KANDUNGAN 2-ASETIL-1- PADA BEBERAPA VARIE

Download Kandungan 2-Asetil-1-Pirolina dan Heksanal pada Beberapa. Varietas Beras ( Oryza Sativa) Aromatik Selama Penyimpanan dengan Beragam Derajat...

0 downloads 377 Views 884KB Size
KANDUNGAN 2-ASETIL-1-PIROLINA DAN HEKSANAL PADA BEBERAPA VARIETAS BERAS (Oryza Sativa L.) AROMATIK SELAMA PENYIMPANAN DENGAN BERAGAM DERAJAT SOSOH DAN JENIS PENGEMAS

ELSERA BR TARIGAN

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

ABSTRAK ELSERA BR TARIGAN. Kandungan 2-Asetil-1-Pirolina dan Heksanal pada Beberapa Varietas Beras (Oryza Sativa) Aromatik Selama Penyimpanan dengan Beragam Derajat Sosoh dan Jenis Pengemas. Dibimbing oleh PURWANTININGSIH SUGITA dan BRAM KUSBIANTORO. Beras wangi atau beras aromatik dikenal karena aroma, cita rasa, dan kepulenannya. 2-Asetil-1-pirolina (2AP) berkontribusi pada aroma pandan dan heksanal sebagai indikator tengik pada beras. Beras aromatik varietas Mentik Wangi, Pandan Wangi, dan Sintanur yang disosoh 100, 90, dan 0% (beras pecah kulit) disimpan dalam kantung hermetik dan karung plastik selama 4 bulan di suhu ruang. Selama penyimpanan, kandungan 2AP dan heksanal ditentukan dengan kromatografi gas-spekrometer massa, yaitu pada bulan ke-0, 2, dan 4. Sementara kandungan gizi ditentukan dengan analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar amilosa. Analisis proksimat dilakukan di awal bulan dan akhir bulan penyimpanan. Uji penerimaan pada beras dilakukan dengan uji hedonik. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi 2AP menurun saat derajat sosoh semakin meningkat dan selama penyimpanan. Konsentrasi heksanal tinggi saat beras belum disosoh (pecah kulit) dan meningkat selama 2 bulan penyimpanan. Konsentrasi heksanal kemudian menurun kembali saat 4 bulan penyimpanan. Selama penyimpanan kadar air, abu, protein dan lemak masih berada dalam kisaran standar yang diacu dari beberapa referensi. Berdasarkan kandungan amilosanya, sebelum penyimpanan ketiga varietas beras termasuk beras bertekstur pulen dan setelah empat bulan penyimpanan menjadi teksur pulen sampai sedang. Berdasarkan uji penerimaan pada aroma, warna, kepulenan, rasa, dan penerimaan secara umum beras yang paling disukai adalah Mentik Wangi kemudian disusul dengan Sintanur dan Pandan Wangi. Kesukaan ini tinggi pada saat awal penyimpanan dan derajat sosoh 100%. Tidak ada perbedaan pengaruh antara kemasan karung plastik dan kantung hermetik dalam penelitian ini.

ABSTRACT ELSERA BR TARIGAN. 2-Acetyl-1-pirrolin and Hexanal Content in Some Aromatic Rice (Oryza Sativa. L) During Storage with Variety of Milling Degree and Packaging. Supervised by PURWANTININGSIH SUGITA and BRAM KUSBIANTORO. Scented rice or aromatic rice varieties is popular because of their flavor and texture. 2-Acetyl-1-pyrroline (2AP) contribute to pandan-leaves-like aroma, and hexanal is used as indicator of rancidity. Three aromatic cultivars (Mentik Wangi, Pandan Wangi, and Sintanur) with 100, 90, and 0% (brown rice) milling degree were stored in two types of packaging, i.e., plastic bag and hermetic bag for 4 months in room temperature. 2-Acetyl1-pyrroline and hexanal were determinded every 2 month during storage using gas chromatography mass spectrophotometer. Prescribed nutrient content with proximate analysis including moisture, ash, fat, protein, and amylose content, were done at the begining and at the end of storage time. Preference of rices was done by hedonic test. 2Acetyl-1-pyrroline concentration decreasing during storage and as increasing with the milling degree. Brown rice have a highest hexanal than 90% and 100% of milling degree. Hexanal increased during 2 month storage, and decreased in 4 month storage. During storage, moisture, ash content, protein, and fat were still in standard range according to several references. Based on the amylose content, the texture all of rice before storage was sticky category and after four months of storage fell into smooth until hard texture. however ash and fat content were increasing. From preference test, Mentik Wangi 100% milling degree before storage is the most prefered rice than others. Both of hermetic bag and plastic bag gives no different influence in this case.

Comment [F1]: ? apa begini istilahnya? Bukannya menjadi “medium” category?

KANDUNGAN 2-ASETIL-1-PIROLINA DAN HEKSANAL PADA BEBERAPA VARIETAS BERAS (Oryza Sativa) AROMATIK SELAMA PENYIMPANAN DENGAN BERAGAM DERAJAT SOSOH DAN JENIS PENGEMAS

ELSERA BR TARIGAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Judul

Nama NIM

: Kandungan 2-Asetil-1-Pirolina dan Heksanal pada Beberapa Varietas Beras (Oryza Sativa L.) Aromatik Selama Penyimpanan dengan Beragam Derajat Sosoh dan Jenis Pengemas : Elsera Br Tarigan : G44076015

Disetujui

Pembimbing I,

Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, MS NIP 19631217 198803 2 002

Pembimbing II,

Ir. Bram Kusbiantoro, MS NIP 19610424 198603 1 002

Diketahui Ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Tun Tedja Irawadi, MS NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji Syukur penulis panjatkan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematiak dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada pembimbing I, yaitu Ibu Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, MS, dan Bapak Ir. Bram Kusbiantoro selaku pembimbing II, MS atas arahan, motivasi, dan saran-saran yang diberikan selama penelitian. Terima kasih juga kepada kedua orang tua, Bang tua, Kak Meiliani, Pajri, Adikadikku (Fizah, Malem, Eci dan Ila). Terima kasih kepada Mama Tua, Mami, Pak Dody, Ibu Prof. Hanny Wijaya, Prof. Sokolowiski, teman-teman sekantor (mba Desi, mba Zai, mba Ami, mba Tini, mba Sita, dan Sinta) yang telah bersedia berbagi ilmu, Ade, Attika, Ratna, Nuni dan teman-teman lain di Ekstensi Kimia angkatan I. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2010

Elsera Br Tarigan

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Elsera Br Tarigan, dilahirkan di Munte, 14 Januari 1986. Penulis adalah anak ke-2 dari 6 bersaudara dari pasangan Bapak Betti Tarigan dan Ibu Martalena Br Karo. Riwayat pendidikan penulis adalah lulusan SDN 2 Munte (1992–1998), SMPN 1 Munte (1998–2001), SMUN 1 Kabanjahe (2001–2004), dan D3 Analis Kimia IPB (2004–2007). Tahun yang sama penulis juga diterima di S1 Kimia Penyelengaraan Khusus, FMIPA, IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga bekerja di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi dengan jabatan teknisi untuk alat Kromatografi Gas Spektrometer Massa (KG-SM).

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………......…………………… ix DAFTAR GAMBAR……………………………...………………………..…..

ix

DAFTAR LAMPIRAN ………………...………………………...……………

x

PENDAHULUAN ……………………………..………………………………

1

TINJAUAN PUSTAKA Padi dan Proses Pascapanen..…………………………………………… Struktur Padi ………………………………………….….……….……. Beras ………………………………………………..……….……….... Beras Aromatik ………………………………….…..……….……….... Sifat Kimia dan Nilai Gizi Beras ………………….…………..……..… Penyosohan Beras ………………………..………….………….……… Penyimpanan Beras …..………………………..….………….….…...… Pengemas ………………………………..……………………….…..… Organoleptik ……………………………………………..……….……. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ………………………………………..…….….………. Penggilingan, Penyosohan, dan Penyimpanan Beras…………......…….. Analisis Proksimat ………………………………………...…….….….. Pemasak Nasi ……………………………………………..……..….….. Uji Hedonik Rasa dan Aroma………………………..……………..…... Kuantifikasi Komponen Atsiri dengan Kromatografi Gas-Spektrometer Massa…………………………….…………………….………….......... Ekstraksi Komponen Atsiri ……………………….………….........…… Pembuatan Kurva Standar 2-Asetil-1-Pirolina dan Heksanal ….….…… HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Gizi Beras ……………………………………………….… Hasil Organoleptik dari Beras Aromatik Pada Pengaruh Derajat Sosoh, Jenis Pengemas, dan Lama Penyimpanan………………………….…… Kuantifikasi 2-Asetil-1-Pirolina (2AP) dan Heksanal dalam Beras Aromatik …………………………………………………….....……..... SIMPULAN DAN SARAN Simpulan………………………….…………………………………..… Saran ………………………………………..…………………...………

1 2 3 3 3 4 4 4 5 6 6 6 6 6 6 7 7 7 10 10

DAFTAR PUSTAKA …………………………….…………………..………

14 14 14

LAMPIRAN ……………………………………….……………………...……

16

DAFTAR TABEL Halaman 1 Kondisi KG-SM untuk analisis komponen atsiri beras (Agilent 7 Technologies 7890A-5975 C inert XLEI/CI MSD)……………….…….... 2 Nilai gizi dari beras giling ………………………………………………...

8

3 Data analisis proksimat pada awal bulan dan akhir bulan penyimpanan.....

9

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur beras……………………………………………………………... 2 2 Struktur 2-asetil-1-pirolina ………………………………………………..

3

3 Pengaruh waktu penyimpanan dan derajat sosoh pada konsentrasi 2AP beras Mentik Wangi (a), Pandan Wangi (b), dan Sintanur (c) kantung hermetik………………………………………….………………...………

13

4 Pengaruh waktu penyimpanan dan derajat sosoh pada konsentrasi 2AP beras Mentik Wangi (a), Pandan Wangi (b), dan Sintanur (c) kemasan karung plastik …………………………………………………..

13

5 Pengaruh waktu penyimpanan dan derajat sosoh pada konsentrasi heksanal beras Mentik Wangi (a), Pandan Wangi (b), dan Sintanur (c) kantung hermetik…………………………………………………..

14

6 Pengaruh waktu penyimpanan dan derajat sosoh pada konsentrasi heksanal beras Mentik Wangi (a), Pandan Wangi (b), dan Sintanur (c) kemasan karung plastik …………………………………………………..

14

DAFTAR LAMPIRAN 1

Halaman Bagan kerja penelitian …………………………………………………... 17

2

Prosedur analisis proksimat ……………………………………………..

18

3

Kelembaban relatif dan suhu ruangan penyimpanan beras ……………...

20

4

Contoh kuesioner uji hedonik rasa dan aroma dan uji ranking adalah.....………………………………………………………………….

5

Diagram hasil uji hedonik kriteria aroma dan efek utama dari faktor percobaan pada nilai aroma ……………………………………………..

6

22

Diagram hasil uji hedonik kriteria kepulenan dan efek utama dari faktor percobaan pada nilai kepulenan…………………………………………..

7

21

23

Diagram hasil uji hedonik kriteria warna dan efek utama dari faktor percobaan pada nilai warna ……………………………………………… 24

8

Diagram hasil uji hedonik kriteria rasa dan efek utama dari faktor percobaan pada nilai rasa ………………………………………………...

