KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI HIGH FREQUENCY BERGERAK

Download ABSTRAK. High Frequency (HF) merupakan gelombang radio yang panjang gelombangnya berkisar antara 10-. 100 meter, dan bekerja pada frekuensi...

0 downloads 472 Views 443KB Size
KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI HIGH FREQUENCY BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT LUCKY FATHMA TRISNANTI – NRP 2206100062 Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Kampus ITS, Keputih – Sukolilo, Surabaya 60111

ABSTRAK High Frequency (HF) merupakan gelombang radio yang panjang gelombangnya berkisar antara 10100 meter, dan bekerja pada frekuensi antara 3 - 30 MHz [1]. HF sering kali digunakan dalam komunikasi jarak jauh karena sifat gelombangnya mudah dipantulkan oleh lapisan ionosfir bumi. Komunikasi radio yang maksimum dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain lokasi pengukuran, frekuensi matced antara pemancar dengan penerima, serta waktu pengiriman daya. Pengukuran karakteristik propagasi merupakan kegiatan dasar yang cukup penting untuk rancang bangun sistem komunikasi. Vessel Messaging System (VMeS) merupakan suatu sistem yang diadaptasi dari sistem yang telah ada sebelumnya, yakni Vessel Monitoring System (VMS). Sistem ini mampu menyampaikan pesan dari kapal yang tengah berada di tengah laut dengan kapal lainnya maupun dengan base station (terminal) yang ada di tepi pantai, secara duplex (dua arah) [2]. Pada tugas akhir ini akan dilakukan pengukuran terhadap parameter-parameter propagasi yang berpengaruh pada komunikasi radio HF, seperti fading dan redaman propagasi dan mengevaluasi parameterparameter tersebut sehingga diperoleh karakteristik propagasi di lokasi pengukuran. Dari hasil pengukuran link darat-laut, diperoleh waktu pengukuran terbaik pada malam hari karena ratarata level daya terima sebesar -70 dBm. Jarak maksimum dimana level daya masih dapat diterima antena penerima dengan baik pada pengukuran malam hari yaitu sejauh 10km. Dari hasil analisis data yang dilakukan diperoleh nilai tetapan propagasi di daerah Rembang sebesar n=2.831. Keywords Radio HF, Fading, Pathloss, Tetapan Propagasi.

1. PENDAHULUAN Negara Indonesia merupakan negara maritim, dimana 2/3 bagian wilayahnya berupa lautan. Dengan potensi laut yang besar ini, muncul berbagai sumber mata pencaharian yang sangat menjanjikan bagi warga

negara Indonesia, diantaranya adalah nelayan. Untuk itu diperlukan suatu sistem yang mampu menyampaikan pesan secara dua arah, dengan biaya yang relatif terjangkau oleh para nelayan. Sistem VMeS ini mampu mengirimkan pesan berupa data yang menunjukkan, antara lain: posisi, kondisi bahan bakar, cuaca, kadar garam laut, dsb. Sedangkan dari terminal diharapkan mampu mengontrol kapal agar tidak melampaui batas area penangkapan ikan ataupun batas wilayah negara, selain itu juga dapat dimanfaatkan untuk pemberitahuan lokasi penangkapan ikan. Pada pentransmisian gelombang jarak jauh umumnya digunakan udara bebas sebagai media trasmisinya, hal ini dikarenakan gelombang radio atau RF (radio frequency) akan diradiasikan oleh antena sebagai matching device antara sistem pemancar dan udara bebas dalam bentuk radiasi gelombang elektromagnetik. Untuk realisasi sistem, sebelumnya diperlukan karakterisasi kanal yang digunakan dalam komunikasi band maritim ini. Pada pelaksanaan Tugas Akhir ini, karakterisasi sistem dilakukan pada link darat-darat, di Surabaya, dan link darat laut, di daerah Rembang.

