KARAKTERISTIK FISIK DAN ORGANOLEPTIK BIJI KOPI ARABIKA

kandungan pektin pada kopi biji sehingga mempermudah pencucian dan pengeringan serta mempermudah kulit tanduk terlepas dari kopi biji. Gambar...

246 downloads 795 Views 433KB Size
108

Karakteristik Biji Kopi Arabica…(M. Balya dkk)

KARAKTERISTIK FISIK DAN ORGANOLEPTIK BIJI KOPI ARABIKA HASIL PENGOLAHAN SEMI BASAH DENGAN VARIASI JENIS WADAH DAN LAMA FERMENTASI (STUDI KASUS DI DESA PEDATI DAN SUKOSAWAH KABUPATEN BONDOWOSO) M. Balya F. Barlaman, Sony Suwasono, Djumarti Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember Korespondensi : Jln. Kalimantan 37, Jember 68121 E-mail: [email protected]

ABSTRACT Two arabica coffee producer villages are Pedati village (1500 m asl ) and Sukosawah village (1100 m asl) is located at the foot of mount Ijen area . This area is capable of producing arabica coffee with coffee flavor and aroma sensations of Java coffee. The coffee product results in these two regions are between 1.5 to 2 tons / acre / year . In general , coffee is processed in two areas with dry processing . Coffee grain dried and sold to exporters or roasters ( Anonymous 2012) so the quality is still low . Therefore, it needed to be upgraded with semi washed processing of coffee and dry fermented . The study aimed to determine the effect of a long process of fermentation in different containers , namely buckets and sacks to test the quality , physical characteristics , and organoleptic of arabica coffee beans . In addition , this study aimed to compare the results with a variety of types of fermentation buckets and sacks and a long fermentation at different altitudes . Observations included SNI quality test ,weight of every bean, density, hygroscopicity , color test , and preferences test. The results of this study were the long fermentation process influence the SNI quality test, physical characteristics , and organoleptic non roasted and roasted arabica coffee beans. Type of container affected the SNI quality test , physical, and organoleptic characteristics of arabica coffee beans roasted and non- roasted . Quality of arabica coffee beans was the best in quality 3 in Pedati with 24- hours fermentation period with a bucket , while the quality 3 at A1B2 obtained in the village Sukosawah on A1B1 with 12 hours of fermentation in bucket . Interaction type fermentation container and time were no significant effect on weight of every coffee bean, coffee density , and its hygroscopicity but had very significant effect on the color of coffee beans. A test of the overall most preferred panelists were on 48 -hours bucket fermentation in Pedati and Sukosawah. Keywords: arabica coffee, dry fermentation, type of container, fermentation time, altitude.

PENDAHULUAN Posisi Indonesia dinilai cukup strategis di dunia perkopian internasional, karena Indonesia merupakan negara pengekspor kopi terbesar ketiga setelah Brazil dan Vietnam. Produktivitas kopi Indonesia sebesar 11.250 ton pertahun cukup rendah bila dibandingkan dengan negara produsen kopi di dunia seperti Brazil (50.826 ton pertahun) dan Vietnam (22.000 ton pertahun) (International Coffee Organization, 2012).

Dua desa penghasil kopi arabika yaitu Desa Pedati (ketinggian 1500 m dpl) dan Desa Sukosawah (ketinggian 1000 m dpl) berada di kawasan kaki Gunung Ijen. Warga setempat telah banyak mendapat bantuan dari pemerintah daerah Kabupaten Bondowoso yang ditujukan ke kelompok tani setempat. Daerah ini mampu menghasilkan kopi arabika dengan sensasi rasa dan aroma kopi Jawa yang memikat. Hasil di dua daerah ini antara 1,5 – 2 ton/hektar/tahun. Secara umum, kopi di dua daerah ini diolah dengan cara olahan kering. Kopi gabah dijemur dijual ke eksportir

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013

atau penyangrai (Anonim 2012) sehingga mutunya masih rendah. Oleh karena itu perlu ditingkatkan mutunya dengan cara pengolahan kopi semi basah . Fermentasi dilakukan pada proses pengolahan basah dan semi basah. Fermentasi bertujuan untuk melepaskan lapisan lendir yang melekat pada kulit tanduk dengan zat renik bakteri asam laktat,memecah komponen lapisan lendir yaitu protopektin ,gula dan asam asam dan alcohol sehingga lapisan lenir terlepas dari kulit tanduknya. Pencucian dan pengeringan dapat dilakukan secara optimal, dan pada saat penyimpanan lebih tahan terhadap serangan kapang karena kandungan air dan komponen lendir yang menutupi biji kopi berkurang sehingga tidak mampu dijadikan media tumbuh mikroorganisme yang dapat menurunkan mutu kopi. Pengolahan semi basah dilakukan dengan fermentasi cara kering melalui penumpukan biji kopi lalu ditutup dengan karung goni agar lembab sambil diaduk-aduk agar fermentasi merata. Proses ini diharapkan mampu meningkatkan mutu kopi yang dihasilkan. Namun, belum ada penelitian yang secara khusus meneliti karakteristik fisik dan organoleptik kopi arabika hasil pengolahan semi basah yang difermentasi di karung dan ember serta belum diketahui pengaruh ketinggian tempat terhadap mutu kopi arabika. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui pengaruh proses fermentasi pada wadah yang berbeda dan lama fermentasi terhadap karakteristik fisik dan organoleptik kopi biji arabika (2) untuk mengetahui perbandingan hasil proses fermentasi kopi biji arabika dengan variasi jenis wadah dan lama fermentasi pada dua tempat dengan ketinggian yang berbeda. METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap I dan tahap II. Penelitian tahap I dilakukan di desa Pedati dan Sukosawah kabupaten Bondowoso pada bulan November 2012. Penelitian tahap II dilakukan di laboratorium kimia dan biokimia pangan serta laboratorium rekayasa bahan hasil pertanian jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember.

