are used in the Credit. ARTICLE 40 Partial Shipments/Drawings A. Partial drawings and/or shipments are allowed, unless the Credit stipulates otherwise. B. Transport documents which appear on their face to indicate that shipment has been made on the same means of conveyance and for the same journey, provided they indicate the same destination, will not be regarded as covering partial shipments, even if the transport documents indicate different dates of shipment and/or different ports of loading, places of taking in charge, or dispatch. C. Shipments made by post or by courier will not be regarded as partial shipments if the post receipts or certificates of posting or courier's receipts or dispatch notes appear to have been stamped, signed or otherwise authenticated in the place from which the Credit stipulates the goods are to be dispatched, and on the same date. ARTICLE 41 Installment Shipments/Drawings If drawings and/or shipments by installments within given periods are stipulated in the Credit and any installment is not drawn and/or shipped within the period allowed for that installment, the Credit ceases to be available for that and any subsequent installments, unless otherwise stipulated in the Credit. ARTICLE 42 Expiry Date and Place for Presentation of Documents A. All Credits must stipulate an expiry date and a place for presentation of documents for payment, acceptance, or with the exception of freely negotiable Credits, a place for presentation of documents for negotiation. An expiry date stipulated for payment, acceptance or negotiation will be construed to express an expiry date for presentation of documents. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

B. Except as provided in sub Article 44(A), documents must be presented on or before such expiry date. C. If an Issuing Bank states that the Credit is to be available "for one month", "for six months", or the like, but does not specify the date from which the time is to run, the date of issuance of the Credit by the Issuing Bank will be deemed to be the first day from which such time is to run. Banks should discourage indication of the expiry date of the Credit in this manner. ARTICLE 43 Limitation on the Expiry Date A. In addition to stipulating an expiry date for presentation of documents, every Credit which calls for a transport document(s) should also stipulate a specified period of time after the date of shipment during which presentation must be made in compliance with the terms and conditions of the Credit. If no such period of time is stipulated, banks will not accept documents presented to them later than 21 days after the date of shipment. In any event, documents must be presented not later than the expiry date of the Credit. B. In cases in which sub Article 40(B) applies, the date of shipment will be considered to be the latest shipment date on any of the transport documents presented. ARTICLE 44 Extension of Expiry Date A. If the expiry date of the Credit and/or the last day of the period of time for presentation of documents stipulated by the Credit or applicable by virtue of Article 43 falls on a day on which the bank to which presentation has to be made is closed for reasons other than those referred to in Article 17, the stipulated expiry date and/or the last day of the period of time after the date of shipment for presentation of documents, as the case may be, shall be extended to the first following day on which such bank is open. B. The latest date for shipment shall not be extended by reason of the extension of the expiry date and/or the period of time after the date of shipment for presentation of documents in accordance with sub Article (A) above. If no such latest date for shipment is stipulated in the Credit or amendments thereto, banks will not accept transport documents indicating a date of shipment later than the expiry date stipulated in the Credit or amendments thereto. C. The bank to which presentation is made on such first following business day must provide a statement that the documents were presented within the time limits extended in accordance with sub Article 44(A) of the Uniform Customs and Practice for Documentary Credits, 1993 Revision, ICC Publication No. 500. ARTICLE 45 Hours of Presentation Banks are under no obligation to accept presentation of documents outside their banking hours. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

ARTICLE 46 General Expressions as to Dates for Shipment A. Unless otherwise stipulated in the Credit, the expression "shipment" used in stipulating an earliest and/or a latest date for shipment will be understood to include expressions such as, "loading on board", "dispatch", "accepted for carriage", "date of post receipt", "date of pick up", and the like, and the case of a Credit calling for a multimodal transport document the expression "taking in charge". B. Expressions such as "prompt", "immediately", "as soon as possible", and the like should not be used. If they are used banks will disregard them. C. If the expression "on or about" or similar expressions are used, banks will interpret them as a stipulation that the shipment is to be made during the period from five days before to five days after the specified date, both end days included. ARTICLE 47 Date Terminology for Periods of Shipment A. The words "to", "until", "till", "from" and words of similar import applying to any date or period in the Credit referring to shipment will be understood to include the date mentioned. B. The word "after" will be understood to exclude the date mentioned. C. The terms "first half', "second half of a month shall be construed respectively as the 1st to the 15th, and the 16th to the last day of such month, all dates inclusive. D. The terms "beginning", "middle", or "end" of a month shall be construed respectively as the 1st to the 10th, the 11th to the 20th, and the 21st to the last day of such month, all dates inclusive.

