KAJIAN TENTANG KEDUDUKKAN HUKUM TERTANGGUNG DALAM ASURANSI RANGKAP (Studi Kasus Tentang Tertanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Dalam Kecelakaan Lalu-Lintas) Oleh : Ayu Cholisna1 ABSTRAK Sejak berlakunya Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), seseorang yang menderita sakit akibat kecelakaan lalu-lintas sebagai peserta BPJS akan berstatus sebagai tertanggung asuransi rangkap yaitu tertanggung dalam BPJSKesehatan (BPJS Kesehatan) dan tertanggung dalam Asuransi Jasa Raharja. Namun, pertanggungan tidak dapat diberikan jika tertanggung telah menerima ganti rugi dari salah satu penanggung secara utuh, hal ini sesuai dengan asas keseimbangan dalam hukum asuransi. Dalam penyelenggaraannya, asuransi rangkap antara BPJS dan Asuransi Jasa Raharja dapat berjalan optimal jika adanya kerjasama yang baik dengan pelayanan fasilitas kesehatan serta koordinasi manfaat ini selayaknya terus dievaluasi agar kekurangan yang ada pada koordinasi ini bisa diminimalisir, sehingga manfaat yang ada dapat dinikmati masyarakat. Kata Kunci: BPJS Kesehatan, Asuransi Jasa Raharja, Asuransi Rangkap, Klaim Asuransi A.
LATAR BELAKANG Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau yang selanjutnya disebut BPJS menyelenggarakan program jaminan kesehatan yang mana tujuannya adalah memberikan manfaat pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Masyarakat yang sakit dapat menikmati fasilitas kesehatan yang ada oleh penyedia fasilitas kesehatan, namun berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12
1
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta
1
Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan masyarakat harus mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan agar dapat menikmati layanan jaminan sosial ini. Dengan mendaftar sebagai peserta masyarakat dapat menikmati manfaat berupa pengobatan pada sakit ringan, sakit berat, bahkan operasi, dan sakit akibat kecelakaan oleh penyedia fasilitas kesehatan. Terlebih lagi Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan Pasal 27A menginstruksikan BPJS Kesehatan untuk melakukkan Koordinasi Manfaat (Coordination of Benefits) dengan program jaminan sosial dibidang kecelakaan lalu-lintas Ada asuransi wajib lainnya yang juga menanggung resiko kecelakaan yaitu Asuransi Jasa Raharja, bedanya dengan BPJS adalah pada BPJS mecakup semua hal yang menyangkut kesehatan, sedangkan pada Asuransi Jasa Raharja yang dicakup adalah masalah kesehatan juga namun yang disebabkan oleh kecelakaan lalu-lintas. Akan ada banyak pertanyaan tentang apa saja yang menjadi objek dari koordinasi manfaat antara BPJS Kesehatan dengan Asuransi Jasa Raharja misalkan bagaimana pembayaran preminya, bagaimana pelaksanaan klaimnya, bagaimana kedudukkan pesertanya serta pelaksanaannya tentu sangat menarik untuk diadakan penelitian dengan tujuan pengembangan ilmu pengetahuan. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Kajian Hukum Mengenai Kedudukkan Peserta BPJS Dalam Klaim Asuransi Jasa Raharja,” Penelitian ini hanya dibatasi dalam ruang lingkup tentang klaim kecelakaan darat yang menyebabkan menderita sakit pada tertanggung sebagai
2
peserta Asuransi Jasa Raharja di Kota Surakarta yang juga terjamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Kesehatan.
B.
RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang masalah diatas dapat ditarik permasalahan yang akan
dibahas sebagai berikut : 1.
Apa yang menjadi hak dan kewajiban peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam Klaim Asuransi Jasa Raharja ?
2.
Bagaimana proses pelaksanaan klaim Asuransi Jasa Raharja oleh peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Ditinjau dari Kajian Hukum Asuransi?