109

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kopi arabika gelondong merah dari Desa Pedati dan Desa Sukosawah dengan tingkat kematangan yang sama. Selain itu bahan tambahan antara lain aquades, kertas label, dan tissue. Peralatan yang digunakan yaitu ember, karung, pH meter, beaker glass 50 mL, 250 mL, dan 1000 mL, gelas ukur 10 mL, spatula, termometer, ,blender, oven, botol timbang, eksikator, neraca analitik, color reader (Minolta), ayakan, kertas bufallo, penjapit besi, botol semprot, dan mesin pulper. Penelitian ini dirancang dengan rancangan acak kelompok menggunakan dua faktor yaitu faktor jenis wadah fermentasi (A) dan lama fermentasi (B). Jenis wadah yang digunakan yaitu wadah ember (A1) dan wadah karung (A2) sedangkan lama fermentasi bervariasi dari 0 (B0), 12 (B1), 24 (B2), 36 (B3), dan 48 (B4) jam. Kombinasi perlakuan yang didapatkan yaitu :

A1 2

B0 B1 A1B0 A1B1 A A 2B0 2B1

B2 A1B2 A 2B2

B3 A1B3 A 2B3

B4 A1B4 A 2B4

Data yang didapatkan dari hasil pengamatan diolah dan dianalisa sidik ragam (ANOVA) serta diuji lanjut Tukey menggunakan statistical software Minitab 16. Penjelasan hasil analisa dilakukan secara deskriptif yang digambarkan dengan histogram. Uji Mutu (SNI) Uji mutu dilakukan pada kopi biji non sangrai sesuai dengan SNI 01-2907-2008. Kopi biji arabika sebanyak 300 g dipisahkan secara manual sesuai kriteria cacat mutu pada SNI. Hasil dari pemisahan dikelompokkan berdasarkan kelompok mutu dari mutu 1 hingga mutu 6. Mutu 1 adalah mutu tertinggi dan mutu 6 adalah terendah. Berat Perbiji Kopi biji arabika sebanyak 100 g dihitung jumlah keseluruhannya. Berat perbiji diperoleh dari : Berat perbiji = [ ]

A

Karakteristik Biji Kopi Arabica…(M. Balya dkk)

110

Massa Jenis Kopi biji arabika sebanyak 10 g dilapisi dengan lilin. Massa jenis lilin adalah 0,902 g/mL. Massa jenis kopi dan lilin disebut massa jenis campuran. Massa jenis kopi adalah selisih dari massa jenis kopi dengan massa jenis lilin. Massa jenis diperoleh dari : Massa jenis campuran = [ ] Massa jenis kopi biji

=[

]

Higroskopisitas Biji kopi sebanyak 15 g dioven pada 100 – 105 oC selama 24 jam kemudian dieksikator selama 15 menit. Berat setelah 24 jam disebut berat awal (a g). Kopi biji arabika dibiarkan pada wadah selama hari ke -1 hingga hari ke – 6. Berat kopi biji selama penyimpanan disebuat berat akhir (b g). Higroskopisitas kopi biji diperoleh dari : Higroskopisitas (%) = [ ] x 100% Warna Pengukuran warna dilakukan dengan alat colour reader. Prinsip dari alat ini adalah pengukuran perbedaan warna melalui pantulan cahaya oleh permukaan sampel. Pembacaan dilakukan pada 6 titik pada sampel pewarna. L = standart L + dL Uji Organoleptik (Uji Kesukaan) Uji organoleptik dengan metode hedonik merupakan suatu metode pengujian yang didasarkan atas tingkat kesukaan panelis terhadap sampel yang disajikan. Uji dengan metode ini biasanya digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan konsumen akan produk yang ditawarkan. Jenis pengujian yang dilakukan dalam uji organoleptik ini adalah metode tingkat kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, flavor, dan uji

keseluruhan yang dihasilkan dari masingmasing perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Mutu SNI 01-2907-2008 Kopi Biji Arabika Non Sangrai Hasil analisa uji mutu kopi biji sesuai SNI 01-2907-2008 menunjukkan bahwa interaksi jenis wadah dan lama fermentasi memberikan interaksi berbeda nyata terhadap kriteria mutu kopi biji arabika non sangrai. Adanya interaksi antara jenis wadah dan lama fermentasi diduga disebabkan oleh terdegradasinya lapisan pulp yang melapisi kulit tanduk selama proses fermentasi berlangsung. Mutu kopi biji juga dipengaruhi oleh banyaknya kulit tanduk yang tersisa pada kopi biji. Kulit tanduk adalah benda asing yang bukan kopi biji. Menurut Jayus et al (2011), fermentasi dapat membantu melepaskan lendir buah kopi dan terlarut pada air yang digunakan untuk fermentasi. Semakin lama fermentasi maka kandungan pektin pada lendir kopi biji cenderung menurun. Penurunan kadar pektin tersebut diakibatkan adanya degradasi senyawa pektin menjadi asam pektat yang membuat lingkungan fermentasi menjadi asam. Lendir kopi biji lebih mudah dibersihkan seiring berkurangnya kandungan pektin pada kopi biji sehingga mempermudah pencucian dan pengeringan serta mempermudah kulit tanduk terlepas dari kopi biji. Gambar 1 menunjukkan perbedaan kategori mutu yang dihasilkan dari kombinasi lama fermentasi dengan jenis wadah. Gambar 1.a merupakan hasil uji mutu kopi biji arabika non sangrai pada ember dan Gambar 1.b merupakan hasil uji mutu kopi biji arabika non sangrai pada karung.

