KEANEKARAGAMAN PLANKTON DAN KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS AIR

Download 2 Sep 2008 ... Penelitian tentang “Keanekaragaman Plankton dan Keterkaitannya ..... dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosi...

0 downloads 486 Views 777KB Size
KEANEKARAGAMAN PLANKTON DAN KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS AIR DI PARAPAT DANAU TOBA

TESIS

Oleh

YAZWAR 067030022/BIO

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

KEANEKARAGAMAN PLANKTON DAN KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS AIR DI PARAPAT DANAU TOBA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

YAZWAR 067030022/BIO

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

Judul Tesis

Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

: KEANEKARAGAMAN PLANKTON DAN KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS AIR DI PARAPAT DANAU TOBA : Yazwar : 067030022 : Biologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc) Ketua

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) Anggota

Ketua Program Studi,

Direktur,

(Dr. Dwi Suryanto, M.Sc)

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

Tanggal Lulus: 2 September 2008

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

Telah diuji pada Tanggal 2 September 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc

Anggota

: 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS 2. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D 3. Dr.Dwi Suryanto, M.Sc.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

PERNYATAAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 2 September 2008

Yazwar

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

ABSTRAK

Penelitian tentang “Keanekaragaman Plankton dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air di Parapat Danau Toba” telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2008. Sampel diambil dari tiga stasiun pengamatan, dan pada setiap stasiun pengamatan dilakukan sembilan kali ulangan. Titik pengambilan sampel ditentukan dengan menggunakan metode Purposive Random Sampling. Sampel diambil dengan menggunakan Plankton Net. Identifikasi sampel dilakukan dilaboratorium Ekologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 7 kelas plankton yang terdiri dari 3 kelas fitoplankton yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Xanthophyceae dan 4 kelas zooplankton yaitu Calanoida, Crustaceae, Cyclopoida, dan Monogononta. Nilai kelimpahan, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran rata- rata tertinggi terdapat pada Stasiun I yaitu dari genus Trichocerca dari kelas Monogononta sebesar 126,98 ind/L, 10,07 % dan 100 % sedangkan nilai kelimpahan, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran yang terendah adalah dari genus Bacillaria, Coscinodiscus dari kelas Bacillariophyceae, genus Pleurodiscus, Sphaeroplea dari kelas Chlorophyceae dan dari genus Chlorobotrys dari kelas Xantophyceae sebesar 18,14 ind/L, 1,44 % dan 22,22 %. Nilai indeks keanekaragaman tertinggi yaitu 3,36 ditemukan pada Stasiun 3 sedangkan nilai indeks keanekaragaman terendah yaitu 3,06 yang ditemukan pada Stasiun 2. Nilai indeks keseragaman tertinggi yaitu 0,99 terdapat pada Stasiun 2 dan yang terendah yaitu 0,95 yang terdapat pada stasiun 1. Nilai Indeks Similaritas tertinggi yaitu 79,31% antara Stasiun 2 dan 3, sedangkan yang terendah sebesar 58,33%.antara Stasiun 1 dan 2. Uji statistic Kruskal- Wallis menunjukkan bahwa suhu, kecerahan, COD, DO, fosfat, nitrit, amoniak, besi dan klorida berbeda sangat nyata antara ketiga stasiun penelitian. Uji t Hutcheson menunjukkan nilai indeks keanekaragaman dan kelimpahan plankton antara Stasiun 1 dan Stasiun 2, Stasiun 1 dan Stasiun 3 berbeda sangat nyata, sedangkan antara Stasiun 2 dan Stasiun 3 hanya berbeda nyata. Kualitas air berdasarkan sifat fisika-kimia Perairan Danau Toba menurut PP No. 82 Tahun 2001 dan Metode Storet tergolong tercemar sedang sampai berat. Kata kunci: Plankton, Danau Toba.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

ABSTRACT

The research about “The Diversity of Plankton and its Correlation to the Quality Water of Lake Toba, Parapat, has been done in January to March 2008. Samples were taken from three observation Stations and in every observations station performed nine times. Sample point was determined by using Purposive Random Sampling, samples were taken by using Plankton Net, and sample identification established in Ecology, laboratory of Biology study program, mathematics and Natural Science faculty of North Sumatera University, Medan. Based on the research show 7 classes of Plankton which including 3 classes of Phytoplankton such as bascillariophyceace, Chloirophyceace, Xanthophyceace and 4 classes of zooplankton such as Calanoida, Crustaceae, Cyclopoida, and Monogononta. The overflowing grade, relative density and the highest average presentation frequency found in Station I form Trichocerca from Monogonta class for about 126,98 ind/L, 100% and 100% whereas the overflowing grade, relative density and the lowest presentation frequency is derived from Bacillaria gen, Coscinodiscus form bacillariophyceae class, Pleurodiscus genus, Sphaerophlea from Chlorophyceae and Chlorobotrys genus from Xanthophyceae class for amount 18,14 ind/L, 1,44% and 22,22%. The highest variety index grade is 3,36 found in Station 3 meanwhile the lowest variety index grade is 3,06 found in Station2. The highest similarity index is 0,99 found in Station 2 and the lowest is 0,95 found in Station I. The highest similarity index is 79,31% between Station 2 and 3, whereas the lowest is about 58, 33% between Station 1 and 2. The Kruskal-Wallis statistics test shows that temperature, clarity, COD, DO, phosphate, Nitrite, Ammonia, Iron and Chloride significant difference r among the three research stations. The t Hutcheson test shows variety index grade and plankton overflowing between Station 1 and 2, Station 1 and 3 different very significant whereas between Station 2 and 3 just significant difference. The water quality based on physical chemical nature, of Lake Toba Waterway according to PP No.82 year 2001 and Storet Method is in middle to high poluted. Keywords: Plankton, Lake Toba.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan ridhoNya penulis dapat menyelesaikan penelitian “Keanekaragaman Plankton dan Keterkaitannya dengan Kualitas Air di Parapat Danau Toba”. Penelitian dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof.Dr.Ing.Ternala Alexander Barus, M.Sc. sebagai Dosen Pembimbing I dan Prof.Dr.Retno Widhiastuti, MS. sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian sampai selesainya penyusunan hasil penelitian ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof.Ir.Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D dan Dr.Dwi Suryanto, M.Sc., sebagai Penguji

yang

telah

banyak

memberikan

arahan

dan

masukan

dalam

penyempurnaan penyusunan hasil penelitian ini. 2. Dr.Dwi Suryanto, M.Sc., sebagai Ketua Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. 3. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Sekolah Pascasarjana Program Studi Biologi Universitas Sumatera Utara Medan yang telah membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

4. Gubernur Propinsi Sumatera Utara dan Ketua Bapeda Sumatera Utara yang telah memberikan Beasiswa S-2 kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi S2. 5. Istri (Riska Suar Handayani) dan anak-anakku tercinta (Adilla dan Putri), Mertua (Suriono dan Marliana), Abang (Hendra), serta Adik (Riza). 6. Dr. Binari Manurung dan Keluarga yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian penulisan Tesis. 7. Keluarga Besar SMA Negeri 8 Medan 8. Teman-teman dalam tim penelitian dan adik-adik mahasiswa yang telah meluangkan waktunya menemani penulis sejak awal survei sampai pada saat penelitian. Akhir kata semoga Allah selalu memberi rahmatNya dalam kita mengejar ilmu dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Medan,

Juli 2008

Penulis

YAZWAR

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

RIWAYAT HIDUP

YAZWAR dilahirkan pada tanggal 6 Januari 1967 di Medan Propinsi Sumatera Utara. Anak dari pasangan Ayah, Drs. Danhar (Alm) dan Ibu, Mainiar (Alm) sebagai anak ke 2 dari 4 bersaudara. Tahun 1979 penulis lulus dari SD Negeri 52 Medan. Pada tahun 1982 lulus dari SMP Negeri 16 Medan dan tahun 1985 lulus dari SMA Negeri 11 Medan. Pada tahun 1985 meneruskan pendidikan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU Medan Jurusan Pendidikan Biologi Program Diploma 3 untuk Guru SMA dan tamat tahun 1988. Pada bulan November 1988 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di SMA Negeri Sungai Pakning Riau. Tahun 1992 pindah ke SMA Negeri 8 Medan hingga saat ini. Pada tahun 1993 melanjutkan pendidikan S1 IKIP Negeri Medan Jurusan Biologi tamat tahun 1995. Tahun 2006 mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan di Program Magister (S2) di Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan Beasiswa dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ..................................................................................................... ABSTRACT ................................................................................................... KATA PENGANTAR................................................................................... RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

i ii iii v vi viii ix x

BAB

I

1 1 4 5 5

BAB

II : TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 2.1 Ekosistem Air................................................................... 2.2 Ekosistem Danau ............................................................. 2.3 Ekosistem Danau Toba .................................................... 2.4 Plankton dan Pembagiannya ............................................ 2.5 Ekologi plankton.............................................................. 2.6 Faktor fisik kimia mempengaruhi keanekaragaman Plankton ...........................................................................

6 6 6 9 10 13

BAB

III : DESKRIPSI AREA .................................................................

22

BAB

IV : BAHAN DAN METODA ....................................................... 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian.......................................... 4.2 Pengambilan sampel plankton ........................................ 4.3 Pengukuran faktor fisik dan kimia perairan..................... 4.4 Pengamatan di Laboratorium........................................... 4.5 Analisis Data ................................................................... 4.6 Penetuan Status Mutu Air dengan Metode Storet............

25 25 25 26 28 29 33

: PENDAHULUAN.................................................................... 1.1 Latar Belakang Masalah .................................................. 1.2 Permasalahan .................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................. 1.4 Manfaat penelitian ...........................................................

14

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

BAB

V : HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6

BAB

Sifat Fisika dan Kimia Perairan ................................ Sifat Fisika-Kimia Perairan Danau Toba berdasarkan Metode Storet................................................................... Coliform Perairan Danau Toba ........................................ Nilai Kelimpahan Plankton (K), Kepadatan Relatif (KR), dan Frekuensi Kehadiran (FK)......................................... Nilai Keanekaragaman (H’) dan Keseragaman (E) dan Uji Perbedaan dan Keseragaman (Uji t Hutcheson) ........ Nilai Kesamaan (IS).........................................................

VI : KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 6.1 6.2

Kesimpulan .............................................................. Saran .....................................................................

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….

35 35 48 50 52 56 60

64 64 65 66

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

DAFTAR TABEL

No

2.1.

Judul

Halaman

Pengelompokkan plankton berdasarkan ukuran dan contoh biota umumnya ................................................................................

13

4.1.

Parameter Fisika-Kimia, Satuan, Alat dan Tempat Pengukuran .....

28

4.2

Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air ..............

34

5.1.

Hasil Pengukuran Faktor Fisika - Kimia Perairan Danau Toba Pada Tiga Stasiun Pengamatan........................................................

35

Ratio nilai rata-rata BOD5 : COD yang diukur pada 3 stasiun pengamatan .....................................................................................

42

Kondisi Fisika-Kimia Air Yang Terdapat di Perairan Danau Toba menurut Metode Storet...........................................................

49

Hasil Uji Coliform pada Tiga Stasiun Penelitian di Perairan Danau Toba .....................................................................................

51

Nilai Kelimpahan (KP ind./liter), Kepadatan Relatif (KR%) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Plankton pada tiga stasiun penelitian di Perairan Danau Toba .................................................

52

Nilai Keanekaragaman (H’) dan Keseragaman (E) dari komunitas plankton pada setiap stasiun penelitian..........................

56

Nilai th pada Uji Perbedaan Keanekaragaman dan Kepadatan Komunitas Plankton antar Tiga Stasiun Pengamatan......................

59

Nilai Kesamaan (IS) dari Komunitas Plankton pada antar Stasiun Pengamatan di Perairan Danau Toba..................................

60

Nilai Analisis Korelasi Pearson antara Indeks Keanekaragaman dengan Faktor Fisik-Kimia..............................................................

61

5.2 5.3. 5.4. 5.5

5.6 5.7. 5.8. 5.9.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

DAFTAR GAMBAR

No.

Judul

Halaman

3.1.

Perairan Danau Toba sebagai tempat dilakukannya penelitian .......

22

3.2.

Lokasi penelitian di Perairan Danau Toba Parapat .........................

23

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Judul

Halaman

1.

Data Plankton Hasil Penelitian........................................................

70

2.

Lokasi Penelitian .............................................................................

73

3.

Gambar Plankton Hasil Identifikasi ................................................

75

4.

Foto-foto Penelitian .........................................................................

79

5.

Contoh Perhitungan (K,KR, F, FR, INP, H’ dan IS).......................

81

6.

Nilai Analisis Korelasi Pearson antara Indeks Keanekaragaman Dengan Faktor Fisik-Kimia setiap Stasiun dengan Metode Komputerisasi SPSS Versi 16 .........................................................

83

7.

Surat Keterangan Hasil Analisis Laboratorium ..............................

85

8.

Hasil Analisis Mikroba....................................................................

86

9.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.........

88

Cara Kerja Metode MPN (Most Probability Number) ....................