9

25

Diagram hasil uji hedonik kriteria penerimaan umum dan efek utama dari faktor percobaan pada nilai penerimaan umum……………………... 26

10 Penentuan kurva standar 2AP…………………………………………….

27

11 Penentuan kurva standar heksanal ……………………………………….

28

12 Matriks kode dari setiap perlakuan……………………………………….

29

13 Kromatogram beras pecah kulit Pandan Wangi saat penyimpanan bulan ke-0……………………………………………………………..……..…

30

14 Konsentrasi 2AP (ppm) dan heksanal (ppm) dari beberapa varietas beras aromatik dengan beberapa derajat sosoh selama 4 bulan penyimpanan … 31 15 Pengauh utama dari faktor percobaan pada konsentrasi 2AP (ppm) (a) dan konsentrasi heksanal (ppm) (b) …………………………………

39

1

PENDAHULUAN Pentingnya peranan padi membuat perbaikan mutu terus dilakukan. Beras yang bermutu baik dihargai lebih tinggi daripada beras biasa. Standar mutu beras pasar internasional didasarkan pada karakteristik fisik butir beras (ukuran, bentuk, bobot, keseragaman, dan tampilan beras), mutu tanak, rasa, dan gizi, serta aroma. Varietas beras aromatik adalah yang populer saat ini di Asia Selatan dan Asia Tenggara, bahkan akhir-akhir ini diterima sangat baik oleh negara-negara di Amerika, Eropa, dan Asia Timur terutama di China. Aroma beras aromatik ini mirip aroma daun pandan (Yoshihashi et al. 2004). Penelitian tentang identifikasi senyawa beras aromatik pertama kali dilakukan oleh Buttery et al. pada tahun 1982. Hasil penelitiannya menemukan bahwa senyawa yang menyebabkan aroma seperti daun pandan adalah 2-asetil-1pirolina (2AP). Balai Besar Penelitian Tanaman Padi pada tahun 2008 telah melakukan penelitian tersebut dengan kromatografi gasspektometer massa (KG-SM) dan kromatografi gas-spektrometer massa-olfaktorimeter (KGSM-O). Hasil yang sama diperoleh, yaitu 2AP sebagai komponen utama aroma beras aromatik. (Wijaya et al. 2008). Contoh beras-beras aromatik yang populer adalah Basmati (Pakistan dan India) karena memiliki sifat aromatik dan butir biji yang panjang. Varietas lainnya yang mempunyai mutu rasa yang tinggi antara lain Kha Dawk Mali di Thailand, Azucena dan Milofrosa di Philipina, serta Toyonishiki dan Koshihikari di Jepang. Sementara contoh Indonesia ialah Pandan Wangi yang berasal dari Jawa Barat, Mentik Wangi dari Jawa Timur, dan Rojolele dari Jawa Tengah. Di Indonesia dan beberapa negara lain seperti Thailand, penanaman dan pemanenan masih bergantung pada musim hujan setiap tahunnya. Sementara tuntutan pada persediaan beras aromatik semakin bertambah dan teknik pengemas khusus belum juga ditemukan. Pengemas ini diharapkan dapat meminimumkan hilangnya aroma beras aromatik selama penyimpanan dan pendistribusian ke konsumen. Selain pengemas, penyosohan juga memiliki peranan penting. Ditinjau dari kepentingan konsumen pada beras sebagai bahan pangan pokok, lapisan luar yang memiliki kandungan gizi dan 2AP yang tinggi seyogyanya tidak dipisahkan sepenuhnya. Sebaliknya, adanya lapisan dedak atau aleuron yang tinggi akan sangat menurunkan daya simpan beras. Beras pecah kulit memiliki nilai gizi dan kandungan 2AP yang tinggi, tetapi beras ini mudah tengik,

susah dimasak dengan baik, dan penampakannya sangat tidak disukai oleh konsumen. Oleh karena itu, proses penyosohan penting untuk diperhatikan, agar kandungan gizi dan aroma beras masih ada tetapi penampakannya disukai kosumen. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan pengaruh derajat sosoh dan cara pengemasan pada ketahanan komponen cita rasa beras aromatik selama penyimpanan. Komponen cita rasa beras yang diukur adalah 2AP dan heksanal. Manfaat penelitian adalah untuk melengkapi data dasar komponen-komponen cita rasa beras aromatik Indonesia sebagai basis untuk pengembangan atau perbaikan varietas beras aromatik.

TINJAUAN PUSTAKA Padi dan Proses Pascapanen Padi merupakan golongan biji-bijian yang utama di dunia, mencakup sekitar 22,7% dari luas pertanamannya atau 22,8% dari total produksi biji-bijian di dunia (Adiratma 2004). Padi termasuk famili Graminaeae, subfamili Oryzidae, dan genus Oryzae. Dari 20 spesies anggota genus Oryzae yang sering dibudidayakan adalah Oryza sativa L. dan Oryza glaberima S. Tipe padi ada 2, yaitu (1) japonica seperti yang ditanam di Jepang, Portugal, Spanyol, Itali, dan Prancis serta (2) indica banyak ditanam di daerah-daerah tropis seperti di Indonesia, contohnya Sintanur, Ciherang, Mentik Wangi, dan lain sebagainya (Suparyono & Setyono 1993). Peran teknologi dalam memperbanyak ragam produk siap pakai semakin berkembang. Penganekaragaman produk ini akan memperluas pemasaran bahan, baik sebagai bahan baku maupun bahan mentah untuk industri. Melalui perbaikan dan pengembangan teknologi pascapanen diharapkan dapat memproduksi bentuk pangan yang beragam, bergizi baik, dan dapat dijangkau oleh masyarakat. Penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan agar hasil pertanian siap dan aman digunakan oleh kosumen atau dapat diolah lebih lanjut melalui kegiatan industri. Penanganan pascapanen dibagi dalam 2 tahap, yaitu primer dan sekunder. Tahap primer meliputi kegiatan sejak dari pemotongan malai atau sebagian tanaman, sampai diperoleh bahan belum jadi. Tahap sekunder meliputi kegiatan pengolahan sampai diperoleh bahan setengah jadi atau bahan jadi. Pascapanen bertujuan menekan tingkat

2

kehilangan atau kerusakan hasil panen padi (Suparyono & Setyono 1993). Penanganan pascapanen padi meliputi kegiatan perlakuan dan pengolahan yang meliputi proses pemotongan, perontokan, pengangkutan, perawatan dan pengeringan, penyimpanan, penggilingan, penyosohan, pengemasan, penyimpanan, dan pengolahan. Pemotongan padi sebaiknya dilakukan dengan metode yang benar dan waktu yang tepat. Setelah padi dipotong, dilakukan perontokan secara manual dengan kaki, dipukul, dibanting, atau dengan alat perontok. Alat angkut yang paling banyak digunakan adalah tenaga hewan, tenaga manusia, dan kendaraan bermotor. Pengeringan di tingkat petani Indonesia sebagian besar menggunakan sinar matahari, dan selebihnya menggunakan alat pengering (Suparyono & Setyono A 1993). Penggilingan gabah menjadi beras merupakan salah satu rangkaian kegiatan utama penanganan pascapanen padi. Teknologi penggilingan sangat menentukan kuantitas dan kualitas beras yang dihasilkan. Struktur Padi Beras adalah bagian dari butir padi yang masih terbungkus sekam. Biji padi atau gabah terdiri atas 2 penyusun utama (Gambar 1), yaitu 72–82% bagian yang dapat dimakan atau kariopsis disebut beras pecah kulit atau brown rice, dan 18−28% kulit gabah atau sekam. Kariopsis terdiri atas 1−2% perikarp, 4−6% aleuron bersama kulit biji, 2−3% embrio, dan 89−94% endosperm yang mengandung zat pati (Juliano 1980).

Gambar 1 Struktur Padi.

Lapisan terluar beras pecah kulit (BPK) disebut pericarp. Kemudian berturut-turut dari bagian luar ke arah dalam adalah lapisan tegmen, aleuron, embrio, dan endosperm. Pericarp merupakan lapisan tipis dan berseratserat. Pericarp yang mengelilingi beras berciri berserat, ketebalannya beragam menurut varietasnya, yaitu sekitar 10 µm. Tebal dinding sel perikarp sekitar 2 µm dan mengabsorbsi pewarna protein, selulosa, dan hemiselulosa (Haryadi 2006). Tegmen terdiri atas 2 lapisan, yaitu spermoderm dan perisperm. Kedua lapisan memiliki permukaan dinding sel yang halus dan tersusun dalam barisan-barisan yang teratur. Sel-sel perisperm dicirikan dengan adanya bintik-bintik pada bagian dindingnya (Juliano 1972). Lapisan tegmen tersebut mengandung bahan berlemak. Aleuron tersusun atas 7 lapis sel yang menutupi keseluruhan endosperm. Secara garis besar, sel-sel aleuron dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu sel aleuron yang mengelilingi endosperm berpati dan yang mengelilingi lembaga. Lapisan aleuron ini tersusun atas selsel pengisi yang berbentuk bujur sangkar dengan dinding yang tipis. Lapisan aleuron ini berbeda ketebalannya berdasarkan varietas, beras yang berbentuk bulat pendek cenderung merupakan lapisan yang lebih tebal dibanding beras jenis lonjong panjang (Juliano 1972). Sel aleuron yang mengelilingi endosperm mengandung butiran aleuron yang kaya akan protein dengan membran tunggal yang mengandung butiran pitat dalam matriks protein-karbohidrat droplet lemak terdapat di sekitar nukleus. Droplet lemak yang lebih kecil diperoleh di aleuron yang berada di sekitar embrio atau sering disebut dengan droplet lemak termodifikasi (Juliano 1980). Embrio adalah tempat bakal biji. Ukuran embrio kecil dan terletak pada sisi ventral butir beras. Endosperm merupakan jaringan yang terdapat pada bagian paling dalam dari biji. Endosperm tersusun atas sel-sel pengisi yang berdinding tipis yang kaya akan granula pati, tetapi sedikit mengandung protein (Juliano 1980). Bentuk sel pengisinya segi enam pada titik pusat biji. Semakin jauh dari pusat bentuknya semakin memanjang. Bentuk sel yang memanjang ini diduga sebagai penyebab mudah patahnya biji akibat benturan mekanis pada penggilingan dan pengaruh panas selama pengeringan.

3

Beras Beras di Indonesia memiliki peranan yang penting karena merupakan makanan pokok sebagaian besar penduduknya. Alasan beras banyak dikonsumsi adalah rasanya yang tidak membosankan, mudah dipersiapkan, fleksibel untuk dikombinasikan dengan bahan makanan lain, tidak mengandung senyawa yang bersifat merugikan (Suparyono & Setyono 1993). Besarnya peranan beras dalam pola konsumsi penduduk Indonesia dapat juga dilihat dari kontribusi beras pada pemenuhan gizi dan kalori. Sekitar 80% kalori dan 50% protein dalam rerata menu makanan penduduk berasal dari beras. Zat-zat gizi yang dikandung oleh beras sangat mudah dicerna oleh tubuh. Beras yang sehari-sehari kita konsumsi adalah beras giling yang diperoleh dari proses penggilingan padi/gabah dengan melewati tahapan dehulling. Proses ini akan memisahkan sekam dari biji beras menghasilkan beras pecah kulit. Beras pecah kulit jarang dikonsumsi tetapi akan diproses lagi dengan polishing (penyososohan). Hasil dari penyosohan adalah beras giling yang dapat langsung dimasak. Beras Aromatik Beras aromatik berbeda dengan beras biasa dalam hal aroma, cita rasa, dan tekstur nasi yang dihasilkan. Beras ini memiliki cita rasa dan aroma mirip dengan daun pandan, serta memiliki tekstur yang pulen. Oleh karena itu, beras ini sangat disukai oleh konsumen dan relatif lebih mahal dibandingkan beras biasa (Singh et al. 2000). Aroma pada beras disebabkan oleh senyawa kimia yang mudah menguap. Hasil penelitian menunjukkan terdapat lebih dari 114 senyawa atsiri terdapat pada beras aromatik. Menurut Buttery (1983) senyawa utama yang menyebabkan aroma wangi pada beras adalah 2-asetil-1-pirolina (2AP) (Gambar 2).

Gambar 2 Stuktur kimia 2-asetil-1-pirolina. Konsentrasi 2AP pada beras aromatik lebih tinggi (0,04−0,07 ppm) dibanding beras nonaromatik (0,004−0,006 ppm) (Adijono et al. 1993). Aroma beras aromatik tidak hanya dapat dicium pada nasi. Seringkali aroma dapat

tercium saat tanaman beras berbunga di lahan. Selain itu, ditemukan pada bagian lain tanaman beras seperti daun (Mittal et al. 1995). Senyawa aroma 2AP mungkin terdapat dalam beras secara bebas atau juga terikat pada pati. Penyimpanan beras pada suhu tinggi mempercepat penurunan kandungan 2AP. Oleh karena itu, kondisi proses-proses pascapanen seperti pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan jenis kemasan perlu diperhatikan untuk menghambat pengurangan 2AP. Penanganan dan penyimpanan pada suhu rendah diduga dapat meminimumkan penguapan 2AP. Sifat Kimia dan Nilai Gizi Beras Proksimat beras adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengetahui kadar komponen tertentu dalam beras secara estimasi. Proksimat beras antara lain kadar air, abu, karbohidrat, protein, dan lemak. Karbohidrat merupakan penyusun utama beras dan sebagian besar dari karbohidrat ini adalah pati (85−90%). Sementara karbohidat lain seperti pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula hanya terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit. Pati beras terdiri atas 2 fraksi utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Proporsi amilosa dan amilopektin yang terdapat dalam beras akan menentukan mutu tanak dan mutu rasa (Juliano 1972). Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai beras dengan tekstur pulen, kecuali masyarakat Sumatera yang lebih menyukai tekstur pera. Tingkat kepulenan nasi berkaitan erat dengan kadar amilosa beras. Berdasarkan kandungan amilosa beras dibagi menjadi 5 golongan, yaitu ketan (0-2%), kadar amilosa sangat rendah (3-9%), kadar amilosa rendah (10-19%), kadar amilosa sedang (20-25%), dan kadar amilosa sangat tinggi (>25%) (Singh et al. 2000). Komponen penyusun ke-2 setelah karbohidrat adalah protein. Beras pecah kulit mengandung protein sebesar 8% dan pada beras sosoh sebesar 7%. Kandungan lipid atau lemak merupakan penyusun ke-3, pada beras pecah kulit kadar lemak sebesar 2,4−3,9% sedangkan pada beras giling sebesar 0,3−0,6% (Juliano 1972). Penyusun berikutnya adalah vitamin, dalam bentuk tiamin, riboflavin, niasin, dan piridoksin. Vitamin-vitamin tersebut tidak semuanya dalam bentuk bebas melainkan terikat. Kandungan vitamin ini biasanya lebih tinggi pada beras pecah kulit dari pada beras sosoh. Beras sosoh tidak mengandung vitamin C dan kadar riboflavinnya rendah.

