KARAKTERISTIK POLA ASUH DAN PSIKOPATOLOGI ORANG

Download Ketidakmampuan orang tua dalam menerima keadaan mental dan fisik anak dengan retardasi mental ringan dapat memengaruhi pola asuh dan psik...

2 downloads 597 Views 287KB Size
Damianus Journal of Medicine; Vol.13 No.2 Juni 2014: hlm. 74-83

ARTIKEL PENELITIAN

KARAKTERISTIK POLA ASUH DAN PSIKOPATOLOGI ORANG TUA PENYANDANG RETARDASI MENTAL RINGAN DI SEKOLAH LUAR BIASA-C (SLBC) HARAPAN IBU CHARACTERISTICS OF PARENTING AND PARENT PSYCHOPATHOLOGY OF CHILD WITH MILD MENTAL RETARDATION IN SCHOOL FOR DISABLED CHILDREN HARAPAN IBU Maya Ariani1, Daniel Ardian Soeselo2, Surilena3 Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jalan Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara 14440

ABSTRACT

Departemen Bedah, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jalan Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara 14440

in raising them. Parents’ incapability in accepting the children suffering mild mental

Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jalan Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara 14440

Objectives: To know the characteristics of parenting style and psychopathology

1

2

3

Korespondensi: Daniel Ardian Soeselo, Departemen Bedah, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. E-mail: ardsoeselo@ yahoo.com

Introduction: Parents with mild mental retarded children will face many challenges retardation can influence the parenting style and psychopathology (psychiatric symptoms). of parents with children with suffering mental retardation in Harapan Ibu School for Disabled Children. Methods: The study design is cross sectional on 28 families who have children with mild mental retardation (6-18 years old), obtained in consecutive sampling. The study was conducted in Harapan Ibu School for Disabled Children, from September 2013 to January 2014. Demographics, parenting style, and psychopathology were assessed with questionnaire. Results: From 56 parents whose children suffered mild mental retardation, 58.9% was 41-50 years old, 69.6% attended high school as their last education, 39.3% were private employees, 60.7% had income under 2.2 million Rupiah, 35.7% had 3 children, and 85.7% had 1 child with mild mental retardation. From 28 children with mild mental retardation, 60.7% were boys, 50.0% were the eldest child, and 53.6% were 12-18 years old. Either father or mother apply authoritative parenting (type A), respectively 46.4% and 64.3%, and showed negative psychopathology (no psychiatric symptoms), specifically 92.9% of fathers and 75.0% of mothers. Parents with negative psychopathology dominantly apply non-exposure parenting (expected parenting), as much as 44 persons (93.6%). Conclusion: Parents who have children with mild mental retardation mostly apply authoritative parenting and have negative psychopathology. Parents with negative psychopathology generally apply parenting exposure. Key Words: mild mental retardation, parenting, psychopathology

ABSTRAK Latar Belakang: Orang tua yang memiliki anak dengan retardasi mental ringan akan menghadapi berbagai tantangan dalam mengasuh anaknya. Ketidakmampuan orang tua dalam menerima keadaan mental dan fisik anak dengan retardasi mental ringan dapat memengaruhi pola asuh dan psikopatologinya (gejala kejiwaan). Tujuan: Mengetahui karakteristik pola asuh dan psikopatologi orang tua anak 74

Vol. 13, No. 2, Juni 2014

Karakteristik pola asuh dan psikopatologi orang tua penyandang retardasi mental ringan di Sekolah Luar Biasa-C (SLBC) Harapan Ibu