89

10.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Latar Belakang Masalah Danau Toba yang merupakan danau yang terbesar di Indonesia, dengan luas permukaan ±112.970 ha dengan perairan terdalam berkisar 435 m terletak pada ketinggian 995 di atas permukaan laut. Danau Toba terletak antara 2-3 LU dan 98-99 BT. Dasar danau kebanyakan terdiri dari batu-batuan dan pasir. Pada bagian tertentu terdapat endapan lumpur dan daerah sekitar Danau Toba dikelilingi oleh perbukitan (Ondara, 1969 dalam Eyanoer et al, 1980). Danau ini merupakan sumberdaya air yang mempunyai nilai yang sangat penting ditinjau dari segi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Hal ini berkaitan dengan fungsi Danau Toba sebagai habitat berbagai jenis organisme air, sebagai sumber air minum bagi masyarakat sekitarnya, sebagai sumber air untuk kegiatan pertanian dan budidaya perikanan serta untuk menunjang berbagai jenis industri, seperti kebutuhan untuk industri pembangkit listrik Sigura–Gura dan Asahan. Tak kalah pentingnya adalah fungsi Danau Toba sebagai kawasan wisata yang sudah terkenal ke mancanegara dan sangat potensial untuk perkembangan kepariwisataan di Sumatera Utara. Berbagai penelitian di Danau Toba memberikan indikasi bahwa telah terjadi penurunan kualitas air, khususnya pada lokasi-lokasi yang banyak terkena dampak dari kegiatan masyarakat. Hasil analisis laboratorium terhadap sampel air danau yang

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

diambil pada waktu terjadinya kematian massal ikan mas di Perairan Haranggaol Danau Toba pada bulan November 2004 menunjukkan bahwa nilai kelarutan oksigen atau Disolved Oxygen (DO) telah turun pada nilai yang sangat rendah yaitu sebesar 2,95 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan oksigen sudah sangat terbatas (Barus, 2004). Selanjutnya nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) sebesar 14 mg/l memberikan indikasi tingginya bahan organik dalam air. Bahan organik tersebut kemungkinan berasal dari sisa pakan yang tidak habis dikonsumsi oleh ikan budidaya. Demikian juga konsentrasi zat–zat nutrisi seperti nitrogen dan fosfor telah jauh melebihi ambang batas yang ditetapkan (Barus, 2004). Jika dibandingkan hasil analisis kualitas air pada budidaya ikan di Perairan Haranggaol dengan hasil analisis kualitas air di beberapa lokasi di Perairan Danau Toba, di lokasi penelitian Parapat, Simanindo, dan Balige konsentrasi zat–zat nutrisi juga telah melewati baku mutu yang ditetapkan. Kegiatan budidaya ikan dalam jaring apung ternyata menghasilkan senyawa nitrit yang tinggi pada perairan melalui proses nitrifikasi. Hasil analisis yang sama juga diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Terangna et al, (2002) yang melakukan penelitian tentang sifat fisik, kimia, dan biologi di beberapa lokasi di ekosistem Danau Toba. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Terangna et al, (2002) menunjukkan bahwa pada lokasi yang terletak di tengah danau (sekitar 500 m dari pinggir danau) kecerahan air mencapai kedalaman 11–14 m dengan kandungan nutrisi dalam air masih rendah dan kadar oksigen masih terdeteksi sampai dasar danau pada kedalaman antara 200–500 m, sehingga perairan danau masih tergolong Oligotrofik (miskin zat Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

hara). Pada lokasi penelitian yang dekat dengan pemukiman dan lokasi budidaya ikan dalam jaring apung terdeteksi kadar nutrisi yang tinggi serta ditandai dengan pertumbuhan eceng gondok yang cukup subur. Kondisi Oligotrofik Danau Toba menyebabkan daya dukung danau untuk perkembangan dan pertumbuhan organisme air seperti plankton dan bentos sangat terbatas. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan di beberapa kawasan Danau Toba menunjukkan bahwa populasi plankton dan bentos di Danau Toba adalah rendah (Barus, 2004). Komunitas plankton (fitoplankton dan zooplankton) merupakan basis dari terbentuknya suatu rantai makanan, oleh sebab itu plankton memegang peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem danau. Permasalahan utama yang dialami ekosistem Danau Toba terutama adalah penurunan kualitas air sebagai akibat dari berbagai limbah yang dibuang ke dalam danau sehingga menimbulkan pencemaran, seperti limbah domestik/perhotelan, limbah pertanian, limbah dari budidaya perikanan di dalam jaring apung, serta limbah minyak yang berada dari aktivitas transportasi air. Hal ini terutama dapat dilihat di kawasan sekitar Parapat, Haranggaol, Balige dan Tongging. Zat–zat yang terlarut dalam suatu perairan dapat berupa partikel-partikel, sedimen dan materi organik. Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut di dalam air maka air akan semakin keruh, sehingga produktivitas primer menurun. Faktor ini dapat menyebabkan pertumbuhan fitoplanton menurun dan juga meningkat. Dengan meningkatnya pertumbuhan fitoplankton maka nutrisi yang dibutuhkan organisme aquatik akan terpenuhi dan nilai produktivitas primer juga meningkat, sebaliknya jika pertumbuhan fitoplankton menurun yang disebabkan oleh limbah buangan baik itu Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

dari aktivitas manusia seperti limbah yang berasal dari hotel, transportasi, sisa pakan maka nilai produktivitas primer juga menurun. Hal ini juga mengakibatkan kualitas air menurun. Penelitian mengenai keanekaragaman plankton suatu badan perairan senantiasa banyak mendapat perhatian dari para ahli yang berkecimpung dalam bidang limnologi dan oseanografi. Karena dengan mengetahui keanekaragaman plankton yang dimiliki oleh suatu ekosistem perairan akan dapatlah diketahui tingkat kesuburan dari perairan tersebut, apakah

termasuk dalam kategori eutrofik,

mesotrofik atau oligotrofik (Lehmusluoto, 1977 ; Odum, 1994). Pengetahuan kategori trofik ini penting dalam hubungannya dengan pemanfaatannya. Russel (1970) misalnya menyatakan, perairan (danau) yang termasuk eutrofik sangat baik dimanfaatkan untuk perikanan, sedangkan yang oligotrofik ideal dimanfaatkan sebagai resorvoir air minum. Dengan bertitik tolak dari permasalahan yang ditimbulkan oleh Perairan Danau Toba, perlu dilakukan penelitian tentang keanekaragaman plankton di Perairan Danau Toba pada lokasi yang banyak mendapat pengaruh dari aktifitas masyarakat.

1.6 Permasalahan Rumusan

masalah

pada

penelitian

ini

adalah

:

”Bagaimanakah

keanekaragaman dan kelimpahan plankton di Perairan Danau Toba dalam hubungannya dengan kualitas (sifat fisiko-kimia dan biologi) perairannya yang acapkali mendapat pengaruh oleh berbagai aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat yang datang, bekerja dan yang tinggal di sekitarnya”. Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

1.7 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan plankton yang terdapat di Perairan Danau Toba dalam hubungannya dengan kualitas (sifat fisiko-kimia dan biologi) yang dimiliki oleh Perairan Danau Toba”.

1.8 Manfaat penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi : 1. Melengkapi data tentang keanekaragaman dan kelimpahan plankton di Perairan Danau Toba. 2. Menambah khazanah pengetahuan dalam Planktonologi, Limnologi maupun Ekologi Perairan. 3. Melengkapi data sifat fisika–kimia perairan sekaligus juga memberikan informasi kualitas air yang terdapat di Perairan Danau Toba. 4. Sebagai bahan informasi bagi Pemerintah Daerah, beserta instansi terkait dalam rangka pengelolaan, pengembangan dan pelestarian Danau Toba.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Ekosistem Air Sistem perairan yang menutupi ¾ bagian dari permukaan bumi dibagi dalam dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut. Dari kedua sistem perairan tersebut air laut mempunyai bagian yang paling besar yaitu lebih dari 97%, sisanya adalah air tawar yang sangat penting artinya bagi manusia untuk aktivitas hidupnya (Barus, 1996). Ekosistem air tawar secara umum dibagi dalam dua kategori utama yaitu perairan lentik (perairan tenang) misalnya danau dan perairan lotik (perairan mengalir) yaitu sungai

(Michael, 1984).

Menurut Brotowidjoyo et al, (1995),

ekosistem air tawar memiliki ciri-ciri seperti kadar garam rendah karena itu tekanan osmosis rendah, menyebabkan organisme yang hidup dalam air tawar itu berorgan tubuh yang dapat mengatur tekanan osmosis. Biasanya habitat air tawar itu mengering secara periodik dan berlangsung lama atau sering ada stagnasi (bendung air, tingkat kekeruhan tinggi, fluktuasi, suhu dan konsentrasi gas yang larut dalam air tawar lebih besar dari air laut).

2.8 Ekosistem Danau Danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan. Bagi manusia kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya. Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

6

Keberadaan ekosistem danau memberikan fungsi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia (rumah tangga, industri, dan pertanian). Beberapa fungsi danau secara ekosistem adalah sebagai berikut : 1. Sebagai sumber plasma nutfah yang berpotensi sebagai penyumbang bahan genetik. 2. Sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora dan fauna yang penting. 3. Sebagai sumber air yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat sekitarnya (rumah tangga, industri dan pertanian). 4. Sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah. 5. Memelihara

iklim

mikro,

dimana

keberadaan

ekosistem

danau

dapat

mempengaruhi kelembaman dan tingkat curah hujan setempat. 6. Sebagai sarana tranportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian dari tempat satu ke tempat lainnya. 7. Sebagai penghasil energi melalui PLTA. 8. Sebagai sarana rekreasi dan objek pariwisata. (http://www.penataan_ruang_net_taru/nspm/2/bab I.pdf) Dua hal lain yang ditawarkan ekosistem danau adalah: 1. Sebagai sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri. 2. Sebagai sistem pembuangan yang memadai dan paling murah. (Connell & Miller, 1995)

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 Pasal 1 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan sumber air ialah semua wadah alamiah dan yang telah dibuat oleh orang, seperti sungai, danau, waduk, mata air, dan sebagainya. Danau sebagai salah satu sumber air, pengelolaannya tidak dapat berdiri sendiri, harus diintegrasikan ke dalam pengelolaan DAS sebagai kesatuan wilayah, begitu pula pemanfaatannya. Pemanfaatan danau sebagai sumber air menurut Pasal 8 ayat (2), memiliki prioritas sebagai air minum, rumah tangga, pertahanan, keamanan, peribadatan, pertanian, peternakan perkebunan, perikanan, industri, pertambangan dan lalu lintas air. Sebagai sumber air paling praktis, danau sudah menyediakannya melalui terkumpulnya air secara alami melalui aliran permukaan yang masuk ke danau, aliran sungai-sungai yang menuju ke danau dan melalui aliran di bawah tanah yang secara alami mengisi cekungan di muka bumi ini. Bentuk fisik danaupun memberikan daya tarik sebagai tempat membuang yang praktis. Menurut Connel & Miller (1995), jika semua dibiarkan demikian, mengakibatkan danau tidak bertahan lama berada di muka bumi. Saat ini terlihat ekosistem danau tidak dikelola sebagaimana mestinya. Sebaliknya, untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan cara bermukim manusia, atau bahkan kawasan ini sering dirombak untuk menampung berbagai bentuk kegiatan manusia seperti permukiman, prasarana jalan, saluran limbah rumah tangga, tanah pertanian, rekreasi dan sebagainya.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

Sementara, kondisi ekosistem danau tidak lepas dari pengaruh kondisi sungaisungai yang mengalir masuk (inlet) bagi danau. Danau merupakan bagian hulu dari Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS telah mengalami degradasi lingkungan, akibat kegiatan-kegiatan pembangunan pada sektor pertanian, kehutanan, perikanan, pariwisata dan industri. Hal ini mengakibatkan perubahan penggunaan lahan yang selain memberikan manfaat juga menimbulkan dampak negatif terhadap fungsi ekologi, ekonomi, dan estetika ekosistem danau. (http://www.penataan_ruang_net_taru/nspm/2/bab I.pdf)

2.9 Ekosistem Danau Toba Danau Toba merupakan danau vulkano tektonis akibat proses tanah terban (subsidence) yang terjadi karena bagian dalamnya berupa magma naik ke permukaan melalui celah tektonik membentuk gunung api. Ruang yang ditinggalkan oleh magma membentuk rongga di dalam kerak bumi dan kemudian beban di permukaan mengalami terban yang terpotong menjadi beberapa bagian. Bagian yang cukup besar berada di bagian tengah dengan posisi miring ke arah barat berupa Pulau Samosir dan bagian lain yang posisinya lebih rendah selanjutnya tergenang air membentuk danau. Erupsi magma di bagian barat yang muncul ke permukaan membentuk gunung api Pusuk Bukit sedangkan di sekeliling bagian yang terbentuk dinding terjal atau Caldera Rim. Dilihat dari aktifitas kegempaannya daerah Danau Toba termasuk daerah yang memiliki aktifitas kegempaan yang cukup tinggi, dimana aktifitas kegempaan ini dipengaruhi oleh patahan besar Sumatera. Jumlah kejadian gempa

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

daerah

Danau

Toba

setiap

tahunnya

umumnya

berkisar

100

kejadian

(http://www.pempropsu.go.id/ongkam.php?me=tobal). Kawasan Danau Toba termasuk ke dalam Type E2 menurut klasifikasi Oldeman, dan berdasarkan Schmidt dan Fergusson termasuk Type A. Curah hujan tahunan mencapai kurang lebih 2000 mm, suhu udara berkisar antara 16,5 hingga 29° Celcius, kelembaban udara rata-rata berkisar 85%, arah angin dominan dari arah Tenggara hingga Selatan dengan kecepatan rata-rata 3 Knots. Kawasan Danau Toba mengalami 2 puncak hujan sepanjang tahun dimana puncak hujan pertama terjadi pada bulan April dan puncak kedua pada bulan Nopember. Berdasarkan keadaan nutrisinya Danau Toba tergolong danau yang memiliki kandungan nutrien sedikit dan produktivitas primernya juga rendah, kondisi ini disebut oligotropik (Payne, 1986). Danau oligotropik mengandung senyawa anorganik dan konsentrasi oksigen pada bagian hipolimnion tinggi dan jumlah organismenya rendah tetapi keanekaragaman spesiesnya tinggi. Peruntukan dari danau oligotropik adalah untuk sumber air minum (Barus, 2004).