2. DASAR TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Radio HF Ada dua jenis mendasar dari propagasi gelombang radio, yaitu: ground wave dan sky wave. Ground wave (gelombang permukaan) berjalan dekat dengan ketinggian 100 meter di atas permukaan tanah atau 300 km di atas permukaan air laut, sehingga menyebabkannya menjadi sarana komunikasi jarak pendek. Dari perambatannya propagasi gelombang permukaan dibagi mejadi tiga, yakni: Gelombang Langsung (Direct Wave) atau Line of Sight (LOS), Gelombang Pantulan Tanah (Reflected Wave), Gelombang Permukaan Tanah. Skywave mendeskripsikan metode propagasi sinyal dari suatu terminal sampai ke terminal berkutnya melalui pemantulan dari ionosfir. Kualitas dari refracting ionosfir memungkinkan sinyal kembali ke 1

bumi dan menjaga gelombang tersebut terbuang ke angkasa. Hal ini menjadikan propagasi skywave digunakan dalam komunikasi jarak jauh.

penerima sehingga tidak ada rugi yang disebabkan medium. (1)

2.2 Standard dan Regulasi Alokasi Frekuensi Pemanfaatan spektrum frekuensi radio sebagai sumber daya alam perlu dilakukan secara tertib, efisien dan sesuai dengan peruntukannya sehingga tidak menimbulkan gangguan yang merugikan [3]. Berdasarkan peraturan menteri komunikasi dan informatika nomor: 29/PER/M.KOMINFO/07/2009 tentang tabel alokasi spektrum frekuensi radio Indonesia, nilai frekuensi yang digunakan untuk pengukuran yang dilakukan adalah nilai frekuensi yang diperbolehkan untuk penggunaan kanal pada band maritim. Nilai frekuensi tersebut antara lain [4]: 1. 6.200 – 6.525 MHz 2. 8.195 – 8.815 MHz 3. 12.230 – 13.200 MHz 4. 16.360 – 17.410 MHz 5. 18.780 – 18.900 MHz 6. 19.680 – 19.800 MHz 7. 22.000 – 22.855 MHz 8. 25.070 – 25.210 MHz 9. 26.100 – 26.175 MHz Dalam pelaksanaan tugas akhir ini, pemilihan frekuensi merupakan hal mendasar yang sangat penting. Frekuensi yang digunakan haruslah dipilih kanal yang benar-benar kosong, sehingga diharapkan nilai daya yang terukur di penerima adalah benar-benar berasal dari pemancar tersebut. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya interferensi dari frekuensi lain. 2.3 Konsep Dasar Propagasi Gelombang Radio Mekanisme dasar propagasi gelombang elektromagnetik bermacam-macam, tetapi secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu refleksi, difraksi dan scattering. Gambar 1 menunjukkan mekanisme propagasi gelombang radio. A.

Free Space Free space adalah propagasi ruang bebas, yaitu sinyal yang dipancarkan langsung diterima oleh antena

dimana: Pr Pt Gt Gr λ D

= daya terima (Watt) = daya pancar (Watt) = gain antena pemancar (dB) = gain antena penerima (dB) = panjang gelombang (meter) = jarak antena pmancar dan penerima (km) B. Refleksi Refleksi atau pantulan terjadi pada saat suatu sinyal bertumbukan dengan suatu permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal tersebut. C. Difraksi Difraksi terjadi saat lintasan dari gelombang dihalangi oleh permukaan yang tidak teratur (tajam dan kecil). Difraksi memungkinkan gelombang radio merambat sepanjang permukaan bumi yang berbeda-beda ketinggiannya. D. Scattering Scattering terjadi ketika perambatan gelombang elektromagnetik dihalangi oleh media yang mempunyai ukuran dimensi lebih kecil jika dibandingkan dengan panjang gelombang yang dikirim dari transmitter sehingga menyebabkan pemantulan ke segala arah. 2.4 Lintasan jamak (Multipath) Mekanisme propagasi gelombang radio menyebabkan terjadinya lintasan jamak (multipath). Dengan adanya multipath komponen sinyal yang diterima penerima dapat berupa direct path (sinyal yang langsung ke arah penerima) dan indirect path (sinyal datang ke penerima tidak secara langsung). Selain ada energi yang langsung dipancarkan, ada juga energi yang mengalami refleksi, difraksi dan scaterring yang dipengaruhi oleh bensa-benda di sekitarnya. Sehingga setiap perubahan posisi pemancar dan penerima akan berpengaruh dengan perubahan total penjumlahan sinyal yang diterima. Multipath merupakan hal yang harus dihindari dalam sistem komunikasi wireless karena dapat memberikan kerugian dalam sistem transmisi. 2.5