penyandang retardasi ringan di Sekolah Luar Biasa C (SLB-C) Harapan Ibu. Metode: Desain penelitian adalah cross sectional pada 28 keluarga yang memiliki anak dengan retardasi mental ringan (6-18 tahun) yang didapatkan secara consecutive sampling. Penelitian dilakukan di SLB-C Harapan Ibu, bulan September 2013-Januari 2014. Data demografi, pola asuh, dan psikopatologi dikumpulkan menggunakan kuesioner. Hasil: Dari 56 orang tua dari anak retardasi mental ringan diketahui 58,9% berusia 41-50 tahun, 69,6% berpendidikan terakhir SMA, 39,3% pekerja swasta, 60,7% pendapatan kurang dari Rp2.200.000,00, 35,7% memiliki 3 anak, serta 85,7% memiliki 1 anak dengan retardasi mental ringan. Dari 28 anak penyandang retardasi mental diketahui adalah 60,7% laki-laki, 50,0% anak sulung, serta 53,6% berusia 12-18 tahun. Baik ayah maupun ibu, menerapkan pola asuh demokratis (tipe A), masing-masing 46,4% dan 64,3%, serta menunjukkan psikopatologi negatif (tidak ada gejala kejiwaan), yaitu ayah (92,9%) dan ibu (75,0%). Orang tua dengan psikopatologi negatif dominan menerapkan pola asuh non-exposure (pola asuh yang diharapkan), yaitu 44 orang (93,6%). Kesimpulan: Orang tua dengan anak penyandang retardasi mental ringan sebagian besar menerapkan pola asuh demokratis dan psikopatologi negatif. Orang tua dengan psikopatologi negatif umumnya menerapkan pola asuh yang diharapkan. Kata Kunci: pola asuh, psikopatologi, retardasi mental ringan

PENDAHULUAN

anak berkebutuhan khusus usia 5-14 tahun, na-

Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap yang ditandai dengan adanya kendala keterampilan anak selama masa pertumbuhan dan

mun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan paling sedikit 10% dari 42,8 juta jiwa, sehingga kurang lebih 4,2 juta anak Indonesia yang berkebutuhan khusus.5

perkembangan, sehingga dapat berpengaruh

Penyebab retardasi mental adalah faktor genetik

pada tingkat kecerdasan anak secara menyelu-

(Sindrom Down atau Sindrom Klinefelter), fak-

ruh, meliputi kemampuan kognitif, bahasa, dan

tor prenatal (paparan prenatal dengan infeksi,

sosial.1 Rasio retardasi mental pada anak laki-

toksin, antikonvulsan, atau alkohol), faktor peri-

laki dan perempuan di dunia diketahui 1,2:1.2

natal (komplikasi kehamilan, penyakit pada ibu,

Retardasi mental lebih banyak terjadi di negara

kelahiran prematur, berat badan lahir rendah,

berkembang dibandingkan negara maju. Kondisi

asfiksia saat lahir), faktor postnatal (infeksi

tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu

otak, cedera otak, serta malnutrisi parah dan

lingkungan, nutrisi, kemiskinan, dan penyakit

jangka panjang, kerusakan otak saat periode

penyerta.3,4 Di Indonesia diketahui jumlah anak

kritis perkembangan pra- atau pascakelahiran),

berkebutuhan khusus (mengalami gangguan

gangguan metabolisme dan gizi, kekurangan

fisik, mental, sosial, dan emosional) menempati

yodium, paparan penyakit atau toksin (batuk

populasi terbesar keempat di dunia.5 Belum ada

rejan, campak, paparan merkuri, timbal), serta

data yang akurat dan spesifik mengenai jumlah

faktor perilaku atau sosial, seperti kemiskinan,

Vol. 13, No. 2, Juni 2014

75

DAMIANUS Journal of Medicine

malnutrisi, konsumsi obat-obatan ibu dan alkohol.6 Selain itu, retardasi mental dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu: retardasi mental ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Pada anak-anak dengan retardasi mental ringan masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana, sehingga mereka dapat diberikan edukasi dengan bimbingan khusus. Mereka biasanya tidak mengalami gangguan fisik dan dapat mengurus diri secara mandiri, namun tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen.4,7 Retardasi mental sering dijumpai komorbid dengan penyakit psikiatri lain, seperti attention deficit hyperactivity disorder/ADHD (815% anak-anak, 17-52% orang dewasa), skizo-

kat dengan baik.8,9 b. Tipe B atau Authoritarian (otoriter). Pola asuh yang mana orang tua cenderung memberikan perintah, tidak memberi kesempatan anak untuk bertanya, dan tidak memberi penjelasan mengenai tugas yang diberikan kepada anak. c. Tipe C atau Permissive (permisif). Pola asuh yang sangat longgar dan terlalu bebas, orang tua tidak mengharuskan anaknya untuk mematuhi aturan-aturan sosial, serta memberi kebebasan penuh kepada anak untuk memilih kegiatan dan mengambil keputusan tanpa kontrol dari orang tua.

frenia (3% penyandang retardasi mental), gang-

d. Tipe D, pola asuh yang tidak konsisten dan

guan bipolar, gangguan kecemasan, depresi,

campuran. Pola asuh ini terbagi menjadi dua,

gangguan obsesif-kompulsif, dan lain-lain.2

yaitu pola asuh neglectful dan indulgent.

Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua untuk beradaptasi dengan lingkungan, mengenal dunia sekitarnya, dan pola pergaulan hidup di lingkungan.1 Anak dengan retardasi mental memerlukan dukungan keluarga, terutama pola asuh orang tua yang akan sangat memengaruhi perilaku, pembentukan kepribadian dewasa, dan harga diri (self-esteem) anak

Pola asuh neglectful, yang mana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Pola asuh indulgent, yang mana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak, namun hanya memberikan kontrol dan tuntutan yang sangat minim. Pada tipe ini anak cenderung kurang memiliki kompetensi sosial dan kontrol diri.8,9

di kemudian hari. Terdapat empat macam pola

Adapun keempat pola asuh di atas dibagi men-

asuh orang tua, yaitu:8

jadi dua kategori, yaitu pola asuh yang diharap-

a. Tipe A atau Authoritative (demokratis). Pola asuh yang menganjurkan orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dengan batas dan tanggung jawab yang jelas,

76

kan (non-exposure) umumnya menerapkan pola asuh tipe A (demokratis); sedangkan pola asuh yang tidak diharapkan (exposure) cenderung menerapkan pola asuh tipe B (otoriter), tipe C (permisif), dan tipe D (campuran).9

sehingga dapat membantu mereka untuk

Tekanan fisik dan mental yang dialami orang tua

mengaktualisasikan diri sebagai makhluk

ketika merawat anaknya yang menderita retar-

sosial yang dapat bekerja dan bermasyara-

dasi mental ringan dapat menyebabkan mereka

Vol. 13, No. 2, Juni 2014

Karakteristik pola asuh dan psikopatologi orang tua penyandang retardasi mental ringan di Sekolah Luar Biasa-C (SLBC) Harapan Ibu

menutup diri dari pekerjaan dan keseharian-

Harapan Ibu, Jakarta Barat. Cara pengambilan

nya.10,11 Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan

sampel secara consecutive sampling, yaitu sub-

untuk mengetahui pola asuh serta psikopatologi

jek yang memenuhi kriteria inklusi diikutsertakan

(gejala kejiwaan) orang tua dalam mengasuh

dalam penelitian. Kriteria inklusi: orang tua kan-

anaknya yang menderita retardasi mental ringan.

dung (ayah dan ibu) dari anak yang menderita retardasi mental ringan, dapat membaca dan menulis, memiliki anak dengan retardasi ringan

METODE

berusia 6-18 tahun yang bersekolah di SLB-C

Desain penelitian menggunakan studi cross

penelitian (mengisi informed consent). Kriteria

sectional bersifat deskriptif. Penelitian dilakukan

eksklusi: tidak bersedia berpartisipasi dalam

bulan September 2013-Januari 2014 di SLB-C

penelitian dan menderita gangguan jiwa berat.

Harapan Ibu, serta bersedia berpartisipasi dalam

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Demografi Orang Tua Penyandang Retardasi Mental Ringan

Karakteristik Demografi

n (N=56)

%

Usia 30-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun

15 26,8 33 58,9 8 14,3

Pendidikan terakhir SD SMP SMA D3/S1 S2

4 7,1 9 16,1 39 69,6 3 5,4 1 1,8







Pekerjaan PNS Swasta Wiraswasta Tidak bekerja/Ibu Rumah Tangga Lain-lain (buruh/ojek)

3 5,4 22 39,3 6 10,7 20 35,7 5 8,9

Status ekonomi keluarga < Rp2.200.000,00 ≥ Rp2.200.000,00

34 60,7 22 39,3

Jumlah anak dalam keluarga 1 2 3 4 5

14 25,0 16 28,6 20 35,7 4 7,1 2 3,6





Jumlah anak dengan retardasi mental dalam keluarga 1 48 85,7 2 8 14,3

Vol. 13, No. 2, Juni 2014

77

DAMIANUS Journal of Medicine

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Demografi Anak dengan Retardasi Mental Ringan n (N=28)