C.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukkan di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Cabang
Kota Surakarta dan Asuransi Jasa Raharja Cabang Kota Surakarta. Penelitian yang peneliti angkat berjenis penelitian Yuridis-Sosiologis dan bersifat deskriptif. Bahan dan materi penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini menggunakan Data Primer dan Data Sekunder dimana data primer merupakan data dasar yang diperoleh melalui sumber pertama berupa wawancara terhadap Bapak R. Ananto asisten bagian Klaim PT. Asuransi Jasa Raharja Cabang Kota Surakarta dan Bapak Djonik Sukirman Kepala Bagian Umum BPJS Cabang Kota Surakarta. Kemudian menggunakan Data Sekunder, data sekunder adalah data yang mecakup dokumen-dokumen dalam hal ini aturan perundangan yang telah
3
disebutkan sebelumnya, buku-buku, dan hasil penelitian yang yang berwujud laporan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan studi kepustakaan. Studi kepustakaan ini dilakukan dengan mengambil acuan dari peraturan perundangan, buku-buku, dan artikel-artikel yang berkaitan dengan penelitian penelitian ini.
D.
PEMBAHASAN
1.
Hak dan Kewajiban Peserta BPJS dalam Klaim Asuransi Jasa Raharja Dalam sistim Asuransi terdapat tiga pihak penting yaitu adanya
Penanggung, Tertanggung, dan Beneficiary atau penerima manfaat. BPJS Kesehatan adalah suatu badan hukum yang bergerak mewakili Negara,
BPJS Kesehatan dapat dikatakan sebagai Penanggung karena badan
hukum ini yang menerima dan mengelola premi serta memberikan jaminan pelayanan, kemudian sebagai Tertanggung adalah masyarakat yang mendaftarkan diri dan membayar premi/iuran terhadap BPJS Kesehatan, serta pihak yang menerima manfaat atau Beneficiary adalah peserta itu sendiri. Lain halnya dengan Asuransi Jasa Raharja, dalam Asuransi ini yang bertindak sebagai Penanggung adalah Asuransi Jasa Raharja, sebagai Tertanggung adalah orang yang membayar iuran wajib berupa pembayaran tiket transportasi darat dan sumbangan wajib melalui pembayaran Nomor kendaraan bermotor, sedangkan penerima manfaat dari Asuransi Sosial ini adalah seluruh penduduk Indonesia yang berada di lalulintas jalan.
4
Jika peserta BPJS Kesehatan mengalami kecelakaan lalu-lintas darat maka dia berhak untuk mendapatkan pelayanan dari Asuransi Sosial Jasa Raharja, Karena BPJS bertindak sebagai secondary payer yaitu penanggung kedua, Kewajiban peserta BPJS adalah membayar iuran premi perbulan sedangkan peserta Asuransi Jasa Raharja tidak diwajibkan membayar iuran wajib atau sumbangan wajib oleh karena iuran dan sumbangan adalah menjadi kewajiban tertanggung, peserta bisa mendapat kewajiban tambahan dalam mengurus klaim seperti penyerahan persyaratan administratif namun dapat diwakilkan. Selanjutnya, hak yang melekat pada peserta BPJS dalam Klaim Asuransi Jasa Raharja adalah menerima manfaat dari kedua asuransi tersebut namun dengan pertanggungan yang tidak penuh sedangkan kewajiban peserta adalah membayar premi/iuran untuk kedua asuransi ini. Artinya, berdasarkan hak dan kewajiban yang timbul kedudukkan peserta terjamin dalam dua pertanggungan sekaligus yaitu oleh BPJS dan/atau Asuransi Jasa Raharja. Dua pertanggungan dalam waktu yang sama disebut dengan asuransi rangkap (double insurance). Kitab Undang-Undang Hukum Dangang (KUHD) mengatur kepesertaan asuransi yang diperbolehkan menjadi tertanggung lebih dari satu asuransi yang diatur dalam Pasal 277 KUHD, yaitu : “Apabila beberapa asuransi dengan itikad baik diadakan untuk benda yang sama, sedangkan asuransi pertama diadakan dengan nilai penuh, maka asuransi inilah yang mengikat dan asuransi lainnya dibebaskan. Apabila asuransi pertama tidak diadakan
dengan
nilai
penuh,
maka
asuransi-asuransi
berikutnya hanya mengikat untuk nilai sisanya menurut urutan waktu asuransi itu diadakan”.