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013

111

6 6

4 4

4

5

5 5

3

5

3

4

4

4

3 4

3 4

2

4

4

4

4 3

2

3 0

0

A2B0 A1B0

A1B1

A1B2

A1B3

A2B1

A2B2

A2B3

A2B4

A1B4

(a)

(b)

Gambar 1. (a) Uji mutu kopi biji arabika non sangrai ember, (b) uji mutu kopi biji arabika non sangrai karung Gambar 1.a, perlakuan kontrol (A1B0) menghasilkan mutu 5 yang merupakan mutu terendah yang dapat dihasilkan. Mutu 3 didapatkan di desa Pedati pada A1B2 yaitu fermentasi 24 jam ember, sedangkan mutu 3 didapatkan di desa Sukosawah pada A1B1 yaitu fermentasi 12 jam ember. Penurunan nilai mutu kopi biji pada A1B2 dan A1B4 desa Sukosawah diduga diakibatkan proses pencoklatan akibat terjadinya reaksi Maillard. Gambar 1.b, perlakuan kontrol (A2B0) menghasilkan mutu 5 yang merupakan mutu terendah yang dapat dihasilkan. Mutu 3 didapatkan di desa Pedati pada A2B1 yaitu fermentasi 12 jam karung, sedangkan mutu 3 didapatkan di desa Sukosawah pada A2B4 yaitu fermentasi 48 jam karung. Penurunan nilai mutu kopi biji pada A2B2 hingga A2B4 desa Pedati diduga diakibatkan proses pencoklatan akibat terjadinya reaksi Maillard. Reaksi Maillard adalah reaksi pencoklatan non enzimatis yang terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amino atau protein. Reaksi pencoklan tersebut menyebabkan biji menjadi cacat fisik (Widyotomo, 2013). Proses fermentasi berpengaruh terhadap mutu kopi biji. Tanpa proses fermentasi, mutu yang diperoleh merupakan mutu rendah dan dengan adanya proses fermentasi dapat dihasilkan mutu tinggi yakni

mutu 3, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Jayus et al (2011). Berat Perbiji Kopi Biji Arabika Berat perbiji kopi biji arabika merupakan berat tiap satuan kopi biji arabika. Berat perbiji kopi biji arabika didapatkan dari hasil pembagian 100 g kopi biji dengan jumlah biji keseluruhan dalam 100 g biji yang telah ditimbang. a. Berat Perbiji Kopi Biji Arabika Non Sangrai Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa inteaksi kombinasi perlakuan fermentasi dengan variasi jenis wadah dan lama fermentasi memberikan interaksi berbeda sangat nyata terhadap berat perbiji kopi biji arabika non sangrai. Namun, kombinasi jenis wadah dan lama fermentasi berbeda tidak nyata terhadap berat perbiji kopi biji arabika. Adanya interaksi antara jenis wadah dan lama fermentasi di Desa Pedati diduga disebabkan oleh perombakan senyawa – senyawa seperti kafein, asam klorogenat, pigmen, dan senyawa lain sehingga berat perbiji kopi semakin menurun (Ridwansyah, 2003).

Karakteristik Biji Kopi Arabica…(M. Balya dkk)

112

0,20 0,20 0,15 0,10

0,14 0,15 0,14 0,15 0,15 0,14 0,15 0,15 0,15 0,15

0,15 0,10

0,14 0,14

0,15 0,14

0,14 0,14

0,15 0,14

0,15 0,14

0,05

0,05

0,00

0,00

A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 (a)

(b)

Gambar 2. (a) Berat perbiji kopi biji arabika non sangrai ember, (b) berat perbiji kopi biji arabika non sangrai karung Berdasarkan Gambar 2.a, berat perbiji kopi biji arabika dari Desa Pedati semakin menurun pada fermentasi 12 jam (A1B1) hingga 24 jam (A1B2) ember. Penurunan ini disebabkan oleh perombakan senyawa – senyawa yang terdapat pada kopi biji arabika. Gambar 2.a di Desa Sukosawah, kombinasi perlakuan fermentasi dengan variasi wadah dan lama fermentasi tidak berpengaruh signifikan terhadap berat perbiji kopi biji arabika. Gambar 2.b merupakan hasil pengamatan berat perbiji kopi biji arabika non sangrai pada wadah karung di Desa Pedati dan Desa Sukosawah. Berdasarkan Gambar 2.b, berat perbiji kopi biji arabika dari desa Pedati semakin menurun pada fermentasi 12 jam (A2B1) hingga 24 jam (A2B2) ember. Penurunan ini disebabkan oleh perombakan senyawa – senyawa yang terdapat pada kopi biji arabika. Gambar 2.b di Desa Sukosawah, kombinasi perlakuan fermentasi dengan 0,2

b. Berat Perbiji Kopi Biji Arabika Sangrai Hasil analisa sidik ragam menunjukkan menunjukkan bahwa interaksi jenis wadah dan lama fermentasi memberikan interaksi berbeda tidak nyata terhadap berat perbiji kopi biji arabika sangrai Desa Pedati. Hasil analisa sidik ragam Interaksi jenis wadah dan lama fermentasi memberikan interaksi berbeda sangat nyata terhadap berat perbiji kopi biji arabika sangrai desa Sukosawah. Adanya interaksi antara jenis wadah dan lama fermentasi di Desa Sukosawah diduga disebabkan oleh perombakan senyawa – senyawa seperti kafein, asam klorogenat, pigmen, dan senyawa lain sehingga berat perbiji kopi semakin menurun (Ridwansyah, 2003). 0,2

0,15 0,13 0,13 0,13 0,13 0,12 0,1

variasi wadah dan lama fermentasi tidak berpengaruh signifikan terhadap berat perbiji kopi biji arabika.

0,13 0,12 0,12 0,12 0,13

0,05

0,15 0,13 0,13 0,12 0,12 0,13 0,1

0,13 0,13 0,12 0,12 0,12

0,05

0

0 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 (a)

A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 (b)

Gambar 3. (a) Berat perbiji kopi biji arabika sangrai ember, (b) berat perbiji kopi biji arabika sangrai karung