2.10Plankton dan Pembagiannya Plankton adalah organisme baik tumbuhan maupun hewan yang umumnya berukuran relatif kecil (mikro), hidup melayang-layang di air, tidak mempunyai daya gerak/kalaupun ada daya gerak relatif lemah sehingga distribusinya sangat dipengaruhi oleh daya gerak air, sepeti arus dan lainnya (Nybakken, 1992). Plankton terbagi dua jenis yakni plankton tumbuhan (fitoplankton) dan plankton hewan

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

(zooplankton) (Newel & Newel, 1977). Plankton diaplikasikan untuk seluruh hewan dan tumbuhan yang hidup secara bebas di air karena keterbatasan pergerakannya atau secara pasif melawan arus perairan karena memiliki flagel (Heddy & Kurniati, 1996). Sebagian besar plankton yang memiliki flagel dapat berenang aktif. Plankton yang termasuk golongan ini adalah Prasinophyceae, Cryptophyceae, Haptophyceae, Chrysophyceae dan Dinophyceae, sedangkan dua kelompok plankton lainnya di atom dan Alga Biru Hijau tidak dapat berenang karena tidak memiliki flagel (Fogg, 1975). Berdasarkan daur hidupnya plankton dibedakan menjadi dua yakni plankton yang bersifat plantonik hanya pada sebagian besar daur hidupnya, misal embrio disebut mesoplankton, sedangkan organisme seluruh daur hidupnya bersifat plankton disebut holoplankton (Nybakken, 1992). Menurut Basmi (1992), mengelompokkan plankton berdasarkan beberapa hal yakni : 1. Nutrien pokok yang dibutuhkan, terdiri atas : a. Fitoplankton, yakni plankton nabati (>90% terdiri dari algae) yang mengandung klorofil yang mampu mensintesis nutrien-nutrien anoganik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar surya. b. Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dari jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis, dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisasisa organisme lain yang telah mati.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

c. Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung pada organisme lain yang masih hidup maupun partikel-partikel sisa organisme, seperti detritus dan debris. Disamping itu plankton ini juga mengkonsumsi fitoplankton. 2. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas : a. Limnoplankton, yakni plankton yang hidup di air tawar. b. Haliplankton, yakni plankton yang hidup di laut c. Hipalmiroplankton, yakni plankton yang hidupnya di air payau d. Heleoplankton, yakni plankton yang hidupnya di kolam. 3. Berdasarkan ada tidaknya sinar ditempat mereka hidup, terdiri atas : a. Hipoplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona afotik. b. Epiplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona eufotik c. Batiplankton, yakni plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang juga umumnya tanpa sinar. Baik hipoplankton maupun batiplankton terdiri dari zooplankton seperti mysid dari jenis Crustaceae dan hewan-hewan planktonis yang tidak membutuhkan sinar. 4. Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan berkembang dari perairan itu sendiri dan ada yang berasal dari luar, terdiri atas : a. Autogenetik plankton, yaitu plankton yang berasal dari perairan itu sendiri. b. Allogenetik plankton, yakni plankton yang datang dari perairan lain (hanyut terbawa oleh sungai atau arus). Hal ini dapat diketahui sekitar muara sungai.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

Menurut Arinardi, (1995) secara umum plankton dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran dan contoh biotanya, seperti tertara pada Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1.

Pengelompokkan Plankton Berdasarkan Ukuran Dan Contoh Biota Umumnya

Kelompok A. Plankton Non Net 1. Ultrananoplankton 2. Nanoplankton 3. Mikroplankton B. Plankton Net 1. Mesoplankton 2. Mikroplankton 3. Makroplankton 4. Megaplankton

Ukuran 2 μm 2 – 20 μm 20 – 200 μm

0,20 – 20 mm 2 – 20 mm 20 – 200 mm >200 mm

Biota Umum Bakteri Fungi, Flagellata, dan Diatoma kecil Sebagian, Fitoplankton, Foraminifera, Ciliata, dan Rotifera Copepoda, Cladocera Cephalopoda, Euphasid Copepoda Cyanea, Schiphozoa

2.11Ekologi Plankton Kehadiran plankton di suatu ekosistem perairan sangat penting, karena fungsinya sebagai produsen primer atau karena kemampuannya dalam mensintesis senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis (Heddy & Kurniati, 1996). Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air disebut sebagai produktivitas primer. Fitoplankton hidup terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Barus, 2001). Dalam pertumbuhannya fitoplankton membutuhkan nutrisi baik makro nutrisi. Elemen yang termasuk dalam makro nutrisi terdiri dari : C, H, O, N, S, P, K, Mg, Ca, Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

Na, dan Cl, sedangkan mikro nutrisi terdiri dari Fe, Mg, Co, Zu, B, Si, Mm, dan Cu. Elemen tersebut merupakan penyusun sel plankton sama dengan sel tumbuhan (Bold & Wayne, 1985). Distribusi zooplankton dan fitoplankton tidak merata karena fitoplankton mengeluarkan bahan metabolik yang membuat zooplankton tertarik terhadap fitoplankton. Jumlah dan distribusi musiman plankton maupun zooplankton dapat diketahui berdasarkan beberapa faktor pembatas seperti suhu, penetrasi cahaya dan konsentrasi unsur hara seperti nitrat dan fosfat dalam suatu perairan (Barus, 2004).

2.12Faktor Fisik Kimia Mempengaruhi Keanekaragaman Plankton Menurut Nybakken (1992), sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik seperti plankton, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik perairan. Dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya akan diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan. Faktor abiotik (fisik kimia) perairan yang mempengaruhi kehidupan plankton antara lain : a. Suhu Dalam setiap penelitian pada ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di air serta semua aktivitas biologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh suhu. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan suhu sebesar 10°C Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

(hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkat aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisma sebesar 2-3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vagestasi) dari pepohanan yang tumbuh di tepi (Brehm & Meijering, 1990 dalam Barus, 1996). Hutapea (1990) dalam Azwar (2001), menyatakan bahwa perbedaan suhu pada suatu perairan dipengaruhi oleh 4 faktor, yakni: (1) variasi jumlah panas yang diserap, (2) pengaruh konduksi panas (3) pertukaran tempat massa air secara lateral oleh arus dan (4) pertukaran air secara vertikal. Menurut Soetjipta (1993) dalam Azwar (2001), bahwa suhu yang dapat ditolerir oleh organisme pada suatu perairan berkisar antara 20-30°C, selanjutnya Isnansetyo & Kurniastuti (1995) mengatakan suhu yang sesuai dengan fitoplankton berkisar antara 25-30°C, sedangkan suhu untuk pertumbuhan dari zooplankton berkisar antara 15 – 35°C. b. Penetrasi cahaya Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu ekosistem perairan. Nilai ini sangat penting dalam kaitannya dengan laju fotosintesis. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentifikasikan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton di suatu perairan (Barus, 2001; Sunin, 2002). Menurut Haerlina (1987), penetrasi cahaya merupakan Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

faktor pembatas bagi organisme fotosintetik (fitoplankton) dan juga penetrasi cahaya mempengaruhi migrasi vartikal harian dan dapat pula mengakibatkan kematian pada organisme tertentu. c. Arus Arus terutama berfungsi dalam transportasi energi panas dan substansi seperti gas maupun mineral yang terdapat dalam air. Arus juga mempengaruhi penyebaran organisme (Michael, 1994 dalam Barus, 2001). Adanya arus pada suatu ekositem akuatik membawa plankton (khusus fitoplankton) yang menumpuk pada suatu tempat tertentu yang dapat menyebabkan terjadinya blooming pada lokasi tertentu jika tempat baru tersebut kaya akan nutrisi yang menunjang pertumbuhan fitoplankton dengan faktor abiotik yang mendukung bagi perkembangan kehidupan plankton (Basmi, 1992). d. Oksigen terlarut Kandungan oksigen terlarut merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu 0°C, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Konsentrasi menurun sejalan dengan meningkatkanya suhu air. Peningkatan suhu menyebabkan konsentrasi oksigen menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2001).

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan suhu juga dipengaruhi oleh aktifatas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen (Schworbel, 1987 dalam Barus 2001). Sanusi (2004), mengatakan bahwa nilai DO yang berkisar di antara 5,45-7,00 mg/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Barus (2001), menegaskan bahwa nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6,3 mg/l, makin rendah nilai DO maka makin tinggi tingkat pencemaran suatu ekosistem perairan

tersebut.

Disamping

pengukuran

konsentrasi,

biasanya

dilakukan

pengukuran terhadap tingkat kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui apakah nilai tersebut merupakan nilai maksimum atau tidak. Untuk dapat mengukur tingkat kejenuhan oksigen suatu contoh air, maka disamping mengukur konsentrasi oksigen dalam mg/l, diperlukan pengukuran suhu contoh air tersebut. Menurut Barus (2001), nilai kejenuhan oksigen (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

KEJENUHAN (%) =

02 (u) x 100% 03 (t)

dimana : O2 (u) = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l) O2 (t) = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel) sesuai dengan besarnya suhu.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

e. Kebutuhan Oksigen Biologis Kebutuhan oksigen biologis biasa disebut Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada suhu 20°C. Dari hasil penelitian misalnya diketahui bahwa untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat di dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikrooganisma membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini, sementara dari hasil penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari (BOD5) (Barus, 2001). Pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terdapat substansi yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga (Barus, 2001). Menurut Brower, et al, (1990), nilai konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mg/l O2 maka perairan tersebut tergolong baik dan apabila konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/l-20 mg/l O2 akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih besar dari 100 mg/l.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

f. pH Oganisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat asam maupun basa akan membahayakan kelangsungan hidup oraganisma karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisma dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisma akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara ammonium dan ammoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH di atas netral akan meningkat konsentrasi ammoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisma (Barus, 2001). Derajat keasaman parairan tawar berkisar dari 5–10 (Dirjen DIKTI Depdikbud, 1994) setiap organisme mempunyai pH yang optimum bagi kehidupannya. Perkembangan alga Cyanophceae akan sangat jarang dalam perairan apabila pH di bawah 5 (Shubert, 1984). g. Kandungan berbagai unsur nutrisi Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia bahan nutrisi yang paling penting seperti nitrat dan fosfat (Nybakken, 1992). Nutrien sangat dibutuhkan oleh fitoplankton dalam perkembangannya dalam jumlah besar maupun dalam jumlah yang relatif kecil. Setiap unsur hara mempunyai fungsi khusus pada pertumbuhan dan kepadatan tanpa mengesampingkan pengaruh kondisi Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

lingkungan. Unsur N, P, dan S penting untuk pembentukan protein dan K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat. Fe dan Na berperan dalam pembentukan klorofill, sedangkan Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel atau cangkang (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995). Disamping itu silikat (Si) lebih banyak digunakan oleh diatom dalam pembentukan dinding sel (Raymont, 1963 dalam Hutauruk, 1984). Nitrat dan fosfat merupakan unsur hara terpenting untuk pertumbuhan fitoplankton. Kadar nitrat dan fosfat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton masing-masing 3,9 mg/l – 15,5 mg/l dan 0,27 mg/l – 5,51 mg/l. Nitrat dan fosfat merupakan faktor pembatas di bawah 0,144 mg/l dan 0,02 mg/l (Mackentum, 1969 dalam Haerlina, 1978).

Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, pirotekni, dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk yang diberi nitrat/nitrogen (Alaerts, 1987). Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai bahan nutrien bagi berbagai organisme akuatik. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam aktivitas pertukaran energi dari organisme yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (mikronotrien), sehingga fosfat berperan sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisma. Peningkatan konsentrasi fosfat dalam suatu ekositem perairan akan meningkatkan pertumbuhan algae dan tumbuhan air lainnya secara cepat. Peningkatan yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut, diikuti Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

dengan timbulnya anaerob yang menghasilkan berbagai senyawa toksik misalnya methan, nitrit dan belerang (Barus, 2001). Menurut Alaerts (1987), senyawa fosfat di perairan dipengaruhi oleh limbah penduduk, industri, dan perairan. Di daerah pertanian, dan persawahan fosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan. Menurut (Cairns, 1956 dalam Shubert, 1984), memprediksi ada spesies dengan toleransi terhadap konsentrasi fosfat yang rendah dan nitrogen melalui model stimulator panas yang diperlukan terhadap lingkungan perairan dan penurunan konsentrasi fosfat. Melalui semua kombinasi menunjukkan produktivitas plankton mengalami peningkatan.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

BAB III DESKRIPSI AREA

Penelitian ini dilakukan di Perairan Danau Toba Parapat Kabupaten Simalungun (Gambar 3.1). Berdasarkan rona lingkungan yang ada ditetapkan 3 stasiun pengamatan ataupun pengambilan sampel (Gambar 3.2). Adapun ketiga stasiun pengambilan sampel itu terletak pada dua kecamatan yang berbeda, yaitu Kecamatan Girsang Sipanganbolon dan Kecamatan Ajibata.

Gambar 3.1. Perairan Danau Toba sebagai tempat dilakukannya penelitian

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

22

1. Lokasi 1

Lokasi ini berada dipantai Hotel Dharma Agung dekat dermaga kapal feri pengangkut penumpang. Lokasi ini terletak di Kecamatan Girsang Sipanganbolon pada titik 2°.39”51,84’LU dan 98°.55”40,16’BT. Pada lokasi ini daerah pinggirannya banyak dijumpai tumbuhan eceng gondok dan tumbuhan air. Di sekitar daerah ini dapat juga dijumpai daerah pemukiman penduduk dan juga sarana perhotelan. Dari pantauan terhadap permukaan air banyak ditemukan sampah berupa limbah organik yang berasal dari rumah tangga, perhotelan dan limbah berupa minyak yang berasal dari kapal-kapal feri.

Gambar 3.2. Lokasi penelitian di Perairan Danau Toba Parapat

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

2. Lokasi 2

Lokasi ini berada di Kecamatan Girsang Sipanganbolon pada titik 20°.42”10,8’ LU dan 98°.55”12,72’ BT. Pada lokasi ini banyak ditemukan usaha peternakan ikan dalam bentuk jala apung (keramba)

baik yang dimiliki oleh

penduduk setempat maupun sebuah perusahaan swasta yang mengelola peternakan ikan dalam keramba. Di sekitar daerah ini juga ditemukan pemukiman penduduk tetapi relatif tidak terlalu banyak. Warna air danau pada lokasi ini tampak agak keruh. Hal itu terjadi mungkin disebabkan oleh banyaknya sisa pakan ikan yang tidak termakan oleh ikan yang terdapat pada jala apung (keramba).

3. Lokasi 3

Lokasi ini berada pada titik 20°.39”17,64’ LU dan 98°.55”28,92’ BT. Pada lokasi ini tidak ditemukan keramba atau jala apung dan juga tidak ditemukan adanya eceng gondok. Lokasi ini agak jauh dari pemukiman penduduk dan air danau di lokasi ini tampak lebih jernih dan bersih. Lokasi ini berada di Kecamatan Ajibata.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

BAB IV BAHAN DAN METODA

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan Maret 2008 di Perairan Danau Toba. Penentuan lokasi pengambilan sampling didasarkan atas rona lingkungan dengan menggunakan Metode ”Purposive Sampling”, yaitu dengan menentukan 3 stasiun pengamatan/pengambilan sampel.