4

Penyosohan Beras Beras pecah kulit terdiri atas bagian endosperm yang dibungkus oleh lapisan kulit ari. Lapisan luar dari beras tersebut mempunyai komposisi dan nilai gizi yang berbeda. Lapisan luar mengandung serat kasar yang tinggi, sedangkan bagian dalam kaya akan protein, lemak, dan vitamin. Lapisan pericarp, tegmen, aleuron, dan lembaga setelah disosoh akan menghasilkan dedak (bekatul). Derajat sosoh adalah tingkat penyosohan yang didasarkan atas terlepasnya lembaga, lapisan katul bagian dalam maupun bagian luarnya. Derajat sosoh 100% adalah terlepasnya semua lapisan lembaga, katul, kulit ari dan sedikit endosperm dari butir beras tersebut. Sementara derajat sosoh 90% masih terdapat lembaga dan kulit ari sekitar 10%. Derajat sosoh memengaruhi warna dan kebiasaan memasak beras karena beras pecah kulit menyerap air dengan lambat dan tidak bisa dimasak dengan baik. Penyimpanan Beras Gabah ataupun beras merupakan bahan hayati sumber zat gizi yang baik dalam kegiatan metabolisme tubuh. Oleh sebab itu, masalah pengadaan beras tidak terlepas dari jumlah beras serta perubahan-perubahan sifat fisikokimia saat penyimpanan. Faktor-faktor yang memengaruhi mutu beras selama penyimpanan antara lain kadar air, suhu, dan kelembapan (Gumbira 1978). Beras dengan kadar air kurang 14% akan lebih aman disimpan sedangkan penyimpanan beras dengan kadar air lebih dari 14% akan menyebabkan metabolisme mikrob dan perkembangbiakan serangga bertambah cepat (Setiono 1975). Terjadinya kerusakan pada beras selama penyimpanan dapat menimbulkan gejala perubahan warna beras, aroma beras yang berubah menjadi apek, tekstur menjadi lunak atau rapuh, rasa nasi menjadi tawar, atau kadang-kadang bentuk beras menjadi seperti tepung. Gabah ataupun beras akan mengalami perubahan sifat fisikokimia dan mutunya pada penyimpanan selama 4–6 bulan pertama, terutama jika suhu penyimpanan di atas 15 oC (Villaeral et al. 1976). Komposisi udara dalam penyimpanan memengaruhi aktivitas enzim dan jasad renik. Konsentrasi oksigen berengaruh pada mutu beras. Beras yang disimpan dalam lingkungan dengan kandungan oksigen rendah meningkatkan keasaman ekstrak beras dalam air dan peningkatan gula reduksi meskipun aktivitas amilase tidak terpengaruh oleh kandungan

oksigen udara. Sejumlah alkohol yang mudah menguap juga dihasilkan dan terjadi pula kehilangan berat selama penyimpanan (Isawaki & Tani 1967). Umumnya selama penyimpanan gabah ataupun beras pecah kulit terjadi peningkatan kandungan gula reduksi dan terjadi penurunan gula nonreduksi. Perubahan tersebut sangat dipengaruhi oleh suhu, pada suhu 5 oC kandungan gula relatif tidak berubah, sedangkan pada suhu 25 oC penurunan kandungan gula berlangsung cepat (Barber 1972). Selama penyimpanan beras terjadi penurunan kandungan vitamin, bersama-sama dengan perubahan-perubahan komponen lainnya. Kerusakan vitamin akan cepat berlangsung pada suhu dan kadar air yang tinggi (Barber 1972). Warna merupakan sifat beras yang relatif mantap. Pada keadaan yang normal, perubahan warna tidak tejadi pada penyimpanan selama 6 bulan, perubahan dapat terjadi jika keadaan lingkungannya kurang baik (Barber 1972). Endosperm dapat menguning, yang prosesnya tergantung terutama pada suhu dan aktivitas air. Pengaruh kandungan oksigen kecil dan CO2 tidak mempengaruhi (Bason et al. 1990) Perubahan aroma selama penyimpanan lebih cepat daripada perubahan warnanya. Peningkatan bau tidak enak selama penyimpanan tergantung pada suhu, kadar air, dan derajat sosoh. Pada kadar air yang tinggi dan derajat sosoh rendah akan terjadi kerusakan yang lebih besar karena kandungan lemak yang relatif tinggi dapat terhidrolisis dan teroksidasi. Penyimpanan dalam bentuk gabah dapat mencegah kerusakan aroma karena kulit keras dapat melindungi endosperm dari oksidasi (Barber 1972). Penyimpanan juga berpengaruh juga pada kepulenan. Penyimpanan beberapa minggu dapat mengurangi kecenderungan biji pecah dan lengket saat ditanak. Penyimpanan juga meningkatkan kepipihan beras (Chrastil 1990). Pengemas Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan, memegang peranan penting dalam pengawetan bahan hasil pertanian. Wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan serta melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, dan getaran). Pengemasan juga berfungsi menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentukbentuk yang memudahkan dalam penyimpanan,

5

pengangkutan dan distribusi. Dari segi pemasaran wadah atau pembungkus berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli (Syarief et al. 1989). Teknologi penyimpanan gabah dan beras yang sederhana dan secara efektif dapat meningkatkan lama simpan dan mengurangi tingkat serangan hama gudang. Penelitian yang dilaksanakan oleh Internasional Rice Reasearch Institute (IRRI) dan Balai Besar Pascapanen telah merekomendasi beberapa cara penyimpanan sederhana antara lain dengan menggunakan hermetik storage (penyimpanan vakum). Metode pada penyimpanan ini adalah dengan cara mengurangi kandungan oksigen di dalam tempat penyimpanan hingga kurang dari 2%. Kadar oksigen yang sangat rendah menyebabkan serangga atau kutu tidak dapat hidup. Penggunaan bahan yang selektif dapat menciptakan suasana hermetik di dalam tempat penyimpanan. Salah satu bahan yang dapat digunakan antara lain penggunaan superbag atau “kantung hermetik”. Apabila biji-bijian disimpan dalam kantung hermetik, maka aktivitas pernapasan serangga, jamur, dan mikroorganisme itu akan menghirup habis oksigen dalam kantong dan melepaskan gas CO2 sebagai gantinya. Akibatnya, semuanya akan mati sendiri karena kekurangan oksigen dan gas CO2 yang dihasilkan akan mengawetkan bijibijian tersebut. Organoleptik Mutu bahan makanan dapat ditentukan menggunakan organ indera manusia secara langsung sebagai detektor yang disebut penilaian organoleptik. Penilaian yang biasa disebut juga sensory evaluation ini bersifat subjektif. Parameter yang dinilai meliputi penampakan seperti warna aroma, rasa, dan tekstur bahan. Penilaian organoleptik dilakukan dengan menggunakan manusia sebagai alat pengukur berdasarkan kemampuan penginderaannya. Pengukuran ini menggantungkan pada kesankesan atau reaksi kejiwaan (psikis) manusia dengan jujur, spontan, dan murni tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar atau fakor kecenderungan bias. Untuk melaksanakan suatu penilaian organoleptik diperlukan panel (Soekarto 1985). Penilaian mutu atau analisis sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagai suatau instrumen atau alat. Alat ini terdiri atas orang atau kelompok orang yang disebut panel yang bertugas menilai sifat atau mutu benda

berdasarkan kesan subjektif, orang yang menjadi panel disebut dengan panelis. Untuk mendapatkan tim panel perlu diadakan seleksi panelis (Soekarto 1985). Cara-cara pengujian organoleptik dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok. Cara pengujian yang paling populer adalah kelompok pengujian pembedaan (difference tests) dan kelompok pengujian penerimaan (preference tests). Di samping kedua kelompok pengujian ini, dikenal juga pengujian skalar dan deskriptif. Gabungan 2 analisis pertama banyak digunakan dalam penelitian, analisis proses, dan penilaian hasil akhir. Sementara 2 kelompok pengujian terakhir banyak digunakan dalam pengawasan mutu. Pengujian pembedaan digunakan untuk menetapkan apakah ada pembedaan sifat sensorik atau organoleptik antara 2 contoh. Panelis pada uji pembedaan akan mengemukakan kesan akan adanya perbedaan tanpa disertai kesan senang atau tidak. Macammacam uji-uji pembeda adalah uji pasangan, uji segitiga, uji duo-trio, uji pembanding ganda, uji pembanding jamak, uji rangsangan tunggal, uji pasangan jamak, dan uji tunggal (Soekarto 1985). Berbeda dengan kelompok uji penerimaan yang menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Panelis pada uji penerimaan ini akan mengemukakan tanggapan pribadinya, yaitu kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya pada sifat sensorik atau kualitas yang dinilai. Macam-macam uji penerimaan adalah uji kesukaan atau sering disebut uji hedonik dan uji mutu hedonik. Pengujian mutu beras yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan uji hedonik. Uji ini bersifat subjektif dan dapat menggunakan panelis yang belum berpengalaman. Panelis yang digunakan dapat bersifat tetap contohnya pegawai kantor itu sendiri dan panelis tidak tetap artinya bisa menggunakan tamu yang datang berkunjung. Uji penerimaan seperti uji hedonik ini tidak dapat digunakan untuk meramalkan penerimaan dalam pemasaran. Jadi uji penerimaan dari suatu komoditi dengan hasil uji yang meyakinkan tidak menjamin bahwa komoditi itu dengan sendirinya mudah dipasarkan (Soekarto 1985).

6

BAHAN DAN METODE

Analisis Proksimat

Bahan dan Alat

Analisis proksimat yang dilakukan di Balai Besar Tanaman Padi. Analisis proksimat beras dilakukan pada bulan ke-0 dan bulan ke-4 penyimpanan. Metode analisis dapat dilihat di Lampiran 2.

Bahan baku yang digunakan adalah 3 varietas beras aromatik, yaitu Sintanur dari Sukamandi, Pandan Wangi dari Garut, dan Mentik Wangi dari Yogyakarta. Bahan lain yang digunakan adalah kantung hermetik dan karung plastik. Bahan-bahan kimia untuk uji komponen atsiri dan analisis di antaranya pentana, standar 2-asetil-1-pirolina, standar heksanal, silikon, 1,4-diklorobenzena, dan gas N2. Alat-alat yang dibutuhkan meliputi kromatografi gas-spektosmeter massa (KG-SM) Agilent Technologies 7890A-5975 C inert XLEI/CI, perangkat alat ekstraksi LikensNickerson, spektrometer Shimadzu 1800, Kjeltec Autoanalyzer, oven, tanur, radas Soxhlet, vial, penguap putar, pengaduk magnetik, penanak nasi elektrik, neraca, dan alat kaca. Penggilingan, Penyosohan, dan Penyimpanan Beras Gabah dari varietas Mentik Wangi, Pandan Wangi, dan Sintanur digiling dengan 3 tipe, yaitu ke dalam bentuk pecah kulit, disosoh 90%, dan disosoh 100%. Beras yang dihasilkan dari setiap tipe disimpan selama 4 bulan dalam kantung hermetik dan kantung plastik. Kemasan kantung hermetik berukuran 50 kg, dipotongpotong sampai ukuran 5 kg, sedangkan ukuran kemasan karung plastik yang digunakan adalah 5 kg. Masing-masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan dan analisis dilakukan pada bulan ke-0, ke-2, dan ke-4 seperti yang ditunjukan bagan alir pada Lampiran 1. Ruang penyimpanan setiap harinya diukur kelembapan dan suhu dengan termohidrograf. Tahap penelitian pendahuluan dilakukan dengan pengumpulan data sifat kimia beras yang berupa kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar amilosa. Pada tahap ini dilakukan juga pengujian komponen cita rasa beras dengan KG-SM dan analisis organoleptik, yaitu uji hedonik warna, rasa, kepulenan dan aroma serta uji ranking overall. Pengujian komponen cita rasa beras dilakukan dengan mengkstrak beras dengan Likens Nickerson. Analisis untuk bulan ke-2 dan ke-4 hanyalah pengujian komponen cita rasa beras dengan KGSM dan analisis organoleptik.