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013

Gambar 3.a merupakan hasil pengamatan berat perbiji kopi biji arabika sangrai di Desa Pedati dan Desa Sukosawah pada wadah ember. Berdasarkan Gambar 3.a, berat perbiji kopi biji arabika dari desa Pedati semakin menurun seiring lama fermentasi yang semakin bertambah. Hal ini disebabkan perombakan senyawa – senyawa yang terdapat dalam biji kopi. Gambar 3.b merupakan hasil pengamatan berat perbiji kopi biji arabika sangrai di Desa Pedati dan Desa Sukosawah pada wadah karung. Gambar 8 menunjukkan berat perbiji kopi biji arabika Desa Sukosawah semakin menurun seiring semakin lamanya fermentasi. Penurunan berat perbiji kopi biji dari Desa Sukosawah juga dipengaruhi adanya perombakan senyawa – senyawa yang terdapat pada biji kopi arabika. Penurunan berat perbiji sangrai juga dipengaruhi proses penyangraian. Menurut Nugroho (2009), perubahan berat pada kopi biji yang disangrai terjadi karena selama proses penyangraian berlangsung terjadi perpindahan panas dari wajan (media penyangraian) ke bahan dan juga perpindahan massa air. Panas yang mengakibatkan terjadinya perubahan massa air dari bahan dikarenakan adanya panas laten penguapan. Perubahan massa air ini terjadi ketika kandungan air pada bahan telah sampai pada kondisi jenuh sehingga menyebabkan air yang terkandung dalam bahan berubah dari fase cair menjadi fase uap. Massa Jenis Kopi Biji Arabika a. Massa Jenis Kopi Biji Arabika Non Sangrai

1,5 1

1,18 1,22

1,12 1,19

1,23 1,16

1,15 1,19

1,20 1,19

0,5

113

Menurut Moreira et al (1985), massa jenis kopi biji arabika merupakan hubungan antara massa dan volume tiap kopi biji. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan interaksi jenis wadah dan lama fermentasi memberikan interaksi berbeda tidak nyata terhadap massa jenis kopi biji arabika sangrai Desa Pedati dan Sukosawah. Penyebab perbedaan massa jenis yang ditampilkan Gambar 4.a. dan 4.b dimungkinkan akibat adanya perubahan komponen dalam kopi biji arabika non sangrai. Menurut Ridwansyah (2003), selama proses fermentasi terjadi pemecahan senyawa – senyawa yang terdapat dalam kopi biji seperti pemecahan senyawa polar seperti kafein dan asam klorogenat. Pemecahan senyawa – senyawa tesebut akan menurunkan berat perbiji kopi biji sekaligus menurunkan massa jenis kopi biji arabika. b. Massa Jenis Kopi Biji Arabika Sangrai Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi jenis wadah dan lama fermentasi memberikan interaksi berbeda sangat nyata terhadap massa jenis kopi biji arabika sangrai Desa Pedati. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi jenis wadah dan lama fermentasi memberikan interaksi berbeda tidak nyata terhadap massa jenis kopi biji arabika sangrai Desa Pedati. Adanya interaksi antara jenis wadah dan lama fermentasi di Desa Pedati diduga disebabkan oleh proses degradasi senyawa – senyawa dalam kopi biji selama proses fermentasi (Ridwansyah, 2003).

1,5 1

1,18 1,22

1,18 1,17

1,25

1,21

1,15

1,13

1,20 1,16

0,5

0

0 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 (a)

A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 (b)

Gambar 4. (a) Massa jenis kopi biji arabika non sangrai ember, (b) Massa jenis kopi biji arabika non sangrai karung

Karakteristik Biji Kopi Arabica…(M. Balya dkk)

114

1

0,81

0,85

0,8 0,6

0,74

0,76

0,75 0,79

0,84 0,72 0,77

0,76

0,4 0,2 0

A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 (a)

1 0,8 0,6 0,4 0,2 0

0,81

0,81 0,91

0,74

A2B0

0,91

0,65

A2B1

0,86 0,72

A2B2

0,83

0,75

A2B3

A2B4

(b)

Gambar 5. (a) Massa jenis kopi biji arabika sangrai ember, (b) massa jenis kopi biji arabika sangrai karung Gambar 5.a merupakan hasil pengamatan massa jenis kopi biji arabika sangrai Desa Pedati dan Sukosawah pada wadah ember. Pada Desa Pedati semakin lama fermentasi maka semakin kecil massa jenisnya. Massa jenis kopi biji sangrai desa Pedati menurun pada fermentasi 48 jam ember. Perbedaan ini diduga akibat fermentasi pada wadah ember terjadi degradasi senyawa – senyawa dalam kopi biji yang berpengaruh pada berat perbiji kopi biji. Penurunan berat perbiji kopi akan memengaruhi penurunan massa jenis dari kopi biji. Gambar 5.b menunjukkan kopi biji arabika sangrai Desa Pedati semakin lama fermentasi maka semakin kecil massa jenisnya. Massa jenis kopi biji sangrai Desa Pedati menurun pada fermentasi 36 jam karung. Perbedaan ini diduga akibat fermentasi pada wadah ember terjadi degradasi senyawa – senyawa dalam kopi biji yang berpengaruh pada berat perbiji kopi biji. Penurunan berat perbiji kopi akan memengaruhi penurunan massa jenis dari kopi biji. Pada Desa Sukosawah, pengaruh kombinasi perlakuan jenis wadah dan lama fermentasi tidak berpengaruh signifikan pada massa jenis kopi biji sangrai. Hal ini diduga disebabkan pengaruh proses penyangraian. Menurut Varnam dan Sutherland (1994), penyangraian (roasting) berpengaruh terhadap kehilangan berat kering terutama gas CO2 dan produk pirolisis volatil lainnya. Higroskopisitas Menurut Nugroho et al (2012), kopi biji merupakan produk kering dengan kadar air antara 8 – 12% yang telah melalui proses