4.2 Pengambilan Sampel Plankton

Pada masing-masing stasiun pengamatan dilakukan pengambilan sampel sebanyak 5 (lima) kali ulangan. Sebanyak 25 liter sampel air diambil dengan menggunakan ember. Sampel air tersebut kemudian dilewatkan ke dalam jaring plankton (plankton net) yang pada bagian ujungnya dilengkapi dengan botol penampung (buket). Air bersama plankton yang telah tersaring

pada

botol

penampung selanjutnya dipindahkan ke dalam botol film. Untuk mengawetkan plankton, ke dalam botol filem diberikan larutan lugol 10% sebanyak 2-3 tetes. Sampel air yang berisi plankton tersebut kemudian dibawa ke Laboratorium Ekologi FMIPA USU untuk diidentifikasi dengan mengacu kepada pustaka Edmondson (1963), Bold dan Wynee (1985), serta Pennak (1978). Untuk uji faktor fisik dan kimia dilakukan di Laboratorium Puslit-LP USU dan untuk uji bakteri Colifecal dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA-USU.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

25

4.3 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan

Faktor fisika-kimia perairan diukur mencakup : 1. Suhu (°C) Suhu air diukur pada permukaan dan dasar perairan dengan menggunakan termometer yang dimasukkan ke dalam badan air selama beberapa menit. 2. Kecerahan (cm) Mengukur dengan menggunakan keping sechii yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping seechi tidak kelihatan dan diukur panjang tali sampai batas permukaan air. 3. pH (Derajat Keasaman) pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari dasar perairan sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut. 4. Oksigen Terlarut (DO) (mg/l) Oksigen terlarut (DO) diukur dengan menggunakan DO meter. Sampel air diambil dari dasar dan dimasukkan ke dalam botol dan dilakukan pengukuran oksigen terlarut dengan menggunakan DO meter. 5. BOD5 Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan Metode Winkler. Sampel air yang diambil dari dasar perairan dimasukkan ke dalam botol Winkler. 6. Logam berat Logam berat seperti arsen, besi dan timbal termasuk dalam logam berat yang dapat dianalisis di laboratorium. Penentuan kadar logam berat di air dapat dilakukan dengan Metode AAS (Atomic Absorption Spektrophotometri).

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

7. Uji Colifecal Uji colifecal dilakukan untuk mengetahui kandungan bakteri coli yang terdapat di perairan. Uji ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA-USU dengan menggunakan metode MPN (Most Probability Number). Metode MPN terdiri dari 3 tahap yaitu : a. Uji pendugaan (Presumptive Test) b. Uji penegasan (Confirmed Test) c. Uji lengkap (completed Test) Cara kerja metode MPN ini terlampir pada Lampiran 10 Uraian yang lebih ringkas mengenai parameter fisika-kimia yang diukur pada penelitian ini berikut dengan metode dan alat ukur serta dengan lokasinya tersaji pada Tabel 4.1.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

Tabel 4.1. Parameter Fisika-Kimia, Satuan, Alat dan Tempat Pengukuran Parameter FISIK : - Suhu - TDS - TSS - Kecerahan

Metode Pengukuran Termometer Air Raksa Skala 0 – 50 0C Timbangan Elektronik Keping Secchi

Lokasi Lapangan Lab. Kimia Puslit USU Lab. Kimia Puslit USU Lapangan

KIMIA : -

pH meter MetodeWinkler/Titrimetri Metode Reflux/Titrimetri MetodeWinkler/Titrimetri

Lapangan Lab. Kimia Puslit USU Lab. Kimia Puslit USU Lab. Kimia Puslit USU Lab. Kimia Puslit USU Lab. Kimia Puslit USU Lab. Kimia Puslit USU

pH BOD5 COD DO Fosfat Nitrogen Arsen Logam berat Besi Timbal Klorida Fluorida Sulfat Minyak & Lemak BIOLOGI : - Coliform - Colifekal

Metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry)

Oil Analizer

Lab. Kimia Puslit USU Lab. Kimia Puslit USU Lab. Kimia Puslit USU Lab. Kimia Puslit USU

MPN MPN

Lab. Mikrobiologi USU Lab. Mikrobiologi USU

4.4 Pengamatan di Laboratorium

Sampel air yang telah diperoleh dari lapangan selanjutnya dibawa ke Laboratorium Ekologi Tumbuhan FMIPA USU untuk diproses lebih lanjut. Pemeriksaan dan identifikasi plankton dilakukan dengan mengacu kepada pustaka Edmondson (1963), Bold dan Wynne (1985), serta Pennak (1989). Uji faktor fisika dan kimia dilakukan di Laboratorium Puslit-LP USU sedangkan untuk uji bakteri Colifecal dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA-USU.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

4.5 Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitan ini berupa kepadatan individu plankton perliter. Untuk mendapatkan data ini digunakan alat Haemocytometer, sedangkan untuk mencari kelimpahan plankton digunakan rumus modifikasi dari Isnansetyo & Kurniatuty (1995), seperti-berikut ini: N=

T P V l x x x L p v W

dimana : N

= jumlah plankton per liter (1)

T

= luas penampang permukaan Haemocytometer (mm2)

L

= luas satu lapangan pandang (mm2)

P

= jumlah plankter yang dicacah

p

= jumlah lapang yang diamati

V

= volume konsentrasi plankton pada bucket (ml)

v

= volume konsentrat di bawah gelas penutup (ml)

W

= volume air media yang disaring dengan plankton net (L) Dengan menggunakan data kelimpahan plankton tersebut kemudian dilakukan

analisis data berupa indeks keanekaragaman plankton menurut Shannon-Wiener (Krebs, 1989), uji perbedaan keanekaragaman dan kelimpahan plankton antar stasiun pengamatan

dengan menggunakan rumus uji t Hutcheson (Zar, 1999), indeks

ekuitabilitas dari plankton pada tiap stasiun penelitian (Zar, 1999), indeks kesamaan komunitas plankton antar stasiun pengamatan (Krebs, 1989) dan analisis korelasi Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

Pearson antara keanekaragaman dan kelimpahan plankton dengan faktor fisika-kimia perairan (Zar, 1999). Lebih jelasnya, adapun rumus dari masing-masing analisis data tersebut adalah sebagai-berikut : 1. Indeks keanekaragaman (diversitas) Shannon – Wienner (H’) Indeks keanekaragaman komunitas plankton pada tiga stasiun pengamatan dihitung lewat penggunaan rumus indeks keanekaragaman Shannon-Wiener berikut ini (Brower et al, 1990): s

H = −∑ pi ln pi i =1

dimana : H’

= indeks diversitas Shannon-Wienner

pi

= proporsi spesies ke-i

ln

= logaritma natural

pi

= ni/N (perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)

Kriteria: 0< H`<2,3

: Keanekaragaman rendah

2,3< H`<6,9

: Keanekaragaman sedang

H` > 6,9

: Keanekaragaman tinggi

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

2. Uji t Hutcheson Adapun rumus dari uji t Hutcheson yang dipergunakan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan dari keanekaragaman dan kelimpahan plankton antar stasiun adalah sebagai-berikut (Zar, 1999): t = H`1 – H`2 / SH`1-SH`2 dimana : t

: nilai t hitung yang dicari

H`

: indeks keanekaragaman

SH` : Standard deviasi keanekaragaman

Nilai standard deviasi

keanekaragaman dapat dihitung dari variansi

keaneragaman berikut ini: SH`1-H`2 = √ S2H`1 + S2H`2 Selanjutnya, variansi keanekaragaman dapat dihitung melalui pendekatan berikut ini: S2H` = ∑ fi ln2 fi – ( ∑ fi ln fi)2 /n / n2 dimana : fi

= Jumlah individu tiap takson

n

= Jumlah total dari individu keseluruahan takson

Sementara itu nilai Derajat Bebas (v) yang digunakan untuk mendapatkan nilai t tabel pada Tabel t dihitung melalui persamaan berikut ini: v = (S2H`1 + S2H`2)2 / (S2H`1)2 /n1 + (S2H`2)2 /n2

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

Kriteria: th < t tab. pada α 0.05 : tolak Ha, terima Ho th > t tab. pada α 0.05 : terima Ha, tolak Ho

3. Indeks Ekuitabilitas (E) Untuk mengetahui sebaran ataupun distribusi kelimpahan antar takson dalam komunitas dilakukan uji indeks ekuitabilitas yang disebutjuga sebagai indeks keseragaman. Adapun rumus dari indeks ekuitabilitas tersebut adalah sebagaiberikut (Zar, 1999):

Indeks Keseragaman (E) =

H' H maks

dimana : H’

= Indeks diversitas Shannon-Wienner

H max

= Indeks diversitas

maximum, yang nilainya sama dengan Ln S

(dimana S banyaknya spesies). Besarnya nilai E berkisar antara 0-1 (Michael, 1984). Kriteria: 0 < E < 0,4

: Keseragaman rendah

0,4 < E < 0,6

: Keseragaman sedang

E > 0,6

: Keseragaman tinggi

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

4. Indeks Kesamaan (Similaritas) dari Sorensen Berapa besar kesamaan komposisi (kenekaragaman dan kelimpahan) plankton antar stasiun pengamatan dicari lewat menggunakan rumus indeks similaritas menurut Sorensen (Brower et al, 1990) seperti berikut ini: IS = 2 a / s1 + s2 x 100% Dimana: a

= Jumlah takson yang sama-sama hadir pada kedua stasiun pengamatan yang dibandingkan (Stasiun A dan B)

s1 = Jumlah takson yang hadir pada stasiun A tetapi tidak pada stasiun B s2 = Jumlah takson yang hadir pada Stasiun B tetapi tidak pada stasiun A Kriteria: Aturan 50% dari Kendeigh (1980), menyatakan bilamana indeks kesamaan dari dua komunitas yang dibandingkan lebih besar dari 50%, maka kedua komunitas yang dibnndingkan itu dapat dianggap satu komunitas bukan menjadi dua komunitas yang berbeda.

4.6 Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet

Secara prinsip Metode Storet adalah membandingkan antar data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Untuk Danau Toba, peruntukannya adalah air golongan I karena Danau Toba juga dipakai untuk sumber air minum. Cara menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari US-EPA (United States Enviromental Protection Agency) dengan mengklasifikasikan mutu air dalam 4 kelas yaitu : Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

1. Kelas A : baik sekali, skor = → memenuhi baku mutu 2. Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 → tercemar ringan 3. Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 → tercemar sedang 4. Kelas D : buruk, skor ≥-31 → tercemar berat Prosedur penggunaan : Lakukan pengumpulan data kualitas air dan debit air secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu (time series data). Bandingkan data hasil pengukuran dan masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu) maka diberi skor seperti pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Penentuan Sistem Nilai Untuk Menentukan Status Mutu Air Jumlah Parameter

<10 ≥10

Nilai

Maksimum Minimum Rata-rata Maksimum Minimum Rata-rata

Fisika -1 -1 -3 -2 -2 -6

Parameter Kimia -2 -2 -6 -4 -4 -12

Biologi -3 -3 -9 -6 -6 -18

Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang di dapat dengan menggunakan sistem nilai. Penentuan baku mutu air dilakukan dengan Metode Storet

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sifat Fisika dan Kimia Perairan

Faktor fisika dan kimia perairan yang diamati pada penelitian ini adalah Suhu, TDS, kecerahan, pH, BOD5, COD, DO, fosfat, NO3-N, NO2-N, NH3-N, besi, timbal, klorida dan sulfat. Hasil pengamatan faktor fisika-kimia dari Perairan Danau Toba tersebut disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1.

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Hasil Pengukuran Faktor Fisika - Kimia Perairan Danau Toba Pada Tiga Stasiun Pengamatan

Stasiun I Stasiun II x ± sd x ± sd O Suhu ( C) 26,59 ± 0,36 25,11 ± 0,20 TDS (mg/l) 87,53 ± 1,74 85,80 ± 0,83 Kecerahan (m) 7,94 ± 0,30 6,81 ± 1,15 pH 7,41 ± 0,02 7,30 ± 0,04 BOD5 2,5 ± 0,07 2,6 ± 0,071 COD (mg/l) 30,21 ± 0,04 26,87 ± 1,25 DO (mg/l) 7,20 ± 0,15 7,00 ± 0,07 Fosfat (mg/l) 0,23 ± 0,02 0,25 ± 0,02 NO3-N (mg/l) 15,47 ± 0,47 12,22 ± 0,39 NO2-N (mg/l) 0,05 ± 0,01 0,02 ± 0,01 NH3-N (mg/l) 1,57 ± 0,07 1,63 ± 0,01 Besi (mg/l) 0,05 ± 0,01 0,02 ± 0,00 Timbal (mg/l) 0,01 ± 0,00 0,01 ± 0,00 Klorida (mg/l) 17,08 ± 0,45 11,70 ± 0,18 Sulfat (mg/l) 145,40 ± 3,84 143,60 ± 2,70 Parameter

Stasiun III x ± sd 24,61 ± 0,45 82,40 ± 5,59 4,29 ± 0,18 7,40 ± 0,03 1,5 ± 0,01 26,02 ± 0,32 6,90 ± 0,04 0,35 ± 0,03 10,29 ± 0,09 0,04 ± 0,01 0,09 ± 0,00 0.06 ± 0,01 0,01 ± 0,00 13,87 ± 0,35 153,20 ± 5,80

Kruskal Wallis Peluang x2 11,094 0,004 4,564 0,102 12,500 0,002 7,495 0,024 10,298 0,006 10,220 0,006 10,223 0,006 10,149 0,006 12,500 0,002 10,303 0,006 10,633 0,005 10,349 0,006 12,500 0,002 6,841 0,033

Keterangan :

Stasiun I Stasiun II Stasiun III Sd

: : : :

Daerah dekat pemukiman penduduk dan pelabuhan kapal Daerah budidaya ikan (Jaring apung) Daerah tengah danau dan relatif alami Standard deviasi

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

35

5.1.1

Suhu

Radiasi cahaya matahari yang tiba pada permukaan perairan akan memberikan suatu panas pada badan perairan. Jika jumlah radiasi yang berhasil diserap oleh oleh permukaan perairan berbeda, maka suhu (jumlah panas) yang dimiliki oleh perairan tersebutpun juga akan berbeda. Hasil pengukuran menunjukkan suhu pada Perairan Danau Toba berkisar antara 24,61-26,59°C. Suhu perairan pada Stasiun 1 tampak lebih tinggi dibandingkan dengan suhu yang terukur pada kedua stasiun lainnya, sementara itu suhu pada stasiun 3 tampak lebih rendah. Berdasarkan uji statistik Kruskal-Wallis, suhu yang terukur pada ketiga stasiun pengamatan berbeda sangat nyata (X2 = 11,094; p = 0,004). Suhu pada stasiun 1 lebih tinggi karena pengaruh berbagai aktivitas manusia seperti pemukiman, perhotelan dan pelabuhan. Pola suhu perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor antropogen (yang diakibatkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah serta hilangnya pelindung badan perairan yang menyebabkan cahaya matahari langsung mengenai permukaan air sehingga terjadi peningkatan suhu. Hilangnya pelindung berupa pohon-pohon di pinggiran Danau Toba karena di konversi sebagai areal pemukiman, perhotelan dan pelabuhan. Di Stasiun 3 lebih rendah suhunya karena berada pada areal yang masih alami, banyak vegetasi teresterial berupa pohonpohon yang tinggi sehingga membuat suhu permukaan air lebih rendah. Walaupun terdapat perbedaan suhu yang sangat nyata, suhu yang dimiliki perairan tersebut jika dihubungkan dengan kehidupan plankton masih termasuk dalam kisaran suhu yang relatif optimum. Menurut Isnansetyo & Kurniastuty (1995) kisaran Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

suhu yang optimum bagi kehidupan plankton adalah 22-300C. Suhu suatu perairan dapat mempengaruhi kelulushidupan organisme yang berada di dalamnya termasuk plankton. Menurut Barus (2004) hal itu terjadi karena suhu suatu perairan akan mempengaruhi kelarutan oksigen yang sangat diperlukan organisme akuatik untuk metabolismenya. Semakin tinggi suhu suatu perairan, kelarutan oksigennya semakin menurun.