Gambar 1. Propagasi gelombang radio

Karakteristik Propagasi Gelombang Radio 2.5.1 Fading Fading adalah fluktuasi fasa, polarisasi atau level daya terima sebagai fungsi waktu. Umumnya fading 2

disebabkan oleh pengaruh mekanisme propagasi terhadap gelombang radio seperti refleksi, refraksi, difraksi, hamburan, atenuasi, ducting dan lain-lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi fading [5] adalah: a. Propagasi multipath b. Kecepatan pergerakan receiver c. Kecepatan gerak objek lain d. Bandwidth transmisi dari sinyal Dengan kata lain fading diakibatkan oleh kondisi geometri dan meteorologi lingkungan. Fading menyebabkan suatu kondisi dimana sinyal yang diterima terlalu buruk untuk dilakukan pemrosesan sinyal. Masalah yang diakibatkan fading ada dua macam yaitu penurunan dan fluktuasi sinyal. Fading dibagi atas 2 jenis, yaitu: a. Large Scale Fading Large scale fading terjadi karena adanya redaman sebagai fungsi jarak, dan shadowing karena obstacle oleh obyek yang besar (gedung dan gunung). b. Small Scale Fading Small Scale Fading terjadi karena penjumlahan yang konstruktif dan destruktif dari komponen-komponen lintasan jamak antara pemancar dan penerima. 2.5.2 Redaman Propagasi Redaman propagasi (Pathloss) adalah besarnya daya yang hilang dalam menempuh jarak tertentu. Besarnya redaman ditentukan oleh kondisi alam seperti tidak adanya halangan antara pemancar dengan penerima. Redaman sangat dipengaruhi oleh jarak antara pemancar dengan penerima dan frekuensi yang digunakan. Adanya pemantulan dari beberapa obyek dan pergerakan mobile station menyebabkan kuat sinyal yang diterima oleh mobile station bervariasi dan sinyal yang diterima tersebut mengalami pathloss. Tanpa memperhitungkan kondisi alam dan lokasi dimana pemancar dan penerima berada, besarnya Pahtloss dapat dihitung dengan menggunakan rumus “Free Space Loss” sebagai berikut:

Dimana: Lfs = Free space loss (dB) Pt = daya pancar (dB) Pr = daya terima (dB) Gt = gain antena pemancar (dB) Gr = gain antena penerima (dB) d = jarak antena pemancar dan penerima (km) λ = panjang gelombang (m) f = frekuensi (MHz)

3. METODOLOGI 3.1 Metodologi Pengukuran Karakteristik Propagasi Pada metode pengukuran karakteristik propagasi perlu diketahui terlebih dahulu langkah-langkah yang akan dilakukan serta parameter-parameter yang akan diukur. Flowchart dari metodologi sistem ditunjukkan pada Gambar 2. 3.2 Peralatan Pengukuran 3.2.1 Hardware (Perangkat Keras) Hardware yang digunakan untuk melakukan pengukuran dan pengambilan data melalui kanal HF ini adalah sebagai berikut: 1. Tranceiver YAESU FT-80 2. Spektrum Analyzer tipe Tektronix 2711 3. Antena HF Maldol HFC-40, antena dipole dan antena kabel bentangan bentuk huruf V terbalik.

(2)

Redaman lintasan untuk model propagasi ruang bebas ketika penguatan antena ikut diperhitungkan, dinyatakan dengan rumus: (3) Nilai redaman propagasi yang terjadi dapat juga dihitung dengan rumus: (4)

Gambar 2. Flowchart metodologi sistem pengukuran

3

Power Supply

Antena

Laptop

Antena

Tranceiver Kenwood

Tone Generator Base Station

Spectrum Analyzer

GPS

Laptop

Mobile Station

Gambar 3. Konfigurasi Rangkaian Pengukuran 4. 5. 6. 7.

3.4 Metode Pengolahan Data 3.4.1 Fading Dari proses pengukuran yang dilakukan akan diperoleh dua buah data yang terekam. Data pertama adalah nilai daya yang diterima spectrum analyzer, ditunjukkan pada Gambar 6 dan data kedua adalah data yang berasal dari GPS, ditunjukkan seperti Gambar 7, yang selanjutnya digunakan untuk menentukan hubungan nilai redaman terhadap jarak.