Pemasakan Nasi Beras dimasak menggunakan penanak nasi. Beras yang akan dimasak ditimbang 200 g dimasukkan kedalam panci, kemudian dicuci sampai air cucinya tampak jernih (3–4 kali). Beras yang telah dicuci ditambahkan air dengan nisbah beras:air adalah 1:1,5. Beras dimasak sekitar 35–40 menit dan pemanasan dilanjutkan selama 15 menit. Uji Hedonik Rasa dan Aroma (Soekarto 1985) Dalam uji ini diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan pada sampel yang disajikan secara acak dengan menggunakan kode 3 digit angka acak (Lampiran 3). Di samping panelis mengemukakan tanggapan tingkat kesukaan, mereka juga mengemukakan tanggapan ketidaksukaan. Tinkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Respons dari panelis yang digunakan dalam penelitian ini berupa angka yang berkisar antara 1 (sangat tidak suka) dan 5 (sangat suka). Uji hedonik yang dilakukan menggunakan panelis agak terlatih sebanyak 30 orang, 23 orang panelis adalah panelis tetap dan 7 orang adalah panelis temporer. Parameter yang dinilai pada uji hedonik ini berupa warna, aroma, rasa, kepulenan, dan penerimaan umum. Sampel beras terlebih dahulu dimasak menggunakan penanak nasi elektrik. Keenam sampel disajikan secara bersamaan dalam keadaan panas di dalam wadah yang ditutup dengan menggunakan lembar aluminium. Selain itu, disediakan pula air mineral untuk menetralkan indra pengecap panelis. Kuantifikasi Komponen Atsiri dengan KG-SM Kuantifikasi komponen atsiri dilakukan dengan KG-SM pada kondisi yang tertera pada Tabel 1. Interpretasi spektra massa dilakukan dengan bantuan komputer untuk membandingkan pola spektrum massa suatu senyawa dengan pola spektra massa pada mass

7

spectra library koleksi National Institue of Standard Technology (NIST) yang memiliki koleksi pola spektrum massa lebih dari 62000 pola. Tabel

1

Kondisi KG-SM untuk analisis komponen atsiri beras (Agilent Technologies 7890A-5975 C inert XLEI/CI) Kondisi KG Keterangan Kolom kolom kapiler (DB-Wax J&W column dengan diameter 0,25 mm, panjang 60 m) Detektor spektoskopi massa Gas pembawa helium (kecepatan aliran = 1 mL/min) Volume injeksi 1 µL Suhu injektor 250 ºC Suhu detektor 250 ºC Suhu awal 35 ºC Laju kenaikan suhu 2 ºC/ menit hingga suhu ke-1 mencapai 50 ºC Laju kenaikan suhu 3 ºC/ menit hingga suhu ke-2 mencapai 100 ºC Laju kenaikan suhu 5 ºC/ menit hingga suhu ke-3 mencapai 180 ºC Ekstraksi Komponen Atsiri

Komponen atsiri cita rasa beras diisolasi dengan alat Likens-Nickerson SDE. Sampel beras ditimbang sebanyak 500 g dimasukkan ke dalam labu didih 2,5 L kemudian ditambahkan 1 L akuades, 10 tetes silikon, batu didih, dan standar internal 1,4-diklorobenzena 5%. Pelarut yang digunakan adalah pentana sebanyak 45 mL dan dietil eter 5 mL. Sampel beras dipanaskan dengan mantel pemanas sampai mendidih kemudian suhu diturunkan. Waktu ekstraksi 1 jam terhitung setelah sampel mendidih. Hasil ekstraksi ditambahkan 2-3 sudip Na2SO4, kemudian dimasukkan ke dalam pendingin beku selama semalam. Ekstrak diembus dengan N2 sehingga volumenya menjadi 0,5 mL. Ekstrak beras dianalisis dengan KG-SM. Pembuatan Kurva Standar 2-Asetil-1Pirolina dan Heksanal Kurva standar 2AP dibuat dengan cara mengencerkan laruatan 2AP 1000 ppm menjadi 20 ppm. Larutan 2AP 20 ppm kemudian diencerkan jadi 0,8; 1,0; 1,2; 1,4; dan 1,6 ppm dengan memipet 0,20; 0,25; 0,30; 0,35; dan 0,40 mL ke dalam labu takar 5 mL, kemudian ditambahkan 1 µL 1,4-diklorobenzena dan ditera dengan metanol. Sebanyak 1 µ L larutan

dari setiap konsentrasi diinjeksikan ke KG-SM, ulangan dilakukan tiga kali. Kurva standar heksanal dibuat dengan cara mengencerkan laruatan heksanal 98000 ppm menjadi 10 ppm. Larutan heksanal 10 ppm kemudian diencerkan jadi 0,1 ; 0,5; 1,0; 1,5; dan 2,0 ppm dengan memipet 0,05; 0,25; 0,50; 0,75; dan 1,00 mL ke dalam labu takar 5 mL, kemudian ditambahkan 1 µL 1,4-diklorobenzena dan ditera dengan metanol. Sebanyak 1 µL larutan dari setiap konsentrasi diinjeksikan ke KG-SM, dan ulangan dilakukan sebanyak tiga kali.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Gizi Beras Analisis proksimat yang dilakukan saat awal penyimpanan dan bulan ke-4 adalah kadar air, abu, lemak, protein, dan amilosa. Perbandingan nilai proksimat yang diperoleh dilakukan pada beberapa acuan, seperti yang terlihat pada Tabel 2, dan hasil analisis proksimat ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Kadar air saat awal penyimpanan diperoleh 13,25–14,12% untuk beras pecah kulit, sosoh 90%, dan sosoh 100%. Kadar air ini masih masuk dalam ketentuan yang dikeluarkan SNI 6128:2008 dan Departemen Kesehatan (Depkes) RI (1979). Beras pecah kulit harusnya mengandung kadar air yang lebih rendah daripada beras sosoh (Damardjati & Purwani 1991). Begitu juga dengan peningkatan derajat sosoh seharusnya meningkatkan kadar air, tetapi hal ini berkebalikan dengan hasil penelitian. Kadar air beras pecah kulit lebih tinggi daripada beras yang disosoh. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya lapisan aleuron, sehingga proses penyerapan ataupun pengeluaran air pada beras sulit terjadi. Kadar air setelah empat bulan penyimpanan mengalami penurunan yaitu 10,27−13,71%. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan kelembaban dari ruang penyimpanan dari ± 75% saat 0−3 bulan menjadi ± 65% saat penyimpanan bulan ke-4. Suhu dan kelembaban selama penyimpanan dapat dilihat di Lampiran 4. Kadar air penting diukur, karena akan mempengaruhi laju kerusakan beras selama penyimpanan (Webb & Stermer 1972). Kadar air pada akhirnya akan berperan dalam menjaga mutu seperti penerimaan, kesegaran, dan daya tahan bahan pangan selama penyimpanan.

8

Tabel 2 Nilai gizi dari beras giling Parameter Nilai (%) Referensi Kadar Air

13,00 14,00

Depkes (1979) SNI 6128:2008 (BSN 1997)

Kadar Abu

0,45 0,30–1,90

Inglet (1989) Houston (1972)

Kadar Lemak

0,70 0,45 0,30−0,60

Depkes (1979) Inglet (1989) Juliano (1979)

Kadar Protein

6,80 7,44 7,60 7,30−10,20

Depkes (1979) Inglet (1989) Juliano (1979) Haryadi et al (1990)

Kadar Amilosa

29,85

Inglet (1989)

Kadar abu ketiga beras saat awal penyimpanan berkisar antara 0,28−0,32%. Kadar abu setelah empat bulan penyimpanan berkisar 0,30–1,41%. Kadar abu semua varietas masih berada dalam kisaran kadar abu menurut Houston (1972). Proses penyosohan beras adalah proses yang paling berpengaruh pada rendahnya kandungan mineral pada beras giling yang dikonsumsi sehari-hari. Kandungan mineral pada beras sebagian besar ditemukan pada bagian dedak dan lembaga yang hilang pada saat proses penyosohan. Jadi semakin tinggi derajat sosoh beras maka kadar abunya semakin menurun. Kadar lemak diawal penyimpanan adalah 0,22−0,36%, dan setelah empat bulan penyimpanan menjadi 0,38–0,72%. Nilai ini masih masuk kisaran hasil penelitian Juliano (1972). Beras pecah kulit memiliki kadar lemak lebih tinggi daripada beras sosoh 90 dan 100%. Semakin tinggi derajat sosoh maka kadar lemaknya akan semakin menurun, dapat dilihat di Tabel 3 saat bulan ke-0 penyimpanan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Juliano (1972), bahwa lapisan aleuron beras mengandung lemak. Beras yang disosoh 100% hampir tidak memiliki lapisan aleuron lagi sehingga kadar lemaknya lebih kecil daripada beras pecah kulit. Lemak yang ada dapat terhidrolisis menjadi asam lemak, yang selanjutnya bisa mengalami reaksi okasidasi. Hasil reaksi oksidasi ini bisa berupa senyawa karbonil, seperti heksanal. Oleh karena itu heksanal diukur dalam penelitian ini, heksanal digunakan sebagai indikator

peningkatan ketengikan pada beras. Pengaruh derajat sosoh dan jenis kemasan pada kandungan lemak setelah penyimpanan bulan ke-4 tidak dapat dibandingkan karena pengukuran hanya dilakukan satu kali ulangan. Selama penyimpanan kadar lemak menurun untuk varietas Mentik Wangi dan meningkat untuk varietas Pandan Wangi dan Sintanur. Kadar protein ketiga varietas beras pada awal penyimpanan berada pada kisaran 8,18−9,40% dan setelah 4 bulan penyimpanan menjadi 6,63–9,69%. Nilai ini di atas batas minimum yang ditetapkan Depkes (1979). Kadar protein relatif stabil selama penyimpanan, kecuali untuk varietas Mentik Wangi mengalami penurunan. Penurunan kadar protein ini dapat disebabkan oleh degradasi protein oleh mikroorganisme menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana dan berbau (atsiri). Kadar protein pada beras sangat dipengaruhi oleh derajat sosoh dan kondisi tanah tempat beras tersebut ditanam. Beras yang tumbuh pada tanah yang kaya akan unsur N akan cenderung memiliki kadar protein yang tinggi (Juliano 1972). Kadar amilosa awal penyimpanan adalah 16,02−20,82%, kecuali untuk Pandan Wangi sosoh 100% nilainya 24,51%. Setelah 4 bulan penyimpanan kadar amilosa adalah 15,77– 23,62%. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga jenis varietas ini bertekstur pulen hingga sedang (Singh et al. 2000). Kadar amilosa semakin tinggi dengan semakin meningkatnya derajat sosoh. Hal ini disebabkan lapisan endosperm mengandung 90% pati. Pati terdiri atas amilopektin dan amilosa. Kadar amilosa yang paling tinggi dari ketiga varietas tersebut adalah Pandan Wangi. Hal ini mengindikasikan bahwa beras ini teksturnya paling pera dari kedua varietas yang lain. Menurut Juliano (1979), perbedaan kadar amilosa beras dipengaruhi oleh jenis varietas, suhu udara lokasi penanaman, dan kadar nitrogen tanah. Penelitian yang dilakukan oleh Juliano (1979) menunjukkan bahwa beras dengan varietas yang sama, namun ditanam pada daerah yang memiliki perbedaan kandungan nitrogen dalam tanah dan suhu udara lokasi penanaman akan menghasilkan beras dengan kandungan amilosa yang berbeda. Pengaruh kemasan karung plastik dan kantung hermetik tidak dapat dilihat pada analisis proksimat.

9

Tabel 3 Analisis proksimat beras pada awal penyimpanan (bulan ke-0) Kadar Air Kadar Abu Lemak Varietas Sosoh (%) (%) (%) Mentik Pecah Kulit 13,95 0,32 0,31 Wangi 90% 13,41 0,30 0,28 100% 13,28 0,28 0,23 Pandan Wangi

Sitanur

15,51

8,42

16,02

8,27

16,8

0,30

0,35

8,59

19,77

90%

13,58

0,29

0,31

8,25

20,82

100%

13,48

0,28

0,22

8,18

24,51

Pecah Kulit

14,12

0,35

0,36

9,40

16,46

90%

13,98

0,29

0,28

9,15

17,85

100%

13,25

0,28

0,21

8,97

19,73

Kantung hermetik

Kantung hermetik

Karung Plastik

Sitanur

8,60

14,12

Karung Plastik

Pandan Wangi

Amilosa (%)

Pecah Kulit

Tabel 4 Analisis proksimat beras pada penyimpanan bulan keempat Kadar Air Kadar Abu Varietas Kemasan Sosoh (%) (%) Mentik Wangi

Protein (%)

Kantung hermetik

Karung Plastik

Lemak (%)

Protein (%)

Amilosa (%)

Pecah Kulit

13,70

1,32

0,57

7,55

19,39

90%

13,39

0,40

0,72

6,59

16,00

100%

11,80

0,31

0,72

6,55

15,77

Pecah Kulit

10,71

1,41

0,63

7,10

17,43

90%

12,51

0,43

0,48

6,63

16,67

100%

10,21

0,23

0,38

6,58

16,15

Pecah Kulit

11,37

1,23

0,36

9,34

23,62

90%

11,47

1,10

0,57

8,53

20,75

100%

11,21

0,30

0,44

8,81

21,43

Pecah Kulit

11,38

1,20

0,48

9,39

21,35

90%

10,78

0,36

0,51

8,89

22,26

100%

10,23

0,38

0,46

8,59

23,09

Pecah Kulit

11,99

1,33

0,46

9,41

16,98

90%

10,84

0,43

0,54

9,38

16,67

100%

10,55

0,41

0,44

9,42

17,13

Pecah Kulit

11,86

1,35

0,44

9,69

16,75

90%

13,58

0,53

0,45

9,27

17,28

100%

10,27

0,37

0,43

9,03

15,84

10

Hasil Organoleptik dari Beras-Beras Aromatik pada Pengaruh Derajat Sosoh, Jenis Pengemas, dan Lama Penyimpanan Diagram hasil uji hedonik kriteria aroma dari faktor percobaan pada nilai aroma dapat dilihat pada (Lampiran 5). Aroma yang paling disukai di antara ketiga varietas adalah aroma beras Mentik Wangi, kemudian Sintanur, dan Pandan Wangi. Ketiga beras disukai saat disosoh 100%. Hal ini membuktikan bahwa panelis tidak menyukai beras dengan aroma yang terlalu tinggi. Aroma 2AP dengan konsentrasi yang rendah dapat terdeteksi oleh panelis. Aroma yang disukai adalah saat awal penyimpanan. Kesukaan pada aroma ini menurun di bulan ke-2 dan semakin menurun saat bulan ke-4. Perubahan aroma dapat terjadi karena proses ketengikan lemak yang mengahasilkan bau apek dan asam, serta bau dari proses fermentasi gula (Damardjati & Purwani 1991) yang menghasilkan aroma tengik yang tidak disukai oleh panelis. Pengemas yang baik dalam mempertahankan aroma adalah kantung hermetik dibandingkan karung plastik. Hal ini dikarenakan kantung hermetik memiliki 2 lapisan polietilena, sehingga diharapkan mengurangi udara yang masuk dalam jangka waktu tertentu. Berbeda dengan karung plastik yang hanya memiliki 1 lapis polietilena dan masih kontak dengan air dan udara. Suhu dan kelembapan udara yang tinggi merupakan lingkungan yang ideal untuk kehidupan serangga, bakteri, jamur, dan mikroarganisme lain yang menjadi penyebab utama kerusakan biji-bijian. Apabila biji-bijian disimpan dalam kantung hermetik, maka aktivitas pernapasan serangga, jamur dan mikroorganisme itu akan menghirup habis oksigen dalam kantong dan melepaskan gas CO2 sebagai gantinya. Akibatnya, semuanya akan mati sendiri karena kekurangan oksigen dan gas CO2 yang dihasilkan akan mengawetkan bijibijian tersebut. Namun, hal ini berbeda dengan yang dihasilkan dari KG-SM yang akan dibahas di bagian berikutnya, bahwa tidak ada pengaruh kemasan dalam mempertahankan aroma pandan. Jadi kemungkinan aroma yang dipertahankan ini tidak hanya aroma pandan, tetapi adanya campuran aroma lain. Diagram hasil uji hedonik kriteria kepulenan dapat dilihat di Lampiran 6. Kepulenan yang paling disukai diantara ketiga varietas adalah kepulenan beras Mentik Wangi, kemudian Sintanur dan Pandan Wangi. Pandan Wangi memiliki tekstur yang paling keras ketika dikunyah atau disebut pera di antara kedua varietas lainnya. Hal ini sesuai dengan