5.1.2

Total Dissolved Solid (TDS)

Jumlah padatan tersuspensi pada perairan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya. Semakin tinggi padatan terlarut berarti akan semakin menghambat penetrasi cahaya ke dalam perairan. Hal ini secara langsung akan berakibat terhadap penurunan aktivitas dari fotosintesis oleh organisme berhijau daun yang terdapat pada perairan semisal hydrophita dan fitoplanktoan. Dari pengukuran yang telah dilakukan, besarnya nilai padatan terlarut pada Perairan Danau Toba berkisar 82,40 - 87,53 mg/l. Padatan terlarut pada Stasiun 1 tampak lebih tinggi dibandingkan pada dua stasiun pengamatan lainnya, sedangkan yang terkecil terdapat pada Stasiun 3. Berdasarkan uji statistik Kruskal-Wallis, padatan terlarut pada ketiga stasiun pengamatan berbeda secara tidak nyata (X2 = 4,564; P = 0,102). Padatan terlarut pada stasiun 1 lebih tinggi karena lokasi Stasiun 1 yang berada pada area yang dekat dengan aktivitas manusia sehingga banyak menghasilkan limbah yang masuk ke badan perairan dan akhirnya menambah jumlah partikel terlarut. Pada Stasiun 3 yang jauh dari segala aktivitas manusia memiliki nilai TDS yang lebih rendah karena tidak Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

adanya limbah yang masuk ke perairan. Jika dihubungkan dengan baku mutu air golongan I, nilai padatan terlarut yang diperoleh pada Perairan Danau Toba masih tergolong rendah. Itu berarti Perairan Danau Toba masih belum tercemar.

5.1.3

Kecerahan

Kecerahan suatu perairan berkaitan dengan padatan tersuspensi, warna air dan penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan. Partikel yang terlarut pada perairan dapat menghambat cahaya yang datang, sehingga dapat menurunkan intensitas cahaya yang tersedia bagi organisma fotosintetik seperti alga, fitoplankton dan hidrophyta lainnya (Odum, 1994). Hasil pengukuran kecerahan pada tiga stasiun pengamatan berkisar antara 4,29 - 7,94 m. Kecerahan tertinggi dijumpai pada Stasiun 3, sedangkan yang terendah pada Stasiun 1. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa kecerahan pada ketiga stasiun pengamatan berbeda sangat nyata (X2 = 12,500; P = 0,002). Pada Stasiun 1 kecerahan lebih rendah karena banyaknya padatan terlarut dan padatan tersuspensi yang berasal dari limbah aktivitas manusia. Di Stasiun 3 kecerahan lebih tinggi karena sedikit partikel terlarut dan partikel tersuspensi sehingga warna air lebih bening. Kecerahan yang diperoleh pada ketiga stasiun pengamatan masih tergolong layak bagi kehidupan organisme, sebab menurut Nybakken (1982) untuk kepentingan plankton diperlukan kecerahan sekitar 3 (tiga) meter.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

5.1.4

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan sebagai faktor pembatas pada perairan (Michael, 1984). Dalam hal ini sebagian besar biota perairan sensitif terhadap perubahan nilai pH. Hasil pengamatan menunjukkan, nilai pH Perairan Danau Toba berkisar 7,30 - 7,41. pH terendah ditemukan pada Stasiun 2, sedangkan tertinggi pada Stasiun 1. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan perbedaan pH antar ketiga stasiun pengamatan berbeda nyata (X2 = 7,495; P = 0,024). pH di Stasiun 1 tinggi diakibatkan oleh komposisi kimia dan substrat dasar perairan yang mungkin mengandung zat kapur lebih banyak sehingga menaikkan nilai pH. Stasiun 2 nilai pH lebih rendah juga dapat di hubungkan dengan nilai BOD5 yang lebih tinggi. Adanya kandungan bahan organik yang lebih tinggi pada Stasiun 2 akan menghasilkan asam organik yang lebih banyak pula melalui proses penguraian bahan organik secara aerob. Kandungan asam organik tersebut dapat menyebabkan terjadinya penurunan nilai pH. pH Perairan Danau Toba masih tergolong pH yang layak bagi kehidupan organisma akuatik, sebab menurut Prescod (1979) pH yang layak bagi organisma akuatik berkisar 6,20-8,50. Wetzel dan Likens (1979) menambahkan, efek letal atau mematikan dari kebanyakan asam terhadap organisma akuatik tampak ketika pH perairan lebih kecil dari 5 (lima).

5.1.5

BOD5

Nilai rata-rata BOD5 Perairan Danau Toba sewaktu penilitian berkisar 1,10 – 2,8 mg/l. BOD5 tertinggi sebesar 2,8 mg/l diperoleh pada Stasiun 2 sedangkan yang

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

terendah sebesar 1,10 mg/l diperoleh pada Stasiun 3. Nilai BOD5 yang diperoleh pada prinsipnya mengindikasikan tentang kadar bahan organik di dalam air karena nilai BOD merupakan nilai yang menunjukkan kebutuhan oksigen oleh bakteri aerob untuk mengoksidasi bahan organik di dalam air sehingga secara tidak langsung juga menunjukkan keberadaan bahan organik di dalam air. Dengan demikian maka kebutuhan oksigen oleh bakteri untuk mengoksidasi bahan organik pada lokasi pengmatan berkisar 1,10 – 2,8 mg/l. Nilai ini relatif kecil dibandingkan dengan nilai kelarutan oksigen yang diperoleh pada lokasi pengamatan yang berkisar antara 6,8 – 7,2 mg/l. Nilai BOD ini menunjukkan bahwa belum terjadi pencemaran limbah organik yang berat pada lokasi pengamatan. Dari uji Kruskal-Wallis terhadap nilai BOD5 menunjukkan bahwa BOD5 pada ketiga stasiun pengamatan berbeda sangat nyata (X2 =10, 298; P=0,006). Tingginya nilai BOD5 pada Stasiun 2 mengindikasikan bahwa kandungan bahan organik di Stasiun 2 lebih tinggi dari pada Stasiun 1 dan 3. Bahan organik ini kemungkinan berasal dari pakan ikan yang tidak habis termakan oleh ikan sehingga terlarut di dalam air, sedangkan Stasiun 3 BOD lebih rendah karena lebih sedikit bahan organik yang terdapat di air tersebut. Hal tersebut karena kondisi alam yang jauh dari aktivitas manusia dan kegiatan keramba ikan dalam jaring apung. Menurut Barus, (2001) nilai BOD merupakan parameter indikator pencemaran zat organik,dimana semakin tinggi angkanya semakin tinggi tingkat pencemaran oleh zat organik dan sebaliknya.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

5.1.6

COD (Chemical Oxygen Demand)

Nilai rata-rata COD Perairan Danau Toba sewaktu penelitian berkisar 26,02 30,21 mg/l. COD tertinggi diperoleh pada Stasiun 1 sedangkan terendah pada Stasiun 3. Nilai COD pada ketiga stasiun penelitian ini berdasarkan uji Kruskal-Wallis berbeda sangat nyata (X2 = 10,220; P = 0,006). Nilai COD menunjukkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi yang berlangsung secara kimiawi. Dengan demikian umumnya nilai COD akan selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai BOD5, karena BOD5 terbatas hanya terhadap bahan organik yang bisa diuraikan secara biologis saja, sementara nilai COD menggambarkan kebutuhan oksigen untuk total oksidasi baik terhadap senyawa yang dapat diuraikan secara biologis maupun terhadap senyawa yang tidak dapat diuraikan secara biologis. Ratio antara BOD5 : COD untuk limbah domestik umunya mempunyai nilai 1 : 4. Dari ratio antara BOD5 : COD yang diperoleh (Tabel 5.2) terlihat ada kecenderungan bahwa kandungan kimiawi yang terdapat di dalam air pada lokasi pengamatan banyak mengandung bahan yang sukar atau tidak dapat diuraikan secara biologis. Harga COD yang diperoleh sewaktu penelitian pada Perairan Danau Toba tergolong kurang baik, sebab baku mutu air golongan I menurut sistem Storet ataupun PP No. 82 tahun 2001 memiliki nilai COD maksimal 10 mg/l.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

Tabel 5.2

Ratio nilai rata-rata BOD5 : COD yang diukur pada 3 stasiun pengamatan

Parameter BOD5 (Mg/l) COD (Mg/l) Ratio BOD5:COD

5.1.7

Stasiun 1 2,5 30,21 1 : 12,08

Stasiun 2 2,6 26,87 1 : 10,33

Stasiun 3 1,6 26,02 1 : 16,26

DO (Dissolved Oxygen)

Kandungan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) sangat berperan di dalam menentukan kelangsungan hidup organisma perairan. Oksigen dalam hal ini diperlukan organisma akuatik untuk mengoksidasi nutrien yang masuk ke dalam tubuhnya. Oksigen yang terdapat dalam perairan berasal dari hasil fotosintesis organisma akuatik berklorofil dan juga difusi dari atmosfir. Peningkatan difusi oksigen yang berasal dari atmosfir ke dalam perairan dapat dibantu oleh angin. Menurut Wetzel dan Likens (1979) tinggi-rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam perairan juga dipengaruhi oleh faktor suhu, tekanan dan konsentrasi berbagai ion yang terlarut dalam air pada perairan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan kandungan oksigen terlarut Perairan Danau Toba berkisar 6,80 – 7,20 mg/l. Kandungan oksigen terlarut tertinggi ditemukan pada Stasiun 1 dan yang terendah pada Stasiun 3. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa kandungan oksigen terlarut antar ketiga stasiun penelitian berbeda sangat nyata (X2 = 10,223; P = 0,006). Tingginya nilai DO pada Stasiun 1 berkaitan erat dengan melimpahnya jenis vegetasi akuatik yang terdapat disana. Oksigen yang ada

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

di perairan berasal dari hasil fotosintesis hidrofita serta fitoplankton yang berada di dalamnya. Di Stasiun 1 ini jumlah dan jenis vegetasi akuatik sangat banyak sehingga menyebabkan nilai kelarutan oksigennya juga tinggi. Selain itu pada Stasiun 1 ini juga tidak ditemui adanya minyak yang dapat menghambat penyerapan oksigen masuk ke dalam air. Nilai DO terendah berada pada Stasiun 3 yang tidak ditumbuhi oleh vegetasi akuatik. Kandungan oksigen terlarut pada Stasiun 3 hanya berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton yang terdapat disana sehingga nilainya rendah. Kandungan oksigen terlarut pada Perairan Danau Toba masih tergolong sangat layak dalam mendukung kehidupan organisma, sebab menurut Sastrawijaya (1991) kehidupan organisma akuatik berjalan dengan baik apabila kandungan oksigen terlarutnya minimal 5 mg/l.

5.1.8

Fosfat

Fosfat yang terukur di Perairan Danau Toba sewaktu penelitian berkisar ratarata 0,23 - 0,35 mg/l. Fosfat tertinggi ditemukan pada Stasiun 3, sedangkan terendah pada Stasiun 1. Uji statistik Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata dari nilai fosfat yang terdapat pada ketiga stasiun pengamatan (X2 = 10,149; P = 0,006). Fosfat pada Stasiun 1 lebih rendah karena pada Stasiun 1 terdapat banyak vegetasi akuatik dan fitoplankton. Seperti diketahui bahwa fitoplankton dan tumbuhan air membutuhkan fosfat dan nitrogen sebagai sumber nutrisi utama bagi pertumbuhannya.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

Tingginya populasi tumbuhan air di Stasiun 1 menyebabkan konsumsi terhadap fosfat juga tinggi sehingga kandungan fosfat di perairan akan semakin berkurang. Sebaliknya pada Stasiun 3 kandungan fosfat lebih tinggi karena disana tidak dijumpai adanya tumbuhan air sehingga pemanfaatan fosfat oleh tumbuhan tidak ada. Berdasarkan baku mutu air menurut metode Storet (PP No. 82 tahun 2001), nilai kandungan Phosphat yang dimiliki Danau Toba sudah tergolong tidak layak. Dalam hal ini menurut metode Storet nilai yang layak untuk Fosfat adalah 0,200 mg/l.