pengeringan dengan sinar matahari. Relatif rendahnya nilai kadar air tersebut membuat kopi biji kering senantiasa menyesuaikan dan menyeimbangkan dengan kadar air di lingkungan hingga diperoleh suatu kadar air keseimbangan (Equivalent Relative Humidity / ERH). Sifat demikian inilah yang disebut sifat higroskopis atau mudah menyerap air. Pengamatan higroskopis kopi biji (sangrai atau non sangrai) dilakukan dengan menimbang kopi sebanyak 15 g. Kopi biji kemudian diletakkan di mangkuk kertas terbuka dan diletakkan di ruang terbuka. Pengamatan dilakukan pada hari ke– 0 hingga hari ke–6. Persentase higroskopis merupakan selisih dari berat akhir dengan berat awal dan dibagi dengan berat awal dikalikan 100%. Kopi biji arabika yang dibiarkan di ruang terbuka mengalami peningkatan berat dari hari ke–1 hingga hari ke–6 setelah sampel dioven pada hari ke-0. Peningkatan berat kopi biji terjadi karena adanya penyerapan air oleh kopi biji. Tujuan dari penyerapan air ini adalah untuk menyeimbangkan kondisi kelembaban dengan lingkungan sekitar (Soemardi dan Karama, 1996). a. Higroskopisitas Kopi Biji Arabika Non Sangrai Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi jenis wadah dan lama fermentasi memberikan interaksi berbeda tidak nyata terhadap higroskopisitas kopi biji arabika non sangrai Desa Pedati. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi jenis wadah dan lama fermentasi memberikan interaksi berbeda tidak nyata terhadap higroskopisitas kopi biji arabika non sangrai Desa Sukosawah.

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013

115

Sukosawah setelah pengamatan hari ke–0 hingga hari ke-6. Kombinasi perlakuan lama fermentasi dan jenis wadah tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap higroskopisitas kopi biji arabika. Peningkatan berat kopi biji arabika non sangrai selama hari ke–1 hingga hari ke–6 diakibatkan adanya adsorpsi air dari lingkungan oleh kopi biji arabika. Menurut Soemardi dan Karama (1996), biji yang bersifat higroskopis akan menyerap air hingga mencapai keseimbangan dengan kelembaban lingkungan. b. Higroskopisitas Kopi Biji Arabika Sangrai Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan fermentasi dengan variasi lama fermentasi dan jenis wadah berbeda sangat nyata terhadap higroskopisitas kopi biji arabika sangrai Desa Pedati. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan fermentasi dengan variasi lama fermentasi dan jenis wadah berbeda tidak nyata terhadap higroskopisitas kopi biji arabika sangrai Desa Sukosawah. Persentase Higroskopisita…

Persentase Higroskopisit…

Gambar 6.a merupakan persentase higroskopis kopi biji arabika non sangrai dari desa Pedati pada wadah ember. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan persentase higroskopis dari kopi biji arabika non sangrai Pedati setelah pengamatan hari ke–0 hingga hari ke-6. Peningkatan berat kopi biji arabika non sangrai selama hari ke–1 hingga hari ke–6 diakibatkan adanya adsorpsi air dari lingkungan oleh kopi biji arabika. Gambar 6.b merupakan persentase higroskopis kopi biji arabika non sangrai dari desa Pedati pada wadah karung. Gambar tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan persentase higroskopis dari kopi biji arabika non sangrai Pedati setelah pengamatan hari ke–0 hingga hari ke-6. Peningkatan berat kopi biji arabika non sangrai selama hari ke–1 hingga hari ke–6 diakibatkan adanya adsorpsi air dari lingkungan oleh kopi biji arabika. Gambar 6.c merupakan persentase higroskopis kopi biji arabika non sangrai dari Desa Sukosawah. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan persentase higroskopis dari kopi biji arabika non sangrai 15,00 10,00 5,00 0,00 1 2 3 4 5 6 Hari

15,00 10,00 5,00 0,00 1

2

3 4 Hari

15,00 10,00 5,00 0,00 1

2

3 4 Hari

5

6

15,00 10,00 5,00 0,00 1

2

3 4 Hari

5

6

(d)

(c)

(0 jam),

6

(b) Persentase Higroskopisitas (%)

Persentase Higroskopisita…

(a)

5

(12 jam),

(24 jam),

(36 jam),

(48 jam)

Gambar 6. (a)Persentase higroskopis kopi biji arabika non sangrai Pedati ember, (b)persentase higroskopis kopi biji arabika non sangrai Pedati karung, (c)persentase higroskopis kopi biji arabika non sangrai Sukosawah ember, (d)persentase higroskopis kopi biji arabika non sangrai Sukosawah karung :

Karakteristik Biji Kopi Arabica…(M. Balya dkk)

15,00 Persentase Higroskopis (%)

Persentase Higroskopis (%)

116

10,00 5,00 0,00 1

2

3 4 Hari

5

6

15,00 10,00 5,00 0,00 1

2

15,00 10,00 5,00 0,00 1

2

3 4 Hari

5

6

(b)

5

6

(c)

Persentase Higroskopis (%)

Persentase Higroskopis (%)

(a)

3 4 Hari

15,00 10,00 5,00 0,00 1

2 3 4 5 Ulangan Hari

6

(d)

(0 jam), (12 jam), (24 jam), (36 jam), (48 jam) Gambar 7. (a)Persentase higroskopis kopi biji arabika sangrai Pedati ember, (b)persentase higroskopis kopi biji arabika sangrai Pedati karung, (c)persentase higroskopis kopi biji arabika sangrai Sukosawah ember, (d)persentase higroskopis kopi biji arabika sangrai Sukosawah karung Gambar 7 menunjukkan bahwa terjadi kenaikan persentase higroskopis dari kopi biji arabika non sangrai Pedati setelah pengamatan hari ke–0 hingga hari ke-6. Kombinasi perlakuan lama fermentasi dan jenis wadah sangat memberikan pengaruh signifikan terhadap higroskopisitas kopi biji arabika. Semakin lama fermentasi mengakibatkan terjadinya peningkatan berat kopi biji arabika non sangrai selama hari ke–1 hingga hari ke–6. Higroskopisitas kopi biji pada fermentasi wadah ember lebih tinggi dari wadah karung. Hal ini diakibatkan adanya pemecahan senyawa – senyawa yang terdapat pada kopi biji arabika. Kandungan gula yang berkurang akan mengurangi higroskopisitas kopi biji. Gambar 8 merupakan persentase higroskopis kopi biji arabika sangrai dari desa Sukosawah. Gambar tersebut dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan persentase higroskopis dari kopi biji arabika non sangrai Sukosawah setelah pengamatan hari ke–0 hingga hari ke-

6. Kombinasi perlakuan lama fermentasi dan jenis wadah tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap higroskopisitas kopi biji arabika. Peningkatan berat kopi biji arabika non sangrai selama hari ke–1 hingga hari ke– 6 diakibatkan adanya adsorpsi air dari lingkungan oleh kopi biji arabika. Menurut Soemardi dan Karama (1996), biji yang bersifat higroskopis akan menyerap air hingga mencapai keseimbangan dengan kelembaban lingkungan. Warna a. Warna Kopi Biji Arabika Non Sangrai Kecerahan warna (L) menunjukkan warna gelap hingga putih terang dengan nilai berkisar 0 – 100. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan (Winarno, 2002). Hasil pengamatan warna kopi biji arabika non sangrai dapat dilihat pada Gambar 8.