pengukuran kadar amilosa Pandan Wangi memiliki kadar amilosa yang paling tinggi. Jenis pengemas tidak berpengaruh pada kepulenan. Ketiga beras disukai saat disosoh 100%. Kepulenan yang disukai adalah saat awal penyimpanan. Kesukaan pada kepulenan ini menurun di bulan kedua, dan sedikit meningkat saat bulan keempat. Diagram hasil uji hedonik kriteria warna dapat dilihat pada Lampiran 7. Warna yang paling disukai di antara ketiga varietas adalah warna beras Mentik Wangi, kemudian Pandan Wangi, dan Sintanur. Jenis pengemas disini tidak berpengaruh pada perubahan warna pada beras. Ketiga beras disukai saat disosoh 100%. Warna yang disukai adalah saat awal penyimpanan. Kesukaan pada warna ini menurun di bulan kedua, dan sedikit meningkat saat bulan keempat. Warna yang berubah selama penyimpanan dapat disebabkan oleh teroksidasinya beras oleh udara sekitarnya, aktivitas metabolit dari beras sendiri, dan dapat juga disebabkan oleh aktivitas jamur atau mikroba yang dapat tumbuh berkembang. Diagram hasil uji hedonik kriteria rasa dapat dilihat pada Lampiran 8. Rasa yang paling disukai di antara ketiga varietas adalah rasa beras Mentik Wangi, kemudian Sintanur, dan Pandan Wangi. Jenis pengemas disini tidak berpengaruh pada perubahan rasa pada beras. Ketiga beras disukai saat disosoh 100%. Rasa yang disukai adalah saat awal penyimpanan. Kesukaan pada rasa ini menurun di bulan kedua dan sedikit meningkat saat bulan keempat. Kesukaan yang sedikit meningkat pada bulan keempat pada rasa dan kepulenan dapat disebabkan oleh perubahan beberapa orang panelis saat bulan keempat, sehingga penerimaannya juga berbeda. Diagram hasil uji hedonik kriteria penerimaan umum dapat dilihat pada Lampiran 9. Penerimaan umum yang paling disukai diantara ketiga varietas adalah beras Mentik Wangi, kemudian Sintanur, dan Pandan Wangi. Jenis pengemas tidak berpengaruh pada penerimaan umum pada beras. Ketiga beras disukai saat disosoh 100%. Penerimaan umum yang disukai adalah saat awal penyimpanan. Penerimaan umum ini menurun di bulan kedua sampai bulan keempat. Kuantifikasi 2-Asetil-1-Pirolina (2AP) dan Heksanal dalam Beras Aromatik Beras diekstrak dengan menggunakan radas Lickens-Nickerson. Prinsipnya ialah ekstraksi cair-cair. Perbandingan beras dan air saat diekstraksi adalah 1:2 (Buttery et al. 1988).

11

Silikon digunakan sebagai antibusa, 1,4diklorobenzena digunakan sebagai standar internal, dan natrium sulfat anhidrat digunakan untuk menghilangkan air pada hasil ekstraksi. Hasil ekstraksi didiamkan di dalam pendingin beku. Ekstrak kemudian diuapkan dengan penguap putar sampai volume ± 5 mL dan dipekatkan dengan diembus gas nitrogen sampai volumenya 0,5 mL. Ekstrak kemudian diinjeksikan ke KG-SM sebanyak 1 µL. Penentuan konsentrasi 2AP dan heksanal dilakukan dengan menggunakan kurva standar. Kurva standar dibuat dengan lima deret konsentrasi. Konsentrasi 2AP yang dibuat adalah 0,8; 1,0; 1,2; 1,4; dan 1,6 ppm. Regresi linear 2AP diperoleh sebanyak 96,80% (Lampiran 10). Konsentrasi heksanal yang dibuat adalah 0,1; 0,5; 1,0; 1,5; dan 2,0 ppm, koefisien regresi linear yang diperoleh adalah 99,60% (Lampiran 11).

Konsentrasi 2AP dijadikan sebagai parameter aroma yang disukai karena berdasarkan penelitian Buttery (1982), 2AP adalah senyawa yang memiliki distribusi besar pada aroma pandan. Konsentrasi heksanal ditentukan sebagai salah satu yang dominan saat oksidasai asam lemak bebas. Konsentrasi heksanal meningkat selama penyimpanan dan menyebabkan aroma tengik pada beras. Matriks percobaan yang mengukur konsentrasi 2AP dan heksanal pada beras verietas Mentik Wangi, Pandan Wangi, dan Sintanur dengan faktor percobaan derajat sosoh, waktu penyimpanan, dan kemasan ditunjukkan pada Lampiran 12. Keluaran yang dihasilkan dari KG-SM berupa area setiap komponen pada waktu retensi tertentu, seperti yang terlihat pada Lampiran 13. Konsentrasi 2AP dan heksanal yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 14. Secara garis pengaruh utama dari ke-4 faktor penelitian ditunjukkan pada Lampiran 15. Beras Pandan Wangi memiliki kandungan 2AP paling besar, disusul beras Mentik Wangi dan terendah merupakan beras Sintanur. Namun, hasil uji hedonik menunjukkan aroma beras Mentik Wangi lebih disukai daripada beras Pandan Wangi yang memiliki konsentrasi 2AP lebih besar. Gambar 3 menunjukkan pengaruh waktu penyimpanan dan derajat sosoh pada konsentrasi 2AP semua beras dengan kantung hermetik. Konsentrasi 2AP pada ketiga varietas yang paling tinggi diperoleh pada beras pecah kulit saat awal penyimpanan dan mulai menurun dari bulan kedua hingga bulan keempat. Hal ini dapat diakibatkan terjadinya dekomposisi 2AP

oleh mikroorganisme atau teroksidasi oleh udara. Penelitian Widjaja (1996) dan Yoshihashi et al. (2005) menyatakan bahwa kandungan 2AP menurun drastis selama 7 minggu penyimpanan dengan kondisi 25–30 ˚C kelembapan 75%. Setelah 7 minggu penyimpanan kandungan 2AP tidak berubah secara signifikan. Penggunaan kemasan kantung hermetik dan karung plastik tidak memberikan perbedaan dalam mempertahankan kandungan 2AP selama penyimpanan. Lampiran 14 menunjukkan bahwa kemasan tidak berpengaruh pada konsentrasi 2AP. Hal ini diduga karena tidak adanya proses penyedotan udara sehingga udara yang tertinggal dalam kantung hermetik pada awal penyimpanan masih tersedia hingga penyimpanan berakhir. Udara yang tersisa ini dapat melangsungkan proses oksidasi dan dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme pengurai. Konsentrasi 2AP juga dipengaruhi oleh derajat sosoh. Semakin tinggi derajat sosoh maka konsentrasi 2AP semakin menurun pada ketiga jenis varietas baik menggunakan kemasan kantung hermetik maupun karung plastik (Gambar 3 dan 4). Konsentrasi 2AP yang paling tinggi ada pada beras pecah kulit. Juliano (1980) melaporkan bahwa 2AP yang terkandung pada beras terletak dibagian kariopsis, yaitu bagian dari aleuron. Jika lapisan aleuron hilang saat penyosohan maka konsentrasi 2AP pada beras juga akan berkurang. Konsentrasi heksanal setiap varietas berbeda-beda. Konsentrasi heksanal yang paling tinggi dikandung oleh pecah kulit Pandan Wangi, kemudian disusul Mentik Wangi dan Sintanur (Lampiran 15). Perbedaan konsentrasi heksanal maupun 2AP di antara varietas disebabkan oleh kondisi lahan tempat tumbuhnya padi tersebut berbeda. Varietas yang sama, jika ditanam di 2 tempat yang berbeda akan menghasilkan intensitas aroma yang berbeda pula. Beras pecah kulit lebih tinggi mengandung heksanal disebabkan oleh masih banyaknya lemak yang terkandung dalam lapisan aleuron. Konsentrasi heksanal menurun saat sosoh 90% dan sedikit meningkat saat sosoh 100%. Konsentrasi heksanal beras sosoh 90%, menurun karena lapisan aleuron yang tertinggal hanya 10%. Konsentrasi heksanal sampai bulan kedua penyimpanan meningkat, dapat dilihat di Lampiran 14 dan Lampiran 15. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Laohakunjit dan Kerdchoechuen (2007). Konsentrasi heksanal jauh menurun saat bulan keempat penyimpanan. Hal ini mungkin disebabkan oleh degradasi dari heksanal menjadi komponen yang lebih kecil.

12 Surface Plot of [2AP] vs Waktu penyimpanan, Derajat Sosoh Surface Plot of [2AP] vs Waktu penyimpanan, Derajat Sosoh

3

2

[2AP]

[2AP]

1

2 1

0 0

2 Waktu penyimpanan

4

0 Surface Plot of [2AP]0vs Waktu penyimpanan, Derajat Sosoh 0 2 50 4 100 100 Derajat Sosoh Waktu penyimpanan

(a)

50

0 Derajat Sosoh

(b) 0.3

[2AP]

0.2 0.1 0.0 0

2 Waktu penyimpanan

4

100

50

0 Derajat Sosoh

(c) Gambar 3 Pengaruh waktu penyimpanan dan derajat sosoh pada konsentrasi 2AP beras Mentik Wangi (a), Pandan (b), dan Sintanur (c)Plot kemasan kantung hermetik. Surface Plot of [2AP] vs WaktuWangi penyimpanan, Derajat Sosoh Surface of [2AP] vs Waktu penyimpanan, Derajat Sosoh

2

[2AP]

3 2

1

[2AP] 1 0 0 2 Waktu penyimpanan

Surface Plot of [2AP] vs Waktu0 penyimpanan, Derajat Sosoh 4

100

0 0 2 50 Derajat Sosoh Waktu penyimpanan

(a)

4

100

50

0 Derajat Sosoh

(b)

0.2 [2AP]

0.1 0.0

0 2 Waktu penyimpanan

4

100

0 50 Derajat Sosoh

(c) Gambar 4 Pengaruh waktu penyimpanan dan derajat sosoh pada konsentrasi 2AP beras Mentik Wangi (a), Pandan Wangi (b), dan Sintanur (c) kemasan karung plastik.

13

Surface Plot of [Heksanal] vs Waktu penyimpanan, DerajatSurface Sosoh Plot of [Heksanal] vs Waktu penyimpanan, Derajat Sosoh

0.08

0.15

0.07

0.10

[Heksanal] 0.06

[Heksanal]

0.05

0.05

0

0 2 50 4 Surface vs Waktu penyimpanan, Derajat Sosoh 4 100Plot of [Heksanal] Waktu penyimpanan 100 Derajat Sosoh 0

2 Waktu penyimpanan

(a)

50

0 Derajat Sosoh

(b)

0.08 0.07 [Heksanal] 0.06 0.05 0 Derajat Sosoh

50

100

0

4 2 Waktu penyimpanan

(c) Surface Plot of [Heksanal] vs Waktu penyimpanan, Derajat Sosoh Gambar 5 Pengaruh waktu danDerajat derajat sosoh pada konsentrasi heksanal beras Mentik Surface Plot of [Heksanal] vs penyimpanan Waktu penyimpanan, Sosoh Wangi (a), Pandan Wangi (b), dan Sintanur (c) kemasan kantung hermetik.