TRANSFERABLE CREDIT ARTICLE 48 Transferable Credit A. A transferable Credit is a Credit under which the Beneficiary (First Beneficiary) may request the bank authorized to pay, incur a deferred payment undertaking, accept or negotiate (the "Transferring Bank"), or in the case of a freely negotiable Credit, the bank specifically authorized in the Credit as a Transferring Bank, to make the Credit available in whole or in part to one or more other Beneficiary(ies) (Second Beneficiary(ies)). B. A Credit can be transferred only if it is expressly designated as "transferable" by the Issuing Bank. Terms such as "divisible", "fractionable", "assignable", and "transmissible" do not render the Credit transferable. If such terms are used they shall be disregarded. C. The Transferring Bank shall be under no obligation to effect such transfer except to the extent and in the manner expressly consented to by such bank. D. At the time of making a request for transfer and prior to transfer of the Credit, the First Beneficiary must irrevocably instruct the Transferring Bank whether or not he retains the right to refuse to allow the Transferring Bank to advise amendments to the Second Beneficiary(ies). If the Transferring Bank consents to the transfer under Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

these conditions, it must, at the time of transfer, advise the Second Beneficiary(ies) of the First Beneficiary's instructions regarding amendments. E. If a Credit is transferred to more than one Second Beneficiary(ies), refusal of an amendment by one or more Second Beneficiary(ies) does not invalidate the acceptance(s) by the other Second Beneficiary(ies) with respect to whom the Credit will be amended accordingly. With respect to the Second Beneficiary(ies) who rejected the amendment, the Credit will remain unammended. F. Transferring Bank charges in respect of transfers including commissions, fees, costs or expenses are payable by the First Beneficiary, unless otherwise agreed. If the Transferring Bank agrees to transfer the Credit it shall be under no obligation to effect the transfer until such charges are paid. G. Unless otherwise stated in the Credit, a transferable Credit can be transferred once only. Consequently, the Credit cannot be transferred at the request of the Second Beneficiary to any subsequent Third Beneficiary. For the purpose of this Article, a retransfer to the First Beneficiary does not constitute a prohibited transfer. Fractions of a transferable Credit (not exceeding in the aggregate the amount of the Credit) can be transferred separately, provided partial shipment/drawings are not prohibited, and the aggregate of such transfers will be considered as constituting only one transfer of the Credit. H. The Credit can be transferred only on the terms and conditions specified in the original Credit, with the exception of: • the amount of the Credit, • any unit price stated therein, • the expiry date, • the last date for presentation of documents in accordance with Article 43 • the period for shipment, any or all of which may be reduced or curtailed. The percentage for which insurance cover must be effected may be increased in such a way as to provide the amount of cover stipulated in the original Credit, or these Articles. In addition, the name of the First Beneficiary can be substituted for that of the Applicant, but if the name of the Applicant is specifically required by the original Credit to appear in any document(s) other than the invoice, such requirement must be fulfilled. I. The First Beneficiary has the right to substitute his own invoice(s) (and Draft(s)) for those of the Second Beneficiary(ies), for amounts not in excess of the original amount stipulated in the Credit and for the original unit prices if stipulated in the Credit, and upon such substitution of invoice(s) (and Draft(s)) the First Beneficiary can draw under the Credit for the difference, if any, between his invoice(s) and the Second Beneficiaries(ies') invoice(s). When a Credit has been transferred and the First Beneficiary is to supply his own invoice(s) (and Draft(s)) in exchange for the Second Beneficiary's(ies') invoices(s) (and Draft(s)) but fails to do so on first demand, the Transferring Bank has the right to deliver to the Issuing Bank the documents received under the transferred Credit, including the Second Beneficiary's(ies') invoice(s) (and Draft(s)) without further responsibility to the First Beneficiary. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

J. The First Beneficiary may request that payment or negotiation be effected to the Second Beneficiary(ies) at the place to which the Credit has been transferred up to and including the expiry date of the Credit, unless the original Credit expressly states that it may not be made available for payment or negotiation at a place other than that stipulated in the Credit. This is without prejudice to the First Beneficiary's right to substitute subsequently his own invoice(s) (and Draft(s)) for those of the Second Beneficiary(ies) and to claim any difference due to him.