Karakteristik Demografi

%

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

17 60,7 11 39,3

Urutan anak Sulung Tengah Bungsu

14 50,0 7 25,0 7 25,0







Usia 6-12 tahun 12-18 tahun

13 46,4 15 53,6

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Ciri Pola Asuh dan Psikopatologi Orang Tua Penyandang Retardasi Mental Ringan Variabel

Ayah (N=28) n %



Ibu (N=28) n %

Pola Asuh A B C D

13 46,5 11 39,3 2 7,1 2 7,1

Psikopatologi orang tua Positif Negatif

2 7,1 26 92,9

18 64,3 8 28,5 1 3,6 1 3,6

7 25,0 21 75,0

Tabel 4. Hubungan Pola Asuh dengan Psikopatologi pada Orang Tua Penyandang Retardasi Mental Ringan

Variabel

Psikopatologi



Pola Asuh Positif

Exposure

Non-Exposure

1

8

(11,1%) Negatif 3 (6,4%)

Total



78

Nilai p

(88,9%) 44 (93,6%)

4 52 (7,1%) (92,9%)

Vol. 13, No. 2, Juni 2014

IK 95%

1,00

0,17 – 19,91

Karakteristik pola asuh dan psikopatologi orang tua penyandang retardasi mental ringan di Sekolah Luar Biasa-C (SLBC) Harapan Ibu

Seluruh data dikumpulkan menggunakan kue-

mayoritas berjenis kelamin laki-laki (60,7%) dan

sioner. Pola asuh orang tua dibagi menjadi 2, yai-

merupakan anak sulung (50,0%). Usia anak

tu: 1) pola asuh yang diharapkan (tipe A) dengan

hampir merata, yaitu 12-18 tahun (53,6%) dan

skor < 52, dan 2) pola asuh yang tidak diharap-

6-12 tahun (46,4%). (Tabel 2)

kan (cenderung menerapkan pola asuh tipe B, C, D) dengan skor ≥52. Penilaian psikopatologi dilakukan untuk menilai kesehatan mental orang tua yang dikumpulkan menggunakan kuesioner SRQ-20 yang mana penilaian dibagi menjadi dua, yaitu 1) psikopatologi positif (menunjukkan adanya gejala kejiwaan) dengan skor ≥6, dan 2) psikopatologi negatif (tidak menunjukkan gejala kejiwaan) dengan skor <6.

Tipe pola asuh dominan pada ayah penyandang retardasi mental ringan adalah tipe A atau demokrasi (46,5%) dan diikuti tipe B (39,3%), sedangkan pola asuh ibu didominasi oleh tipe A (64,3%). Baik ayah maupun ibu, sebagian besar psikopatologi negatif atau tidak menunjukkan adanya gejala kejiwaan, masing-masing 92,9% dan 75,0%. (Tabel 3) Sebagian besar orang tua tidak menunjukkan gejala kejiwaan (psikopatologi negatif) dengan pola

HASIL

asuh diharapkan (non-exposure), yaitu 44 orang

Penelitian dilakukan di SLB-C Harapan Ibu yang

(93,6%). Namun, tidak terdapat hubungan yang

merupakan tempat pendidikan khusus untuk

signifikan antara pola asuh dengan psikopatologi

anak retardasi mental atau tunagrahita. Jumlah

pada orang tua penyandang retardasi mental

populasi pada penelitian ini adalah 35 anak de-

ringan (p=1,00). (Tabel 4)

ngan retardasi mental ringan, sedang, dan berat. Namun, hanya 28 anak retardasi mental ringan dan 56 orang ayah dan ibu dari anak-anak tersebut yang menjadi responden pada penelitian ini.

PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar

Berdasarkan penelitian diketahui sebagian besar

orang tua berada di kelompok umur 41-50 ta-

orang tua berumur 41-50 tahun (58,9%) dan

hun. Orang tua tentunya memiliki beban dalam

pendidikan terakhir SMA (69,6%). Pekerjaan

merawat anaknya yang menderita retardasi

orang tua didominasi pekerja swasta (39,3%)

mental, namun seiring bertambahnya usia terjadi

dan tidak bekerja/ibu rumah tangga (35,7%).

penurunan produktivitas kerja, sedangkan be-

Pendapatan bulanan orang tua mayoritas di

ban dan kebutuhan perawatan bagi anak tetap.

bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) 2013,

Beban orang tua dalam merawat anak dengan

yaitu Rp2.200.000,00 (60,7%). Sebagian besar

retardasi mental berkurang saat umur mereka

orang tua memiliki 3 anak (35,7%) serta jumlah

bertambah sebab pengalaman dalam merawat

anak yang mengalami retardasi mental sebanyak

anaknya sudah lebih baik.12

1 orang (85,7%). (Tabel 1)

Tingkat pendidikan orang tua juga menjadi salah

Pada anak dengan retardasi mental diketahui

satu faktor yang memengaruhi pola asuh ter-

Vol. 13, No. 2, Juni 2014

79

DAMIANUS Journal of Medicine

hadap anaknya. Penelitian yang dilakukan Ling

dan emosional orang tuanya.17 Penelitian lain

menyebutkan orang tua dengan latar pendidikan

menemukan bahwa anak yang memiliki saudara

sekolah dasar dan menengah pertama tidak

kandung retardasi mental mampu mengekspre-

dapat merawat anaknya sebaik orang tua de-

sikan perasaan positif terhadap saudaranya,

ngan latar pendidikan yang lebih tinggi.13 Orang

seperti membimbing, mengasuh dengan sabar,

tua dengan latar pendidikan tinggi umumnya

pengertian, tanggung jawab, serta bersikap lebih

mengetahui tahap penerapan pola asuh yang

dewasa.18 Namun, hubungan tersebut dapat

sesuai dengan tahap perkembangan anaknya,

menjadi negatif karena anak dengan retardasi

sedangkan orang tua dengan latar pendidikan

mental memiliki perasaan takut, marah, pe-

rendah cenderung memiliki pengetahuan yang

rasaan bersalah, malu, dan cemas, sedangkan

terbatas tentang kebutuhan perkembangan

saudara yang normal perkembangannya merasa

anak, kurang menunjukkan pengertian, dan

takut akan memiliki masalah perilaku, emosi, dan

mendominasi anak.14

mental yang sama dengan saudaranya yang

Sebagian besar orang tua pada penelitian ini

menderita retardasi mental.19

bekerja sebagai pekerja swasta dan tidak beker-

Hasil penelitian ini didapatkan anak dengan re-

ja/ibu rumah tangga. Selain itu, diketahui orang

tardasi mental ringan lebih banyak dijumpai pada

tua, khususnya ibu, tidak menunjukkan adanya

anak laki-laki dibandingkan perempuan, yang

beban pekerjaan. Hal ini disebabkan karena

mana perbandingan tersebut tidak jauh berbeda

sebagian besar dari mereka bekerja sebagai ibu

dengan perbandingan di dunia, yaitu 1,2:1.2 Hal

rumah tangga, sehingga memiliki cukup waktu

ini disebabkan karena anak laki-laki lebih sering

dalam memberi perawatan dan pengasuhan.15

teridentifikasi masalah perilaku dan emosinya di sekolah, serta terlihat jelas perkembangan

Tingkat penghasilan rendah dapat memengaruhi fungsi keluarga. Beban psikososial yang dirasakan keluarga yang memiliki anak dengan retardasi mental berkaitan pula dengan ketidakmampuan keluarga untuk memenuhi fungsi ekonomi karena keluarga dipenuhi rasa cemas dan khawatir tentang masa depan, biaya hidup, dan pengobatan anaknya.16

neurologisnya seiring bertambahnya usia anak.19 Pola asuh yang paling banyak diterapkan orang tua penyandang retardasi mental ringan adalah pola demokratis. Anak yang dididik dengan pola asuh demokratis umumnya cenderung menunjukkan agresivitas (marah dan kebencian) yang bersifat sementara dalam tindakan konstruktif.9 Pola asuh tipe ini

Orang tua yang memiliki satu anak dengan retar-

lebih kondusif dalam mendidik karakter anak,

dasi mental menunjukkan dampak penyesuaian

khususnya anak dengan retardasi mental

atau coping stress yang baik. Hal ini dikarena-

ringan, karena orang tua bersikap rasional,

kan pengasuhan anak dengan retardasi mental

selalu mendasari tindakannya pada rasio/

tersebut dibantu oleh kakak atau adik kandung-

pemikiran, memprioritaskan kepentingan anak,

nya, sehingga mengurangi beban psikologis

namun tidak ragu-ragu mengendalikan anaknya

80

Vol. 13, No. 2, Juni 2014

Karakteristik pola asuh dan psikopatologi orang tua penyandang retardasi mental ringan di Sekolah Luar Biasa-C (SLBC) Harapan Ibu