40

20

37,7837,1737,6537,7137,11 38,7137,1438,5537,9338,64

0

Perlakuan (a)

117

Nilai Kecerahan "L"

Nilai Kecerahan "L"

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013

40

37,78 38,58 36,29 36,97 38,13 38,71 39,00 39,35 38,25 38,02

20 0 A2B0A2B1A2B2A2B3A2B4 Perlakuan (b)

Gambar 8. (a) Uji warna kopi biji arabika non sangrai ember, (b) uji warna kopi biji arabika non sangrai karung Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan jenis wadah dan lama fermentasi berbeda sangat nyata terhadap warna kopi biji non sangrai Desa Pedati. Hasil sidik ragam juga menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan jenis wadah dan lama fermentasi berbeda sangat nyata terhadap warna kopi biji non sangrai Desa Sukosawah. Kopi biji non sangrai di Desa Pedati dengan perlakuan wadah ember yang memiliki nilai kecerahan tertinggi pada perlakuan kontrol 0 jam (A1B0) dengan nilai kecerahan sebesar 37,78 dan yang memiliki nilai kecerahan terendah pada perlakuan fermentasi 48 jam (A1B4) dengan nilai kecerahan sebesar 37,11. Pada perlakuan wadah karung yang memiliki nilai kecerahan tertinggi pada perlakuan fermentasi 12 jam (A2B1) dengan nilai kecerahan sebesar 38,58 dan yang memiliki nilai kecerahan terendah pada perlakuan fermentasi 48 jam (A2B4) dengan nilai kecerahan sebesar 36,29. Nilai kecerahan kopi biji keseluruhan yang memiliki kecerahan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan karung fermentasi 12 jam (A2B1) dan kecerahan terendah diperoleh dari perlakuan karung fermentasi 24 jam (A2B2). Kopi biji non sangrai di desa Sukosawah dengan perlakuan wadah ember yang memiliki nilai kecerahan tertinggi pada perlakuan kontrol 0 jam (A1B0) dengan nilai kecerahan sebesar 38,71 dan yang memiliki nilai kecerahan terendah pada perlakuan fermentasi 12 jam (A1B1) dengan nilai kecerahan sebesar 37,14. Pada perlakuan wadah karung yang memiliki nilai kecerahan

tertinggi pada perlakuan fermentasi 24 jam (A2B3) dengan nilai kecerahan sebesar 39,35 dan yang memiliki nilai kecerahan terendah pada perlakuan fermentasi 48 jam (A2B4) dengan nilai kecerahan sebesar 38,02. Nilai kecerahan kopi biji keseluruhan yang memiliki kecerahan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan karung fermentasi 24 jam (A2B2) dan kecerahan terendah diperoleh dari perlakuan ember fermentasi 12 jam (A1B1). Desa Pedati yang memiliki kecerahan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan karung fermentasi 12 jam (A2B1) dan kecerahan terendah diperoleh dari perlakuan karung fermentasi 24 jam (A2B2). Di desa Sukosawah yang memiliki kecerahan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan karung fermentasi 24 jam (A2B2) dan kecerahan terendah diperoleh dari perlakuan ember fermentasi 12 jam (A1B1). Berdasarkan jenis wadah, yang berpengaruh terhadap kecerahan kopi biji non sangrai adalah wadah karung sedangkan lama fermentasi tidak secara nyata berpengaruh terhadap warna kopi biji. Menurut Jayus et al (2011), fermentasi yang lebih lama menyebabkan terlarutnya pigmen dalam biji kopi dan penurunan nilai kecerahan yang terjadi diduga terdapat reaksi berlebihan antara asam yang dihasilkan biji kopi. Pigmen yang telah larut membuat biji menjadi pucat akan tetapi asam yang terlalu tinggi dapat menyebabkan warna biji kopi lebih gelap karena senyawa pigmen telah habis terlarut. b. Warna Kopi Biji Arabika Sangrai Hasil pengamatan warna kopi biji arabika sangrai dapat dilihat pada Gambar 9.

Karakteristik Biji Kopi Arabica…(M. Balya dkk)

118

50,00 40,00 31,57 33,01 31,62 32,45 31,59 30,00 32,19 32,74 32,47 31,18 32,21 20,00 10,00 0,00 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 Perlakuan

50,00 40,00 31,57 31,49 32,33 31,63 32,09 30,00 32,19 31,57 31,74 31,63 31,75 20,00 10,00 0,00 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 Perlakuan

(a)

Nilai Kecerahan "L"

nilai kecerahan sebesar 38,71 dan yang memiliki nilai kecerahan terendah pada perlakuan fermentasi 12 jam (A1B1) dengan nilai kecerahan sebesar 37,14. Pada perlakuan wadah karung yang memiliki nilai kecerahan tertinggi pada perlakuan fermentasi 24 jam (A2B2) dengan nilai kecerahan sebesar 39,35 dan yang memiliki nilai kecerahan terendah pada perlakuan fermentasi 48 jam (A2B4) dengan nilai kecerahan sebesar 38,02. Nilai kecerahan kopi biji keseluruhan yang memiliki kecerahan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan karung fermentasi 24 jam (A2B2) dan kecerahan terendah diperoleh dari perlakuan ember fermentasi 12 jam (A1B1). Desa Pedati memiliki kecerahan tertinggi pada perlakuan karung fermentasi 12 jam (A2B1) dan kecerahan terendah pada perlakuan karung fermentasi 24 jam (A2B2). Desa Sukosawah memiliki kecerahan tertinggi pada perlakuan karung fermentasi 24 jam (A2B2) dan kecerahan terendah pada perlakuan ember fermentasi 12 jam (A1B1). Berdasarkan jenis wadah, yang berpengaruh terhadap kecerahan kopi biji sangrai adalah wadah karung sedangkan lama fermentasi tidak secara nyata berpengaruh terhadap warna kopi biji. Menurut Jayus et al (2011), fermentasi yang lebih lama menyebabkan terlarutnya pigmen dalam biji kopi dan penurunan nilai kecerahan yang terjadi diduga terdapat reaksi berlebihan antara asam yang dihasilkan biji kopi. Pigmen yang telah larut