5.1.9

Nitrat (NO3-N)

Besarnya kandungan rata-rata nitrat (NO3-N) di Perairan Danau Toba berkisar 10,29-15,47 mg/l. Nilai nitrat tertinggi dijumpai pada Stasiun 1 sedangkan terendah di Stasiun 3. Uji stastistik Kruskal-Wallis mengungkapkan bahwa nilai nitrat pada ketiga stasiun pengamatan yang ditempati berbeda secara nyata (X2 = 12,500; P = 0,002). Nitrat pada Stasiun 1 lebih tinggi, karena nitrat merupakan hasil oksidasi terakhir dari amonium dan amoniak yang berasal dari limbah domestik. Karena Stasiun 1 berada pada lokasi yang dekat dengan aktivitas penduduk maka buangan limbah domestik yang mengandung amoniak jelas akan menyebabkan jumlah nitrat menjadi lebih tinggi. Sebaliknya kandungan nitrat di Stasiun 3 lebih rendah karena Stasiun 3 berada jauh dari buangan limbah organik. Dihubungkan dengan nilai baku mutu air menurut metode Storet (PP No.82 tahun 2001), kandungan nitrat Perairan Danau Toba tergolong cukup tinggi artinya telah melampau batas maksimal yang diperbolehkan. Dalam hal ini batas maksimal yang diperbolehkan adalah 10 mg/l.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

5.1.10 Nitrit (NO2-N)

Nilai rata-rata kandungan nitrit Perairan Danau Toba yang terukur sewaktu penelitian berkisar 0,02-0,05 mg/l. Kandungan nitrit tertinggi dijumpai pada Stasiun 1 sedangkan yang terendah pada Stasiun 2. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis, kandungan nitrit pada ketiga Stasiun pengamatan berbeda sangat nyata (X2 = 10,303; P = 0,006). Kandungan nitrit yang tinggi pada Stasiun 1 karena adanya buangan limbah organik dari masyarakat sekitar, sedangkan pada Stasiun 2 dijumpai kandungan nitrit yang lebih redah memberikan indikasi bahwa laju nitrifikasi pada Stasiun 2 lebih rendah sehingga kandungan nitrogen lebih banyak dalam bentuk amoniak. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi suhu yang mungkin kurang optimal bagi kehidupan bakteri nitrifikasi. Nilai nitrit yang diperoleh sewaktu penelitian masih berada pada kisaran aman baku mutu air menurut Storet (PP No.82 tahun 2001). Dalam hal ini nilai nitrit yang diperbolehkan 0,06 mg/l.

5.1.11 Amoniak (NH3-N)

Besar harga rata-rata amoniak yang diperoleh pada Perairan Danau Toba sewaktu penelitian berkisar 0,09-1,63 mg/l. Nilai tertingi ditemukan pada Stasiun 2 sedangkan terendah pada Stasiun 3. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai amoniak pada ketiga stasiun penelitian berbeda sangat nyata (X2 = 10,633; P=0,005). Kandungan amoniak tertinggi pada Stasiun 2 karena adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari pakan ikan yang tidak habis termakan, sehingga amoniak terakumulasi di perairan. Proses oksidasi amoniak menjadi nitrit dan nitrit menjadi nitrat dipengaruhi oleh suhu air dan kelarutan oksigen dalam air. Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

Suhu air berpengaruh karena proses oksidasi yang dilakukan oleh bakteri aerob akan berlangsung pada kisaran suhu yang optimal bagi kehidupan bakteri pengurai amoniak dan itu juga tergantung pada konsentrasi oksigen terlarut di air. Pada Stasiun 3 kadar amoniak lebih rendah karena lokasi 3 jauh dari aktivitas manusia dan kegiatan kerambah ikan jaring apung sehingga bahan organiknya juga lebih rendah. Dibandingkan dengan nilai baku mutu air menurut nilai Storet (PP No. 82 tahun 2001) nilai amoniak Perairan Danau Toba tergolong tinggi, yakni melampaui batas dari yang diperbolehkan 0,5 mg/l. Hal ini berarti dari segi kadar amoniak, Perairan Danau Toba tergolong telah tercemar.

5.1.12 Besi

Kandungan besi rata-rata yang berhasil diukur selama penelitian di Perairan Danau Toba berkisar 0,02-0,06 mg/l. Kandungan besi tertinggi ditemukan pada Stasiun 3 sedangkan terendah pada Stasiun 2. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan, kandungan besi pada ketiga stasiun penelitian berbeda sangat nyata (X2 = 10,349; P = 0,006). Kandungan besi pada Stasiun 3 lebih tinggi dibandingkan Stasiun 1 dan Stasiun 2 karena kondisi dasar Danau yang sangat dalam (lebih dari 100 m). Besi dapat terlarut di dalam air bila danau memiliki dasar yang sangat dalam kemudian didukung oleh pH air yang kurang dari 7,5 serta banyak mengandung karbondioksida terlarut. Faktor ini mendukung tingginya kandungan besi di Stasiun 3, sedangkan pada Stasiun 1 dan 2 dasar danau lebih landai sehingga besi terdapat dalam substrat. Dihubungkan dengan nilai baku mutu air menurut sistim Storet (PP No. 82 tahun Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

2001), kandungan besi yang terdapat pada Perairan Danau Toba masih tergolong aman, sebab kandungan yang ditolerir hingga 0,3 mg/l.

5.1.13 Timbal

Kandungan rata-rata timbal pada tiga stasiun penelitian di Perairan Danau Toba relatif sama, yaitu 0,01 mg/l. Kandungan timbal sebesar 0,01 mg/l ini masih tergolong aman sebab nilai yang ditolerir menurut sistem Storet (PP No. 82 tahun 2001) adalah 0,03. Jadi kandungan timbal Perairan Danau Toba masih di bawah ketentuan baku mutu air menurut sistem Storet tersebut.

5.1.14 Klorida

Kandungan rata-rata klorida Perairan Danau Toba pada tiga stasiun penelitian berkisar 11,70 - 17,08 mg/l. Kandungan klorida tertinggi ditemukan pada Stasiun 1 sedangkan terendah di Stasiun 2. Kandungan klorida pada ketiga stasiun pengamatan tersebut menurut uji Kruskal-Wallis berbeda secara sangat nyata (X2 = 12,500; P = 0,002). Tingginya kandungan Klorida pada Stasiun 1 mengindikasikan bahwa perairan pada Stasiun 1 telah dicemari oleh limbah cair yang berasal dari aktifitas masyarakat. Menurut Brehm & Meijering (1990) dalam Barus (2004) Klor yang terdapat dalam air bersifat allochton, sebagian besar berasal dari sustrat tanah dan sedimen yang mengandung klor, sebagian kecil dari atmosfer melalui curah hujan dan tak kalah penting adalah klor yang terdapat pada limbah cair yang juga masuk ke dalam air. Sedangkan pada Stasiun 2 klornya lebih rendah karena disini bahan Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

pencemarnya bukan berupa limbah cair tapi berupa pakan ikan yang merupakan bahan kimia organik.

5.1.15 Sulfat

Kadar rata-rata sulfat Perairan Danau Toba yang diperoleh selama penelitian berkisar 143,60 - 153,20 mg/l. Nilai tertinggi diperoleh pada Stasiun 3 sedangkan terendah pada Stasiun 2. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan kadar sulfat antar ketiga stasiun pengamatan berbeda secara nyata (X2 = 6,841; P = 0,033). Kandungan sulfat yang tinggi pada Stasiun 3 kemungkinan besar disebabkan oleh aspek biologis. Disini juga tidak ditemukan adanya vegetasi autotrof sehingga kandungan sulfat menumpuk karena tidak pernah dikonsumsi sebagai nutrisi. Jika dibandingkan dengan baku mutu air menurut sistem Storet, kadar sulfat Perairan Danau Toba masih berada dalam batas yang aman. Dalam hal ini menurut sistem Storet nilai batas yang diperbolehkan adalah hingga 400 mg/l.

5.2 Sifat Fisika-Kimia Perairan Danau Toba berdasarkan Metode Storet

Sifat fisika-kimia air yang terdapat di Perairan Danau Toba dihubungkan dengan kriteria yang dikemukakan oleh Storet yang lebih dikenal dengan metode Storet tercantum pada Tabel 5.3.

Yazwar : Keanekaragaman Plankton Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air Di Parapat Danau Toba, 2008 USU e-Repository © 2008

Tabel 5.3. Kondisi Fisika-Kimia Air Yang Terdapat di Perairan Danau Toba menurut Metode Storet

No

Parameter

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Suhu TDS Kecerahan pH BOD5 COD DO Fosfat NO3 - N NO2 - N NH3 - N Besi Timbal Klorida Sulfat

Satuan 0

C mg / l m mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

Buku Mutu Air Gol. I Deviasi 3 1000 6-9 2 10 6 0.2 10 0.06 0.5 0.3 0.03 400

Hasil Pengukuran Stasiun I

Stasiun II

Stasiun III

Min

Max

Rata

Min

Max Rata

Min

Max Rata

26.00 85.70 7.50 7.40 2.3 30.15 7.00 0.20 14.78 0.04 1.50 0.04 0.01 16.45 140.0

26.90 90.00 8.30 7.45 2.8 30.25 7.30 0.27 16.00 0.06 1.70 0.07 0.02 17.56 150.0

26.59 87.3 8.00 7.41 2.5 30.21 7.20 0.23 15.47 0.05 1.57 0.05 0.01 17.37 145.4

24.80 85.00 6.60 7.30 2.5 25.00 6.90 0.22 11.67 0.01 1.63 0.02 0.01 11.53 140

25.30 87.00 7.00 7.40 2.8 28.35 7.10 0.28 12.65 0.03 1.65 0.03 0.02 12.00 147

24.00 75 4.00 7.35 1.10 25.70 6.80 0.30 10.15 0.03 0.09 0.04 0.01 13.49 145.0

25.00 90 4.50 7.45 2.0 26.50 7.00 0.40 10.40 0.05 0.10 0.09 0.02 14.25 160.0

Jumlah

25.11 85.8 6.81 7.33 2.6 26.87 7.00 0.25 12.23 0.01 1.63 0.02 0.01 11.70 143.6

24.60 82 4.29 7.40 1.6 26.02 6.90 0.35 10.29 0.04 0.09 0.06 0.01 13.87 153.2

Metode Storet St. I St. II St. III Skor Skor Skor 0 0 0 - 10 - 10 0 -8 - 10 0 - 10 0 0 0

0 0 0 - 10 - 10 0 - 10 - 10 0 - 10 0 0 0

0 0 0 0 - 10 0 - 10 - 10 0 0 0 0 0

- 48

- 50

-30

Keterangan: Stasiun I : Daerah dekat pemukiman penduduk dan pelabuhan kapal Stasiun II : Daerah budidaya ikan (Jaring apung) Stasiun III : Daerah tengah danau dan relatif alami

49

49

50

Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 5.3, nilai sifat fisika kimia air yang terdapat pada Stasiun I, II dan III menurut metode Storet secara berturut-turut adalah – 48, - 50 dan – 30. Skor tertinggi terdapat pada Stasiun II yaitu pada daerah dimana terdapat budidaya ikan lewat sistem jaring apung (keramba), sedangkan yang terendah terdapat pada Stasiun III yakni daerah tengah Danau yang bersifat lebih alami. Tingginya nilai Storet pada Stasiun II tersebut mungkin dapat dihubungkan dengan kondisi stasiun II sebagai tempat budidaya ikan. Dalam hal ini Stasiun II memiliki nilai amoniak yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua stasiun penelitian lainnya. Amoniak tersebut mungkin berasal dari proses kimiawi

sisa

makanan ikan yang tidak terpakai dan terlepas ke badan Perairan Danau Toba. Dihubungkan dengan baku mutu air golongan I, nilai Storet yang diperoleh pada dua stasiun penelitian, yaitu Stasiun I dan II telah melewati ambang batas, yakni melewati batas skor maksimal –31. Hal ini berarti bahwa air yang terdapat pada stasiun I dan II telah tergolong tercemar berat. Sementara itu pada Stasiun III masih di bawah skor-31. Menurut metode Storet skor -11 s/d –30 tercemar sedang, hal ini berarti bahwa

air yang terdapat pada Stasiun III tercemar sedang. Sehubungan

dengan itu air yang terdapat pada ketiga stasiun penelitian tidak layak lagi untuk dikonsumsi sebagai air minum.

5.3 Coliform Perairan Danau Toba

Hasil uji parameter biologis berupa coliform pada tiga stasiun pengamatan di Danau Toba tersaji pada Tabel 5.4.

51

Tabel 5.4. Hasil Uji Coliform pada Tiga Stasiun Penelitian di Perairan Danau Toba No

Parameter Mikroba

I 1100 460

Stasiun II 93 43

1 Total Coliform (jlh APM/100ml) 2 Fecal Coliform (jlh APM/100 ml) Keterangan : Stasiun I : Daerah dekat pemukiman penduduk dan pelabuhan kapal Stasiun II : Daerah budidaya ikan (Jaring apung) Stasiun III : Daerah tengah danau dan relatif alami

III 23 23

Berdasarkan data yang terlihat pada Tabel 5.4 dapat dikemukakan bahwa jumlah coliform tertinggi ditemukan pada Stasiun I yakni yang berada di dekat pantai dan perumahan penduduk dan juga sebagai daerah bersandarnya kapal-kapal sedangkan jumlah terendah ditemukan pada Stasiun III yang berada jauh di tengah danau dengan kondisi yang relatif alami. Tingginya coliform pada suatu perairan menunjukkan bahwa perairan tersebut mendapat buangan ataupun limbah organik berupa feses dari sekitar ataupun sekeliling badan perairan. Jumlah coliform yang relatif tinggi pada Stasiun I mungkin erat kaitannya dengan adanya masukan berbagai buangan ataupun limbah organik yang berasal dari penduduk sekitar maupun dari kapal-kapal yang bersandar padanya. Sementara itu lebih rendahnya coliform pada Stasiun III mungkin karena lokasi stasiun tersebut yang relatif jauh di tengah pantai sehingga kurang memungkinkan masuknya buangan organik ke daerah tersebut. Ditinjau dari baku mutu air golongan I sesuai dengan PP No. 82 tahun 2001, jumlah fecal coli yang terdapat pada Stasiun I di Danau Toba telah melampaui ambang batas dan oleh karena itu tergolong tercemar, sedangkan pada Stasiun II dan III masih berada di bawah ambang batas artinya belum tercemar.