Tuner ICOM AH-4 Kabel Penghubung coaxial RG 58 tipe 50 ohm. Laptop/PC Global Positioning System (GPS)

3.2.2 Software (Perangkat Lunak) Software yang digunakan dalam pengukuran ini adalah CVI-Lab Windows 8.5/ General Purpose Interface Bus (GPIB) berfugsi sebagai interface antara PC dengan spectrum analyzer. agar antara PC dengan spectrum analyzer. Serta Matlab 7.0 untuk pengolahan data katakteristik propagasi. 3.3 Konfigurasi Rangkaian Pengukuran Konfigurasi rangkaian pengukuran karakteristik propagasi kanal HF akan dilakukan dengan konfigurasi peralatan sepert pada Gambar 3. Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa ada dua sistem yang harus dibangun, yaitu sistem pada base station (pemancar) dan sistem pada mobile station (penerima). Untuk spectrum analyzer harus dilakukan proses kalibrasi yang kemudian dilanjutkan dengan normalisasi. Jika spectrum analyzer telah dikalibrasi sebelumnya, maka cukup melakukan proses normalisasi saja ketika spectrum analyzer dinyalakan. Proses kalibrasi ini membutuhkan waktu selama 15 menit. Setelah proses selesai hubungkan spectrum analyzer dengan antena penerimaHF dan nyalakan PC yang telah terintegrasi dengan program di GBIP.

3.4.2 Pathloss (Redaman) Nilai redaman diperoleh dari selisih antara daya pancar dan daya terima, kemudian akan digambarkan grafik yang menyatakan hubungan antara redaman tersebut terhadap jarak. Selanjutnya nilai redaman akan dinyatakan atau digambarkan dalam fungsi 10*log10(jarak). Hal ini dilakukan untuk menentukan nilai tetapan propagasi (n) yang merupakan parameter yang memberikan karakteristik lingkungan dari sistem komunikasi radio.

4. HASIL DAN ANALISA 4.1 Fading Terhadap Fungsi Waktu dan Jarak Untuk mendapatkan fading terhadap fungsi waktu, dilakukan perbandingan antara level daya terima dengan waktu pengukuran maupun jarak. Pengukuran dilakukan dengan penerima bergerak dengan arah menjauhi atau mendekati pemancar, dimulai dari base station sampai pada tempat atau lokasi dimana pengukuran dihentikan karena mobile station tidak lagi menerima sinyal yang dipancarkan dari base station.

Gambar 5. Hasil perekaman level daya terima.

Gambar 4. Tampilan program Spectrum Analyzer

Gambar 6. Hasil rekaman data pada GPS 4

Untuk mengamati fading, dibutuhkan nilai perbandingan antara level daya terima dengan waktu tiap kali proses perekaman. Pada Gambar 8 dapat kita lihat, bahwa pada jarak 10 km sinyal yang diterima spectrum analyzer masih dapat diterima dengan baik. Hal ini membuktikan,bahwa pemilihan kanal propagasi yang tepat (tidak ada inerferensi frekuensi lain) akan mampu menjadi media komunikasi untuk jarak jauh.

Gambar 7. Fading waktu pada malam hari di Rembang

Gambar 8. Fading jarak pada malam hari di Rembang 4.1.1 Pengukuran Kanal HF di Rembang Pengukuran link darat – laut ini dilakukan di daerah Rembang, Jawa Tengah, pada tanggal 25 April 2010. Pengukuran dilakukan pada malam hari, karena pada malam hari kanal frekuensi di daerah tersebut relatif kosong (tidak ada interferensi dari frekuensi lain). Selain itu pada malam hari arus laut pun jauh lebih tenang dibandingkan dengan siang hari, sehingga meminimalisasi terjadinya multipath fading akibat obstacle berupa ombak di laut. Berperan sebagai pemancar adalah sebuah kapal nelayan yang telah dilengkapi dengan sisterm transmitter radio HF, bergerak mendekati sebuah base station buatan, yakni sebuah mushola di pesisir pantai, dengan kecepatan kapal nelayan sebesar 5 knot, frekuensi terpilih 6.295 Hz, dan dengan daya pancar sebesar 5 Watt. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan Matlab 7.0 dan Ms. Excel didapatkan tampilan grafik hasil pengukuran level daya terima terhadap waktu seperti ditunjukkkan Gambar 7. Selama pengukuran didapatkan data yang terekam pada GPIB adalah sebanyak 1561 data. Namun harus dilakukan pemilihan data kembali untuk mendapatkan hasil yang optimal pada karakterisasi kanal propagasi HF di daerah Rembang.