0.16

0.15

0.08

0.10 [Heksanal] 0.05

[Heksanal]

0.00 0

2 Waktu penyimpanan

0.00 0

4

2 0 Surface Plot Waktu penyimpanan, Derajat Sosoh 50 of [Heksanal] vs Waktu penyimpanan 100

4

Derajat Sosoh

(a)

100

0 50 Derajat Sosoh

(b) 0.09

[Heksanal]

0.06 0.03 0

2

Waktu penyimpanan

4

100

50

0

Derajat Sosoh

(c) Gambar 6 Pengaruh waktu penyimpanan dan derajat sosoh pada konsentrasi heksanal beras Mentik Wangi (a), Pandan Wangi (b), dan Sintanur (c) kemasan karung plastik. Pengaruh kemasan hampir tidak terlihat dalam menjaga beras dari reaksi oksidasi, seperti terlihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Kemasan kantung hermetik jauh lebih baik daripada kantung plastik dalam menjaga dari kutu. Tetapi parameter ini tidak diukur dalam penelitian ini. Lampiran 14 menunjukkan bahwa hampir semua perlakuan tidak memiliki

keterulangan. Walaupun kandungan 2AP dan heksanal setiap varietas belum tentu sama, tetapi perbedaan antar ulangan sangat jauh berbeda.

14

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kadar air, protein, dan amilosa pada beras aromatik mengalami penurunan selama penyimpanan, kecuali kadar lemak dan abu. Semakin tinggi derajat sosoh maka kadar air, abu, lemak dan protein akan semakin rendah, sedangkan kadar amilosa semakin tinggi. Beras Mentik Wangi adalah yang paling disukai dari uji hedonik, kemudian Sintanur, dan Pandan Wangi. Saat awal penyimpanan dan sosoh 100 % adalah karakter yang disukai. Penentuan 2AP dan heksanal yang dilakukan dengan KG-SM. Konsentrasi 2AP dan heksanal paling tinggi diperoleh pada beras pecah kulit Pandan Wangi, kemudian Mentik Wangi dan Sintanur. Kandungan 2AP dan heksanal semakin menurun saat sosoh semakin tinggi dan saat semakin lama penyimpanan. 2AP sudah tidak terdeteksi, yaitu saat 4 bulan penyimpanan. Pengaruh kemasan tidak bisa dilihat dalam penelitian ini.

Saran Kelembapan dan suhu ruang penyimpanan perlu disesuaikan, agar pengaruh kemasan dapat dilihat. Jenis dan teknik pengemasan yang mampu mempertahankan kandungan gizi dan aroma beras perlu dicari. Analisis proksimat sebaiknya dilakukan tiga kali ulangan atau lebih, agar pengaruh semua faktor pada kadar proksimat dapat dihitung secara statistik. Validasi metode perlu dilakukan untuk meningkatkan ketepatan dari pengujian komponen flavor dari beras.

DAFTAR PUSTAKA Adiratma RE. 2004. Stop Tanaman Padi. Jakarta: Penebar Swadaya. Adijono P, Bambang, Allidawati, Suwarno.1993. Pemuliaan padi aromatik dan ketan. Di dalam: Syam M, Hermanto A, Musyaddad, Sunihardi, editor. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan, Buku 2 PadiBioteknologi, Pemuliaan dan Proteksi. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 422428. Barber S. 1972. Milled rice and changes during Aging. Di dalam: Houston DF, editor.

Chemistry and Technology. Minnesota: Amer Association of Cereal Chem. [BSN] Badan Standarisai Nasional. 1991. SNI 01-2891-1992 Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta: BSN. [BSN] Badan Standarisai Nasional. 1997. Standar Nasional Indonesia 6128:2008 Beras. Jakarta: BSN Bason ML, Bank HJ, Esteves LA. 1980. A quantitative study of the influance of temperature, water activity and storage atmosphere on the yellowing of paddy endosperm. Cereal Sci. 12:193-201. Buttery RG, Ling LC, Juliano BO. 1982. 2Acetyl-1-pyrroline: an important aroma component of cooked rice. Chem Ind. hlm 958-959. Buttery RG, Ling LC, Juliano BO, Tumbaugh JG. 1983. Cooked rice aroma and 2-acetyl-1pyrroline. J Agric Food Chem. 31:823-826. Charstill J. 1990. Protein starch interaction in rice grain. J Agri and Food Chem 38: 11941202. Damardjati DS, Purwani EY. 1991. Mutu Beras. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bharatara Karya Aksara. Gumbira E. 1978. Pengaruh Penyimpanan pada suhu ruang terhadap komposisi dan kandungan beras varietas Cianjur PB 5 [skripsi]. Bogor: Fakulatas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Haryadi Y, Sugiono T, Muchtadi. 1990. Teknologi Pengolahan Serealia. Bogor: PAU IPB. Haryadi Y. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta: UGM Pr. Houston DF. 1972. Rice Chemistry and Technology. Minnesota: Amer Association of Cereal Chem

15

[IRRI] International for Rice Research Institute. 1975. Standard evaluatian system for rice. Los Banos: IRRI . Inglett GE. 1989. Pengauh pemurnian terhadap susunan bahan pangan. Di dalam: Harris RD, Karmas E, editor. Evaluasi Gizi dan Pengolahan Bahan Pangan. Bandung: ITB Pr. Isawaki T, Tani T. 1967. Effect of oxygen concentration and deterioration mechanism of rice during storage. Cereal Chem 44:233237. Juliano BO. 1972. The rice caryopsis and its composition. Di dalam: Houston DF, editor. Rice, Chemistry and Technology. Minnesota: Amer Association of Cereal Chem. Juliano BO. 1979. The chemical basis rice grain quality. Di dalam: Proceeding of Workshop on Chemical Aspect of Rice Grain Quality. Los Banos: IRRI. Juliano BO. 1980. Properties of the rice caryopsis. Di dalam: Luh BS, editor. Rice: Production And Utilization. Connecticut: The AVI Pubs. Laohakunjit N, Kerdchoechuen O. 2007. Aroma enrichment and the change during storage of non-aromatic milled rice coated with extracted natural flavor. Food Chem 101:339–344. Mittal UK, Preet K, Singh D, Shukla KK, Saini RG. 1995. Variability of aroma in some land races and cultivars of scented rice. Crop Improv. 22:109-122. Singh RK, Singh US, Khush GS. 2000. Aromatic Rices Science. New Delhi: Publisher. Setiono. 1975. Mempelajari pengaruh luprosil, penularan hama beras dan lama penyimpanan pada pengawetan beras pecah kulit [skripsi]. Bogor: Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhatara Karya Aksara. Suparyono, Setyono A. 1993. Padi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Syarief R, Santausa S, Isyana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor: Laboratorium Rekayasa Proses Pangan Pusat Antar–Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Villareal RM, Resurreccion AP, Suzuki LB. Juliano BO. 1976. Changes In Physicochemical Properties Of Rice During Storage. Starch 28: 88-94. Webb WE, Stermer RA. 1974. Criteria of rice quality. Di dalam: Houston DF, editor. Rice Chemistry and Technology. Minnesota: Amer Association of Cereal Chemi. hlm 102-104. Widjaja R, Craske D, Wootton M. 1996. Comparative studies on volatile components of non-fragrant and fragrant Rices. J Sci Food Agri 70:151-161. Wijaya H, Kusbiantoro B, Faridah DN, Handoko DD, Taufik. 2008. Identifikasi Komponen Aroma Aktif Beberapa Varietas Beras (Oryza Miristica L) Aromatik Asli Indonesia Sebagai Upaya Pemanfaatan Potensi Beras Indonesia. Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T), Departemen Pertanian RI, Jakarta. Yoshihashi T et al. 2005. Effect of storage conditions on 2-acetyl-1-pyrroline content in aromatic rice variety Khao Dawk Mali 105. Food Sci Vol. 70:1

LAMPIRAN

17

Lampiran 1 Bagan kerja penelitian Sampel Padi Varietas: Mentik wangi, Pandan wangi dan Sintanur

Pengeringan

Penggilingan

Penyosohan dengan derajat sosoh 90 dan 100%

Pengemasan Jenis pengemas: kemasan karung hermetik dan karung plastik

Penyimpanan 0, 2, dan 4 bulan

Analisis proksimat, analisis komponen flavor dan uji hedonik

18

Lampiran 2 Prosedur Analisis Proksimat a. Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sampel beras yang telah ditepungkan sebanyak 1−2 g dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang telah diketahui bobotnya, kemudian cawan beserta isinya dikeringkan pada oven yang bersuhu 105 oC selama 3 jam. Setelah itu cawan beserta isinya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali sampai didapatkan berat yang tetap.

Kadar air (% ) =

W- (Y-A) × 100 W

Keterangan : W = bobot sampel awal (g) Y

= bobot sampel dan cawan setelah dikeringkan (g)

A

= bobot cawan kosong (g)

b. Kadar Abu (BSN 1991) Sampel yang telah ditepungkan sebanyak 2−3 g dimasukkan dalam cawan porselin yang sudah diketahui bobotnya. Sampel tersebut dipijarkan di atas nyala api sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 550 oC sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel didinginkan dalam eksikator, selanjutnya ditimbang sampai bobotnya tetap. Kadar Abu (%) =

Bobot abu (g) × 100 Bobot sampel (g)

c. Kadar Lemak Metode Soxhlet (BSN 1991) Sampel yang telah ditepungkan ditimbang sebanyak 1−2 g, dimasukkan ke dalam selongsong kertas (thimble paper) yang dialasi dengan kapas. Selongsong kertas yang berisi contoh tersebut disumbat dengan kapas, kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel tersebut diekstrak dengan heksanal atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 1 jam ( 20 menit boilling dan 20 menit rinsing). Heksanal disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu 105 oC.

Setelah itu ekstrak didinginkan dan ditimbang.

Pengeringan ini diulangi terus hingga tercapai bobot yang tetap. Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

Kadar lemak (%) =

W

= bobot contoh (g)

W1

= bobot labu lemak kosong (g)

W2

= bobot labu lemak sesudah ekstraksi (g)



× 100

19

d. Kadar Protein Sampel yang telah ditepungkan ditimbang 200 mg dan dimasukkan ke dalam tabung destruksi. Kedalam tabung ditambahkan satu sendok kecil (±3 g) katalisator selenium dan 2,5 mL asam sulfat pekat. Sampel tersebut didestruksui selama 1-2 jam sampai cairan menjadi bening, didinginkan selama ±10 menit dan ditambahkan akuades 25 mL. Alat Kjeltec Autoanalyzer dihidupkan, isian semua menu program (volume titran, titik akhir titrasi, dll) diatur. Tabung destruksi yang berisi cairan sampel dipasangkan ke dalam alat Kjeltec Autoanalyzer. Proses destilasi dan titrasi akan berlangsung secara otomatis. Volume HCl yang dibutuhkan setiap sampel dicatat. Perlakuan untuk blanko juga dilakukan seperti perlakuan untuk sampel. Kadar protein dihitung dengancara berikut:

Kadar protein (%) =

(vol. HCl – vol. blangko)× N HCl × 14,007 × faktor protein x 100 mg contoh

e. Kadar Amilosa (IRRI 1979) Tepung beras ditimbang sebanyak 100mg (dengan kehalusan minimal 80 mesh), kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Ke dalam labu ukur yang berisi sampel ditambahkan berturut-turut 1 mL etanol 95% dan 9 mL larutan NaOH 1N. Labu ukur tersebut dipanaskan dalam penangas air (suhu 95 oC) selama 10 menit. Labu ukur diangkat dan didinginkan selama 1 jam, kemudian diencerkan dengan akuades hingga volumenya 100 mL. Larutan dipipet sebanyak 5 mL, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, ditambahkan 2 mL larutan iod (dibuat dari 0,2 g iodin dan 2,0 g kalium iodin dalam 100 mL akuades) dan 1 mL larutan asam asetat 0,5 N, kemudian diencerkan kembali dengan akuades hingga volumenya 100 mL. Labu ukur tersebut dikocok kemudian didiamkan selama 20 menit. Pada saat yang bersamaan dibuat larutan standar amilosa dengan menimbang 40 mg amilum kentang, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, dan diencerkan hingga volumenya 100 mL. Dibuat lima tingkat konsentrasi amilosa, masing-masing 1, 2, 3, 4, 5 mLlarutan standar dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL. Sebanyak 2 mL larutan iod dan 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 mL larutan asam asetat 0,5 N ditambahkan kedalam setiap labu ukur, kemudian diencerkan dengan akuades hingga volume 100 mL. Larutan yang telah diencerkan dalam labu takar dikocok, kemudian didiamkan selama 20 menit. Baik larutan contoh maupun standar diukur absorbansinya menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.

20

Lampiran 3 Contoh kuesioner uji hedonik rasa dan aroma dan uji ranking UJI HEDONIK NASI Nama Panelis : Tgl. Pengujian : Petunjuk : Amati (lihat), hirup aroma dan cicipi contoh, kemudian tuliskan angka yang sesuai dengan penilaian* Anda. Penilaian

Kode Sampel Warna

Aroma

414 245 938 139 581 797 335 Keterangan: *Kriteria Penilaian: 1= Sangat tidak suka 2= Tidak suka 3= Sedang 4= Suka 5= Sangat suka

Kepulenan

Rasa

Penerimaan umum

21

Lampiran 4 Kelembapan relatif dan suhu ruangan penyimpanan beras 90

Kelembabaan Relatif (%)

80 70 60 50 40 30 20 10 0 0

4

8

12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60 64 68 72 76 80 84 88 92 96 100 104 108 112 116 120

Hari Ke35 30

Suhu (˚C)

25 20 15 10 5 0 0

4

8

12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60 64 68 72 76 80 84 88 92 96 100 104 108 112 116 120

Hari Ke-

22

Lampiran 5 Diagram hasil uji hedonik kriteria aroma (a) dan efek utama dari faktor percobaan pada nilai aroma (b).