(bebas bersyarat, tanggung jawab). Orang tua

Wawancara pada orang tua penyandang

juga bersikap realistis terhadap kemampuan

retardasi mental ringan dengan psikopatologi

anak, yaitu tidak berharap berlebihan yang

(gejala kejiwaan) positif didapatkan adanya

melampaui kemampuan anak dan memberikan

rasa khawatir yang berlebihan tentang masa

kebebasan kepada anak dengan perhatian.

depan anaknya; dan bagaimana nanti jika

Pola asuh ini akan menghasilkan karakteristik

anaknya tumbuh menjadi dewasa, namun

anak yang mandiri, mampu mengontrol diri,

tidak mampu memenuhi segala kebutuhan

mempunyai hubungan baik dengan teman,

dasarnya dan tidak mandiri. Anak yang orang

mampu menghadapi stres, mempunyai minat

tuanya psikopatologi positif merupakan faktor

terhadap hal-hal baru dan bersikap kooperatif

kontribusi yang bermakna dalam pola asuh

terhadap orang lain.8

orang tua yang tidak diharapkan (exposure)

Umumnya keluarga yang memiliki anak dengan retardasi mental mengalami banyak tantangan, membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mengasuh anaknya, terisolasi secara sosial, besarnya beban finansial, dan kurang dukungan sosial. Kondisi tersebut dapat berisiko terjadi psikopatologi (gejala kejiwaan) pada orang tua.20,21 Wawancara lebih lanjut dengan orang tua diketahui orang tua penyandang retardasi

dan timbulnya masalah kesehatan jiwa pada anak usia 6-12 tahun.9 Pola asuh orang tua tidak saja memengaruhi psikopatologi orang tua, tetapi juga anaknya. Anak yang memiliki orang tua dengan psikopatologi positif menunjukkan gangguan perilaku, fungsional kognitif yang buruk, mudah marah, insecure attachment, dan mengalami depresi yang dapat berlanjut hingga dewasa.23

mental harus menghadapi stigma dan diskrimi-

Sebagian besar responden kurang kooperatif

nasi lingkungan, khawatir dengan masa depan

saat dilakukan penelitian, sehingga data tentang

anak, serta hal-hal yang perlu dilakukan orang

permasalahan dalam pola pengasuhan anak

tua. Orang tua yang mempunyai anak dengan

dengan retardasi mental ringan kurang ter-

retardasi mental memiliki rerata skala depresi

eksplorasi. Selain itu, kuesioner yang digunakan

dan cemas yang lebih tinggi, parenting stress

untuk menilai psikopatologi kurang menggam-

yang lebih tinggi, dan perasaan yang tidak

barkan jenis psikopatologi orang tua penyandang

adekuat mengenai pola asuh.18 Penelitian lain

retardasi mental ringan.

menyebutkan pada ibu dengan psikopatologi positif dari anak penyandang retardasi mental sedang hingga berat usia 6-18 tahun menunjukkan sebanyak 22% mengalami gangguan emosi dan

KESIMPULAN

kecemasan, 17% mengalami Conduct Disorder,

Pola asuh yang diterapkan sebagian besar

11% mengalami Attention Deficit Hyperactivity

orang tua penyandang retardasi mental ringan

Disorder (ADHD), dan 8% mengalami Pervasive

adalah pola asuh non-exposure dengan ciri

Development Disorder (PDD).22

dominan adalah tipe A (demokratis). Sebagian Vol. 13, No. 2, Juni 2014

81

DAMIANUS Journal of Medicine

besar orang tua tidak menunjukkan gejala keji-

7. Grossman HJ. A manual on terminology and

waan (psikopatologi negatif). Orang tua dengan

classification in mental retardation. 3rd ed.

psikopatologi negatif dominan menerapkan pola

Washington DC: American Association on

asuh non-exposure (pola asuh yang diharapkan).

Mental Deficiency; 1983. 8. Baumrind D. Patterns of parental authority and adolescent autonomy. New Dir Child

DAFTAR PUSTAKA

Adolesc Dev; 2005;(108) 61-9.

1. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan

9. Surilena. Pola pengasuhan ODHA penasun

PPDGJ-III. Jakarta: FK Atmajaya; 2002.

pada anak usia 6-12 tahun yang terdampak

2. Zeldin AS, Bazzano ATF. Intellectual dis-

HIV/AIDS. Psychiatry, PhD [dissertation].

ability. Medscape [Internet]. 2014 [updated 2014 Feb 3, cited 2014 Sept 17]. Available from: http://emedicine.medscape.com/ article/1180709-overview#aw2aab6b2b4aa. 3. Fujiura GT, Park HJ, Rutkowsk-Kmitta V. Disability statistics in the developing world: A reflection on the meaning of our numbers. J Appl Res Intellect Disability. 2005; 18: 295-304.

Jakarta: Universitas Indonesia; 2011. 10. Brown MA, McIntyre LL, Crnic KA, Baker BL, Blacher J. Preschool children with and without developmental delay: Risk, parenting, and child demandingness. J Ment Health Res Intellect Disabil; 2011: 4: 206-26. 11. Dogar IA, Azeem MW, Shah S, Cheema MA, Asmat A. Anxiety and depression among parents of children with mental retardation.

4. David M, Dieterich K, Billette de Villemeur A, Jouk PS, Counillon J, Larroque B, et al. Prevalence and characteristics of children with mild intellectual disability in a French county. J Intellect Disabil Res. 2014;58(7):591-602.

European Psychiatry. 2013;28(1):1. 12. Rofiut D. Penerimaan orang tua yang memiliki anak retardasi mental ditinjau berdasarkan anak kandung dan anak angkat. Bachelor [thesis]. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan; 2009.

5. Harnowo PA. Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia diperkirakan 4,2 juta. Detikhealth [Internet]. 2013 Jul 17 [cited 2014 Sep 23]. Available from: http://health.

13. Fan L. Self-care behaviors of school-aged children with heart disease. Pediatr Nurs; 2008: 34(2): 131-8.

detik.com/read/2013/07/17/184234/230616

14. Hetherington EM, Parke RD. Child psychol-

1/1301/jumlah-anak-berkebutuhan-khusus-

ogy: A contemporary viewpoint. 4th ed. New

di-indonesia-diperkirakan-42-juta.

York: McGraw-Hill Inc; 1993.

6. Armatas V. Mental retardation: definitions,

15. Serr J, Mandleco B. Linkages between de-

etiology, epidemiology diagnosis. J Sport

pression and caregiver burden in parents

Health Res. 2009;1(2):112-22.

raising children with disabilities. 18th sigma

82

Vol. 13, No. 2, Juni 2014

Karakteristik pola asuh dan psikopatologi orang tua penyandang retardasi mental ringan di Sekolah Luar Biasa-C (SLBC) Harapan Ibu

Theta Tau International Nursing Research Congress Focusing on Evidence-Based Practice; Vienna, Austria; 2007: 6.

New York: Delmar; 1999: 583-606 20. McConkey R, Truesdale-Kennedy M, Chang MY, Jarrah S, Shukri R. The impact on moth-

16. Sethi S, Bhargava SC, Dhiman V. Study of

ers of bringing up a child with intellectual

level of stress and burden in the caregivers

disabilities: Across-cultural study. Int J Nurs

of children with mental retardation. Eastern

Stud; 2008; 45(1): 65-74.

Journal of Medicine; 2007: 12: 21-4.

21. Baxter C. Investigating stigma as stress in

17. Khodarahimi S, Ogletree SL. Birth order, family size, and positive psychological constructs: What roles do they play for Iranian adolescents and young adults. The Journal of Individual Psychology; 2011: 67(1):41. 18. Schaefer E, Edgerton M. The sibling inventory of behaviour. Unpublished Manuscript. Chapel Hill: University of North California; 1981.

social interactions of parents. Journal of Intellectual Research;2008: 1365-88. 22. Dekker MC, Koot HM. DSM-IV disorders in children with borderline to moderate intellectual disability: Prevalence and impact. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry; 2003: 42(8): 915-22. 23. Whitely J. A model of general self-concept for student with learning disabilities: Does

19. Hitchcock JE, Schubert PE, Thomas SA. Community health nursing caring in action.

class placement play a role? Dev Disabil Bull; 2008: 36: 106-34.

Vol. 13, No. 2, Juni 2014

83