52

5.4 Nilai Kelimpahan Plankton (K), Kepadatan Relatif (KR), dan Frekuensi Kehadiran (FK)

Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa pada Stasiun I ditemukan 26 taksa plankton yang terdiri dari 7 kelas dan 16 famili. Pada Stasiun II ditemukan 22 taksa yang terdiri dari 7 kelas dan 16 famili sedangkan untuk Stasiun III ditemukan 32 taksa yang terdiri dari 7 kelas dan 20 famili. Nilai kelimpahan populasi plankton, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran dari masing masing populasi plankton yang diperoleh pada 3 (tiga) stasiun penelitian dicantumkan pada Tabel 5.5

Tabel 5.5

NO

Nilai Kelimpahan (KP ind./liter), Kepadatan Relatif (KR%) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Plankton pada tiga stasiun penelitian di Perairan Danau Toba TAKSA

FITOPLANKTON 1 Kelas Bacillariophyceae A Fam: Coscinodiscaceae 1 Coscinodiscus B Fam: Epithemiaceae 2 Epithemiaceae 3 Denticulata C Fam: Fragilariaceae 4 Diatoma 5 Fragilaria 6 Tabellaria D Fam: Naviculaceae 7 Brebissonia 8 Navicula 9 Stauroneis E Fam: Nitsczhiaceae 10 Bacilaria 11 Nitsczhia

K

STASIUN 1 KR FK

STASIUN 2 K KR FK

STASIUN 3 K KR FK

45,35

3,59

55,55

18,14

1,74 22,22

63,49

4,19 55,55

36.28 27,21

2,88 2,16

44,44 33,33

72,56 27,21

6,96 66,66 2,61 33,33

72,56 45,35

4,74 66,66 2,99 55,55

36,28 36,28 36,28

2,88 2,88 2,88

44,44 44,44 44,44

-

63,49 45,35 36,28

4,19 66,66 2,99 44,44 2,39 44,44

54,42 63,49 27,21

4,32 5,04 2,16

66,66 66,66 33,33

63,49 -

6,09 66,66 -

27,21 72,56 -

1,79 33,33 4,79 77,77 -

18,14 -

1,44 -

22,22 -

36,28

3,48 44,44

54,35 27,21

3,59 55,55 1,79 33,33

-

53

Lanjutan Tabel 5.5 Nilai Kelimpahan (KP ind./liter), Kepadatan Relatif (KR%) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Plankton pada tiga stasiun penelitian di Perairan Danau Toba NO 2 F 12 G 13 H 14 15 I 16 17 18 J 19 20 K 21 L 22 23 M 24 25 3 N 26 27 O 28 29

IV P 30 V Q 31 32

TAKSA Kelas Chlorophyceae Fam: Chlamidomonadaceae Chlamidomonas Fam: Chlorococaceae Chlorococcum Fam:Desmidiaceae Closterium Sirogonium Fam: Mesotaeniaceae Gonatozygon Roya Mesotaenium Fam:Oocystaceae Closteriopsis Closteridium Fam: Sphaeropleaceae Sphaeroplea Fam: Ulotrichasceae Binuclearia Ulothrix Fam: Zygnemetaceae Spirogyra Pleurodiscus

K

STASIUN 1 KR FK

STASIUN 2 K KR FK

45,35

3,59

55,55

27,21

27,21

2,16

33,33

-

-

-

-

45,35 36,28

45,35

3,59

55,55

-

-

-

-

27,21 36,28

-

-

-

-

45,35

3,59

44,44

45,35 -

4,35 44,44 - 108,84

7,19

54,42 18,14

4,32 1,44

55,55 22,22

36,28

3,48 44,44

81,63 18,14

5,39 77,77 1,19 22,22

18,14

1,44

22,22

-

-

36,28 36,28

2,39 44,44 2,39 44,44

27,21

2,16

33,33

27,21 -

2,61 33,33 -

27,21 -

1,79 33,33 -

ZOOPLANKTON Kelas Calanoida Fam: Diaptomidae Diaptomus

27,21

2,16

33,33

81,63

7,83 77,77

72,56

4,79 66,66

Kelas Crustaceae Fam: Bosminidae Bosmina Daphnia

45,35 45,35

3,59 3,59

44,44 55,55

54,35 45,35

5,21 55,55 4,35 44,44

54,42

3,59 66,66

Kelas Xantophyceae Fam: Gloeobotrydiaceae Chlorobotrys Gloeobotrys Fam: Pleurohloridaceae Botrydiopsis Chlorogibba

2,61 33,33

STASIUN 3 K KR FK

4,35 44,44 3,48 44,44 2,61 33,33 3,48 44,44 -

-

54,35

3,59 55,55

27,21

1,79 33,33

36,28 -

2,39 44,44 -

45,35 36,28 45,35

2,99 44,44 2,39 44,44 2,99 44,44

27,21 27,21

1,79 33,33 1,79 33,33

18,14

1,19 22,22 100

54

Lanjutan Tabel 5.5 Nilai Kelimpahan (KP ind./liter), Kepadatan Relatif (KR%) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Plankton pada tiga stasiun penelitian di Perairan Danau Toba NO

TAKSA

VI R 33 34

Kelas Cyclopoida Fam: Cyclopoidae Cyclops Eucyclops

VII S 35 36 T 37 U 38

Kelas Monogononta Fam: Brachionidae Brachionus Keratella Fam: Testudinellidae Testudinella Fam:Trichocercidae Trichocerca TOTAL

K

STASIUN 1 KR FK

STASIUN 2 K KR FK

STASIUN 3 K KR FK

81,63 72,56

6,48 5,76

88,88 66,66

81,63 63,49

7,83 66,66 6,09 66,66

90,7 54,42

5,49 77,77 3,59 55,55

99,77 99,77

7,91 7,91

77,77 88,88

54,35 63,49

5,21 44,44 6,09 66,66

27,21 45,35

1,79 33,33 2,99 55,55

-

-

-

27,21

2,59 33,33

-

126,98 1260,73

10,07 100

100

72,56 1042,53

6,96 66,66 36,28 100 1517,99

-

2,39 44,44 100

Dari Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa nilai kelimpahan, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran tertinggi pada Stasiun I adalah dari genus Trichocerca dari kelas Monogononta sebesar 126,98 ind/l, 10,07% dan 100%. Hal ini disebabkan karena genus dari filum Rotifera ini dapat beradaptasi dengan faktor fisik kimia lingkungan yang relatif memiliki kandungan nutrisi atau zat-zat organik yang cukup tinggi. Nilai kelimpahan, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran terendah pada Stasiun I adalah dari genus Bacillaria dari kelas Bacillariophyceae, genus Pleurodiscus dari kelas Chlorophyceae dan dari genus Chlorobotrys dari kelas Xantophyceae sebesar 18,14 ind/l, 1,44% dan 22,22%. Ketiga kelas ini merupakan

kelompok fitoplankton. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor lingkungan misalnya suhu lingkungan keberadaan plankton tersebut.

-

sebesar 26,59°C (Tabel 5.2) yang tidak mendukung

55

Menurut Fogg (1975) bahwa suhu berpengaruh langsung terhadap perkembangan dan pertumbuhan fitoplankton dimana suhu yang optimal mendukung pertumbuhan fitoplankton adalah 20°C –25°C. Nilai kelimpahan, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran tertinggi plankton pada Stasiun II adalah dari genus Diaptomus sebesar 81,63 ind/l, 7.83% dan 77,77%. Genus ini merupakan bentuk larva dari kelompok Crustaceae pada fase- fase tertentu. Genus ini memiliki kelimpahan tertinggi karena pada fase tertentu larva ini bereaksi positif terhadap cahaya dan fase lainnya bersifat kebalikannya sehingga pada siang hari larva ini ditemukan bergerombol di dekat permukaan (Romimohtarto & Sri, 2001) menyebabkan pada saat pengambilan sampel plankton di siang hari keberadaannya cenderung akan lebih besar dibandingkan plankton lainnya. Sedangkan nilai kelimpahan, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran terendah pada Stasiun II adalah dari genus Coscinodiscus yaitu sebesar 18,14 ind/l, 1,44% dan 22,22%. Hal ini kemungkinan dikarenakan kondisi lingkungan yang kurang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan genus ini. Nilai kelimpahan, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran tertinggi plankton pada Stasiun III adalah dari genus Ulothrix sebesar 108,84 ind/l, 7,19% dan 100%. Genus ini merupakan kelompok fitoplankton yang memiliki kelimpahan tertinggi mungkin disebabkan oleh faktor lingkungan misalnya suhu lingkungan sebesar 24,60°C (Tabel 5.2) yang sangat mendukung keberadaan plankton tersebut. Menurut Fogg (1975) bahwa suhu berpengaruh langsung terhadap perkembangan dan

56

pertumbuhan fitoplankton dimana suhu yang optimal mendukung pertumbuhan fitoplankton adalah 20°C-25°C. Nilai kelimpahan, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran terendah pada Stasiun III adalah dari genus Sphaeroplea dan genus Pleurodisus yaitu sebesar 18,14 ind/l, 1,19% dan 22,22%. Hal ini kemungkinan dikarenakan kondisi lingkungan yang kurang sesuai bagi pertumbuhan perkembangan genus tersebut.

5.5 Nilai Keanekaragaman (H’) dan Keseragaman (E) dan Uji Perbedaan dan Keseragaman (Uji t Hutcheson)

Nilai dari indeks keanekaragaman (H’) plankton yang terdapat di tiga stasiun penelitian berikut dengan indeks keseragamannya (E) dicantumkan pada Tabel 5.6 sedangkan nilai uji t dari uji kesamaan perbedaan keanekaragaman dan keseragaman komunitas plankton antara ketiga stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 5.7.

Tabel 5.6

Nilai Keanekaragaman (H’) dan Keseragaman (E) dari komunitas plankton pada setiap stasiun penelitian Parameter

Indeks keanekaragaman (H’)

I 3,12

Indeks keseragamannya (E)

0,95

Stasiun II 3,06

0,99

III 3,36

0,97

Dari Tabel 5.6 di atas dapat dilihat bahwa indeks keanekaragaman berkisar antara 3,06 – 3,36. Hal ini menunjukkan bahwa keseluruhan stasiun memiliki tingkat keanekaragaman sedang. Menurut Brower et al, (1990), kriteria dari indeks keanekaragaman Shannon-Wiener adalah Bila 0
57

keanekaragaman rendah, 2,36,9 menunjukkan tingkat keanekaragaman yang tinggi. Bila dibuat pebandingan antara ketiga stasiun penelitian maka akan diperoleh nilai indeks keanekaragaman tertinggi yaitu 3,36 yang ditemukan pada Stasiun III. Tingginya nilai indeks keanekaragaman dilokasi ini menunjukkan bahwa lokasi ini cocok untuk pertumbuhan plankton. Hal ini disebabkan karena lokasi ini masih relatif alami yang belum tercemar oleh limbah buangan baik dari daerah perhotelan, limbah penduduk, perikanan maupun limbah buangan kapal yang berupa minyak. Dengan kata lain kondisi fisika kimianya kurang dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Pada stasiun ini terdapat 4 jenis fitoplankton yang hanya ditemukan pada Stasiun III yaitu dari genus Gonatozygon dan Roya dari family Mesotaeniaceae, genus Sphaeroplea dari

family

Sphaeropleaceae

dan

dari

genus

Gloeobotrys

dari

family

Gloeobotrydiaceae. Hal ini kemungkinan disebabkan kondisi lingkungan yang masih

relatif bersih yang dapat mendukung pertumbuhan plankton ini ditambah lagi dengan adanya suhu yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton pada stasiun ini. Pada Stasiun II ditemukan Genus Binuclearia yang tidak ditemukan pada stasiun lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa genus ini mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang memiliki kandungan NO2-N yang hampir mencapai nilai 0 yaitu 0,01 mg/l (Tabel 5.7). Dari Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa keanekaragaman terendah yaitu 3,06 yang ditemukan pada Stasiun II. Rendahnya indeks keanekaragaman plankton pada stasiun ini disebabkan karena faktor fisik kimia perairan yang tidak mendukung untuk

58

pertumbuhan plankton. Menurut Odum (1994), bahwa indeks keanekaragaman yang tinggi menunjukkan lokasi tersebut sangat cocok dengan pertumbuhan plankton dan indeks keanekaragaman yang rendah menunjukkan lokasi tersebut kurang cocok bagi pertumbuhan plankton. Adanya aktivitas masyarakat seperti pembuangan limbah organik dapat membuat nilai BOD perairan (Tabel 5.2) tersebut menjadi meningkat (pada Stasiun III sebesar 1,6 mg/l, sedangkan pada Stasiun II sebesar 2,6 mg/l) sehingga indeks keanekaragaman akan menurun. Indeks keseragaman tertinggi yaitu 0,99 yang terdapat pada Stasiun II dan yang terendah yaitu 0,95 yang terdapat pada Stasiun I. Tingginya nilai indeks keseragaman pada Stasiun II disebabkan karena adanya ketersediaan nutrisi misalnya fosfat, nitrat, dan amoniak yang cukup untuk penyebaran plankton dan sebaliknya. Dari Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa masing-masing indeks keseragaman mendekati 1 dengan kriteria menurut Michael (1984), 00,6 menunjukkan keseragaman tinggi, artinya penyebaran individu tersebut mendekati merata atau tidak ada spesies yang mendominasi. Menurut Sastra Wijaya (1991) bahwa kondisi yang seimbang adalah jika nilai indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman tinggi. Ketersediaan nutrisi dan pemanfaatan nutrisi yang berbeda menyebabkan nilai indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman yang bervariasi.

59

Tabel 5.7. Nilai th pada Uji Perbedaan Keanekaragaman dan Kepadatan Komunitas Plankton antar Tiga Stasiun Pengamatan Stasiun 1 2 Keterangan : Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 (*) (**)

1 -

: : : : :

2 3,96** (2,70) -

3 2,25* (2,02) 4,22** (2,70)

Daerah dekat pemukiman penduduk dan pelabuhan kapal Daerah budidaya ikan (Jaring apung) Daerah tengah danau dan relatif alami Nilai t tabel pada α = 0,05 dan α = 0,01 pada uji 2 ekor Nilai t tabel pada α = 0,05 dan 0,01 dan db= 30-38 pada uji 2 ekor

Dari Tabel 5.7. dapat dilihat bahwa keanekaragaman dan kelimpahan plankton pada stasiun I berbeda sangat nyata dengan keanekaragaman pada Stasiun II (t hit>t tab: 3,96>2,70). Hal yang sama yakni antara Stasiun II dan Stasiun III dimana t hit>t tab:4,22>2,70. Kedua hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan kandungan nutrisi antara kedua stasiun tersebut misalnya nilai NH3-N pada Stasiun II mencapai -10 dibandingkan dengan nilai baku mutu air golongan I (Tabel 5.2). Lain halnya dengan Stasiun III yang masih memenuhi batas baku mutu air golongan I yaitu 0,05 dimana hasil pengukuran yang diperoleh pada stasiun ini yaitu 0,09 sehingga untuk skors memiliki nilai 0 (Tabel 5.2). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan amoniak pada Stasiun III masih dapat diterima oleh lingkungan. Kandungan amoniak ini akan berpengaruh juga terhadap kandungan oksigen didalam air dalam proses oksidasi ammonium menjadi nitrat disebut nitrifikasi (Barus, 2004). Hal ini juga akan berpengaruh terhadap nilai BOD5. Sehingga dengan tingginya nilai NH3-N pada Stasiun II maka nilai BOD5 akan lebih tinggi

60

dibandingkan dengan stasiun III yang memiliki nilai NH3-N yang lebih rendah. Sama halnya dengan nilai amoniak Stasiun I dan Stasiun II menyebabkan terjadinya perbedaan keanekaragaman dan kelimpahan plankton yang sangat nyata antara kedua stasiun. Hal tersebut juga tidak terlepas dari keberadaan senyawa-senyawa organik lainnya yang ikut mendukung pertumbuhan dan perkembangan plankton. Lain halnya dengan keanekaragaman dan kelimpahan plankton antara Stasiun I dengan Stasiun III yang hanya berbeda nyata (2,25>2,02). Hal ini juga terkait dengan keberadaan nutrisi antara kedua stasiun. Dimana kedua stasiun ini memiliki perbedaan nilai kandungan nutrisi yang tidak terlalu jauh. Misalnya saja untuk nilai fosfat pada Stasiun I memiliki skor -8 sedangkan pada Stasiun III memiliki skor -10 (Tabel 5.7). Hal ini menunjukkan perbedaan yang tidak begitu mencolok antara kedua stasiun. Menurut Barus (2004), fosfat sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan plankton khususnya fitoplankton.