4

Nilai Aroma

3

2

1

0 Bulan Sosoh Jenis Kemasan Varietas

0 2 4 0 2 4 0 2 4 02 4 0 24 0 2 4 0 90 100 0 90 100 K. Plastik K.Hermetik Mentik

0 2 4 0 2 4 02 4 0 2 4 0 2 4 0 2 4 0 90 100 0 90 100 K. Plastik K.Hermetik Pandan

02 4 0 24 0 2 4 0 2 4 0 2 4 02 4 0 90 100 0 90 100 K. Plastik K.Hermetik Sintanur

(a)

Varietas

Jenis Kemasan

3,2 3,0

Nillai Aroma

2,8 2,6 2,4 Mentik

Pandan Sosoh

Sintanur

90

100

K. Plastik

K.Hermetik Bulan

3,2 3,0 2,8 2,6 2,4 0

0

(b) Keterangan : 1= Sangat tidak suka 2= Tidak suka 3= Sedang 4= Suka 5= Sangat suka

2

4

23

Lampiran 6 Diagram hasil uji hedonik kriteria kepulenan (a) dan efek utama dari faktor percobaan pada nilai kepulenan (b).

5

Nilai Kepulenan

4

3

2

1

0 Bulan Sosoh Jenis Kemasan Varietas

0 2 4 0 2 4 0 2 4 0 2 4 0 2 4 0 24 0 90 100 0 90 100 K. Plastik K.Hermetik Mentik

0 2 4 0 24 0 2 4 0 24 0 2 4 02 4 0 90 100 0 90 100 K. Plastik K.Hermetik Pandan

0 2 4 02 4 0 2 4 02 4 0 2 4 0 2 4 0 90 100 0 90 100 K. Plastik K.Hermetik Sintanur

(a)

Varietas

Jenis Kemasan

3,5

Nilai Kepulenan

3,0 2,5 Mentik

Pandan Sosoh

Sintanur

90

100

K. Plastik

K.Hermetik Bulan

3,5 3,0 2,5 0

0

(b) Keterangan : 1= Sangat tidak suka 2= Tidak suka 3= Sedang 4= Suka 5= Sangat suka

2

4

24

Lampiran 7 Diagram hasil uji hedonik kriteria warna (a) dan efek utama dari faktor percobaan pada nilai warna (b). 5

Nilai Warna

4

3

2

1

0 Bulan Sosoh Jenis Kemasan Varietas

0 2 4 0 2 4 0 2 4 02 4 0 2 4 0 2 4 0 90 100 0 90 100 K. Plastik K.Hermetik Mentik

024 024 024 024 024 024 0 90 100 0 90 100 K. Plastik K.Hermetik Pandan

0 2 4 0 2 4 0 24 0 2 4 0 2 4 0 2 4 0 90 100 0 90 100 K. Plastik K.Hermetik Sintanur

(a)

Varietas

Jenis Kemasan

3,6 3,2 2,8

Nilai Warna

2,4 2,0 Mentik

Pandan Sosoh

Sintanur

90

100

K. Plastik

K.Hermetik Bulan

3,6 3,2 2,8 2,4 2,0 0

0

(b) Keterangan : 1= Sangat tidak suka 2= Tidak suka 3= Sedang 4= Suka 5= Sangat suka

2

4

25

Lampiran 8 Diagram hasil uji hedonik kriteria rasa (a) dan efek utama dari faktor percobaan pada nilai rasa (b).

Nilai Rasa

4

3

2

1

0 Bulan Sosoh Jenis Kemasan Varietas

024 024 024 024 024 024 0 90 100 0 90 100 K. Plastik K.Hermetik Mentik

024 024 024 024 024 024 0 90 100 0 90 100 K. Plastik K.Hermetik Pandan

0 2 4 0 24 0 2 4 0 2 4 0 2 4 0 2 4 0 90 100 0 90 100 K. Plastik K.Hermetik Sintanur

(a)

Varietas

Jenis Kemasan

3,50 3,25 3,00

Nilai Rasa

2,75 2,50 Mentik

Pandan Sosoh

Sintanur

90

100

K. Plastik

K.Hermetik Bulan

3,50 3,25 3,00 2,75 2,50 0

0

(b) Keterangan : 1= Sangat tidak suka 2= Tidak suka 3= Sedang 4= Suka 5= Sangat suka

2

4

26

Lampiran 9 Diagram hasil uji hedonik kriteria penerimaan umum (a) dan efek utama dari faktor percobaan pada nilai penerimaan umum (b). 5

Nilai Penerimaan Umum

4

3

2

1

0 Bulan Sosoh Jenis Kemasan Varietas

024 024 0 24 024 0 24 024 0 90 100 0 90 100 K. Plastik K.Hermetik Mentik

024 024 024 024 024 024 0 90 100 0 90 100 K. Plastik K.Hermetik Pandan

024 024 024 02 4 024 024 0 90 100 0 90 100 K. Plastik K.Hermetik Sintanur

(a)

Varietas

3,50

Jenis Kemasan

3,25

Nilai Penerimaan Umum

3,00 2,75 2,50 Mentik

Pandan

Sintanur

K. Plastik

Sosoh

3,50

K.Hermetik Bulan

3,25 3,00 2,75 2,50 0

90

100

(b) Keterangan : 1= Sangat tidak suka 2= Tidak suka 3= Sedang 4= Suka 5= Sangat suka

0

2

4

27

Lampiran 10 Penentuan kurva standar 2AP Konsentrasi 2AP (ppm)

Ulangan

Area 2AP

Area 1,4-Diklorobenzena (DCB)

0.8

1

6492

784864

Area 2AP/Area DCB 0,0083

2

3959

829837

0,0048

1,0

1.2

1,4

1,6

3

4645

831148

0,0056

1

10829

1015299

0,0107

2

15570

1126488

0,0138

3

14854

1062265

0,0140

1

18526

1225178

0,0151

2

17918

1109107

0,0162

3

18777

1232951

0,0152

1

19938

1006375

0,0198

2

16318

972148

0,0168

3

20404

1099433

0,0186

1

17484

780324

0,0224

2

28286

912969

0,0310

3

19772

893624

0,0221

Rerata Area 2AP/Area DCB 0,0062

0,0128

0,0155

0,0184

0,0252

Keterangan: 2AP : 2-asetil-1-pirolina DBC : 1,4-diklorobenzena

0.030 y = 0,004x + 0,002 R² = 0,968

Area 2AP/Area DCB

0.025 0.020 0.015 0.010 0.005 0.000 0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6 1.8 [2AP]/ [DCB]

28

Lampiran 11 Penentuan kurva standar heksanal

Konsentrasi Heksanal (ppm)

Ulangan

Area Heksanal

Area 1,4Diklorobenzena (DCB)

Area Heksanal/Area DCB

Rerata Area Heksanal/Area DCB

0,1

1

27366

449505

0,0609

0,0711

2

30041

470184

0,0639

3

41495

468632

0,0885

1

241953

448603

0,5393

2

272408

463644

0,5875

3

282569

459598

0,6148

4

520402

435822

1,1941

5

528827

403820

1,3096

6

481629

455647

1,0570

1

803136

448603

1,7903

2

792881

463644

1,7101

3

803055

459598

1,7473

1

1064811

403820

2,6368

2

1084087

435822

2,4875

3

1068547

459598

2,3250

0,5

1,0

1,5

2,0

0,5806

1,1869

1,7492

2,4831

Keterangan: 2AP : 2-asetil-1-pirolina DBC : 1,4-diklorobenzena

Area Heksnal/ Area DBC

3.000 y = 0,599x - 0,583 R² = 0,996

2.500 2.000 1.500 1.000 0.500 0.000 0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

[Heksanal]/[DBC]

Lampiran 12 Matriks kode dari setiap perlakuan Varietas Kemasan

Mentik Wangi

Derjat Sosoh

Pandan Wangi

Bulan Kantung hermetik

Karung Plastik

Sintanur

Bulan

Bulan

Beras Pecah kulit

0 M0A•

2 M2A•S1

4 M4A•S1

0 P0A•

2 P2A•S1

4 P4A•S1

0 V0A•

2 V2A•S1

4 V4A•S1 V4B•S1

90%

M0B•

M2B•S1

M4B•S1

P0B•

P2B•S1

P4B•S1

V0B•

V2B•S1

100%

M0C•

M2C•S1

M4C•S1

P0C•

P2C•S1

P4C•S1

V0C•

V2C•S1

V4C•S1

Beras Pecah kulit

M0A•

M2A•S2

M4A•S4

P0A•

P2A•S2

P4A•S4

V0A•

V2A•S2

V4A•S4

90%

M0B•

M2B•S2

M4B•S4

P0B•

P2B•S2

P4B•S4

V0B•

V2B•S2

V4B•S4

100%

M0C•

M2C•S2

M4C•S4

P0C•

P2C•S2

P4C•S4

V0C•

V2C•S2

V4C•S4

Keterangan: • : Ulangan 1, 2, dan 3

30

Lampiran 13 Kromatogram beras pecah kulit Pandan Wangi saat penyimpanan bulan ke-0

Lampiran 14 Konsentrasi 2AP (ppm) dan heksanal (ppm) dari beberapa varietas beras aromatik dengan beberapa derajat sosoh selama 4 bulan penyimpanan [2AP]

Heksanal

1,4-Diklorobenzena

RT

Area

RT

Area

[Heksanal] ppm

Rerata

Area

[2AP] ppm

Rerata

RT M0A1 M0A2

15,7271 16,4516

1905557 6317030

26,7491 26,8454

367871 5716480

30,7181 30,7583

9467542 26892030

0,4607 2,6321

2,5073

0,0655 0,0683

0,0779

M0A3

16,4201

17644548

26,8557

10246848

30,7692

28757520

4,4290

M0B1

16,4477

8366439

26,8157

1888953

30,7132

29560369

0,7738

M0B2

16,3219

2858823

26,806

1215306

30,7133

29265863

0,4941

M0B3

15,7272

1009554

26,7387

229999

30,6967

15575181

0,1596

M0C1

15,5569

143646

nd

nd

30,6908

3416212

nd

M0C2

16,4995

282423

nd

nd

30,7264

6302008

nd

M0C3

16,0307

107664

nd

nd

30,7164

4388386

nd

P0A1

16,1443

18129935

26,8214

5417268

30,7656

19286697

3,4860

P0A2

15,8700

14405142

26,79

4412969

30,76

15981918

3,4265

0,1239

P0A3

15,5948

10680348

26,7603

3408669

30,7463

12677138

3,3360

0,1190

P0B1

16,0791

18362961

26,7601

2986339

30,685

26281076

1,3954

P0B2

15,8615

13579301

26,7399

3340568

30,6786

19362907

2,1316

P0B3

14,8833

19436

26,75

3163454

30,6597

22821992

1,7077

P0C1

16,0981

9800699

26,7867

405621

30,7304

20961467

0,2169

P0C2

17,4465

10167069

26

77799

31,4215

2405373

0,3793

0,4015

P0C3

16,0522

116004

26,3934

241710

30,7115

900895

3,3287

0,0594

Kode

0,0999 0,4758

0,0723

0,0611

0,0568 0,0541 nd

0,0522

0,0518

0,0524 0,0507 3,4162

1,7449

0,1271

0,1070

0,1233

0,0876

0,1072 0,0487 1,3083

0,0877

0,1829

Lanjutan Lampiran 14 [2AP]

Heksanal

1,4-Diklorobenzena

RT

Area

RT

Area

[Heksanal] ppm

Rerata

Area

[2AP] ppm

Rerata

RT V0A1 V0A2

16,0293 15,0149

3750076 557103

26,8005 26,6914

51368 47609

30,7546 30,728

16864255 2506199

0,0131 0,2125

0,2523

0,0672 0,0672

0,0639

Kode

V0A3

16,6381

3553440

26,8812

1526027

30,7913

34277676

0,5315

VOB1

15,4321

445221

28,07

354422

31,6353

26814681

0,1402

V0B2

17,5478

11981414

27,5264

360802

31,4117

26814681

0,1432

V0B3

15,3517

503078

27,7982

357612

30,6495

26814681

0,1417

V0C1

15,6893

2200728

nd

nd

30,6978

8851705

nd

V0C2

16,0693

791170

nd

nd

30,7121

12465563

nd

0,0573 0,1417

0,0501

0,0621

0,0860 0,0502 nd

0,0694

0,0579

0,0540

V0C3

15,6402

49868

nd

nd

30,6954

2503914

nd

M2A1S1

16,5958

5564375

26,6438

34155

31,31

965482

0,0112

0,0503

M2A2S1

17,5094

1451069

26,9586

315182

31,23

11286449

0,2300

M2A3S1

17,3548

3976490

27,2734

596209

31,1274

11981289

0,5557

M2B1S1

15,6685

156699

nd

nd

30,9224

6845009

nd

M2B2S1

15,8395

1194330

nd

nd

30,9618

10188807

nd

M2B3S1

17,4143

2526642

nd

nd

31,42

121609447

nd

M2C1S1

16,0925

8068

nd

nd

31,44

125587342

nd

M2C2S1

15,6972

1754082

nd

nd

30,9537

12557802

nd

0,0524

M2C3S1

17,3096

914791

nd

nd

31,2065

18724009

nd

0,0554

P2A1S1

17,2694

19559359

27,4555

2562357

31,2945

20703425

3,6689

P2A2S1

15,4137

1551464

27,224

337634

31,2874

5212030

0,3320

0,1480

P2A3S1

14,6458

1801400

27,3398

1449996

30,4859

11643010

1,7439

0,0571

0,2656

0,0636

0,0674

0,0662 0,0724 nd

0,0529

0,0570

0,0694 0,0488 nd

1,9150

0,0577

0,1130

0,0551

0,1060

Lanjutan Lampiran 14 [2AP]