Nilai Kecerahan "L"

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan jenis wadah dan lama fermentasi berbeda tidak nyata terhadap warna kopi biji sangrai. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan jenis wadah dan lama fermentasi berbeda sangat nyata terhadap warna kopi biji non sangrai desa Pedati. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan jenis wadah dan lama fermentasi berbeda tidak nyata terhadap warna kopi biji non sangrai desa Sukosawah. Kopi biji sangrai di desa Pedati dengan perlakuan wadah ember yang memiliki nilai kecerahan tertinggi pada perlakuan kontrol 0 jam (A1B0) dengan nilai kecerahan sebesar 37,78 dan yang memiliki nilai kecerahan terendah pada perlakuan fermentasi 48 jam (A1B4) dengan nilai kecerahan sebesar 37,11. Perlakuan wadah karung yang memiliki nilai kecerahan tertinggi pada perlakuan fermentasi 12 jam (A2B1) dengan nilai kecerahan sebesar 38,58 dan yang memiliki nilai kecerahan terendah pada perlakuan fermentasi 48 jam (A2B4) dengan nilai kecerahan sebesar 36,29. Nilai kecerahan kopi biji keseluruhan yang memiliki kecerahan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan karung fermentasi 12 jam (A2B1) dan kecerahan terendah diperoleh dari perlakuan karung fermentasi 24 jam (A2B2). Kopi biji sangrai di desa Sukosawah dengan perlakuan wadah ember yang memiliki nilai kecerahan tertinggi pada perlakuan kontrol 0 jam (A1B0) dengan

(b)

Gambar 9. (a) Uji warna kopi biji arabika sangrai ember, (b) uji warna kopi biji arabika sangrai karung

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013

5,00 3,50 4,00 2,91 2,91 3,32 2,73 3,00 3,41 3,36 2,00 2,84 3,05 3,18 1,00 0,00

(a)

119

5,00 4,00 2,91 3,32 3,07 2,41 2,50 2,70 3,00 3,41 3,02 2,00 2,82 2,75 1,00 0,00

(b)

Gambar 10. (a) uji kesukaan aroma kopi biji arabika sangrai ember, (b) uji kesukaan aroma kopi biji arabika sangrai karung membuat biji menjadi pucat akan tetapi asam yang terlalu tinggi dapat menyebabkan warna biji kopi lebih gelap karena senyawa pigmen telah habis terlarut. Uji Kesukaan Kopi Arabika Sangrai Seduh a. Warna Warna adalah kesan pertama yang ditangkap oleh panelis sebelum mengenali rangsangan-rangsangan lain. Warna sangat penting bagi setiap makanan, warna yang menarik dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Gambar 10 menunjukkan hasil uji kesukaan warna kopi seduhan. Kopi biji arabika sangrai yang paling disukai adalah pada perlakuan A1B4 (fermentasi 48 jam ember). Kecerahan warna seduhan kopi biji arabika sangrai mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. b. Aroma Aroma banyak menentukan tingkat kesukaan konsumen. Aroma yang khas dan menarik dapat membuat suatu makanan lebih disukai oleh konsumen. Gambar 11 menunjukkan hasil uji kesukaan aroma kopi seduhan. Kopi biji arabika sangrai yang paling disukai adalah pada perlakuan A1B4 (fermentasi 48 jam ember). Aroma kopi seduh muncul akibat menguapnya senyawa volatil yang tertangkap indra penciuman manusia. Yusianto (1999), melaporkan bahwa keasaman tinggi akan memberikan kualitas aroma yang lebih baik sehingga kopi hasil

fermentasi 48 jam ember lebih disukai oleh panelis. c. Rasa Rasa merupakan perasaan yang dihasilkan oleh makanan yang dimasukkan ke mulut dan dirasakan oleh indra perasa. Gambar 11 menunjukkan hasil uji kesukaan rasa kopi seduhan. Kopi biji arabika sangrai yang paling disukai adalah pada perlakuan A1B4 (fermentasi 48 jam ember). Panelis lebih menyukai rasa kopi seduh dari kopi biji arabika sangrai yang difermentasi 48 jam karena menurut Wilujeng (2013) semakin lama fermentasi akan menyebabkan pati dalam kopi terdegradasi menjadi glukosa. Glukosa kemudian bereaksi dengan asam amino membentuk melanoidin yang merupakan komponen utama dalam proses pencoklatan yang terjadi pada saat penyangraian. Semakin lama fermentasi maka rasa kopi seduh semakin nikmat. d. Flavor Flavor merupakan perpaduan antara rasa dan aroma yang ditangkap oleh indra penciuman dan indra perasa secara bersamaan. Gambar 12 menunjukkan hasil uji kesukaan parameter flavor. Flavor kopi biji arabika sangrai seduh yang disukai panelis adalah pada perlakuan A1B4 (fermentasi 48 jam ember). Hasil perpaduan uji kesukaan rasa dan aroma yang disukai juga berbanding lurus dengan hasil uji kesukaan flavor.