5
Dalam pengaturan tersebut terdapat Asas Kesimbangan (Indemnity Principle) dimana risiko yang dialihkan kepada penanggung sesuai dengan premi yang dibayar oleh tertanggung. Dalam asuransi rangkap, Asas Keseimbangan ini disebut dengan Asas Keseimbangan Nemo Plus (Abdulkadir Muhammad, 2002:127). Asas Keseimbangan Nemo Plus adalah tidak menerima melebihi apa yang menjadi hak dan memberi melebihi kewajiban. Artinya, apabila atas kepentingan yang sama diadakan lebih dari satu perjanjian asuransi, maka penanggung hanya berkewajiban membayar klaim gantu kerugian sampai jumlah nilai kepentingan. Asas keseimbangan tujuannya untuk mencegah pertanggungan yang tidak halal, jika hal itu terjadi karena tertanggung mendapatkan pertanggungan melebihi nilai yang dipertanggungkan maka harus batal demi hukum (van rechtswege nietig).
2.
Pelaksanaan Klaim di Asuransi Jasa Raharja Oleh Peserta BPJS Dalam pelaksanaan klaim di Asuransi Jasa Raharja oleh peserta BPJS
Kesehatan sebenarnya sederhana yaitu peserta yang mengalami kecelakaan di jalan yang berdasar Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 akan ditanggung oleh Asuransi Jasa Raharja dalam batas maksimum Rp. 10.000.000,- kemudian selebihnya akan ditanggung oleh BPJS. Prosedurnya langsung melalui Rumah Sakit yaitu pihak rumah sakit langsung menagihkan ke Asuransi Jasa Raharja sampai batas maksimum tadi atau peserta datang sendiri ke Asuransi Jasa Raharja Cabang Kota Surakarta dengan
6
melampirkan kwitansi dan surat keterangan kepolisian kemudian akan diganti Asuransi Jasa Raharja. Sebenarnya dalam proses dilapangan antara klaim BPJS maupun Asuransi Jasa Raharja adalah sama, meliputi : 1.
Jika pasien datang ke Rumah Sakit sudah teridentifikasi sebagai kasus kecelakaan lalu lintas (dibuktikan dengan adanya Surat Jaminan Asuransi Jasa Raharja) sebelum pasien pulang, maka penjaminan adalah Rumah Sakit memisahkan tagihan menjadi dua, yaitu Tarif sesuai plafon penjaminan Asuransi Jasa Raharja ke Asuransi Jasa Raharja, Tarif sesuai hak kelas peserta dikurangi plafon yang sudah dijamin oleh Asuransi Jasa Raharja ditagihkan ke BPJS .
2.
Jika pasien datang ke Rumah Sakit belum dapat teridentifikasi sebagai kasus kecelakaan lalu lintas sampai dengan pulang, maka peserta dijamin sebagai peserta BPJS sesuai dengan haknya,
3.
Peserta menanggung sendiri biaya rumah sakit baru menagihkan ke Asuransi Jasa Raharja, namun harus dibuktikan dengan bukti kwitansi dan hanya dalam batas Rp. 10.000.000,-
Mengingat tujuan asuransi itu adalah untuk memberi ganti kerugian, maka tidak adil apabila tertanggung karena dengan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diharapkan menjadi diuntungkan. Artinya tertanggung di samping sudah mendapat ganti kerugian dari penanggung masih memperoleh pembayaran lagi
7
dari pihak ketiga (meskipun ada alasan hak untuk itu). Selain itu tertanggung tidak akan memperoleh manfaat asuransi rangkap jika : 1)
Kecelakaan terjadi karena percobaan bunuh diri atau kesengajaan,
2)
Kecelakaan karena kejahatan, pengaruh alkohol dan obat-obatan terlarang,
3)
Kecelakaan karena adu kecepatan, huru-hara, kerusuhan, perang, bencana alam.
Dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat “Sebab yang halal” dalam suatu perjanjian. Sebab yang halal adalah isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai para pihak namun tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun ketertiban. Artinya, bahwa segala urusan yang berhubungan dengan perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. E.
KESIMPULAN Hak yang dimiliki oleh peserta BPJS dalam Klaim Asuransi Jasa Raharja
adalah untuk mendapatkan manfaat (benefit) berupa pertanggungan premi oleh Asuransi Jasa Raharja maksimal sebesar Rp. 10.000.000, jika biaya yang dikeluarkan melebihi dari jumlah ganti rugi yang diberikan oleh Asuransi Jasa Raharja maka kelebihan tertanggung akan dicakup oleh BPJS, hal ini merupakan perwujudan asas pelaksanaan yaitu Asas Indemnitas pada pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang berbunyi : “Asuransi yang melebihi nilai atau kepentingan yang sesungguhnya, hanya sah sampai jumlah nilai benda sesungguhnya. Jika tidak diasuransikan seluruh nilai benda, maka 8
dalam hal terjadi kerugian, penanggung hanya terikat seimbang antara bagian yang diasuransikan dengan bagian yang tidak diasuransikan.” Dalam pasal 253 KUHD tersebut dapat disebut dengan keseimbangan. Proses tersebut terjadi karena peserta mendapatkan double insurance atau pertanggungan ganda atau yang disebut dengan asuransi rangkap. Selanjutnya, kewajiban peserta adalah untuk membayar premi BPJS dan membayar iuran wajib dan sumbangan wajib Asuransi Jasa Raharja melalui pembayaran tiket angkutan penumpang dan Nomor kendaraan, serta mengajukan pertanggungan berdasarkan pada sebab-sebab yang halal tanpa kecurangan yang bertentangan secara normatif, tetapi tertanggung tidak dapat menerima ganti rugi dari kedua penanggung yang besarnyamelebihi dari kerugian yang diderita. Proses Pelaksanaan Klaim Berdasarkan Hukum Asuransi Secara prinsip kedudukkan peserta berdasarkan hak, kewajiban, dan mekanisme klaim adalah sebagai beneficiary atau penerima manfaat dari asuransi rangkap. Dalam pelaksanaanya agar sinergi antara BPJS dan Asuransi Jasa Raharja dapat berjalan optimal perlu juga adanya sinergi dengan pelayanan fasilitas kesehatan serta program-program yang sudah ada agar dievaluasi supaya lebih baik. ------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA 1.
Buku
Abdul Kadir Muhammad. 2002 Aditya Bakti.
Hukum Asuransi Indonesia. Bandung:Citra
9
Emmy Pangaribuan. 1990. Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya. Yogyakarta:UGM Press. Fina Itriyati dan Ulil Absor. 2013. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Dalam Bingkai Perspektif Negara Kesejahteraan di Indonesia. Jakarta:Kemenkominfo Press. Lambang Trijono.2013.BPJS dan Jakarta:Kemenkominfo Press.
Ketahanan
Sosial
Ekonomi
Rakyat.
Puji Rianto. 2013. Model Sosialisasi Jamkesmas. Jakarta:Kemenkominfo Press. Soerjono Soekanto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta:UI Press. Soetomo. 2013. Mengembangkan Program Jaminan Sosial Nasional Di Tengah Masyarakat Majemuk. Jakarta:Kemenkominfo Press. Zainuddin Ali. 2013. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta 2.
Kamus Dan Peraturan Perundangan
Kamus Besar Bahasa Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 1965 Tentang Pendirian Jasa Raharja Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36 dan 37/PMK/010/2008 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu-Lintas Jalan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
10
3.
Akses Internet
Edi Suharto. 2006. Negara Kesejahteraan Dalam Reinventing Depsos. Diunduh Pada 20 Januari 2015. Diakses melalui: http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/ReinventingDepsos.pdf Buku Pegangan Sosialisasi JKN. Diunduh Pada 20 Januari 2015. Diakses melalui: http://www.depkes.go.id/resources/download/jkn/buku-pegangansosialisasi-jkn.pdf.
11