ASSIGNMENT OF PROCEEDS ARTICLE 49 Assignment of Proceeds The fact that a Credit is not stated to be transferable shall not affect the Beneficiary's right to assign any proceeds to which he may be, or may become, entitled under such Credit, in accordance with the provisions of the applicable law. This Article relates only to the assignment of proceeds and not to the assignment of the right to perform under the Credit itself.

ICC ARBITRATION Contracting parties that wish to have the possibility of resorting to ICC Arbitration in the event of a dispute with their contracting partner should specifically and clearly agree upon ICC Arbitration in their contract or, in the event no single contractual document exists, in the exchange of correspondence which constitutes the agreement between them. The fact of issuing a letter of credit subject to the UCP 500 does NOT by itself constitute an agreement to have resort to ICC Arbitration. The following standard arbitration clause is recommended by the ICC: "All disputes arising in connection with the present contract shall be finally settled under the Rules of Conciliation and Arbitration of the International Chamber of Commerce by one or more arbitrators appointed in accordance with the said Rules". Copyright 1993 by International Chamber of Commerce. All rights reserved. Reprinted here with the permission of the ICC Publishing Inc. New York.

[ Back to the top ]

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

SAMPLE SAMPLE APPLICATION AND AGREEMENT FOR DOCUMENTARY LETTER OF CREDIT TO: ANGLO IRISH BANK CORPORATION PLC REF NO: __________________ STEPHEN COURT 18/21 ST STEPHENS GREEN DUBLIN 2 We hereby instruct you to open an IRREVOCABLE Documentary Letter of Credit on the terms set out herein by electronic transmission;

APPLICANT (Name and Address) Date of Expiry Expiring in Country of beneficiary unless otherwise stated

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

Documents to be presented within days after date of issuance of transport documents unless otherwise stated

ADVISING BANK (Applicants should not complete this section unless they have been specifically directed to the Beneficiary) BENEFICIARY (Name and Address) . Partial Shipments .Allowed .Not allowed Transhipments .Allowed .Not Allowed Amount (in words and figures) Shipment/Despatch from/at Not later than (date) : To : Available by Drafts drawn . At Days Bill of Lading Date DOCUMENTS REQUIRED 1. . Signed Commercial Invoice in TRIPLICATE (unless otherwise stated) showing contract terms . CIF . CFR . FOB Covering the goods described below 2. . Full set of clean On Board Marine Bills of Lading to order and blank endorsed and marked notify Applicant. Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009

. Freight . Paid . Collect 3. . Insurance Policy/Certificate endorsed in blank for 110% of the invoice amount covering “All Risks” . Insurance to be effected by Applicant 4. . Other Documents / Special Instructions : See attached List. DESCRIPTION OF GOODS (Brief) Foreign Bank Charges for account . Beneficiary . Applicant We hereby request you to arrange issue of a Documentary Letter of Credit on the terms set out above subject to Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (1993 Revision) International Chamber of Commerce Publication No. 500 except so far as otherwise expressly stated. In consideration of your arranging issue of the Documentary Letter of Credit we hereby accept the terms and conditions as set out and agreed between the Company and the Bank and that our acceptance is to constitute an undertaking by us to comply with the terms and conditions stated therein. For and on behalf of Authorised Signature(s)_____________________________________ Date ____________________ ALL FACILITIES ARE SUBJECT TO THE PRIOR APPROVAL OF THE BANKS CREDIT COMMITTEE

Oloan Johanes Sirait : Kajian Hukum Mengenai Letter Of Credit Sebagai Salah Satu Cara Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Internasional, 2009. USU Repository © 2009