Karakteristik Biji Kopi Arabica…(M. Balya dkk)

120

5,00 4,00 3,00 3,00 2,66 2,34 3,09 3,00 2,00 2,98 3,00 3,16 2,86 3,18 1,00 0,00

(a)

5,00 4,00 3,00 3,16 2,59 2,52 2,52 3,00 1,73 2,00 2,98 2,61 2,86 2,73 1,00 0,00

(b)

Gambar 11. (a) uji kesukaan rasa kopi biji arabika sangrai ember, (b) uji kesukaan rasa kopi biji arabika sangrai karung 5,00 3,48 4,00 3,09 2,89 3,11 2,64 3,00 2,00 3,09 2,98 3,14 2,91 3,30 1,00 0,00

(a)

5,00 4,00 3,09 3,00 2,57 2,822,66 3,00 1,98 2,00 3,09 2,75 2,98 2,75 1,00 0,00

(b)

Gambar 12. (a) uji kesukaan flavor kopi biji arabika sangrai ember, (b) uji kesukaan flavor kopi biji arabika sangrai karung 5,00 4,00 3,20 3,05 3,16 2,75 3,52 3,00 3,50 3,39 3,05 3,32 2,00 2,89 1,00 0,00

(a)

5,00 4,00 3,20 3,16 2,48 2,05 2,64 3,00 3,39 2,00 2,80 3,16 2,91 2,82 1,00 0,00

(b)

Gambar 13. (a) uji kesukaan keseluruhan kopi biji arabika sangrai ember, (b) uji kesukaan keseluruhan kopi biji arabika sangrai karung e. Kesukaan Keseluruhan Kesukaan keseluruhan merupakan akumulasi dari semua parameter uji kesukaan yang dilakukan oleh panelis. Gambar 13 menunjukkan hasil uji kesukaan keseluruhan panelis. Kopi biji arabika sangrai seduh yang paling disukai adalah pada fermentasi 48 jam ember. Hasil ini selaras dengan hasil uji kesukaan parameter lain.

KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah 1. Lama proses fermentasi dan jenis wadah berpengaruh terhadap uji mutu SNI, karakteristik fisik, dan organoleptik kopi biji arabika non sangrai maupun sangrai 2. Perbedaan ketinggian memberikan pengaruh pada optimalisasi fermentasi di desa Pedati pada A1B2 yaitu fermentasi 24 jam ember menghasilkan mutu 3,

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013

sedangkan di Sukosawah mutu 3 didapatkan pada A1B1 yaitu fermentasi 12 jam ember. Interaksi jenis wadah dan lama fermentasi tidak berpengaruh signifikan terhadap berat perbiji kopi, massa jenis kopi, dan higroskopisnya tapi berpengaruh sangat nyata terhadap warna kopi biji. Hasil uji kesukaan keseluruhan panelis. yang paling disukai adalah pada A1B4 fermentasi 48 jam dengan ember di Pedati maupun Sukosawah. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Standar Nasional Indonesia : SNI 01-2907-2008 Biji Kopi. Badan Standardisasi Nasional. Anonim. 2010. Arah Kebijakan Pengembangan Kopi Indonesia. http : //www. sinartani.com/mimbarpenyuluh/arahkebijakan-pengembangan-kopiindonesia-1299555166.htm. (Diakses pada 22 April 2013). Anonim. 2012. Kopi-Kopi Indonesia. http : // www.kompasiana.com (Diakses pada 16 Februari 2013). [ICO] International Coffee Organization. 2012. All Exporting Countries Total Production Crop Years. England : International Coffee Organization. Jayus, Giyarto, Nurhayati dan Aan. 2011. Peran Mikroflora Dalam Fermentasi Basah Biji Kopi Robusta (Coffea canephora). Jember : Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember. Moreira S.M.C., Chaves , dan Oliveira. 1985. Comparison Of The Efficiency Of Liquids On The Determination Of Bulk Density Of Agricultural Grain. Journal Revista Brasileira De Armazenament. 9 (1-2), 22-24. Mulato, S., Widyotomo, Misnawi, dan Suharyanto. 2009. Petunjuk Teknis Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Jember : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Nugroho dan Joko. 2009. Pengaruh Suhu Dan Lama Penyangraian Terhadap Sifat Fisik-Mekanis Biji Kopi Robusta.

121

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN-2081-7152. Nugroho, D. S. Mawardi, Yusianto, dan Arimersetiowati. 2012. Karakterisasi Mutu Fisik dan Cita Rasa Biji Kopi Arabika Varietas Maragogip (Coffea arabica L. Var.Maragogype Hort. Ex Froehner) dan Seleksi Pohon Induk di Jawa Timur. Pelita Perkebunan 28 (1) 2012, 1-13. Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Sumatra Utara : Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sumatra Utara. Sivetz, M dan Desrosier, N.W. 1979. Coffee Technology. Westport Connecticut : AVI Publishing Company, Inc. Sivetz, M dan Foote, H.E. 1973. Coffee Processing Technology Vol. I. Westport Connecticut : AVI Publishing Company, Inc. Soemardi dan Karama. 1996. Paket Teknologi Produksi Benih Kedelai. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Sulistyowati dan Sumartona. 2002. Metode Uji Cita Rasa Kopi. Materi Pelatihan Uji Cita Rasa Kopi : 19-21 Pebruari 2002. Jember : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Wang, Niya. 2012. Physicochemical Changes Of Coffee Beans During Roasting. Canada : University Of Guelph. Widyotomo, S., Mulato, Ahmad, dan Soekarno. 2009. Kinerja Pengupas Kulit Buah Kopi Segar Tipe Silinder Ganda Horisontal. Pelita Perkebunan 2009, 25(1):55-75. Widyotomo, S., dan Yusianto. 2013. Optimasi Proses Fermentasi Biji Kopi Arabika Dalam Fermentor Terkendali. Pelita Perkebunan, 29(1) 2013, 53-68. Wilujeng, A. 2013. Pengaruh Lama Fermentasi Kopi Arabika Dengan Bakteri Asam Laktat Terhadap Mutu Produk. Journal of Chemistry UNESA. Yusianto. 1999. Pengolahan dan Komposisi Kimia Biji Kopi dan Pengaruhnya Terhadap Cita Rasa Seduhan. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 15,190-202.