4.1.2 Pengukuran Kanal HF di Surabaya Pengukuran siang hari pemancar bergerak dengan arah menjauh dari penerima, dimulai dari base station, terus menjauh sampai pada tempat atau lokasi dimana pengukuran dihentikan karena pada base station tidak lagi menerima sinyal yang dipancarkan dari mobile station, lalu kemudian bergerak berlawanan arah mendekati posisi penerima dengan rute yang sama. Pengukuran dilakukan pada 22 Mei 2010, dimulai dari pukul 15:20:57 sampai dengan pukul 17:18:10, dengan menggunakan antena HFC-40 Maldol, yang beroperasi pada frekuensi di sekitar 7 MHz, yang dipasang di sisi pemancar dan penerima. Frekuensi matched terukur antara pemancar dan penerima dipilih 7.030 MHz, namun untuk mengantisipasi pergeseran frekuensi maka dilakukan sampling di setiap lima frekuensi di sekitar frekuensi matched. Fluktuasi daya yang di terima terhadap waktu pada saat pengukuran di siang hari dapat ditampilkan pada Gambar 9. Dari data pengukuran, nilai level daya yang diterima akan semakin kecil seiring dengan pertambahan jarak antara pemancar dengan penerima. Dapat dilihat pada Gambar 10, dimana penurunan level daya terjadi secara kontinyu sampai pada jarak 0.6 km saja. Hal ini disebabkan buruknya nilai SWR antena, sehingga daya dari radio HF sebesar 30 Watt pun tidak dapat ditransmisikan secara maksimal oleh antena pemancar.

Gambar 9. Fading waktu pada siang hari di Surabaya

5

2.

Pengukuran link darat-darat di Surabaya menghasilkan nilai tetapan propagasi sebagai berikut, Pengukuran malam hari : n=1.141 Pengukuran pagi hari : n=4.337 Pengukuran siang hari : n=3.140

3.

Nilai tetapan propagasi di daerah Rembang pada pengukuran malam hari mendekati nilai tetapan propagasi ideal untuk daerah rural (n=2.5), yakni sebesar 2.831 dB.

4. SARAN Gambar 10. Fading jarak pada siang hari di Surabaya

Gambar 11. Tetapan propagasi di Rembang

Gambar 12. Tetapan propagasi di Surabaya

4.2 Redaman propagasi terhadap fungsi jarak Pengukuran di daerah Rembang menghasilkan nilai tetapan propagasi sebesar n=2.831, hal ini bersesuaian dengan nilai tetapan redaman ideal pada daerah suburban/rural yakni sebesar n=2.5. Sedangkan nilai tetapan propagasi pada pengukuran siang hari di Surabaya, merupakan nilai yang mendekati ideal (n=4) untuk daerah urban, yakni sebesar n=3.140.

5. KESIMPULAN Dari hasil pengerjaan Tugas Akhir, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Komunikasi pada kanal HF sangat dipengaruhi oleh lokasi pengukuran, waktu pengukuran dan SWR dari antena pemancar.

Selain kesimpulan, adanya saran sangatlah penting untuk perbaikan dalam mendapatkan karakteristik kanal propagasi di suatu tempat, beberapa saran yang dapat diberikan antara lain : 1. Sebaiknya pemilihan lokasi base station adalah pada daerah rural, dikarenakan kondisi kanalnya lebih baik dibandingkan dengan daerah urban. 2. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang dapat mewakili lingkungan pengukuran harus dilakukan pengukuran secara beulang-ulang. DAFTAR PUSTAKA [1] Parson, J. D, “The Mobile Radio Propagation Channel Second Edition”, John Wiley & Sons Ltd, 2000 [2] Affandi, A. (2006) Sistem Komunikasi Data Terpadu Armada Perahu Nelayan Menggunakan Kanal Frekuensi Tinggi, ITS, Surabaya. [3] Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi Indonesia http://www.postel.go.id, 2009 [4] Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika, “Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 29 tentang Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia“, Jakarta, 2009 [5] T. S Rappaport, “Wireless Communication Principle and Practice”, IEEE Press, 1996

RIWAYAT PENULIS Lucky Fathma T., lahir di Jakarta, 28 Februari 1988, merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Priyo Basuki dan Elly Susiati. Memulai pendidikan formalnya di SDN Jaladhapura 1 Bekasi, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 2 Bekasi dan SMAN 1 Bekasi. Lulus SMA tahun 2006 dan pada tahun 2006 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Jurusan Tekink Elektro FTI – ITS, untuk selanjutnya mengambil Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia. 6