5.6 Nilai Kesamaan (IS)

Nilai kesamaan (IS) komunitas plankton yang terdapat di tiga stasiun di Perairan Danau Toba dicantumkan pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8. Nilai Kesamaan (IS) dari Komunitas Plankton pada antar Stasiun Pengamatan di Perairan Danau Toba Stasiun 1 2

1 -

2 58,33% -

3 79,31% 66,66%

61

Nilai dari indeks kesamaan komunitas plankton antar tiga stasiun pengamatan pada perairan di Danau Toba, yakni antara Stasiun 1 dengan Stasiun 2, dan antar Stasiun 1 dan Stasiun 3 serta antar Stasiun 2 dan Stasiun 3 masing-masing adalah 58,33%, 79,31% dan 66,66%. Jika nilai kesamaan yang diperoleh antar stasiun ini dihubungkan dengan aturan 50% yang dikemukakan oleh Kendeigh (1975) maka dapat disebutkan bahwa komunitas plankton yang terdapat pada ketiga stasiun penelitian masih dapat dianggap satu komunitas. Oleh karena itu walaupun terdapat tiga stasiun yang berbeda namun masih tetap dianggap satu komunitas. Hal ini berarti walaupun sifat fisika-kimia perairan antar tiga stasiun penelitian relatif meski berbeda satu sama lain, namun dalam pembentukan komunitas-komunitas plankton di Perairan Danau Toba tampaknya relatif berpengaruh tidak nyata. Tabel 5.9. Nilai Analisis Korelasi Pearson antara Indeks Keanekaragaman dengan Faktor Fisik-Kimia No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Parameter COD (mg/l) Timbal (mg/l) Besi (mg/l) Amonia (mg/l) Nitrit (mg/l) Nitrat (mg/l) Fosfat (mg/l) Sulfat (mg/l) Klorida (mg/l) TDS (mg/l) Suhu (oC) Kecerahan (m) DO (mg/l) pH BOD5

Keterangan: * Korelasi signifikan pada α = 0,05 ** Korelasi signifikan pada α = 0,01

Nilai korelasi (r) - 0,526 - 0,504 - 0,753 - 0,794 0,855 - 0,712 - 0,932* - 0,126 - 0,959** - 0,728 0,894* 0,582 0,841 - 0,756 -0,347

Signifikansi & Peluang P=0,363 P=0,386 P=0,141 P=0,109 P=0,065 P=0,177 P=0,021 P=0,839 P=0,01 P=0,163 P=0,041 P=0,304 P=0,074 P=0,139 P = 0,568

62

Berdasarkan hasil pengukuran faktor fisik-kimia perairan yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian dan selanjutnya dikorelasikan dengan keanekaragaman dan kelimpahan plankton maka didapatkan nilai indeks korelasi (r) seperti yang disajikan pada Tabel 5.9. Dari Tabel 5.9 dapat dikemukakan bahwa hasil uji analisis korelasi antara beberapa

faktor

fisik-kimia

perairan

berbeda

tingkat

korelasi,

arah

dan

signifikansinya. COD, timbal, besi, amonia, nitrat, posphat, sulfat, klorida, TDS dan pH berkorelasi negatif dengan keanekaragaman dan kelimpahan plankton sedangkan nitrit, kecerahan dan DO berkorelasi positif. Berkorelasi positif berarti semakin tinggi nilai suatu faktor fisika-kimia perairan maka akan diikuti naiknya atau semakin tingginya keanekaragaman dan kelimpahan plankton, sedangkan berkorelasi negatif berarti naiknya nilai faktro fisika-kimia perairan justru akan menyebabkan menurunnya keanekaragaman dan kelimpahan plankton. Fosfat berkorelasi negatif dan berpengaruh nyata terhadap keanekaragaman dan kelimpahan plankton di Perairan Danau Toba, sedangkan klorida berpengaruh sangat nyata. Sementara itu suhu berkorelasi positif dengan pengaruh yang nyata terhadap keanekaragaman dan kelimpahan plankton. Walaupun COD, timbal, besi, amonia, nitrat, sulfat, TDS dan pH berkorelasi negatif terhadap keanekaragaman dan kelimpahan plankton di Danau Toba akan tetapi pengaruhnya tidak nyata. Demikian juga halnya meskipun nitrit, kecerahan dan DO berkorelasi positif ataupun negatif dengan keanekaragaman dan kelimpahan plankton akan tetapi pengaruhnya pada

63

penelitian ini tidak nyata. Hal itu mungkin disebabkan karena nilai sifat fisika-kimia tadi masih berada dalam batas yang dapat ditoleransi oleh plankton-plankton yang terdapat di Perairan Danau Toba.

64

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan mengenai keanekaragaman plankton dan keterkaitannya dengan kualitas air di Parapat Danau Toba, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.

Sifat fisika-kimia Perairan Danau Toba berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dan Metode Storet tergolong tercemar sedang pada Stasiun 1 dan Stasiun 2 dan tergolong tercemar berat pada Stasiun 3.

2.

Perairan Danau Toba berdasarkan parameter biologis colifecal tergolong tercemar ringan.

3.

Plankton yang ditemukan pada stasiun penelitian sebanyak 7 kelas yang terdiri dari

3

kelas

fitoplankton

yaitu

Bacillariophyceae,

Chlorophyceae,

Xanthophyceae dan 4 kelas zooplankton yaitu Calanoida, Crustaceae, Cyclopoida, dan Monogononta.

4.

Nilai kelimpahan, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran rata- rata tertinggi terdapat pada Stasiun I yaitu dari genus Trichocerca dari kelas Monogononta sebesar 126,98 ind/L, 10,07% dan 100% sedangkan nilai kelimpahan, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran yang terendah adalah dari genus Bacillaria, Coscinodiscus dari kelas Bacillariophyceae, genus Pleurodiscus, Sphaeroplea

dari kelas Chlorophyceae dan dari genus Chlorobotrys dari kelas Xantophyceae sebesar 18,14 ind/l, 1,44% dan 22,22%.

64

65

5.

Nilai indeks keanekaragaman tertinggi yaitu 3,36 ditemukan pada Stasiun 3 sedangkan nilai indeks keanekaragaman terendah yaitu 3,06 yang ditemukan pada Stasiun 2.

6.

Nilai indeks keseragaman tertinggi yaitu 0,99 terdapat pada Stasiun 2 dan yang terendah yaitu 0,95 yang terdapat pada Stasiun 1.

7.

Nilai Indeks Similaritas tertinggi yaitu 79,31% antara Stasiun 2 dan Stasiun 3, sedangkan yang terendah sebesar 58,33%.antara Stasiun 1 dan Stasiun 2.

8.

Uji statistic Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa suhu, kecerahan, COD, DO, fosfat, nitrit, amoniak, besi dan klorida berbeda sangat nyata antara ketiga stasiun penelitian.

9.

Uji t-Hutcheson menunjukkan nilai indeks keanekaragaman dan kelimpahan plankton antara Stasiun 1 dan Stasiun 2, Stasiun 1 dan Stasiun 3 berbeda sangat nyata, sedangkan antara Stasiun 2 dan Stasiun 3 hanya berbeda nyata.

6.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap keanekaragaman plankton pada siang dan malam hari. Hal ini bertujuan untuk melihat lebih lanjut keanekaragaman plankton berdasarkan perbedaan waktu siang dan malam di Perairan Danau Toba khususnya di Prapat.

66

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G.& Sri, 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya. Arinardi. 1995. Kisaran Kelimpahan & Komposisi Plankton Predominan di Sekitar Pulau Sumatera. LIPI, Jakarta Azwar, E. 2001. Pengaruh Aktivitas Pabrik Semen Andalas Terhadap Kelimpahan, Diversitas Dan Produktivitas Plankton di Perairan Pantai Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Fakultas MIPA UNSYAH. Barus, T. A. 1996. Metode Ekologis Untuk Menilai Kualitas Suatu Perairan Lotik. Fakultas MIPA USU Medan. ___________.2001. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Fakultas MIPA USU Medan. ___________.2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press, 2004. Medan. ___________. 2004. Faktor-faktor Lingkungan Abiotik dan Keanekaragaman Plankton sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba. Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol.XI, No.2. Juli 2004. hal.61-70. ISSN : 0854-5510. UGMYogyakarta. Basmi, J. 1992. Ekologi Plankton. Fakultas Perikanan IPB, Bogor. ___________.1995. Planktologi: Organisme Penyusun Plankton, Klssifikasifikasi dan Terminologi, Hubungan Antara Fitoplankton dan Zooplankton, Siklus Produksi Umumnya di perairan. Fak. Perikanan IPB, Bogor. Bold, H.C. & M.J. Wayne. 1985. Introduction To The Algae. Second Edition, Prentice Hal, Inc. Englewood Cliffts, New Jersey 07 632, USA. Brotowidjoyo, M. D., D. Tribawono & E. Mulbyantoro. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan Dan Budidaya Air. Liberti, Yogyakarta. Brower, J. E., Jerrold H. Z., Car I.N. V. E.., 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third Edition. Wm. C. Brown Publisher, USA, New York.

66

67

Connell, D.W & G.J. Miller, 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran (Terjemahan Yanti Koestoer). Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Dahuri, R. 2004. Pengelola SDA Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit PT Pradnya Paramita. Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta UI Press.2 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, 1994. Analisa Kimia dari Air Limbah Industri. Laporan Pelaksanaan Kursus Analisa Limbah Industri Angkatan II Staf Akademik PTN Indonesia Bagian Timur 7-12 Juli 1994. Edmonson, W.T. 1963. Fresh Water Biology. Second Edition. Jhon Wiley & Sons, Inc. New York. Eyanoer, FHM., Sembiring M., Medju SJ. Damanik & J.Anwar, 1980. Laporan Akhir Komunitas Lingkungan Perairan dan Kehidupan Biologi Danau Toba Sumatera Utara. Pusat Kajian Lingkungan Hidup Universitas Sumatera Utara. Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung: Penerbit ITB. Fogg, G. E. 1975. Algal Culture and Phytoplanton Ecology. Second Edition. The University of Winconsin Press, Ltd., London. Haerlina. E. 1987. Komposisi dan Distribusi Vertikal Darian Fitoplankton Pada Siang dan Malam Hari di Perairan Pantai Bojonegoro, Teluk Banten. Fakultas Perikanan, IPB Bogor Heddy, S. & M.Kurniati. 1996. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hutahuruk, S. 1984. Komposisi dan Kelimpahan Fitoplankton serta Produktivitas Primer di Sungai Anakan, Cilacap Jawa Tenghah. Fakultas Perikanan IPB, Bogor. Hutabarat & Evans. 1986. Kunci Identifikasi Plankton. Jakarta: UI Press. Http://www.penataan_ruang_net_taru/nspm/2/bab I.pdf, 18 Mei 2008 Http://www.pempropsu.go.id/ongkam.php?me=tobal, 18 Mei 2008

68

Isnansetyo. A. & Kurniastuty. 1995. Tehnik Kultur Fitoplankton dan Zooplankton. Kanisius, Yogyakarta. Krebs,C.J. 1985. Experimental Analysis of Distribution of Abudance. Third Edition. Harper & Row Publisher, New York. Kendeigh, S.C. 1980. Ecology with Special Reference to Animals and Man. PrenticeHall of India, New Delhi. Krebs,C.J. 1985. Experimental Analysis of Distribution of Abudance. Third Edition. Harper & Row Publisher, New York. Lehmusluoto, P.O. 1977. Introduction To Phytoplankton Primary Produktivity in Waters. United Nations Development Programe OTC/SE. Michael, P. 1984. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Penerjemah : Yanti R, Koestoer, Jakarta : UI Press. Jakarta. Mc Naughton,J. 1990. Ekologi Umum. Yogyakarta: Penerbit UGM Press. Newel, G.E., & R.C. Newel. 1977. Marine Plankton. Fifth Editions. Hutchinson & Co Ltd. 3 Fitzroy Square. London. Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Penerjemah : H. Muhammad Eidman, Jakarta: PT Gramedia. Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Penerjemah: Tjahjono Samingan, Yogyakarta: Edisi Ketiga, Gajah Mada Univerdity-Press. Payne, A.I. 1986. The Ecology of Tropical Lakes and Rivers. Singapore.: Jhon Wiley & Sons. Pennak, R. W. 1978. The Freshwater Invertebrates of the United States .New York : Jhon Wiley & Sons. Prescod, D.W. 1979. How to Know The Freshwaters Algae. Iowa : M.W.C. Brown Company Publishers. Romimohtarto, K. 2001. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakata: Penerbit Djambatan. Russel, W.D., 1970. A Life of Invertebrates, New York : Mac Millan, Publishing Co.Inc.

69

Sanusi, H. 2004. Karakteristik Kimiawi dan Kesuburan perairan teluk pelabuhan Ratu Pada musim Barat dan Timur. Jurnal Ilmu-ilmu perairan dan perikanan Indonesia. Departemen Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB-Bogor. Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta. Shuber, E.L. 1984. Algae as Ecological Indicators. Academis Press Inc., London Soeriaatmadja, R.E. 1977. Ilmu Lingkungan Hidup. Bandung: Penerbit ITB Bandung. Suin, N. 2002. Metoda Ekologi. Penerbit Universitas Andalas. Padang. Wetzel, R.G. dan Likens, 1979. Limnological Analyses. London : W.B.Saunders Company. Zar. JH. 1999. Biostatistical Analysis. Prentice Hall. Inc. New Jersey.