Heksanal

Kode

1,4-Diklorobenzena

RT

Area

RT

Area

[Heksanal] ppm

Rerata

Area

[2AP] ppm

Rerata

RT P2B1S1 P2B2S1

16,0321 15,7675

637856 1108021

nd nd

nd nd

30,8937 31,1407

1378510 7594778

nd nd

nd

0,1075 0,1733

0,1676

P2B3S1

16,9589

2386258

nd

nd

30,9036

4486644

nd

P2C1S1

17,8321

9190301

nd

nd

31,3346

14664278

nd

P2C2S1

15,0848

780910

nd

nd

30,937

5646631

nd

0,2221 nd

0,0937

0,0927

0,0530

P2C3S1

17,1979

37257581

nd

nd

31,3781

18944894

nd

V2A1S1

17,5110

908561

12,6874

1458920

31,3012

10849764

0,7961

0,1313

V2A2S1

18,3817

1920514

27,4593

832101

31,2446

7631215

0,3992

0,0924

V2A3S1

17,0436

731287

27,3702

425050

31,3992

1320073

0,1949

0,1074

V2B1S1

15,7329

885884

nd

nd

30,9102

7077438

nd

V2B2S1

16,3100

2381825

nd

nd

31,12

11110662

nd

V2B3S1

17,7800

602231

nd

nd

31,12

915965

nd

V2C1S1

16,8054

1039598

nd

nd

31,1813

2818932

nd

V2C2S1

15,1443

26984

nd

nd

30,9713

27091

nd

0,0583

V2C3S1

17,2224

26984

nd

nd

30,9713

27091

nd

0,0642

M4A1S1

16,5860

31833

nd

nd

31,4905

52324791

nd

M4A2S1

16,6809

766715

nd

nd

31,5483

84503790

nd

M4A3S1

16,6994

386139

nd

nd

31,5214

22693504

nd

M4B1S1

nd

nd

nd

nd

31,5752

105446355

nd

M4B2S1

nd

nd

nd

nd

31,4925

62705806

nd

0,0487

M4B3S1

nd

nd

nd

nd

31,4718

42437617

nd

0,0487

0,4634

nd

0,0648

0,0528

0,0882

0,0635

0,0603 0,0774 nd

nd

0,0558

0,0487

0,0594

0,0487

0,0487 0,0488 nd

0,0487

0,0487

Lanjutan Lampiran 14 [2AP]

Heksanal

1,4-Diklorobenzena

RT

Area

RT

Area

[Heksanal] ppm

Rerata

Area

[2AP] ppm

Rerata

RT M4C1S1 M4C2S1

16,4517 16,2722

23745 19796

nd nd

nd nd

31,5152 31,5627

81019505 179290551

nd nd

nd

0,0487 0,0490

0,0488

M4C3S1

16,6311

27694

nd

nd

31,5439

50344678

nd

P4A1S1

16,5386

162966

nd

nd

31,5442

97138954

nd

P4A2S1

16,6520

726256,5

nd

nd

31,54

146977435

nd

P4A3S1

16,7653

1289547

nd

nd

31,544

196815917

nd

P4B1S1

16,4661

863106

nd

nd

31,5832

178458126

nd

P4B2S1

16,7058

81391

nd

nd

31,5649

112165135

nd

P4B3S1

16,6106

13384

nd

nd

31,5626

116118915

nd

P4C1S1

16,8274

251040

nd

nd

31,5875

128949078

nd

P4C2S1

16,3732

148866

nd

nd

31,6039

119507081

nd

0,0487

P4C3S1

16,8149

251138

nd

nd

31,5956

160336553

nd

0,0490

V4A1S1

16,4496

77510

nd

nd

31,5667

124790573

nd

V4A2S1

16,7138

196442

nd

nd

31,5667

130819963

nd

V4A3S1

16,7323

55096

nd

nd

31,5605

153372762

nd

V4B1S1

16,6190

338082

nd

nd

31,5462

147015584

nd

V4B2S1

16,5157

329774

nd

nd

31,542

101979613

nd

0,0488

V4B3S1

16,4124

321466

nd

nd

31,5522

227825672

nd

0,0487

V4C1S1

16,5200

4529

nd

nd

31,5503

134500924

nd

V4C2S1

15,6096

63723

nd

nd

31,5255

119078637

nd

0,0487

V4C3S1

16,4600

9044

nd

nd

31,5112

70672034

nd

0,0488

Kode

0,0487 nd

0,0492

0,0490

0,0490 0,0487 nd

0,0499

0,0491

0,0487 0,0487 nd

nd

0,0487

0,0488

0,0488

0,0488

0,0489 0,0487 nd

nd

0,0734

0,0487

0,0570

0,0487

Lanjutan Lampiran 14 [2AP]

Heksanal

1,4-Diklorobenzena

RT

Area

RT

Area

[Heksanal] ppm

Rerata

Area

[2AP] ppm

Rerata

RT M2A1S2 M2A2S2

16,5958 17,5094

5564375 1451069

26,8394 27,3318

242377 275850

31,31 31,23

965482 11286449

3,1130 0,2805

1,1726

0,5297 0,0594

0,2218

M2A3S2

17,3548

3976490

27,3608

143020

31,1274

11981289

0,1242

M2B1S2

15,6685

156699

nd

nd

30,9224

6845009

nd

M2B2S2

15,8395

1194330

nd

nd

30,9618

10188807

nd

M2B3S2

17,4143

2526642

nd

nd

31,42

121609447

nd

M2C1S2

16,0925

8068

nd

nd

31,44

125587342

nd

M2C2S2

15,6972

1754082

nd

nd

30,9537

12557802

nd

M2C3S2

17,3096

914791

nd

nd

31,2065

18724009

nd

P2A1S2

17,2694

19559359

27,4339

266682

31,2945

20703425

0,1360

P2A2S2

15,4137

1551464

27,4256

58287

31,2874

5212030

0,1148

0,0735

P2A3S2

14,6458

1801400

26,5191

1410586

30,4859

11643010

1,4894

0,0616

P2B1S2

16,0321

637856

7,1063

192445

30,8937

1378510

1,7200

P2B2S2

15,7675

1108021

26,6404

144564

31,1407

7594778

0,2129

P2B3S2

16,9589

2386258

27,3813

488790

30,9036

4486644

1,3368

P2C1S2

17,8321

9190301

27,5169

492140

31,3346

14664278

0,3945

P2C2S2

15,0848

780910

27,1699

224501

30,937

5646631

0,4720

0,0602

P2C3S2

17,1979

37257581

27,4718

906984

31,3781

18944894

0,5734

0,2128

V2A1S2

17,5110

908561

nd

nd

31,3012

10849764

nd

V2A2S2

18,3817

1920514

nd

nd

31,2446

7631215

nd

0,0697

V2A3S2

17,0436

731287

nd

nd

31,3992

1320073

nd

0,0949

Kode

0,0764 nd

0,0506

0,0531

0,0584 0,0504 nd

0,0487

0,0539

0,0603 0,0527 0,5801

1,0899

0,1275

0,0873

0,0875

0,0804

0,0608 0,0931 0,4800

nd

0,1010

0,0557

0,1247

0,0734

Lanjutan Lampiran 14 Heksanal

[2AP]

1,4-Diklorobenzena

RT

Area

RT

Area

[Heksanal] ppm

Rerata

Area

[2AP] ppm

Rerata

RT V2B1S2 V2B2S2

15,7329 16,3100

885884 2381825

nd nd

nd nd

30,9102 31,12

7077438 11110662

nd nd

nd

0,0591 0,0666

0,0764

V2B3S2

17,7800

602231

nd

nd

31,12

915965

nd

V2C1S2

16,8054

1039598

nd

nd

31,1813

2818932

nd

V2C2S2

15,1443

26984

nd

nd

30,9713

27091

nd

Kode

0,1035 nd

0,0794

0,1144

0,1318

V2C3S2

17,2224

26984

nd

nd

30,9713

27091

nd

M4A1S2

16,5860

31833

nd

nd

31,4905

52324791

nd

0,1318

M4A2S2

16,6809

766715

nd

nd

31,5483

84503790

nd

0,0494

M4A3S2

16,6994

386139

nd

nd

31,5214

22693504

nd

0,0501

M4B1S2

nd

nd

nd

nd

31,5752

105446355

nd

M4B2S2

nd

nd

nd

nd

31,4925

62705806

nd

nd

nd

0,0487

0,0000

0,0494

0,0000

0,0000

M4B3S2

nd

nd

nd

nd

31,4718

42437617

nd

M4C1S2

16,4517

23745

nd

nd

31,5152

81019505

nd

0,0000

M4C2S2

16,2722

19796

nd

nd

31,5627

179290551

nd

M4C3S2

16,6311

27694

nd

nd

31,5439

50344678

nd

P4A1S2

16,5386

162966

nd

nd

31,5442

97138954

nd

P4A2S2

16,6520

726256,5

nd

nd

31,54

146977435

nd

P4A3S2

16,7653

1289547

nd

nd

31,544

196815917

nd

P4B1S2

16,4661

863106

nd

nd

31,5832

178458126

nd

P4B2S2

16,7058

81391

nd

nd

31,5649

112165135

nd

0,0487

P4B3S2

16,6106

13384

nd

nd

31,5626

116118915

nd

0,0487

nd

0,0487

0,0487

0,0487 0,0487 nd

0,0488

0,0490

0,0491 0,0492 nd

0,0491

0,0488

Lanjutan Lampiran 14 Heksanal

[2AP]

1,4-Diklorobenzena

RT

Area

RT

Area

[Heksanal] ppm

Rerata

Area

[2AP] ppm

Rerata

RT P4C1S2 P4C2S2

16,8274 16,3732

251040 148866

nd nd

nd nd

31,5875 31,6039

128949078 119507081

nd nd

nd

0,0488 0,0488

0,0488

P4C3S2

16,8149

251138

nd

nd

31,5956

160336553

nd

V4A1S2

16,4496

77510

nd

nd

31,5667

124790573

nd

V4A2S2

16,7138

196442

nd

nd

31,5667

130819963

nd

V4A3S2

16,7323

55096

nd

nd

31,5605

153372762

nd

V4B1S2

16,619

338082

nd

nd

31,5462

147015584

nd

V4B2S2

16,5157

329774

nd

nd

31,542

101979613

nd

V4B3S2

16,4124

321466

nd

nd

31,5522

227825672

nd

V4C1S2

16,5200

4529

nd

nd

31,5503

134500924

nd

V4C2S2

15,6096

63723

nd

nd

31,5255

119078637

nd

0,0487

V4C3S2

16,4600

9044

nd

nd

31,5112

70672034

nd

0,0487

Kode

Keterangan: nd = tida terdeteksi Contoh Perhitungan:  Konsentrasi 2AP pecah kulit Mentik Wangi penyimpanan bulan ke-0 (MOA1) y = 0,004x + 0,002 ; R2 = 96,80 % y

=

Area 2AP Area 1,4-diklorobenzena

y

=

367871 = 0,0389 9467542

0,0488 nd

0,0487

0,0487

0,0488 0,0487 nd

0,0489

0,0489

0,0489 0,0488 nd

0,0487

0,0487

0,0389 = 0,004x + 0,002

39

Lanjutan Lampiran 14 Contoh perhitungan: 0,0389 – 0,002 = 0,0389 0,004

x

=

x

= 9,2140 ppm

x

= konsentrasi 2AP dalam 0,5 mL ekstrak 9,2140 mg x 0,5 mL = 230,3501 µg L 230,3502 µg = = 0,4607 ppm 500 g

Bobot 2AP

=

Konsentrasi 2AP dalam 500 g beras

Konsentrasi Ulangan (I+2+3) 3 0,4607 ppm + 2,631 ppm + 4,4290 ppm = = 2,5073 3

Konsentrasi rerata 2AP

=

Konsentrasi rerata 2AP

 Konsentrasi Heksanal; pecah kulit Mentik Wangi penyimpanan bulan ke-0 (MOA1) y = 0,599x - 0,583 ; R2 = 99,60 % y

=

y

=

Area Heksanal Area 1,4 − diklorobenzena

1905557 = 0,2013 9467542

0,2013 = 0,599x - 0,583 x

=

0,2013 + 0,583 0,599

= 1,3093 ppm x

= konsentrasi hexanal dalam 0,5 mL ekstrak

1,3093 mg x 0,5 mL = 32,7326 μg L 32,7326 μg Konsentrasi 2AP dalam 500 g beras = = 0,0655 ppm 500 g Bobot 2AP

=

Konsentrasi rerata heksanal

=

Konsentrasi rerata heksanal

= 0,0779 ppm

Konsentrasi Ulangan (1 + 2 + 3) 3 0,0655ppm + 0,0683 ppm + 0,0999 ppm = 3

40

Lampiran 15

Pengauh utama dari faktor percobaan pada konsentrasi 2AP (ppm) konsentrasi heksanal (ppm) (b)

(a)

(b)

(a) dan